You are on page 1of 16

Jurnal Penelitian Kehutanan Faloak (2022) 6(1), 44-59

JURNAL PENELITIAN KEHUTANAN FALOAK


e-ISSN 2579 5805
Akreditasi KEMENRISTEKDIKTI: 10/E/KPT/2019
p-ISSN 2620 617X
http://ejournal.forda-mof.org/ejournal-litbang/index.php/JPKF

SKENARIO PENGEMBANGAN EKOWISATA SEBAGAI UPAYA MEMPERTAHANKAN


HUTAN LINDUNG WOSI RENDANI DI KABUPATEN MANOKWARI
(Scenarios of ecoturism development as an effort in maintaining protected forest of Wosi
Rendani, Manokwari District)
Mahmud1, Mutakim1 dan Wahyudi1
1
Jurusan Kehutanan Fakultas Kehutanan Universitas Papua
Jl. Gunung Salju- Amban- Manokwari-Papua Barat, Kode Pos: 98314
ABSTRACT
Currently, protected forests are in the spotlight regarding the opportunity for national food estate development that can
be applied to other than production forests. This study is designed to study ecotourism development scenarios in the
Protected Forest of Wosi Rendani (PFWR). This research uses observation and interviews techniques with analysis
using a community-based ecotourism development based (CBED). The results show that there are potential tourist
attractions such as flora, an abundance of water resources, caves, and waterfalls. However, the threat is rather steep
slopes with soil characteristics that are not suitable for seasonal farming. The community has a dominant positive
perception and attitude which is receptive to the development of ecotourism. Ecotourism development scenarios in
PFWR that can be done to keep functioning as a protected forest are fruit tourism villages, limited cave tourism,
communal water reservoir, and limited waterfall tourism. By making a fruit tourism village, the fallow land becomes
more productive so it is hoped that Manokwari can become a fruit producer originating from PFWR. The development
of cave and waterfall tourism is expected to be able to overcome local people's unemployment and increase income so
that they can meet their daily needs properly. The construction of reservoirs to accommodate the availability of
abundant water resources means that the community around PFWR participates in maintaining, protecting, and
preserving the protected forests because there is a reciprocal relationship if maintaining the forest, their water will be
available.
Keywords: development, ecotourism, income, PFWR
ABSTRAK
Dewasa ini hutan lindung sedang menjadi perhatian berkaitan dengan peluang pengembangan ketahanan pangan
(food estate) nasional yang bisa diterapkan pada selain hutan produksi. Penelitian ini bertujuan membuat skenario
pengembangan ekowisata pada hutan Lindung Wosi Rendani (HLWR). Penelitian dilakukan melalui observasi dan
wawancara, dan dianalisis dengan model community based ecotourism development (CBED). Hasil penelitian
menunjukan adanya potensi daya tarik wisata seperti flora, sumber daya air yang melimpah dan goa. Namun demikian,
ancamannya adalah kelerengan agak curam dengan karakteristik tanah kurang baik untuk pertanian semusim.
Masyarakat mempunyai persepsi dan sikap positif yang dominan dan mau menerima pengembangan ekowisata.
Beberapa skenario pengembangan ekowisata yang dapat dilakukan di HLWR agar tetap berfungsi sebagai hutan lindung
antara lain kampung wisata buah, wisata goa terbatas, tandon air komunal dan wisata air terjun terbatas. Dengan dibuat
kampung wisata buah, lahan tidur menjadi lebih produktif, sehingga ke depan Manokwari dapat menjadi penghasil buah
yang berasal dari HLWR. Pengembangan wisata alami goa dan air terjun diharapkan pengangguran masyarakat lokal
menjadi berkurang, serta pendapatan meningkat sehingga mampu mencukupi kebutuhan sehari-hari dengan layak.
Pembuatan tendon air untuk menampung sumberdaya air yang melimpah berarti masyarakat sekitar HLWR ikut
menjaga, melindungi dan mempertahankan kelestarian hutan lindung, karena terdapat hubungan timbal balik jika
menjaga hutan maka tersedia air.
Kata kunci: pengembangan, ekowisata, pendapatan, HLWR
Ar t i c l e I n f o
*
Corresponding Author : mahmudalya6@gmail.com (Mahmud)
Articel History : Received 16 December 2021; received in revised from 21 January 2022; accepted 11 April 2022; Available online
since 30 April 2022
How to cite this article : Mahmud, Mutakim & Wahyudi. (2022). Skenario Pengembangan Ekowisata Sebagai Upaya Mempertahankan
Hutan Lindung Wosi Rendani di Kabupaten Manokwari. Jurnal Penelitian Kehutanan Faloak, 6(1):45-60. DOI :
http://doi.org/10.20886/jpkf.2022.6.1.44-59
Read Online Scan this QR code by
your mobile device to read online ©JPKF-2021. Open access under CC BY-NC-SA license
Skenario Pengembangan Ekowisata …
(Mahmud, Mutakim & Wahyudi)

ekowisata memberikan dampak yang penting


I. PENDAHULUAN
terhadap ekonomi lokal sekitar hutan dan
Belakangan ini kehutanan menjadi sorotan
konservasi sumberdaya alam. Apalagi bila
berkaitan dengan program ketahanan pangan
potensi ekowisata dikembangkan dengan
yang menyasar hutan lindung dan hutan
pelibatan aktif masyarakat lokal. Jasa
produksi. Padahal hutan lindung berfungsi
lingkungan dari ekowisata berdampak positif
melindungi air dan tanah dari ancaman banjir
terhadap pelestarian lingkungan dan budaya
dan longsor pada kawasan tersebut maupun di
asli yang diharapkan akan mampu
sekitarnya Akan tetapi, terbitnya Peraturan
menumbuhkan jati diri dan rasa bangga
Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan
penduduk setempat yang tumbuh akibat
(Permen LHK) No P.24/2020 tentang
peningkatan kegiatan ekowisata (Tisnawati et
penyediaan kawasan hutan untuk pembangunan
al., 2019; Mutaqqin et al., 2017). Sumber daya
food estate telah membuat risau para pemerhati
pariwisata seperti jasa lingkungan yang
kehutanan dan rimbawan, karena penyediaan
dilindungi mampu menggerakkan
food estate dapat dilakukan di hutan produksi
perekonomian dalam proses pembangunan
dan hutan lindung. Permen LHK tersebut
(Nuzula et al., 2017). Industri ekowisata telah
memasukan hutan lindung, bukan hutan
banyak menciptakan pendapatan bagi
konversi dan areal penggunaan lain, padahal
penduduk lokal dan pemilik bisnis, serta
keduanya memiliki luas 14,8 juta ha.
membawa manfaat ekonomi bagi masyarakat
Hutan lindung di Indonesia memiliki nilai
setempat (Siswanto, 2015). Pengembangan
ekonomis lebih kecil dibandingkan
pariwisata berbasis ekologi melalui
dengan nilai ekologis (Sugiharto, 2021),
pemberdayaan masyarakat berarti
sehingga di beberapa daerah tingkat perhatian
mengembangkan pariwisata bersama
terhadap hutan lindung menjadi rendah yang
masyarakat dengan meningkatkan keterlibatan
berdampak pada degradasi dan deforestasi
peran, kapasitas, dan kompetensi di setiap
hutan lindung. Akan tetapi setelah muncul
kegiatan (Sugiarti, 2015). Pengembangan
bencana banjir dan tanah longsor, masyarakat
ekowisata di kawasan konservasi diantaranya
mulai serius memperhatikan sejauh mana
dengan menjaga fungsi-fungsi kawasan dan
pengelolaan hutan lindung. Pengelolaan hutan
optimalisasi kegiatan ekonomi lokal melalui
lindung yang salah seperti alih fungsi dan
pembalakan liar telah menyebabkan degradasi pemberdayaan masyarakat secara partisipatif
terhadap program pengembangan wisata
dan deforestasi yang berdampak banjir dan
(Nurapriyanto & Warsito, 2014).
tanah longsor. Hal ini dapat dilihat dari
kejadian banjir di kota Sorong yang terjadi Selain berfungsi sebagai paru-paru kota,
HLWR juga digunakan untuk menjaga sumber
karena perusakan hutan lindung Remu oleh
air bersih guna memenuhi kebutuhan air bagi
pengambilan galian C (Maichel, 2020) dan
masyarakat kota Manokwari, oleh sebab itu
banjir lebih dari 1 kali dalam setahun pada
dalam surat Keputusan Gubernur
DAS Wosi akibat perusakan HLWR (Mahmud
No.118/GIB/1969 disebutkan bahwa fungsi
et al., 2021).
HLWR adalah sebagai hutan lindung Hidro-
Hutan lindung Wosi Rendani (HLWR)
orologis dengan luas 331,78 ha. Dalam
mempunyai potensi ekowisata yang perlu
kawasan ini terdapat enclave sepanjang 1,342
dikembangkan agar tidak berdampak terhadap
km dengan luas 11,021 Ha yang dihuni tiga
bencana banjir dan longsor. Objek dari

45
Jurnal Vol. 6 No.1April 2022: 44-59

kampung baru yaitu kampung Soribo, kampung penelitian selama 3 bulan mulai September
Kentekstar dan kampung Ipingoisi. Kawasan sampai Nopember 2021.
HLWR yang berada dalam kota dan Bahan yang digunakan adalah kuisioner,
Manokwari yang menjadi ibu kota Propinsi peta HLWR, dan sampel tanah. Adapun alat
Papua Barat mengakibatkan banyak orang yang digunakan GPS, kamera, Currenmeter,
datang ke Manokwari. Pada tahun 1991, rollmeter, parang, skop, soil test kit,
HLWR mulai mengalami penyusutan dari seperangkat komputer dengan software Sistem
331,78 ha menjadi 321,28 ha, dan data terakhir Informasi Geografis (SIG), software pengolah
tahun 2012 tersisa 86,24 ha yang sebagian kata, dan alat tulis-menulis.
besar berubah fungsi menjadi pemukiman, Penelitian menggunakan teknik observasi
pertanian, dan perkantoran (Mahmud et al., dan wawacara. Observasi dilakukan untuk
2017). mengetahui potensi dan ancaman dalam
Paradigma pembangunan kehutanan saat pengembangan ekowisata di HLWR.
ini telah berubah dari berorentasi hasil kayu ke Wawancara dilakukan untuk mengetahui
ekosistem yang menekankan pengelolaan hutan persepsi dan sikap responden untuk membuat
berbasis masyarakat lokal (Devi et al., 2017; skenario pengembangan ekowisata. Responden
Dinas LHK Aceh, 2020). Masyarakat lokal terdiri atas masyarakat pemilik hak ulayat dan
yang tinggal di sekitar lokasi ekowisata berperan yang menghuni kawasan HLWR. Data skunder
penting dalam konservasi sumber daya hutan. diperoleh dari Badan Pemantapan Kawasan
Pendekatan ini telah menempatkan masyarakat Hutan, Dinas Kehutanan Kab. Manokwari.
untuk mengelola dan menjaga eksistensi hutan. Responden ditentukan secara purposif
Untuk itulah sisa lahan HLWR yang telah alih sebanyak 10% dari total masyarakat dewasa
fungsi baik untuk pertanian, perkantoran dan atau telah berkeluarga pada kampung Ipingoisi,
pemukiman perlu dibuat skenario Kentestar dan Soribo. Responden terpilih
pengembangan ekowisata. Ekowisata menjadi terdiri atas kepala kampung, sekretaris dan
salah satu sektor pembangunan yang dapat bendahara, tokoh pemuda, tokoh wanita, kepala
memacu pertumbuhan ekonomi suatu wilayah, suku, masyarakat yang dianggap mewakili
dianggap sebagai suatu aset yang strategis ketiga kampung tersebut. Data dikumpulkan
untuk mendorong pengembangan wilayah. menggunakan daftar pertanyaan (kuisioner)
Penelitian ini bertujuan untuk membuat yang telah disiapkan yang meliputi identitas
skenario pengembangan ekowisata yang bisa responden, pengetahuan, pengalaman, tingkat
diterapkan sehingga pendapatan masyarakat pendidikan, umur, lama bermukim dan
meningkat, serta terhindar bencana banjir dan kegiatan konservasi. Pengumpulan potensi
tanah longsor. flora berasal dari telaah pustaka. Debit sungai
diperoleh dilakukan dengan cara mengukur
II. METODE PENELITIAN kecepatan arus dan penampang sungai.
Pengukuran debit sungai dilakukan pada 4
Penelitian bertempat laboratorium sungai/sumber air, dengan formula
perencanaan hutan, laboratorium tanah serta di (Asdak,2010):
kawasan Hutan Lindung Wosi Rendani
Kabupaten Manokwari (Gambar 1). Waktu

46
Skenario Pengembangan Ekowisata …
(Mahmud, Mutakim & Wahyudi)

Gambar 1.Lokasi penelitian


Figure 1. Research location

Q=A x V

Keterangan : Q = Debit (m3 per detik), A = Luas penampang basah (m2) dan V = Kecepatan aliran
(m per detik)

kebijakan pemerintah, dukungan swasta,


Sementara itu pengamatan profil tanah,
keberpihakan perguruan tinggi, komitmen
pengukuran sifat fisik dan kimia tanah diambil
secara purposif pada kedalaman 0-25 cm. stakeholders, kemitraan dan jejaring, promosi
dan pemasaran, serta pendampingan. Adapun
Analisis skenario pengembangan jasa
outcome merupakan suatu kondisi di mana
lingkungan dilakukan dengan model
masyarakat berperan serta dalam seluruh
community based ecotourism development
proses pengembangan dan memperoleh
(CBED) (Sugiarti, 2015) yang terdiri atas
manfaat dari pengembangan ekowisata.
konteks, solusi, dan outcome. Konteks
meliputi potensi dan permasalahan (hambatan),
di mana potensi berupa potensi budaya dan III. HASIL DAN PEMBAHASAN
kearifan lokal, sumber daya manusia, dan
A. Potensi Flora
sumber daya alam, sedangkan permasalahan Salah satu dasar penunjukan HLWR
atau hambatan terdiri atas terbatasnya adalah potensi flora seperti spesies asli Papua
pengetahuan, pengalaman, dan aksi dan tumbuhan berkhasiat obat yang sampai
pengembangan masyarakat. Solusi terdiri atas sekarang masih sering digunakan (Tabel 1).

47
Jurnal Vol. 6 No.1April 2022: 44-59

Tabel 1. Biodiversitas flora di HLWR


Table 1. Biodiversity flora in PFWR
Spesies introduksi Pimeliodendron sp, Pterygota sp (Bipa), Elaeocarpus sp(Ganitri), Euodia sp (Zodia),
(Introduced Spesies) Tectona grandis (Jati), Cananga odorata(Kenanga), Albizia falcataria (Sengon),
Palaquium sp(Nyatoh), Spathodea (African tulip), Octomeles sumatrana (Binuang),
Dyxoxylum amooroides(Kedoya), Celtis sp(Damar), dan Calyandra sp(Kaliandra).

Spesies Asli Papua Intsia spp (Merbau), Pometia spp (Matoa)


(Endemic Species)
Hortikultura Cymbopogon citratus (Serei),Zea mays(Jagung), Capsicum frutescens (Cabei),
(Cropping) Solanum lycopersicum (Tomat), Gnetum gnemon (Melinjo), Artocarpus altilis
(Sukun), Ipomoea batatas (Ubi jalar), Manihot esculenta (Ubi Kayu), Parkia speciosa
(Petai), Theobroma cacao (Kakao), Nephelium lappaceum (Rambutan), Artocarpus
heterophyllus (Nangka), Lancium domesticum (Langsat/Duku), Durio zibethinus
(Durian), Mangifera indica (Mangga), Musa paradisiaca (Pisang).
Tumbuhan berkhasiat Morinda citrifolia (Mengkudu), Endiandra rubescens (Gambir), Callophilum inophilum
obat (Medicinal plants) (Nyamplung), Dendrocnide microstigma (Monyet hitam), Inocarpus fagifer
(Gayam),Ficus septica (Awar-awar), Ficus nodosa (Laura), Lunasia amara (Sanrego),
Alstonia scholaris (Pulai), Endospermum moluccanum (Pohon labu), Imperata
cylindrica (Alang-alang) , Piper aduncum (Sirihan), Smilax rotundifolia (Daun
bungkus) ,Psidium guajawa (Jambu biji) , Glochidion arborescens (Mareme),
Phyllanthus reticulatus (Mangsian), Arcangelisia flava (Tali kuning), Dianella ensifolia
(Tegari), Adenanthera pavonina (Saga pohon)
Sumber: Sahirudin 2014
Source: Sahirudin 2014

Berbagai jenis tumbuhan seperti Tabel 1, darah tinggi, paru-paru basah, malaria, kutil,
sebagian ada yang sengaja ditanam maupun ginjal, darah rendah, reumatik, asam urat,
tumbuh secara liar, seperti spesies endemik kangker, mata kabur, gatal babi, luka panah,
Intsia sp dan Pometia s.p. Semenjak HLWR membuang zat kotor, diare, mengeluarkan darah
ditunjuk menjadi hutan lindung, pada awal mati, tulang belakang, batu ginjal, menguatkan
1990-an telah ditanam berbagai jenis tegakan stamina dan menguatkan pingggang.
introduksi seperti Tectona grandis, Cananga
B. Potensi ekowisata
sp, Albizia falcataria dan Calyandra sp dan
lain lain. Budidaya hortikultura, hasil hutan Jasa lingkungan merupakan produk alami
bukan kayu dan tanaman multi guna/Multi dari keseluruhan kawasan hutan lindung seperti
purpose tree spesies (MPTS) telah dan terus panorama indah, air jernih, udara sejuk, segar
dikembangkan. Pada tahun 2012, Dinas dan bersih. Sementara berwisata secara alami
Kehutanan kabupaten Manokwari memberikan tanpa merubah kondisi alam identik dengan
secara gratis jenis tanaman buah-buahan dari ekowisata. Hutan lindung Wosi Rendani
hasil okulasi dan cangkok yang diharapkan memiliki potensi jasa lingkungan/ekowisata
tanaman cepat berbuah, rasa manis dan cepat seperti air terjun, kolam renang, mata air dan
laku di pasaran. goa.
Menurut Sahirudin (2014), terdapat 20 1. Air terjun
jenis tumbuhan berkhasiat obat yang Air terjun ini berada dalam kepemilikan
dimanfaatkan oleh masyarakat sekitar HLWR hak ulayat bapak Panus Mandacan.
untuk mengobati 21 jenis penyakit. Penyakit Kepemilkan hak ulayat tanah di Papua telah
yang dapat diobati di antaranya gula, maag, dipetakan secara tradisional yang dibatasi oleh

48
Skenario Pengembangan Ekowisata …
(Mahmud, Mutakim & Wahyudi)

batas-batas alam seperti bukit, gunung dan/atau Terdapat 4 sumber air di antaranya mata
sungai. Sekitar air terjun dikelilingi bukit dan air Rendani 1, mata air Rendani 2, mata air
tumbuhan yang masih asli dan sejuk (Gambar Kali Dingin dan mata air Kali Kentek. Dari 4
2). Air terjun berasal dari aliran air yang keluar sumber air hanya 2 yang dipakai secara
dari goa. Air sangat jernih ketika tidak hujan, langsung oleh masyarakat lokal untuk
akan tetapi sedikit keruh saat hujan turun. kebutuhan sehari-hari baik konsumsi maupun
2. Kolam Renang mandi (Gambar 3) yaitu mata air kali Kentek
Kolam renang yang alamiah di dalam kota dan mata air Rendani 2, sedangkan yang lain
hanya ditemukan di HLWR (Gambar 2). dimanfaatkan oleh Perusahaan Daerah Air
Kolam ini di bawah kepemilikan hak ulayat Minum (PDAM). Potensi sumber air dapat
bapak Kristian Mandacan. Saat ini kolam dilihat pada Tabel 2.
renang hanya dipakai oleh masyarakat sekitar 4. Goa
untuk berenang dan mencuci pakaian. Terdapat Goa yang berada di HLWR berbentuk
himbauan dan telah ada kotak bagi yang seperti mata sebelah (Gambar 4). Pada mulut
berenang dan mencuci pakaian agar membayar goa terdapat bendungan kecil dan pipa besar
uang sekedarnya. Akan tetapi jika ini dikelola yang dibangun oleh PDAM untuk ketersediaan
dengan baik dengan melibatkan masyarakat air di Kabupaten Manokwari. Goa ini
pemilik hak ulayat, pengunjung/wisatawan berukuran lebar 4 m, tinggi 3 m dan panjang
akan semakin banyak dan berpotensi 500 m yang pada dinding bagian atas terdapat
menambah kesejahteraan masyarakat dan stalagmid (Gambar 5) dan stalagtid kecil di
pendapatan Pemda. bagian bawah goa.
3. Sumber air

Tabel 2. Potensi sumber air pada HLWR


Table 2. Potential of water sources at PFWR
Air tersedia Air Air tidak
Air dimanfaatkan
(l/det) dimanfaatkan
Elevasi dimanfaatkan (l/det)
Water PDAM
Sumber air (m dpl) masyarakat Water
discharge (l/det)
water sources Elevation (l/det) discharge
available utilized
(masl) Water discharge not utilized
(l s-1) PDAM
utilized people (l s-1).
(l s-1)
(l s-1)

Mata air Kali Kentek 8 96 - 11 85


Mata air Rendani 1 46 15 10 - 5
Sungai Rendani 2 74 448 10 3 435
Sungai Kali Dingin 7 206 30 - 176
Jumlah 765 50 (6,53%) 14 (1,83%) 701 (91,63%)

Tabel 2 menunjukan bahwa potensi air terlihat air terbuang ke sungai tanpa
yang belum dimanfaatkan sangat besar yaitu dimanfaatkan, sementara hanya sedikit yang
701 l/det (91,63%). Selama ini hanya mata air masuk ke pipa. Air yang melimpah dari mata
Kali Kentek yang dimanfaatkan oleh air inilah yang menjadi salah satu alasan
masyarakat kampung Kentestar, itupun dalam penunjukan hutan Wosi Rendani sebagai hutan
jumlah yang sedikit. Berdasarkan Gambar 3 lindung tahun 1969.

49
Jurnal Vol. 6 No.1April 2022: 44-59

Gambar 2. Air terjun alami Gambar 3. Pemanfaatan mata air


Figure 2. Natural waterfall Figure 3. The springs utilization

Gambar 4. Goa dan air terjun Gambar 5. Stalagmit pada goa


Figure 4. Cave and waterfall Figure 5. Stalagmites in the cave

C. Karakteristik tanah podsolik/ultisol pada memiliki kadar Al tinggi yang dapat meracuni
HLWR tanaman (Harjowigeno, 2010). Unsur hara
Salah satu permasalahan usaha tani di yang rendah memerlukan tindakan pemupukan,
Papua adalah kesuburan tanah, sehingga pH Rendah memerlukan pengapuran.
masyarakat membuka lahan dengan cara Sehubungan sifat fisik dan kimia tanah relatif
membakar dan selalu berpindah-pindah. Jenis tidak baik untuk pertanian semusim, maka
tanah pada HLWR adalah podsolik/ultisol petani selalu berpindah-pindah untuk membuka
dengan karakteristik utama sebagaimana Tabel lahan pertanian baru. Oleh karena itu kawasan
3. HLWR lebih cocok untuk tetap sebagai hutan
Tabel 3 menunjukan bahwa karakteristik lindung dengan potensi ekowisata berbasis jasa
tanah kurang cocok jika digunakan untuk lingkungan.
pertanian semusim. Umumnya tanah ini

50
Skenario Pengembangan Ekowisata …
(Mahmud, Mutakim & Wahyudi)

Tabel 3. Karakteristik tanah podsolik/ultisol pada HLWR


Table 3. Podsolic/Ultisol soil characteristic/ at PFWR
Parameter Uraian
Parameters Description
Lapisan atas * Berwarna abu-abu muda sampai kekuning-kuningan
Lapisan bawah* Berwarna merah agak kuning
Tekstur tanah **(debu 30%, Lempung berliat
pasir 40%, liat 30 %)
Struktur tanah* Gumpal bersudut massif, dan granular
Permeabilitas ** Sangat lambat dan lambat
Stabilitas agregat tanah * rendah
Bahan organic ** 0,42-3,08 (rendah)
pH tanah ** 4,2-4,8 ( sangat asam)
Horizon tanah * Eluviasi tidak terlalu jelas
Bahan induk * Kadang-kadang mempunyai karatan kuning, merah dan abu-abu
Kelerengan 21,9 % (agak curam)
Keterangan (Remark): * = Klasifikasi sifat tanah menurut USDA, 1961 (soil classification according to USDA, 1961),
** = Klasifikasi sifat tanah menurut FAO, 1976 (soil classification according to FAO, 1976)

ekowisata, perencanaan, pengelolaan,


pemanfaatan dan evaluasi sehingga kearifan
D. Persepsi Masyarakat
lokal tidak hilang serta terhindar dari bencana
Responden dewasa sebanyak 360 orang seperti longsor.
diambil secara purposif sebanyak 10% maka
Menurut Kurniadi et al. (2017),
diperoleh 36 orang. Kriteria masyarakat
pengembangan hutan lindung untuk ekowisata
dewasa adalah berusia lebih dari 17 tahun dan/
dianggap sebagai cara untuk melestarikan
atau sudah berkeluarga. Masyarakat
keanekaragaman hayati dan menjasa
adat/pemilik hak ulayat HLWR mempunyai
ekosistem. Lebih lanjut Oktadiyani et al.
peran utama dalam pengelolaan hutan lindung.
(2015) menyebutkan bahwa pengembangan
Tokoh masyarakat adat sangat berperan dalam
ekowisata secara lestari dan berkelanjutan
setiap pengambilan kebijakan, utamanya
memerlukan sinergi antar berbagai stakeholder,
terhadap pengembangan ekowisata. Persepsi
sehingga diperoleh pengelolaan sumberdaya
masyarakat adat dalam pengembangan program
yang lebih baik. Mereka menyadari bahwa
ekowisata di HLWR dapat dilihat pada Tabel 4.
lahan tidak subur untuk bercocok tanam
Berdasarkan Tabel 4, masyarakat mempunyai sehingga harus membuka lahan dengan cara
persepsi positif terhadap pengembangan membakar dan berpindah-pindah yang
ekowisata sebesar 61,11%, netral 14,44 %, dan membutuhkan waktu, tenaga dan biaya cukup
negatif 24,45%. Hal ini menunjukan bahwa besar. Jika ekowisata dikembangkan
masyarakat yang mendiami kawasan HLWR diharapkan pengangguran berkurang,
dominan senang dan terbuka untuk pendapatan meningkat dan kesejahteraan
pengembangan ekowisata. Masyarakat merasa semakin baik.
senang dilibatkan mulai dari eksplorasi potensi

51
Jurnal Vol. 6 No.1April 2022: 44-59

Tabel 4. Persepsi masyarakat terhadap pengembangan ekowisata


Table 4. Community perception toward ecotourism development
Indikator Positif Netral Negatif Jumlah
(Indicator) (Positive) (Neutral) (Negative) Total
Ekowisata terhindar dari potensi kerusakan alam 20 5 11 36
dan budaya
Masyarakat pemilik hak ulayat mendapat manfaat 21 5 10 36
langsung dari jasa lingkungan
Kearifan lokal terus dijaga dan dipelihara untuk 27 3 6 36
menjamin ekowisata
Melibatkan masyarakat mulai dari eksplorasi 30 3 3 36
potensi ekowisata, perencanaan, pengelolaan,
pemanfaatan dan evaluasi
Masyarakat mendukung RHL dengan jenis 26 6 4 36
tanaman unggul, cepat tumbuh, cepat berbuah,
buah manis dan mudah laku dipasaran
Pendapatan masyarakat meningkat melalui ikut 20 6 10 36
menjamun kelestarian ekowisata
Masyarakat menjaga hubungan baik yang harmonis 23 4 9 36
dengan SDA di Hutan Lindung Wosi Rendani
Lahan miring yang terlanjur terbuka ditanami jenis 15 6 15 36
tanaman serbaguna dan masyarakat merawat
dengan baik
Masyarakat mendukung RHL untuk mengurangi 21 6 9 36
lahan kritis dan mencegah bencana banjir
Masyarakat menyadari sering terjadi bencana alam 17 8 11 36
sebagai dampak kerusakan alam
220 52 88 360
Total
(61,11 %) (14,44 %) (24,45%) (100 %)

E. Sikap Masyarakat menggunakan bahan lokal, pemerintah


Sikap merupakan ekspresi suatu gagasan, menyediakan bibit dan insentif menjaga hutan.
respon seseorang terhadap situasi, masalah atau Menurut Bangun (2010), masyarakat tani hutan
nilai tertentu sebelum bertindak (Mulyanti & akan memperoleh dana insentif berkisar Rp1,5
Fachrurozi, 2016). Sikap masyarakat lokal dan juta/ha apabila mampu mempertahankan
pemilik hak ulayat tanah terhadap rencana kecukupan air untuk PDAM. Dengan
pengembangan ekowisata tertera dalam Tabel 5. demikian lahan pada HLWR tidak perlu
Tabel 5 menunjukan bahwa 52,5% diperjualbelikan kepada mayarakat karena
responden menerima, 13,06% netral dan pemilik hak ulayat pendapatannya telah
34,44% menolak jika potensi ekowisata meningkat dan kesejahteraannya tercapai.
HLWR dikembangkan. Pemilik hak ulayat dan Akan tetapi jika pemilik hak ulayat yang
masyarakat sekitar HLWR sebagian besar sebagian besar petani tidak diberdayakan, maka
menerima wacana pengembangan ekowisata lahan HLWR akan terus diperjualbelikan untuk
dengan syarat tidak mengubah keaslian alam, memenuhi kebutuhan hidup.

52
Skenario Pengembangan Ekowisata …
(Mahmud, Mutakim & Wahyudi)

Tabel 5. Sikap masyarakat terhadap pengembangan ekowisata


Table 5. Community attitudes toward ecotourism development
Indikator Menerima Netral Menolak Jumlah
(Indicator) (Accepted) (Neutral) (Rejected) (Total)
Pelibatan masyarakat lokal secara secara luas 27 3 6 36
terhadap potensi ekowisata
Kawasan HLWR dilepas secara sukarela untuk 5 6 25 36
mencegah berbagai bencana
Dalam RHL pemerintah menyediakan bibit 26 6 4 36
Pemerintah menyediakan insentif jika masyarakat 23 4 9 36
menjaga jasa lingkungan
Mulai sekarang masyarakat berhenti membuka 6 6 24 36
lahan dengan membakar pada kawasan HLWR
Masyarakat tidak mengambil kayu walaupun pohon 6 4 26 36
telah mati baik untuk bahan bangun maupun bahan
bakar
Masyarakat bersedia menjaga bibit pohon yang 23 4 9 36
telah ditanam pada kelerengan terjal
Sedapat mungkin pengembangan ekowisata tidak 25 5 6 36
mengubah keaslian alam
Sarana dan prasarana pengembangan ekowisata 22 5 9 36
menggunakan bahan lokal
Setiap wisatawan yang berkunjung wajib membeli 26 4 6 36
kerajinan khas Papua minimal 1 buah
189 47 124 360
Jumlah (Total)
52,5 % 13,06 % 34,44 % 100 %

Responden mempunyai persepsi positif yang rendah, serta ketidakpedulian terhadap


terhadap pengembangan ekowisata, disebabkan HLWR. Responden yang berpersepsi negatif
lokasi hutan lindung yang berada di sekitar (tidak setuju) terhadap pengembangan
pemukiman masyarakat pendatang dan lokal. ekowisata sebanyak 34,44%. Kelompok yang
Pemilik hak ulayat menyadari andaikan hutan menyatakan tidak setuju terutama adalah
lindung rusak maka akan menyebabkan kepala kampung dan kepala suku. Mereka
kerusakan tanah, hutan dan lingkungan bagi beralasan tanah pada hutan lindung harus ada
masyarakat lokal dan sekitarnya. Selama ini ganti rugi kepada pemilik hak ulayat/kepala
HLWR memberi manfaat sangat besar untuk suku. Kepala suku/pemilik hak ulayat merasa
hidup di mana mereka bisa bercocok tanam di terpinggirkan dengan adanya pendatang yang
dalamnya. Dengan demikian masyarakat berasal dari Jawa, Makassar, Ambon dan lain-
menjadi sadar menjaga dan melindungi serta lain.
berpartisipasi jika pemerintah mengadakan Papan larangan atau peraturan-peraturan
GNRHL/reboisasi. dalam kawasan HLWR selama ini tidak ada,
Hanya 13,06% responden yang padahal dalam surat penunjukan oleh Gubernur
menyatakan netral dengan tidak memberikan Irian Jaya Barat telah dibuat pengumuman
komentar terhadap pengembangan ekowisata. yang isinya bahwa sejak pengumuman
Alasan mereka tidak memberikan jawaban diterbitkan, hutan tersebut tidak boleh
diduga disebabkan oleh kurangnya pemahaman diganggu/terlarang dari penebangan atau
pertanyaan secara detail, tingkat pendidikan perkebunan liar dan lain-lain. Pengumuman ini

53
Jurnal Vol. 6 No.1April 2022: 44-59

mungkin hanya sementara, mengingat HLWR mempercepat proses pembangunan di lokasi


hanya sekedar penunjukan bukan penetapan tersebut. Kampung dapat memberikan tempat
oleh Menteri Kehutanan. Pengumuman/papan yang memberikan kepuasan, sarana belajar
larangan tersebut hanya dianggap masyarakat tentang pelestarian lingkungan dan budaya
sekedar angin lalu, hal ini terbukti adanya (Nugroho et al. 2016).
perambahan hutan lindung yang dimulai sejak Lahan di kawasan HWLR seluas 86,24 ha
lengsernya Presiden ke-2 orde lama tahun 1998 sangat cocok ditanami tanaman jangka panjang
dan sampai sekarang hutan lindung terus seperti tanaman kehutanan dan buah-buahan.
menyusut dari semula 315,65 ha sekarang Ada 10 pemilik hak ulayat, setiap pemilik hak
menjadi 86,24 ha. ulayat diberikan tanaman kehutanan, pertanian
dan tanaman multiguna/MPTS oleh Dinas
F. Skenario pengembangan ekowisata
Kehutanan Provinsi Papua Barat dan Dinas
1. Kampung wisata buah
Pertanian&Tanaman Pangan Kabupaten
Indonesia tumbuh dan Indonesia maju
Manokwari. Dinas Kehutanan dan Pertanian
menjadi motto pemerintah dewasa ini. Hal ini
membuat pengumuman agar jenis tanaman
sejalan dengan upaya untuk meningkatkan
kehutanan, pertanian maupun multiguna yang
keanekaragaman pangan yang salah satunya
telah ditanam maupun tumbuh secara alami
buah. Permen LHK No P.24 2020
dijaga dan tidak boleh ditebang, sedangkan
mengisyaratkan peningkatan ketahanan pangan
daerah yang masih terbuka diarahkan untuk
bisa dilakukan di hutan produksi dan/atau
ditanami jenis tanaman MPTS seperti durian
hutan lindung. Walaupun HLWR telah
(Durio zibethinus), rambutan (Nephelium
mengalami penyusutan luas, namun berpotensi
lappaceum), alpukat (Persea americana),
untuk dikembangkan menjadi kampung wisata
nangka (Artocarpus heterophyllus), mangga
dengan jenis tanaman buah yang
(Mangifera indica), kemiri (Aleurites
dikombinasikan dengan tanaman kehutanan.
moluccana), sirsak (Annona muricata), petai
Dengan demikian akan tercipta
(Parkia Speciosa), cengkeh (Syzygium
keanekaragaman pangan buah dan dapat
aromaticum), jambu air (Eugenia Jambos),
menjadi tujuan wisata saat musim buah tiba.
jambu biji (Psidium guajava), langsat/duku
Menurut Nurapriyanto et al. (2018), HLWR
(Lancium domesticum), matoa (Pometia
memiliki potensi nilai ekonomi buah sebesar
Rp.65.982.607/ha. Ada tiga kampung yang ada pinnata), melinjo (Gnetum gnemon), jambu
mete (Anacardium accidentale).
di HLWR, di mana sekitar pemukiman dan
Dengan penanaman buah ini, diharapkan
areal yang telah dibuka/lahan bera ditanami
buah-buahan. Dengan jenis tanaman buah HLWR dapat menjadi daerah yang lebih hijau,
sejuk dan bisa menghasilkan beragam buah.
yang mudah laku di pasaran, maka pendapatan
Masyarakat pemilik hak ulayat dan masyarakat
masyarakat akan meningkat, mengurangi
sekitar HLWR tidak boleh menebang pohon
pengangguran dan menurunkan kesenjangan
dan mengambil kayu, akan tetapi
sosial. Dampak yang ditimbulkan tersebut
diperbolehkan mengambil biji dan buah. Saat
sependapat dengan Pynanjung dan Rianti
ini buah-buahan seperti mangga, jeruk dan
(2018) yang menyebutkan bahwa
salak masih banyak didatangkan dari Provinsi
pengembangan ekowisata dapat meningkatkan
Sulawesi Selatan dan Kabupaten Nabire,
pendapatan masyarakat, mengurangi
padahal program keanekaragaman pangan
pengangguran dan peningkatan inflasi sampai

54
Skenario Pengembangan Ekowisata …
(Mahmud, Mutakim & Wahyudi)

diharapkan setiap kabupaten/provinsi berdikari (Oktadiyani et al., 2015). Pelibatan


untuk menyediakan bahan pangan salah masyarakat dalam pengelolaan air terjun
satunya buah. mencakup perencanaan, pemanfaatan sampai
Pengombinasian tanaman kehutanan dan pengawasan. Keluarga mereka yang
buah diharapkan agar HLWR tetap berfungsi memenuhi syarat dapat direkrut sebagai tenaga
sebagaimana mestinya sebagai kawasan yang kontrak atau tetap baik sebagai pengamanan,
mampu memelihara dan menjaga pemandu wisata, penarik karcis dan juru parkir.
kesuburan/keawetan tanah, menjaga Menurut Hengky (2017) industri ekowisata
ketersediaan air, melindungi longsor dan mengalami kemajuan pesat dan menunjukkan
mencegah banjir sebagaimana yang bahwa perlindungan sumber daya ekowisata
dikemukakan oleh Nurapriyanto et al. (2018). dapat secara efektif mempromosikan
Dengan ketersediaan yang cukup dan beragam pembangunan berkelanjutan. Pengelolaan air
buah yang berasal dari HLWR, maka julukan terjun berada di bawah wewenang Dinas
Kota Manokwari sebagai kota pendidikan dan Pariwisata Kabupaten Manokwari. Air terjun
buah-buahan tidak hilang. yang berada dalam HLWR terus dilakukan
2. Wisata goa terbatas promosi baik melalui media tulis, cetak, radio,
Di Kabupaten Manokwari, goa yang di televisi maupun dengan biro-biro pariwisata
dalamnya terdapat aliran air deras hanya 3. Tandon air komunal
ditemukan di HLWR. Bagian dalam goa Sumber daya air melimpah yang berasal
tergolong unik karena selain terdapat stalagmid dari sungai dan mata air bisa dikelola secara
dan stalaktid, sesekali akan muncul air dari mandiri oleh masyarakat secara bergotong
dinding atas goa. Pengelola wisata harus royong dengan membuat bak penampungan,
membatasi wisatawan agar objek dan daya maupun oleh PDAM. Air yang dimanfaatkan
tarik wisata (ODTW) tidak rusak, terlindungi hanya 6,5% oleh PDAM dan 1,83% oleh
dan air tetap jernih. Apabila jumlah wisatawan masyarakat, sementara yang tidak
membludak dan tidak arif dalam mengelola dimanfaatkan 91,63%. Jika PDAM ingin
sampah, maka masyarakat lokal akan mengembangkan usaha masih terbuka luas
menerima akibat seperti pencemaran tanah dan karena seiring perkembangannya kota
udara. Menurut Sugiarti (2015), apabila Manokwari akan banyak yang membutuhkan
wisatawan acuh terhadap himbauan dan air. PDAM bisa berkomitmen memberikan
sampah pribadi, maka masyarakat lokal yang kompensasi kepada pemilik hak ulayat jika air
tinggal di kawasan ekowisata akan mendapat tersedia dengan jumlah cukup. Menurut
dampak pencemaran lingkungan paling Bangun (2010), kelompok tani hutan akan
banyak, baik pencemaran air, tanah, udara memperoleh kompensasi Rp1,2 - 1,7 juta/ha
maupun suara. jika mampu mempertahankan ketersediaan air
Pemilik hak ulayat dan keluarganya perlu untuk PDAM. Dengan demikian masyarakat
dilibatkan untuk melakukan promosi yang jelas tidak perlu menjual tanah dan berladang
dan mudah dimengerti oleh seluruh masyarakat berpindah pada HLWR, hanya dengan menjaga
agar ekowisata dikenal luas. Promosi tersebut hutan agar tetap lestari dan ketersediaan air
menyangkut ODTW, fasilitas yang tersedia, tercukupi.
aksesibilitas dan informasi obyek-obyek wisata Masyarakat kota Manokwari saat musim
lain yang berdekatan dengan lokasi kemarau antara bulan Juli sampai Oktober

55
Jurnal Vol. 6 No.1April 2022: 44-59

banyak yang harus membeli air tangki ukuran Menurut Hendriawan dan Mulyanie (2018)
5.000 liter dengan harga Rp250.000,-. Padahal daya tarik objek wisata merupakan modal
di kawasan HLWR air tersedia melimpah, akan utama dalam pengembangan obyek wisata.
tetapi pengelolaannya belum optimal. Air yang Untuk pengembangan air terjun terbatas perlu
melimpah bisa ditampung dalam bak besar dilakukan perbaikan fasilitas jalan alami,
yang didanai secara swakelola, dana promosi, home stay dan pengadaan kendaraan
desa/kampung maupun dari otsus Papua. umum untuk menuju lokasi wisata. Objek
Jaminan ketersedian air akan membuat wisata ini tergolong kecil, sehingga pengelola
masyarakat lokal dan masyarakat sekitar harus membatasi jumlah wisatawan agar tidak
HLWR mau menjaga, melindungi dan mengganggu ekosistem air terjun.
mempertahankan kelestarian hutan lindung. Air terjun dapat menjadi daya tarik
Menurut Nurapriyanto et al. (2018), HLWR ekowisata. Ekowisata adalah suatu bentuk
memiliki potensi nilai ekonomi air sebesar wisata yang sangat erat dengan prinsip
Rp21.355.503.432/th. Air yang telah pelestarian alam. Ekowisata merupakan bagian
dibendung (bak penampungan) dipasang pipa wisata dengan menikmati keindahan alami
untuk disalurkan ke rumah-rumah masyarakat. yang melibatkan unsur pendidikan dan
Kalau ini dilakukan akan menghemat biaya, dukungan terhadap usaha konservasi serta
tenaga dan air tidak terbuang percuma. peningkatan pendapatan masyarakat lokal
Andaikan air masih berlebih dari bak (Samosir et al., 2019). Dengan demikian
penampungan, air bisa disalurkan untuk ke pengembangan ekowisata sangat tepat dan
kolam ikan. Dengan dibuat kolam ikan, berdaya guna untuk mempertahankan keutuhan
masyarakat diberdayakan untuk budidaya ikan dan keaslian ekosistem di areal yang masih
air tawar. Selama ini ketersediaan ikan air alami. Menurut Nurapriyanto et al. (2018)
tawar banyak berasal dari Manado dan pengembangan ekowisata tidak dapat
Surabaya. Olehnya itu masyarakat diajak dipisahkan dengan informasi menyangkut
secara aktif untuk memanfaatkan potensi yang ekologi, sosial budaya dan ekonomi. Jika goa
ada dengan budidaya ikan air tawar, yang dan air terjun telah terkenal dan diminati,
sumber airnya berasal dari mata air HLWR. masyarakat lokal akan mempunyai peluang
4. Wisata air terjun terbatas usaha seperti menyediakan lahan parkir, aneka
Wisata air terjun di tengah kota dan makanan, kerajinan tangan, pemandu wisata,
berjarak 4 km hanya ditemukan di HLWR. penginapan tradisional dan tidak kalah penting
Namun informasi untuk menuju lokasi air pengunjung yang datang ditarik biaya,
terjun terbatas dan jalur yang harus dilalui sulit sehingga nilai ekonomi semakin baik. Jika
sehingga seringkali wisatawan mengabaikan air kualitas sumber daya alam dan fasilitas
terjun tersebut. Infrastruktur, perlindungan pendukung seperti penginapan/home stay, jasa
sumber daya pariwisata yang rendah dan pemandu wisata, jasa pembawa barang
kondisi daerah yang tidak kondusif sangat semakin baik maka jumlah kunjungan akan
berpengaruh pada pengembangan daya tarik semakin meningkat, sehingga nilai ekonomi
wisata jangka panjang (Zhao & Jiao 2019). wisata alam diharapkan dapat meningkat
Aktivitas yang sangat menarik saat berwisata (Tuharea, et al., 2017) Ketertarikan
air terjun yaitu berenang di bawah air terjun pengunjung pada pelayanan dan jasa yang
dengan sejuknya air dan udara yang segar. masih alami diharapkan akan meningkatkan

56
Skenario Pengembangan Ekowisata …
(Mahmud, Mutakim & Wahyudi)

pendapatan masyarakat lokal sehingga tingkat aliran sungai, Kontan. Diakses dari
ekonominya semakin baik. Jasa pariwisata https://nasional.kontan.co.id/news/jasa
berperan dalam mempercepat proses -lingkungan-solusi-untuk-selamatkan-
aliran-sungai-1
transformasi ekonomi termasuk masyarakat
lokal di pedesaan (Nugroho,et.al.2018). Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan Aceh.
(2020), Juli 23. Aman, dan Lestari di
Era Adaptasi Kebiasaan Baru. Diakses
IV. KESIMPULAN dari website: http://dlhk.acehprov.
go.id/2020/07/hutan-produktif-aman-
Berdasarkan hasil penelitian, skenario dan-lestari-di-era-adaptasi-kebiasaan-
pengembangan HLWR ekowisata agar tetap baru/
berfungsi sebagai hutan lindung adalah Devi, I.N., Awang S.A., Andayani, W.,
kampung wisata buah, wisata goa terbatas, Suryanto, P. (2017). Pengembangan
tandon air komunal dan wisata air terjun ekowisata kawasan hutan dengan
terbatas. Kampung wisata buah diharapkan skema hutan kemasyarakatan di
agar lahan yang selama ini dibiarkan menjadi Daerah Istimewa Yogyakarta
(Development of fofest area
lebih produktif karena ditanami buah, sehingga
ecotourism with community forest
ke depan Manokwari menjadi produsen buah scheme in Daerah Istimewa
yang berasal dari HLWR. Pengangguran akan Yogyakarta. J.Manusia & Lingkungan.
berkurang dan pendapatan akan meningkat 24(2). 95-102
sehingga masyarakat lokal mampu mencukupi F.A.O. (1976). A Framework for land
kebutuhan sehari-hari dengan layak apabila evaluation. Soils Bull. No.32. Rome
skenario pengembangan goa dan air terjun
Harjowigeno S. (2010). Ilmu Tanah. Jakarta (ID):
terbatas diterapkan. Potensi air yang berlebih Akademikia Presindo.
dengan dibuat tandon komunal berarti bahwa
Hendriawan, N. & Mulyanie, E. (2018).
masyarakat sekitar HLWR telah ikut menjaga, Analisis potensi pariwisata air terjun
melindungi dan mempertahankan kelestarian di Kabupaten Tasikmalaya. Jurnal
hutan lindung agar air berkesinambungan. Geografi.15 (1). 37-44
Salah satu kendala pengembangan ekowisata Hengky, S.H. (2017). Probing coastal eco-
antara lain kepemilikan lahan didasarkan pada tourism in Pasir Putih Beach,
marga/suku. Keunikan yang dimiliki oleh tiap Indonesia. Business and Management
suku menyebabkan perlunya informasi kondisi Horizons 5(1):1–
budaya, sosial, kearifan lokal dan demografi 11.DOI:10.5296/bmh.v5i1.10606
masyarakat sehingga pengembangan ekowisata Kurniadi, R., Purnomo, H,, Wijayanto, N.,&
dapat menyentuh masyarakat lokal. Fuah, A.M. (2017). The refusal of
livestock owners towards exclusion
policy in protected area. Jurnal
DAFTAR PUSTAKA Manajemen Hutan Tropika. 23(1), 16-
24. DOI:10.7226/jtfm.23.1.16
Asdak C. (2010). Hidrologi dan pengelolaan
Daerah Aliran Sungai. Yogyakarta: Mahmud, Wahyudi, Budirianto, H.J., &
Gajah Mada University Press. Nugroho, B. (2017). Scenarios of
land-use change in protected forest of
Bangun, A.K. (2021), Oktober 19. Jasa Wosi Rendani Manokwari District,
lingkungan solusi untuk selamatkan West Papua, Indonesia. Jurnal

57
Jurnal Vol. 6 No.1April 2022: 44-59

Manajemen Hutan Tropika, 23(1), 8- Nurapriyanto, I. & Warsito, H. (2014). Kajian


15. DOI:10.7226/jtfm.23.1.8 pengembangan ekowisata Anyeri
pulau Rumberpon Taman nasional
Mahmud, Wijaya, D., Wahyudi &
teluk cenderawasih. Indonesian Forest
Kusumandari, A. (2021). Evaluasi
Rehabilitation Journal. 2(2).79-88
daya dukung dan skenario konservasi
DAS Wosi di Kabupaten Manokwari, Nurapriyanto, I., Bahruni, & Basuni, S. (2018).
Papua Barat. Jurnal Ilmu Kehutanan, Nilai ekonomi buah, kayu bakar dan
15 (2), 231-246. DOI: air di Hutan Lindung Wosi Rendani.
10.22146/jik.v15i1.1759. Jurnal FALOAK, 2(2), 115-126.
Maichel. (2021), Nopember 20. Wali Kota Nuzula, N.I., Armono. H.D., Rosyid, D.M.
Sorong ungkap dugaan penyebab (2017). Management of Baluran
banjir dan longsor. Kompas. Diakses National Park resources for coastal
dari ecotourism based on suitability and
https://regional.kompas.com/read/163 carrying capacity. Appl Mech Mater.
11061/wali-kota-sorong-ungkap- 862.161–167.
dugaan-penyebab-banjir-dan-longsor. Oktadiyani, P., Iwanuddin, Helwinsyah. (2015).
Mulyanti, K & Fachrurozi, A. (2016). Analisis Strategi pengembangan pariwisata
sikap dan perilaku masyarakat alam taman wisata alam Wera
terhadap pelaksanaan program bank (Ecotourism development strategy of
sampah (studi kasus masyarakat wera nature recreation park (NRP)).
kelurahan Bahagia Bekasi Utara). Jurnal WASIAN. 2(1). 9-20.
Jurnal Optimal. 10(2). 185-198. Permen LHK. (2020). Permen LHK No
Muttaqin, M.Z., Samsoedin, I., Subarudi, P.24/2020 tentang penyediaan
Nurtjahjawilasa, Uhib, F. (2017). kawasan hutan untuk pembangunan
Pemanfaatan jasa lingkungan di hutan food estate. Jakarta (ID): Sekretariat
Desa Buntoi, Kecamatan Kahayan Negara.
Hilir, Kabupaten Pulang Pisau, Pynanjung, P.A., & Rianti, R. (2018). Dampak
Provinsi Kalimantan Tengah. Jurnal pengembangan ekowisata terhadap
Analisis Kebijakan Kehutanan. 14 (1), kesejahteraan masyarakat di
1-16 Kabupaten Bengkayang: studi kasus
Nugroho, I., Pramukanto, F. H., Negara, P. D., kawasan ekowisata Riam Pangar.
Purnomowati, W., & Wulandari, W. Jurnal Nasional Pariwisata. 10(1).
(2016). Promoting the rural 22-38.
development through the ecotourism Sahirudin (2014). Jenis-jenis tumbuhan
activities in Indonesia. American berkhasat obat pada hutan lindung
Journal of Tourism Management, 5(1), Wosi Rendani Manokwari. Skripsi
9–18. Sarjana. Universitas Negeri Papua.
doi:10.5923/j.tourism.20160501.02 Manokwari.
Nugroho, I., Negara, P.D., & Yuniar, H.R. Samosir, S.P., Simarmata, M.M.T.,
(2018). The planning and the
Tampubolon, H. (2019). Identifikasi
development of the ecotourism and
potensi pemanfaatan jasa lingkungan
tourism village in Indonesia: A Policy dan wisata alam pada KPH wilayah
Review. Journal of Socioeconomics XIII Dolok Sanggul KPHL unit XIX
and Development. 1(1), 43 – 51. DOI: Samosir. Jurnal Akar 1(2). 119-130.
10.31328/jsed.v1i1.532
Siswanto, A. (2015). Eco-tourism development

58
Skenario Pengembangan Ekowisata …
(Mahmud, Mutakim & Wahyudi)

strategy Baluran national Park in the Kampung Wisata Rejowinangun.


Regency of Situbondo, East Java, INERSIA. 15(1). 1-11.
Indonesia. Int J Eval Res Educ. Tuharea, A., Hardjanto & Hero, Y. (2017).
4(4).185. Penilaian ekonomi pengelolaan wisata
Sugiarti, R. (2015). Model pengembangan alam di Cagar Alam Pegunungan
ekowisata berwawasan budaya dan Arfak Kabupaten Manokwari, Papua
kearifan lokal untuk memberdayakan Barat (Studi kasus Kampung Kwau
masyarakat dan mendukung Distrik Minyambouw). Jurnal
pelestarian fungsi lingkungan hidup. FALOAK. 1 (1). 9-20.
Cakra Wisata. 16 (1). 23-39. USDA (1971). Guide for interprenting
Sugiharto. (2021). Maret 3. Mengapa harus engeneering uses of soil. SCS-USDA,
hutan lindung untuk food estate? Washinton.
Agroindonesia. Zhao, Y. & Jiao, L. (2019). Resources
https://agroindonesia.co.id/2021/03/m development and tourism
engapa-harus-hutan-lindung-untuk- environmental carrying capacity of
food-estate/ ecotourism industry in Pingdingshan
Tisnawati, E. Natalia, D.A.R., Ratriningsih, D., City, China. Ecological Processes. 8. 7
Putro, AR., Wirasmoyo, W., https://doi.org/10.1186/s13717-019-
Brotoatmodjo, HP. & Asyifa’, A. 0161-0
(2019). Strategi pengembangan eko-
wisata berbasis masyarakat di

59

You might also like