You are on page 1of 15

Jurnal Hutan Tropis Volume 11 No.

4 Desember 2023 ISSN 2337-7771 (Cetak)


ISSN 2337-7992 (Daring)

STATUS KEBERLANJUTAN EKOWISATA MANGROVE


PETENGORAN, KECAMATAN TELUK PANDAN, KABUPATEN
PESAWARAN
The Sustainability Status ofPetengoran Mangrove Ecotourism, Teluk Pandan
District, Pesawaran Regency
Alexander Sanjaya1, Christine Wulandari1,2,4*, Zainal Abidin1,3, Rahmat
Safe’I1,2,4, Agus Setiawan1,2,4, dan Bainah Sari Dewi1,2,4
*1
Program Pascasarjana Magister Ilmu Lingkungan, Universitas Lampung
*2
Magister Kehutanan Fakultas Pertanian, Universitas Lampung
*3
Magister Agribisnis Fakultas Pertanian, Universitas Lampung
4
Jurusan Kehutanan Fakultas Pertanian, Universitas Lampung
Jalan Prof. Dr. Soemantri Brojonegoro No.1, Bandar Lampung 35145, Indonesia
ABSTRACT. Mangrove ecosystems have decreased in function due to environmental
degradation, low coordination between agencies, and lack of community involvement in its
management, so that proper efforts are needed to ensure its sustainabble. The purpose of this
study was to analyze the index and status of mangrove ecotourism sustainability, determine the
attributes that affect the sustainability of mangrove ecotourism and formulate a mangrove
ecotourism management strategy.The sample used in this research is the community,
ecotourism visitors and stakeholders. The sampling method was determined using simple
random sampling, accidental sampling and purposive sampling. Data collection was carried out
using observation techniques, remote sensing, interviews and literature study. The NDVI
method with ArcGIS 10.3 software was used to analyze ecological conditions, while socio-
economic and institutional conditions were analyzed using descriptive
methods.Thesustainability status of the mangrove ecosystem was analyzed using of RAP-
MForest software. The results showed that the sustainability status of mangrove ecotourism
management on the ecological, social and institutional dimensions was quite good as indicated
by the ecological dimension's sustainability index value of 60.40; social dimension 52.38; and
institutional dimensions of 57.77.The research results for the economic dimension are included
in the less sustainable category with a sustainability index of 50.14, while the sustainable
management status of the Petetengoran mangrove ecotourism area is generally included in the
fairly sustainable category.Mangrove ecotourism management strategies that must be
implemented include increasing mangrove rehabilitation and its density level;creating
community income opportunities while increasing tourist visits;resolve potential conflicts with
other uses; increasing the role of mangrove groups;improve coordination among stakeholders
and commitment of local government support for conservation.
Keywords: Ecotourism; Sustainability; Mangrove; RAP-MForest; Strategy
ABSTRAK. Penurunan fungsi ekosistem mangrove terus terjadi akibat degradasi lingkungan,
rendahnya koordinasi antar instansi, dan kurangnya keterlibatan masyarakat dalam
pengelolaannya, sehingga diperlukan upaya yang tepat untuk menjamin kelestariannya.Tujuan
penelitian ini adalah untuk menganalisis indeks dan status keberlanjutan ekowisata mangrove,
menentukan atribut yang mempengaruhi keberlanjutan ekowisata mangrove dan merumuskan
strategi pengelolaan ekowisata mangrove.Sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah
masyarakat, pengunjung ekowisata dan pemangku kepentingan. Metode pengambilan sampel
ditentukan dengan menggunakan simple random sampling, accidental sampling dan purposive
sampling.Pengumpulan data dilakukan dengan teknik observasi, penginderaan jauh,
wawancara dan studi pustaka. Metode NDVI dengan perangkat lunak ArcGIS 10.3 digunakan
untuk menganalisis kondisi ekologi, sedangkan untuk kondisi social ekonomi dan kelembagaan
dianalisis menggunakan metode deskriptif. Status kelestarian ekosistem mangrove dianalisis
menggunakan perangkat lunak RAP-MForest. Hasil penelitian menunjukkan bahwa status
keberlanjutan pengelolaan ekowisata mangrove pada dimensi ekologi, sosial dan kelembagaan
cukup baik yang ditunjukkan dengan nilai indeks keberlanjutan dimensi ekologi sebesar 60,40;
dimensi sosial 52,38; dan dimensi kelembagaan sebesar 57,77. Hasil penelitian untuk dimensi
ekonomi masuk dalam kategori kurang berkelanjutan dengan indeks keberlanjutan sebesar
50,14, sedangkan status kelestarian pengelolaan kawasan ekowisata mangrove Petetengoran
secara umum termasuk dalam kategori cukup lestari. Strategi pengelolaan ekowisata mangrove

448
Jurnal Hutan Tropis Volume 11 No. 4, Edisi Desember 2023

yang harus dilakukan antara lain peningkatan rehabilitasi mangrove dan tingkat kerapatannya;
menciptakan peluang pendapatan masyarakat sekaligus meningkatkan kunjungan wisata;
menyelesaikan potensi konflik dengan penggunaan lain; peningkatan peran kelompok
mangrove; meningkatkan koordinasi antar pemangku kepentingan dan komitmen dukungan
pemerintah daerah untuk konservasi.
Kata Kunci: Ekowisata; Keberlanjutan; Mangrove; RAP-MForest; Strategi.
Penulis untuk korespondensi, surel: christine.wulandari@fp.unila.ac.id dan
chs.wulandari@gmail.com

PENDAHULUAN pesisir. (Martuti, 2013). Pengelolaan


kawasan wisata mangrove Petetengora di
Desa Gebang masih bersifat sektoral dan
Keberadaan hutan mangrove Petengoran belum berbasis pada aspek multi sektor dan
di Kawasan Pesisir Desa Gebang multi dimensi.
merupakan potensi ekologi yang sangat Ekosistem hutan mangrove di sepanjang
penting untuk selalu dijaga dan dilestarikan pesisir desa Gebang berperan penting
sebagai upaya konservasi terhadap sebagai sumber daya serbaguna dan
lingkungan. Ekosistem mangrove mengantisipasi ancaman kerusakan.
merupakan hutan yang tersebar di Mengingat pentingnya peran ekosistem
sepanjang pantai tropis dan subtropis yang hutan mangrove di pesisir desa Gebang,
memiliki potensi ekonomi dan ekologi yang maka perlu dilakukan kajian untuk
cukup besar sehingga keberadaannya menganalisis keberlanjutan pengelolaan
sangat sensitif terhadap gangguan ekosistem mangrove dengan
perubahan lingkungan.(Satyanarayana et al mengintegrasikan semua aspek dan
, 2012). Pengelolaan ekosistem mangrove mempertimbangkan semua kepentingan
yang berada di Desa Gebang mengalami secara multidimensi dan menentukan
banyak tantangan, hal ini disebabkan indikator yang sensitif dalam setiap dimensi
karena adanya kompleksitas masalah pengelolaan, agar keberadaan ekosistem
ekonomi dan sosial sehingga menyebabkan mangrove dikelola secara bertanggung
degradasi ekosistem hutan mangrove dan jawab dan lestari. Tujuan dari penelitian ini
tekanan habitat mangrove. adalah untuk menganalisis dan
Berdasarkan kesadaran masyarakat mengidentifikasi kondisi ekologi, ekonomi,
yang bermukim di sekitar pesisir akan sosial budaya dan kelembagaan yang
pentingnya menjaga kelestarian lingkungan selanjutnya akan menjadi dasar penentuan
maka perlahan masyarakat tergerak untuk indeks keberlanjutan dan status ekowisata
merehabilitasi hutan mangrove sehingga mangrove di Petetengoran.
terbentuknya ekowisata hutan mangrove
Petengoran yang dikelola oleh kelompok METODE PENELITIAN
pelestari hutan mangrove Petengoran.
Ekowisata adalah suatu bentuk perjalanan
ke kawasan yang alami dengan tujuan
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan
melestarikan kehidupan dan lingkungan
Juni-Agustus 2022 padakawasan ekowisata
serta kesejahteraan masyarakat setempat.
hutan mangrove Petengoran di Desa
(Puspitaningrum dan Dian, 2021).
Gebang Kecamatan Teluk Pandan
Selain itu, ekowisata juga merupakan Kabupaten Pesawaran, Lampung (Gambar
kegiatan profesional, pendidikan, dan wisata 1). Lokasi tersebut sengaja dipilih mengingat
yang mencakup unsur pendidikan, serta fungsi hutan mangrove pasca restorasi dan
kegiatan industri atau perdagangan yang partisipasi masyarakat pesisir dalam
memperhatikan perlindungan sumber daya pengelolaan ekowisata. Jenis data yang
alam dan lingkungan. (Nugroho, 2011). digunakan dalam penelitian ini adalah data
Ekowisata adalah strategi yang layak untuk primer dan sekunder. Data primer diperoleh
mengembangkan pemanfaatan ekosistem dengan menggunakan teknik pengumpulan
mangrove secara berkelanjutan, terutama data melalui wawancara semi terstruktur
bagi masyarakat pedesaan yang dengan masyarakat umum, pengunjung
menghadapi sumber daya alam yang ekowisata dan informan kunci. Data
semakin menipis dan tinggal di wilayah

449
Sanjaya. A. et al. : Status Keberlanjutan Ekowisata Mangrove ……. (11): 448 - 462

sekunder diperoleh dari studi literatur yang memahami masalah dan dapat mengambil
berkaitan dengan penelitian serupa. keputusan yang berkaitan langsung dengan
pengelolaan ekowisatamangrove.
Sampel masyarakat ditentukan
Berdasarkan kriteria tersebut, informan
berdasarkan metode simplerandom
kunci (key informan) dalam penelitian ini
sampling sebanyak 95 responden (dari
terdiri dari lima responden yaitu
2.017 kepala keluarga), sedangkan sampel
diantaranyaKelompok Pengelola dan
pengunjung ekowisata ditentukan
Pelestari Mangrove Petengoran, Kepala
menggunakan metode acidental sampling
Desa Gebang, Kepala Dinas Pariwisata
sebanyak 40 responden. Jumlah sampel
Pesawaran,KepalaDinas Kelautan dan
tersebut ditentukan menggunakan rumus
Perikanan Provinsi Lampung, dan Lembaga
Slovin dengan presisi sebesar 10%. Selain
Swadaya Masyarakat Mitra Bentala. Dengan
itu, penentuan sampel juga dilakukan secara
demikian, total responden dalam penelitian
purposive sampling terhadap informan kunci
ini adalah berjumlah 140 responden.
dengan kriteria bahwa responden

Gambar 1. Peta Lokasi Penelitian

Data yang telah diperoleh dari penelitian kelembagaan. Setiap atribut diberi nilai atau
ini selanjutnya dianalisis dengan skor sesuai dengan kriteria yang telah
menggunakan pendekatan multidimensional ditentukan yang menggambarkan
scalling (MDS) dansoftware Rapid Appraisal keberlanjutan pengelolaan ekowisata
of Mangrove Forest (RAP M-Forest)yang mangrove. Nilai yang buruk mencerminkan
merupakan modifikasi dari softwareRapid kondisi yang paling tidak menguntungkan
Appraisal ofFisheries (RAPFISH) untuk untuk pengelolaan, sedangkan nilai yang
menganalisis indeks dan status baik menunjukkan kondisi yang paling
keberlanjutan ekowisatamangrove menguntungkan untuk pengelolaan sumber
(Kavanagh dan Pitcher, 2004). Selain itu, daya Ekowisata hutan mangrove yang
empat dimensi pembangunan berkelanjutan berkelanjutan. Atribut-atribut dari setiap
digunakan dalam kajian ini, yaitu dimensi dimensi disajikan pada Tabel 1.
ekologi, sosial budaya, ekonomi, dan

450
Jurnal Hutan Tropis Volume 11 No. 4, Edisi Desember 2023

Tabel 1. Atribut Yang Terdapat Pada Masing-Masing Dimensi Keberlanjutan


Dimensi Atribut Dimensi Atribut
Ekologi 1. Tekanan lahan mangrove Sosial 1. Tingkat pendidikan pada
Budaya masyarakat
2. Kerapatan mangrove 2. Kesadaran masyarakat terhadap
ekowisata mangrove
3. Abrasi pantai 3. Pengetahuan masyarakat
4. Rehabilitasi mangrove 4. Peran kelompok mangrove
5. Zonasi mangrove 5. potensi konflik dengan pemanfaatan
lain
6. Sanitasi lingkungan 6. sikap dan perilaku masyarakat lokal
Ekonomi 1. Kunjungan wisatawan Kelembagaan 1. legalitas kawasan mangrove
2. Pendapatan masyarakat 2. kordinasi antar stakeholder
3. Aksesibilitas ekowisata 3. keterlibatan lembaga masyarakat
mangrove
4. Ketersediaan anggaran 4. kemampuan aparat pelaksana
pemerintah
5. Rencana pengelolaan 5. ketersediaan peraturan formal
ekosistemmangrove
6. Pemanfaatan hasil 6. komitmen pemda untuk konservasi
ekosistem mangrove
7. Potensi pasar
8. Penyerapan tenaga kerja
9. Diversifikasi kegiatan
ekowisata
10. Pendanaan dalam
pemasaran dan promosi
11. Dukungan dana CSR
Sumber: Modifikasi dari Barbour et al., (1987); Pitcher dan Preikshot (2001); Kepmen LH
Nomor01 Tahun 2004; Pattimahu et al., 2010; Santoso (2012); Theresia et al.,(2015);
dan Muhsimin et al.(2018).

Data dari masing-masing dimensi dimensi yang diperiksa pada skala 0-100
kemudian dianalisis menggunakan software (Pitcher and Preikshot, 2001).Penentuan
RAP M-Forest untuk mengetahui status keberlanjutan dibagi kedalam empat
keberlanjutan ekowisata mangrove. Hasil kategori yang disajikan pada Tabel 2 di
status menggambarkan keberlanjutan setiap bawah ini.

Tabel 2. Kategori Status Keberlanjutan Pengelolaan Ekowisata Mangrove


Nilai Indeks Kategori
Tidak berkelanjutan
<25
Kurang berkelanjutan
26-50
Cukup berkelanjutan
51-75
Berkelanjutan
76-100
Sumber: Pitcher dan Preikshot, 2001

HASIL DAN PEMBAHASAN yang ditunjukan menggambarkan nilai


indeks keberlanjutan ekologi (60,40) yang
Nilai Kinerja Indikator Sensitif Pada menjabarkan status cukup berkelanjutan.
Dimensi Ekologi Hasil analisis leverage menunjukkan bahwa
terdapat dua faktor pengungkit utama yang
Berdasarkan analisis data lapangan sensitif (dominan) terhadap nilai indeks
menggunakan software RAP-M forest, hasil keberlanjutan dimensi ekologi, yaitu; (1)
Rehabilitasi ekosistem mangrove dengan

451
Sanjaya. A. et al. : Status Keberlanjutan Ekowisata Mangrove ……. (11): 448 - 462

nilai RMS (5.83) dan (2) Kerapatan vegetasi dapat meningkat dimasa yang akan datang
mangrove dengan nilai RMS (5.11). dan menjadi kawasan ekowisata yang lebih
Diperlukan intervensi pada dua faktor kunci baik.Analisis ordinasi RAP-Mforestdimensi
tersebut supaya indeks keberlanjutan ekologi hasil indeks seperti tertera pada
pengembangan pengelolaan ekowisata (Gambar 2).
mangrove Petengoran pada dimensi ekologi

RAP-MForest Ordination
Leverage of Attributes
Dimensi Ekologi Ekowisata Mangrove
Dimensi Ekologi Ekowisata Mangrove
Petengoran
60.00
Petengoran
UP Sanitasi… 2.94
40.00
Other Distingishing Features

Zonasi… 3.67
20.00

Attribute
Rehabilitasi… 5.83
60.40 Abrasi Pantai 3.94
0.00 BAD GOOD
0.00 50.00 100.00 150.00
Kerapatan… 5.11
-20.00
Tekanan… 0.92
-40.00
0 2 4 6 8
DOWN
-60.00 Root Mean Square Change in Ordination when
Ecological Sustainability Selected Attribute Removed (on Sustainability
scale 0 to 100)

(a) (b)
Gambar 2. (a) Indeks Keberlanjutan Dimensi Ekologi dan (b) Hasil Analisis Leverage.

Pada lokasi penelitian terdapat luas keindahan alam, udara yang sejuk dapat
hutan yang masih ditumbuhi mangrove yaitu meningkatkan pemahaman tentang fungsi
42.96 hektar dengan kondisi cukup lingkungan dan pentingnya ekosistem
baik.Berdasarkan observasi jalur vegetasi mangrove dalam struktur ekosistem pesisir
hutan mangrove Petengoran terdapat pola sehingga dapat dijadikan sebagai daya tarik
penanaman mangrove di kawasan pesisir ekowisata dan pendidikan sebagai pilihan
desa Gebang tidak mengacu pada sistem yang disukai pengunjung. (Sadik et al.
zonasi, yaitu pada masing-masing zona 2017).
seharusnya berbeda jenis vegetasi
Analisis data Citra Landsat 7 dan
penyusunan-penyusunannya. Dari hasil
Sentinel-2A akuisisi 2012 dan 2022 serta
pengamatan langsung kawasan ini
nilai NDVI (Normalized Difference
merupakan habitat bagi jenis spesies
Vegetation Index) menunjukkan bahwa
mangrove dengan Rhizopora apiculata yang
kerapatan tajuk mangrove di lokasi
menjadi spesies vegetasi paling dominan
penelitian secara umum hanya mencapai
membentuk struktur vegetasi yang rapat dan
kisaran nilai 0.1-0.4 atau 50-69% dengan
menjadi habitat beberapa jenis spesies
kategori kerapatan tajuk sedang (Kepmen
burung yang sangat menarik sebagai
LH No. 201 Tahun 2004). Penginderaan
potensi biologis. Susi et al. (2018) juga
jauh menggunakan data satelit untuk
menyatakan bahwa aktifitas pengelolaan
menentukan vegetasi mangrove
suatu kawasan wisata dan penambahan
berdasarkan dua ciri utama, yaitu mangrove
daya Tarik pengunjung dapat ditunjang
memiliki klorofil yang memberikan sifat optik,
dengan keberagaman jenis mangrove pada
dan lokasinya yang berada di wilayah pesisir
suatu kawasan ekosistem.Sadik et al.
membuatnya mudah dibedakan dengan
(2017) mengemukakan bahwa
daratan atau perairan. Spektrum cahaya
keberagaman suatu habitat biota pada
merah yang dipantulkan kuat dalam
kawasan mangrove ditunjang juga dengan
spektrum infra merah dapat diserap oleh
banyaknya jenis mangrove yang berasosiasi
sifat optik klorofil. (Green et al. 2000),
dengan habitat biota lainnya. Adanya

452
Jurnal Hutan Tropis Volume 11 No. 4, Edisi Desember 2023

sehingga semakin rapat kondisi vegetasi menawarkan jasa perjalanan ke destinasi


mangrove maka semakin baik pantulan infra wisata untuk menjangkau masyarakat baik
merah yang dihasilkan oleh mangrove untuk lokal maupun nasional menjadi kendala dan
menggambarkan kondisi tutupan. Dengan tantangan dalam pengelolaan mangrove
melaksanakan program rehabilitasi Petengoran di Desa Gebang. Permasalahan
mangrove, karakteristik tutupan mangrove lainnya adalah sarana dan prasarana yang
dapat ditingkatkan menjadi lebih baik. tidak lengkap dan kurang terawat seperti
tempat sampah yang tidak terlihat di
Rehabilitasi adalah tindakan atau upaya
beberapa tempat, jembatan atau jalan
untuk membuat sistem yang rusak menjadi
mangrove yang mulai hancur, ruang
lebih stabil, termasuk pemulihan dan
pertemuan atau aula yang kurang terawat,
penciptaan kehidupan (Rusdianti dan Sunito
toilet umum yang belum dapat digunakan,
2012). Selain itu, upaya pemulihan
serta jalan infrastruktur utama yang rusak
mangrove yang dirancang untuk melindungi
masih berupa tanah dan kerikil sehingga
dan melestarikan ekosistem yang tersisa
kondisi jalan saat musim hujan rawan
supaya tidak semakin banyak yang hilang
genangan air dan berlumpur. Ekowisata di
sehingga membutuhkan solusi parsial.
kawasan mangrove Petetengora di Desa
Rehabilitasi ekosistem mangrove di pesisir
Gebang dapat menciptakan perekonomian
Desa Gebang dilakukan bersama
masyarakat dengan menciptakan lapangan
masyarakat dan Lembaga Swadaya
kerja dan peluang usaha yang berlipat
Masyarakat (LSM) setempat, namun perlu
ganda. Menurut Sari et al. (2015), sangat
peningkatan keterlibatan masyarakat dalam
diperlukannya keterlibatan masyarakat
proses pengelolaan dan penanaman
dalam pengelolaan
mangrove yang sudah rusak atau mati.
magrove.Pengembangan wisata yang
Keberhasilan rehabilitasi mangrove akan
berkelanjutan dapat dikembangkan melalui
ditentukan oleh banyak faktor, antara lain
paket wisata yang berbasis ekowisata
keterlibatan masyarakat sekitar dan
dengan melibatkan unsur-unsur penduduk,
diperlukan pengkayaan jenis spesies
instansi, akademisi dan lembaga swadaya
mangrove. Tanpa upaya pelestarian atau
masyarakat. Purnobasuki (2012) mencatat
perlindungan tumbuhan secara terus
bahwa tempat-tempat yang mudah diakses
menerus, upaya rehabilitasi mangrove tidak
dan cocok untuk ekowisata, di mana
mungkin berhasil (Khazali et al. 2002 dalam
masyarakat lokal berpartisipasi, konsep
Muhsimin, 2018). Oleh karena itu,
perencanaan dan persiapan, interpretasi
keterlibatan masyarakat diperlukan mulai
alam dan budaya yang baik, mampu
dari tahap perencanaan hingga penerapan
memberikan kenyamanan, rasa aman untuk
solusi hingga proses evaluasi. Upaya lain
menciptakan dan memberikan pengalaman
yang juga harus dilakukan antara lain
bagi wisatawan serta dapat menciptakan
mensosialisasikan konservasi mangrove
hubungan kerja pembangunan
kepada masyarakat sekitar sebagai bentuk
berkelanjutan dengan para pihak
peningkatan pengetahuan bagi masyarakat
merupakan faktor yang mempengaruhi
sekitar, namun juga melibatkan masyarakat
keberhasilan pengembangan ekowisata
secara aktif dalam menjaga ekosistem dari
mangrove.
penebangan liar dan alih fungsi lahan
menjadi tambak. Upaya sangat penting Desa yang dipilih pada lokasi penelitian
untuk mendukung kegiatan ekowisata dan merupakan desa yang merasakan dampak
secara ekologis mendukung peran adanya keberadaan ekowisata mangrove
ekosistem mangrove. (Iswahyudi et al. Petengoran.Dengan adanya wisata
2019). mangorove apetengoran ini, banyak
masyarakat yang di sekitar kawasan
Nilai Kinerja Indikator Sensitif Pada memanfaatkan untuk berusaha seperti
Dimensi Ekonomi membuka warung makan, menjadi pemandu
wisata, penyewaan perahu, penyewaan
Kawasan ekowisata mangrove gazebo, penyewaan aula apung, keamanan
Petengoran memiliki sejumlah potensi dan pekerja rehabilitasi. Selain itu,
ekonomi dan keindahan alam yang dapat pendapatan langsung dapat dirasakan oleh
dimanffatkan, Namun potensi tersebut pengelola yang berasal dari penjualan tiket
belum dapat dimanfaatkan secara optimal. masuk dan parkiran. Berdasarkan
Infrastruktur yang belum mendukung, keterangan dari salah satu kepala dusun,
pelayanan transportasi dan kesulitan yang bahwa rendahnya pendapatan masyarakat
dihadapi oleh biro perjalanan yang disebabkan oleh masih rendahnya tingkat

453
Sanjaya. A. et al. : Status Keberlanjutan Ekowisata Mangrove ……. (11): 448 - 462

pendidikan sehingga masyarakat berprofesi bahwamasuk ke dalam kategori kurang


sebagai buruh harian, buruh tani, nelayan berkelanjutan (yang dapat dilihat pada
atau pedagang kecil. Gambar 2). Fakta ini menggambarkan
bahwa berdasarkan dari aspek ekonomi,
Sebelum kajian ini, mengingat
status keberlanjutan untuk dimensi ekonomi
ketersediaan dana untuk pengelolaan
dalam pengelolaan Ekowisata Mangrove
kawasan ekowisata mangrove
Petengoran mengalami tekanan.Masih
Petetengoran, Pemerintah Pesawaran
rendahnya sumberdaya alam (SDA) dan
Provinsi Lampung tidak mengalokasikan
sumberdaya manusia (SDM) dalam
anggaran rutin untuk pengelolaan dinas
memberikan mafaat nilai ekonomi masih
pariwisata setempat. Menurut dinas
menjadi factor utama penyebab terjadinya
pariwisata, pengelola mengharapkan
nilai indeks dari aspek ekonomi masuk
anggaran berasal dari dana alokasi desa
dalam kategori kurang baik. Ada 11
yang diputuskan dalam musyawarah
(sebelas) atribut yang menunjang pada
perencanaan pembangunan desa dan dari
dimnsi ekonomi yaitu diantaranya, (1)
dana CSR (Corporate Social Responsibility)
kunjungan wisatawan, (2) dukungan CSR,
dari perusahaan yang beroperasi di
(3) pendapatan masyarakat, (4) aksesbilitas
kawasan tersebut. Minimnya sumber dana
ekowisata mangrove, (5) ketersediaan
juga menjadi kendala pengembangan
anggaran pemerintah, (6) rencana
ekowisata mangrove di Petengoran.
pengelolaan ekosistem mangrove, (7)
Berdasarkananalisis dimensi ekonomi pemanfaatan hasil ekosistem mangrove, (8)
(RAP-M Forest Ordination, potensi pasar, (9) penyerapan tenaga kerja,
dalampengelolaan ekowisata mangrove (10) diversifikasi kegiatan ekowisata dan
Petengoran diperoleh hasil indeks (11) pendanaan dalam pemasaran dan
keberlanjutan sebesar 50,14 yang berarti promosi.

RAP-MForest Ordination Leverage of Attributes Dimensi Ekonomi


Dimensi Ekonomi Ekowisata Ekowisata Mangrove Petengoran
Mangrove Petengoran Potensi pasar 2.40
60.00 Penyerapan tenaga kerja 3.19
UP Diversifikasi kegiatan… 0.89
40.00
Pendanaan dalam pemasaran… 0.41
Other Distingishing Features

Kunjungan wisatawan 4.45


Attribute

20.00
Dukungan CSR 0.24
Pendapatan masyarakat 4.68
0.00 BAD GOOD
0.00 50.00 100.00 150.00 Aksesibilitas mangrove 0.55
50.14 Anggaran pemerintah 3.71
-20.00
Rencana pengelolaan… 1.43
Pemanfaatan hasil ekosistem… 1.94
-40.00
DOWN 0 1 2 3 4 5
-60.00 RMS Change in Ordination when Selected
Economic Sustainability Attribute Removed (on Sustainability scale 0 to
100)
(a) (b)
Gambar 3. (a) Indeks Keberlanjutan Dimensi Ekonomi dan (b) Hasil Analisis of Leverage.

Berdasarkan hasil analisis laverage pendapatan kunjungan pariwisata dengan


terlihat bahwa keberlanjutan pengelolaan nilai RMS (4,45) dan pendapatan usaha
ekowisata mangrove Petetengora dari masyarakat dengan nilai RMS (4,68). Oleh
dimensi ekonomi menjelaskan bahwa dari karena itu, kedua karakteristik tersebut
sebelas karakteristik yang dianalisis, dua di harus didukung dan dikelola dengan baik
antaranya paling sensitif mempengaruhi nilai agar nilai indeks keberlanjutan dapat
indeks keberlanjutan sesuai dengan dimensi meningkat di masa mendatang dalam
ekonomi. Hasil analisis leverage pengembangan pengelolaan ekowisata
menunjukkan dimensi ekonomi sebagai mangrove Petengoran dari dimensi
faktor pengungkit yang paling penting yaitu ekonomi.

454
Jurnal Hutan Tropis Volume 11 No. 4, Edisi Desember 2023

Nilai Kinerja Indikator Sensitif Pada mereka dan mengurangi intervensi yang
Dimensi Sosial Budaya merugikan ekosistem mangrove (Muhsimin
et al. 2018)
Masyarakat setempat tidak boleh
Kesadaran masyarakat akan konservasi
dikesampingkan dalam pengelolaan hutan
dapat mendorong masyarakat untuk
mangroveagar manfaat yang dihasilkan baik
bekerjasama dengan pemerintah dalam
manfaat langsung maupun manfaat tidak
pengelolaan mangrove yang berdampak
langsung untuk dibuka masyarakat local
signifikan terhadap keterlibatan masyarakat
terhadap distribusi.Hasil yang ditunjukan
dalam pengelolaan mangrove. Anwar (2013)
dalam penelitian ini terkait kesadaran
menyatakan bahwa ada beberapa
masyarakat dalam pengelolaan mangrove
kepentingan masyarakat yang harus
yaitu cukup baik.Kondisi tersebut ditandai
dilaksanakan secara tegas yaitu;
dengan hasil analisis deksriptif persepsi
Kesetaraan dan kemitraan, transparansi,
responden yang terkait dengan pemahaman
pembagian kekuasaan yang seimbang,
tentang ekowisata terdapat masyarakat
tanggung jawab yang setara, pemberdayaan
yang paham (62%) dan kurang paham
dan kerjasama semua pemangku
(38%).Adapun persetujuan atas rencana
kepentingan harus melakukan perbaikan
pengembangan ekowisata mangrove
terhadap atribut sensitif dan tidak sensitif
Petengoran yaitu pendapat responden yang
pada dimensi penelitian ini, mengingat
setuju (88%) dan sisanya kurang setuju
sumber daya manusia merupakan salah
(12%). Eratnya hubungan antara kesadaran
satu kunci dan aset utama untuk mencapai
masyarakat dengan perilaku dan
pengelolaan sumber daya alam yang
pemanfaatan ekosistem mangrove menjadi
berkelanjutan.
penyebab utama kurangnya kesadaran
masyarakat akan konservasi mangrove Pada penelitian ini juga menggunakan
yang menjadi penyebab utama penurunan atribut dalam menilai status keberlanjutan
mangrove sehingga pengelolaannya kurang dimensi sosial budaya (Muhsimin, dkk. 2018
lestari. Pattimahu (2010) mengatakan dan Ningsih, dkk. 2022) dengan sedikit
bahwa rendahnya kepedulian dan modifikasi, yaitu diantaranya (1) tingkat
kesadaran terhadap konservasi mangrove pendidikan masyarakat, (2) kesadaran
disebabkan oleh kurangnya pemahaman masyarakat terhadap ekowisata mangrove,
masyarakat terhadap dampak dan (3) pengetahuan masyarakat tentang
kerusakan ekosistem mangrove. ekowisata mangrove dan kearifan lokal, (4)
peran kelompok mangrove, (5) potensi
Hasil penelitian menunjukkan bahwa
konflik dengan pemanfaatan lain, dan (6)
tingkat pendidikan masyarakat di wilayah
sikap perilaku masyarakat lokal terhadap
studi masih rendah atau di bawah rata-rata
keberadaan wisatawan.
nasional. Hasil ini sejalan dengan hasil
analisis karakteristik masyarakat yang Teknik analisis Rap-MForest
menunjukkan bahwa pendidikan dasar (SD) multidimensi yang digunakan dengan teknik
merupakan proporsi cukup dominan dari ordinasi melalui MDS pada dimensi sosial
tingkat pendidikan masyarakat di lokasi budaya menghasilkan nilai indeks
penelitian sebesar 39%, sedangkan 60% keberlanjutan (52,38). Sehingga nilai indeks
lulus sampai SLTP sampai SLTA dan hanya keberlanjutan dimensi sosial budaya dalam
1% untuk tingkat universitas. Oleh karena pengembangan pengelolaan ekowisata
itu, instansi pemerintah daerah harus mangrove Petengoran termasuk kategori
menyelenggarakan pendidikan informal status cukup berkelanjutan.Hal tersebut
seperti penyuluhan dan pelatihan untuk menunjukkan bahwa tingkat pengembangan
meningkatkan kesadaran masyarakat pengelolaan ekowisata mangrove
dengan memberikan pengetahuan dan Petengoran dari dimensi sosial budaya yang
keterampilan untuk menambah nilai dilakukan selamaini tergolong cukup baik
pemanfaatan ekowisata mangrove, dan cukup berkelanjutan.
sehingga memperkuat peran pengelolaan

455
Sanjaya. A. et al. : Status Keberlanjutan Ekowisata Mangrove ……. (11): 448 - 462

RAP-MForest Ordination Dimensi Leverage of Attributes Dimensi Sosial Budaya


Sosial Budaya Ekowisata Mangrove Ekowisata Mangrove Petengoran
Petengoran Sikap dan perilaku masyarakat 3.23
60.00 lokal terhadap keberadaan…

UP Kesadaran masyarakat terhadap 1.02


ekowisata mangrove
40.00
Other Distingishing Features

Attribute
1.93
Tingkat pendidikan masyarakat
20.00
Potensi konflik dengan 7.14
pemanfaatan lain
0.00 BAD 52.38 GOOD
0.00 20.00 40.00 60.00 80.00 100.00 120.00 Pengetahuan masyarakat 1.38
tentang ekowisata mangrove…
-20.00
5.59
Peran kelompok mangrove
-40.00
DOWN 0 2 4 6 8
-60.00 Root Mean Square Change in Ordination when
Selected Attribute Removed
Sosio-Cultural Sustainability
(on Sustainability scale 0 to 100)
(a) (b)
Gambar 4. (a) Indeks Keberlanjutan Dimensi Sosial Budaya dan (b) Hasil Analisis Leverage.

Informasi yang berkaitan dengan hak kelompok mangrove nilai RMS (5.59) dan
masyarakat terlibat dalam proses potensi konflik dengan pemanfaatan lain
pengambilan keputusan dalam kemitraan dengan nilai RMS (4,68). Oleh karena itu,
pengelolaan kawasan ekowisata mangrove atribut social budaya perlu mendapat
Petengoran dapat diberikan kesempatan perhatian dan dikelola dengan baik agar
berdasarkan peluang partisipasi melalui indeks keberlanjutan dalam pengembangan
dimensi sosial budaya. Keterlibatan pengelolaan ekowisata mangrove
masyarakat lokal di sekitar kawasan Petengoran pada dimensi sosial budaya
ekoswisata, membuat pengembangan bisa meningkat dimasa yang akan datang.
ekowisata relatif mudah dilaksanakan. oleh
karena itu, dampak terhadap alam relatif Nilai Kinerja Indikator Sensitif Pada
kecil dibandingkan dengan pariwisata Dimensi Kelembagaan
massal, hal ini disebabkan ekowisata lokal
memiliki beberapa karakteristik yang unik Status keberlanjutan dimensi sosial
seperti jumlah wisatawan yang masih budaya dalam pengelolaan ekowisata
rendah menyebabkan pengembangan mangrove Petengoran merupakan
destinasi wisata lokal mudah dikelola dan penggambaran nilai kinerja indikator yang
lebih mudah diterima oleh penduduk didasarkan pada aspek kelembagaan.
setempat. Sehingga peluang masyarakat Masyarakat lokal biasanya mendapatkan
untuk mengembangkan destinasi wisata di informasi tentang fungsi dan manfaat hutan
daerahnya memberikan peluang yang lebih mangrove melalui pengalaman dan
baik bagi partisipasi masyarakat lokal dalam pengetahuan yang didapat dari kegiatan
pengambilan keputusan, yang pada pendampingan berbagai pihak seperti
akhirnya memberikan pemahaman tentang perguruan tinggi, LSM dan penyuluh
pentingnya kelestarian budaya dan (Mukhlisi, et al. 2014). Berdasarkan hasil
meningkatkan apresiasi pariwisata terhadap penelitian dan hasil wawancara dengan
budaya lokal. pemangku kepentingan dalam pengelolaan
Berdasarkan hasil analisis leverage sumber daya ekosistem mangrove, terdapat
keberlanjutan pengelolaan ekowisata kebijakan yang diimplementasikan dalam
bentuk Peraturan Desa (Perdes) yang sah,
mangrove Petengoran dimensi sosial
menunjukkan bahwa kebijakan dan rencana
budaya dapat dijelaskan bahwa dari enam
pengelolaan hutan mangrove sudah ada
atribut yang dianalisis terdapat dua atribut
dalam bentuk kesepakatan bersama.
yang nilai indeks keberlanjutan dimensi
sosial budayapaling sensitifdipengaruhi. Namun, masyarakat di kawasan tersebut
Hasil analisis leverage menunjukan besar mengetahui dan memahami peran dan
fungsi hutan mangrove. Aturan dan peran
nilai dimensi sosial budaya yang menjadi
lembaga informal sudah ada akan tetapi
faktor pengungkit utama, yaitu peran

456
Jurnal Hutan Tropis Volume 11 No. 4, Edisi Desember 2023

dapat dikatakan implementasi dan pengembangan pengelolaan ekowisata


ketersediaannya belum efektif. Berdasarkan mangrove Petengoran termasuk kategori
informasi dan pengamatan yang diterima status cukup berkelanjutan.Hal tersebut
dari warga setempat, telah dipasang rambu- menunjukkan bahwa tingkat pengembangan
rambu yang mencantumkan nama-nama pengelolaan ekowisata mangrove
jenis mangrove, informasi terkini dan Petengoran dari dimensi kelembagaan yang
peraturan bagi pengunjung, namun dilakukan selama ini tergolong cukup baik
kondisinya perlu diperbaiki. Hal ini dan cukup berkelanjutan.
dikarenakan belum adanya bantuan
Berdasarkan hasil analisis leverage
anggaran untuk mengelola ekowisata
keberlanjutan pengelolaan ekowisata
mangrove di Desa Gebang.
mangrove Petengoran dimensi
Pada penelitian ini atribut yang kelembagaan dapat dijelaskan bahwa
digunakan dalam menilai status besarnya nilai indeks keberlanjutan dimensi
keberlanjutan dimensi kelembagaan kelembagaan dipengaruhi dari enam atribut
(Muhsimin, dkk. 2018 dan Ningsih, dkk. yang dianalisis terdapatdua atribut yang
2022) dengan sedikit modifikasi, yaitu (1) paling sensitif. Hasil analisis leverage
legalitas kawasan mangrove, (2) kordinasi menunjukan pada dimensi kelembagaan
antar stakeholder, (3) keterlibatan lembaga yang menjadi faktor pengungkit utama, yaitu
masyarakat, (4) kemampuan aparat kordinasi antar stakeholder dengan nilai
pelaksana, (5) ketersediaan peraturan RMS (3.29) dan komitmen pemda untuk
formal, dan (6) komitmen pemda untuk konservasi (4,59). Oleh karena itu, atribut
konservasi. AnalisisRap-MForest dengan tersebut perlu mendapat perhatian dan
menggunakan teknik ordinasi melalui dikelola dengan baik agar indeks
multidimensi scalling (MDS) pada dimensi keberlanjutan dalam pengembangan
kelembagaan menghasilkan nilai indeks pengelolaan ekowisata mangrove
keberlanjutan (57,77). Sehingga nilai indeks Petengoran pada dimensi kelembagaan bisa
keberlanjutan dimensi kelembagaan dalam meningkat dimasa yang akan datang.

RAP-MForest Ordination Dimensi Leverage of Attributes Dimensi Kelembagaan


Kelembagaan Ekowisata Mangrove Ekowisata Mangrove Petengoran
Petengoran
60.00 2.61
UP Legalitas kawasan mangrove
Other Distingishing Features

40.00 Kemampuan aparat


2.15
pelaksana
Attribute

20.00 3.29
Koordinasi antar stakeholder
Keterlibatan lembaga
0.00 BAD 57.77 GOOD 2.92
masyarakat
0.00 50.00 100.00 150.00
Komitmen pemda untuk
-20.00 4.59
konservasi
Ketersediaan peraturan
-40.00 1.48
formal
DOWN
0 2 4 6
-60.00
Institutional Sustainability Root Mean Square Change in Ordination when
Selected Attribute Removed
(on Sustainability scale 0 to 100)

(a) (b)
Gambar 5. (a) Indeks Keberlanjutan Dimensi Kelembagaan dan (b) Hasil Analisis Leverage.

Institusi lain yang relevan dengan mendukung kegiatan bagi masyarakat


program dan keselarasan kelembagaan Kabupaten Pesawaran dalam bidang
yang ada berkolaborasi untuk mencapai pengelolaan mangrove lestari salah satunya
identitas sosial dan hubungan sosial di adalah penguatan kelembagaan lokal di
tingkat lokal, nasional dan internasional. Desa Gebang. Pengembangan
Salah satu LSM yang terkait dengan kelembagaan lokal masih sering dihadapkan
kegiatan ini di Provinsi Lampung yaitu LSM pada keterbatasan dan tantangan, terutama
Mitra Bentala dan lembaga lain yang juga karena kapasitas sumber daya manusia dan
telah melaksanakan kerjasama untuk dukungan pemerintah daerah Pesawaran

457
Sanjaya. A. et al. : Status Keberlanjutan Ekowisata Mangrove ……. (11): 448 - 462

yang perlu ditingkatkan serta dana tanggung karakteristik yang diukur sesuai kebutuhan
jawab sosial (CSR) dari berbagai yang dianggap penting dari masing-masing
pihak untuk menjaga lingkungan pesisir di dimensi, baik secara kualitatif maupun
Kabupaten Pesawaran. kuantitatif setiap atribut mendapat bobot
(skor) berdasarkan observasi lapangan dan
Status Keberlanjutan Multi Dimensi literatur (Andornicus et al. 2016)
Pengelolaan Ekowisata Mangrove
Berdasarkan hasil analisis multidimensi
(MDS) menunjukkan nilai indeks
Keadaan pengelolaan sumberdaya keberlanjutan pengelolaan ekosistem
pesisir yang berkelanjutan di kawasan
mangrove desa Gebang sebesar 55,17
ekosistem mangrove Desa Gebang dikaji
secara multidimensi. Nilai tersebut
dengan menggunakan pendekatan
dihasilkan dari evaluasi terhadap 29 atribut
Multidimensional Scaling (MDS) yang (indikator) berdasarkan keempat dimensi
dikembangkan dari metode RAP-MForest. pengelolaan. Sehingga status keberlanjutan
Berdasarkan analisis yang dilakukan
pengelolaan ekowisata mangrove
dengan metode Rapid Appraisal For
Petetengora di Desa Gebang Kecamatan
Mangrove Forest diperoleh hasil analisis
Pesawan dalam kategori cukup.
pada 4 (empat) dimensi yaitu dimensi
Penggunaan analisis RAP-MForest dalam
ekologi, ekonomi, sosial budaya dan penelitian ini untuk menentukan prioritas
kelembagaan. Hasil tersebut menunjukkan pengembangan kawasan sumberdaya
bahwa penelitian sesuai dengan kondisi
pesisir berupa ekosistem hutan mangrove
lapangan dengan nilai Indeks keberlanjutan
desa Gebang. Oleh karena itu, hasil analisis
empat dimensi menggambarkan keadaan
setiap dimensi harus memiliki keterkaitan
ekowisata berkelanjutan berdasarkan nilai
(Tuwo, 2011). Skor indeks keberlanjutan
yang ada dalam pengelolaan kawasan untuk setiap dimensi ditunjukkan pada
mangrove.. Ditemukan beberapa Gambar 6 di bawah ini.

Ekologi
100
80
60.40
60
40
20
Kelembagaan 57.77 0 52.38 Sosial

50.14

Ekonomi
Gambar 6.Kite Diagram Indeks Keberlanjutan Multidimensi

Berdasarkan visualisasi diagram layang berkelanjutan, nilai ordinasi (57,77); dan


(kite diagram) dari empat dimensi empat dimensi ekologi dengan status cukup
menggambarkan bahwa setiap dimensi berkelanjutan, nilai ordinasi (60,40).
memiliki nilai dan status keberlanjutan yang Diagram layang-layang (Gambar 3)
berbeda-beda dengan urutan skala prioritas menjelaskan bahwa pengelolaan saat ini
yaitu: pertama dimensi ekonomi dengan sudah cukup mendukung kelestarian
status kurang berkelanjutan, dengan nilai lingkungan, sosial budaya dan
ordinasi sebesar (50,15); kedua dimensi kelembagaan, namun diagram ini juga dapat
sosial budaya dengan status cukup diartikan bahwa dimensi ekonomi yang
berkelanjutan, nilai ordinasi (52,38); ketiga menopang kehidupan mereka masih belum
dimensi kelembagaan dengan status cukup belum memadai.

458
Jurnal Hutan Tropis Volume 11 No. 4, Edisi Desember 2023

Tabel 3. Rekapitulasi Nilai Indeks dan Status Keberlanjutan, Nilai Stress Serta Koefisien
Determinasi (R2) Pada Multidimensi.
.
Dimensi Nilai Indeks
Status Keberlanjutan Stress R2
Keberlanjutan Keberlanjutan
Ekologi 60.40 Cukup Berkelanjutan 0.16 0.94
Ekonomi 50.15 Kurang Berkelanjutan 0.14 0.95
Sosial Budaya 52.38 Cukup Berkelanjutan 0.15 0.94
Kelembagaan 57.77 Cukup Berkelanjutan 0.15 0.94

Berdasarkan hasil analisis laverage DAFTAR PUSTAKA


untuk setiap dimensi diperoleh delapan
indikator kunci untuk ditingkatkannya status
keberlanjutan pengelolaan ekowisata Anggiani, P., dan Hikmawan, M.D. 2022.
mangrove Petengoran di kabupaten Dinamika Kemitraan antara Perum
Pesawaran. Kebijakan dan strategi dalam Perhutani dengan Lembaga Masyarakat
pengelolaan ekowisata mangrove Desa Hutan (LMDH) dalam Pelestarian
Petengoran yang berkelanjutan di Hutan Mangrove di Pulo Cangkir
kabupaten Pesawaran perlu ditekankan KabupatenTangerang. Journal of Social
terkait pengembangan dan perbaikan kinerja Politics and Governance. 4(2): 112-127.
pada faktor pengungkit utama yang
difokuskan dan ditingkatkan untuk Arik., Burhanuddin., dan Prayogo, H. 2022.
keberlanjutannya antara lain: 1) Kepadatan Populasi Kepiting Bakau
meningkatkan kegiatan rehabilitasi (Scylla sp.) di Kawasan Taman Wisata
mangrove 2) sekaligus menjaga kerapatan Alam Sungai Liku Desa Nibung
vegetasi mangrove; 3) pemanfaatan Kabupaten Sambas.Jurnal Lingkungan
ekosistem mangrove yang menjadi daya Hidup Tropis. 1(1): 177-184.
tarik kunjungan wisatawan 4) sekaligus Asmoro, B.T., Sistrantiani, I., Priyanto, J.,
berkontribusi pada peningkatan pendapatan dan Kusuma, A.D. 2022. Review
masyarakat; 5) peningkatan peran kelompok Roadmap Sida Agro Ekowisata Ponco-
mangrove 6) sekaligus mengurangi serta Wismo-Jatu-Plus dalam Mencapai Daya
mengatasi potensi konflik yang ada; dan 7) Saing Daerah Kabupaten Malang. Karta
peningkatan kordinasi antar stakeholder 8) Rahardja: Jurnal Pembangunan Dan
sekaligus peningkatan komitmen pemerintah Inovasi. 4(2): 49-54.
daerah untuk konservasi.
Aurilia, M.F., dan Saputra, D.R. 2020.
Analisis Fungsi Ekologis Mangrove
SIMPULAN DAN SARAN Sebagai Pencegahan Pencemaran Air
Tanah Dangkal Akibat Intrusi Air
Laut.Jurnal Pengelolaan Lingkungan
Secara umum status pengelolaan Berkelanjutan. 424-437.
ekowisatamangrovePetengoran di Desa
Badan Pusat Statistik. 2022. Kecamatan
Gebang, Kecamatan Teluk Pandan,
Teluk Pandan dalam Angka 2022.Buku.
Kabupaten Pesawaran tergolong cukup
Badan Pusat Statistik Kabupaten
berkelanjutan dengan nilai indeks
Pesawaran. Gedong Tataan. 126 hlm.
keberlanjutan multidimensi sebesar (55,17).
Status tersebut disebabkan tingginya indeks Bakri, S., Hartati, F., Kaskoyo, H., Febryano,
keberlanjutan pada 3 dari 4 dimensi yang I.G., dan Dewi, B.S. 2023.The Fate of
digunakan, yaitu ekologi (60,40); Mangrove Ecosystem Sustainability on
kelembagaan (57,77); dan sosial budaya The Shrimp Cultivation Area in Tulang
(52,38), sedangkan status pengelolaan pada Bawang District, Lampung, Indonesia.
dimensi ekonomi ekosistem mangrove Biodiversitas Journal of Biological
tergolong kurang berkelanjutan dengan nilai Diversity. 24(1): 379-390.
indeks sebesar (50,15), sehingga masih
Chairiyah, N. 2020.Strategi Peningkatan
diperlukan intervensi kebijakan dan strategi
Peran Masyarakat dalam Melestarikan
pengelolaan yang tepat terutama pada
atribut yang paling sensitif pada setiap Ekowisata Mangrove dan Bekantan di
dimensi.

459
Sanjaya. A. et al. : Status Keberlanjutan Ekowisata Mangrove ……. (11): 448 - 462

Kelurahan Karang Rejo Tarakan Barat.J- Hermawan.dan Setiawan. 2018. Kearifan


PEN Borneo: Jurnal Ilmu Pertanian. 3(1). Lokal Masyarakat Pulau Tanakeke
Dalam Mengelola Ekosistem
Damanik, K. 2014. Dinamika Karakteristik
Mangrove.Jurnal Info Teknis Eboni. 15
Habitat Mangrove Hasil Rehabilitasi di
(1): 53-64.
Pantai Utara Pemalang Jawa
Tengah.Tesis. Universitas Gajah Mada. Hidayat, A., dan Husni, V. 2022. Peran
Yogyakarta.80 hlm. Geopark Rinjani Lombok Sebagai Pilar
Pariwisata Berkelanjutan di Nusa
Dwi, A.A.N., Fithria, A., dan Kissinger, K.
Tenggara Barat.Jurnal Ilmiah Hospitality.
2021. Strategi Pengembangan Hutan
11(2): 581-596.
Mangrove di Kecamatan Jorong
Kabupaten Tanah Laut Kabupaten Idrus, A.A., Ilhamdi, M.L., Hadiprayitno, G.
Kalimantan Selatan.Jurnal Hutan Tropis. dan Mertha, G. 2018. Sosialisasi Peran
9(1): 88-93. dan Fungsi Mangrove pada Masyarakat
di Kawasan Gili Sulat Lombok
Ely, A.J., Tuhumena, L., Sopaheluwakan, J.,
Timur.Jurnal Pengabdian Magister
dan Pattinaja, Y. 2021. Strategi
Pendidikan IPA. 1 (1): 52-59.
Pengelolaan Ekosistem Hutan Mangrove
di Negeri Amahai.Jurnal Manajemen Iswadi, N.H. 2022. Hubungan Kerapatan
Sumberdaya Perairan. 17(1): 57-67. Lamun dengan Kelimpahan
Echinodermata di Pulau Bonebatang
Ersan, A., Rahmawati, A., dan Amrina, D.H.
Makassar.Disertasi. Universitas
2022.Analisis Sosial Ekonomi
Hasanuddin. Makassar.
Masyarakat Terhadap Pemanfaatan
Taman Lindung Hutan Mangrove di Desa Marasabessy, I., Fahrudin, A., Imran, Z. dan
Sidodadi Kecamatan Teluk Pandan Agus, S.B. 2018.Strategi pengelolaan
Kabupaten Pesawaran berkelanjutan pesisir dan laut Pulau
Lampung.Entrepreneurship Bisnis Nusa Manu dan Pulau Nusa Leun di
Manajemen Akuntansi (E-BISMA). 3(2): Kabupaten Maluku Tengah.Journal of
102-112. Regional and Rural Development
Planning. 2(1): 1-22.
Fitria, A., dan Dwiyanoto, G.
2021.Ekosistem Mangrove dan Mitigasi Mustika, I.Y., Kustanti, A. dan Hilmanto, R.
Pemanasan Global.Jurnal Ekologi, 2017. Kepentingan dan peran aktor
Masyarakat, dan Sains. 2: 29-34. dalam pengelolaan hutan mangrove di
Desa Pulau Pahawang Kecamatan
Fitriana, F., Sari, W.P., dan Pramesti, D.
Margapunduh Kabupaten
2022.Pemberdayaan Masyarakat
Pesawaran.Jurnal Sylva Lestari. 5 (2):
Wilayah Pesisir Dalam Mengatasi
113-127).
Limbah Tambak Udang Melalui
Rehabilitasi Lingkungan.Jurnal Naibaho, A.A., Harefa, M.S., Nainggolan,
Masyarakat Mandiri. 6(6): 4814-4825. R.S., dan Alfiaturahmah, V.L. 2023.
Investigasi Pemanfaatan Hutan
Hamuna, B. Sari, A.N. dan Alianto. 2018.
Mangrove dan Dampaknya terhadap
Kajian Kerentanan Wilayah Pesisir
Daerah Pesisir di Pantai Mangrove Paluh
Ditinjau dari Geomorfologi dan Elevasi
Getah, Tanjung Rejo.Journal of
Pesisir Kota dan Kabupaten Jayapura,
Community Service and Empowerment.
Provinsi Papua.Jurnal Wilayah dan
1(1): 22-33.
Lingkungan. 6(1): 1-14.
Oktavianti, D. 2021. Strategi
Hartati, F. 2022. Strategi Pengembangan
Pengembangan Ekowisata Mangrove
Ekosistem Hutan Mangrove di
Desa Sriminosari Labuhan Maringgai
Kecamatan Rawajitu Timur, Kabupaten
Lampung Timur.Fisheries Of Wallacea
Tulang Bawang. Tesis. Universitas
Journal. 2(2): 64-69.
Lampung. Bandar Lampung.
Osmaleli.2014. Analisis Ekonomi dan
Hartati, F., Qurniati, R., Febryano, I.G., dan
Kebijakan Pengelolaan Ekosistem
Duryat. 2021. Nilai Ekonomi Ekowisata
Mangrove Berkelanjutan di Desa Pabean
Mangrove di Desa Margasari,
Udik, Kabupaten Indramayu.Tesis.Institut
Kecamatan Labuhan Maringgai,
Pertanian Bogor. Bogor.
Kabupaten Lampung Timur. Jurnal
Belantara. 4(1): 1-10.

460
Jurnal Hutan Tropis Volume 11 No. 4, Edisi Desember 2023

Parmawati, R., Hardyansah, R., Pangestuti, Rutana, F.F. 2011.Studi Kesusaian


E., dan Hakim, L. 2022.Ekowisata: Ekosistem, Manggrove sebagai Objek
Determinan Pariwisata Berkelanjutan Ekowisata di Pulau Kapota Taman
untuk Mendorong Perekonomian Nasional Wakatobi Sulawesi Tenggara.
Masyarakat. Skripsi.Universitas Universitas Hasanuddin. Makasar.
Brawijaya Press. Malang.
Safe'i, R., Wulandari, C., dan Kaskoyo, H.
Pattimahu, D.V., Kastanya, A., dan 2019.Penilaian Kesehatan Hutan pada
Papilaya, P.E. 2017.Sustainable Berbagai Tipe Hutan di Provinsi
Mangrove Forest Management Analysis Lampung.Jurnal Sylva Lestari. 7(1): 95-
(A Case Study from Dusun Taman Jaya, 109.
West Seram Regency,
Saman, R.U. 2017.Pengelolaan Ekosistem
Maluku).International Journal of Applied
Mangrove secara Berkelanjutan di
Engineering Research.12(24).14895-
Kabupaten Bolaang Mongondow
14900.
Selatan, Provinsi Sulawesi
Pellokila, I.R., dan Sagala, N. 2019. Strategi Utara.Tesis.Institut Pertanian Bogor.
Pengembangan Ekowisata Hutan Bogor. 88 hlm.
Mangrove di Kawasan Pantai
Saputra, S., Sugianto, S., dan Djufri, D.
Oesapa.Jurnal Travel, Hospitality,
2016.Sebaran Mangrove Sebelum
Culture, Destination, and MICE. 2(1): 47-
Tsunami dan Sesudah Tsunami di
63.
Kecamatan Kuta Raja Kota Banda
Permana, R., dan Andhikawati, A. Aceh.Jurnal Edukasi dan Sains
2023.Penanaman Bibit Mangrove di Biologi.5(1).
Kawasan Tanjung Cemara Kabupaten
Satria, Arif. 2009. Strategi Pengembangan
Pangandaran sebagai Upaya
Ekowisata Berbasis Ekonomi Lokal
Perlindungan Wilayah Pesisir.Farmers:
dalam Rangka Program Pengentasan
Journal of Community Services. 4(1): 11-
Kemiskinan di Wilayah Kabupaten
16.
Malang.Journal Of Indonesian Applied
Permatasari, I.N. 2021. Kajian Resiko, Economic. 3(1): 1-26.
Dampak, Kerentanan dan Mitigasi
Satyanarayana, B., Bhanderi, P., Debry, M.,
Bencana Abrasi di Beberapa Pesisir
Maniatis, D., Foré, F., Badgie, D.,
Indonesia. Jurnal Riset Kelautan Tropis.
Jammeh, K., Vanwing, T., Farcy, C.,
3(1): 43-53.
Koedam, N. dan Dahdouh-Guebas, F.
Puspitaningrum, C., dan Oktavianti, D. 2012. A socio-ecological assessment
2021.Ekowisata Mangrove Desa aiming at improved forest resource
Sriminosari Labuhan Maringgai Lampung management and sustainable ecotourism
Timur.Fisheries of Wallacea Journal. development in the mangroves of Tanbi
2(2), 64-69. Wetland National Park, The Gambia,
West Africa. Ambio. 41(5): 513-526.
Putri, I., Johari, H.I., dan Hadi, A.P. 2020.
Partisipasi Masyarakat dalam Pelestarian Sholehurrohman, R., Ilman, I.S.,
Kawasan Hutan Mangrove sebagai Heningtyas, Y., Muhaqiqin., Taufiq, R.,
Objek Daya Tarik Wisata di Desa Cendi dan Pribadi, I.A. 2023. Pelatihan
Manik Kabupaten Lombok Pembuatan Website untuk Peningkatan
Barat.Prosiding Seminar Nasional Publikasi Desa Wisata di Desa Gebang,
Planoearth. 2: 115-120. Kecamatan Padang Cermin, Kabupaten
Pesawaran.Journal of Social Sciences
Rahmadi, M.T., Suciani, A., dan Auliani, N.
and Technology for Community Service.
2020. Analisis Perubahan Luasan Hutan
4(1): 29-35.
Mangrove Menggunakan Citra Landsat 8
OLI di Desa Lubuk Kertang Sinabang, I., Waruwu, K.D., Pauliana, G.,
Langkat.Media Komunikasi Geografi. Rahayu, W., dan Harefa, M.S. 2023.
21(2): 110-119. Analisis Pemanfaatan Keanekaragaman
Mangrove Oleh Masyarakat di Pesisir
Pantai Mangrove Paluh Getah.Journal of
Community Service and Empowerment.
1(1): 10-21.

461
Sanjaya. A. et al. : Status Keberlanjutan Ekowisata Mangrove ……. (11): 448 - 462

Sinaga, P., Harefa, M.S., Siburian, P.A., dan


Aisyah, S. 2023.Konsep
Penanggulangan Sampah di Wilayah
Ekosistem Hutan Mangrove Belawan
Sicanang dalam Upaya Pencegahan
Pencemaran Lingkungan.J-CoSE:
Journal of Community Service &
Empowerment. 1(1): 1-9.
Taufik, R., Wartariyus, W., Pribadi, I.A.,
Muhaqiqin, M., Ilman, I.S., dan
Sholehurrohman, R. 2023.Manajemen
Wordpress untuk Menginformasikan
Profil dan Potensi Desa di Desa Gebang
Kecamatan Teluk Pandan Kabupaten
Pesawaran Lampung.Journal of Social
Sciences and Technology for Community
Service. 4(1): 36-40.
Wahdaniar., Hidayat, J.W., dan Muhammad,
F. 2019. Daya Dukung Dan Kesesuaian
Lahan Ekowisata Mangrove Tongke-
tongke Kabupaten Sinjai Sulawesi
Selatan. Jurnal Ilmu Lingkungan. 17(3):
481-485.
Wahyuningsih, S. 2021. Potensi Mangrove
Sebagai Ekowisata Berkelanjutan.Jurnal
Ilmiah Kemaritiman Nusantara. 1(2): 28-
37.

462

You might also like