You are on page 1of 5

Jurnal Nusa Sylva Vol.19 No.

1 (Juni 2019): 30-34

MEKANISME AKSES MASYARAKAT ADAT DALAM


PEMANFAATAN SUMBERDAYA ALAM
(Studi Kasus di Kasepuhan Karang Desa Jagaraksa Kecamatan Muncang
Kabupaten Lebak Provinsi Banten)

Access mechanism in tradition society in using the natural resources


(Case Study in Kasepuhan Karang Jagaraksa village Muncang sub district of Lebak
Regency in Banten Province).

Putuh Komaratulloh1, Tun Susdiyanti2, Messalina L Salampessy3


1
Fakultas Kehutanan, Universitas Nusa Bangsa
Jl. KH. Soleh Iskandar KM.4 Kelurahan Cibadak, Kecamatan Tanah Sareal, Kota Bogor, 16166
e-mail: komaratullohputuh@gmail.com
2
Fakultas Kehutanan, Universitas Nusa Bangsa
Jl. KH. Soleh Iskandar KM.4 Kelurahan Cibadak, Kecamatan Tanah Sareal, Kota Bogor, 16166
e-mail: susdiyanti@gmail.com
3
Fakultas Kehutanan, Universitas Nusa Bangsa
Jl. KH. Soleh Iskandar KM.4 Kelurahan Cibadak, Kecamatan Tanah Sareal, Kota Bogor, 16166
e-mail: meis_forester@yahoo.com

ABSTRACT

Forest access is the ability to derive benefits from things. The purpose of this study is to analyze access mechanism (the
right and the structure of access mechanism) the society of law force in the benefit natural resources in the Customary
Forest Kasepuhan Karang. This study was held in Kasepuhan Karang Jagaraksa Viilage in November 2018 to January
2019 with observation method which is case study where the data was collected through interview and observation, data
analysis conducted with likert scale as well. The result of research showed that the benefit of access natural resources
was decided by custom law to the society of Kasepuhan Karang who has the heritage of right to organize the natural
forest. Attribute of right based property to the society based on the natural law which is used for the interest of benefit of
the society or people who lives around leuweung garapan territorial.

Keywords: Customary forest, Access, Indigenous Peoples of Kasepuhan.

ABSTRAK

Akses terhadap kawasan hutan merupakan kemampuan pengguna untuk mendapatkan manfaat dari hutan. Tujuan dalam
penelitian ini untuk menganalisis mekanisme akses (mekanisme akses hak dan mekanisme akses struktur) masyarakat
hukum adat dalam Pemanfaatan Sumberdaya Alam di Hutan Adat Kasepuhan Karang. Penelitian dilaksanakan di
Kasepuhan Karang Desa Jagaraksa pada bulan November 2018 sampai dengan bulan Januari 2019 dengan metode
penelitian yaitu studi kasus dimana data dikumpulkan melalui wawancara dan observasi, serta analisis data dilakukan
dengan skala likert. Hasil penelitian menunjukan bahwa Akses pemanfaatan sumberdaya alam ditetapkan oleh lembaga
adat kepada masyarakat Kasepuhan Karang yang secara turun temurun mengelola lahan di hutan adat. Penetapan hak
garap kepada masyarakat berdasarkan hukum adat yang dipergunakan untuk kepentingan mata pencaharian atau
pemukiman yang berada di wilayah leuweung garapan.

Kata Kunci : Hutan adat, Akses, Masyarakat adat kasepuhan

30
Jurnal Nusa Sylva Vol.19 No.1 (Juni 2019): 30-34

I. PENDAHULUAN yang menentukan pranata ekonomi, politik,


sosial, budaya dan hukum.
Hutan adat merupakan hutan yang
Pasca penetapan hutan adat merupakan
berada pada wilayah adat dan menjadi salah
masa peralihan dari hutan negara menjadi
satu kekayaan penting untuk menjamin
hutan adat yang dimiliki secara komunal oleh
kesejahteraan hidupnya. Bagi masyarakat adat
masyarakat adat, sehingga masyarakat
hutan adat menjadi kesatuan yang tidak dapat
memperoleh akses untuk memanfaatkan atas
dipisahkan dari kehidupan masyarakat adat
lahan di hutan adat. Pemanfaatan hutan adat
sehari-hari. Keberadaan masyarakat adat
dianggap open access dimana setiap orang
adalah fakta sosial sejak lama di Indonesia.
bebas mengeksploitasi sumber daya alam di
Bahkan jauh sebelum bentuk Republik
dalamnya (Pratiwi, Nitibaskara dan
diproklamasikan tahun 1945.
Salampessy, 2019). Dalam mengakses
Wilayah Kasepuhan Karang seluas 486
kawasan hutan agar mendapatkan manfaat dari
hektar, terdiri 462 hektar Taman Nasional
hutan, terdapat dua bentuk akses yaitu: a) akses
Gunung Halimun Salak (TNGHS) dan 24
mekanisme hak dan b) akses mekanisme
hektar di areal penggunaan lain (APL),
struktur (Ribot dan Peluso, 2003).
tumpang tindih dengan TNGHS.
. Sehubungan dengan hal itu, penelitian
Kawasan ini sejak tahun 1924-2934, ini dilakukan untuk mempelajari bagaimana
masa kolonial Belanda masuk hutan halimun, mekanisme penetapan akses yang diberikan
terhitung sebagai kawasan lindung. Pada tahun kepada masyarakat adat.
1963 berubah menjadi cagar alam, tahun 1978 II. METODE PENELITIAN
menjadi hutan produksi di bawah pengelolaan
Perhutani Unit III Jawa Barat. Kemudian Penelitian dilaksanakan di Kasepuhan
terjadi perubahan kembali pada tahun 2003, Karang Desa Jagaraksa pada bulan November
dari hutan produksi menjadi kawasan 2018 sampai dengan bulan Januari 2019,
konservasi di bawah pengelolaan Balai dengan metode penelitian studi kasus Data
TNGHS. dikumpulkan melalui wawancara dan
Perubahan status tersebut masyarakat observasi.Analisis data dilakukan dengan
memiliki kesulitan ketika mengolah tanah skala likert. Penelitian ini melibatkan 30
untuk berladang karena berbenturan dengan responden masyarakat adat yang memiliki
TNGHS dan Perhutani. Kegiatan masyarakat akses pemanfaatan sumberdaya alam di hutan
dianggap ilegal. Memerlukan waktu puluhan adat Kasepuhan Karang, dengan berdasarkan
tahun untuk memperjuangkan hak kelola hak akses dan kriteria jenis pemanfaatan lahan
hutan, sampai munculnya putusan Mahkamah di hutan adat. Mekanisme akses setidaknya
Konstitusi Nomor 35/PUU-X/2012 “hutan dibagi menjadi dua, yaitu mekanisme akses
yang berada dalam wilayah hukum adat” berdasarkan hak dan mekanisme akses
adanya pengakuan Hutan Adat, masyarakat berdasarkan struktur.
dapat mengakses hutan dengan tetap menjaga
kearifan lokalnya. III. HASIL DAN PEMBAHASAN
Penetapan Hutan Adat Kasepuhan Karakteristik Masyarakat Adat
Karang melalui Keputusan Menteri Kasepuhan Karang yang memperoleh akses
Lingkungan Hidup dan Kehutanan pemanfaatan sumberdaya alam, mayoritas
No.SK.6748/2016 tentang Penetapan Hutan pekerjaannya merupakan petani (83,33%). Di
Adat Kasepuhan Karang Seluas ± 462 (Empat dalam pengelolaan hutan adat, masyarakat
Ratus Enam Puluh Dua) Hektar di Desa memanfaatkan lahan untuk kegiatan pertanian
Jagaraksa Kecamatan Muncang Kabupaten tradisional (kebun dan sawah) untuk
Lebak Provinsi Banten. mencukupi kebutuhan hidup sehari-hari. Hal
Pasal 1 ayat 10 Perda Kabupaten Lebak ini sesuai dengan yang disampaikan oleh
No.8/2015, Kesatuan Masyarakat Hukum (Pratiwi, Nitibaskara dan Salampessy, 2019),
Adat adalah kelompok masyarakat yang secara bagi masyarakat Kasepuhan bertani sawah
turun-temurun bermukim di wilayah geografis merupakan sebuah keharusan. Menurut
tertentu karena adanya ikatan pada asal usul (Sawitri dan Subiandono, 2011) masyarakat
leluhur, adanya hubungan yang kuat dengan yang berada di kawasan penyangga TNGHS
lingkungan hidup, serta adanya sistem nilai

31
Jurnal Nusa Sylva Vol.19 No.1 (Juni 2019): 30-34

mengelola lahan menjadi dua, yaitu sawah dan sebagai regulator bagi pihak yang memiliki
ladang/ kebun. otoritas terhadap akses (Priyatna, Kinseng, dan
Akses masyarakat adat terhadap Satria 2013).
pemanfaatan sumberdaya alam di Hutan Adat Pemberian izin pemanfaatan
Kasepuhan Karang, telah dilakukan sejak lama sumberdaya alam kepada masyarakat adat
dan dianggap ilegal sampai diberikan hak Kasepuhan Karang, ditetapkan oleh lembaga
akses yang dituangkan dalam SK Menteri adat yang merupakan pihak otoritas dalam
Lingkungan Hidup dan Kehutanan No. pendistribusian akses. Lembaga adat
6748/2016 tentang Penetapan Hutan Adat menggunakan norma tidak tertulis bahwa
Kasepuhan Karang Seluas ± 462 (Empat Ratus setiap individu berhak memperoleh izin untuk
Enam Puluh Dua) Hektar di Desa Jagaraksa menggarap lahan di hutan adat apabila
Kecamatan Muncang Kabupaten Lebak memenuhi 2 kriteria, yaitu :
Provinsi Banten.  Asli Masyarakat Adat Kasepuhan Karang
Luas hutan adat Kasepuhan Karang yang  Memiliki lahan garapan
ditetapkan adalah 485,366 hektar yang terdiri
Peraturan yang menjelaskan tentang
dari 389,207 hektar hutan tutupan (leuweung
wilayah adat kasepuhan di Kabupaten Lebak
kolot) dan hutan titipan (leuweung cawisan)
tertuang dalam Peraturan Daerah Kabupeten
dan 96 hektar di wilayah Gunung Haruman
Lebak No. 8 tahun 2015. Perda tersebut
masyarakat adat Kasepuhan Karang. Luas
tersebut dalam SK Penetapan Hutan Adat mengatur tentang Pengakuan, Perlindungan
dan Pemberdayaan Masyarakat Hukum Adat
menjadi 486 hektar, dengan keterangan 462
Kasepuhan. Hak penggarapan lahan yang
hektar berada dalam wilayah TNGHS dan 24
ditetapkan kepada masyarakat adat merupakan
hektar berada di wilayah Areal Penggunaan
wilayah adat yang berdasarkan hukum adat
Lain (Wibowo Agung, 2019) .
diperuntukan sebagai wilayah leuweung
Penetapan hutan adat memberikan
garapan dan dipergunakan untuk kepentingan
kepastian hukum kepada masyarakat untuk
mata pencaharian.
memanfaatkan lahan di hutan adat.
Penetapan hak garap di hutan adat, tidak
Pelaksanaan distribusi hak akses masyarakat
dibatasi dengan jangka waktu tertentu dalam
di hutan Adat Kasepuhan Karang saat ini
pemanfaatannya, hak tersebut melekat pada
sudah sebanyak 820 dari 1667 bidang tanah
setiap masyarakat yang memperoleh akses di
(49%) . Sebagaimana yang disampaikan (Ribot
hutan adat sampai dengan terjadinya proses
dan Peluso, 2003) bahwa analisa akses
peralihan hak.
membutuhkan mekanisme, dimana pihak yang
Masyarakat Kasepuhan Karang
terlibat mendapatkan kontrol,
memperoleh hak garap lahan di hutan adat
mempertahankan hak dan
dengan cara mendaftar kepada lembaga adat
mendistribusikannya.
terkait lahan garapan di masa lalu. Usulan
Pada pendistribusian hak garap kepada
tersebut kemudian diakomodasi oleh lembaga
masyarakat, tidak semua masyarakat adat
adat untuk diproses melalui berbagai tahapan
memperoleh hak akses atas lahan garapan.
seperti yang tersaji pada gambar 1.
Masyarakat yang memiliki hak akses atas
lahan garapan di hutan adat merupakan
masyarakat yang secara turun temurun sudah
menggarap lahan di wilayah itu.
Menurut penjelasan (Ribot dan Peluso,
2003) Mekanisme akses setidaknya dibagi
menjadi dua, yaitu mekanisme akses
berdasarkan hak dan mekanisme akses
berdasarkan struktur.
A. Pemahaman masyarakat terhadap Gambar 1. Tahapan distribusi akses
mekanisme akses hak di hutan adat
Akses hak terbentuk dari adanya aturan Masyarakat yang memperoleh akses
pemanfaatan terkait interaksi dan kepentingan diberikan hak secara penuh dalam
dalam ikatan kekuasaan berupa pemberian pemanfaatan sumberdaya alam di hutan adat
izin, adanya hukum dan aturan yang mengatur dengan tetap mempertahankan asas kelestarian
pemanfaatan dan memposisikan pemerintah alam.

32
Jurnal Nusa Sylva Vol.19 No.1 (Juni 2019): 30-34

B. Pemahaman masyarakat terhadap masyarakat Kasepuhan tidak bersikeras untuk


mekanisme akses struktur di hutan menjadikan tanah sebagai kepemilikan. Bagi
adat mereka pengakuan atas tanah adalah akses
Mekanisme akses berdasarkan struktur mengolah tanah tersebut.
terbentuk dari adanya hubungan sosial atau Pengelolaan hutan adat memberikan
kekerabatan di antara sesama pengguna yang manfaat secara ekonomi, ekologi dan sosial
umumnya telah ada sebelumnya (Priyatna, kepada masyarakat Kasepuhan, dimana pasca
Kinseng dan Satria, 2013). Sejalan dengan penetapan hak garap memberikan kepastian
yang disampaikan oleh (Ribot dan Peluso, hak untuk mengelola lahan yang berada
2003) setidaknya ada beberapa hal yang dapat didalam wilayah masyarakat hukum adat.
mempengaruhi akses, diantaranya adalah Penetapan hutan adat membantu menguatkan
teknologi, kapital, pasar, tenaga kerja, bahwa dalam setiap masyarakat terdapat
pengetahuan, otoritas, identitas sosial dan aturan hukum yang hidup (living law).
relasi sosial. Masyarakat kasepuhan dapat Keterlibatan masyarakat adat dalam
memperoleh akses pemanfaatan sumberdaya penetapan hak mengelola lahan di hutan adat,
alam di hutan adat melalui relasi sosial dalam merupakan bagian terpenting dalam
hubungan keluarga. pendistribusian akses, hal tersebut dikarenakan
Penetapan luas lahan garapan masyarakat yang mengetahui batas dan lahan
masyarakat di hutan adat kasepuhan karang garapan mereka sebelum penetapan hutan adat.
ditetapkan berdasarkan pada kemampuan Masyarakat adat memiliki pengetahuan
menggarap lahan, Mereka yang tidak memiliki asli bagaimana memelihara dan memanfaatkan
lahan garapan sebelumnya bisa memperoleh sumberdaya hutan yang ada di dalam habitat
lahan garapan apabila ada peralihan atas hak. mereka (Mulyadi, 2013). Pelaksanaan kegiatan
Hal tersebut dikarenanakan sebelum pengelolaan hutan adat oleh masyarakat
ditetapkan menjadi hutan adat wilayah itu Kasepuhan, dikelola dengan pertanian secara
merupakan wilayah kerja Perhutani sebelum tradisional seperti hutan, kebun dan sawah.
perluasan TNGHS pada tahun 2003. Menurut Hutan adat yang sudah ditetapkan seluas ± 462
penjelasan (Rahmawati, et al. 2008) sebelum hektar oleh pemerintah, dimanfaatkan oleh
tahun 2003, masyarakat menggarap lahan masyarakat Kasepuhan sebagai lahan garapan
pertanian mereka di wilayah Perhutani (di kebun seluas ± 221,36 hektar, lahan garapan
sekitar Taman Nasional) yang dalam konsep sawah seluas ± 83,17 hektar dan selebihnya
mereka termasuk Leuweung Garapan (hutan merupakan wilayah perlindungan (leuweung
garapan) dengan cara tumpang sari. tutupan dan leuweung titipan).
Mekanisme peralihan hak akses di hutan Pentingnya kolaborasi antara masyarakat
adat hanya bisa dilakukan dengan sistem dan berbagai pemanggku kepentingan yang
pewarisan, hibah dan bagi hasil. Hak garap mempunyai peran penting dalam menjaga
yang ditetapkan kepada masyarakat kelestarian kawasan (Ramadhan, T. A. F,
merupakan hak untuk mengelola saja namun Susdiyanti, T. dan Salampessy, 2015)
secara kepemilikan tanah itu merupakan hak
ulayat masyarakat adat Kasepuhan Karang. IV. SIMPULAN DAN SARAN
Menurut penjelasan (Harsono, 2008) yang
dimaksud dengan hak ulayat masyarakat A. Simpulan
hukum adat adalah serangkaian wewenang dan Akses pemanfaatan sumberdaya alam
kewajiban suatu masyarakat hukum adat, yang ditetapkan oleh lembaga adat kepada
berhubungan dengan tanah yang terletak masyarakat Kasepuhan Karang yang secara
dalam lingkungan tanah wilayahnya. Sejalan turun temurun mengelola lahan di hutan adat.
dengan yang disampaikan oleh (Widowati, Penetapan hak garap kepada masyarakat
Luthfi dan Guntur, 2014) masyarakat hukum ditentukan berdasarkan hukum adat yang
adat dapat mempunyai hak atas tanah dalam dipergunakan untuk kepentingan mata
bentuk hak pengelolaan sebagai bagian dari pencaharian atau pemukiman yang berada di
pelaksanaan hak menguasai negara pasal 2 wilayah leuweung garapan. Masyarakat adat
ayat 4 UUPA, juga diakuinya hak komunal memperoleh akses pemanfaatan sumber daya
masyarakat hukum adat (hak ulayat) di hutan adat melalui akses relasi sosial yang
sebagaimana pasal 3 UUPA. Sedangkan diperoleh melalui hibah, pewarisan dan bagi
menurut penjelasan (Rahmawati, et al. 2008), hasil. Masyarakat mendapatkan hak

33
Jurnal Nusa Sylva Vol.19 No.1 (Juni 2019): 30-34

pemanfaatan sumberdaya alam secara penuh 0831.2003.tb00133.x


dengan cara tetap mempertahankan asas Sawitri, R. dan Subiandono, E. (2011). Karakteristik
kelestarian alam. dan Persepsi Masyarakat Daerah Penyangga
Taman Nasional Gunung Halimun-Salak, Jurnal
penelitian hutan dan konservasi alam, 10(3), 273-
B. Saran
285.
1. Skema pemanfaatan sumberdaya alam Wibowo Agung. (2019). Asal Usul Kebijakan
dalam hal penetapan hak garap di hutan Pencadangan Hutan Adat di Indonesia. Jurnal
adat kepada masyarakat sudah dilakukan Agraria dan Pertanahan. Vol. 5 No. 1 Mei 2019.
oleh Kasepuhan Karang dan dapat Widowati, D,. A,. Luthfi, A,. N,. Guntur, I,. G, . N.
dijadikan model pengelolaan (2014). Pengakuan dan Perlindungan Hak Atas
sumberdaya alam di tempat lain yang Tanah Masyarakat Hukum Adat Di Kawasan
memiliki tipologi yang serupa, tapi tidak Hutan. Yogyakarta: Pusat Penelitian dan
Pengabdian kepada Masyarakat, Sekolah Tinggi
menutup kemungkinan untuk dilokasi Pertanahan Nasiona. Sekolah Tinggi Pertanahan
yang lain. Nasional.

2. Bagi lembaga adat, diperlukan


percepatan pendistribusian dokumen
risalah tanah kepada masyarakat, demi
meminimalisir konflik pemanfaatan
sumberdaya alam dimasa yang akan
datang.

DAFTAR PUSTAKA
Harsono, B. (2008). Hukum Agraria Indonesia.
Djambatan. Jakarta..
Mulyadi, M. (2013). Pemberdayaan Masyarakat Adat
Dalam Pembangunan Kehutanan ( Studi Kasus
Komunitas Battang di Kota Palopo , Sulawesi
Selatan ) ( Empowerment of Indigenous People in
Development ( Indigenous People Case Studies in
Battang Palopo City South Sulawesi). JURNAL .
Pratiwi, R. Nitibaskara, U, TB. Salampessy, L, M.
(2019). Kelembagaan Masyarakat Dalam
Pengelolaan Hutan Adat (Studi Kasus di
Kasepuhan Pasir Eurih, Desa Sindanglaya,
Kecamatan Sobang, Kabupaten Lebak, Provinsi
Banten)’, Jurnal Belantara [JBL] Vol. 2, No. 1,
Maret 2019 (62-69).
Priyatna, F.N., Kinseng, R.A., dan Satria, A. (2013).
Akses dan strategi aktor-aktor dalam
pemanfaatan sumber daya Waduk Djuanda.
Jurnal Sosial Ekonomi Kelautan dan Perikanan,
8(1), 1–9.
Rahmawati, R. et el. (2008). Pengetahuan Lokal
Masyarakat Adat Kasepuhan: Adaptasi, Konflik
dan Dinamika Sosio-Ekologis. Jurnal
Transdisiplin Sosiologi, Komunikasi Dan Ekologi
Manusia, Vol.02.
Ramadhan, T. A. F, Susdiyanti, T. dan Salampessy, M.
L. (2015). Identifikasi Akses Masyarakat
Terhadap Pemanfaatan Sumberdaya Alam (Studi
kasus di Desa Karang Tengah Kecamatan
Babakan madang Kabupaten Bogor). Jurnal Nusa
Sylva. Vol. 15 No.2 Desember 2015:27-36.
Ribot, J. C., & Peluso, N. L. (2003). A Theory of
Access*. Rural Sociology, 68(2), 153–181.
https://doi.org/10.1111/j.1549-

34

You might also like