You are on page 1of 16

Correlation Between Inhaled Beta 2 Agonist and Corticosteroid with The Degree

of Control and Lung Function in Asthma

Muhammad Ranushar, Harun Iskandar, Nur Ahmad Tabri, Makbul Aman,


Syakib Bakri

Departement of Internal Medicine Medical Faculty


Hasanuddin University Makassar

Abstract
Background: Asthma is an important chronic airway disease and is still a serious and
mass public health problem in many countries. Asthma control has been difficult to
achieve using conventional therapies such as short-acting beta 2 agonist (SABAs), oral
beta 2 agonists, oral corticosteroids and theophylline, leading to asthma difficult to
control. Treatment of asthma based on GINA uses asthma control medications
(controller) in the form of inhalation of beta 2 agonist combination with inhaled
steroid/Inhaled Corticosteroid (ICS) and can be a combination of both. Classification of
degree control based on GINA is considered more practical, easier to adapt, and more
clinically valuable.
Objective: To know the relationship of type therapy with degree of control and lung
function of asthma patient.
Methods: This study was a cross sectional study. The samples used were patients with
asthma diagnosis both outpatient and inpatient according to GINA criteria. The subjects
of the study were data collection in the form of therapy method. Spirometry
measurements determine FEV1% and asthma control degree according to GINA
criteria. The study was conducted in February-May 2016 at Pulmonology Polyclinic RS
Wahidin Sudirohusodo Makassar and Hasanuddin University hospital in Makassar
Results: The age of the subjects varied between 19 and 69 years old, the FEV1% score
ranged from 18% to 98%, male subjects were 23 (33,8%) and 45 (66,2%). There was no
significant association of therapeutic method with lung function (p> 0,05). There is a
significant relationship between therapy method and degree of control asthma (p
<0,001).
Conclusions: In patients with asthma who received combination therapy such as
combination budesonide and formoterol or salmeterol and fluticasone significantly more
achieved a better degree of control than in patients who only received agonist beta 2
inhalation or corticosetoid inhalation only.

Keywords: Asthma, therapeutic method, lung function, degree of control, Forced


Expiration Volume 1, Inhalation of beta 2 agonists, inhaled corticosteroids, inhalation
corticosteroid and beta-2 agonist combination.

6
ABSTRAK
Latar Belakang: Asma merupakan penyakit saluran napas kronik yang penting dan
masih menjadi masalah kesehatan masyarakat yang serius dan massal di berbagai
negara. Kontrol asma selama ini sulit dicapai dengan menggunakan terapi konvensional
yang hanya berupa obat-obat pelega seperti agonis beta 2 hirup kerja pendek/Short
Acting Beta Agonist (SABA)), agonis beta 2 oral, kortikosteroid oral dan teofilin kerja
pendek, yang menyebabkan asma sulit terkontrol. Penanganan asma berdasarkan GINA
menggunakan obat-obatan pengontrol asma (controller) berupa inhalasi kombinasi
agonis beta 2 dengan steroid inhalasi / Inhaled Corticosteroids (ICS) dan dapat
merupakan gabungan keduanya. Klasifikasi derajat kontrol berdasarkan GINA dinilai
lebih praktis, lebih mudah untuk diadaptasikan, dan lebih bernilai klinis.

Tujuan: Untuk mengetahui hubungan jenis terapi dengan derajat kontrol dan fungsi
paru penderita asma.
Metode Penelitian:Penelitian ini merupakan studi cross sectional. Sampel yang
digunakan adalah pasien dengan diagnosis asma baik pada saat rawat jalan maupun
rawat inap menurut kriteria GINA. Subyek penelitian dilakukan pengumpulan data
berupa metode terapi. Pengukuran spirometri menentukan FEV1% dan derajat kontrol
asma menurut kriteria GINA. Penelitian dilakukan pada bulan Februari-Mei 2016 di
Poliklinik pulmonologi RS Wahidin Sudirohusodo Makassar dan rumah sakit
Universitas Hasanuddin Makassar
Hasil Penelitian:Umur subyek bervariasi antara 19 – 69 tahun, nilai VEP1%
mempunyai rentang 18% – 98%, subyek penelitian laki-laki sebanyak 23 orang (33,8%
)dan perempuan 45 (66,2%).Tidak terdapat hubungan signifikan metode terapi dengan
fungsi paru (p>0,05). Terdapat hubungan signifikan antara metode terapi dengan derajat
kontrol (p<0,001).
Kesimpulan:Pada pasien asma yang mendapat terapi kombinasi pelega dengan
pengontrol seperti kombinasi budesonid dan formoterol maupun salmeterol dan
fluticasone secara signifikan lebih banyak mencapai derajat kontrol yang lebih baik
dibandingkan pada pasien yang hanya mendapat terapi berupa pelega (agonis beta 2
inhalasi ) atau pengontrol (kortikosetoid inhalasi) saja.

Kata Kunci : Asma, metode terapi, fungsi paru, derajat kontrol, Volume Ekspirasi
Paksa detik 1, Inhalasi agonis beta 2, inhalasi kortikosteroid, inhalasi kombinasi agonis
beta 2-kortikosteroid, obstruksi, inflamasi

indonesiajournalchest Vol.4 No.4 | Okt-Des 2017 7


kortikosteroid oral dan teofilin kerja
Latar Belakang pendek, yang menyebabkan asma sulit
terkontrol, berbeda dengan penanganan
Asma merupakan penyakit asma berdasarkan GINA yaitu
saluran napas kronik yang penting dan penggunaan obat-obatan pengontrol
masih menjadi masalah kesehatan asma(controller) berupa inhalasi
masyarakat yang serius dan massal di kombinasi agonis beta 2 dengan steroid
berbagai negara di seluruh dunia dengan inhalasi/Inhaled Corticosteroids (ICS)
kekerapan yang bervariasi di setiap dan dapat merupakan gabungan
negara dan cenderung meningkat di keduanya. Pada beberapa penelitian
negara berkembang(1). Asma dapat derajat kontrol asma lebih mudah
bersifat ringan dan tidak mengganggu tercapai dengan terapi tersebut. Derajat
aktivitas sehari-hari tetapi dapat pula kontrol asma dapat dinilai salah satunya
bersifat menetap dan mengganggu menggunakan kriteria GINA (6)
aktivitas sehari-hari. Prevalensi asma Klasifikasi ini berdasarkan derajat
sendiri di Indonesia berkisar 5-7%(2). kontrol berdasarkan GINA dinilai lebih
GINA menetapkan bahwa tujuan utama praktis, lebih mudah untuk
penatalaksanaan asma adalah adalah diadaptasikan, dan lebih bernilai klinis.
untuk mendapatkan kontrol penuh dari Hal tersebut disebabkan oleh adanya
penyakit, pilihan obat yang tepat, komponen VEP1(Volume Eksoirasi
pengawasan medis yang teratur, Paksa detik 1) dalam menentukan
memberikan edukasi, dorongan untuk derajat kontrol asma. Selain itu, dapat
dapat meningkatkan dan digunakan sebagai media komunikasi
mempertahankan kualitas hidup agar kepada pasien untuk memberikan
dapathidup normal tanpa hambatan informasi tentang derajat kontrol
dalam melakukan aktivitas sehari- asmanya, sehingga dapat direncanakan
hari(3). strategi penangan asma yang lebih
Kuesioner kualitas hidup spesifik asma baik.(7)
telahbanyak dikembangkan sehingga Tujuan
dampak penyakit asma dan Untuk mengetahui hubungan jenis
penatalaksanaannya dapat secara akurat terapi dengan derajat kontrol dan fungsi
diukur(4). Kuesioner tersebut telah paru penderita asma
banyak digunakan pada uji klinis dan
praktik klinis bersamaan dengan Metode dan Prosedur Penelitian
pemeriksaan fungsi paru, gejalaklinis a. Metode
dan petanda inflamasi(5). Jenis penelitian ini merupakan
Kontrol asma selama ini sulitdicapai studi cross sectional dengan
dengan menggunakan terapi pengambilan data primer. Penelitian
konvensional hanya berupa obat-obat dilakukan pada bulan Februari-Mei
pelega seperti agonis beta 2 hirup kerja 2016 di Poliklinik pulmonologi RS
pendek/Short Acting Beta Agonist Wahidin Sudirohusodo Makassar dan
(SABA)), agonis beta 2 oral, rumah sakit jejaring Bagian Ilmu

indonesiajournalchest Vol.4 No.4 | Okt-Des 2017 8


Penyakit Dalam, Universitas 1. Dilakukan anamnesis termasuk
Hasanuddin Makassar. Metode sampel jenis terapi asma yang telah
diambil secara consecutive sampling. didapatkan selama ini dan
Populasi penelitian adalah subyek yang pemeriksaan fisis.
memenuhi kriteria inklusi. Kriteria 2. Pasien diminta mengisi lembar
inklusi meliputi: kuesioner menurut GINA 2006
a. Laki-laki atau perempuan dikategorikan menjadi tiga, yaitu
berusia18–70 tahun terkontrol, terkontrol sebagian
b. Subyek asma dan tidak terkontrol.
c. Penderita asma (berdasarkan 3. Dilakukan pengukuran kadar
kriteria GINA) VEP1%.
d. Tidak sedang mengalami 4. Analisis data
eksaserbasi
Data yang dikumpulkan Analisis data dilakukan dengan
didapatkan dari hasil anamnesis, menggunakan SPSS versi 22. Metode
pemeriksaan fisis, pemeriksaan statistik yang digunakan adalah
spirometri dan pengisian kuesioner. perhitungan nilai rerata (mean), standar
Adapun data yang dikumpulkan adalah : deviasi (SD) dan sebaran frekuensi.
Sedangkan uji statistik yang digunakan
1. Nama obat pelega atau
adalah Chi Square, Anova dan Korelasi
pengontrol
Pearson. Hasil uji signifikan jika nilai p
2. Dosis obat
uji<0,05
3. Data demografi (umur, jenis
kelamin)
4. Hasil spirometri
b. Prosedur Penelitian

indonesiajournalchest Vol.4 No.4 | Okt-Des 2017 9


Populasi penelitian

Tes Provokasi Bronkodilator


Negatif
Positif
Bukan Asma
Asma

Subyek Penelitian

Usia, Jenis Kelamin Jenis Terapi Asma

Tes Spirometri , Kuesioner


GINA

Data

Analisis Data

Pembahasan

Hasil dan Kesimpulan

Gambar 1. Alur Penelitian

Hasil Penelitian
Karakteristik Subyek Penelitian Rumah Sakit Wahidin
Sudirohusodo dan Rumah Sakit
Subyek penelitian adalah
Pendidikan Universitas
pasien yang terdiagnosa asma
Hasanuddin dari bulan Februari
berdasarkan anamnesis,
2016 hingga Mei 2016 yang
pemeriksaan fisis dan
menjadi subyek penelitian. Umur
pemeriksaan penunjang berupa tes
subyek bervariasi 18-69 tahun dan
bronkodilator. Sebanyak 68 orang
nilai VEP1% mempunyai rentang
pasien yang berobat di poliklinik
18%-98%.
rawat jalan maupun rawat inap di

indonesiajournalchest Vol.4 No.4 | Okt-Des 2017 10


Tabel 1. Statistik Deskriptif Umur dan VEP1 (n=68)

Variabel Minimum Maximum Mean SD

Umur (tahun) 19 69 47,5 13,1

VEP1 (%) 18 98 54,6 21,7

Tabel 2. Sebaran Frekuensi Karakteristik Subyek (n=68)

Variabel n %
Jenis Kelamin Laki-Laki 23 33,8
Perempuan 45 66,2
Metode terapi Kombinasi 38 55,9
Beta2 Agonis 21 30,9
Kortikosteroid Inhalasi 9 13,2
Fungsi Paru Obstruksi Berat 9 13,2
Obstruksi Sedang 24 35,3
Obstruksi Ringan 23 33,8
Normal 12 17,6
Derajat Kontrol Asma Tidak terkontrol 28 41,2
Terkontrol sebagian 28 41,2
Terkontrol penuh 12 17,6
Subyek penelitian dengan jenis kelamin perempuan lebih banyak dari pada laki-
laki yaitu 66,2%. Pasien yang mendapat terapi kombinasi yaitu budesonide farmoterol
dan salmeterol fluticasone sebanyak 55,9%. Sebagian besar subyek penelitian dengan
derajat asma terkontrol dan terkontrol sebagian (41,2%) dengan fungsi paru yang
dikategorikan obstruksi sedang (35,3%).(Tabel 2).

indonesiajournalchest Vol.4 No.4 | Okt-Des 2017 11


Perbandingan VEP1 Menurut Metode Terapi

Tabel 3. Perbandingan VEP1 menurut Metode Terapi

Metode
Terapi n Mean SD P

Kombinasi 38 56,6 20,5

Beta2 21 49,7 23,2 0,454


Agonis

Kortikosteroi 9 57,8 23,6


d Inhalasi

Anova test

Pada peneltian ini juga dilakukan analisa terhadap perbandingan VEP1


menurut metode terapi dimana didapatkan hasil tidak terdapat perbedaan
signifikan rerata VEP1 menurut metode terapi (p>0,05), namun terlihat bahwa
VEP1 paling rendah pada subyek yang menggunakan beta 2 agonis saja (49,7%)
(lihat Gambar 2).

Gambar 2.Diagram Perbandingan VEP1 menurut Metode Terapi

Hubungan Metode Terapi dengan Fungsi Paru dan Derajat Kontrol

indonesiajournalchest Vol.4 No.4 | Okt-Des 2017 12


Tabel 4. Hubungan Metode Terapi dengan Fungsi Paru

Fungsi Paru
Obstruksi Obstruksi Obstruksi
Metode Terapi Berat Sedang Ringan Normal Total
Kombinasi N 4 11 16 7 38
% 10,5% 28,9% 42,1% 18,4% 100,0%
Beta2 N 4 10 4 3 21
Agonis % 19,0% 47,6% 19,0% 14,3% 100,0%
KS Inhalasi N 1 3 3 2 9
% 11,1% 33,3% 33,3% 22,2% 100,0%
Total N 9 24 23 12 68
% 13,2% 35,3% 33,8% 17,6% 100,0%
Chi Square (p=0,609)

Pada peneltian ini ditemukan dari subyek peneltian tidak terdapat hubungan
signifikan metode terapi dengan fungsi paru (p>0,05), namun terlihat bahwa persentase
obstruksi berat paling tinggi pada subyek yang menggunakan beta 2 Agonis saja
(19,0%), sedangkan persentase yang normal paling tinggi pada subyek yang
menggunakan kortikosteroid inhalasi (22,0%). (Tabel 4)

Tabel 5. Hubungan Metode Terapi dengan Derajat Kontrol

Derajat Kontrol
Tidak Terkontrol Terkontrol
Metode Terapi terkontrol sebagian penuh Total
Kombinasi N 7 21 10 38
% 18,4% 55,3% 26,3% 100,0%
Beta2 N 17 4 0 21
Agonis % 81,0% 19,0% 0,0% 100,0%
KS Inhalasi N 4 3 2 9
% 44,4% 33,3% 22,2% 100,0%
Total N 28 28 12 68
% 41,2% 41,2% 17,6% 100,0%
Chi Square (p=0,000)

Terdapat hubungan signifikan asma tidak terkontrol signifikan paling


antara metode terapi dengan derajat tingi pada subyek yang menggunakan
kontrol (p<0,001), dimana persentase hanya menggunakan beta 2 Agonis saja

indonesiajournalchest Vol.4 No.4 | Okt-Des 2017 13


(81,0%), sedangkan persentase asma formoterol, yang dibandingkan sebelum
terkontrol penuh paling tinggi pada terapi menggunakan kombinasi tersebut.
subyek yang menggunakan terapi Hal ini disebabkan oleh karena
kombinasi beta 2 Agonis dengan efektivitas kerja obat ini dipengaruhi
kortikosteroid inhalasi (26,3%). (Tabel oleh banyak faktor seperti perubahan
5). struktural dari jalur udara pernapasan,
hipersekresi mukus dan penurunan
Diskusi
elastisitas rekoil akibat kerusakan
Analisis hubungan metode terapi
alveolar yang dapat menurukan
asma dengan fungsi paru
efektifitas kerja obat ini.(28-31)
Pada peneltian ini didapatkan tidak
Jenis agonis beta 2 yang dapat
terdapat hubungan signifikan antara
ditemukan dipasaran saat ini antara lain
jenis terapi dengan fungsi paru
agonis beta 2 kerja singkat/SABA yang
(p>0,05), namun terlihat bahwa
terdiri dari fenoterol, salbutamol,
persentase obstruksi berat paling tinggi
terbutalin dan procaterol. Agonis beta 2
pada subyek yang menggunakan beta 2
kerja lama/LABA yaitu salmeterol dan
agonis saja (19,0%), sedangkan
formoterol. Sedangkan terapi kombinasi
persentase yang normal paling tinggi
yang beredar dipasaran adalah fenoterol
pada subyek yang menggunakan
200 mikrogram + ipatropium 20
kortikosteroid inhalasi (22,0%). Louis
mikrogram, salbutamol 75 mikrogram +
dkk di Belgia pada tahun 2009 yang
ipatropium 15 mikrogram, fluticasone
membandingkan penggunaan terapi
50 atau 125 mikrogram + Salmeterol 25
kombinasi berupa pelega dan
mikrogram, Budesonid 80 atau 160
pengontrol pada terapi asma dalam hal
mikrogram + formoterol 4,5 mikrogram.
ini menggunakan budesonid dan
Secara farmakokinetik agonis beta 2
formoterol sebagai terapi rumatan
merupakan simpatomimetik yang
dibandingkan dengan terapi
bekerja sebagai bronkodilator pada otot
konvensional seperti obat-obat inhalasi
pernapasan. Simpatomimetik
pelega saja atau obat-obat oral berupa
meningkatkan siklik AMP,
salbutamol oral, steroid oral, golongan
menyebabkan dilatasi pada bronkiolus
xanthine oral. Dimana pada penelitian
melalui fosforilasi protein otot dan
tersebut tidak didapatkan perbedaan
modifikasi konsentrasi Ca2 + seluler.
signifikan pada hasil VEP1% antara
Agonis beta 2 telah diketahui secara
yang menggunakan terapi kombinasi
langsung mengaktifkan reseptor beta 2
pelega dan pengontrol dibandingkan
(salbutamol / terbutalin), atau bekerja
dengan terapi konvensional. Vogelmeier
pada membran reseptor (formoterol)
dkk dalam laporannya pada European
dan ada juga yang berikatan dengan
Respiratory Journal tahun 2005,
reseptor spesifik (salmeterol). Namun
didapatkan hasil perbaikan fungsi paru
meskipun terdapat perbedaan dalam
yang diukur dari perbaikan nilai VEP1%
mekanisme kerja kesemuanya
prediksi pada pasien yang mendapatkan
mengakibatkan relaksasi pada otot polos
terapi kombinasi budesonid dan
dan bronkodilatasi pada pasien asma.

indonesiajournalchest Vol.4 No.4 | Okt-Des 2017 14


Desensitisasi beta-adrenoreseptor dan meningkatkan transkripsi mediator
dikaitkan dengan aktivasi agonis beta 2 anti-inflamasi. Misalnya pada ,
yang berbeda-berbeda, tergantung pada penelitian in vitro transkripsi gen yang
jenis sel. Hal ini tercermin dalam profil diinduksi oleh deksametason,
yang berbeda toleransi klinis pada terapi budesonide atau fluticasone
agonis beta 2 dalam waktu yang menunjukkan peningkatan respon
panjang. Sejumlah polimorfisme glukokortikoid meningkat dengan
reseptor beta-2 telah dijelaskan yang penambahan LABA. Dengan demikian,
muncul untuk mengubah perilaku LABAmemiliki efek steroid-sparing.
reseptor, termasuk repon terhadap dosis Budesonide dikombinasikan dengan
maupun respon terapi agonis beta 2.(32) formoterol atau salmeterol menghambat
Kortikosteroid menekan beberapa pelepasan sitokin dalam sel epitel
sitokin pro inflamasi yang teraktivasi bronkus oleh 85% (dibandingkan
pada jalan napas penderita asma dengan dengan terapi tunggal yaitu hanya
yang bekerja secara kontra regulatori terjadi penghambatan 50% dari
terhadap proses asetilasi histon sitokin pelepasan sitokin).(30)
inflamasi yang teraktivasi. Mekanisme Pada penggunaan kortisteroid juga
ini bertindak dengan mengikat reseptor dapat terjadi resistensi. Terdapat
glukokortikoid yang diaktifkan sebagai beberapa mekanisme resistensi yang
coactivators dan mengikat deacetylases berbeda pada setiap pasien. Pada
histon menjadi bentuk transkripsi yang beberapa sitokin tertentu (terutama
teraktivasi. Kortikosteroid inhalasi juga Interleukin-2 (IL-2), Interleukin-4 (IL-
bekerja dengan baik menekan mediator 4), dan Interleukin-13 (IL-13)), yang
proinflamasi faktor transkripsi, seperti menunjukkan peningkatan ekspresipada
nuclear factor kappa b dan activator sampel biopsi bronkus dari pasien asma
protein 1, dan meningkatkan aktivitas yang resisten terhadap steroid) dapat
sitokin anti-inflamasi, termasuk menyebabkan penurunan afinitas
penghambatan molekul untuk nuclear reseptor glukokortikoid di sel inflamasi,
factor kappa b1, Interleukin-10 (IL-10 ) seperti limfosit, yang mengakibatkan
dan Interleukin 12 (IL-12).(33) resistensi lokal efek kerja dari
Hasil studi menunjukkan bahwa kortikosteroid sebagai antiinflamasi.
penggunaan kombinasi ICS dan LABA Penelitian terbaru menunjukkan bahwa
bahkan dapat meningkatkan densitas kombinasi dari IL-2 dan IL-4
dan fungsi dari reseptor beta 2 baik in menginduksi resistensi steroid secara in
vitromaupun in vivo. Pengaruh utama vitromelalui aktivasi p38 MAP kinase,
dari LABA adalah pada reseptor beta 2 yang memfosforilasi reseptor
namun, di Selain aksi saluran glukokortikoid dan mengurangi afinitas
pernafasan mereka, LABA juga corticosteroid binding dan steroid-
meningkatkan efek kortikosteroid induced nuclear translocationreseptor
melalui interaksi dengan transduksi glukokortikoid. Mekanisme lain yang
sinyal glukokortikoid. LABA dapat menyebabkan resistensi steroid pada
mengaktifkanreseptor glukokortikoid asma peningkatan

indonesiajournalchest Vol.4 No.4 | Okt-Des 2017 15


ekspresiglucocorticoid receptor beta, dengan derajat kontrol asma (p<0,001),
yang secara teoritis dapat bertindak dimana persentase asma terkontrol
sebagai inhibitor dengan bersaing penuh paling tinggi pada subyek yang
dengan glucocorticoid menggunakan terapi kombinasi beta 2
receptorbetauntuk mengikat ke situs Agonis dengan kortikosteroid inhalasi
Glucocorticoid Receptor (26,3%), sedangkan persentase asma
Elements(GRE) atau hasil interaksi tidak terkontrol signifikan paling tinggi
dengan molekul koaktivator.(33) pada subyek yang menggunakan hanya
Analisis hubungan metode terapi menggunakan beta 2 Agonis saja
asma dengan derajat kontrol asma (81,0%).
Hubungan yang signifikan antara Banyak faktor yang dapat
jenis terapi asma dengan derajat kontrol mempengaruhi derajat kontrol asma
asma menggunakan berbagai macam selain jenis terapi asma. Pada penelitian
instrumen telah lama dan banyak yang dilakukan oleh Katerine dkk pada
diteliti. Penelitian kami ini tahun 2009 di Poliklinik Paru RSUP
menggunakan alat penilaian derajat Dr.M.Djamil Padang dan RSUD
kontrol menggunakan kriteria GINA Dr.Achmad Mochtar Bukittinggi
untuk menilai derajat asma. GINA menyimpulkan bahwa terdapat
merupakan salah satu kuesioner yang perbedaan proporsi asma tidak
dipakai di dunia dalam menilai derajat terkontrol pada pengetahuan asma
asma yang telah diakui validitasnya. tinggi dan rendah, sehingga dapat
Seperti peneltian yang dilakukan oleh disimpulkan terdapat hubungan yang
Olaguibel dkk yang menyimpulkan bermakna antara tingkat pengetahuan
bahwa kuesioner GINA dapat dengan tingkat kontrol asma. Herry
diterapkan dalam kehidupan sehari-hari Priyanto dkk pada tahun 2011
dibandingkan kuesioner lainnya yang melaporkan hasil peneltian yang
telah diakui validitasnya. (34)Peneltian dilakukan di Rumah Sakit Persahabatan
yang dilakukan oleh Vogelmeier dkk, Jakarta bahwa terdapat hubungan yang
melaporkan penurunan angka kejadian signifikan antara derajat kontrol asma
eksaserbasi pada pemberian dengan perilaku kontrol teratur,
terapirumatan budesonide/formoterol ketepatan jenis dan dosis obat,
mengurangi angka kejadian eksaserbasi ketepatan teknik inhalasi serta
(35)
pada pasien asma. Allen Widysanto terdapatnya perokok aktif.
dkk, tahun 2009 pada penelitiannya juga Penelitian yang dilakukan oleh
menemukan adanya korelasi yang Ostrowski di Polandia yang meneliti
bermakna pada pasien asma sebelum faktor-faktor yang mempengaruhi
dan sesudah diberikan terapi fungsi paru yang diukur menggunakan
menggunakan ICS, dimana terjadi spirometri didaptkan faktor-faktor yang
perbaikan derajat kontrol asma setelah signifikan mempengaruhi yaitu jenis
pemberian terapi inhalasi ICS. kelamin, tinggi badan, dan usia. Faktor
Penelitian kami menemukan terdapat lain juga yang mempengaruhi fungsi
hubungan signifikan antara jenis terapi paru seperti berat badan (obesitas,

indonesiajournalchest Vol.4 No.4 | Okt-Des 2017 16


distribusi lemak, massa lemak bebas), kontrol dan VEP1untuk menilai status
perokok (aktif, pasif), ras, faktor kontrol asma yang lebih baik.(37-38)
genetik, faktor tumbuh kembang, polusi
udara(faktor pekerjaan dan atau paparan Kesimpulan
lingkungan sekitar), penyakit komorbid, Pada pasien asma yang
diet (malnutrisi, konsumsi antioksidan), mendapat terapi kombinasi pelega
status metabolik (kadar gula darah), dengan pengontrol seperti kombinasi
kelainan muskuloskeletal, gangguan budesonid dan formoterol maupun
hormonal, peralatan yang digunakan salmeterol dan fluticasone secara
untuk mengukur dan tata cara signifikan lebih banyak mencapai
pengukuran. derajat kontrol yang lebih baik
Derajat kontrol paru dipengaruhi dibandingkan pada pasien yang hanya
beberapa faktor seperti pengobatan yang mendapat terapi berupa pelega (agonis
tidak efektif dan adekuat, rendahnya beta 2 inhalasi) atau pengontrol
kepatuhan pasien, terdapatnya penyakit (kortikosetoid inhalasi) saja.
lain yang dapat mencentuskan
terjadinya serangan asma (seperti
infeksi saluran pernapasan, refluks asam Saran
lambung), terdapatnya faktor komorbid,
1. Agar para klinisi
atau belum dihindarinya faktor-faktor
mempertimbangkan penggunaan
pencetus dari lingkungan sekitar.
terapi kombinasi pelega dan
Kebiasaan seperti merokok dan faktor
pengontrol yaitu kombinasi
stressor psikososial dan demografi ikut
budesonid dan formoterol
mempengaruhi derajat kontrol pada
maupun salmeterol dan
penderita asma. Selain itu, pada asma
fluticasone agar pasien asma
yang lebih berat dan lama, terjadi proses
dapat mencapai derajat kontrol
inflamasi yang kronik dan berulang
yang lebih baik.
sehingga terjadi remodeling yang
2. Diperlukan penelitian lanjut
menyebabkan perubahan struktur dari
dengan variabel yang diteliti
saluran napas normal. (36)
lebih banyak untuk melihat
Kwon dkk, memberikan kesimpulan
faktor-faktor yang
bahwa Selanjutnya, klinisi harus
mempengaruhi derajat kontrol
menyadari bahwa pasien dapat
asma pada penderita asma
mengekspresikan persepsi mereka
3. Diperlukan penelitian lanjut
tentang gejala asma dengan cara yang
dengan variabel yang diteliti
berbeda yang mungkin tidak sesuai
lebih banyak untuk melihat
dengan fungsi paru-paru sehingga
faktor-faktor yang
seorang klinisi juga harus
mempengaruhi fungsi paru pada
memperhatikan parameter selain derajat
penderita asma.

indonesiajournalchest Vol.4 No.4 | Okt-Des 2017 17


DAFTAR PUSTAKA analysis. J ALLERGY CLIN
IMMUNOL PRACT.
1. Imelda S, Yunus F, Wiyono
2012;131(3):695-703.
WH. Hubungan Derajat Asma
7. Koshak EA. Classification of
dengan Kualitas Hidup yang
asthma according to revised
Dinilai dengan Asthma Quality
2006 GINA: Evolution from
of Life Questionnaire. Majalah
severity to control. Ann Thorac
Kedokteran Indonesia.
Med. 2006;2(2):45-6.
2007;57(12):435-45.
8. The Burden Of Asthma GINA
2.
Global Strategy for Asthma
Badanpenelitiandanpengembang
Management and Prevention,
ankesehatan. RISKESDAS
(2014).
2013. In: RepublikIndonesia K,
9. Sundaru H, Sukamto. Asma
editor. Jakarta: Kementrian
Bronkial. In: Sudoyo AW,
Kesehatan Republik Indonesia;
Setiyohadi B, Alwi I,
2013.
Simadibrata M, Setiati S,
3. PDPI. ASMA Pedoman
editors. Buku Ajar Ilmu
Diagnosis dan Penatalaksanaan
Penyakit Dalam. Jakarta: Interna
di Indonesia. 2003.
Publishing; 2014. p. 478-88.
4. Everhart RS, Smyth JM,
10. Hart PH. Regulation of the
Santuzzi AM, Fiese BH.
inflammatory response in
Validation of the Asthma
asthma by mast cell products.
Quality of Life Questionnaire
Immunol Cell Biol.
With Momentary Assessments
2001;79:149-53.
of Symptoms and Functional
11. Holgate ST, Polosa R. The
Limitations in Patient Daily
mechanisms, diagnosis, and
Life. Respir Care.
management of severe asthma in
2010;55(4):427-32.
adults. The Lancet
5. Alpaydin AO, Bora M,
2006;368(9537):780-93.
Yorgancioglu A, Coskun AS,
12. Sorkness RL, Bleecker ER,
Celik P. Asthma Control Test
Busse WW, Calhoun WJ,
and Asthma Quality of Life
Castro M, Chung KF, et al.
Questionnaire Association in
Lung function in adults with
Adults. Iranian Journal Of
stable but severe asthma: air
Allergy, ASTHMA And
trapping and incomplete
Immunology. 2012;11(4):301-7.
reversal of obstruction with
6. Chun E. Jia, Zhang HP, Yan,
bronchodilation. J Appl
Liang R, Jian YQ, Powell H, et
Physiol. 2008;104(2):394-403.
al. The Asthma Control Test and
13. Barreiro TJ, Perillo I. An
Asthma Control Questionnaire
Approach to Interpreting
for assessing asthma control:
Spirometry. Am Fam Physician.
Systematic review and meta-
2004;69(5):1107-13.

indonesiajournalchest Vol.4 No.4 | Okt-Des 2017 18


14. Rodrigo GJ, Rodrigo C. 20. BorgesI MdC, FerrazII E,
Elevated plasma lactate level ViannaIII EO. Bronchial
associated with high dose provocation tests in clinical
inhaled albuterol therapy in practice. Sao Paulo Med J.
acute severe asthma. Emergency 2011;12(4):243-9.
Medicine Journal. 21. Prieto L. Induced Sputum as a
2005;22(6):404-8. Method for the Study of
15. J.Caidwell J. Asthma. Bronchial Inflammation. Arch
Wikipedia; 2005 [cited 2016 Bronconeumol. 2011;47(7):323-
25/05]; Available from: 4.
https://ceufast.com/course/asthm 22. Katz LE, Gleich GJ, Hartley BF,
a. Yancey SW, Ortega HG. Blood
16. Declet-Barreto J, Alcorn S. Eosinophil Count Is a Useful
Sneezing and Wheezing : How Biomarker to Identify Patients
Climate Change Could Increase with Severe Eosinophilic
Ragweed Allergies, Air Asthma. Annals of the American
Pollution, and Asthma. Natural Thoracic Society.
Resources Defense Council. 2014;11(4):531-5.
2015:1-15. 23. Obaidi AA, Samarai MA,
17. Beneta M, Varrasod R, Samarai YA, Janabi A. The
Kauffmannd F, Romieuf I, predictive value of IgE as
Antóa JM, Clavel-Chapelond F, biomarker in asthma. J Asthma.
et al. The effects of regular 2008;45(8):654-63.
physical activity on adult-onset 24. Petrovic S, Dautovic GV, Rodic
asthma incidence in women. BB, Barisic N, Domuz S.
Respir Med. 2011;105(7):1104- Evaluation Of Chest X -Rays In
7. Children With Acute Wheezing.
18. Tan, J. C. The relationship of Paediatics Today.
rhinitis and asthma, sinusitis, 2013;9(2):192-200.
food allergy, and eczema. 25. Widysanto A, Surjanto E,
Immunol Allergy Clin North Suradi, Yunus F. Korelasi
Am. 2011;31(3):481-91. Penilaian Asma Terkontrol Pada
19. Richter DC, Joubert JR, Nell H, Penderita Asma Persisten
Schuurmans MM, Irusen EM. Sesudah Pemberian
Diagnostic value of post- Kortikosteroid Inhalasi dengan
bronchodilator pulmonary Menggunakan Asthma Control
function testing to distinguish Scoring System dan Asthma
between stable, moderate to Control Test. Jurnal Kedokteran
severe COPD and asthma. Int J Indonesia. 2009;1(1):56-62.
Chron Obstruct Pulmon Dis. 26. Ramlie A, Soemarwoto RAS,
2008;3(4):693-9. Wiyono WH. Korelasi antara
Asthma Control Test dengan

indonesiajournalchest Vol.4 No.4 | Okt-Des 2017 19


VEP1% dalam Menentukan practice in asthma management.
Tingkat Kontrol Asma. J Respir Int J Clin Pract. 2009:1-5.
Indo. 2014;34(2):95-101. 32. Johnson M. Beta2-
27. KW. C, Lai, Ko FW, Bhome A, adrenoceptors: mechanisms of
Guia TSD, Wong GW, et al. action of beta2-agonists.
Relationship between asthma Paediatric Respiratory Reviews.
control status, the Asthma 2001;2(1):57-62.
Control Test™ and urgent 33. Barnes PJ, Adcock IM.
health-care utilization in Asia. Physiology In Medicine: A
Respirology © 2011 Asian Series Of Articles Linking
Pacific Society of Respirology. Medicine With Science : How
2011;16:688-97. Do Corticosteroids Work in
28. Juniper EF, Svensson K, Asthma? Ann Intern Med.
O'Byrne PM, Barnes PJ, Bauer 2003(139):359-70.
C-A, fdahl C-GAL, et al. 34. Olaguibel JM, Quirce2 S, Juliá
Asthma quality of life during 1 B, Fernández C, Fortuna AM,
year of treatment with Molina J, et al. Measurement of
budesonide with or without asthma control according to
formoterol. Eur Respir J. global initiative for asthma
1999;14:1038-43. guidelines: a comparison with
29. Vogelmeier C, A.D'Urzo, the asthma control questionnaire.
R.Pauwels, J.M.Merino, Respiratory Research.
M.Jaspal, S.Bautet, et al. 2012;13(50):1-10.
Budesonide/formoterol 35. Katerine, Medison I, Rustam E.
maintenance and reliever Hubungan Tingkat Pengetahuan
therapy: an effective asthma Mengenai Asma dengan Tingkat
treatment option? Eur Respir J. Kontrol Asma. Jurnal Kesehatan
2005;26(5):819-27. Andalas. 2014;3(1):58-62.
30. Zhong N, Lin J, Mehta P, 36. Benet M, Varraso Rl,
Ngamjanyaporn P, Wu5 T-C, Kauffmann F, Romieu I, Anto
Yunus F. Real-life effectiveness JM, Clavel-Chapelon Fo, et al.
of budesonide/formoterol The effects of regular physical
maintenance and reliever activity on adult-onset asthma
therapy in asthma patients across incidence in women. Respir
Asia: SMARTASIA study. BMC Med. 2011(105):1104-7.
Pulmonary Medicine. 37. S. Ostrowski WB. Factors
2013;13(22):2-12. Influencing Lung Function: are
31. R.Louis, G.Joos, A.Michilis, the predicted values for
G.Vandenhoven. A comparison spirometry reliable enough?
of budesonide/formoterol Journal of Physiology and
maintenance and reliever Pharmacology 2006.
therapy vs conventional best 2006(57):263-71.

indonesiajournalchest Vol.4 No.4 | Okt-Des 2017 20


38. Kwon HS, Park SY, Yoon SY, Control Test And FEV1 Over
Shin BM, Park CS, Kim TB, et Time. Am J Respir Crit Care
al. Clinical Factors Which Med. 2014;189:1369.
Affect Discrepant Correlation
Between Changes In Asthma

indonesiajournalchest Vol.4 No.4 | Okt-Des 2017 21

You might also like