You are on page 1of 9

PENGGUNAAN RADIOGRAFI PANORAMIK DALAM ODONTOLOGI FORENSIK

Luciana Domingues Conceicao, Carolina Schuster Ouriques, Anderson Flores Busnello, Rafael Guerra Lund

Reviewer
Ambar Delfi Mardiunti1, Dewi Sartieka Putri1, Irma Khoerunisa1, Pratitis Widi Seno1, Mahindra AR2
1Mahasiswa Program Profesi Kedokteran Gigi, Universitas Jenderal Soedirman, Purwokerto
2Bagian Radiologi Kedokteran Gigi, Universitas Jenderal Soedirman, Purwokerto

Email korespondensi: dewisarti13@gmail.com

Abstract: Mass disasters or accidents that occur unexpectedly will cause unidentified, which will cause problems in the
process of identifying victims. Identification is the determination and ascertaining the identity of a living person or a dead
person based on the specific characteristics found in that person. Forensic odontology is dental science that is applied in the
field of law to help identify victims. Forensic odontology can analyze characteristics based on comparisons in each individual
of tooth. The purpose of this study was to determine the importance of dental records, especially panoramic radiographs in
identifying corpses. Case report containing the body of a woman found with the condition of head trauma and two gunshot
wounds. The body has decayed and found the skeleton of the face, skull, chest and upper limbs, abdomen and lower limbs.
In the case of differences in the data found on the elements of teeth 23 and 37. Correct dental documentation during ante-
mortem and post-mortem can be compared to obtain the correct identification results. Radiographs are performed to obtain
a picture and identification when the fingerprints and physical victim are not possible to be examined. Panoramic
radiography can be used to see in more detail the overall dental arch. Taking post-mortem radiographs from the victim must
be done carefully and carefully in accordance with the procedure. Dentists must document the dental records correctly and
thoroughly so that comparison of ante-mortem and post-mortem data can be done to facilitate identification of victims.
Keywords: Forensic odontology, panoramic radiography, dental records.

Abstrak: Bencana missal atau kecelakaan yang terjadi secara tidak terduga akan menimbulkan korban jiwa yang tidak
dikenali sehingga menimbulkan permasalahan dalam proses identifikasi korban. Identifikasi adalah penentuan dan
pemastian identitas orang yang hidup maupun orang mati berdasarkan ciri khas yang terdapat pada orang tersebut.
Odontologi forensik merupakan ilmu pengetahuan mengenai gigi yang diterapkan dalam bidang hukum untuk membantu
identifikasi korban. Odontologi forensik dapat menganalisis karakteristik berdasarkan perbandingan di setiap gigi masing-
masing individu. Tujuan laporan ini untuk mengetahui pentingnya catatan gigi, terutama gambaran radiografi panoramik
dalam mengidentifkasi jenazah. Laporan kasus berisi tentang jenazah perempuan ditemukan dengan kondisi adanya
trauma kepala dan dua luka tembak. Jenazah sudah mengalami pembusukan dan ditemukan kerangka wajah, tengkorak,
dada dan anggota badan atas, perut dan tungkai bawah. Pada kasus terdapat perbedaan data yang ditemukan pada
elemen gigi 23 dan 37. Dokumentasi gigi yang benar pada saat ante-mortem dan post-mortem dapat dibandingkan untuk
mendapatkan hasil identifikasi yang tepat. Radiografi dilakukan untuk mendapatkan gambaran dan identifikasi disaat sidik
jari dan fisik korban tidak memungkinkan untuk dilakukan pemeriksaan. Radiografi panoramik dapat digunakan untuk
melihat secara lebih detail keseluruhan lengkung gigi. Pengambilan radiografi post-mortem terhadap korban harus
dilakukan secara teliti dan hati-hati sesuai dengan prosedur. Dokter gigi harus melakukan dokumentasi pencatatan data gigi
dengan benar dan teliti sehingga perbandingan data ante-mortem dan post-mortem dapat dilakukan untuk memudahkan
identifikasi korban.
Kata Kunci: Odontologi forensik, radiografi panoramik, rekam gigi.

Pendahuluan semasa hidup) dan data post-mortem (data setelah


Bencana dapat disebabkan oleh alam dan kematian) pada orang yang tidak dikenal.
manusia. Bencana missal ataupun kecelakaan Identifikasi dilakukan dengan berbagai metode,
yang terjadi secara tidak terduga dapat antara lain metode primer yang terdiri dari sidik jari,
menimbulkan korban jiwa yang tidak dapat dikenali rekam medis gigi, dan DNA serta metode sekunder
sehingga sering menimbulkan permasalahan dalam yang terdiri dari medik, properti dan fotografi.3
proses identifikasi korban. Identifikasi adalah Prosedur identifikasi korban tidak dikenal
penentuan dan pemastian identitas orang yang biasanya dilakukan oleh Disaster Victim
hidup maupun orang mati berdasarkan ciri khas Identification (DVI). Disaster Victim Identification
yang terdapat pada orang tersebut.1 Undang- merupakan sebuah prosedur untuk mengidentifikasi
undang Nomor 36 tahun 2009 tentang kesehatan korban mati akibat bencana massal secara ilmiah
pasal 118 ayat (1) menyatakan bahwa jenazah yang dapat dipertanggungjawabkan dan mengacu
yang tidak dikenal harus dilakukan upaya kepada standar baku International Criminal Police
identifikasi.2 Pada dasarnya prinsip identifikasi Organization (Interpol). Prosedur identifikasi dalam
adalah membandingkan data ante-mortem (data pelaksanaannya dapat bekerja sama dengan

1
berbagai bidang, diantaranya forensik patologi, tubuhnya sudah dalam bentuk kerangka) dan foto
forensik antropologi, ahli sidik jari, ahli DNA, radiografi panoramik gigi (OPG) telah dikirimkan.
radiologi, fotografer dan odontologi forensik.3 OPG post-mortem sudah dilakukan sebelumnya
Odontologi forensik merupakan ilmu yang untuk mengetahui data radiografi ante-mortem. 8
menerapkan ilmu pengetahuan mengenai gigi untuk
memecahkan masalah kejahatan maupun untuk
kepentingan pengadilan dengan ruang lingkupnya
yaituberperan dalam membantu tugas pelayanan
kedokteran forensik pada penanganan kasus-kasus
yang memerlukan identifikasi dengan sarana gigi.
Gigi geligi merupakan bagian tubuh yang terkeras,
tahan terhadap suhu, kimia, trauma serta memiliki
sifat karakteristik individual.4. Kemungkinan adanya Gambar 1. Kasus Panoramik Sinar-X yang diperoleh
dua individu yang memiliki gigi yang ditambal serta dari atas dan bawah lengkung gigi jenazah (post-
perawatan gigi lain pada tempat yang sama adalah mortem).8
1:1.000.000.000.5 Posisi gigi geligi dalam mulut
memiliki rangkaian jaringan yang secara anatomis,
antropologis dan morfologis terlindungi dengan baik
oleh otot pipi, bibir, lidah serta selalu dibasahi oleh
air liur, sehingga jaringan tersebut yang terlebih
dahulu mengalami kerusakan apabila terjadi
kebakaran ataupun trauma. Metode odontologi
forensik ini memiliki ketetapan yang tinggi dan
hampir sama dengan sidik jari.6 Data dalam bidang
odontologi forensik yang dapat menunjang proses
identifikasi jenazah diantaranya adalah rekam
medis gigi, cetakan gigi, piranti ortodontik, dan
radiografi.1
Radiografi gigi yang dapat digunakan adalah
foto panoramik, sefalometri, periapikal, bitewing,
dan CBCT.1 Radiografi panoramik merupakan salah
satu radiografi yang umum digunakan untuk
membantu identifikasi jenazah. Radiografi
panoramik dapat memperlihatkan gambaran rahang
atas dan rahang bawah sekaligus secara
keseluruhan, serta struktur anatomis yang Gambar 2. Gambaran Oklusal Maksila dan Mandibula.8
berdekatan dalam satu film.7 Jurnal ini bertujuan
untuk memaparkan peran radiografi panoramik Dokumen rekam medis gigi pada jurnallaporan
dalam odontologi forensik sebagai salah satu upaya kasus ini dijadikan referensi pemeriksaan radiografi
untuk mengidentifikasi korban. yang dilakukan 9 tahun sebelumnya (Gambar 3).
Radiografi panoramik ante-mortem dilakukan pada
Laporan Kasus bagian gigi yang memiliki inkonsistensi tentang
Kasus 1 elemen 23 (gigi taring kiri atas) dengan mahkota
Pada tahun 2012, ditemukan jenazah wanita sewarna gigi. 8
dengan kondisi adanya trauma kepala dan dua luka
tembak. Jenazah telah mengalami pembusukan,
ditemukan kerangka wajah, tengkorak, dada dan
anggota badan atas (salah satu anggota bagian
badan atas ada yang hilang), perut dan tungkai
bawah. Radiografi post-mortem (Gambar 1) dan
lengkung gigi (Gambar 2) dituliskan berdasarkan
notasi World Dental Federation. 8
Lengkung gigi dibersihkan dan disartikulasi
(tidak ada teknik enukleasi yang digunakan karena

2
Kasus 2

Sebuah studi peneltian menggunakan data


pantomograf (radiografi panoramik) pasien
berdasarkan perawatan rutin yang diberikan
kepada pasien dari kedua jenis kelamin. Kelompok
studi penelitian berkisar antara 20 tahun (240
bulan) hingga 60 tahun (720 bulan).Kriteria inklusi
dari penelitian yaitu pantomograf pasien yang
Gambar 3. Hasil radiologi panoramik yang diperoleh dari berusia antara 20 dan 60 tahun. Gigi yang dipilih
lengkung gigi atas dan bawah (ante-mortem) yang dibuat pada ortopantomograf yaitu molar pertama
pada tahun 2003.8
mandibula permanen. Radiografi panoramik yang
Data ante-mortem dan temuan post-mortem diperoleh menunjukkan fitur morfologis yang baik
dicocokkan dalam perbandingan radiografi seperti dari gigi penelitian yang dinilai untuk indeks pulpa
yang terlihat pada gambar berikut. (Gambar 4). koronal (CPI). Kriteria eksklusi yaitu gigi dengan
patologi seperti karies, periodontitis dan lesi
periapikal yang mengubah area permukaan gigi.
Radiografi panoramik molar pertama permanen
pada salah satu sisi dilakukan pada individu yang
dipilih. Tooth Coronal Index (TCI) dikalibrasi
dengan perangkat lunak komputer untuk
memperkuat akurasi dan presisi. Nilai-nilai yang
diperoleh kemudian dilakukan analisis regresi untuk
mendapatkan persamaan untuk estimasi usia.
Hasilnya dihitung dan dikorelasikan dengan usia
kronologis untuk evaluasi.9

Analisis morfometrik dari perangkat lunak


digunakan untuk memungkinkan pengukuran linier
dan lengkung di antara dua titik atau beberapa titik.
Penentuan garis lurus antara persimpangan
cemento-enamel adalah pembagian antara
mahkota anatomi dan akar. Tinggi mahkota (CH)
diukur secara vertikal dari garis serviks ke ujung
puncak tertinggi dan tinggi ruang pulpa koronal
Gambar 4.(A) ante-mortem; (B) post-mortem. Panah
kuning menunjukkan perbandingan antara foto radiografi
(CPCH) diukur secara vertikal dari garis serviks ke
panoramik.8 ujung tanduk pulpa tertinggi. Pengukuran ini
menghasilkan TCI untuk setiap gigi yang kemudian
Hasil data post-mortem (PM) dan ante-mortem(AM) dihitung sebagai berikut:
ditemukan beberapa persamaan. Persamaan
tersebut adalah jumlah, jenis dan lokasi implan (14, CPCH x 100
TCI =
34 dan 36), keberadaan bridge (24, 25, 26 dan 14, CH
15, 16, 17), keberadaan mahkota dengan pasak
Pengukuran ditampilkan dalam ukuran milimeter
(11, 24 dan 46), dan bahan aloi emas pada gigi 26
sesuai dengan gambar. Data yang diperoleh,
dan 46. Perbedaan terdeteksi pada PM gigi 23
menggunakan bahan dan metodologi yang
(bahan estetik) dan PM gigi 37 (gigi hilang),
dijelaskan di atas, disusun dalam tabel, diurutkan
sedangkan pada data AM digambarkan pada gigi
dan dianalisis secara statistik untuk diteliti lebih
23 dan 37 berupa mahkota sewarna gigi, pengisian
lanjut. Metode statistik koefisien korelasi Pearson
saluran akar dan implan. Setelah beberapa temuan
telah digunakan untuk menemukan hubungan yang
dan pemeriksaan radiografi panoramik ante-
signifikan antara usia dan TCI. Persamaan untuk
mortem, dapat disimpulkan hasil identifikasi adalah
memprediksi usia menggunakan TCI pada molar
positif. 8
dihitung menggunakan analisis regresi.9

3
untuk menunjukkan kekuatan hubungan antara usia
dan TCI (P = 0,0000), yang berarti ada hubungan
yang kuat antara usia dua parameter dan TCI.
Koefisien korelasi (r2) adalah 0,49, yang berarti ada
regresi linier negatif yang kuat antara usia dan TCI
dengan r2, yang berarti 49% perbedaan TCI
sampel, peningkatan usia akan menyebabkan
penurunan nilai TCI. 9

Gambar 5. Representasi skematis dari pengukuran Langkah selanjutnya, untuk memprediksi usia
radiografi panoramik dengan kaliper digital hingga 0,01 menggunakan nilai TCI, dihitung menggunakan
mm.9 persamaan berikut:
Metode perhitungan Tooth Coronal Index (TCI) Y = B0 – B1X
pada penelitian ini menggunakan metode
perhitungan digital ditunjukkan pada Gambar 6. Perkiraan usia (Y) = 3,78 - (0,064 TCI)
Keterangan:
Y = Perkiraan usia (Independen)
X = TCI (Dependen)
B0 = Konstanta
B1 = Koefisien regresi

Seluruh sampel dibuat persamaan dari usia


sebenarnya dan usia yang diprediksi menggunakan
nilai-nilai TCI, konstanta dan koefisien regresi
berdasarkan hasil analisis data. Hasil perkiraan
usia dan usia sebenarnya ditunjukkan pada Tabel 2
berikut.
Gambar 6. Metode perhitungan untuk tinggi mahkota
(CH) dan tinggi ruang pulpa koronal (CPCH) gigi molar.9 Tabel 2. Hasil perkiraan usia dan usia sebenarnya untuk
setiap kelompok usia.9
Hasil perhitungan TCI pada setiap kelompok usia Kelompok Usia Perkiraan usia =
(laki-laki dan perempuan) pada penelitian ini dapat usia sebenarnya 3,78 – (0,064 TCI)
dilihat pada Tabel 1.
20-29 24,34 31,29
Tabel 1. Perhitungan tinggi koronal, tinggi pulpa koronal 30-39 34,06 32,07
dan indeks koronal gigi pada subjek laki-laki dan
40-49 42,53 40,88
perempuan dalam kelompok usia berbeda.9
Kelompok Tinggi Tinggi ruang Indeks 50-59 53 45,42
usia koronal pulpa koronal koronal
(CH) (CPCH) gigi Metode ini menggunakan pendekatan alternatif
(TCI) digitalisasi radiografi panoramik dan penyimpanan
20-29 6523,89 1988,93 30,52 secara digital. Penelitian ini melakukan estimasi
30-39 6402,03 1911,89 29,79 usia dewasa dengan menggunakan radiografi
40-49 6308,34 1359,88 21,64 panoramik yang memiliki keuntungan menampilkan
50-59 6101,25 1064 17,44 semua gigi rahang bawah dan rahang atas pada
satu film. Penelitian ini menggunakan molar
Hasil penelitian menunjukkan sebuah studi korelasi pertama mandibula dimana ruang pulpa memiliki
yang digunakan untuk mempelajari tingkat delineasi yang baik dan usia kronologis dengan
hubungan antara usia dan TCI pada gigi molar nilai morfometrik pulpa pada radiografi panoramik
serta membangun persamaan prediksi untuk digital. Hasil penelitian menunjukkan bahwa
memprediksi usia berdasarkan TCI. Rata-rata tinggi korelasi usia dengan TCI pada kelompok umur
koronal (CH), CPCH dan rata-rata TCI dan standar yang berbeda secara signifikan sangat tinggi
deviasi untuk semua kelompok didapatkan hasil menggunakan molar bawah permanen, maka dapat
yang signifikan. Korelasi pria dan wanita untuk disimpulkan bahwa TCI dapat menjadi prediktor
semua kelompok sampel dengan rata-rata TCI usia yang baik. Diperlukan penelitian lebih lanjut
sama di setiap jenjang usia. ANOVA digunakan berdasarkan ukuran sampel yang lebih besar,

4
dengan gigi lain sebagai biomarker yang mencakup 7. Peran dokter gigi forensik dalam kecelakaan
area geografis yang luas, dengan massal.
mempertimbangkan berbagai faktor lingkungan 8. Peranan pemeriksaan DNA dari bahan gigi
seperti kebiasaan diet, latar belakang genetik, dan dalam identifikai personal.
riwayat penyakit apa pun atau riwayat penyakit saat Data ante-mortem korban dapat berupa dental
ini terkait gigi untuk mengetahui pengaruhnya record yaitu keterangan tertulis tentang keadaan
terhadap keakuratan prediksi usia. Potensi indeks gigi pada pemeriksaan saat perawatan gigi, foto
TCI menggunakan radiografi panoramik terbukti rontgen gigi, cetakan gigi, protesa gigi, alat
bermanfaat sebagai biomarker penuaan (usia). 9 ortodonsi, foto close up muka atau profil daerah gigi
atau mulut serta keterangan dari keluarga terdekat
Pembahasan korban yang diambil di bawah sumpah. Data ante-
mortem yang didapat harus memenuhi keakuratan,
Radiologi dalam bidang forensik adalah salah misalnya kelengkapan data, kejelasan data, dan
satu hal yang penting yang digunakan sebagai kriteria yang sama untuk dibandingkan. Pada
laporan pemeriksaan penunjang serta kebutuhan pengumpulan data post-mortem, yang perlu dicatat
dalam prosedur penegakan hukum. Hasil data yaitu gigi yang ada dan tidak ada, bekas gigi yang
radiografi dapat digunakan untuk menentukan tidak ada apakah lama atau baru terjadi, gigi yang
identifikasi usia atau kelamin jenazah, menjadi bukti ditambal, jenis bahan dan klasifikasinya, anomali
untuk mengetahui penyebab kematian, mengetahui bentuk dan posisi gigi, karies atau kerusakan gigi
susunan gigi, serta identifikasi tubuh korban yang yang ada, gigi yang atrisi atau pengikisan dataran
tidak dikenal.10 Identifikasi korban tidak dikenal kunyah karena proses mengunyah, serta adanya
melalui bidang forensik memiliki keterbatasan pertumbuhan gigi molar ketiga. Data diri korban
tertentu dalam mengungkap identitas korban. selanjutnya yang dibutuhkan adalah hasil
Jaringan tubuh yang sudah sangat rusak dan radiografi.14
hancur sampai tidak bisa dikenali akan sulit Radiografi yang biasanya digunakan sebagai
dilakukan identifikasi melalui bidang forensik.11 penunjang dalam penentuan data jenazah adalah
Disaster Victim Identification (DVI) merupakan radiografi panoramik.14 Foto radiografi panoramik
sebuah prosedur untuk mengidentifikasi korban dapat menggambarkan dengan jelas keadaan gigi
mati akibat bencana massal. Prosedur DVI meliputi geligi diantaranya, restorasi amalgam, pengisian
5 fase, dimana setiap fasenya mempunyai saluran akar, luasnya karies serta implan gigi,
keterkaitan satu dengan lainnya yaitu The Scene, instrumen endodontik yang rusak, saluran akar
The Mortuary, Ante Mortem Information Retrieval, yang terlalu banyak diisi dan overhang. Radiografi
Reconciliation dan Debriefing.12 Proses DVI panoramik juga dapat memberikan informasi
menggunakan metode Primary Identifier (PI) yang berkaitan dengan usia jenazah.7 Metode yang
terdiri dari sidik jari, odontologi, dan DNA serta paling dikenal dan mudah dilakukan untuk
Secondary Identifier (SI) yang terdiri dari data identifikasi perkiraan usia melalui radiografi
medis, aksesoris, dan fotografi. Identifikasi identitas panoramik adalah metode Tooth Coronal Index
disebut sah dan benar apabila telah berhasil diuji (TCI). Metode ini dinilai berdasarkan hubungan
oleh minimal satu Primary Identifier atau dua antara usia kronologis dan ukuran ruang pulpa gigi.
Secondary Identifier. Prinsip dari proses identifikasi Ukuran ruang pulpa gigi menunjukkan korelasi yang
ini adalah dengan membandingkan data ante- signifikan dengan usia kronologis individu.15 Dua
mortem dan post-mortem.13 bagian yang diukur dalam menghitung perkiraan
Laporan odontologi forensik berguna untuk usia berdasarkan metode Tooth Coronal Index
menunjukkan identifikasi gigi serta menekankan (TCI), yaitu tinggi mahkota gigi dan tinggi ruang
pentingnya pemeriksaan dan pencatatan pulpa gigi. Tinggi mahkota gigi (CH) adalah panjang
dokumentasi semua elemen gigi secara benar dan yang diukur secara vertikal dari garis servikal
teliti yang dilakukan oleh dokter gigi.8 Ruang lingkup sampai ke ujung cusp mahkota tertinggi. Tinggi
odontologi forensik sangat luas meliputi semua ruang pulpa koronal (CPCH) adalah panjang yang
bidang keahlian kedokteran gigi, sebagai berikut12: diukur secara vertikal dari garis servikal sampai ke
1. Identifikasi benda bukti manusia ujung tanduk pulpa. Perlu dibuat garis lurus antara
2. Penentuan umur dari gigi cemento-enamel junction (servikal gigi) sebagai
3. Penentuan jenis kelamin dari gigi pembagian antara mahkota dan akar gigi. Hasil
4. Penentuan ras dari gigi pengukuran dimasukkan ke dalam suatu formula
5. Penentuan etnik dari gigi untuk mendapatkan nilai TCI, yaitu16:
6. Analisis jejas gigi (bite marks)

5
CPCH x 100 membuat garis pemisah antara rahang atas dan
TCI =
CH rahang bawah yang akan membentuk lembah atau
disebut gap valley. Lembah yang dipilih yaitu
Perkiraan usia (Y) = B0 – B1X
lembah terdalam berdasarkan nilai piksel yang
Keterangan: paling minimum. Selanjutnya, dilakukan pemisahan
Y = Perkiraan usia (Independen) menjadi beberapa bagian dengan menentukan n-
X = TCI (Dependen) blok kolom. Nilai dari n-blok kolom (dengan nilai n-
B0 = Konstanta blok kolom minimal adalah 2) dijumlah berdasarkan
B1 = Koefisien regresi
nilai paling minimum. Nilai piksel dari n-blok kolom
Metode penentuan keakuratan dalam yang telah ditentukan akan menjadi garis inisial
radiografi panoramik yang dapat dilakukan sebelum yang berfungsi untuk menjadi garis pemotong
mencapai tahap identifikasi tahap segmentasi. rahang. Pemecahan citra dilakukan di sepanjang
Segmentasi merupakan salah satu proses paling garis inisial yang disebut dengan stripe.17
penting dalam pemrosesan citra. Hal yang Selanjutnya dilakukan metode vertical integral
dilakukan adalah dengan memisahkan masing- projection yaitu mencari semua gap valley yang
masing gigi agar nantinya dapat dilakukan terbentuk dari celah diantara semua masing-masing
pengekstraksian fitur lalu dapat dilanjutkan ke tahap gigi, baik itu gigi atas maupun gigi bawah
klasifikasi dan yang terakhir ke tahap pencocokan menggunakan rumus sebagai berikut17:
𝑛
citra (identifikasi) gigi dari data ante-mortem (AM) V(x) = 𝑦=1 𝐼(𝑥, 𝑦)
dengan data post-mortem (PM).17
Segmentasi citra adalah proses pemisahan Dengan I(x,y) merupakan citra dengan
citra secara digital menjadi beberapa segmen yaitu dimensi m × n. Penjumlahan dilakukan terhadap
proses pemberian label untuk setiap piksel pada nilai level keabuan setiap piksel pada baris x dan
gambar sehingga piksel dengan label yang sama kolom y. Vertical integral projection dilakukan
memiliki karakteristik tertentu. Masing-masing dengan menjumlahkan nilai-nilai piksel secara
piksel pada suatu regio memiliki kesamaan vertikal dari setiap baris. Di dalamnya terdapat
karakteristik, seperti tingkat keabuan (grayscale), slopes yang berada di antara dua gigi. Slopes inilah
tekstur, intensitas, atau warna. Tujuan dari yang bisa menemukan jarak pemisah antara gigi
segmentasi adalah untuk menyederhanakan atau dengan perubahan nilai dari negatif ke positif.
Namun, nilai dari slopes dapat berubah-ubah
mengubah representasi suatu gambar menjadi
sesuatu yang lebih bermakna dan lebih mudah sehingga memungkinkan untuk terjadinya over-
untuk dianalisis. Terdapat tiga kategori dalam segmentation, karena dapat mendeteksi posisi-
segmentasi citra, yaitu segmentasi berdasarkan posisi dengan variasi kecil. Oleh sebab itu, butuh
threshold, segmentasi berdasarkan garis tepi average filter untuk menghilangkan variasi kecil
(edge), dan segmentasi berdasarkan wilayah yang ada pada vertical projection dengan
(region).16 menggunakan rumus17:
Metode selanjutnya, dapat dilakukan
horizontal integral projection yaitu pemisahan 𝑉(𝑥) = 𝑉(𝑥−2)+𝑉(𝑥−1)+𝑉(𝑥)+𝑉(𝑥+1)+𝑉(𝑥+2)
rahang atas dan bawah. Hal ini dilakukan untuk
memisahkan gigi menjadi gigi tunggal sehingga Dengan: V(x) adalah vertical projection, dan size
dapat melihat fitur-fitur dari setiap gigi. Bagian gigi adalah parameter untuk melakukan average
biasanya memiliki tingkat intensitas warna keabu- filtering. Nilai dari size yang dapat digunakan
abuan lebih tinggi dibanding bagian rahang dan adalah angka ganjil. Strip windowing juga
jaringan lainnya. Perbandingan celah antara gigi dibutuhkan dalam vertical integral projection untuk
atas dan gigi bawah yang akan membentuk lembah membentuk ukuran dari masing-masing gigi agar
terdalam pada sumbu y untuk proyeksi histogram, mendapatkan gap valley yang benar-benar sesuai
yang disebut dengan gap valley dapat dilihat dengan ukuran gigi. Strip windowing yang terbentuk
dengan rumus sebagai berikut17: dapat disempurnakan dengan menentukan nilai
𝑚 average filter agar mendapatkan ukuran yang
H (y) = 𝑥=1 𝐼(𝑥, 𝑦) sesuai dengan gigi yang terdapat di dalam citra.17
Horizontal integral projection dilakukan Proses pengambilan foto radiografi post-
dengan menjumlahkan nilai-nilai piksel secara mortem seringkali menemukan kesulitan berupa
horizontal dari setiap kolom. Horizontal (sumbu-y) tidak mudah mendapatkan akses yang memadai
integral projection ini akan membantu dalam ketika melakukan pemeriksaan. Hal ini tergantung
pada interval post-mortem, bagian tubuh korban

6
mungkin dalam kondisi yang tidak baik sehingga menahan film pada tempatnya atau untuk menutup
untuk mencapai akses yang memadai akan mulut dengan film pada posisinya.7 Tube sinar-X
memerlukan sayatan dari jaringan lunak atau dan film akan berputar di sekitar korban atau
reseksi rahang. Pencapaian akses tersebut spesimen yang tetap statisioner. Korban atau
dianjurkan dibahas dengan ahli patologi yang spesimen ditinggikan pada posisinya dan posisinya
bertanggung jawab dalam kasus tertentu serta berorientasi untuk diartikulasikan dan dirotasikan
mendapatkan izin terlebih dahulu dari pihak yang dengan garis oklusal atau bidang frankurt horizontal
berwenang. Mereka akan bertanggung jawab atas (FHP) sejajar dengan lantai. Paparan sinar yang
tubuh saat berada di kamar jenazah dan harus digunakan diatur dengan pengaturan 8 mA pada 80
diberitahukan tentang rencana mengekspos rahang kVp untuk paparan awal. Film hitam yang
untuk membuka akses.7 sebelumnya terpapar kemudian ditempatkan di
Foto-foto harus diambil sebelum jaringan kaset agar film tidak terpapar untuk mengurangi
lunak diinsisi, flap jaringan lunak diangkat atau efek yang intensif pada layar.20
rahang direseksi. Foto-foto ini akan mencatat
temuan kotor, termasuk tingkat dekomposisi atau
trauma pada jaringan lunak dan rahang sebelum
dimulainya pemeriksaan. Setelah akses fisik yang
memadai ke semua aspek gigi dapat terpenuhi, gigi
harus dibersihkan secara menyeluruh dari puing-
puing atau bahan yang terurai yang dapat
menghalangi pemeriksaan gigi yang memadai.
Lengkung gigi dibersihkan dan disartikulasi, tidak
ada teknik enukleasi yang digunakan karena
tubuhnya sudah dalam bentuk kerangka, kemudian
dilakukan foto panoramik gigi dengan sinar-X.19
Pemeriksaan selanjutnya yaitu pemeriksaan Gambar 7. Cara membantu membuat kepala tengkorak
gigi lengkap dilakukan dengan pengisian berdiri dengan baik saat melakukan foto radiografi
odontogram. Pada tahap ini, pemeriksaan gigi post- panoramik.7
mortem mungkin memerlukan sedikit improvisasi
untuk menjaga mulut dan rahang pada posisi yang
mudah diakses untuk pemeriksaan, biasanya di
klinik seorang pasien dapat duduk di dental unit lalu
dokter gigi mendapatkan posisi ergonomis yang
sempurna untuk pemeriksaan. Berbeda halnya
dengan pemeriksaan korban dikamar jenazah yang
harus dilakukan secara teliti dan hati-hati.7
Identifikasi gigi dilakukan dengan
perbandingan sehingga dibutuhkan pengetahuan
ketersediaan radiografi dan rekam gigi ante-mortem
yang tersedia. Setiap rekam gigi post-mortem
Gambar 8. Menggunakan karung pasir kecil untuk
dipastikan mencerminkan teknik yang sama dengan
membantu menahan rahang agar tetap oklusi dengan
yang digunakan pada radiografi ante-mortem benar pada saat penempatan film yang tepat saat sinar-
meliputi posisi tabung sinar-X dan sudut X diambil.7
pengambilan sinar, ukuran film dan lokasi. Sudut
angulasi harus direproduksi sedekat mungkin Gambaran restorasi dan morfologi akar pada
dalam radiografi post-mortem, termasuk kesalahan film dapat tampak berbeda secara signifikan antara
yang dapat dideteksi dalam teknik pengambilan foto data post-mortem dan ante-mortem jika terdapat
radiografi.19 Pengambilan radiografi dari korban perubahan dalam sudut angulasi penyinaran
harus dilakukan secara teliti dan hati-hati sesuai tabung sinar-X ke film.7 Penggunaan yang lebih
dengan prosedur. Posisi kepala harus ditempatkan luas dari pemegang film dalam praktik kedokteran
secara tepat dengan tabung sinar-X dan gigi secara bertahap telah terstandar sehingga lebih
penempatan film yang tepat saat sinar-X diambil. sedikit gambar yang terdistorsi. Hal-hal tersebut
Hal ini dapat tercapai di kamar jenazah tergantung dapat mempengaruhi penggambaran data post-
kemampuan dokter gigi itu sendiri. Karung pasir mortem. Penggunaan post-mortem dari pemegang
kecil, busa atau tisu kertas dapat digunakan untuk film serta proses sudut angulasi penyinaran

7
diharapkan dapat menghasilkan gambar yang lebih Dokter gigi harus melakukan dokumentasi
sebanding dengan radiografi ante-mortem sehingga pencatatan data gigi dengan benar dan teliti
dapat lebih mudah untuk diidentifikasi.4 sehingga perbandingan data ante-mortem dan
Penggunaan radografi panoramik memiliki post-mortem dapat dilakukan untuk memudahkan
kekurangan dan kelebihan saat proses identifikasi korban.
pengambilan data post-mortem. Kekurangan dalam
melakukan foto radiografi panoramik dalam
Referensi
odontologi forensik yaitu21:
a. Penyesuaian kondisi jenazah dengan
penempatan bidang tumpu sehingga beberapa 1. Larasati, A.W., Irianto, M.G., Bustomi, E.C.,
struktur kemungkinan akan keluar dari fokus; Peran Pemeriksaan Odontologi Forensik
b. Bayangan jaringan lunak dan udara dapat Dalam Mengidentifikasi Identitas Korban
mengaburkan struktur jaringan keras; Bencana Masal, Jurnal Kedokteran Gigi
c. Bayangan artefak bisa mengaburkan struktur di Majority, 2018; 7(3):228-233.
bidang tumpu. 2. Undang Undang Nomor 36 Tahun 2009
Kelebihan dalam melakukan foto radiografi Tentang Kesehatan.
panoramik dalam odontologi forensik yaitu20: 3. Septadina, I.S., Identifikasi Individu dan Jenis
a. Dapat melihat semua bagian lengkung gigi dan Kelamin Berdasarkan Pola Sidik Bibir, Jurnal
strukturnya; Kedokteran dan Kesehatan, 2015; 2(2):231-
b. Menghasilkan gambar anatomi yang relatif tidak 236.
terdistorsi; 4. Sweet, D., DiZinno, J.A., Personal
c. Prosedurnya sederhana dan cepat. Identification through Dental Evidence-Tooth
d. Gambaran yang lebih luas dapat dijadikan Fragments to DNA, Journal of Calif Dental
evaluasi perbandingan kondisi post-mortem dan Association, 2006; 24(5): 35-42.
ante-mortem secara detail. 5. Tandaju, C.F., Siwu, J., Hutagalung, B.S.P.,
Pada umumnya, selain metode radiografi Gambaran Pemeriksaan Gigi untuk Identifikasi
ekstra oral, radiografi intra oral juga dapat menjadi Korban Meninggal di Bagian Kedokteran
pilihan untuk digunakan, namun kemungkinan Forensik dan Medikolegal RSUP Prof. Dr. R.
masih sulit dilakukan terutama ketika ada D. Kandou Manado tahun 2010-2015, Jurnal
keterbatasan akses pembukaan mulut. Radiografi e-GiGi (eG), 2017; 5(1):96-99.
intraoral mungkin memerlukan perlakuan khusus 6. Lukman, D., Buku Ajar Ilmu Kedokteran Gigi
seperti modifikasi jaringan lunak dari dasar mulut Forensik, Jilid 1, Sagung Seto Jakarta, 2006.
atau pipi untuk memudahkan dalam memasukkan 7. Adams, C., Carabott, R., Evans, S., Forensic
film, kemudian menggunakan sumber sinar-X Odontology: An Essential Guide, Wiley
intraoral miniatur.20 Radiografi bite-wing dianggap Blackwell, Chennai, India, 2014.
dapat menjadi dalam metode identifikasi korban 8. Conceicao, L.D., Ouriques, C.S., Busnello,
secara intraoral karena dapat memberikan A.F., Lund, R.G., Importance of Dental
gambaran gigi, jaringan penyangga dan tulang Records and Panoramic Radiograph in
alveolarnya secara detail namun pengambilan foto Human Identification: a Case Report, Journal
post-mortemnya diperkirakan cukup sulit.23 Rev Bras Odontol Leg RBOL, 2018; 5(1):68-
75.
Kesimpulan 9. Talabani, R.M., Baban, M.T., Mahmood, M.A.,
Radiografi penting dilakukan untuk Age Estimation using Lower Permanent First
mengidentifikasi secara lebih detail disaat sidik jari Molars on a Panoramic Radiograph: A Digital
dan fisik korban tidak memungkinkan untuk Image Analysis, Journal of Forensic Dental
dilakukan pemeriksaan. Radiografi panoramik Sciences, 2015; 7(2): 158-162.
dapat digunakan untuk melihat secara lebih detail 10. Setiawan, B., Teknik Radiografi Dental Dalam
keseluruhan lengkung gigi. Terdapat beberapa Pengambilan Data Postmortem, Skripsi,
metode yang dapat digunakan dalam melakukan Universitas Hasanuddin, Makasar, 2017.
perbandingan gigi pada radiografi panoramik yaitu 11. Budi, A.T., Peran Restorasi Gigi dalam Proses
tooth coronal index, segmentasi citra gigi, Identifikasi Korban, Jurnal PDGI, 2014,
perhitungan horizontal integral projection dan 63(2):41-45.
vertical integral projection. Pengambilan radiografi 12. Singh, S., Penatalaksanaan Identifikasi
post-mortem terhadap korban harus dilakukan Korban Mati Bencana Massal, Majalah
secara teliti dan hati-hati sesuai dengan prosedur. Kedokteran Nusantara, 2008; 41(4): 254-258.

8
13. Prawestiningtyas, E., Algozi, A.M., Identifikasi Ruang Pulpa Pada Usia 9-21 Tahun, Thesis,
Forensik berdasarkan Pemeriksaan Primer Universitas Indonesia, Jakarta, 2012.
dan Sekunder Sebagai Penentu Identitas
Korban pada Dua Kasus Bencana Massal,
Jurnal Kedokteran Brawijaya, 2009; 25(2): 87-
94.
14. Nystroma, M., Peckb, L., Kleemola, K.E.,
Evalahti, M., Kataja, M., Age Estimation in
Small Children: Reference Values based on
Counts of Deciduous Teeth in Finns, Forensic
Science International, 2010; 110(21):179- 88.
15. Veera, S.D., Kannabiran, J., Suratkal, N.,
Chidananada, D.B., Gujjar, K.R., Goli, S.,
Coronal Pulp Biomarker: a Lesser Known Age
Estimation Modality, Journal of Indian
Academy of Oral Medicine and Radiology,
2014; 26(4): 398404
16. Yulianti, N.R., Irnamanda, D.H., Fajar, K.D.K.,
Perbandingan Prakiraan Usia dari Tooth
Coronal Index Metode Benindra dengan Usia
Kronologis pada Suku Banjar, Dentin (Jur.
Ked. Gigi), 2017; 1(1):28 – 33.
17. Effendhi, L. R. M., Jamal, A., Arifin, S.,
Widodo, T., Segmentasi Gigi pada Dental
Panoramic Radiograph untuk Identifikasi
Manusia, Jurnal Al Azhar Indonesia Seri
Sains dan Teknologi, 2019; 5(1):27-37.
18. Amaliyah, B., Yuniarti, A., Nugroho, A.S.,
Arifin, A.Z., Pemisahan Gigi pada Dental
Panoramic Radiograph dengan menggunakan
Integral Projection yang diidentifikasi, Jurnal
Ilmiah Kursor, 2011; 6(2):121-128.
19. Franco, A., Thevissen, P., Coudyzer, W.,
Develter, W., Van de Voorde, W., Oyen, R.,
Feasibility and Validation of Virtual Autopsy for
Dental Identification using the Interpol Dental
Codes, Journal Forensic Leg Med. 2013;
20(4):248-254.
20. Manigandan, T., Sumathy, C., Elumalai, E.,
Sathasivasubramanian, S., Kannan, A.,
Forensic Radiology in Dentistry, Journal of
Pharmacy and Bioallied Sciences, 2015;
7(1):260-264.
21. Carver, Elizabeth, Carver, B., Medical
Imaging, Techniques, Reflection and
Evaluation, Churchill Livingstonea, New York,
2006.
22. Langland, O., E., Langlais, R., P., Preece, J.,
W., Principles of Dental Imaging, Lippincots
William and Wilkins, USA., 2002.
23. Nehemia, B., Prakiraan Usia Berdasarkan
Metode TCI dan Studi Analisis Histologis

You might also like