You are on page 1of 17

Jurnal Pembangunan Hukum Indonesia Program Studi Magister Ilmu Hukum

Volume 2, Nomor 2, Tahun 2020 Fakultas Hukum Universitas Diponegoro

Diskursus Hukum: Alternatif Pola Pengisian Jabatan Kepala Daerah di Masa Pandemi
Covid-19
Richard Kennedy1*, Bonaventura Pradana Suhendarto2
1Fakultas Hukum dan Komunikasi, Universitas Katolik Soegijapranata Semarang
2Program Studi Magister Ilmu Hukum, Fakultas Hukum, Universitas Diponegoro

*kenrichi27@gmail.com

ABSTRACT

Covid-19 pandemic caused the 2020 elections to be rescheduled. The government together with KPU and
DPR agreed to postpone the 2020 elections until December 2020, through Perppu No. 2 of 2020.
Unfortunately, the condition of covid-19 in Indonesia has yet to show of ending. Consequently, the 2020
elections have the potential to be rescheduled again and are in uncertainty. Position of regional leader in some
areas has the potential to experience emptiness. In fact, the role of regional leaders in the handling of the
covid-19 pandemic is vital. Therefore, this paper would like to provide an alternative pattern of filling the
position of regional leader during the covid-19 pandemic. There are 3 patterns proposed namely the
appointment of a temporary official or implementer, indirect local elections, and local elections using an
electronic system. These patterns have their advantages and disadvantages, accompanied by strong legal
and juridical arguments. But, the Government through Perppu No. 2 of 2020 is more willing to hold
conventional direct elections. Therefore, the final part of this paper tries to discuss the law to guarantee the
implementation of the elections in the covid-19 pandemic by paying attention to the application of strict health
protocols.

Keywords: Covid-19; Democracy; Discourse; Law; Local Elections.

ABSTRAK

Pandemi covid-19 menyebabkan Pilkada 2020 mengalami penjadwalan ulang. Pemerintah bersama KPU dan
DPR sepakat menunda Pilkada 2020 hingga bulan Desember 2020, melalui Perppu No. 2 Tahun 2020.
Sayangnya, kondisi covid-19 di Indonesia hingga kini belum menunjukan tanda-tanda akan berakhir.
Konsekuensinya, Pilkada 2020 berpotensi kembali dijadwalkan ulang dan berada pada ketidakpastian.
Jabatan kepala daerah di beberapa wilayah berpotensi mengalami kekosongan. Padahal, peran kepala
daerah dalam penanggulangan pandemi covid-19 cukup vital. Karenanya, artikel ini hendak memberikan
alternatif pola pengisian jabatan kepala daerah di masa pandemi covid-19. Ada 3 usulan pola yang diajukan,
yaitu penunjukan Penjabat sementara atau Pelaksana Tugas, Pilkada tidak langsung, dan Pilkada
menggunakan sistem elektronik. Ketiga pola alternatif ini memiliki kelebihan dan kekurangannya masing-
masing, dengan disertai argumentasi yuridis dan logis yang kuat. Namun sepertinya, Pemerintah melalui
Perppu No. 2 Tahun 2020 lebih berkeinginan untuk menyelenggarakan Pilkada langsung secara
konvensional. Karenanya, bagian akhir artikel ini mencoba mendiskursuskan hukum untuk menjamin
pelaksanaan Pilkada ditengah pandemi covid-19 dengan memperhatikan penerapan protokol kesehatan yang
ketat.

Kata Kunci: Covid-19; Demokrasi; Diskursus; Hukum; Pilkada.

188
Jurnal Pembangunan Hukum Indonesia Program Studi Magister Ilmu Hukum
Volume 2, Nomor 2, Tahun 2020 Fakultas Hukum Universitas Diponegoro

A. PENDAHULUAN pemilu lokal. Sedianya, berdasarkan Pasal 201 ayat


Corona Virus Disease 2019 (Covid-19) saat ini (6) UU No. 10 Tahun 2016, Indonesia memiliki
tengah melanda berbagai negara di belahan dunia. agenda untuk menyelenggarakan Pemilihan Umum
Transmisi virus ini terjadi antar manusia secara Kepala Daerah (Pilkada) di tanggal 23 September
meluas dan cepat (Susilo et. al, 2020). Manusia 2020. Namun, melalui Peraturan Pemerintah
mendapatkan ancaman serius karenanya, termasuk Pengganti Undang-Undang (Perppu) No. 2 Tahun
organisasi super power sekelas negara. Covid-19 tak 2020, Pemerintah Indonesia memutuskan untuk
hanya mempengaruhi aspek kesehatan, melainkan menjadwalkan ulang pilkada menjadi tanggal 9
menembus pula kehidupan sosial, perekonomian, Desember 2020. Keputusan ini menimbulkan
hingga pemerintahan (Gennaro et.al., 2020). perdebatan di masyarakat, terutama di kalangan
Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) bahkan telah akademisi. Penjadwalan pilkada di bulan Desember
mengumumkan Covid-19 sebagai pandemi global 2020 dinilai tak realistis. Karena faktanya, hingga 16
sejak 11 Maret 2020 (World Health Organization, Mei 2020 jumlah kasus positif Covid-19 terus
2020). meningkat secara nasional (Ramadhan, 2020).
Berbagai negara melakukan kebijakan Banyak pihak khawatir, bila pilkada tetap
pembatasan berskala besar. Agenda internasional dilangsungkan Desember 2020 justru akan menjadi
ataupun nasional ikut terdampak. Olimpiade Tokyo klaster baru penyebaran Covid-19.
2020 misalnya, yang harus ditunda karena alasan Perppu No. 2 Tahun 2020 mengatur 3
pandemi. Belum lagi agenda kenegaraan lain yang perubahan mendasar, yaitu: (1) Pasal 120 yang
sifatnya fundamental, seperti pemilihan umum menyatakan faktor bencana non-alam sebagai
(Pemilu) atau referendum nasional. Tercatat, 55 alasan penundaan rangkaian pilkada; (2) Pasal 122A
negara menunda pemilu nasional ataupun lokal dan berkaitan dengan penundaan dan penetapan pilkada
referendum nasional. Namun, ada 21 negara yang lanjutan ditetapkan berdasarkan kesepakatan Komisi
tidak menunda pemilu, 9 diantaranya telah Pemilihan Umum (KPU), Pemerintah, dan Dewan
terselenggara di tengah pandemi Covid-19. Korea Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI); (3)
Selatan menjadi salah satu negara yang berhasil berdasarkan Pasal 201A, Pilkada yang semula
menyelenggarakan pemilu pada 15 April 2020 dijadwalkan pada September 2020 ditunda dan
(International Institute for Democracy and Electoral dilaksanakan pada bulan Desember 2020 karena
Assistance, 2020). alasan bencana non-alam pandemi Covid-19, bila
Sedangkan Indonesia menjadi 1 dari 55 pada bulan Desember 2020 pilkada belum dapat
negara yang memilih untuk menunda pelaksanaan

189
Jurnal Pembangunan Hukum Indonesia Program Studi Magister Ilmu Hukum
Volume 2, Nomor 2, Tahun 2020 Fakultas Hukum Universitas Diponegoro

dilaksanakan, maka dapat ditunda kembali sesuai membuat manusia harus beradaptasi dengan
prosedur Pasal 122A. keadaan, termasuk ketika hendak menjalankan
Pasal 201A Perppu tersebut merupakan pilkada. Korea Selatan patut dijadikan contoh ketika
kebijakan hukum terbuka (open legal policy), yang berhasil menyelenggarakan pemilu di tengah
memungkinkan adanya penundaan pilkada lanjutan pandemi Covid-19. Korea Selatan melakukan
bila kondisi pandemi Covid-19 belum mereda. Hal ini sosialisasi yang masif serta memperhatikan dan
dapat dilakukan berdasarkan kesepakatan KPU, menerapkan protokol kesehatan secara ketat dalam
Pemerintah, dan DPR yang dituangkan dalam penyelenggaraan pemilu.
Penetapan KPU. Untuk pelaksanaan pilkada lanjutan Sebagaimana kita ketahui, pemilu adalah
harus diatur dalam peraturan KPU. Namun konsekuensi logis dari negara demokrasi, dan
sayangnya, kondisi Covid-19 yang tidak demokrasi adalah cara aman untuk mempertahankan
terprediksikan membuat pelaksanaan pilkada 2020 kontrol atas negara hukum (Hidayat, 2010). Pasal 1
berada pada ketidakpastian. Konsekuensi logisnya, ayat (2) dan ayat (3) UUD 1945 menyatakan bahwa
akan menimbulkan kekosongan jabatan kepala Indonesia adalah negara hukum yang demokratis.
daerah. Padahal, faktor kepemimpinan lokal memiliki Demokrasi, negara hukum, dan negara
pengaruh dalam efektivitas pengendalian pandemi kesejahteraan menjadi dasar filosofis dari
Covid-19 (Yang, & Ren, 2020). penyelenggaraan pemilu (Nugraha, 2018). Pemilu
Menurut catatan sejarah, Aceh dan yang demokratis bagi Satjipto Rahardjo ialah
Yogyakarta pernah mengalami penundaan pilkada lembaga yang mereproduksi kontrak sosial baru
akibat bencana alam. Namun, Indonesia baru kali ini antara rakyat dengan pemimpin pemerintahan
mengalami penundaan pilkada akibat pandemi yang (Budhiati, 2013). Pemilu yang demokratis, dapat
penyebarannya meluas. Karena itu, artikel ini akan dijalankan secara langsung maupun tidak langsung
mengusulkan dan membahas berbagai alternatif pola (Melfa, 2013). Menurut Jimly Asshiddiqie, selain
pengisian jabatan kepala daerah di tengah pandemi sebagai perwujudan demokrasi dan Hak Asasi
Covid-19. Alternatif pola yang diusulkan meliputi pola Manusia (HAM), pemilu bertujuan untuk mengisi dan
pengisian jabatan melalui penunjukkan pelaksana melaksanakan suksesi kepemimpinan secara tertib
tugas atau penjabat sementara, pilkada tidak (Asshiddiqie, 2014).
langsung, dan pilkada menggunakan media Indonesia, berdasarkan UUD 1945
elektronik. menempatkan pilkada pada tata hukum yang
Selain itu, artikel ini akan mendiskursuskan berbeda dengan tata hukum pemilu. Pasal 22E UUD
aturan terkait pelaksanaan pilkada di tengah pandemi 1945 menentukan pemilu dilaksanakan untuk
Covid-19. Kondisi normal baru (new normal) memilih Presiden dan Wakil Presiden, anggota DPR

190
Jurnal Pembangunan Hukum Indonesia Program Studi Magister Ilmu Hukum
Volume 2, Nomor 2, Tahun 2020 Fakultas Hukum Universitas Diponegoro

RI, anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD), serta untuk menunjukkan jati diri kita sebagai bangsa
anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD). Indonesia. Menurut Satjipto Rahardjo, kita masih
Sedangkan, Pasal 18 UUD 1945 hanya menyatakan perlu mendiskursuskan dan terus membangun
bila Pilkada dilaksanakan secara demokratis. Frasa Indonesia dengan cita-cita menjadikan Indonesia
“secara demokratis” inilah yang sering menjadi sebagai negara hukum yang membahagiakan
perdebatan di kalangan pakar hukum tata negara, rakyatnya (Rahardjo, 2009).
mengenai pola pilkada langsung atau tidak langsung Sejauh ini, penelitian terkait Pilkada di
yang seharusnya diterapkan di Indonesia. Selain itu, Indonesia masih berfokus pada perdebatan pola
perkembangan revolusi industri 4.0 juga membawa pilkada langsung atau tidak langsung, yang hasilnya
perkembangan baru untuk mendiskusikan pemilu bermuara pada tafsir Pasal 18 ayat (4) UUD 1945
dengan menggunakan media elektronik (Sobari, dan keunggulan serta kelemahan masing - masing
2019). Tentu pola-pola ini dirasa perlu untuk pola (Respationo,2013). Fenomena calon per
didiskusikan kembali di saat pandemi seperti ini. seorangan dalam pilkada juga pernah dibahas,
Pandemi Covid-19 memaksa kita untuk hasilnya menunjukkan masih adanya problematika
membuat norma dan normal baru (memperbarui mengenai calon perseorangan (Santoso, 2017). Hasil
kebiasaan, tingkah laku, dan berbagai aturan). penelitian lainnya menunjukkan fenomena calon
Demokrasi tetap harus dijalankan, namun dengan perseorangan memunculkan perspektif dan tatanan
mematuhi dan menjaga protokol serta hak kesehatan baru pilkada di Indonesia (Saraswati, 2011). Ada pula
masyarakat. Hak kesehatan adalah HAM, yang penelitian lain menunjukkan fenomena dukungan
muncul karena demokratisasi (Aswandi, & Roisah, kotak kosong sebagai gerakan masyarakat madani
2019), maka rasanya kurang elok bila hak kesehatan yang bebas (Widyasari, Dewi, & Rengganis, 2019).
dikorbankan atas nama demokrasi. Pilkada tidak Sayangnya, penelitian mengenai Pilkada di
terbatas pada persoalan pemungutan suara, namun tengah bencana ataupun pandemi masih belum
terdiri dari beberapa rangkaian mulai dari pernah di bahas, kendati Indonesia pernah
pendaftaran calon, verifikasi data lapangan, mengalaminya untuk daerah Yogyakarta dan Aceh.
kampanye, dll yang berpotensi menimbulkan Penelitian internasional hanya menunjukan
kerumunan masa. Kita memerlukan pembentukan tantangan dalam menyelenggarakan pemilu di
dan pembaharuan pengetahuan hukum yang tengah pandemi covid-19 (Landman, & Splendore,
didasarkan secara kritis untuk mengubah praktik 2020). Ada sebuah penelitian di Jerman yang
Pilkada di Indonesia (diskursus hukum mengenai menunjukkan perilaku politik dan situasi pemilu di
pilkada) (Danardono, 2016). Demokrasi yang negara bagian Bavaria, Jerman, ketika pandemi
berkultur Indonesia haruslah kita gali (Anwar, 2011) terjadi (Leininger, & Schaub, 2020), namun untuk

191
Jurnal Pembangunan Hukum Indonesia Program Studi Magister Ilmu Hukum
Volume 2, Nomor 2, Tahun 2020 Fakultas Hukum Universitas Diponegoro

pengalaman Pemilu Korea Selatan di tengah tersebut. Alternatif ini sering dilakukan belakangan
pandemi justru belum ditemukan sama sekali dalam terlebih dalam rangka menciptakan pilkada serentak
dokumen penelitian manapun dan hanya ada dalam di sejumlah daerah di Indonesia. Penunjukkan
pemberitaan media. Karena itu, artikel ini akan ambil pelaksana tugas untuk mengisi kekosongan jabatan
bagian untuk membicarakan diskursus hukum dan kepala daerah bersangkutan berasal dari jabatan
alternatif pola pengisian jabatan kepala daerah di pimpinan tinggi madya untuk jabatan Gubernur
Indonesia saat masa pandemi Covid-19. berdasarkan Pasal 201 ayat (8) UU No. 8 Tahun
Berdasarkan latar belakang di atas, maka 2015 dan jabatan pimpinan tinggi pratama untuk
rumusan masalah utama dalam artikel ini ialah: jabatan Bupati/ Walikota berdasarkan Pasal 201 UU
“Bagaimana diskursus hukum mampu memberikan No. 8 Tahun 2015.
alternatif pola pengisian jabatan kepala daerah di Sistem ini sebenarnya pernah dilakukan dalam
tengah pandemi Covid-19?”. Untuk mempermudah sejarah pilkada di Indonesia. UU No. 1 Tahun 1945
analisa dan pembahasan, artikel ini akan dibagi tentang Kedudukan Komite Nasional Daerah
dalam 2 sub, yaitu: (1) Alternatif Pola Pengisian memberikan mandat kepada pemerintah pusat untuk
Jabatan Kepala Daerah di Tengah Pandemi Covid- memilih dan mengangkat kepala daerah. Begitu pula
19; dan (2) Diskursus Hukum Pemilihan Kepala dengan UU No. 22 Tahun 1948 tentang Penetapan
Daerah di tengah Pandemi Covid-19. Aturan-Aturan Pokok Mengenai Pemerintah Sendiri
di Daerah-Daerah Berhak Mengatur dan Mengurus
B. PEMBAHASAN Rumah Tangganya Sendiri maupun UU No. 5 Tahun
1. Alternatif Pola Pengisian Jabatan Kepala 1974 tentang Pokok-Pokok Pemerintahan Daerah
Daerah di tengah Pandemi Covid-19 memberikan mandat kepada DPRD untuk
Konsekuensi logis penundaan pilkada ialah mengusulkan beberapa calon kepala daerah kepada
terjadi kekosongan jabatan kepala daerah di pemerintah pusat untuk dipilih dan diangkat menjadi
sejumlah wilayah. Kekosongan jabatan kepala kepala daerah tetap (Hutapea, 2015).
daerah tentu tidak dapat dibiarkan begitu saja. Perlu Penunjukkan pelaksana tugas oleh Menteri
solusi untuk mengisi kekosongan tersebut demi Dalam Negeri (Mendagri) saat ini serupa dengan
menjamin berjalannya roda pemerintahan daerah sistem pilkada yang pernah dilakukan Indonesia
serta pengembangan daerah tersebut. Berikut meskipun pada waktu itu subjek yang dipilih adalah
alternatif solusi yang dapat dilakukan : untuk menjadi kepala daerah tetap. Pelaksana tugas
a. Penunjukkan Pelaksana Tugas mengisi kekosongan jabatan kepala daerah hingga
Penunjukkan pelaksana tugas (Plt) menjadi pelantikan kepala daerah tetap hasil pilkada
alternatif solusi untuk mengisi kekosongan jabatan serentak.

192
Jurnal Pembangunan Hukum Indonesia Program Studi Magister Ilmu Hukum
Volume 2, Nomor 2, Tahun 2020 Fakultas Hukum Universitas Diponegoro

Pelaksana tugas hanya memiliki kewenangan tetap menimbulkan kerugian. Kepala daerah terpilih
yang terbatas menurut Pasal 132A PP No. 49 Tahun yang tidak dapat menjalankan jabatannya selama 5
2008 dan tidak berwenang mengambil keputusan tahun hanya akan mendapat kompensasi gaji pokok
maupun kebijakan strategis. Kekuatan politik dan hak pensiun saja, sedangkan jika yang
pelaksana tugas pun dinilai lemah jika dibandingkan bersangkutan menjabat selama 5 tahun akan
dengan pejabat lainnya yang memiliki jabatan lebih mendapatkan berbagai tunjangan yang nilainya
tinggi. Oleh karena itu meskipun terdapat pelaksana cukup besar pula. Jika dikalkulasikan tidak sebanding
tugas dalam suatu daerah, roda pemerintahan dengan biaya kampanye yang masih cukup besar.
daerah serta perkembangan daerah akan terganggu Selain itu, kewenangan politik yang
(Deliarnoor, 2015). Terlebih bila kekosongan jabatan seharusnya dapat dimiliki selama 5 tahun menjadi
kepala daerah tersebut terjadi hingga waktu yang berkurang hanya selama menjabat saja. Padahal
cukup lama. Hal itu dikarenakan pilkada serentak kewenangan politik inilah yang berpengaruh untuk
yang ditunda menjadi bulan Desember 2020 masih mewujudkan misi kepala daerah yang pernah
sangat mungkin ditunda kembali pada tahun 2021 disampaikan ketika kampanye. Tidak mungkin
apabila dampak pandemi Covid-19 belum mereda. seorang kepala daerah hanya memiliki rencana
Permasalahan lain yang muncul adalah amanat UU strategis pengembangan daerah yang dicanangkan
Pilkada, dengan mencanangkan rencana besar ketika kampanye hanya untuk beberapa tahun saja,
pilkada serentak secara nasional pada tahun 2027. sudah pasti akan mencanangkan untuk 5 tahun.
Tentu ditundanya pilkada serentak tahun 2020 ini Lagipula setiap kepala daerah tidak ingin dianggap
mengganggu rencana besar tersebut. Pada akhirnya gagal oleh masyarakatnya karena tidak dapat
akan menimbulkan jangka waktu jabatan kepala maksimal dalam menjalankan program visi misinya
daerah yang lamanya tidak mencapai 5 tahun di hanya karena keterbatasan waktu menjabat.
beberapa daerah. Berdasarkan Pasal 202 UU No. 8 Setidaknya itulah beberapa persoalan baik dari sisi
Tahun 2015, meskipun kepala daerah menjabat tidak roda pemerintahannya maupun kepala daerah terpilih
sampai 5 tahun akan tetap dihitung sebagai 1 nantinya jika ditunjuk pelaksana tugas untuk mengisi
periode. Sehingga kepala daerah tersebut tetap kekosongan kepala daerah.
mendapatkan kompensasi sebesar gaji pokok b. Pemilihan Kepala Daerah Secara Tidak
dikalikan jumlah bulan yang tersisa serta mendapat Langsung
hak pensiun untuk 1 periode. Pilkada tidak langsung merupakan sistem
Secara prosedural mungkin tidak pemilihan kepala daerah yang dipilih oleh DPRD atau
menimbulkan permasalahan yang cukup signifikan, yang dikenal dengan sistem perwakilan (Hutapea,
akan tetapi secara politis tentu berpengaruh dan 2015). Sistem ini bukanlah pola baru, tetapi pernah

193
Jurnal Pembangunan Hukum Indonesia Program Studi Magister Ilmu Hukum
Volume 2, Nomor 2, Tahun 2020 Fakultas Hukum Universitas Diponegoro

digunakan dalam sejarah perkembangan pilkada di historis amandemen pasal 18 ayat (4) UUD 1945 pun
Indonesia. Sebut saja dengan UU No. 1 Tahun 1957 mengindahkan gagasan otonomi daerah dan
tentang Pokok-Pokok Pemerintah Daerah, UU No. 18 keragaman daerah dengan sistem pemilihan secara
Tahun 1965 tentang Pokok-Pokok Pemerintahan adat istiadat tertentu, sehingga disebutlah frasa kata
Daerah, dan UU No. 22 Tahun 1999 tentang “demokratis” sebagai jalan keluar.
Pemerintah Daerah menggunakan mekanisme Sejalan dengan itu, Bagir Manan pun
keterwakilan DPRD sebagai pemilih kepala daerah. berpendapat bahwa pasal amandemen tersebut telah
(Saraswati, 2011) sesuai dengan semangat mewujudkan pembentukan
Sistem tersebut sempat dicanangkan kembali pemerintahan daerah yang mandiri dan demokratis.
dengan UU No. 22 Tahun 2014 tentang Pemilihan Sehingga pilkada pun merupakan bagian dari
Gubernur, Bupati, dan Walikota, namun karena kewenangan pemerintah daerah untuk
mendapat desakan politis dari berbagai kalangan menyelenggarakan sesuai adat istiadat maupun asal
pada akhirnya tidak jadi digunakan sebagai usul daerah tersebut. Kemudian apabila dicermati,
mekanisme pemilihan kepala daerah saat itu. Perppu ketentuan pasal tersebut merupakan rezim
No. 1 Tahun 2014 langsung diterbitkan dan dijadikan pemerintah daerah, sebab pembahasan dan
undang-undang untuk mengembalikan sistem pilkada rumusannya berada di luar Pasal 22E UUD 1945
secara langsung oleh rakyat. yang merupakan dasar konstitusional pemilu
Masyarakat masih menilai pilkada tidak (Sodikin, 2015). Oleh karenanya, ketentuan tersebut
langsung sebagai sistem yang kurang demokratis. perlu dipahami secara luas dan bukan sekedar
Pasal 18 ayat (4) UUD 1945 menyatakan bahwa pemahaman sempit.
kepala daerah dipilih secara demokratis. Frasa kata Lagipula saat ini DPRD memiliki kewenangan
“demokratis” inilah yang sering diartikan sempit untuk memilih wakil kepala daerah dalam hal terjadi
sebagai pemilihan langsung oleh rakyat, padahal kekosongan jabatan wakil kepala daerah. Secara
UUD 1945 sendiri tidak mengharuskan kepala logika, hal ini mengandung arti bahwa sistem
daerah dipilih langsung. pemilihan melalui wakil rakyat atau DPRD digunakan
Hal ini senada dengan pendapat Jimly dan diakui oleh negara, meskipun hanya dalam hal
Asshiddiqie dan Mahfud MD yang menyatakan terjadi kekosongan jabatan wakil kepala daerah.
bahwa pilkada secara langsung oleh rakyat maupun Tentu menjadi tidak konsisten jika pilkada tidak
tidak langsung dengan melalui DPRD, keduanya langsung dikatakan tidak demokratis, karena
haruslah diartikan sebagai pemilihan yang sama- kewenangan DPRD pada Pasal 317 dan 366 ayat (1)
sama demokratisnya. Sehingga keduanya pun UU No. 17 Tahun 2014 sama artinya dengan pilkada
dipandang konstitusional (Hardjaloka, 2015). Secara tidak langsung.

194
Jurnal Pembangunan Hukum Indonesia Program Studi Magister Ilmu Hukum
Volume 2, Nomor 2, Tahun 2020 Fakultas Hukum Universitas Diponegoro

Demokrasi sesungguhnya merupakan proses yang dilakukan cukup ketat dimana salah
kekuasaan (kratos/ kratein) yang berasal dari rakyat satunya ada mekanisme uji publik oleh para pakar/
(demos) (Aziz, 2016). Jimly Asshiddiqie lalu ahli maupun tokoh daerah. Ini semua dilakukan untuk
mengandaikan bahwa demokrasi sebagai konsep menjamin dan mewujudkan kepala daerah dengan
kekuasaan dari, oleh, dan untuk rakyat. Lebih lanjut, kualitas yang tinggi dan berintegritas.
Yudi Latif menyatakan bahwa demokrasi yang Kemudian, sistem ini cenderung lebih hemat
digunakan oleh Indonesia adalah berdasarkan biaya karena tidak perlu mencetak surat suara kertas
Pancasila dan UUD 1945. Pada sila ke-4 disebutkan banyak dan biaya-biaya logistik maupun operasional
“kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan yang tinggi. Biaya tinggi yang awalnya untuk pilkada
dalam permusyawaratan/ perwakilan” dan begitu pula langsung, dapat dialokasikan untuk pengembangan
UUD 1945 yang menyebutkan kedaulatan berdasar daerah dan dapat digunakan untuk menekan
atas kerakyatan dan permusyawaratan. Maka, penyebaran Covid-19. Lagi pula imbas pandemi
sejalan yang ditekankan oleh Soekarno dan Moh. Covid-19 ini akan menciptakan kenormalan hidup
Hatta bahwa demokrasi sesungguhnya memiliki baru, dimana aspek kesehatan dan physical
unsur kedaulatan rakyat dan juga permusyawaratan distancing pasti akan mempengaruhi. Maka, biaya
perwakilan (Aziz, 2016). untuk pilkada secara langsung dengan protokol
Sistem keterwakilan oleh DPRD pun kesehatan tentu akan menambah pengadaan
sebenarnya merupakan bentuk dari demokrasi. perangkat penunjang yang jumlahnya besar.
Secara demokratis, rakyat telah memilih secara Selain itu, ketepatan waktu pilkada juga dapat
langsung anggota DPRD untuk menjadi wakil rakyat. dilaksanakan agar tidak terjadi penundaan berlarut
Sehingga memiliki makna bahwa DPRD telah yang berpotensi mengganggu roda pemerintahan
mendapatkan mandat langsung dari rakyatnya untuk suatu daerah sehingga berdampak pada laju
menjalankan tugas mewakili kepentingan rakyat. perkembangan daerah. Inilah setidaknya kelebihan
Di tengah situasi pandemi Covid-19 ini pilkada tidak langsung apabila diterapkan terlebih
(mungkin juga bencana atau kedaruratan yang lain), dengan adanya situasi pandemi ini. Walaupun
masih relevan membangun opsi pilkada tidak demikian, tidak dipungkiri pula sistem ini terdapat
langsung. Selain karena sistem ini sama-sama kelemahan dalam praktik di lapangan seperti yang
demokratisnya sesuai dengan UUD 1945 maupun ditakutkan adanya ketidakjujuran, anggota DPRD
mendorong dalam rangka pengembangan otonomi yang tidak merepresentasikan rakyat, maupun
daerah, sistem ini memiliki beberapa kelebihan. money politic. Namun, money politic pun sebenarnya
Sistem ini dinilai lebih efektif dan efisien, sebab cara lebih mudah diawasi oleh aparat penegak hukum
pemilihannya pun sederhana. Meskipun sederhana, sebab penyebarannya tidak meluas seperti layaknya

195
Jurnal Pembangunan Hukum Indonesia Program Studi Magister Ilmu Hukum
Volume 2, Nomor 2, Tahun 2020 Fakultas Hukum Universitas Diponegoro

beberapa kejadian money politic saat pilkada secara Perkembangan jaman dan revolusi industri 4.0 telah
langsung yang meluas dan sulit diawasi. memberikan kemungkinan itu.
Secara konstitusional, kembali merujuk pada Menurut Alvin Toffler, perkembangan dunia
Pasal 18 ayat (4) UUD 1945 yang merupakan terjadi dalam 3 gelombang era, yakni: era aglikultur
kebijakan hukum terbuka, dalam arti membuka (tradisional), era industrial (modern), dan menuju
peluang pembuat undang-undang untuk menafsirkan pada era informasi (postmodern). Dalam setiap era,
lebih lanjut. Saat ini, DPR sebagai pembuat undang- sistem dan perilaku masyarakat pun berubah
undang bersama pemerintah nampaknya telah mengikuti jaman (Herimanto, & Winarno, 2010).
sepakat dengan penafsiran pilkada secara langsung Berdasarkan itu, Klaus Shwab (2016), membagi
dipilih oleh rakyat. Hal itu nampak dalam Pasal 1 UU revolusi industri dalam 4 jaman, yakni: (1) Revolusi
No. 8 Tahun 2015 yang menyatakan bahwa pilkada 1.0, yang terjadi pada abad ke 18 melalui penemuan
dilangsungkan secara langsung dan demokratis. mesin uap, sehingga memungkinkan barang dapat
Maka apabila ingin menggunakan alternatif pilkada diproduksi secara masal; (2) Revolusi 2.0, yang
tidak langsung, DPR harus melakukan perubahan terjadi pada abad ke 19-20 melalui penggunaan
terhadap UU Pilkada terlebih dahulu agar dapat listrik, sehingga membuat biaya produksi menjadi
dilangsungkan pilkada tidak langsung. lebih terjangkau; (3) Revolusi 3.0, yang terjadi pada
c. Pemilihan Kepala Daerah Menggunakan sekitar tahun 1970an melalui proses komputerisasi;
Sistem Elektronik (4) Revolusi 4.0, yang terjadi pada sekitar tahun 2010
Pandemi Covid-19, tidak hanya berdampak melalui rekayasa intelegensia dan internet of thing
negatif. Memang, kita diwajibkan karantina mandiri sebagai tulang punggung pergerakan dan
dan mematuhi segala protokol kesehatan. Namun, konektivitas manusia dan mesin.
dengan terkungkungnya tubuh kita, bukan berarti Revolusi 4.0 secara fundamental
pikiran kita juga ikut terkungkung. Kita masih dan mengakibatkan berubahnya cara manusia berpikir,
harus terus membebaskan pikiran dan pemikiran kita. hidup, dan berhubungan sosial. Era ini akan
Refleksi, aksi, dan rekreasi, mungkin itu yang akan mendisrupsi berbagai aktivitas manusia dalam
mewarnai bagian ini. Pola pemilihan secara berbagai bidang, tidak hanya dalam bidang teknologi,
elektronik mungkin dapat menjadi solusi lain, ketika namun juga bidang yang lain seperti ekonomi, sosial,
pola Pilkada tidak langsung ditolak. Sistem Pemilu politik, hukum, hingga kebudayaan (Prasetyo, &
elektronik memungkinkan kita untuk menjalankan Trisyanti, 2018). Karena, manusia di era revolusi 4.0,
Pilkada secara langsung di tengah situasi pandemi hidup pada dunia real dan virtual. Dualisme dunia
dengan tetap menjalankan protokol kesehatan. inilah, membuat manusia tidak hanya berkomunitas
di dunia real, namun juga virtual (Demartoto, 2013).

196
Jurnal Pembangunan Hukum Indonesia Program Studi Magister Ilmu Hukum
Volume 2, Nomor 2, Tahun 2020 Fakultas Hukum Universitas Diponegoro

Akibatnya, timbul suatu budaya baru, yaitu budaya tingkat desa, seperti di kabupaten Jembrana
siber (cyber culture). (Hardjaloka & Megawati), kabupaten Wonosobo, dan
Menurut Michael Heim (1993), budaya siber 2019 di Kabupaten Malang (Sobari, 2019), sehingga
memiliki karakteristik, antara lain: (1) mengandalkan dapat kita jadikan percontohan dalam analisa.
interaksi dalam jaringan (network communication); Indonesia memerlukan persiapan dan
(2) menipiskan perbedaan relasi real dan virtual penyesuaian konten, medium, dan nilai, untuk
(simulation); (3) menekankan pada pembuatan menerapkan pemilu elektronik. Transformasi
tampilan semenarik mungkin (artificial); (4) fundamental ini harus dilakukan secara sinergis, oleh
mengandalkan kemampuan berkomunikasi dan penyelenggara pemilu (KPU), pemerintah eksekutif,
bersosialisasi dengan baik sehingga membuat orang legislatif, dan yudikatif, serta terutama partai politik.
betah berlama-lama (telepresence dan immersion). Karena, dualisme dunia dan perubahan kultur
Hal ini berdampak pada manusia postmodern, yang masyarakat, berubah sangat dinamis dan begitu
identik dengan spesialisasi dan kedalaman. Dunia cepat. Konten pemilu hendaknya disesuaikan sesuai
dan budaya siber inilah yang dapat dimanfaatkan kultur masyarakat postmodern, yang mementingkan
untuk menjadi solusi pelaksanaan pilkada langsung kedalaman isi dan materi. Demikian pula medium,
di tengah pandemi Covid-19. Pilkada langsung yang yang terkait infrastruktur, hendaknya dipersiapkan
menggunakan sistem pemilu elektronik. secara matang dan memadai untuk memastikan
Pemilu elektronik, selama ini sudah keamanan dan kerahasiaan ketika proses pemilu
didiskusikan di Indonesia, namun masih terbatas dilakukan. Sedangkan untuk nilai, hendaknya tetap
pada tataran refleksi. Kunjungan kerja anggota DPR, menghayati asas langsung, umum, bebas, rahasia,
untuk melihat sistem Pemilu elektronik di beberapa jujur dan adil.
negara, eloknya dibarengi dengan aksi dan Pemilu elektronik memiliki beberapa
implementasi (bukan hanya refleksi). Pemilu keunggulan (Hardjaloka & Megawati, 2011),
elektronik dapat diartikan sebagai sistem pemilihan diantaranya: (1) Hemat biaya, baik dalam proses
dengan memanfaatkan media elektronik, baik kampanye ataupun pemilihan; (2) sederhana dan
komputer ataupun jaringan internet (Hardjaloka, & efisien; (3) Waktu yang lebih fleksibel dan efektif; (4)
Megawati, 2011). Pemilu elektronik, tidak terbatas Akurasi kalkulasi ketika penghitungan suara; (5)
pada proses penyaluran hak suara, melainkan Meminimalisir terjadinya kecurangan dan tindak
meliputi pula proses pendaftaran calon, verifikasi pidana Pemilu; (6) Lebih ramah lingkungan, karena
pemilih, kampanye, pemungutan suara, mengurangi penggunaan kertas dan tinta kimia; dan
penghitungan suara, hingga pengumuman hasil. terutama (7) mempermudah dan meningkatkan
Pemilu elektronik paling tidak pernah dipraktikan di kenyamanan pemilih, terlebih ketika masa pandemi

197
Jurnal Pembangunan Hukum Indonesia Program Studi Magister Ilmu Hukum
Volume 2, Nomor 2, Tahun 2020 Fakultas Hukum Universitas Diponegoro

seperti sekarang yang mengharuskan individu untuk elektronik (mengingat fokus pengangaran Indonesia
menjaga jarak fisik/ physical distancing. saat ini ditujukan untuk penanganan Covid-19).
Selain kelebihan pada tataran teknis, pemilu Pola pilkada dengan pemilu elektronik
elektronik juga mampu memikat ketertarikan anak mungkin dapat menjadi solusi. Terlebih DPR dan
muda yang cenderung apatis politik (Sobari, 2019). pemerintah selama ini telah berusaha merancangkan
Syaratnya partai politik dan calon kepala daerah dan membangun sistem pemilu elektronik di
sebagai peserta kontestasi harus bertransformasi Indonesia. Pandemi Covid-19 mungkin bisa menjadi
secara fundamental, menyajikan berbagai gagasan, katalisator, yang mempercepat perancangan dan
ide, dan program yang jelas dan mendalam. Karena, pembangunan sistem pemilu elektronik tersebut. Kita
sebagaimana telah disebutkan di atas, karakter perlu re-kreasi (re-create), membuat atau
manusia postmodern sekarang ini ialah membangun kembali sebuah sistem yang
terspesialisasi dan cenderung menyukai kedalaman. memungkinkan pemilu, suksesi, dan demokrasi tetap
Dengan terpikatnya anak muda, maka tren ini akan berjalan. Terutama, ketika masa pandemi seperti ini,
memutus apatisme politik. Harapannya, angka golput yang tidak memungkinkan kita berkumpul secara
menurun, anak muda bersiap menjadi pemimpin fisik. Maka kehadiran sistem pemilu elektronik, jadi
masa depan. suatu keniscayaan. Pandemi Covid-19 ini
Namun kita perlu menyadari, sebagai sebuah menyadarkan kita atau mungkin malah
sistem, pemilu elektronik juga memiliki kerentanan mengakselerasi persiapan Pemilu 4.0 di Indonesia.
(Hardjaloka & Megawati, 2011), yakni: (1) Medium berupa infrastruktur fisik perlu
Keamanan dan kerahasiaan, yang mungkin memiliki diadakan, infrastruktur legal berupa hukum dan
celah elektronik ataupun diserang secara elektronik; aturan terkait pemilu elektronik perlu didiskursuskan.
(2) Logistik dan medium, yang mungkin belum Konten perlu dipersiapkan secara matang oleh
tersedia secara merata; (3) Masalah operasional dan penyelenggara (KPU) maupun peserta (Partai
kesiapan sumber daya manusia, untuk Politik), serta pemerintah (eksekutif, legislatif, dan
mengoperasikan sistem elektronik yang ada; (4) yudikatif). Kelak, bila terjadi peristiwa luar biasa
Kesenjangan sosial yang masih terjadi, yang seperti pandemi ini, kita tidak gagap lagi dengan
memungkinkan tidak menyentuh seluruh kalangan; adanya Pemilu 4.0 dan demokrasi elektronik di era
(5) Kesiapan instrumen hukum terkait pemilihan postmodern ini.
elektronik, sekalipun Mahkamah Konstitusi pernah 2. Diskursus Hukum Pemilihan Kepala Daerah di
mengeluarkan Putusan MK No. 147/PUU-VII/2009 tengah Pandemi Covid-19
mengenai Pemilu elektronik; dan (6) kesiapan Perppu No. 2 Tahun 2020 yang dikeluarkan
anggaran untuk membangun infrastruktur pemilu pemerintah dengan dukungan DPR, menunjukkan

198
Jurnal Pembangunan Hukum Indonesia Program Studi Magister Ilmu Hukum
Volume 2, Nomor 2, Tahun 2020 Fakultas Hukum Universitas Diponegoro

Indonesia tetap mempertahankan sistem pilkada pandemi Covid-19, sangat memperhatikan aspek
secara langsung dengan cara konvensional. Namun hak atas kesehatan. Korea Selatan melakukan
keputusan ini tetap harus diapresiasi, karena adanya penyesuaian secara ketat protokol kesehatan,
keinginan pemerintah untuk menjamin sehingga patut dicontoh, namun dengan
keberlangsungan hak konstitusional setiap warga pertimbangan yang sangat matang dari berbagai
negara. Meskipun begitu rencana pelaksanaan aspek kehidupan masyarakat. Indonesia memerlukan
pilkada di bulan Desember sangat beresiko, karena kajian yang mendalam dan menyeluruh sebelum
hingga pertengahan bulan Mei ini angka penyebaran memutuskan benar-benar melaksanakan pilkada di
Covid-19 masih menunjukkan adanya peningkatan. tengah pandemi Covid-19. Korea Selatan dipilih
Namun demi menjalankan pilkada konvensional menjadi percontohan, sebab ia lebih dekat secara
tersebut, setidaknya ada dua aspek hak dalam HAM kultural dengan Indonesia (Bangsa Timur),
yang utama dan hendaknya menjadi perhatian ketimbang Jerman dan Amerika (Bangsa Barat) atau
khusus dalam penyelenggaraan pilkada serentak di Bangsa Afrika lainnya. KPU bersama Pemerintah
tengah pandemi Covid-19, yaitu hak atas kesehatan dan DPR RI tentu harus membuat peraturan baru
dan hak atas politik (memilih dan/ atau dipilih). baik dalam Peraturan Komisi Pemilihan Umum
Negara berkewajiban untuk melakukan (PKPU) maupun kebijakan pemerintah lainnya untuk
pemenuhan HAM terhadap masyarakat, sehingga menunjang penyelenggaraan pilkada di tengah
negara tidak boleh lalai dan mengabaikan hak atas pandemi Covid-19.
kesehatan hanya demi berjalannya kontestasi politik Sebagaimana kita ketahui, protokol kesehatan
dalam pilkada. Pengabaian terhadap hak atas Covid-19 mengharuskan kita untuk physical
kesehatan terlebih di tengah penyebaran pandemi distancing dan melarang kita untuk berkerumun, rajin
Covid-19 akan berdampak pula pada hak lainnya mencuci tangan, menerapkan kesadaran dan etika
terutama menyangkut hak atas hidup seseorang. ketika batuk, bersin, ataupun demam (Susilo et,al,
Mengingat transmisi penyebaran Covid-19 yang 2020). Padahal, penyelenggaraan pilkada tentu akan
terjadi begitu cepat dan meluas. Terlebih, orang- berpotensi menimbulkan kerumunan. Maka, KPU
orang dengan penyakit bawaan kronis, memiliki sebagai penyelenggara hendaknya mengatur
resiko kematian lebih tinggi bila terjangkit Covid-19 beberapa hal terkait protokol kesehatan dalam
(Susilo et.al, 2020). Selain itu, hingga kini belum ada penyelenggaraan pilkada (Landman, & Splendore,
obat untuk menangkal Covid-19, para ilmuwan masih 2020), diantaranya: (1) Pembatasan jumlah masa
berlomba-lomba mencari vaksin yang tepat. ketika kampanye atau kegiatan-kegiatan politik
Berkaca pada Korea Selatan yang dianggap lainnya yang menyangkut pilkada; (2) Mengatur pola
berhasil melaksanakan pemilu legislatif di tengah dan mekanisme verifikasi dan pencocokan data

199
Jurnal Pembangunan Hukum Indonesia Program Studi Magister Ilmu Hukum
Volume 2, Nomor 2, Tahun 2020 Fakultas Hukum Universitas Diponegoro

pemilih oleh petugas (seperti yang telah substansi tak memberikan penambahan anggaran
dilaksanakan, dari yang dulunya mendatangi tiap untuk perhelatan pilkada serentak 2020. Tentu ini
rumah, sekarang dikoordinasi oleh Ketua RT) menjadi masalah lain yang penting pula, karena saat
termasuk data dukungan calon perseorangan; (3) ini anggaran pengeluaran 200andem difokuskan
Pembatasan jumlah pemilih yang diperkenankan untuk penanganan dan penanggulangan 200andemic
berada dalam Tempat Pemungutan Suara (TPS); (4) Covid-19.
Menyediakan cairan pembersih tangan, alat Keberhasilan penyelenggaraan pilkada
pengukur suhu tubuh, dan bilik khusus untuk pemilih tersebut membutuhkan komitmen serius baik dari
yang terindikasi demam di setiap TPS; (5) pemerintah maupun masyarakat. Pemerintah perlu
Mewajibkan pengukuran suhu tubuh kepada setiap berkerja keras dalam menangani Covid-19 dan
pemilih atau petugas yang hendak memasuki TPS; diimbangi dengan kesadaran masyarakat atas aspek
(6) Mewajibkan petugas melakukan pemeriksaan kesehatan dan hak konstitusionalnya. Artikel ini
kesehatan umum di fasilitas kesehatan tertentu yang bermaksud untuk mendiskursuskan berbagai aturan
ditunjuk untuk memastikan kesehatan dan kesiapan guna memfasilitasi pilkada sesuai protokol
fisik sebelum bertugas; (7) Mewajibkan pemilih kesehatan. Tujuannya adalah menjamin hak pilih
maupun petugas menggunakan alat pelindung diri serta hak kesehatan masyarakat. Artikel ini pun
berupa masker dan beberapa perangkat lainnya; dll; terbuka untuk segala pemikiran dan argumentasi lain.
(8) memfasilitasi dan menjamin hak pilih warga yang Kualitas pilkada bukan hanya soal ukuran
berada di luar daerah pemilih, dengan opsi keberhasilan prosedural, namun juga substansial
pengiriman surat suara melalui kantor pos layaknya yaitu terwujudnya hak konstitusional warga negara.
pemilu bagi WNI di luar negeri.
Ketentuan mengenai 200andemic kesehatan C. SIMPULAN
itu hendaknya dinormakan dalam PKPU yang juga Covid-19 mengganggu penyelenggaraan
memuat sanksi-sanksi tertentu agar memiliki pilkada di Indonesia. Kondisi menunjukkan, hingga
kekuatan berlaku mengikat dan efektif. Protokol akhir Mei 2020 jumlah kasus Covid-19 masih terus
kesehatan yang demikian ketat memang harus meningkat. Pilkada langsung terancam tidak dapat
diterapkan ketika kita memilih melaksanakan pilkada digelar, konsekuensi logisnya terjadi kekosongan
secara langsung di TPS. Korea Selatan pun jabatan kepala daerah. Untuk mencegah kekosongan
melaksanakan 200andemic kesehatan yang serupa. tersebut, beberapa alternatif pola pengisian jabatan
Konsekuensinya, memang hal ini akan menambah kepala daerah dapat menjadi solusi, diantaranya
anggaran pengeluaran 200andem untuk perhelatan melalui penunjukkan penjabat sementara atau
pilkada. Padahal, Perppu No. 2 Tahun 2020 secara pelaksana tugas (Plt), Pilkada tidak langsung, dan

200
Jurnal Pembangunan Hukum Indonesia Program Studi Magister Ilmu Hukum
Volume 2, Nomor 2, Tahun 2020 Fakultas Hukum Universitas Diponegoro

Pilkada menggunakan sistem Pemilu elektronik. Herimanto., & Winarno. (2010). Ilmu Sosial dan
Masing-masing pola memiliki kelebihan dan Budaya Dasar. Jakarta: Bumi Aksara.
kekuranganya, dengan argumentasi logis dan yuridis Rahardjo, S. (2009). Negara Hukum yang
yang kuat dan dapat menjadi pertimbangan. Membahagiakan Rakyatnya. Yogyakarta:
Namun, ketentuan Perppu No. 2 Tahun 2020 Genta Publishing.
masih memilih cara Pilkada langsung secara
konvensional. Patut diapresiasi bahwa pemerintah JURNAL
berupaya untuk mewujudkan hak konstitusional Aswandi, Bobi., & Roisah, Kholis. (2019). Negara
warga negara melalui penyelenggaran pilkada. Hukum Dan Demokrasi Pancasila Dalam
Catatan pentingnya ialah, hak untuk memilih adalah Kaitannya Dengan Hak Asasi Manusia (Ham).
HAM, demikian pula hak hidup dan hak atas Jurnal Pembangunan Hukum Indonesia, Vol.
kesehatan. Karena itu, Pemerintah wajib memastikan 1, (No. 1), pp. 128-145.
protokol kesehatan Covid-19 dijalankan secara ketat Anwar, K. (2011). Pendidikan Hukum Di Era Transisi
ketika pelaksanaan proses pilkada. Protokol Dalam Negara Demokrasi Menuju Indonesia
kesehatan itu hendaknya dinormakan dalam PKPU Baru. Jurnal Masalah-Masalah Hukum, Vol.
dengan disertai sanksi agar memiliki kekuatan 40, (No. 2), pp. 236–245.
berlaku mengikat dan efektif. Penerapan protokol Aziz, Mokhamad A. (2016). Pilkada Serentak melalui
kesehatan ketika pilkada tentu berakibat pada DPRD: Sebuah Gagasan Mewujudkan Pilkada
kenaikan anggaran pengeluaran negara. Inilah harga Demokratis Perspektif Pancasila dan UUD
yang harus dibayar untuk memastikan kesehatan 1945. Politik Indonesia: Indonesian Political
warga negara dan keniscayaan sebuah demokrasi. Science Review, Vol.1, (No. 2), pp. 154-170.
Diskursus hukum tentang penyelenggaraan pilkada Budhiati, I. (2013). Quo Vadis Demokrasi Prosedural
di tengah pandemi harus dilakukan, untuk dan Pemilu: Sebuah Refleksi Teoritis. Jurnal
memperbaharui dan menyesuaikan norma-norma Masalah-Masalah Hukum, Vol. 42, (No. 2), pp.
sesuai normal baru yang tercipta karena pandemi. 268-273.
Demartoto, A. (2013). Realitas Virtual Realitas
DAFTAR PUSTAKA Sosiologi. Jurnal Cakrawala, Vol. 2, (No. 1),
BUKU pp. 326-352.
Asshiddiqie, J. (2014). Pengantar Ilmu Hukum Tata Deliarnoor, Nandang A. (2015). Problematika
Negara, Ed.1, Cet. 6. Jakarta: Rajawali Pers. Pelaksana Tugas (Plt) dalam Masa Transisi
Heim, M. (1993). The Metaphysics of Virtual reality. Pemerintahan (Pra dan Pasca Pilkada
New York: Oxford University Press.

201
Jurnal Pembangunan Hukum Indonesia Program Studi Magister Ilmu Hukum
Volume 2, Nomor 2, Tahun 2020 Fakultas Hukum Universitas Diponegoro

Serentak). Jurnal Ilmu Pemerintahan, Vol. 1, Masalah-Masalah Hukum, Vol. 42, (No. 2), pp.
(No.2), pp. 322-335. 211–217.
Gennaro, Francesco Di., Pizzol, Damiano., Marotta, Nugraha, Harry S. (2018). Gagasan Amandemen
Claudia., Antunes, Mario., Racalbuto, Ulang Undang-Undang Dasar Negara
Vincenzo., Veronese, Nicola., & Smith, Lee. Republik Indonesia Tahun 1945. Jurnal Lex
(2020). Coronavirus Diseases (COVID-19) Renaissance, Vol. 3, (No. 1), pp. 61-85.
Current Status and Future Perspectives: A Respationo, H M Soerya. (2013). Pemilihan Kepala
Narrative Review. International Journal of Daerah Dalam Demokrasi Electoral. Jurnal
Environmental Research and Public Health, Masalah-Masalah Hukum, Vol. 42, (No. 3), pp.
Vol. 17, (No. 8), p.2690. 356–361.
Hardjaloka, L. (2015). Studi Dinamika Mekanisme Santoso, Agus B. (2017). Eksistensi dan
Pilkada di Indonesia dan Perbandingan Problematika Calon Independen dalam Pilkada
Mekanisme Pilkada Negara Lainnya. Jurnal Ditinjau dari Perspektif Undang-Undang
RechtsVinding, Vol. 4, (No.1), pp. 59-83. Nomor 8 Tahun 2015. Jurnal Refleksi Hukum,
Hardjaloka, Loura., & Megawati, Varida. (2011). E- Vol.1, (No. 2), pp. 147-160.
Voting: Kebutuhan vs. Kesiapan Saraswati, R. (2011). Calon Perseorangan:
(Menyongsong) E-Demokrasi. Jurnal Pergeseran Paradigma Kekuasaan dalam
Konstitusi, Vol. 8, (No. 4), pp. 579-604. Pemilukada. Jurnal Masalah-Masalah Hukum,
Hutapea, B. (2015). Dinamika Hukum Pemilihan Vol. 40, (No.24), pp. 196-201.
Kepala Daerah di Indonesia. Jurnal Sobari, W. (2019). Memperluas Prespektif Kualitas
RechtVindings, Vol. 4, (No.1), pp. 1-20. Pemilihan Umum: Studi Kasus Praktik Semi-E-
Landman, Todd., & Splendore, Luca Di Gennaro. Voting dalam Pemilihan Kepala Desa 2019 di
(2020). Pandemic democracy: elections and Kabupaten Malang. Jurnal Wacana Politik, Vol.
COVID-19. Journal of Risk Research, DOI: 4, (No. 2), pp. 90-106.
10.1080/13669877.2020.1765003. Sodikin. (2015). Pemilihan Kepala Daerah dalam
Leininger, Arndt., & Schaub, Max. (2020). Voting at Konteks UUDN RI Tahun 1945. Jurnal
the dawn of a global pandemic. Paper in RechtsVinding, Vol. 4, (No.1), pp. 43-58.
SocArXiv: University of Maryland, DOI: Susilo, Adityo., Rumende, C. Martin., Pitoyo, Ceva
10.31235/osf.io/a32r7. W., Santoso, Widayat Djoko., Yulianti, Mira.,
Melfa, W. (2013). Penataan Hukum Menuju Hukum Herikurniawan., Sinto, Robert., Singh,
Ideal Dalam Pengaturan Pemilukada. Jurnal Gurmeet., Nainggolan, Leonard., Nelwan, Erni
J., Chen, Lie Kie., Widhani, Alvina., Wijaya,

202
Jurnal Pembangunan Hukum Indonesia Program Studi Magister Ilmu Hukum
Volume 2, Nomor 2, Tahun 2020 Fakultas Hukum Universitas Diponegoro

Edwin., Wicaksana, Bramantya., Maksum, Prasetyo, Banu., & Trisyanti, Umi., (2018). Industri
Maradewi., Annisa, Firda., Jasirwan, Chyntia 4.0 dan Tantangan Perubahan Sosial. In
OM., & Yunihastuti, Evy. (2020). Coronavirus Prosiding SEMATEKSOS 3: Strategi
Disease 2019: Tinjauan Literatur Terkini. Pembangunan Nasional Menghadapi Revolusi
Jurnal Penyakit Dalam Indonesia, Vol.7, Industri 4.0
(No.1), pp. 45-67.
Widyasari, Asita., Dewi, Reyke Anggia., & PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN
Rengganis, Viera Mayasari Sri. (2019). Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia
Gerakan Politik Pendukung Kotak Kosong: Tahun 1945.
Keterlibatan Civil Society dalam Pilkada Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1945 tentang
Kabupaten Pati Tahun 2017. Jurnal PolGov, Kedudukan Komite Nasional Daerah.
Vol 1, (No. 1), pp. 89–119. Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1948 tentang
Yang, Liu., & Ren, Yang. (2020). Moral Obligation, Penetapan Aturan-Aturan Pokok mengenai
Public Leadership, and Collective Action for Pemerintah Sendiri di Daerah-Daerah yang
Epidemic Prevention and Control: Evidence Berhak Mengatur dan Mengurus Rumah
from the Corona Virus Disease 2019 (COVID- Tangganya Sendiri.
19) Emergency. International Journal of Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1957 tentang
Environmental Research and Public Health, Pokok-Pokok Pemerintah Daerah.
Vol.17, (No. 8), p.2731. Undang-Undang Nomor 18 Tahun 1965 tentang
Pokok-Pokok Pemerintah Daerah.
PROSIDING & ORASI ILMIAH Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1974 tentang
Hidayat, A. (2010). Bernegara Itu Tidak Mudah Pokok-Pokok Pemerintah di Daerah.
(Dalam Perspektif Politik dan Hukum). Dalam Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang
Pidato Pengukuhan Guru Besar Ilmu Hukum. Pemerintahan Daerah.
Semarang: Fakultas Hukum Universitas Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2014 tentang
Diponegoro. Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan
Danardono, D. (2016). Hukum sebagai Diskursus. Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan
Dalam Konfrensi Politik, Hukum, dan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat
Kekuasaan: Praktek Kuasa dan Komunikasi Daerah.
dalam Hukum dan Politik di Indonesia, Ke-II, Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2014 tentang
15 September 2016, Semarang: Fakultas Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota.
Hukum dan Komunikasi Unika Soegijapranata.

203
Jurnal Pembangunan Hukum Indonesia Program Studi Magister Ilmu Hukum
Volume 2, Nomor 2, Tahun 2020 Fakultas Hukum Universitas Diponegoro

Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang SUMBER ONLINE


Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pemilihan International Institute for Democracy and Electoral
Gubernur, Bupati, dan Walikota. Assistance. (2020). Ikhtisar Global COVID-19:
Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2015 tentang Dampak terhadap Pemilu. Retrieve from
Perubahan atas Undang-Undang Nomor 1 https://www.idea.int/sites/default/files/multimed
Tahun 2015 tentang Penetapan Peraturan ia_reports/13052020-overview-elections-and-
Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor covid-19-bahasa-indonesia.pdf.
1 Tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur, Ramadhan, A. (2020). Ada 17.025 Kasus Covid-19 di
Bupati, dan Walikota menjadi Undang-Undang. Indonesia, Bertambah 529. Retrieve from
Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang kompas.com.
Perubahan Kedua atas Undang-Undang World Health Organization. (2020). WHO Director-
Nomor 1 Tahun 2015 tentang Penetapan General's opening remarks at the media
Peraturan Pemerintah Pengganti Undang- briefing on COVID-19 - 11 March 2020.
Undang Nomor 1 Tahun 2014 tentang Retrieved from
Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota https://www.who.int/dg/speeches/detail/who-
menjadi Undang-Undang director-general-s-opening-remarks-at-the-
Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang media-briefing-on-covid-19---11-march-2020
Nomor 2 Tahun 2020 tentang Perubahan
Ketiga atas Undang-Undang Nomor 1 Tahun
2015 tentang Penetapan Peraturan
Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor
1 Tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur,
Bupati, dan Walikota menjadi Undang-Undang.
Peraturan Pemerintah Nomor 49 Tahun 2008 tentang
Perubahan Ketiga atas Peraturan Pemerintah
Nomor 6 Tahun 2005 tentang Pemilihan,
Pengesahan Pengangkatan, dan
Pemberhentian Kepala Daerah dan Wakil
Kepala Daerah.
Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 147/PUV-
VII/2009.

204

You might also like