Professional Documents
Culture Documents
Stakeholder Analysis On Ecosystem Restoration of Lake Toba Catchment Area
Stakeholder Analysis On Ecosystem Restoration of Lake Toba Catchment Area
Abstract
Increasing population and exploitation of Toba Lake catchment area had caused environmental degradation. Various
institutions attempt to rehabilitate the area, including Ministry of Forestry through the ITTO project. The project aims
to gather all stakeholders of restoration of Toba Lake catchment area ecosystem and facilitate them to exchange
knowledge and information, so that they could have same understanding and build a network. This study was
conducted in 3 districts, i.e. Samosir, Simalungun, and Karo. The respondents were selected using snowball sampling.
The data was analyzed using stakeholder mapping. The study shows that key stakeholders of Lake Toba catchment
area ecosystem restoration are government institutions which their role and functions are still limited according
their main tasks which hindered synergic activities among them. There are potential conflict and collaboration
among stakeholders which should be managed for the benefit of the project.
Keywords: restoration,catchmentarea,stakeholders,conflict,collaboration
pemangku kepentingan dilakukan dengan menggunakan (Mitchell et al. 1997), atau posisi penting dan pengaruh
metoda snowballing. Mereka dipilih berdasarkan yang dimiliki mereka (Fletcher et. al. 2003). Dengan demikian
pengamatan/pengetahuan awal dan bergulir sesuai dengan para pemangku kepentingan umumnya dapat dikelompokkan
kondisi di lapangan. Wawancara dilakukan kepada informan ke dalam beberapa kelompok, yaitu pemangku kepentingan
kunci yang dalam hal ini umumnya adalah kepala lembaga primer (utama), pemangku kepentingan sekunder
atau yang bertanggung jawab terhadap lembaga yang (pendukung), dan pemangku kepentingan kunci.
bersangkutan serta beberapa informan kunci dari Pemangku kepentingan utama merupakan pemangku
masyarakat. kepentingan yang memiliki kaitan kepentingan secara
Data dan informasi dikumpulkan dengan metode langsung atau memperoleh manfaat dan terkena dampak
wawancara semi terstruktur dengan berpedoman kepada langsung dari suatu kebijakan, program, dan proyek.
daftar topik yang telah disusun sebelumnya. Data dan Pemangku kepentingan pendukung adalah pemangku
informasi tersebut kemudian dianalisis secara deskriptif, kepentingan yang tidak memiliki kaitan kepentingan secara
yaitu dengan menyajikan hasil pemetaan para pemangku langsung terhadap suatu kebijakan, program, dan proyek,
kepentingan dan melakukan pembahasan dengan logika tetapi memiliki kepedulian dan keprihatinan sehingga mereka
ilmiah berdasarkan data dan informasi yang diperoleh. turut bersuara dan berpengaruh terhadap sikap masyarakat
dan keputusan legal pemerintah. Pemangku kepentingan
Hasil dan Pembahasan kunci merupakan pemangku kepentingan yang memiliki
Pemangku kepentingan dalam pemulihan ekosistem kewenangan secara legal dalam hal pengambilan keputusan.
Danau Toba Mitchell et al. (1997) mendefinisikan pemangku Berdasarkan definisi tersebut, maka para pemangku
kepentingan (stakeholder) sebagai kelompok atau individu kepentingan kunci, utama dan pendukung dalam upaya
yang dapat mempengaruhi dan atau dipengaruhi oleh suatu pemulihan ekosistem DTA Danau Toba dijabarkan
pencapaian tujuan tertentu. Sedangkan Fletcher et al. (2003) sebagaimana tercantum pada Tabel 1.
secara singkat mendefenisikan pemangku kepentingan
merupakan orang dengan suatu kepentingan atau perhatian Pemetaan para pemangku kepentingan di DTA Danau Toba
pada permasalahan. Para pemangku kepentingan ini sering Pemangku kepentingan kunci umumnya mempunyai tingkat
diidentifikasi dengan pertimbangan tertentu, yaitu dari segi kepentingan dan tingkat pengaruh yang tinggi terhadap
kekuatan dan kepentingan relatif mereka terhadap isu upaya pemulihan ekosistem DTA Danau Toba. Sedangkan
Tabel 1 Matriks analisis para pemangku kepentingan pemulihan ekosistem DTA Danau Toba
103
JMHT Vol. XV, (3): 102–108, Desember 2009 Artikel Ilmiah
ISSN: 2087-0469
pemangku kepentingan utama (masyarakat) umumnya Danau Toba karena berkaitan dengan kepentingan kawasan
memiliki tingkat kepentingan yang tinggi namun tingkat DAS yang luas meliputi juga daerah di hilir DTA Toba. BP
pengaruh mereka rendah. Adapun pemangku kepentingan DAS adalah lembaga teknis yang dikendalikan oleh lembaga
pendukung umumnya memiliki tingkat kepentingan dan yang ada di pusat dan lebih banyak menjalankan program-
tingkat pengaruh yang sedang sampai rendah. Matriks program yang sudah direncanakan dari pusat.
analisis pemangku kepentingan berdasarkan tingkat Badan Koordinasi Pelestarian Ekosistem Danau Toba
kepentingan dan tingkat pengaruhnya disajikan pada Tabel (BKPEDT) merupakan suatu badan yang dibentuk oleh
1. Sedangkan Gambar 1 menunjukkan peta para pemangku gubernur untuk mengkoordinasikan kegiatan pelestarian
kepentingan berdasarkan tingkat pengaruh dan tingkat lingkungan DTA Danau Toba yang meliputi 7 kabupaten.
kepentingannya. Oleh karena itu, badan ini memiliki kepentingan tertinggi
Berdasarkan tugas pokok dan fungsinya (tupoksi), dalam rehabilitasi kawasan DTA Toba. BKPEDT juga
Dinas Kehutanan dan Perkebunan Kabupaten Samosir, bertugas mengkoordinasikan semua pemangku kepentingan
Dinas Kehutanan Kabupaten Simalungun, dan Dinas di kawasan DTA Danau Toba dalam upaya merumuskan
Kehutanan dan Lingkungan Hidup Kabupaten Karo memiliki perencanaan tata ruang kawasan DTA Danau Toba. Namun
tingkat kepentingan tertinggi dalam pengelolaan kawasan menurut laporan hasil rapat BKPEDT tahun Desember 2007,
DTA Danau Toba terutama berkaitan dengan pemulihan rencana tata ruang kawasan DTA Danau Toba belum
fungsi ekosistem DTA Danau Toba. Dalam rangka tersusun. Sampai saat ini pembangunan di kawasan ini masih
menjalankan tupoksi tersebut, ketiga lembaga pemerintah mengacu kepada perencanaan yang sudah diatur pada tahun
tersebut membuat berbagai program rehabilitasi hutan dan 1990, meski perencanaan tersebut sudah tidak sesuai dengan
lahan. Apabila terjadi degradasi lingkungan serta perubahan perkembangan dan permasalahan yang dihadapi kawasan
fungsi ekosistem kawasan DTA Danau Toba maka ketiga DTA Danau Toba.
lembaga tersebut yang harus memikul tanggung jawab BKPEDT dan BP DAS Asahan Barumun merupakan
utama sesuai dengan tupoksinya untuk memulihkan kembali dua lembaga yang memiliki lingkup kerja membawahi
kondisi kawasan DTA Danau Toba. seluruh kawasan DTA Danau Toba. Dengan demikian,
BP DAS Asahan Barumun merupakan satu-satunya kedua lembaga ini seyogyanya memiliki pengaruh yang
lembaga pemerintah yang membawahi kawasan DTA Danau paling tinggi dalam menentukan pengelolaan kawasan DTA
Toba yang wilayah kerjanya meliputi seluruh wilayah Danau Toba. Namun BKPEDT adalah lembaga non
administratif 7 kabupaten di DTA Danau Toba. Dengan departemen dengan sekretariat yang berkedudukan di
demikian, lembaga ini seharusnya memiliki kepentingan ibukota provinsi sehingga tidak memiliki staf atau sumber
tertinggi dalam kaitan pemulihan ekosistem kawasan DTA daya yang langsung berada di lapangan walaupun secara
104
JMHT Vol. XV, (3): 102–108, Desember 2009 Artikel Ilmiah
ISSN: 2087-0469
kelembagaan pemerintah daerah di kawasan Danau Toba usaha mereka, mereka tidak terlalu memperhatikan dan juga
adalah anggota dari BKPEDT. Dengan demikian, BKPEDT tidak memiliki program yang berkaitan dengan hal tersebut.
kurang memiliki pengaruh dalam pengelolaan kawasan danau Namun apabila kawasan DTA Danau Toba menjadi lebih
Toba. Bahkan Lake Toba Ecosystem Management Plan baik dan mampu menarik jumlah pengunjung atau wisatawan
(LTEM) yang telah disusun oleh BKPEDT sampai saat ini yang lebih banyak, maka pemulihan ekosistem DTA Danau
belum menjadi acuan pemerintah daerah di kawasan Danau Toba akan berdampak positif bagi usaha mereka dan
Toba dalam perencanaan pengelolaan kawasan Danau Toba. akhirnya menjadi penting.
Walaupun BP DAS Asahan Barumun memiliki kawasan LSM umumnya lebih menekankan kepada kepentingan
melingkupi seluruh kabupaten di sekitar Danau Toba serta masyarakat yang menjadi binaannya, sehingga masalah
sekitar aliran sungai Asahan dan sungai Barumun, namun restorasi DTA Danau Toba lebih terbatasi hanya apabila
lembaga ini juga merupakan instansi pusat yang berada di masyarakat tidak terpenuhi kepentingannya. Melalui
daerah dan berkantor di ibukota Kabupaten Simalungun advokasi dan pelatihan kepada masyarakat serta penerbitan
serta tidak memiliki fungsi sebagai pelaksana namun tulisan kritikal di media massa, Yayasan KSPPM
merupakan lembaga yang membuat perencanaan dan mempresentasikan kepentingan lembaganya terhadap
mengkoordinasikan berbagai kegiatan. Dalam pengelolaan pengelolaan dan restorasi ekosistem DTA Danau Toba.
kawasan DTA Toba, BP DAS Asahan Barumun hanya Lembaga non pemerintah seperti KSPPM dan Dewan Gereja
melaksanakan kegiatan rehabilitasi hutan dan lahan, seperti St. Fidelis memiliki pengaruh yang tinggi terhadap
kegiatan Gerakan Rehabilitasi Hutan dan Lahan (Gerhan). masyarakat dan juga sering didengar pendapatnya oleh
Lembaga ini hanya menyediakan bibit, melakukan pemerintah dalam pengambilan keputusan.
monitoring, dan melaksanakan pembinaan dengan bantuan Perusahaan swasta seperti CV Luhur yang memegang
LSM lokal yang dikoordinir oleh lembaga ini. izin usaha pengelolaan dan penyadapan getah pinus karena
Masyarakat yang bermukim di kawasan DTA Danau kepentingan bisnis tidak terlalu merasa berkepentingan
Toba memiliki kepentingan yang tinggi terhadap pemulihan terhadap pengelolaan dan restorasi ekosistem DTA Danau
fungsi ekosistem kawasan DTA Toba. Mereka banyak Toba. Walaupun wilayah kerja CV Luhur merupakan bagian
bergantung pada sumber daya alam di kawasan tersebut dari DTA Danau Toba, dan mereka merasa kepastian
untuk pemenuhan kebutuhan hidup sehari-hari. Mereka usahanya (perpanjangan izin usaha) tidak menentu sehingga
memanfaatkan air Danau Toba sebagai sumber air minum, mereka memandang usaha pemulihan ekosistem DTA Danau
keperluan mandi, cuci, kakus, untuk pertanian, sumber Toba bukan menjadi kewajiban apalagi karena sudah
pendapatan dari perikanan, transportasi penyeberangan, membayar provisi sumber daya hutan. Namun demikian,
serta pemanfaatan sumber daya hutan (kayu bakar, pakan mereka tetap mendukung upaya restorasi kawasan DTA
ternak, dll). Kepentingan masyarakat akan pemulihan fungsi Danau Toba, misalnya dengan memberikan dukungan
ekosistem DTA Danau Toba lebih dipengaruhi oleh pinjaman alat (kendaraan) untuk kegiatan gerakan
kebutuhan mereka akan kelestarian sumber daya untuk penghijauan (Gerhan).
menopang kelangsungan hidup mereka. Untuk itu sebagian
Potensi konflik dan kolaborasi antar pemangku
masyarakat bersedia lahannya dijadikan lokasi kegiatan
kepentingan Konflik kepentingan yang mencolok antar
rehabilitasi lahan dan menyediakan tenaga mereka untuk
pemangku kepentingan tidak begitu terlihat. Namun
kegiatan tersebut.
demikian, terdapat potensi konflik kepentingan misalnya
Berdasarkan hasil wawancara diketahui bahwa beberapa
antara pemilik restoran dan penginapan (PHRI) dengan
lembaga pemerintah seperti Dinas Pariwisata, Sosial Budaya
lembaga-lembaga pemerintah dalam hal pengaturan tata
dan Perhubungan Kabupaten Samosir dan Dinas Pariwisata
ruang. Selain itu terdapat pula potensi konflik antara
Kabupaten Simalungun berkepentingan tinggi terhadap
lembaga non pemerintah, terutama perusahaan yang sumber
pemulihan fungsi ekosistem DTA Danau Toba. Namun
usahanya tergantung kepada sumber daya alam di kawasan
karena tupoksi lembaga tersebut tidak berkaitan langsung
DTA Toba baik di danau maupun di hutan/lahan dengan
maka kepentingan mereka tidak tercermin dalam program-
lembaga pemerintah. Upaya restorasi ekosistem pada satu
program yang dijalankan oleh lembaga tersebut. Terjaganya
sisi akan menguntungkan mereka karena kelestarian usaha
kondisi ekosistem DTA Danau Toba tentu akan menjadikan
akan ikut terjaga, namun di sisi lain akan mengganggu atau
kawasan DTA Danau Toba menjadi obyek tujuan wisata
meningkatkan biaya produksi atau mengurangi pendapatan
yang akan banyak menarik minat wisatawan baik nusantara
usaha mereka. Konflik kepentingan antar lembaga
maupun mancanegara. Salah satu penyebab menurunnya
pemerintah hampir tidak ada, namun terdapat tumpang tindih
tingkat kunjungan wisatawan dalam hampir 5 tahun terakhir
tupoksi dan kegiatan lembaga-lembaga tersebut akan
adalah lingkungan Danau Toba yang tidak lagi terjaga
menghambat upaya pemulihan ekosistem DTA Danau Toba.
dengan baik sehingga kurang menarik bagi pengunjung.
Semua pemangku kepentingan pada umumnya
PHRI sebagai suatu asosiasi hotel dan restoran
menyatakan mendukung kegiatan yang bersifat
memandang pemulihan ekosistem DTA Toba penting,
memperbaiki kondisi dan pengelolaan kawasan DTA Danau
namun karena tidak langsung berkaitan dengan kegiatan
Toba, sehingga terdapat potensi kolaborasi yang sangat
105
JMHT Vol. XV, (3): 102–108, Desember 2009 Artikel Ilmiah
ISSN: 2087-0469
Tabel 2 Peran, fungsi, dan program/kegiatan beberapa pemangku kepentingan Kabupaten Samosir, Kabupaten
Simalungun, dan Kabupaten Karo dalam pemulihan ekosistem DTA Danau Toba
106
JMHT Vol. XV, (3): 102–108, Desember 2009 Artikel Ilmiah
ISSN: 2087-0469
Lanjutan Tabel 2.
Badan Peran:
Lingkungan pelaksanaan,
Hidup dan monitoring dan
Litbang evaluasi.
Kabupaten Fungsi: eksekusi.
Samosir
Pemangku kepentingan utama
Masyarakat Desa Peran: Menyediakan lahan dan tenaga kerja untuk kegiatan
Martoba dan pelaksanaan. rehabilitasi.
Sipangan Bolon Fungsi: eksekusi.
besar. Oleh karena itu perlu ada upaya memanfaatkan potensi tampaknya sampai saat ini BKPEDT belum mampu
kolaborasi yang besar tersebut agar dapat terjadi kegiatan mendorong seluruh pemangku kepentingan untuk saling
pengelolaan kawasan DTA Danau Toba yang sinergis. bekerjasama dengan baik, sehingga kegiatan yang dilakukan
Pertemuan-pertemuan yang bersifat koordinatif untuk banyak yang bersifat sporadis dan lebih menekankan
mensinergikan berbagai kegiatan telah dilakukan oleh kepentingan masing-masing wilayah (kabupaten/kota).
BKPEDT yang berkedudukan di Medan dan beranggotakan Sebagai salah satu akibatnya adalah belum tersusunnya
7 Pemda kabupaten di sekitar kawasan Danau Toba. Namun rencana tata ruang kawasan DTA Danau Toba yang sangat
107
JMHT Vol. XV, (3): 102–108, Desember 2009 Artikel Ilmiah
ISSN: 2087-0469
108