Professional Documents
Culture Documents
Handoyo
Pusat Penelitian dan Pengembangan Sosial, Ekonomi, Kebijakan dan Perubahan Iklim;
Jl. Gunung Batu No.5, Bogor, Indonesia; e-mail: handoyo@dephut.go.id
ABSTRACT
Conflict in Tesso Nilo National Park (TNNP) involves many actors, scenarios and interests that threaten the existence of
the ecosystems conserving for the survival of the Sumatran elephant. This study finds significance when it can identify the actors and
provide an approach to managing relationships through the power stakeholder analysis (PSA) method. The position of the Attributes
Actors on the PSA quadrant card was determined by focused group discussion (FGD). The study results show that the actors involved
in the conflict are : TNNP, local and migrant communities , oil palm plantation investors, bad officers, local government, law enforcers
and non-governmental organizations (NGO) TNNP, local government, and law enforcers are in the quadrant with the
characteristics of stakeholders who have the power and high potential. Stakeholders in this quadrant are able to do a collaboration in
order to strengthen the management. Investors of oil palm plantation, the national land agency (BPN) and NGOs have high power
but low potential. Management relationship that can be offered to the TNNP is to pursue policy to withstand from the pressure of oil
palm plantation investors to invest in TNNP area and take action to mitigate the impact of different perspectives from NGOs and
BPN. Local communities and migrant communities have high potentials but low power. TNNP can improve these two communities'
capacities and involvement in national park management.
Keywords: Conflict of interests, Tesso Nilo National Park, power stakeholder analysis.
ABSTRAK
Konflik di Taman Nasional Tesso Nilo (TNTN) melibatkan banyak aktor, skenario dan kepentingan yang
mengancam keberadaannya sebagai kawasan yang bertujuan mengkonservasi ekosistem bagi kelangsungan hidup
gajah sumatera. Kajian ini menemukan signifikansinya ketika dapat mengurai para aktor dan dapat memberi salah
satu pendekatan dalam mengelola relasinya melalui metode power stakeholders analysis (PSA). Atribut aktor yang
menentukan posisinya pada kuadran kartu PSA ditentukan melalui focussed group discussion (FGD). Hasil studi
menunjukkan aktor yang terlibat pada konflik ini adalah: TNTN, masyarakat setempat, masyarakat pendatang,
pemodal kebun sawit, koperasi, oknum aparat, pemerintah daerah, penegak hukum dan lembaga swadaya
masyarakat (LSM). Balai TNTN, pemerintah daerah dan penegak hukum berada pada kuadran dengan
karakteristik pemangku kepentingan yang mempunyai kekuasaan dan potensi tinggi. Pemangku pada kuadran ini
dapat melakukan kolaborasi dalam rangka memperkuat pengelolaan. Pemodal kebun sawit, Badan Pertanahan
Nasional (BPN) dan LSM merupakan aktor yang mempunyai kekuasaan tinggi namun potensi rendah.
Manajemen relasi yang dapat ditawarkan adalah TNTN dapat mengambil kebijakan bertahan dari pemodal kebun
sawit untuk menanamkan investasinya di kawasan TNTN dan mengambil tindakan mitigasi dampak dari LSM
dan BPN yang berbeda perspektifnya. Masyarakat setempat dan masyarakat pendatang mempunyai potensi tinggi
namun mempunyai kekuasaan rendah. Pihak TNTN dapat meningkatkan kapasitas mereka untuk mengelola
taman nasional.
Kata kunci: Konflik kepentingan, Taman Nasional Tesso Nilo, power stakeholder analysis.
89
Jurnal Analisis Kebijakan Kehutanan
Vol. 12 No. 2, Agustus 2015 : 89 - 104
90
Proses Resolusi Konflik di Taman Nasional Tesso Nilo, Riau...
Handoyo
Balai TNTN memilih diskusi dan mediasi Nasional Danau Sentarum. Pendekatan ini
dengan masyarakat dalam mencari akar diusulkan tersebut berdasarkan pertimbangan
permasalahan dan menyelesaikan konflik yang konseptual yang membedakan konflik sebagai
terjadi. Diskusi dan mediasi dirasakan lebih tepat situasi di mana seorang aktor merasa "terganggu"
digunakan dengan masyarakat sehingga mudah oleh perilaku/tindakan aktor lain (Yasmi et al.,
dipahami alasan yang mereka jadikan argumentasi 2007a). Aplikasi pendekatan tersebut dapat
ketika tidak puas dengan langkah atau tindakan memberikan dasar yang lebih menyeluruh untuk
yang diambil Balai TNTN dalam menyelesaikan menganalisis konflik penggunaan sumber daya
masalah dengan masyarakat (Pratama & dibandingkan dengan pendekatan tradisional. Ini
Nurjanah, 2012). membantu dalam membedakan aktor dan
Studi ini mempunyai empat tujuan yaitu: 1) gangguan yang berhubungan dengan konflik.
mengidentifikasi aktor yang terlibat dalam konflik; Selain itu, juga menyediakan kerangka kerja untuk
2) mengetahui penyebab terjadinya konflik ke- mendefinisikan faktor atau kondisi yang
pentingan; 3) mengetahui perspektif masing- memengaruhi tindakan. Ilmuwan telah lama
masing aktor tentang konflik yang terjadi dan 4) berjuang untuk menemukan metode yang
memberi salah satu pendekatan bagi resolusi memadai untuk menganalisis konflik, terutama
konflik yaitu manajemen relasi aktor yang terlibat dengan mengembangkan definisi dan model.
konflik. Manajemen relasi ini diputuskan melalui Sementara tidak ada satu pun aliran pemikiran
metode power stakeholders analysis (PSA). Ketika yang ada, konflik klasik selalu didefinisikan
tujuan di atas tercapai, maka hasil tersebut dapat sebagai perbedaan persepsi, tujuan atau
memberi salah satu pendekatan bagi resolusi kepentingan (Bartos & Wehr, 2002).
konflik di Balai TNTN berupa manajemen relasi Lebih lanjut, meskipun ada kemungkinan
pemangku kepentingan. untuk mengidentifikasi pola-pola eskalasi konflik
pengelolaan sumber daya, namun tidak ada satu
pola "generik" yang cocok untuk semua kasus
II. METODE PENELITIAN pengelolaan sumber daya (Yasmi et al., 2007b).
Eskalasi konflik merupakan salah satu aspek
Kajian ini meng gunakan pendekatan penting yang harus dipahami untuk manajemen
kualitatif dengan beberapa strategi koleksi data konflik yang konstruktif. Telah banyak dibahas di
yaitu wawancara mendalam informan kunci, berbagai bidang studi sosial, khususnya yang
focussed group discussion (FGD) dan dokumentasi berkaitan konflik antar individu. Eskalasi konflik
data terkait studi. Informan kunci dalam kajian ini di pengelolaan sumber daya lebih kompleks
adalah individu yang dianggap memahami secara dibandingkan dengan konflik antar individu.
mendalam tentang permasalahan konflik Kompleksitas ini mungkin disebabkan karena
kepentingan kawasan TNTN yang berasal dari fakta bahwa kebanyakan konflik dalam
instansi pemerintah, non governmental organization pengelolaan sumber daya adalah tentang multi-
(NGO) dan akademisi yang ditentukan dengan aktor konflik, melibatkan berbagai isu dan strategi
metode snow ball. Untuk menentukan manajemen manajemen (Yasmi et al., 2007b).
relasi aktor yang terlibat dalam konflik, studi ini PSA adalah alat yang membantu pemahaman
menggunakan alat analisis PSA. Strategi penyajian tentang bagaimana orang memengaruhi kebijakan
hasil studi yang digunakan adalah deskriptif. dan institusi dan bagaimana kebijakan dan
Sebuah analisis konflik yang ketat diperlukan lembaga memengaruhi orang-orang (Inter-
dalam pengembangan strategi manajemen dalam national Institute for Environment and
pengelolaan sumber daya alam untuk resolusi Development/IIED, 2005). Hal ini sangat
kon-flik yang efektif (Yasmi, 2007). Misalnya berguna dalam mengidentifikasi pihak pemenang
pendekatan “impairment” (pelemahan) untuk dan pecundang dan dalam menyoroti tantangan
menganalisis penyelesaian antar dan intra konflik yang harus dihadapi untuk mengubah perilaku,
di kawasan konservasi lahan basah di Taman mengembangkan kemampuan dan mengatasi
91
Jurnal Analisis Kebijakan Kehutanan
Vol. 12 No. 2, Agustus 2015 : 89 - 104
kesenjangan. Penggunaan PSA memang jauh dari penerapan kebijakan dan pengembangan
rutinitas dalam konteks pengembangan dan lembaga/institusi. Melalui pengalaman lebih
penerapan kebijakan dan pengembangan lem- banyak akan mungkin untuk memenuhi tantangan
baga/institusi. Ada berbagai pendekatan untuk utama, termasuk (IIED, 2005):
melakukan PSA (IIED, 2005) yaitu: 1) a. Agenda penganalisa. Kepentingan dan agenda
mengembangkan tujuan dan prosedur analisis dan penganalisa yang bersifat menghasut dan
awal pemahaman tentang sistem; 2) meng- mengarahkan analisis perlu dijelaskan secara
identifikasi pemangku kepentingan kunci; 3) transparan.
mengetahui kepentingan para pemangku b. Ekuitas atau prioritas. Memperlakukan para
kepentingan, karakteristik dan keadaannya; 4) pemangku kepentingan secara adil, sementara
mengidentifikasi pola dan konteks interaksi antar juga mengembangkan sarana yang diperlukan
pemangku kepentingan; 5) menilai kekuatan dan untuk memprioritaskan atau memilih di antara
potensi peran pemangku kepentingan dan 6) mereka.
menilai pilihan dan menggunakan temuan untuk c. Kemampuan terbatas untuk melihat ke dalam
membuat kemajuan. sistem. PSA menemukan kesulitan untuk dapat
Bagaimana cara melakukan PSA? Berikut terlibat untuk mengetahui dinamika internal
adalah langkah yang dapat diambil: 1) dan konflik dalam kelompok pemangku
membangun tujuan dan prosedur analisis dan kepentingan.
memulai memahami sistem yang ada; 2) d. Para pemangku kepentingan tidak akan duduk
mengidentifikasi pemangku kepentingan kunci; diam. Identitas kelompok pemangku
3) m engetahui karakteritik dan keadaan kepentingan saling tumpang-tindih; bahkan
kepentingan pemangku kepentingan; 4) dalam satu kelompok, orang dapat mempunyai
mengidentifikasi pola dan konteks interaksi antara banyak identitas.
pemangku kepentingan; 5) menilai kekuatan dan e. Konflik nilai fundamental. Pemangku
potensi pemangku kepentingan dan 6) melakukan kepentingan mungkin memiliki sistem nilai
penilaian terhadap pilihan dan menggunakan te- yang sangat berbeda dan PSA dapat
muan baru untuk membuat kemajuan. mengidentifikasi sedikit kesamaan. Namun,
Banyak yang menilai bahwa PSA merupakan orang yang saling bertentangan dapat
alat yang sangat efektif untuk membangun pema- menyebabkan perdebatan yang lebih kaya
haman dari distribusi efek dari kebijakan yang ak- sehingga membutuhkan checks and balances.
tual maupun kebijakan yang akan diperkenalkan f. Kelompok yang terpinggirkan. PSA dapat
dan pemahaman terhadap institusi. PSA dapat memperjelas kepentingan kelompok yang
mengidentifikasi siapa yang dapat memengaruhi terpinggirkan namun tidak bisa menjamin
kebijakan dan institusi dan bagaimana caranya. mereka akan menjadi kuat dalam representasi-
Jika dilakukan dengan pemangku kepentingan nya. Mengurutkan peringkat pemangku
kunci, PSA dapat meningkatkan rasa memiliki dari kepentingan yang tidak cermat sesuai dengan
keputusan yang diambil, dapat dijadikan sarana kekuatan dan potensinya kadang-kadang dapat
untuk menjalankan isu yang penuh akal (tricky) menyebabkan kesalahpahaman dan kesalahan
secara terpisah dari tahap awal proses negosiasi memandang keberadaan kelompok yang
dan sebagai sarana persetujuan untuk menentukan berada di peringkat bawah.
identifikasi hal-hal yang akan menjadi prioritas. g. Bermain ke tangan yang kuat. Ketika hasil ana-
Walaupun PSA dapat langsung menemukan lisis mengungkapkan informasi tentang kelom-
dan terjun ke jantung masalah, tetapi PSA tidak pok yang kurang kuat, ini bisa berbahaya
mungkin dapat memberikan solusi penuh. Peng- karena akan menyebabkan tindakan tidak adil
gunaannya hanya sebagai bagian dari proses untuk pada bagian dari kelompok yang lebih kuat
membuat kemajuan lebih lanjut masih perlu ber- dalam prosesnya.
kembang. Penggunaan PSA memang jauh dari ru- Banyak dari tantangan tersebut berhubungan
tinitas dalam konteks pengembangan dan dengan kotak pandora relasi antar pemangku
92
Proses Operasionalisasi Kebijakan Kesatuan Pengelolaan Hutan . . .
Julijanti et al.
kepentingan. Bagi yang melakukan PSA, yang 38.576 ha dan Keputusan Menteri Kehutanan
membuka relasi tersebut harus bertanggung jawab No. SK 663/Menhut-II/2009 tanggal 15 Okto-
untuk memastikan bahwa konsekuensi tidak ber 2009 seluas ± 44.492 ha. Wilayah TNTN seba-
hanya dibiarkan menggantung, tetapi terkait gian besar berada di wilayah Kabupaten Pelalawan
dengan mekanisme yang dapat terus berhubungan dan sebagian kecil di Kabupaten Indragiri Hulu,
dengan mereka. Provinsi Riau. TNTN sebelumnya merupakan
bagian kawasan Hutan Produksi Terbatas (HPT)
yang dialokasikan untuk kegiatan IUPHHK-
III. HASIL DAN PEMBAHASAN H utan Alam/ H ak Pengusahaan Hutan
(IUPHHK-HA/ HPH) di antaranya untuk PT
A. Sejarah Taman Nasioal Tesso Nilo (TNTN): Dwi Marta dan PT Nanjak Makmur. Hingga saat
Kondisi de jure dan de facto TNTN ini di kawasan hutan Tesso Nilo masih terdapat
perizinan HPH yaitu PT Siak Raya Timber seluas
Kompleks hutan Tesso Nilo secara luas sebe- 38.650 ha dan HPH PT Hutani Sola Lestari seluas
narnya merupakan kawasan Taman Nasional 45.990 ha. Ekosistem di areal kerja PT Hutani Sola
Tesso Nilo (TNTN), Izin Usaha Pemanfaatan Lestari dan PT Siak Raya Timber yang merupakan
Hasil Hutan Kayu (IUPHHK) PT Hutani Sola luasan kawasan yang kompak dengan TNTN
Lestari dan IUPHHK PT Siak Raya Timber. seharusnya dikelola dalam bentuk kawasan
Kawasan TNTN sendiri mempunyai luas lebih lindung yang berfungsi sebagai penyangga TNTN.
kurang 83.068 ha ditunjuk berdasarkan Sejarah penetapan sebagian kawasan hutan Tesso
Keputusan Menteri Kehutanan No. SK. Nilo sebagai taman nasional dapat dilihat pada
255/Menhut-II/2004 tanggal 19 Juli 2004 seluas Tabel 1.
Tabel 1. Matriks sejarah dan aspek yuridis sebagian kawasan Tesso Nilo menjadi Taman Nasional Tesso
Nilo
Table 1. Historical and juridical aspects matrix of Tesso Nilo area to become Tesso Nilo National Park
Tahun Kejadian dan status kawasan
Legalitas (Legality)
(Year ) (Events and area status)
1974 Beroperasinya HPH PT Dwi SK Menpan No. 410/Kpts/Um/7/1974 tanggal 30 Juli 1974 t entang
Marta Pemberian HPH Kepada PT Dwi Marta seluas 120.000 ha.
1979 Beroperasinya HPH SK Menteri Pertanian No. 231/Kpts/Um/3/1979 tanggal 27 Maret
PT Nanjak Makmur 1979 tentang Pemberian Hak Pengusahaan Hutan Kepada PT Nanjak
Makmur seluas 48.370 ha
1986 Tesso Nilo merupakan Hutan SK Menhut No. 173/Kpts-II/1986 tanggal 6 Juni 1986 tentang Tata
Produksi Terbatas dan telah Guna Hutan Kesepakatan (TGHK) dan Penunjukan Kawasan Hutan
dilakukan tata batas hutan oleh Menteri Kehutanan melalui Keputusan No. 173/Kpts-II/1986
produksi terbatas kawasan Tesso tanggal 6 Juni 1986
Nilo seluas 337.500 ha
1994 Pengelolaan PT Dwi Marta SK Menhut No. 1039/Menhut-IV/1995 tanggal 13 Juli 1995 tentang
berakhir dan dikelola oleh PT Penunjukan dan Penugasan PT Inhutani IV untuk Mengelola dan
Inhutani IV seluas 57.873 ha Mengusahakan Areal Eks HPH PT Dwi Marta
1994 RTRWP tetap merupakan Peraturan Daerah Provinsi Riau No. 10 tahun 1994 tentang Rencana
Kawasan Hutan Produksi Tata Ruang Wilayah Provinsi (RTRWP) Daerah Tingkat I Riau
Terbatas
1995 Penunjukan dan Penugasan PT SK Menhut No. 1039/Menhut-IV/1995 tanggal 13 Juli 1995 tentang
Inhutani IV Penunjukan dan Penugasan PT Inhutani IV untuk Mengelola dan
Mengusahakan Areal Eks HPH PT Dwi Marta seluas 57.850 ha
1998 Pemberian Hak Pengusahaan SK Menhut No. 14/Kpts-II/1998 tanggal 6 Januari 1998 tentang
Hutan Tanaman Industri kepada Pemberian Hak Pengusahaan Hutan Tanaman Industri dengan Sistem
PT Inhutani IV seluas ± 57.873 Silvikultur Tebang dan Tanam Jalur k epada PT Inhutani IV seluas ±
ha 57.873 ha yang Terletak di Provinsi Riau
93
Jurnal Analisis Kebijakan Kehutanan
Vol. 12 No. 2, Agustus 2015 : 89 - 104
Tabel 1. Lanjutan
Table 1. Continued
Tahun Kejadian dan status kawasan
Legalitas (Legality)
(Year ) (Events and area status)
2000 Perpanjangan dan pemberian SK Menhut No. 108/Kpts/II/2000 tanggal 29 Desember 2000
Hak Penguasaan Hutan PT tentang Perpanjangan Pemberian Hak Pengusahaan Hutan kepada PT
Nanjak Makmur seluas 48.370 ha Nanjak Makmur seluas 48.370 ha
2001 BKSDA mendukung TN sebagai Surat Kepala BKSDA Riau No. 405/UKSDA-2/XIV-5/2001 tanggal
kawasan konservasi 15 Maret 2001 tentang Dukungan Kawasan Hutan Tesso Nilo seluas
120.000 ha yang terletak di Kabupaten Kampar, Indragiri Hulu,
Pelalawan dan Kuansing sebagai Kawasan Konservasi Gajah
2001 PHKA mendukung usulan Surat Dirjen PHKA No. 252/DJ-V/KK/201 tanggal 27 Maret 2001
BKSDA pada prinsipnya mendukung usulan Kepala Unit KSDA Riau dan
WWF Indonesia untuk membentuk Kawasan Hutan Produksi Tesso
Nilo menjadi kawasan konservasi
2001 DPRD Kuantan Singingi Surat Ketua DPRD Kuantan Singingi No. 66/DPRD-KS/170/2001
mendukung TN sebagai kawasan tanggal 5 April 2001 tentang Dukungan Pengalokasian Kawasan
konservasi Konservasi Gajah Riau di Daerah Tesso Nilo yang sebagian termasuk
wilayah Kabupaten Kuantan Singingi
2001 Bupati Pelalawan mendukung Surat Bupati Pelalawan No. 050/Bappeda/F/IV/2001/362 tanggal 7
TN sebagai kawasan konservasi April 2001, perihal Dukungan terhadap Lahan Konservasi Gajah
2001 Bupati Kampar mendukung TN Surat Bupati Kampar No. 500/EK/IV/2001/296 tanggal 7 April
sebagai kawasan konservasi 2001: mendukung kawasan Tesso Nilo dijadikan sebagai Daerah
Konservasi Gajah Provinsi Riau
2001 DPRD Kampar mendukung TN Surat Ketua DPRD Kampar No. 170/124/DPRD/2001 tanggal 7
sebagai kawasan konservasi April 2001: mendukung sepenuhnya kegiatan pengalokasian kawasan
konservasi gajah Riau di daerah Tesso Nilo yang sebagian termasuk
wilayah Kabupaten Kampar
2001 DPRD Provinsi mendukung TN Surat Ketua DPRD Provinsi Riau No. 446/2001-4/UM/246 tanggal
sebagai kawasan konservasi 16 April 2001 perihal Dukungan dan Rekomenda si Usulan Kawasan
Konservasi Gajah di Provinsi Riau
2001 DPRD Pelalawan mendukung Surat Ketua DPRD Kabupaten Pelalawan No. 66/DPRD/IV/2001
TN sebagai kawasan konservasi tanggal 16 April 2001 perihal Dukungan dan Rekomendasi Usulan
gajah Kawasan Konservasi Gajah di Provinsi Riau
2002 Gubernur Provinsi Riau usulkan Surat Gubernur Provinsi Riau No. 522.2/EK/1006 tanggal 30 April
TN menjadi kawasan konservasi 2001 perihal Usulan Kawasan Konservasi Gajah di Provinsi Riau
gajah di Provinsi Riau
2002 Pencabutan PT Inhutani IV Kepmenhut No. 10258/Kpts-II/2002 tanggal 13 Desember 2002
tentang Pencabutan Kepmenhut No. 14/KPTS -II/1998 tanggal 6
Januari 1998 tentang Pemberian Hak Pengusahaan Hutan Tanaman
Industri dengan Sistem Silvikultur Tebang dan Tanam Jalur kepada PT
Inhutani IV Seluas ± 57.873 ha yang Terletak di Provinsi Daerah
Tingkat I Riau
2003 Keputusan Menteri Kehutanan Kepmenhut No. 282/Kpts-II/2003 tanggal 25 Agustus 2003 tentang
tentang persiapan penunjukan Perubahan Kepmenhiut No. 10258/Kpts -II/2002 tanggal 13
kawasan hutan Tesso Nilo Desember 2002 tentang Pencabutan Kepmenhut No. 14/KPTS -
sebagai kawasan konservasi gajah II/1998 tanggal 6 Januari 1998 tentang Pemberian Hak Pengusahaan
Hutan Tanaman Industri dengan Sistem Silvikultur Tebang dan Tanam
Jalur kepada PT Inhutani IV Seluas ± 57.873 ha yang Terletak di
Provinsi Daerah Tingkat I Riau
2004 Kajian tim terpadu untuk Berita Acara Hasil Pengkajian dan Pembahasan Tim Terpadu tanggal 1
perluasan TNTN Mei 2004 tentang rekomendasi bahwa kawasan hutan produksi pada
areal eks HPH PT Inhutani IV khususnya di areal eks PT Dwi Marta
seluas 38.576 ha layak untuk diubah fungsi menjadi kawasan
pelestarian alam dengan fungsi taman nasional sebagai kawasan
konservasi gajah
94
Proses Operasionalisasi Kebijakan Kesatuan Pengelolaan Hutan . . .
Julijanti et al.
Tabel 1. Lanjutan
Table 1. Continued
Tahun Kejadian dan status kawasan
Legalitas (Legality)
(Year ) (Events and area status)
2004 Perubahan fungsi sebagian hutan SK Menhut No. 255/Menhut-II/2004 tanggal 19 Juli 2004 tentang
produksi terbatas di Kelompok Perubahan Fungsi Sebagian HPT di Kelompok Hutan Tesso Nilo yang
Hutan Tesso Nilo seluas ± terletak di Kabupaten Pelalawan dan Indragiri Hulu Provinsi Riau
38.576 ha menjadi Taman seluas ± 38.576 ha menjadi Taman Nasional Tesso Nilo
Nasional Tesso Nilo
2005 Perubahan fungsi dan tata batas Surat Kepala Badan Planologi Kehutanan tanggal 8 April 2005 tentang
SK Menhut No. 255/Menhut -II/2004 tentang Perubahan Fungsi TN
Tesso Nilo. Areal yang ditunjuk sebagai TN Tesso Nilo adalah HPH
PT Inhutani IV (eks HPH PT Dwi Marta) yang sudah ditata batas di
lapangan sesuai dengan laporan TBT No. 1386 tahun 2000: sebelah
utara berbatasan dengan HPHTI PT Riau Andalan Pulp and Paper dan
di sebelah timur berbatasan dengan perkebunan sawit PT Indo Sawit
Subur
2006 PT Siak Raya keberatan untuk Surat Direktur HPH PT Siak Raya Timber No. 98/SRT/HPH -
dialihfungsikan D/III/06 tanggal 17 Maret 2006 kepada Menteri Kehutanan tentang
dukungan terhadap perluasan TNTN namun keberatan dan menolak
areal kerjanya dialih fungsikan sebagai TNTN
2006 Menteri Kehutanan menyatakan SK Menhut No. S.318/Menhut -IV/2006 tanggal 24 Mei 2006 kepada
perluasan TNTN dimungkinkan Kepala Badan Planologi, Dirjen BPK dan Dirjen PHKA bahwa
Menteri Kehutanan memungkinkan untuk perluasan areal TNTN
karena adanya dukungan dari pemerintah pusat, pemerintah daerah,
sektor swasta dan lembaga swadaya masyarakat
2006 Forum masyarakat TN mendesak Surat Forum Masyarakat Tesso Nilo kepada Presiden RI No. 22/FTN -
perlunya perluasan Ex/VIII/2006 tanggal 31 Agustus 2006 menyebutkan segera
realisasikan perluasan kawasan Taman Nasional Tesso Nilo dari 38.000
ha menjadi 100.000 ha sesuai pernyataan Menteri Kehutanan
2006 PT Nanjak Makmur tidak Surat Direktur HPH PT Nanjak Makmur No. 032/NM-IX/2006
keberatan arealnya menjadi tanggal 21 September 2006 kepada Dirjen BPK, PT Nanjak Makmur
perluasan TNTN tidak keberatan sebagian besar arealnya seluas ± 44.000 ha dijadikan
perluasan TNTN
2007 PT Nanjak Makmur tidak Surat Direktur HPH PT Nanjak Makmur No. 001/NM/I/2007
keberatan areal menjadi perluasan tanggal 9 Januari 2007 tentang persetujuan perluasan TNTN
TNTN
2007 Bupati merekomendasi perluasan Surat Bupati Pelalawan No 522.1/Dishut/959 tanggal 16 Juli 2007
TNTN tentang rekomendasi perluasan TNTN
2007 Gubernur Riau minta Dinas Surat Sekretaris Daerah Provinsi Riau No. 500/Ekbang/41.27 tanggal
Kehutanan membuat surat 22 Oktober 2007 atas nama Gubernur Riau meminta Kepala Dinas
pertimbangan teknis perluasan Kehutanan Provinsi Riau membuat surat pertimbangan teknis
TNTN perluasan TN Tesso Nilo
2007 Surat pertimbangan teknis Dinas Surat Kepala Dinas Kehutanan Riau No. 522.1/PR/3239 tanggal 9
Kehutanan Provinsi Riau November 2007 perihal pertimbangan teknis perluasan TNTN
2007 Gubernur Riau merekomendasi Surat Gubernur Riau No. 522/Ekbang/66.30 tanggal 21 November
perluasan TNTN 2007 perihal Rekomendasi Perlua san Taman Nasional Tesso Nilo
menjadi seluas 100.000 ha di Provinsi Riau
2009 Kajian tim terpadu untuk PT Hasil kajian dan rekomendasi tim terpadu sebagaimana Berita Acara
Nanjak Makmur, IUPHHK PT tanggal 9 Juli 2009
Hutani Sola Lestari dan PT Siak
Raya Timber untuk usulan
perluasan
2009 Izin HPH PT Nanjak Makmur SK Menhut No. 663/Menhut-II/2009 tanggal 15 Oktober 2009
berakhir dan perubahan fungsi tentang Perubahan Fungsi Sebagian HPT di Kelompok Hutan Tesso
menjadi TNTN Nilo yang terletak di Kabupaten Pelalawan Provinsi Riau seluas ±
44.492 ha menjadi Taman Nasional Tesso Nilo.
Sumber (Source) : WWF-Indonesia (2013a)
95
Jurnal Analisis Kebijakan Kehutanan
Vol. 12 No. 2, Agustus 2015 : 89 - 104
Pada kenyataannya saat ini, kawasan hutan kita kepada pengetahuan asal-usul bagaimana
Tesso Nilo sebagian besar telah digunakan masya- kemudian kompleks hutan Tesso Nilo diklaim dan
rakat sekitar untuk menanam komoditi terbagi habis ke dalam beberapa wilayah adat.
perkebunan. Dari hasil wawancara mendalam Kesultanan Pelalawan yang terletak di Kabupaten
dengan informan kunci, "iklim" tumpang tindih Pelalawan (sekarang) merupakan bagian dari
kepentingan di kompleks hutan Tesso Nilo Kesultanan Siak sampai awal abad ke-19. Pada
khususnya di kawasan TNTN saat ini telah tahun 1791 Sharif Abdul Rahman, saudara Sultan
mencapai puncaknya dari sisi kompleksitas Ali dari Siak mengalahkan Sultan Yahya Abdul Jalil
masalah, mencakup masalah ekologi, ekonomi Muzaffar Syah dari Johor. Dia mengambil alih
dan sosial. Pihak TNTN dan lembaga swadaya kendali Pelalawan, menjadi penguasa dan diakui
masyarakat, baik dalam dan luar negeri (yang oleh saudaranya Sultan Siak maupun pemerintah
beroperasi di Riau) yang berideologi kelestarian Hindia Belanda pada 1811. Sekitar tahun 1792
lingkungan, memperjuangkan kelestarian ekologi kerajaan mengangkat Batin untuk memangku dan
TNTN; sementara di lain pihak para pemodal mengelola wilayah-wilayah di dalam Kerajaan
tanaman perkebunan yang berafiliasi dengan Pelalawan. Para Batin, sanak saudara dan
masyarakat dan “oknum” aparat cenderung berto- penduduk kerajaan menyebar ke seluruh wilayah
lak belakang dengan ideologi kelestarian di mana Kerajaan Pelalawan untuk mengelola tanah/
mereka menggunakan areal TNTN secara lahan. Raja Pelalawan terakhir, Sharif Harun
eksploitatif untuk mendapatkan keuntungan Abdurrahman naik tahta di bawah perwalian pada
ekonomi yang sebesar-besarnya. Di pihak lain, 1930. Pada 1946 raja Pelalawan menyerahkan
masyarakat lokal yang sudah bertempat tinggal kekuasaan pada Republik Indonesia yang baru
dan berbudaya di areal tersebut membutuhkan berdiri namun para Batin dan pengikutnya serta
wilayah untuk bertahan hidup dan melanjutkan masyarakat yang mengelola tanah/lahan di
kehidupan bersosial dan berbudaya. seluruh wilayah kerajaan tetap meneruskan
Pendapat tersebut didukung oleh jumlah luas- aktivitasnya bahkan hingga saat ini.
an kawasan TNTN yang digarap untuk keperluan
C. Arti Taman Nasional Tesso Nilo Saat Ini
lain di luar bidang kehutanan yang telah mencapai
52.244 ha, sebagian besar digunakan untuk pe- Taman Nasional Tesso Nilo merupakan
ngembangan sawit (Gambar 1). Terus bertambah- bagian dari kawasan HPT Kelompok Hutan Tesso
nya lahan yang digarap yang sebagian besar dita- Nilo dan merupakan salah satu hutan hujan tropis
nami sawit dan karet merupakan akibat dataran rendah yang tersisa di Pulau Sumatera
bertambahnya orang yang menggarap. Dalam yang terletak di dalam bentang alam Riau daratan.
kurun waktu 10 tahun, jumlah luasan yang telah Kawasan hutan Tesso Nilo dikenal memiliki
dikultivasi seluas 52.244 ha dengan laju rata-rata keanekaragaman hayati yang tinggi, baik flora
perluasan 23.251 ha/tahun. Jumlah penggarap maupun fauna. Hasil penelitian yang dilakukan
tahun 2005 yang hanya 4.250 orang bertambah oleh berbagai pihak, antara lain: Unit KSDA Riau
hingga empat kali lipat menjadi 16.130 dalam dalam Survei Penilaian Potensi dan Identifikasi
waktu empat tahun (tahun 2009). Kawasan Hutan Tesso Nilo tahun 1998, Tim
Universitas Queensland dalam Vegetation Survey
B. TN Tesso Nilo Terbagi Habis oleh and Habitat Assessment of the Tesso Nilo Forest
Wilayah Adat Complex tahun 2001 dan LIPI dalam Survei
Keanekaragaman Hayati di Kawasan Tesso Nilo
Penelusuran sejarah penelitian ini menunjuk-
tahun 2003, menunjukkan bahwa kawasan Hutan
kan bahwa kawasan hutan Tesso Nilo terbagi
Produksi Terbatas Kelompok Hutan Tesso Nilo
habis oleh wilayah adat. Gambar 2 menunjukkan
memiliki keanekaragaman hayati yang sangat
kawasan hutan Tesso Nilo, termasuk di dalamnya
tinggi. Ditemukan berbagai jenis satwa seperti
kawasan TNTN terbagi habis oleh wilayah adat.
gajah sumatera (Elephas maximus sumatranus),
Hasil penelusuran sejarah melalui wawancara
harimau sumatera (Panthera tigris sumatrae), tapir
mendalam beberapa informan kunci menuntun
(Tapirus indicus), owa ungko (Hylobates agilis),
96
Proses Operasionalisasi Kebijakan Kesatuan Pengelolaan Hutan . . .
Julijanti et al.
Gambar 1. Luas garapan dan jumlah penggarap di kawasan TN Tesso Nilo pada kurun waktu 2002-2012
Sumber : WWF-Indonesia (2013a) (diolah).
Figure 1. Size of cultivated area and number of cultivators in Tesso Nilo area on 2002- 2012 period.
Source : WWF-Indonesia (2013a) (processed).
beruang madu (Helarctos malayanus), burung Indragiri Hulu dengan pertimbangan potensi
rangkong (Buceros rhinoceros borneoensis), babi hutan keanekaragaman hayati yang dimiliki dan sebagai
(Sus sp.) dan beragam satwa lainnya. Sekitar 360 je- upaya perlindungan, pelestarian dan pemanfaatan
nis flora yang tergolong dalam 165 marga dan 57 secara lestari sumber daya alam hayati dan
suku termasuk 82 jenis tanaman obat, 114 jenis ekosistemnya. Selain kaya dengan keanekaragam-
burung, 50 jenis ikan, 33 jenis herpetofauna dan an hayati, Tesso Nilo berfungsi sebagai penyedia
644 jenis kumbang (WWF-Indonesia, 2013b). berbagai layanan alam yang sangat dibutuhkan
Gajah sumatera merupakan biodiversitas yang untuk kesejahteraan manusia seperti mengatur
dianggap penting dan dijadikan spesies kunci tata air dan daerah tangkapan air bagi DAS
untuk konservasi secara global. Pemerintah Kampar, sumber penghasil ikan dan hasil hutan
Provinsi Riau dengan dukungan Pemerintah non kayu seperti madu hutan. Secara tradisional,
Kabupaten Pelalawan dan Kabupaten Kampar pola pemukiman masyarakat asli yang berada di
telah melakukan usaha-usaha konservasi gajah desa-desa sekitar/di luar kawasan hutan Tesso
sejak tahun 2001. Kebijakan Pemerintah Provinsi Nilo terdiri atas perkampungan yang berada di se-
Riau dalam upaya konservasi kawasan hutan di panjang aliran sungai. Aliran sungai memiliki arti
wilayah Tesso Nilo diwujudkan dalam bentuk penting bagi masyarakat di daerah ini terutama ka-
rekomendasi kawasan HPT Tesso Nilo sebagai rena fungsinya sebagai prasarana transportasi dan
kawasan konservasi gajah seluas 156.000 ha untuk memenuhi kebutuhan dasar air minum dan
sebagaimana surat Gubernur Riau No. mandi cuci kakus (MCK). Sungai juga merupakan
522.2/EK/1006 tanggal 30 April 2001 dan No. sumber mata pencarian bagi sebagian penduduk
522.51/EK/1678 tanggal 31 Juli 2002. yang tinggal di pinggiran sungai.
Pemerintah melalui Keputusan Menteri Provinsi Riau juga telah ditetapkan menjadi
Kehutanan No. 255/Menhut-II/2004 tanggal 19 pusat konservasi gajah lewat Peraturan Menteri
Juli 2004 secara bertahap mengubah fungsi Kehutanan No. P.73/Menhut-II/2006 tentang
sebagian kawasan HPT Tesso Nilo menjadi Perubahan Peraturan Menteri Kehutanan
Taman Nasional Tesso Nilo seluas 38.576 ha yang (Permenhut) No. P.54/Menhut-II/2006 tentang
terletak di wilayah Kabupaten Pelalawan dan Penetapan Provinsi Riau sebagai Pusat
97
Jurnal Analisis Kebijakan Kehutanan
Vol. 12 No. 2, Agustus 2015 : 89 - 104
Gambar 2. Peta klaim adat di kawasan hutan Tesso Nilo dan TN Tesso Nilo.
Figure 2. Map of indigenous claims at Tesso Nilo forest region and Tesso Nilo National Park.
Sumber/Source : Yayasan Tesso Nilo (2013)
98
Proses Operasionalisasi Kebijakan Kesatuan Pengelolaan Hutan . . .
Julijanti et al.
99
Jurnal Analisis Kebijakan Kehutanan
Vol. 12 No. 2, Agustus 2015 : 89 - 104
100
Proses Operasionalisasi Kebijakan Kesatuan Pengelolaan Hutan . . .
Julijanti et al.
pentingan atau posisi mereka dalam kaitannya de- atau motivasi aktor dalam berpartisipasi
ngan pemangku kepentingan lainnya. Potensi mengatasi masalah yang ada. Selain itu dibuat
untuk memengaruhi atau dipengaruhi oleh juga arah relasi antar aktor, dengan siapa saja
kebijakan dan institusi berada pada karakteristik mereka berkonflik dan tidak. Dalam Tabel 4 dapat
yang spesifik dalam konteks dan lokasi (seperti dilihat, aktor yang mempunyai kapasitas dan
pengetahuan dan hak). Yang menjadi perhatian motivasi paling besar dalam penyelesaian masalah
khusus adalah pemangku kepentingan yang konflik adalah NGO dan masyarakat asli.
memiliki potensi tinggi tetapi sedikit kekuasaan. Masyarakat asli merupakan pihak yang paling
Masalah, kebutuhan dan kepentingan pemangku terkena dampak konflik yaitu ketidakpastian
kepentingan menjadi yang paling penting bagi hidup secara ekonomi dan budaya membuat
inisiatif untuk memperbaiki kebijakan dan proses mereka mempunyai motivasi paling tinggi
institusi. dalam menyelesaikan masalah dalam konflik.
Triangulasi data dari berbagai sumber seperti Masyarakat asli dinilai mempunyai kapasitas
wawancara informan, FGD dan pengamatan paling tinggi dalam penyelesaian masalah konflik
langsung dapat menggambarkan bagaimana karena suara mereka yang paling didengar oleh
para aktor yang terlibat dalam konflik terpengaruh pihak TNTN sebagai pengelola, hanya saja suara
oleh masalah yang ada (Tabel 4). Untuk mereka kadang digunakan oleh pihak-pihak
menentukan letak aktor pada kuadran pada tertentu untuk memperjuangkan kepentingannya
matriks PSA, dilakukan pembobotan kapasitas semata.
101
Jurnal Analisis Kebijakan Kehutanan
Vol. 12 No. 2, Agustus 2015 : 89 - 104
Seperti masyarakat asli, NGO pun mem- kepentingan yang dapat ditawarkan berdasarkan
punyai kapasitas dan motivasi yang tinggi, hanya pembobotan kekuasaan dan potensi seperti pada
berbeda kepentingan. NGO mempunyai Tabel 5. Dari Tabel 5 dapat dilihat bahwa:
kapasitas dan motivasi tinggi karena dukungan 1. Kolaborasi dalam rangka formulasi kebijakan
dan agenda donor yang harus berjalan. Sebagai dan pengelolaan dapat dilakukan oleh Balai
contoh adalah WWF, dukungan donor TN, pemerintah daerah dan penegak hukum.
menjadikan WWF sebagai aktor yang mempunyai 2. Keterlibatan, pembangunan kapasitas dan ke-
data tentang konflik di TNTN paling muktahir. pentingan serta keamanan perlu ditekankan
WWF juga sangat berkepentingan dalam kepada masyarakat asli dan pendatang.
penyelesaian masalah konflik karena tuntutan 3. Untuk mempertahankan kelangsungan usaha-
donor. Balai TNTN mempunyai kapasitas yang usaha konservasi di kawasan TN, pemangku
tinggi karena merupakan pihak pengelola yang sah kepentingan yang paling mempunyai power
atas kawasan Tesso Nilo namun karena dinilai harus dapat melakukan mitigasi dampak
oleh para informan penelitian kurang serius dalam dan bertahan dari kehadiran pemodal
menyelesaikan konflik maka mereka menilai Balai dan kesalahan BPN karena perbedaan
TNTN tidak mempunyai motivasi yang tinggi. perspektif.
Dari Tabel 3 dan Tabel 4 dapat ditentukan em- 4. Oknum aparat dapat dibiarkan, secara simultan
pat strategi manajemen relasi pemangku juga dilakukan monitoring terhadapnya.
Tabel 4. Hubungan pemangku kepentingan dengan masalah utama dan dengan pemangku kepentingan
lainnya
Table 4. Stakeholder relations with major problems and other stakeholders
Kapasitas/motivasi untuk
berpartisipasi dalam meng- Hubungan dengan pemangku
Pemangku Bagaimana terpengaruh
atasi masalah (Capacity/ kepentingan lainnya (konfirm/konflik)
No kepentingan oleh masalah
(Relationships with other stakeholders
(Stakeholder) (How affected by the problem) motivation to participate in
(confirm/ conflict)
addressing the problem)
1 Masyarakat Ketidakpastian hidup *****/***** Konflik
asli secara ekonomi dan (Konfirmasi dengan sebagian
budaya masyarakat pendatang, pemodal,
oknum aparat)
2 Masyarakat Ketidakpastian usaha ****/* Konflik
pendatang (Konfirmasi dengan masyarakat asli,
pemodal, oknum aparat)
3 Pemodal Ketidakpastian usaha */* Konflik
(Konfirmasi dengan masyarakat asli,
masyarakat pendatang, oknum aparat)
4 Koperasi Ketidakpastian usaha */* Konflik
Konfirm dengan masyarakat asli
5 Balai TN Terganggunya usaha- *****/** Konflik
Tesso Nilo usaha konservasi (Konfirmasi dengan NGO, penegak
hukum)
6 Penegak Meningkatnya potensi ***/*** Konflik
hukum ketidakamanan (Konfirmasi dengan Balai TN, NGO)
7 NGO Terhambatnya *****/***** Konflik
implementasi agenda (Konfirmasi dengan Balai TN, penegak
donor di bidang hukum)
konservasi
Keterangan (Remarks): ***** Sangat besar; **** Besar; *** Sedang; ** Kecil; Sangat kecil
Sumber : Data Primer, diolah.
102
Proses Operasionalisasi Kebijakan Kesatuan Pengelolaan Hutan . . .
Julijanti et al.
103
Jurnal Analisis Kebijakan Kehutanan
Vol. 12 No. 2, Agustus 2015 : 89 - 104
104