You are on page 1of 16

RESOLUSI KONFLIK DI TAMAN NASIONAL TESSO NILO RIAU,

INDONESIA: TINJAUAN RELASI PEMANGKU KEPENTINGAN


(Conflicts Resolution in Tesso Nilo National Park Riau, Indonesia: Study of
Stakeholder Relationships)

Handoyo
Pusat Penelitian dan Pengembangan Sosial, Ekonomi, Kebijakan dan Perubahan Iklim;
Jl. Gunung Batu No.5, Bogor, Indonesia; e-mail: handoyo@dephut.go.id

Diterima 15 Januari 2015 direvisi 26 Pebruari 2015 disetujui 11 Maret 2015

ABSTRACT

Conflict in Tesso Nilo National Park (TNNP) involves many actors, scenarios and interests that threaten the existence of
the ecosystems conserving for the survival of the Sumatran elephant. This study finds significance when it can identify the actors and
provide an approach to managing relationships through the power stakeholder analysis (PSA) method. The position of the Attributes
Actors on the PSA quadrant card was determined by focused group discussion (FGD). The study results show that the actors involved
in the conflict are : TNNP, local and migrant communities , oil palm plantation investors, bad officers, local government, law enforcers
and non-governmental organizations (NGO) TNNP, local government, and law enforcers are in the quadrant with the
characteristics of stakeholders who have the power and high potential. Stakeholders in this quadrant are able to do a collaboration in
order to strengthen the management. Investors of oil palm plantation, the national land agency (BPN) and NGOs have high power
but low potential. Management relationship that can be offered to the TNNP is to pursue policy to withstand from the pressure of oil
palm plantation investors to invest in TNNP area and take action to mitigate the impact of different perspectives from NGOs and
BPN. Local communities and migrant communities have high potentials but low power. TNNP can improve these two communities'
capacities and involvement in national park management.

Keywords: Conflict of interests, Tesso Nilo National Park, power stakeholder analysis.

ABSTRAK

Konflik di Taman Nasional Tesso Nilo (TNTN) melibatkan banyak aktor, skenario dan kepentingan yang
mengancam keberadaannya sebagai kawasan yang bertujuan mengkonservasi ekosistem bagi kelangsungan hidup
gajah sumatera. Kajian ini menemukan signifikansinya ketika dapat mengurai para aktor dan dapat memberi salah
satu pendekatan dalam mengelola relasinya melalui metode power stakeholders analysis (PSA). Atribut aktor yang
menentukan posisinya pada kuadran kartu PSA ditentukan melalui focussed group discussion (FGD). Hasil studi
menunjukkan aktor yang terlibat pada konflik ini adalah: TNTN, masyarakat setempat, masyarakat pendatang,
pemodal kebun sawit, koperasi, oknum aparat, pemerintah daerah, penegak hukum dan lembaga swadaya
masyarakat (LSM). Balai TNTN, pemerintah daerah dan penegak hukum berada pada kuadran dengan
karakteristik pemangku kepentingan yang mempunyai kekuasaan dan potensi tinggi. Pemangku pada kuadran ini
dapat melakukan kolaborasi dalam rangka memperkuat pengelolaan. Pemodal kebun sawit, Badan Pertanahan
Nasional (BPN) dan LSM merupakan aktor yang mempunyai kekuasaan tinggi namun potensi rendah.
Manajemen relasi yang dapat ditawarkan adalah TNTN dapat mengambil kebijakan bertahan dari pemodal kebun
sawit untuk menanamkan investasinya di kawasan TNTN dan mengambil tindakan mitigasi dampak dari LSM
dan BPN yang berbeda perspektifnya. Masyarakat setempat dan masyarakat pendatang mempunyai potensi tinggi
namun mempunyai kekuasaan rendah. Pihak TNTN dapat meningkatkan kapasitas mereka untuk mengelola
taman nasional.

Kata kunci: Konflik kepentingan, Taman Nasional Tesso Nilo, power stakeholder analysis.

89
Jurnal Analisis Kebijakan Kehutanan
Vol. 12 No. 2, Agustus 2015 : 89 - 104

I. PENDAHULUAN ini tentunya menjadi tantangan tersendiri bagi


Kementerian Kehutanan dan pemerintah daerah
Penunjukan dan penetapan kawasan hutan untuk mencari solusi terbaik.
di Indonesia yang mengacu pada filosofi Konflik secara umum dapat disebabkan oleh
penguasaan lahan oleh kolonial menyebabkan beberapa faktor seperti: 1) perbedaan kebutuhan,
banyak masalah pada saat ini. Struktur penguasaan nilai dan tujuan; 2) langkanya sumber daya seperti
lahan peninggalan kolonial pada era orde baru kekuatan, pengaruh, ruang, waktu, uang,
diperkuat dengan rejim yang otoriter. Pada era itu popularitas dan posisi, serta 3) persaingan. Ketika
hutan dengan hasil kayunya diperlakukan kebutuhan, nilai dan tujuan saling bertentangan,
sebagai sumber keuangan negara. Hutan dianggap ketika sejumlah sumber daya menjadi terbatas dan
ruang hampa sosial. Di rejim pemerintahan ketika persaingan untuk suatu penghargaan serta
setelah orde baru, di mana kekuasaan asimetris hak-hak istimewa muncul, konflik akan terjadi.
mulai mencair, klaim atas wilayah hutan sebagai Ketika berinteraksi dengan sesama manusia, selalu
ruang sosial budaya masyarakat yang dulu diwarnai dua hal, yaitu konflik dan kerjasama.
disingkirkan menjadi mengemuka. Demikian Dengan demikian konflik merupakan bagian dari
kompleksnya, saat ini hutan menjadi arena kehidupan manusia (Soeharto, 2013).
kontestasi berbagai kepentingan oleh berbagai Menurut Wulan et al. (2004), konflik terkait
aktor. Kawasan Taman Nasional Tesso Nilo sumber daya hutan dan lingkungan, menurut
(TNTN) seluas 83.068 ha yang dikelola melalui pangkalan data yang dikembangkan oleh Centre of
kaidah konservasi "modern" yang secara hukum International Forestry Research (CIFOR), di level
ditetapkan melalui dua Surat Keputusan (SK) provinsi disebabkan oleh empat faktor utama
Menteri Kehutanan juga menjadi salah satu arena yaitu: 1) tata batas/akses; 2) perambahan hutan; 3)
fenomena tersebut di atas, kedua Surat Keputusan pencurian kayu dan 4) perusakan lingkungan.
tersebut adalah No. SK.255/Menhut-II/2004 Untuk tingkat nasional ada lima penyebab utama
tentang Perubahan Fungsi Sebagian Kawasan konflik, empat di antaranya sama dengan
Hutan Produksi Terbatas di Kelompok Hutan penyebab konflik di tingkat provinsi (seperti di
Tesso Nilo yang Terletak di Kabupaten Pelalawan Kalimantan Timur) dan yang kelima adalah
dan Indragiri Hulu Provinsi Riau Seluas 38.576 masalah alih fungsi suatu kawasan hutan. Konflik
Hektar Menjadi Taman Nasional Tesso Nilo dan sosial yang terjadi di masyarakat terkait
No. SK.SK.663/Menhut-II/2009 tentang pengelolaan sumber daya alam di Tesso Nilo
Perubahan Fungsi Sebagian Kawasan Hutan memperlihatkan gejala memprihatinkan (Balai
Produksi Terbatas Kelompok Hutan Tesso Nilo Taman Nasional Tesso Nilo, 2012). Konflik sosial
seluas ± 44.492 ha di Kabupaten Pelalawan, yang terjadi disebabkan oleh berbagai faktor
Provinsi Riau menjadi Taman Nasional sebagai antara lain: 1) kehilangan lahan atau lahan masuk
Perluasan Taman Nasional Tesso Nilo, untuk area konsesi per usahaan; 2) p er usakan
Penambahan Luas Kawasan 44.492 ha. Menurut lingkungan, termasuk penebangan hutan dan
pantauan World Wild Fund (WWF) (2013a) hingga polusi yang mengakibatkan penyusutan keter-
tahun 2012, seluas 52.266,5 ha lahan di kompleks sediaan air; 3) keterbatasan akses ke lapangan
hutan Tesso Nilo telah beralih menjadi kebun kerja, upah yang rendah dan ketentuan kerja yang
sawit dan 15.714 ha terjadi di kawasan Balai tidak memberi ketenteraman; 4) perundingan
TNTN. Media banyak mengabarkan fenomena ini yang tidak jujur pada saat penyelesaian per-
melibatkan beberapa pejabat daerah yang selisihan, kurangnya transparansi; 5) keterbatasan
bersangkutan. Sebagai gambaran yang lain, pada akses terhadap manfaat kegiatan pengembangan
bulan Mei 2013 sejumlah warga Desa Lubuk sumber daya, berbagai program pengembangan
Kembang Bunga, Kecamatan Ukui, Kabupaten masyarakat dilaksanakan tanpa perundingan yang
Pelalawan meminta kepada Menteri Kehutanan sepatutnya dengan masyarakat dan 6) pelanggaran
kurang lebih 3.000 ha lahan di kawasan TNTN hak mengeluarkan pendapat, berkumpul dan
agar dibebaskan statusnya untuk dapat mereka berasosiasi. Di saat protes ditekan, kerap kali
kelola menjadi kebun sawit. Fenomena-fenomena dengan kekerasan.

90
Proses Resolusi Konflik di Taman Nasional Tesso Nilo, Riau...
Handoyo

Balai TNTN memilih diskusi dan mediasi Nasional Danau Sentarum. Pendekatan ini
dengan masyarakat dalam mencari akar diusulkan tersebut berdasarkan pertimbangan
permasalahan dan menyelesaikan konflik yang konseptual yang membedakan konflik sebagai
terjadi. Diskusi dan mediasi dirasakan lebih tepat situasi di mana seorang aktor merasa "terganggu"
digunakan dengan masyarakat sehingga mudah oleh perilaku/tindakan aktor lain (Yasmi et al.,
dipahami alasan yang mereka jadikan argumentasi 2007a). Aplikasi pendekatan tersebut dapat
ketika tidak puas dengan langkah atau tindakan memberikan dasar yang lebih menyeluruh untuk
yang diambil Balai TNTN dalam menyelesaikan menganalisis konflik penggunaan sumber daya
masalah dengan masyarakat (Pratama & dibandingkan dengan pendekatan tradisional. Ini
Nurjanah, 2012). membantu dalam membedakan aktor dan
Studi ini mempunyai empat tujuan yaitu: 1) gangguan yang berhubungan dengan konflik.
mengidentifikasi aktor yang terlibat dalam konflik; Selain itu, juga menyediakan kerangka kerja untuk
2) mengetahui penyebab terjadinya konflik ke- mendefinisikan faktor atau kondisi yang
pentingan; 3) mengetahui perspektif masing- memengaruhi tindakan. Ilmuwan telah lama
masing aktor tentang konflik yang terjadi dan 4) berjuang untuk menemukan metode yang
memberi salah satu pendekatan bagi resolusi memadai untuk menganalisis konflik, terutama
konflik yaitu manajemen relasi aktor yang terlibat dengan mengembangkan definisi dan model.
konflik. Manajemen relasi ini diputuskan melalui Sementara tidak ada satu pun aliran pemikiran
metode power stakeholders analysis (PSA). Ketika yang ada, konflik klasik selalu didefinisikan
tujuan di atas tercapai, maka hasil tersebut dapat sebagai perbedaan persepsi, tujuan atau
memberi salah satu pendekatan bagi resolusi kepentingan (Bartos & Wehr, 2002).
konflik di Balai TNTN berupa manajemen relasi Lebih lanjut, meskipun ada kemungkinan
pemangku kepentingan. untuk mengidentifikasi pola-pola eskalasi konflik
pengelolaan sumber daya, namun tidak ada satu
pola "generik" yang cocok untuk semua kasus
II. METODE PENELITIAN pengelolaan sumber daya (Yasmi et al., 2007b).
Eskalasi konflik merupakan salah satu aspek
Kajian ini meng gunakan pendekatan penting yang harus dipahami untuk manajemen
kualitatif dengan beberapa strategi koleksi data konflik yang konstruktif. Telah banyak dibahas di
yaitu wawancara mendalam informan kunci, berbagai bidang studi sosial, khususnya yang
focussed group discussion (FGD) dan dokumentasi berkaitan konflik antar individu. Eskalasi konflik
data terkait studi. Informan kunci dalam kajian ini di pengelolaan sumber daya lebih kompleks
adalah individu yang dianggap memahami secara dibandingkan dengan konflik antar individu.
mendalam tentang permasalahan konflik Kompleksitas ini mungkin disebabkan karena
kepentingan kawasan TNTN yang berasal dari fakta bahwa kebanyakan konflik dalam
instansi pemerintah, non governmental organization pengelolaan sumber daya adalah tentang multi-
(NGO) dan akademisi yang ditentukan dengan aktor konflik, melibatkan berbagai isu dan strategi
metode snow ball. Untuk menentukan manajemen manajemen (Yasmi et al., 2007b).
relasi aktor yang terlibat dalam konflik, studi ini PSA adalah alat yang membantu pemahaman
menggunakan alat analisis PSA. Strategi penyajian tentang bagaimana orang memengaruhi kebijakan
hasil studi yang digunakan adalah deskriptif. dan institusi dan bagaimana kebijakan dan
Sebuah analisis konflik yang ketat diperlukan lembaga memengaruhi orang-orang (Inter-
dalam pengembangan strategi manajemen dalam national Institute for Environment and
pengelolaan sumber daya alam untuk resolusi Development/IIED, 2005). Hal ini sangat
kon-flik yang efektif (Yasmi, 2007). Misalnya berguna dalam mengidentifikasi pihak pemenang
pendekatan “impairment” (pelemahan) untuk dan pecundang dan dalam menyoroti tantangan
menganalisis penyelesaian antar dan intra konflik yang harus dihadapi untuk mengubah perilaku,
di kawasan konservasi lahan basah di Taman mengembangkan kemampuan dan mengatasi

91
Jurnal Analisis Kebijakan Kehutanan
Vol. 12 No. 2, Agustus 2015 : 89 - 104

kesenjangan. Penggunaan PSA memang jauh dari penerapan kebijakan dan pengembangan
rutinitas dalam konteks pengembangan dan lembaga/institusi. Melalui pengalaman lebih
penerapan kebijakan dan pengembangan lem- banyak akan mungkin untuk memenuhi tantangan
baga/institusi. Ada berbagai pendekatan untuk utama, termasuk (IIED, 2005):
melakukan PSA (IIED, 2005) yaitu: 1) a. Agenda penganalisa. Kepentingan dan agenda
mengembangkan tujuan dan prosedur analisis dan penganalisa yang bersifat menghasut dan
awal pemahaman tentang sistem; 2) meng- mengarahkan analisis perlu dijelaskan secara
identifikasi pemangku kepentingan kunci; 3) transparan.
mengetahui kepentingan para pemangku b. Ekuitas atau prioritas. Memperlakukan para
kepentingan, karakteristik dan keadaannya; 4) pemangku kepentingan secara adil, sementara
mengidentifikasi pola dan konteks interaksi antar juga mengembangkan sarana yang diperlukan
pemangku kepentingan; 5) menilai kekuatan dan untuk memprioritaskan atau memilih di antara
potensi peran pemangku kepentingan dan 6) mereka.
menilai pilihan dan menggunakan temuan untuk c. Kemampuan terbatas untuk melihat ke dalam
membuat kemajuan. sistem. PSA menemukan kesulitan untuk dapat
Bagaimana cara melakukan PSA? Berikut terlibat untuk mengetahui dinamika internal
adalah langkah yang dapat diambil: 1) dan konflik dalam kelompok pemangku
membangun tujuan dan prosedur analisis dan kepentingan.
memulai memahami sistem yang ada; 2) d. Para pemangku kepentingan tidak akan duduk
mengidentifikasi pemangku kepentingan kunci; diam. Identitas kelompok pemangku
3) m engetahui karakteritik dan keadaan kepentingan saling tumpang-tindih; bahkan
kepentingan pemangku kepentingan; 4) dalam satu kelompok, orang dapat mempunyai
mengidentifikasi pola dan konteks interaksi antara banyak identitas.
pemangku kepentingan; 5) menilai kekuatan dan e. Konflik nilai fundamental. Pemangku
potensi pemangku kepentingan dan 6) melakukan kepentingan mungkin memiliki sistem nilai
penilaian terhadap pilihan dan menggunakan te- yang sangat berbeda dan PSA dapat
muan baru untuk membuat kemajuan. mengidentifikasi sedikit kesamaan. Namun,
Banyak yang menilai bahwa PSA merupakan orang yang saling bertentangan dapat
alat yang sangat efektif untuk membangun pema- menyebabkan perdebatan yang lebih kaya
haman dari distribusi efek dari kebijakan yang ak- sehingga membutuhkan checks and balances.
tual maupun kebijakan yang akan diperkenalkan f. Kelompok yang terpinggirkan. PSA dapat
dan pemahaman terhadap institusi. PSA dapat memperjelas kepentingan kelompok yang
mengidentifikasi siapa yang dapat memengaruhi terpinggirkan namun tidak bisa menjamin
kebijakan dan institusi dan bagaimana caranya. mereka akan menjadi kuat dalam representasi-
Jika dilakukan dengan pemangku kepentingan nya. Mengurutkan peringkat pemangku
kunci, PSA dapat meningkatkan rasa memiliki dari kepentingan yang tidak cermat sesuai dengan
keputusan yang diambil, dapat dijadikan sarana kekuatan dan potensinya kadang-kadang dapat
untuk menjalankan isu yang penuh akal (tricky) menyebabkan kesalahpahaman dan kesalahan
secara terpisah dari tahap awal proses negosiasi memandang keberadaan kelompok yang
dan sebagai sarana persetujuan untuk menentukan berada di peringkat bawah.
identifikasi hal-hal yang akan menjadi prioritas. g. Bermain ke tangan yang kuat. Ketika hasil ana-
Walaupun PSA dapat langsung menemukan lisis mengungkapkan informasi tentang kelom-
dan terjun ke jantung masalah, tetapi PSA tidak pok yang kurang kuat, ini bisa berbahaya
mungkin dapat memberikan solusi penuh. Peng- karena akan menyebabkan tindakan tidak adil
gunaannya hanya sebagai bagian dari proses untuk pada bagian dari kelompok yang lebih kuat
membuat kemajuan lebih lanjut masih perlu ber- dalam prosesnya.
kembang. Penggunaan PSA memang jauh dari ru- Banyak dari tantangan tersebut berhubungan
tinitas dalam konteks pengembangan dan dengan kotak pandora relasi antar pemangku

92
Proses Operasionalisasi Kebijakan Kesatuan Pengelolaan Hutan . . .
Julijanti et al.

kepentingan. Bagi yang melakukan PSA, yang 38.576 ha dan Keputusan Menteri Kehutanan
membuka relasi tersebut harus bertanggung jawab No. SK 663/Menhut-II/2009 tanggal 15 Okto-
untuk memastikan bahwa konsekuensi tidak ber 2009 seluas ± 44.492 ha. Wilayah TNTN seba-
hanya dibiarkan menggantung, tetapi terkait gian besar berada di wilayah Kabupaten Pelalawan
dengan mekanisme yang dapat terus berhubungan dan sebagian kecil di Kabupaten Indragiri Hulu,
dengan mereka. Provinsi Riau. TNTN sebelumnya merupakan
bagian kawasan Hutan Produksi Terbatas (HPT)
yang dialokasikan untuk kegiatan IUPHHK-
III. HASIL DAN PEMBAHASAN H utan Alam/ H ak Pengusahaan Hutan
(IUPHHK-HA/ HPH) di antaranya untuk PT
A. Sejarah Taman Nasioal Tesso Nilo (TNTN): Dwi Marta dan PT Nanjak Makmur. Hingga saat
Kondisi de jure dan de facto TNTN ini di kawasan hutan Tesso Nilo masih terdapat
perizinan HPH yaitu PT Siak Raya Timber seluas
Kompleks hutan Tesso Nilo secara luas sebe- 38.650 ha dan HPH PT Hutani Sola Lestari seluas
narnya merupakan kawasan Taman Nasional 45.990 ha. Ekosistem di areal kerja PT Hutani Sola
Tesso Nilo (TNTN), Izin Usaha Pemanfaatan Lestari dan PT Siak Raya Timber yang merupakan
Hasil Hutan Kayu (IUPHHK) PT Hutani Sola luasan kawasan yang kompak dengan TNTN
Lestari dan IUPHHK PT Siak Raya Timber. seharusnya dikelola dalam bentuk kawasan
Kawasan TNTN sendiri mempunyai luas lebih lindung yang berfungsi sebagai penyangga TNTN.
kurang 83.068 ha ditunjuk berdasarkan Sejarah penetapan sebagian kawasan hutan Tesso
Keputusan Menteri Kehutanan No. SK. Nilo sebagai taman nasional dapat dilihat pada
255/Menhut-II/2004 tanggal 19 Juli 2004 seluas Tabel 1.

Tabel 1. Matriks sejarah dan aspek yuridis sebagian kawasan Tesso Nilo menjadi Taman Nasional Tesso
Nilo
Table 1. Historical and juridical aspects matrix of Tesso Nilo area to become Tesso Nilo National Park
Tahun Kejadian dan status kawasan
Legalitas (Legality)
(Year ) (Events and area status)
1974 Beroperasinya HPH PT Dwi SK Menpan No. 410/Kpts/Um/7/1974 tanggal 30 Juli 1974 t entang
Marta Pemberian HPH Kepada PT Dwi Marta seluas 120.000 ha.
1979 Beroperasinya HPH SK Menteri Pertanian No. 231/Kpts/Um/3/1979 tanggal 27 Maret
PT Nanjak Makmur 1979 tentang Pemberian Hak Pengusahaan Hutan Kepada PT Nanjak
Makmur seluas 48.370 ha
1986 Tesso Nilo merupakan Hutan SK Menhut No. 173/Kpts-II/1986 tanggal 6 Juni 1986 tentang Tata
Produksi Terbatas dan telah Guna Hutan Kesepakatan (TGHK) dan Penunjukan Kawasan Hutan
dilakukan tata batas hutan oleh Menteri Kehutanan melalui Keputusan No. 173/Kpts-II/1986
produksi terbatas kawasan Tesso tanggal 6 Juni 1986
Nilo seluas 337.500 ha
1994 Pengelolaan PT Dwi Marta SK Menhut No. 1039/Menhut-IV/1995 tanggal 13 Juli 1995 tentang
berakhir dan dikelola oleh PT Penunjukan dan Penugasan PT Inhutani IV untuk Mengelola dan
Inhutani IV seluas 57.873 ha Mengusahakan Areal Eks HPH PT Dwi Marta
1994 RTRWP tetap merupakan Peraturan Daerah Provinsi Riau No. 10 tahun 1994 tentang Rencana
Kawasan Hutan Produksi Tata Ruang Wilayah Provinsi (RTRWP) Daerah Tingkat I Riau
Terbatas

1995 Penunjukan dan Penugasan PT SK Menhut No. 1039/Menhut-IV/1995 tanggal 13 Juli 1995 tentang
Inhutani IV Penunjukan dan Penugasan PT Inhutani IV untuk Mengelola dan
Mengusahakan Areal Eks HPH PT Dwi Marta seluas 57.850 ha
1998 Pemberian Hak Pengusahaan SK Menhut No. 14/Kpts-II/1998 tanggal 6 Januari 1998 tentang
Hutan Tanaman Industri kepada Pemberian Hak Pengusahaan Hutan Tanaman Industri dengan Sistem
PT Inhutani IV seluas ± 57.873 Silvikultur Tebang dan Tanam Jalur k epada PT Inhutani IV seluas ±
ha 57.873 ha yang Terletak di Provinsi Riau

93
Jurnal Analisis Kebijakan Kehutanan
Vol. 12 No. 2, Agustus 2015 : 89 - 104

Tabel 1. Lanjutan
Table 1. Continued
Tahun Kejadian dan status kawasan
Legalitas (Legality)
(Year ) (Events and area status)
2000 Perpanjangan dan pemberian SK Menhut No. 108/Kpts/II/2000 tanggal 29 Desember 2000
Hak Penguasaan Hutan PT tentang Perpanjangan Pemberian Hak Pengusahaan Hutan kepada PT
Nanjak Makmur seluas 48.370 ha Nanjak Makmur seluas 48.370 ha
2001 BKSDA mendukung TN sebagai Surat Kepala BKSDA Riau No. 405/UKSDA-2/XIV-5/2001 tanggal
kawasan konservasi 15 Maret 2001 tentang Dukungan Kawasan Hutan Tesso Nilo seluas
120.000 ha yang terletak di Kabupaten Kampar, Indragiri Hulu,
Pelalawan dan Kuansing sebagai Kawasan Konservasi Gajah
2001 PHKA mendukung usulan Surat Dirjen PHKA No. 252/DJ-V/KK/201 tanggal 27 Maret 2001
BKSDA pada prinsipnya mendukung usulan Kepala Unit KSDA Riau dan
WWF Indonesia untuk membentuk Kawasan Hutan Produksi Tesso
Nilo menjadi kawasan konservasi
2001 DPRD Kuantan Singingi Surat Ketua DPRD Kuantan Singingi No. 66/DPRD-KS/170/2001
mendukung TN sebagai kawasan tanggal 5 April 2001 tentang Dukungan Pengalokasian Kawasan
konservasi Konservasi Gajah Riau di Daerah Tesso Nilo yang sebagian termasuk
wilayah Kabupaten Kuantan Singingi
2001 Bupati Pelalawan mendukung Surat Bupati Pelalawan No. 050/Bappeda/F/IV/2001/362 tanggal 7
TN sebagai kawasan konservasi April 2001, perihal Dukungan terhadap Lahan Konservasi Gajah
2001 Bupati Kampar mendukung TN Surat Bupati Kampar No. 500/EK/IV/2001/296 tanggal 7 April
sebagai kawasan konservasi 2001: mendukung kawasan Tesso Nilo dijadikan sebagai Daerah
Konservasi Gajah Provinsi Riau
2001 DPRD Kampar mendukung TN Surat Ketua DPRD Kampar No. 170/124/DPRD/2001 tanggal 7
sebagai kawasan konservasi April 2001: mendukung sepenuhnya kegiatan pengalokasian kawasan
konservasi gajah Riau di daerah Tesso Nilo yang sebagian termasuk
wilayah Kabupaten Kampar
2001 DPRD Provinsi mendukung TN Surat Ketua DPRD Provinsi Riau No. 446/2001-4/UM/246 tanggal
sebagai kawasan konservasi 16 April 2001 perihal Dukungan dan Rekomenda si Usulan Kawasan
Konservasi Gajah di Provinsi Riau
2001 DPRD Pelalawan mendukung Surat Ketua DPRD Kabupaten Pelalawan No. 66/DPRD/IV/2001
TN sebagai kawasan konservasi tanggal 16 April 2001 perihal Dukungan dan Rekomendasi Usulan
gajah Kawasan Konservasi Gajah di Provinsi Riau
2002 Gubernur Provinsi Riau usulkan Surat Gubernur Provinsi Riau No. 522.2/EK/1006 tanggal 30 April
TN menjadi kawasan konservasi 2001 perihal Usulan Kawasan Konservasi Gajah di Provinsi Riau
gajah di Provinsi Riau
2002 Pencabutan PT Inhutani IV Kepmenhut No. 10258/Kpts-II/2002 tanggal 13 Desember 2002
tentang Pencabutan Kepmenhut No. 14/KPTS -II/1998 tanggal 6
Januari 1998 tentang Pemberian Hak Pengusahaan Hutan Tanaman
Industri dengan Sistem Silvikultur Tebang dan Tanam Jalur kepada PT
Inhutani IV Seluas ± 57.873 ha yang Terletak di Provinsi Daerah
Tingkat I Riau
2003 Keputusan Menteri Kehutanan Kepmenhut No. 282/Kpts-II/2003 tanggal 25 Agustus 2003 tentang
tentang persiapan penunjukan Perubahan Kepmenhiut No. 10258/Kpts -II/2002 tanggal 13
kawasan hutan Tesso Nilo Desember 2002 tentang Pencabutan Kepmenhut No. 14/KPTS -
sebagai kawasan konservasi gajah II/1998 tanggal 6 Januari 1998 tentang Pemberian Hak Pengusahaan
Hutan Tanaman Industri dengan Sistem Silvikultur Tebang dan Tanam
Jalur kepada PT Inhutani IV Seluas ± 57.873 ha yang Terletak di
Provinsi Daerah Tingkat I Riau
2004 Kajian tim terpadu untuk Berita Acara Hasil Pengkajian dan Pembahasan Tim Terpadu tanggal 1
perluasan TNTN Mei 2004 tentang rekomendasi bahwa kawasan hutan produksi pada
areal eks HPH PT Inhutani IV khususnya di areal eks PT Dwi Marta
seluas 38.576 ha layak untuk diubah fungsi menjadi kawasan
pelestarian alam dengan fungsi taman nasional sebagai kawasan
konservasi gajah

94
Proses Operasionalisasi Kebijakan Kesatuan Pengelolaan Hutan . . .
Julijanti et al.

Tabel 1. Lanjutan
Table 1. Continued
Tahun Kejadian dan status kawasan
Legalitas (Legality)
(Year ) (Events and area status)
2004 Perubahan fungsi sebagian hutan SK Menhut No. 255/Menhut-II/2004 tanggal 19 Juli 2004 tentang
produksi terbatas di Kelompok Perubahan Fungsi Sebagian HPT di Kelompok Hutan Tesso Nilo yang
Hutan Tesso Nilo seluas ± terletak di Kabupaten Pelalawan dan Indragiri Hulu Provinsi Riau
38.576 ha menjadi Taman seluas ± 38.576 ha menjadi Taman Nasional Tesso Nilo
Nasional Tesso Nilo
2005 Perubahan fungsi dan tata batas Surat Kepala Badan Planologi Kehutanan tanggal 8 April 2005 tentang
SK Menhut No. 255/Menhut -II/2004 tentang Perubahan Fungsi TN
Tesso Nilo. Areal yang ditunjuk sebagai TN Tesso Nilo adalah HPH
PT Inhutani IV (eks HPH PT Dwi Marta) yang sudah ditata batas di
lapangan sesuai dengan laporan TBT No. 1386 tahun 2000: sebelah
utara berbatasan dengan HPHTI PT Riau Andalan Pulp and Paper dan
di sebelah timur berbatasan dengan perkebunan sawit PT Indo Sawit
Subur
2006 PT Siak Raya keberatan untuk Surat Direktur HPH PT Siak Raya Timber No. 98/SRT/HPH -
dialihfungsikan D/III/06 tanggal 17 Maret 2006 kepada Menteri Kehutanan tentang
dukungan terhadap perluasan TNTN namun keberatan dan menolak
areal kerjanya dialih fungsikan sebagai TNTN
2006 Menteri Kehutanan menyatakan SK Menhut No. S.318/Menhut -IV/2006 tanggal 24 Mei 2006 kepada
perluasan TNTN dimungkinkan Kepala Badan Planologi, Dirjen BPK dan Dirjen PHKA bahwa
Menteri Kehutanan memungkinkan untuk perluasan areal TNTN
karena adanya dukungan dari pemerintah pusat, pemerintah daerah,
sektor swasta dan lembaga swadaya masyarakat
2006 Forum masyarakat TN mendesak Surat Forum Masyarakat Tesso Nilo kepada Presiden RI No. 22/FTN -
perlunya perluasan Ex/VIII/2006 tanggal 31 Agustus 2006 menyebutkan segera
realisasikan perluasan kawasan Taman Nasional Tesso Nilo dari 38.000
ha menjadi 100.000 ha sesuai pernyataan Menteri Kehutanan
2006 PT Nanjak Makmur tidak Surat Direktur HPH PT Nanjak Makmur No. 032/NM-IX/2006
keberatan arealnya menjadi tanggal 21 September 2006 kepada Dirjen BPK, PT Nanjak Makmur
perluasan TNTN tidak keberatan sebagian besar arealnya seluas ± 44.000 ha dijadikan
perluasan TNTN
2007 PT Nanjak Makmur tidak Surat Direktur HPH PT Nanjak Makmur No. 001/NM/I/2007
keberatan areal menjadi perluasan tanggal 9 Januari 2007 tentang persetujuan perluasan TNTN
TNTN
2007 Bupati merekomendasi perluasan Surat Bupati Pelalawan No 522.1/Dishut/959 tanggal 16 Juli 2007
TNTN tentang rekomendasi perluasan TNTN
2007 Gubernur Riau minta Dinas Surat Sekretaris Daerah Provinsi Riau No. 500/Ekbang/41.27 tanggal
Kehutanan membuat surat 22 Oktober 2007 atas nama Gubernur Riau meminta Kepala Dinas
pertimbangan teknis perluasan Kehutanan Provinsi Riau membuat surat pertimbangan teknis
TNTN perluasan TN Tesso Nilo
2007 Surat pertimbangan teknis Dinas Surat Kepala Dinas Kehutanan Riau No. 522.1/PR/3239 tanggal 9
Kehutanan Provinsi Riau November 2007 perihal pertimbangan teknis perluasan TNTN
2007 Gubernur Riau merekomendasi Surat Gubernur Riau No. 522/Ekbang/66.30 tanggal 21 November
perluasan TNTN 2007 perihal Rekomendasi Perlua san Taman Nasional Tesso Nilo
menjadi seluas 100.000 ha di Provinsi Riau
2009 Kajian tim terpadu untuk PT Hasil kajian dan rekomendasi tim terpadu sebagaimana Berita Acara
Nanjak Makmur, IUPHHK PT tanggal 9 Juli 2009
Hutani Sola Lestari dan PT Siak
Raya Timber untuk usulan
perluasan
2009 Izin HPH PT Nanjak Makmur SK Menhut No. 663/Menhut-II/2009 tanggal 15 Oktober 2009
berakhir dan perubahan fungsi tentang Perubahan Fungsi Sebagian HPT di Kelompok Hutan Tesso
menjadi TNTN Nilo yang terletak di Kabupaten Pelalawan Provinsi Riau seluas ±
44.492 ha menjadi Taman Nasional Tesso Nilo.
Sumber (Source) : WWF-Indonesia (2013a)
95
Jurnal Analisis Kebijakan Kehutanan
Vol. 12 No. 2, Agustus 2015 : 89 - 104

Pada kenyataannya saat ini, kawasan hutan kita kepada pengetahuan asal-usul bagaimana
Tesso Nilo sebagian besar telah digunakan masya- kemudian kompleks hutan Tesso Nilo diklaim dan
rakat sekitar untuk menanam komoditi terbagi habis ke dalam beberapa wilayah adat.
perkebunan. Dari hasil wawancara mendalam Kesultanan Pelalawan yang terletak di Kabupaten
dengan informan kunci, "iklim" tumpang tindih Pelalawan (sekarang) merupakan bagian dari
kepentingan di kompleks hutan Tesso Nilo Kesultanan Siak sampai awal abad ke-19. Pada
khususnya di kawasan TNTN saat ini telah tahun 1791 Sharif Abdul Rahman, saudara Sultan
mencapai puncaknya dari sisi kompleksitas Ali dari Siak mengalahkan Sultan Yahya Abdul Jalil
masalah, mencakup masalah ekologi, ekonomi Muzaffar Syah dari Johor. Dia mengambil alih
dan sosial. Pihak TNTN dan lembaga swadaya kendali Pelalawan, menjadi penguasa dan diakui
masyarakat, baik dalam dan luar negeri (yang oleh saudaranya Sultan Siak maupun pemerintah
beroperasi di Riau) yang berideologi kelestarian Hindia Belanda pada 1811. Sekitar tahun 1792
lingkungan, memperjuangkan kelestarian ekologi kerajaan mengangkat Batin untuk memangku dan
TNTN; sementara di lain pihak para pemodal mengelola wilayah-wilayah di dalam Kerajaan
tanaman perkebunan yang berafiliasi dengan Pelalawan. Para Batin, sanak saudara dan
masyarakat dan “oknum” aparat cenderung berto- penduduk kerajaan menyebar ke seluruh wilayah
lak belakang dengan ideologi kelestarian di mana Kerajaan Pelalawan untuk mengelola tanah/
mereka menggunakan areal TNTN secara lahan. Raja Pelalawan terakhir, Sharif Harun
eksploitatif untuk mendapatkan keuntungan Abdurrahman naik tahta di bawah perwalian pada
ekonomi yang sebesar-besarnya. Di pihak lain, 1930. Pada 1946 raja Pelalawan menyerahkan
masyarakat lokal yang sudah bertempat tinggal kekuasaan pada Republik Indonesia yang baru
dan berbudaya di areal tersebut membutuhkan berdiri namun para Batin dan pengikutnya serta
wilayah untuk bertahan hidup dan melanjutkan masyarakat yang mengelola tanah/lahan di
kehidupan bersosial dan berbudaya. seluruh wilayah kerajaan tetap meneruskan
Pendapat tersebut didukung oleh jumlah luas- aktivitasnya bahkan hingga saat ini.
an kawasan TNTN yang digarap untuk keperluan
C. Arti Taman Nasional Tesso Nilo Saat Ini
lain di luar bidang kehutanan yang telah mencapai
52.244 ha, sebagian besar digunakan untuk pe- Taman Nasional Tesso Nilo merupakan
ngembangan sawit (Gambar 1). Terus bertambah- bagian dari kawasan HPT Kelompok Hutan Tesso
nya lahan yang digarap yang sebagian besar dita- Nilo dan merupakan salah satu hutan hujan tropis
nami sawit dan karet merupakan akibat dataran rendah yang tersisa di Pulau Sumatera
bertambahnya orang yang menggarap. Dalam yang terletak di dalam bentang alam Riau daratan.
kurun waktu 10 tahun, jumlah luasan yang telah Kawasan hutan Tesso Nilo dikenal memiliki
dikultivasi seluas 52.244 ha dengan laju rata-rata keanekaragaman hayati yang tinggi, baik flora
perluasan 23.251 ha/tahun. Jumlah penggarap maupun fauna. Hasil penelitian yang dilakukan
tahun 2005 yang hanya 4.250 orang bertambah oleh berbagai pihak, antara lain: Unit KSDA Riau
hingga empat kali lipat menjadi 16.130 dalam dalam Survei Penilaian Potensi dan Identifikasi
waktu empat tahun (tahun 2009). Kawasan Hutan Tesso Nilo tahun 1998, Tim
Universitas Queensland dalam Vegetation Survey
B. TN Tesso Nilo Terbagi Habis oleh and Habitat Assessment of the Tesso Nilo Forest
Wilayah Adat Complex tahun 2001 dan LIPI dalam Survei
Keanekaragaman Hayati di Kawasan Tesso Nilo
Penelusuran sejarah penelitian ini menunjuk-
tahun 2003, menunjukkan bahwa kawasan Hutan
kan bahwa kawasan hutan Tesso Nilo terbagi
Produksi Terbatas Kelompok Hutan Tesso Nilo
habis oleh wilayah adat. Gambar 2 menunjukkan
memiliki keanekaragaman hayati yang sangat
kawasan hutan Tesso Nilo, termasuk di dalamnya
tinggi. Ditemukan berbagai jenis satwa seperti
kawasan TNTN terbagi habis oleh wilayah adat.
gajah sumatera (Elephas maximus sumatranus),
Hasil penelusuran sejarah melalui wawancara
harimau sumatera (Panthera tigris sumatrae), tapir
mendalam beberapa informan kunci menuntun
(Tapirus indicus), owa ungko (Hylobates agilis),

96
Proses Operasionalisasi Kebijakan Kesatuan Pengelolaan Hutan . . .
Julijanti et al.

Gambar 1. Luas garapan dan jumlah penggarap di kawasan TN Tesso Nilo pada kurun waktu 2002-2012
Sumber : WWF-Indonesia (2013a) (diolah).
Figure 1. Size of cultivated area and number of cultivators in Tesso Nilo area on 2002- 2012 period.
Source : WWF-Indonesia (2013a) (processed).

beruang madu (Helarctos malayanus), burung Indragiri Hulu dengan pertimbangan potensi
rangkong (Buceros rhinoceros borneoensis), babi hutan keanekaragaman hayati yang dimiliki dan sebagai
(Sus sp.) dan beragam satwa lainnya. Sekitar 360 je- upaya perlindungan, pelestarian dan pemanfaatan
nis flora yang tergolong dalam 165 marga dan 57 secara lestari sumber daya alam hayati dan
suku termasuk 82 jenis tanaman obat, 114 jenis ekosistemnya. Selain kaya dengan keanekaragam-
burung, 50 jenis ikan, 33 jenis herpetofauna dan an hayati, Tesso Nilo berfungsi sebagai penyedia
644 jenis kumbang (WWF-Indonesia, 2013b). berbagai layanan alam yang sangat dibutuhkan
Gajah sumatera merupakan biodiversitas yang untuk kesejahteraan manusia seperti mengatur
dianggap penting dan dijadikan spesies kunci tata air dan daerah tangkapan air bagi DAS
untuk konservasi secara global. Pemerintah Kampar, sumber penghasil ikan dan hasil hutan
Provinsi Riau dengan dukungan Pemerintah non kayu seperti madu hutan. Secara tradisional,
Kabupaten Pelalawan dan Kabupaten Kampar pola pemukiman masyarakat asli yang berada di
telah melakukan usaha-usaha konservasi gajah desa-desa sekitar/di luar kawasan hutan Tesso
sejak tahun 2001. Kebijakan Pemerintah Provinsi Nilo terdiri atas perkampungan yang berada di se-
Riau dalam upaya konservasi kawasan hutan di panjang aliran sungai. Aliran sungai memiliki arti
wilayah Tesso Nilo diwujudkan dalam bentuk penting bagi masyarakat di daerah ini terutama ka-
rekomendasi kawasan HPT Tesso Nilo sebagai rena fungsinya sebagai prasarana transportasi dan
kawasan konservasi gajah seluas 156.000 ha untuk memenuhi kebutuhan dasar air minum dan
sebagaimana surat Gubernur Riau No. mandi cuci kakus (MCK). Sungai juga merupakan
522.2/EK/1006 tanggal 30 April 2001 dan No. sumber mata pencarian bagi sebagian penduduk
522.51/EK/1678 tanggal 31 Juli 2002. yang tinggal di pinggiran sungai.
Pemerintah melalui Keputusan Menteri Provinsi Riau juga telah ditetapkan menjadi
Kehutanan No. 255/Menhut-II/2004 tanggal 19 pusat konservasi gajah lewat Peraturan Menteri
Juli 2004 secara bertahap mengubah fungsi Kehutanan No. P.73/Menhut-II/2006 tentang
sebagian kawasan HPT Tesso Nilo menjadi Perubahan Peraturan Menteri Kehutanan
Taman Nasional Tesso Nilo seluas 38.576 ha yang (Permenhut) No. P.54/Menhut-II/2006 tentang
terletak di wilayah Kabupaten Pelalawan dan Penetapan Provinsi Riau sebagai Pusat

97
Jurnal Analisis Kebijakan Kehutanan
Vol. 12 No. 2, Agustus 2015 : 89 - 104

Gambar 2. Peta klaim adat di kawasan hutan Tesso Nilo dan TN Tesso Nilo.
Figure 2. Map of indigenous claims at Tesso Nilo forest region and Tesso Nilo National Park.
Sumber/Source : Yayasan Tesso Nilo (2013)

98
Proses Operasionalisasi Kebijakan Kesatuan Pengelolaan Hutan . . .
Julijanti et al.

Konservasi Gajah Sumatera di mana TNTN E. Perspektif Pemangku Kepentingan


menjadi contoh pusat pengelolaan tersebut. terhadap TN Tesso Nilo
Tesso Nilo merupakan habitat gajah tersisa di Riau
Pada tataran gagasan, sebenarnya terminologi
di mana dua dari sembilan kantong gajah tersisa
tumpang-tindih kepentingan berdiri di atas
berada di Tesso Nilo dengan populasi tertinggi
tumpang-tindih perspektif dan ideologi. Bila ingin
yakni 150-200 ekor gajah dari 300-320 ekor
lebih memahami tumpang-tindih kepentingan
gajah tersisa di Riau (WWF-Indonesia, 2013b).
yang terjadi, berarti harus dipahami dan disetujui
Dengan terjadinya konversi hutan secara besar-
dahulu adanya tumpang-tindih perspektif tentang
besaran di Tesso Nilo menyebabkan terjadinya
hutan. Perbedaan perspektif dalam konteks ini
konflik yang cukup tinggi antara manusia dengan
berarti perbedaan cara pandang tentang hutan,
gajah. Dalam dua tahun terakhir kematian gajah
pengelolaan dan legitimasinya. Cara paling mudah
meningkat tajam di Tesso Nilo, tahun 2012
melihat perbedaaan tersebut adalah dengan
tercatat 12 ekor gajah mati dan tahun 2013 tercatat
melihat perbedaan pendapat tentang penyebab
7 ekor gajah mati. Sebagian besar penyebab
dan cara penye le saian tumpang - tind ih
kematian karena diracun untuk mengurangi
kepentingan di TNTN. Perbedaan-perbedaan
ancaman gajah bagi kebun sawit dan atau untuk
tersebut disajikan pada Tabel 2.
pengambilan gading gajah (WWF-Indonesia,
Dari hasil wawancara para informan dapat
2013b).
disimpulkan penyebab tumpang-tindih di
kawasan TNTN dapat dibagi dua, yaitu:
D. Tumpang-tindih Kepentingan di TN
Tesso Nilo: Tumpang-tindih Perspektif 1. Penyebab langsung:
Pemangku Kepentingan terhadap TN a. Secara historis, kurangnya perlindungan hutan
Tesso Nilo oleh pemegang izin pemanfaatan kawasan
hutan (HPHTI PT Inhutani IV dan PT Nanjak
Dari hasil wawancara dengan para pemangku Makmur) sebelum kawasan ditunjuk menjadi
kepentingan dan data penunjang, tumpang-tindih TNTN.
kepentingan yang terjadi di kawasan hutan Tesso b. Adanya koridor HTI PT RAPP di tengah
Nilo secara luas dan TNTN secara khusus kawasan Tesso Nilo yang dibuat tahun 2001
merupakan "masalah lama yang terbarukan". Ada (koridor Baserah) dan koridor sektor Ukui-
beberapa kepentingan yang ada di kawasan Gondai sebelah utara kawasan Tesso Nilo yang
tersebut yang secara bersama-sama mengadakan dibuat oleh RAPP tahun 2004.
klaim. Pertama adalah Kementerian Kehutanan c. Kebijakan pemerintah daerah dan lokal yang
selaku pengelola kawasan taman nasional yang membuka peluang terjadinya penggarapan
dilegitimasi oleh peraturan perundangan; kedua tanpa ijin di dalam kawasan, antara lain:
adalah masyarakat lokal yang merasa sebagai penerbitan Surat Keterangan Ganti Rugi
pemilik teritori yang diturunkan secara adat sejak (SKGR) oleh kepala desa, Surat Keterangan
lama seperti pada uraian di atas; dan ketiga adalah Tanah (SKT) oleh kades/camat, Surat Ijin
para pengelola tanaman komoditi perkebunan Menggarap Lahan (SIML) oleh tokoh adat.
seperti sawit, coklat maupun karet yang ditanam di d. Tokoh adat yang memperjualbelikan lahan
kawasan tersebut. Menurut informan kunci dari kepada pihak luar (privatisasi aset adat).
NGO dan masyarakat lokal, hal ini disebabkan
2. Penyebab tidak langsung, yaitu:
karena pihak HPH pada masa aktif tidak mampu
a. Kerja sama yang kolusif antara oknum
mengamankan kawasannya. Menurut informan
pemerintah, masyarakat dan pemilik modal.
kunci, pada waktu HPH aktif memang sudah ada
b. Eksodus penduduk mencari lokasi berkebun
yang menanam tanaman perkebunan di kawasan
dan pemukiman.
tersebut yaitu para masyarakat lokal dan pegawai
c. Perubahan sosial masyarakat khususnya para
HPH aktif itu sendiri terutama di waktu
tokoh adat karena adanya pemegang konsesi
pertengahan hingga akhir masa konsesi, mulai ta-
dan para pemodal.
hun 1980-an hingga saat ini.

99
Jurnal Analisis Kebijakan Kehutanan
Vol. 12 No. 2, Agustus 2015 : 89 - 104

Tabel 2. Perspektif pemangku kepentingan di TNTN terhadap penetapan, kelangsungan dan


penyelesaian tumpang-tindih kepentingan di TNTN
Table 2. Stakeholder perspectives regarding establishment, survival and conflict resolution in TNNP

Sumber : Data primer, diolah

F. Intervensi Kebijakan Menuju Resolusi Pemangku kepentingan mempunyai derajat


Konflik: Penggunaan Power Stakeholder yang sangat bervariasi dalam kepemilikan
Analysis kekuasaan yang dapat mengendalikan keputusan
untuk memengaruhi kebijakan dan institusi, dan
Hasil triangulasi data wawancara, pengamatan juga mempunyai derajat yang berbeda atas potensi
pada saat FGD dan pengamatan langsung dapat untuk berkontribusi atau kepentingannya dalam
dibuat matriks (Tabel 3) yang menggambarkan mencapai tujuan yang partikular. Kekuasaan
kepentingan, karakteristik dan hasil pembobotan untuk memengaruhi kebijakan atau lembaga
kekuasaan dan potensi masing-masing pemangku berasal dari kontrol keputusan dengan efek positif
kepentingan yang terlibat. Karena terdapat atau negatif. Kekuasaan pemangku kepentingan
Sembilan pemangku kepentingan, maka rentang dapat dipahami sebagai sejauh mana pemangku
nilai pembobotan, baik kekuasaan maupun kepentingan mampu membujuk atau memaksa
potensi adalah 1-9 di mana bobot yang terkecil orang lain untuk membuat keputusan dan
mempunyai kekuasaan atau potensi terkecil, mengikuti program tertentu. Kekuasaan dapat
demikian sebaliknya. berasal dari sifat organisasi pemangku ke-

100
Proses Operasionalisasi Kebijakan Kesatuan Pengelolaan Hutan . . .
Julijanti et al.

pentingan atau posisi mereka dalam kaitannya de- atau motivasi aktor dalam berpartisipasi
ngan pemangku kepentingan lainnya. Potensi mengatasi masalah yang ada. Selain itu dibuat
untuk memengaruhi atau dipengaruhi oleh juga arah relasi antar aktor, dengan siapa saja
kebijakan dan institusi berada pada karakteristik mereka berkonflik dan tidak. Dalam Tabel 4 dapat
yang spesifik dalam konteks dan lokasi (seperti dilihat, aktor yang mempunyai kapasitas dan
pengetahuan dan hak). Yang menjadi perhatian motivasi paling besar dalam penyelesaian masalah
khusus adalah pemangku kepentingan yang konflik adalah NGO dan masyarakat asli.
memiliki potensi tinggi tetapi sedikit kekuasaan. Masyarakat asli merupakan pihak yang paling
Masalah, kebutuhan dan kepentingan pemangku terkena dampak konflik yaitu ketidakpastian
kepentingan menjadi yang paling penting bagi hidup secara ekonomi dan budaya membuat
inisiatif untuk memperbaiki kebijakan dan proses mereka mempunyai motivasi paling tinggi
institusi. dalam menyelesaikan masalah dalam konflik.
Triangulasi data dari berbagai sumber seperti Masyarakat asli dinilai mempunyai kapasitas
wawancara informan, FGD dan pengamatan paling tinggi dalam penyelesaian masalah konflik
langsung dapat menggambarkan bagaimana karena suara mereka yang paling didengar oleh
para aktor yang terlibat dalam konflik terpengaruh pihak TNTN sebagai pengelola, hanya saja suara
oleh masalah yang ada (Tabel 4). Untuk mereka kadang digunakan oleh pihak-pihak
menentukan letak aktor pada kuadran pada tertentu untuk memperjuangkan kepentingannya
matriks PSA, dilakukan pembobotan kapasitas semata.

Tabel 3. Matriks kekuasaan dan potensi pemangku kepentingan


Table 3. Matrix of stakeholders' power and potencials
Pemangku kepentingan Kekuasaan/potens
Kepentingan (Interest) Karakteristik (Characteristics)
(Stakeholder) i (Power/potency)
Internal:
Masyarakat asli - Kawasan TN sebagai tempat tinggal - Legitimasi adat berada di 2/7
setempat - Kawasan TN sebagai sumber kawasan
kehidupan - Akan memperjuangkan
hak berada di kawasan
Masyarakat pendatang - Kawasan TN sebagai tempat tinggal Legitimasi hibah lahan dari 5/6
- Kawasan TN sebagai sumber adat setempat
kehidupan
Pemodal Kawasan TN sebagai tempat - Tidak ada legitimasi yg 7/3
investasi kuat
- Sadar investasi dalam iklim
ketidakpastian
Oknum aparat Kawasan TN sebagai tempat Sadar investasinya bersifat 3/1
investasi tidak pasti dan perilakunya
oportunis
Koperasi Kawasan TN sebagai tempat 1/4
investasi
Antar muka (Interface):
Balai TN Tesso Nilo Konservasi dan pengelolaan kawasan Legitimasi peraturan 9/9
TN perundangan
Pemerintah daerah Bertanggung jawab terhadap Legitimasi di daerah kuat 8/8
masyarakat daerah namun lemah di kawasan
hutan TN
Eksternal:
Penegak hukum Stabilitas keamanan daerah Legitimasi berasal dari negara 6/5
NGO Agenda donor Posisi kuat dalam advokasi 7/2
dan penelitian
BPN Legalisasi lahan Legalisasi lahan 4/1
Sumber : Data primer, diolah.

101
Jurnal Analisis Kebijakan Kehutanan
Vol. 12 No. 2, Agustus 2015 : 89 - 104

Seperti masyarakat asli, NGO pun mem- kepentingan yang dapat ditawarkan berdasarkan
punyai kapasitas dan motivasi yang tinggi, hanya pembobotan kekuasaan dan potensi seperti pada
berbeda kepentingan. NGO mempunyai Tabel 5. Dari Tabel 5 dapat dilihat bahwa:
kapasitas dan motivasi tinggi karena dukungan 1. Kolaborasi dalam rangka formulasi kebijakan
dan agenda donor yang harus berjalan. Sebagai dan pengelolaan dapat dilakukan oleh Balai
contoh adalah WWF, dukungan donor TN, pemerintah daerah dan penegak hukum.
menjadikan WWF sebagai aktor yang mempunyai 2. Keterlibatan, pembangunan kapasitas dan ke-
data tentang konflik di TNTN paling muktahir. pentingan serta keamanan perlu ditekankan
WWF juga sangat berkepentingan dalam kepada masyarakat asli dan pendatang.
penyelesaian masalah konflik karena tuntutan 3. Untuk mempertahankan kelangsungan usaha-
donor. Balai TNTN mempunyai kapasitas yang usaha konservasi di kawasan TN, pemangku
tinggi karena merupakan pihak pengelola yang sah kepentingan yang paling mempunyai power
atas kawasan Tesso Nilo namun karena dinilai harus dapat melakukan mitigasi dampak
oleh para informan penelitian kurang serius dalam dan bertahan dari kehadiran pemodal
menyelesaikan konflik maka mereka menilai Balai dan kesalahan BPN karena perbedaan
TNTN tidak mempunyai motivasi yang tinggi. perspektif.
Dari Tabel 3 dan Tabel 4 dapat ditentukan em- 4. Oknum aparat dapat dibiarkan, secara simultan
pat strategi manajemen relasi pemangku juga dilakukan monitoring terhadapnya.

Tabel 4. Hubungan pemangku kepentingan dengan masalah utama dan dengan pemangku kepentingan
lainnya
Table 4. Stakeholder relations with major problems and other stakeholders
Kapasitas/motivasi untuk
berpartisipasi dalam meng- Hubungan dengan pemangku
Pemangku Bagaimana terpengaruh
atasi masalah (Capacity/ kepentingan lainnya (konfirm/konflik)
No kepentingan oleh masalah
(Relationships with other stakeholders
(Stakeholder) (How affected by the problem) motivation to participate in
(confirm/ conflict)
addressing the problem)
1 Masyarakat Ketidakpastian hidup *****/***** Konflik
asli secara ekonomi dan (Konfirmasi dengan sebagian
budaya masyarakat pendatang, pemodal,
oknum aparat)
2 Masyarakat Ketidakpastian usaha ****/* Konflik
pendatang (Konfirmasi dengan masyarakat asli,
pemodal, oknum aparat)
3 Pemodal Ketidakpastian usaha */* Konflik
(Konfirmasi dengan masyarakat asli,
masyarakat pendatang, oknum aparat)
4 Koperasi Ketidakpastian usaha */* Konflik
Konfirm dengan masyarakat asli
5 Balai TN Terganggunya usaha- *****/** Konflik
Tesso Nilo usaha konservasi (Konfirmasi dengan NGO, penegak
hukum)
6 Penegak Meningkatnya potensi ***/*** Konflik
hukum ketidakamanan (Konfirmasi dengan Balai TN, NGO)
7 NGO Terhambatnya *****/***** Konflik
implementasi agenda (Konfirmasi dengan Balai TN, penegak
donor di bidang hukum)
konservasi
Keterangan (Remarks): ***** Sangat besar; **** Besar; *** Sedang; ** Kecil; Sangat kecil
Sumber : Data Primer, diolah.

102
Proses Operasionalisasi Kebijakan Kesatuan Pengelolaan Hutan . . .
Julijanti et al.

Tabel 5. Matriks empat strategi manajemen relasi pemangku kepentingan


Table 5. Matrix of four stakeholder relationship management strategies
Kekuasaan/potensi
pemangku kepentingan
Potensi tinggi (High potency) Potensi rendah (Low potency)
(Stakeholder
power/potency)
Kekuasaan tinggi Berkolaborasi: Balai TN, pemda, penegak Mitigasi dampak dari/ bertahan dari:
(High power) hukum pemodal, NGO, Badan Pertanahan
Nasional (BPN)
Kekuasaan rendah Keterlibatan, pembangunan kapasitas dan Monitor dan pengabaian: oknum aparat
(Low power) kepentingan keamanan: masyarakat asli,
masyarakat pendatang, koperasi
Sumber : Data Primer, diolah.

VI. KESIMPULAN DAN SARAN penduduk mencari lokasi berkebun dan


pemukiman dan 3) perubahan sosial masyarakat
A. Kesimpulan khususnya para tokoh adat karena adanya
pemegang konsesi dan para pemodal.
Aktor yang terlibat, baik secara langsung mau-
Empat pola dalam manajemen relasi aktor
pun tidak langsung dalam konflik di kompleks hu-
yang dapat digunakan sebagai pendekatan bagi
tan Tesso Nilo secara umum dan kawasan TNTN
resolusi konflik dengan metode power stakeholders
adalah Balai TNTN, pemerintah daerah (provinsi
analysis (PSA) adalah: 1) Balai TN, pemerintah
dan kabupaten), penegak hukum, pemodal kebun
daerah dan penegak hukum berkolaborasi dalam
sawit, lembaga swadaya masyarakat, BPN,
rangka for mulasi kebijakan dan dalam
koperasi, oknum aparat dan masyarakat asli serta
pengelolaan TN; 2) masyarakat asli dan pen-
masyarakat pendatang. Penyebab langsung
datang perlu dilibatkan dalam pengelolaan dan
terjadinya tumpang-tindih kepentingan di TNTN
pengamanan TN serta dikembangkan kapasitas-
adalah: 1) secara historis, kurangnya perlindungan
nya; 3) untuk mempertahankan kelangsungan
hutan oleh pemegang izin pemanfaatan kawasan
usaha-usaha konservasi di kawasan TN, pe-
hutan (HPH-TI PT Inhutani IV dan PT Nanjak
mangku kepentingan yang paling mempunyai
Makmur) sebelum kawasan ditunjuk menjadi
kekuasaan harus bisa melakukan mitigasi
TNTN; 2) adanya koridor HTI PT RAPP di
dampak dan bertahan dari kehadiran pemodal
tengah kawasan Tesso Nilo yang dibuat tahun
perkebunan dan kesalahan BPN karena perbedaan
2001 (koridor Baserah) dan koridor sektor Ukui-
perspektif; 4) oknum aparat merupakan aktor
Gondai sebelah utara kawasan Tesso Nilo yang
yang dapat diabaikan namun harus terus
dibuat oleh PT RAPP tahun 2004; 3) kebijakan
dimonitor.
pemerintah daerah dan lokal yang membuka
peluang terjadinya penggarapan tanpa ijin di da-
B. Rekomendasi
lam kawasan (penerbitan SKGR oleh kades, SKT
oleh kades/camat, SIML oleh tokoh adat) dan 4) Balai TNTN sebagai institusi pengelola yang
tokoh adat yang memperjualbelikan lahan kepada sah tidak hanya harus mengetahui aktor yang terli-
pihak luar (privatisasi aset adat). bat dalam konflik, namun juga harus mengetahui
Di lain pihak, penyebab tidak langsung tum- bagaimana mengelola relasi antar aktor tersebut
pang-tindih di kawasan TNTN adalah: 1) untuk menyelesaikan konflik. Metode PSA dapat
kerjasama yang kolusif antara oknum pemerintah, digunakan untuk menentukan pengelolaan relasi
masyarakat dan pemilik modal; 2) eksodus antar aktor yang berkonflik.

103
Jurnal Analisis Kebijakan Kehutanan
Vol. 12 No. 2, Agustus 2015 : 89 - 104

DAFTAR PUSTAKA menangani konflik sosial masyarakat Taman Na-


sional Tesso Nilo Kabupaten Pelalawan. Riau: JOM
Balai Taman Nasional Tesso Nilo. (2012). Laporan UNRI.
Tahunan Balai Taman Nasional Tesso Nilo. Riau:
Soeharto, W.B. (2013). Menangani konflik di
Balai Taman Nasional Tesso Nilo.
Indonesia. Jakarta: Kata Hasta Pustaka.
Bartos, O.J. & Wehr, P. (2002). Using conflict theory.
Wulan, Y.C., Yasmi, Y., Purba, C., & Wollenberg,
Cambridge: Cambridge University Press.
E. (2004). Analisa konflik sektor kehutanan di
International Institute for Environment and De- Indonesia 1997-2003. Bogor: CIFOR.
velopment (IIED). (2005). Stakeholder Power
WWF-Indonesia. (2013a). Menelusuri sawit illegal
Analysis. London: IIED.
dari kompleks hutan Tesso Nilo: Perambahan
Kementerian Kehutanan. (2009a). Peraturan ekosistem kunci Sumatera oleh industri minyak sawit.
Menteri Kehutanan tentang Pola Umum, Kriteria (Laporan tahunan). Riau: WWF.
Standar Pengelolaan Daerah Aliran Sungai.
WWF-Indonesia. (2013b). Strategi penanganan
Jakarta: Sekretariat Jenderal.
perambah di Taman Nasional Tesso Nilo.
Keputusan Menteri Kehutanan No. SK.255/ (Laporan terbatas) Riau: WWF.
Menhut-II/2004 tentang Perubahan Fungsi
Yasmi, Y., Schanz, H., Colfer, C.J., & Dennis, R.A.
Sebagian Kawasan Hutan Produksi Terbatas
(2007). Resource use conflict in Danau Sen-
di Kelompok Hutan Tesso Nilo yang Terle-
tarum National Park: an application of im-
tak di Kabupaten Pelalawan dan Indragiri
pairment approach for conflict analysis. In
Hulu Provinsi Riau Seluas 38.576 Hektar
Yasmi, Y. (Ed.), Institutionalization of conflict
Menjadi Taman Nasional Tesso Nilo.
capability in the management of natural resources:
Keputusan Menteri Kehutanan No. SK.663/ Theoretical perspectives and empirical experience in
Menhut-II/2009 tentang Perubahan Fungsi Indonesia. Wageningen: Wageningen Univer-
Sebagian Kawasan Hutan Produksi Terbatas sity.
Kelompok Hutan Tesso Nilo seluas ± 44.492
Yasmi, Y., Schanz, H., & Salaim, A.B. (2007).
ha di Kabupaten Pelalawan, Provinsi Riau
Manifestation of conflict escalation in natural
Menjadi Taman Nasional sebagai Per-luasan
resource management. In Yasmi, Y. (Ed.),
Taman Nasional Tesso Nilo , u ntuk
Institutionalization of conflict capability in the ma-
Penambahan Luas Kawasan 44.492 ha.
nagement of natural resources: Theoretical perspec-
Peraturan Menteri Kehutanan No. P.73/Menhut- tives and empirical experience in Indonesia.
II/2006 tentang Perubahan Peraturan Men- Wageningen: Wageningen University.
teri Kehutanan (Permenhut) No. P.54/
Yayasan Tesso Nilo. (2013). Laporan Tahunan
Menhut-II/2006 tentang Penetapan Provinsi
Yayasan Tesso Nilo (Tidak diterbitkan, untuk
Riau sebagai Pusat Konservasi Gajah Suma-
kalangan sendiri). Pekanbaru:Yayasan Tesso
tera.
Nilo.
Pratama, B.A. & Nurjanah. (2012). Strategi komuni-
kasi Balai Taman Nasional Tesso Nilo dalam

104

You might also like