Professional Documents
Culture Documents
Abstract
Indonesia is one of the developing countries that still has problem of population growth. The
population of Indonesia in 2015 as much 255.5 million with a growth rate of 1.38%. The ideal number of
residents of Indonesia is under 1%. One of the government's efforts to reduce the rate of population growth
is to control fertility through family planning programs. Demographic and Health Survey of 2012 showed
that unmet need for family planning in Indonesia is still high, that is 8.5%. Unmet need for family planning
in Jember 2015 amounted to 10.4%, whereas the target RPJMN 2014 of less than 5%. Subdistrict
Sumberjambe contributed the highest unmet need for family planning in Jember. This study aims to analysis
relationship between women's autonomy and perceptions of family planning counseling services with unmet
need for family planning in the District Sumberjambe. This study is an analytic study with cross sectional
design. Total samples of 114 respondents selected by proportional random sampling technique. Bivariable
analysis using Chi Square test. There is a significant relationship between the autonomy of women (OR =
3.7) and perceptions of family planning counseling services (OR = 21.60) with an unmet need family
planning. Multivariate analysis using logistic regression test. It is evident that perceptions of family planning
counseling services (OR = 30.678) effect on unmet need for family planning is strengthened by age,
education level and employment status. Therefore proactively family planning counseling is needed.
Abstrak
Indonesia merupakan salah satu negara berkembang yang masih mempunyai masalah pertumbuhan
penduduk. Jumlah penduduk Indonesia tahun 2015 sebanyak 255,5 juta dengan laju pertumbuhan 1,38%.
Angka ideal penduduk Indonesia adalah dibawah 1%. Salah satu upaya pemerintah untuk menekan laju
pertumbuhan penduduk adalah dengan pengendalian fertilitas melalui program KB. SDKI 2012
menunjukkan bahwa unmet need KB di Indonesia masih tinggi yaitu 8,5%. Unmet need KB di Kabupaten
Jember tahun 2015 sebesar 10,4%, padahal target RPJMN 2014 kurang dari 5%. Kecamatan
Sumberjambe menyumbang angka unmet need KB tertinggi di Kabupaten Jember. Penelitian ini bertujuan
untuk mengetahui hubungan antara otonomi perempuan dan persepsi terhadap pelayanan konseling KB
dengan unmet need KB di Kecamatan Sumberjambe. Penelitian ini merupakan studi analitik dengan desain
cross sectional. Jumlah sampel 114 responden yang dipilih dengan teknik proportional random sampling.
Analisis bivariabel menggunakan uji Chi Square. Terdapat hubungan signifikan antara otonomi perempuan
(OR=3,7) dan persepsi terhadap pelayanan konseling KB (OR=21,60) dengan unmet need KB. Analisis
multivariabel menggunakan uji regresi logistik. Terbukti bahwa persepsi terhadap pelayanan konseling KB
(OR=30,678) berpengaruh terhadap unmet need KB yang diperkuat oleh variabel umur, tingkat pendidikan,
dan status pekerjaan. Oleh karena itu konseling KB secara proaktif sangat dibutuhkan.
Pendahuluan
Pertumbuhan jumlah penduduk yang persepsi terhadap pelayanan konseling KB), dan
terus meningkat merupakan masalah besar bagi faktor pelayanan (meliputi konseling KB, jarak ke
negara berkembang. Indonesia merupakan salah pusat pelayanan KB, keterpaparan informasi KB,
satu negara berkembang yang hingga saat ini ketersediaan pelayanan KB)[3,4].
mempunyai masalah pertumbuhan penduduk. Berdasarkan hasil pendataan keluarga
Jumlah penduduk Indonesia pada tahun 2015 tahun 2015 diketahui gambaran perempuan PUS
sebanyak 255,5 juta jiwa dengan laju di Kecamatan Sumberjambe mayoritas memiliki
pertumbuhan penduduk sebesar 1,38%, padahal pendidikan rendah, tidak bekerja, tidak
angka idealnya dibawah 1 persen [20]. Salah satu mempunyai penghasilan sendiri, pengetahuan
upaya pemerintah untuk menekan laju rendah yang dilihat dari alasannya tidak
pertumbuhan penduduk yaitu dengan menggunakan KB karena tidak tahu tentang KB,
pengendalian fertilitas melalui program KB, tidak setuju tentang KB, takut efek samping, dsb.,
namun hasil SDKI 2012 menunjukkan unmet serta kurangnya akses untuk mendapatkan
need KB di Indonesia masih cukup tinggi yaitu informasi tentang KB. Hal ini yang dapat
8,5%. Jika dilihat selama lima tahun terakhir mempengaruhi tingkat otonomi perempuan.
angka ini mengalami penurunan 0,6 persen [15]. Otonomi perempuan berpengaruh terhadap
Unmet need KB merupakan perempuan partisipasi dalam pengambilan keputusan rumah
pasangan usia subur (PUS) yang tidak ingin anak tangga yang berhubungan dengan pemakaian
lagi dan ingin menjarangkan kelahiran berikutnya kontrasepsi[29]. Selain itu persepsi terhadap
dalam jangka waktu minimal dua tahun, tetapi pelayanan konseling KB juga terbukti
tidak menggunakan alat kontrasepsi[14]. Semakin berpengaruh terhadap penggunaan kontrasepsi.
meningkatnya unmet need KB dapat Semakin negatif sikap tenaga kesehatan dalam
menyebabkan permasalahan terutama dalam memberikan konseling KB maka menyebabkan
bidang pertumbuhan penduduk, pembangunan perempuan PUS memiliki persepsi negatif
dan kesehatan[8,23,27]. Badan Kependudukan terhadap konseling KB[6].
Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis
menyatakan bahwa unmet need KB merupakan hubungan antara otonomi perempuan dan
salah satu faktor penyebab 75 persen kematian persepsi terhadap pelayanan konseling KB
ibu di Indonesia dan juga di dunia. Kematian ibu dengan unmet need KB di Kecamatan
di Indonesia meningkat dari 228/100.000 Sumberjambe. Mengingat pentingnya
kelahiran hidup pada tahun 2007 menjadi mengurangi unmet need KB pada PUS, maka
359/100.000 kelahiran hidup pada tahun 2012[23]. peneliti ingin melengkapi penelitian tersebut
Oleh karena itu unmet need KB merupakan sehingga dapat dijadikan intervensi dalam
sasaran yang harus diperhatikan. mengurangi angka unmet need KB.
Angka unmet need KB di Kabupaten
Jember tahun 2015 sebesar 10,4%[5]. Angka ini Metode Penelitian
masih jauh dari target RPJMN 2014 yaitu kurang
dari 5%[13]. Kecamaan Sumberjambe merupakan Penelitian ini bersifat analitik karena
salah satu kecamatan yang memiliki jumlah peneliti bertujuan untuk menganalisis hubungan
unmet need KB terbanyak dari semua kecamatan antara variabel bebas dengan variabel terikat[24].
di Kabupaten Jember pada tahun 2015. Angka Populasi penelitian ini yaitu perempuan PUS
unmet ned KBnya yaitu 15 persen atau 2.732 yang memenuhi kriteria inklusi, yaitu berumur 15-
PUS dengan rincian ingin anak tunda (IAT) 49 tahun, minimal memiliki anak satu, dan tinggal
sebanyak 1.307 PUS dan tidak ingin anak lagi di Kecamatan Sumberjambe. Sampel penelitian
(TIAL) sebanyak 1.425 PUS [5]. ini dihitung dengan rumus besar sampel yang
Faktor yang mempengaruhi penggunaan dikembangkan oleh Lemeshow tahun 1997
alat kontrasepsi menurut Bertrand (1995) dan diperoleh sampel 114 responden yang diambil
Bhushan (1997) terdiri dari 3 pokok antara lain secara acak dengan teknik proportional random
faktor sosial demografi (meliputi umur, agama, sampling. Penelitian ini menggunakan data
pendidikan, status pekerjaan, pendapatan primer yang dperoleh melalui wawancara dengan
keluarga, jumlah anak hidup, wilayah tempat kuisioner. Data yang diperoleh akan dianalisis
tinggal), faktor sosial psikologi (meliputi otonomi secara univariabel, bivariabel dengan
perempuan, pengetahuan, sikap terhadap KB, menggunakan chi-square, dan multivariabel
ukuran keluarga ideal, dukungan suami, dan dengan menggunakan regresi logistik.
need KB hanya pada model I saja, setelah unmet need KB. Pengaruh tersebut dijelaskan
ditambahkan variabel karakteristik sosio- dengan menghubungkan faktor fertilitas yang
demografi maka tidak terbuki berpengaruh diasumsikan dengan adanya kemajuan industri
terhadap unmet need KB. Berbeda dengan dan pola kehidupan modern akan
variabel persepsi terhadap pelayanan konseling menggoyahkan keluarga luas (extended family)
KB yang selalu menunjukkan pengaruh signifikan dan nilai-nilai yang mendukung keluarga
terhadap unmet need KB pada setiap model. besar[25]. Misalnya dalam hal kemajuan
pendidikan, pola konsumsi baru yang membuat
Pembahasan biaya memelihara anak semakin tinggi, lamanya
waktu di sekolah maka kebutuhan mereka dalam
Hubungan antara Karakteristik Sosiodemografi memenuhi kebutuhan rumah tangga semakin
dengan unmet need KB sedikit. Penelitian lain juga menunjukkan bahwa
faktor pendapatan keluarga berpengaruh
Hasil penelitian di Kecamatan signifikan terhadap unmet need KB[25]. Selain itu
Sumberjambe diketahui bahwa perempuan PUS penelitian di kota Amhara, Ethiopia menunjukkan
yang mengalami unmet need KB adalah berumur bahwa pendapatan keluarga perbulan dan status
>35 tahun. Hasil penelitian ini sejalan dengan ekonomi yang lebih tinggi berhubungan dengan
penelitian yang mengatakan bahwa umur >35 penggunaan kontrasepsi modern[17]. Hasil
cenderung mengalami unmet need KB 2,43 kali penelitian tersebut tidak sejalan dengan hasil
lebih tinggi daripada umur <20 tahun[22]. Jumlah penelitian ini. Hal ini disebabkan karena
anak hidup juga terbukti berhubungan dengan pendapatan keluarga di Kecamatan
unmet need KB. Hasil penelitian ini sejalan Sumberjambe bersifat homogeni, yaitu mayoritas
dengan penelitian yang dilakukan di Kecamatan perempuan baik yang mengalami unmet need KB
Klabang Kabupaten Bondowoso yang maupun tidak terdapat kecenderugan memiliki
menunjukkan bahwa perempuan yang memiliki pendapatan keluarga yang relatif sama yakni
anak 3-4 anak berisiko 5,4 kali lebih besar dibawah UMR Kabupaten Jember.
mengalami unmet need KB dibandingankan
memiliki anak hidup 1-2 anak[12]. Penelitian lain Hubungan antara Otonomi Perempuan dengan
juga mengatakan bahwa perempuan yang unmet need KB
memiliki jumlah anak >2 memiliki risiko 1,93 kali
mengalami unmet need KB dibandingan dengan
Jika ditinjau berdasarkan elemen
yang memiliki jumlah anak hidup ≤ 2 anak [22].
penyusun otonomi perempuan diketahui bahwa
Pendidikan merupakan salah satu faktor
kebebasan bergerak secara fisik menunjukkan
yang dapat mempengaruhi persepsi seseorang
hubungan signifikan dengan unmet need KB. Hal
untuk menerima ide-ide baru termasuk
ini sejalan dengan penelitian di Isfahan yang
menggunakan alat kontrasepsi[28]. Penelitian lain
menyebutkan bahwa perempuan yang memiliki
juga menyatakan bahwa perempuan yang tidak
kebebasan bergerak secara fisik tinggi akan
berpendidikan mempunyai peluang unmet need
meningkatkan kemampuan untuk mencari dan
KB 1,3 kali lebih besar dibandingkan dengan
mendapatkan informasi kontrasepsi dan akan
perempuan yang sekolah dasar. Sedangkan
mengurangi kehamilan, karena kesadarannya
pada perempuan yang berpendidikan menengah
terhadap biaya kelahiran yang mahal [16].
pertama, menengah atas dan pendidikan tinggi
Perempuan yang memiliki peran tinggi
mempunyai peluang mengalami unmet need KB
dalam pengambilan keputusan keuangan akan
1,2 kali lebih besar daripada perempuan yang
memiliki kontrol terhadap fertilitas sehingga
berpendidikan sekolah dasar, namun pada
kemungkinan perempuan mengalami unmet
pendidikan tinggi tidak bermakna secara
need KB sangat rendah[16]. Penelitian di Ethiopia
statistik[2]. Selanjutnya status pekerjaan juga juga menyebutkan bahwa otonomi keuangan
memiliki hubungan bermakna dengan unmet yang rendah akan membatasi dan menghambat
need KB. Hasil penelitian ini didukung oleh hasil tindakan perempuan dalam mencari pelayanan
penelitian yang dilakukan di kota Dangila bahwa kesehatan[18]. Selain itu otonomi dalam
perempuan tidak bekerja lebih berisiko keputusan domestik/rumah tangga akan
mengalami unmet need KB dibandingkan dengan menyebabkan perempuan mengalami unmet
yang bekerja. Hal ini karena pada perempuan need KB[10]. Hasil penelitian tersebut tidak sejalan
yang bekerja lebih memiliki akses infomasi dengan fenomena yang terjadi di Kecamatan
termasuk informasi tentang kontrasepsi[9]. Sumberjambe yakni otonomi pengambilan
Pendapatan berpengaruh terhadap
keputusan keuangan dan otonomi dalam kesehatan tidak pernah menggunakan alat bantu
keputusan rumah tangga tidak berpengaruh dalam menjelaskan KB (65,5%) dan tidak
langsung terhadap unmet need KB. Hal ini melibatkan pasangan calon akseptor untuk
karena mayoritas perempuan di Kecamatan memutuskan alat kontrasepsi yang digunakan
Sumberjambe baik yang mengalami unmet need (63,6%). Padahal memberikan informasi tentang
KB maupun tidak terdapat kecenderungan KB dengan alat bantu akan mempermudah
memiliki otonomi yang relatif sama. perempuan PUS lebih cepat mengerti dan
Selain itu mayoritas perempuan memiliki mengingat penjelasan yang diberikan daripada
sikap yang rendah terhadap kekerasan dan harus mendengarkan saja[7]. Selain itu dengan
penolakan hubungan seks dengan suami. Hal ini mengajak suami untuk memutuskan metode alat
karena mayoritas perempuan PUS menerima kontrasepsi akan menambah pengetahuan
apabila suaminya memukuli ketika mereka suami sehingga dapat mendukung istri untuk
benar-benar melakukan kesalahan yang tidak menggunakan KB. Persetujuan suami
disukai oleh suaminya. Kemudian mereka juga merupakan faktor dominan yang berpengaruh
mengungkapkan bahwa menolak berhubungan terhadap unmet need KB yaitu sebesar 52,994
seks dengan suami merupakan hal yang dilarang kali lebih berisiko[26]. Persetujuan suami dalam
oleh agama. Hal inilah yang mendorong menggunakan alat kontrasepsi atau dalam ber-
perempuan PUS sikap yang rendah terhadap KB merupakan salah satu faktor eksterna yang
ketiga elemen tersebut. dapat mempengaruhi perilaku fertilitas
Selanjutnya pada otonomi perempuan perempuan. Elemen yang terakhir yaitu tindak
secara umum menunjukkan bahwa terdapat lanjut pertemuan. Pada tahap ini terdiri dari 5
hubungan yang signifikan dengan unmet need pernyataan. Sebagian besar menjawab tenaga
KB. Perempuan yang memiliki otonomi rendah kesehatan tidak pernah secara langsung
akan berisiko mengalami unmet need KB 3,727 mengingatkan jadwal KB berikutnya (48,2%), ibu
kali daripada yang memiliki otonomi tinggi. Hal ini hanya diberikan kartu kendali yang dibawa setiap
disebabkan karena otonomi perempuan kali kontrol dan tenaga kesehatan tidak pernah
berpengaruh terhadap partisipasi dalam meminta ibu untuk kembali apabila ibu akan
pengambilan keputusan rumah tangga yang mengakhiri penggunaan alat kontrasepsi
berhubungan dengan pemakaian kontrasepsi [29]. (51,8%).
Selain itu persepsi terhadap pelayanan
Hubungan antara Persepsi terhadap Konseling konseling KB secra umum juga dianalisis. Hasil
KB dengan Unmet Need KB menunjukkan bahwa perempuan yang memiliki
persepsi negatif terhadap pelayanan konseling
Persepsi merupakan proses akhir dari KB cenderung memiliki risiko 21,600 kali
pengamatan yang diawali oleh proses mengalami unmet need KB daripada yang
pengindraan yaitu proses diterimanya stimulus memiliki persepsi positif. Hal ini sejalan dengan
oleh alat indra lalu diteruskan ke otak dan baru penelitian yang dilakukan di Puskesmas Rafae
kemudian individu menyadari tentang apa yang Kabupaten Belu NTT menunjukkan bahwa ada
dilihat dan didengarkan. Dalam hal ini dengan hubungan antara peran tenaga kesehatan dalam
memberikan informasi yang baik tentang alat memberikan konseling KB dengan penggunaan
kontrasepsi dan konseling KB yang baik maka alat kontrasepsi pada perempuan PUS[7].
akan membantu PUS memiliki persepsi positif Penelitian lain menemukan bahwa faktor
terhadap pelayanan konseling KB[6]. Menurut penyebab unmet need KB salah satuya adalah
indrawati pelayanan konseling KB terdiri dari tiga lemahnya pelaksanaan Program KB termasuk
elemen yakni membina hubungan baik dengan faktor penyampaian KIE dan konseling[12].
klien, pengambilan keputusan dan pelayanan Perempuan yang tidak mendapatkan konseling
KB, dan tindak lanjut pertemuan[6]. Setelah KB cenderung akan mengalami unmet need KB[9]
dianalisis ketiga elemen tersebut menunjukkan
hubungan yang signifikan dengan unmet need Hubungan antara Otonomi Perempuan dan
KB. Mayoritas responden menjawab petugas Persepsi terhadap Pelayanan Konseling KB
kesehatan membina hubungan baik dengannya, dengan Unmet Need KB berdasarkan
sehingga pada elemen ini mayoritas memiliki Karakteristik Sosiodemografi
persepsi yang positif. Selanjutnya pada tahap
pengambilan keputusan dan pelayanan KB Pada hasil analisis multivariabel
responden memiliki persepsi negatif. Dari 10 diketahui bahwa perempuan yang memiliki
pernyataan mayoritas menjawab tenaga persepsi negatif terhadap pelayanan konseling
KB cenderung mengalami unmet need KB. Hasil fertilitas (22%), dan 25% lainnya pada
ini memperkuat pernyataan bahwa semakin perempuan yang berusia lebih muda beralasan
negatif sikap tenaga kesehatan dalam khawatir terhadap efek samping kontrasepsi[8].
memberikan konseling KB maka semakin Selain itu status pekerjaan juga terbukti
berkurang pengguna alat kontrasepsi[7]. berpengaruh terhadap unmet need KB. hasil
Berdasarkan hasil analisis didapatkan nilai OR tabulasi silang menunjukkan bahwa pada
pada setiap model bahwa tingkat pendidikan perempuan yang unmet need KB lebih banyak
merupakan faktor sosiodemografi yang dominan ditemukan pada perempuan yang tidak bekerja.
mendorong peningkatan peluang perempuan Hal ini disebabkan karena perempuan yang
yang memiliki persepsi negatif terhadap bekerja memiliki motivasi yang lebih tinggi untuk
pelayanan konseling KB mengalami unmet need memenuhi kebutuhan KB mereka sehingga
KB. Hal ini ditunjukkan dengan nilai OR tingkat kemungkinan mereka untuk mengalami unmet
persepsi terhadap pelayanan konseling KB yang need KB akan lebih kecil [22]. Sedangkan pada
cenderung meningkat ketika dianalisis bersama otonomi perempuan hanya menunjukkan
dengan tingkat pendidikan. Hal ini karena pengaruh terhadap unmet need KB ketika
pendidikan berhubungan erat dengan dianalisis dengan persepsi terhadap pelayanan
pengetahuan dan akses perempuan terhadap konseling KB saja, namun setelah ditambahkan
informasi termasuk informasi kesehatan. variabel karakteristik sosiodemografi tidak
Pengetahuan dan informasi yang dimiliki akan menunjukkan pengaruh yang signifikan terhadap
mempengaruhi perempuan dalam menggunakan unmet need KB. Hal ini disebabkan karena
alat kontrasepsi[1]. Hasil penelitian ini sejalan adanya interaksi dengan variabel lain sehingga
dengan hasil penelitian Nurinda dan Herdayati menyebabkan otonomi tidak berpengaruh. Selain
yang menyatakan bahwa perempuan yang itu perempuan yang memiliki otonomi rendah
berpendidikan rendah, memiliki pengetahuan baik yang unmet need KB maupun tidak unmet
rendah, dan kurang memiliki otonomi cenderung need KB terdapat kecenderungan memiliki
akan mengalami unmet need KB lebih tinggi jika otonomi yang relatif sama, secara frekuensi
dibandingkan dengan perempuan berpendidikan hanya selisih 2 orang. Hal ini yang menjadikan
tinggi, berpengetahuan baik, dan memiliki otonomi kurang dominan memberikan pengaruh
otonomi perempuan[20]. yang signifikan terhadap unmet need KB ketika
Oleh karena itu jika ditinjau dari segi diinteraksikan dengan karakteristik
pendidikan mayoritas yang mayoritas tamat SD sosiodemografi. Hasil penelitian ini sejalan
yang mana tingkat pemahaman terhadap KB dengan hasil penelitian di Kabupaten Jember
kurang, maka peran tenaga kesehatan harus yang menyatakan bahwa budaya tidak
proaktif dalam memberikan informasi atau berpengaruh langsung terhadap unmet need KB
konseling KB. Hal ini karena pemberian informasi pada perempuan di Jember, karena
yang baik tentang alat kontrasepsi dan konseling kecenderungan memiliki otonomi yang relatif
yang sesuai dapat membantu PUS memiliki sama dalam memutuskan aspek yang berkaitan
persepsi positif terhadap pelayanan konseling dengan penggunaan kontrasepsi baik kelompok
KB. Pada PUS yang memiliki persepsi positif unmet need KB maupun met need KB. Masih
terhadap pelayanan konseling KB maka akan banyak perempuan yang belum memiliki otonomi
meningkatkan akseptor KB dan mencegah drop penuh dalam pengambilan keputusan
out. Proses pemeriksaan kesehatan yang singkat penggunaan kontrasepsi, tetapi mayoritas
juga akan membuat waktu interaksi antara memutuskan aspek yang berkaitan dengan
tenaga kesehatan dan pasien sempit[7]. penggunaan kontrasepsi bersama suami[27].
Umur juga berpengaruh terhadap unmet
need KB ketika dianalisis secara multivariabel. Simpulan dan Saran
Hasil SDKI 2012 menyebutkan bahwa unmet Berdasarkan uraian yang telah
need KB terutama untuk pembatasan kelahiran dijelaskan pada pembahasan sebelumnya dapat
meningkat tajam pada perempuan yang berusia diambil kesimpulan, yaitu: (1) Proporsi unmet
> 35 tahun dan tertinggi 15% untuk perempuan need KB di Kecamatan Sumberjambe Kabupaten
yang berusia 45-49 tahun[8]. Alasan tidak Jember lebih banyak pada perempuan PUS yang
menggunakan alat kontrasepsi bervariasi berusia >35 tahun, tidak tamat SD, tidak bekerja,
menurut umur. Perempuan dibawah usia 30 memiliki jumlah anak ≥ 3 orang. Adapun
tahun cenderung memiliki alasan ingin pendapatan keluarga tidak menunjukkan
mempunyai anak lagi (15%), perempuan yang pengaruh yang signifikan terhadap unmet need
berumur lebih tua beralasan karena faktor KB. (2) Proporsi unmet need KB di Kecamatan