You are on page 1of 13

Jurnal Parameter Volume 25 No.

2 Tahun 2014
DOI : doi.org/10.21009/parameter.252.03
P-ISSN : 0216-261X

MODEL PEMBELAJARAN KETERAMPILAN BINA DIRI BAGI ANAK


USIA DINI TUNAGRAHITA
(Research and Development at Exceptional Schools of North Sulawesi)

Ni Luh Putri
Fakultas Ilmu Pendidikan, Universitas Negeri Manado
E-mail: Nluhputri@gmail.com

Abstract

This study aims to develop a learning model of Self-Care skills for mentally retarded early age children in
North Sulawesi. The research was conducted in five exceptional schools in North Sulawesi which includes
10 teachers and 22 mentally retarded early age children. This study used a qualitative approach while
methods of research include research and development (R&D) procedures. This Self-Building learning
model were developed in four phases, which are (1) requirements analysis, (2) designing model based on
the results of requirements analysis, (3) implementation of the learning model, and (4) assess the
effectiveness of learning models in accordance with the teaching process. The evaluation process consist
of expert matters validation, which are early age education and mentally retarded children experts, and
making revision. Validation was implemented by the teachers of mentally retarded exceptional schools
before making a revise, first field trials, second field trials and field tests. The trial results used to revise
the product. This research resulted in RPP (Learning Implementation Plan) and a handbook for teachers.
Conclusions from the study were: Implementation of the resulting learning model was effective to improve
the mastery of skills to take off and put on shoes, socks, a shirt, t-shirt, short, skirt for the mentally retarded
early age; The substance of the content and design flexibility of the structure of the model are included in
the category of effective and the application of teaching learning model will be able to facilitate the
teachers of mentally retarded exceptional School Learning Implementation Plan, carry outa learningand
undertake an evaluation of learning.

Keywords: Models of learning, Self-care skills, mentally retarded early age children

Abstrak

Penelitian ini bertujuan untuk mengembangkan model pembelajaran keterampilan bina diri untuk
keterbelakangan mandiri pada anak usia dini di Sulawesi Utara. Penelitian ini dilaksanakan di sekolah luar
biasa di Sulawesi Utara dengan melibatkan 10 orang guru dan 22 anak usia dini dengan keterbelakangan
mental. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan metode Research and Development
(RnD). Model pembelajaran dilakukan dalam empat asa, yaitu (1) analisis kebutuhan, (2) mendisain model
pembelajaran berdasarkan hasil analisis kebutuhan, (3) menerapkan model pembelajaran, dan (4) menilai
keefektifan model pembelajaran sesuai dengan proses mengajar. Proses evaluasi berisi validasi meteri oleh
ahli, oleh pendidik anak usia dini dan ahli keterbelakangan mental pada anak, dan membuat revisi. Validasi
diterapkan oleh guru keterbelakangan mental di sekolah luar biasa sebelum membuat perbaikan, uji coba
lapangan pertama, uji coba lapangan kedua, dan uji lapangan. Uji tersebut digunakan untuk memperbaik
produk. Penelitian ini menghasilkan RPP (Rencana Pelaksanaan Pembelajaran) dan handbook untuk guru.
Kesimpulannya dari penelitian ini adalah: penerapan menghasilkan model pembelajaran yang efektif untuk
menghasilkan keterampilan dalam melepaskan dan memakai sepatu, kaus kaki, baju, kaus, dan senda untuk
anak keterbelakangan mental. Substansi dari isi dan fleksibilitas desain dari struktur model termasuk
didalamnnya kategori efektivitas dan penerapan model pembelajaran dan pengajaran akan mampu
memfasilitasi guru di sekolah luar biasa dalam menerapkan pembelajaran, melaksanakan pembelajaran
dan melakukan evaluasi pembelajaran.

Kata Kunci: model pembelajaran, keterampilan bina diri, anak usia dini tunagrahita

73
Jurnal Parameter Volume 25 No. 2 Tahun 2014
DOI : doi.org/10.21009/parameter.252.03
P-ISSN : 0216-261X

1. PENDAHULUAN Anak tunagrahita belajar dengan kerja keras


Penyelenggaraan pendidikan anak dan dilakukan secara berulang-ulang, hal ini
tunagrahita berorientasi kepada kemampuan, disebabkan oleh karena anak tunagrahita
kebutuhan dan permasalahan yang dihadapi mengalami hambatan dalam inteligensi dan
anak tunagrahita. Layanan pendidikan kelainan fisik. Ormrod mengemukakan
sesungguhnya lebih ditekankan kepada bahwa anak tunagrahita memiliki masalah
layanan individual, karena sifat fisik yang disebabkan oleh kondisi fisiologis.
heterogenitas yang dialami anak tungrahita. Hal ini meliputi gangguan fisik dan
Undang-Undang Republik Indonesia kesehatan, gangguan visual dan hilangnya
Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem pendengaran yang mengganggu aktivitas
Pendidikan Nasional Bab IV tentang hak dan (2009: 19).
kewajiban warga negara, orangtua, masya- Kenyataan yang dijumpai dalam kehi-
rakat dan pemerintah, pasal 5 ayat 2 yang dupan anak tunagrahita, ialah bahwa mereka
mengemukakan bahwa warga negara yang tidak hanya memiliki kelainan inteligensi
memiliki kelainan fisik, emosional, mental, saja, melainkan hampir seluruh kepriba-
intelektual, dan/atau sosial berhak memper- diannya terganggu. Kemampuan berpikir,
oleh pendidikan khusus. ingatannya juga menunjukkan kelainan.
Anak tunagrahita mempunyai kemam- Tunagrahita merupakan suatu keadaan
puan, masalah, dan kebutuhan yang sangat dimana individu menunjukkan gangguan
heterogen. Heterogenitas ini pada akhirnya fungsi intelektualnya, yang dimulai sejak
mempunyai konsekuensi kepada tindakan- masa perkembangan yang bermanifestasi
tin-dakan guru di dalam kegiatan pada gangguan belajar dan gangguan dalam
pembelajaran. Kegiatan pembelajaran tidak menyesuaikan diri dengan lingkungan-
lagi didasarkan hanya semata-mata pada nya.Keadaan seperti itu, bukan semata–mata
kecerdasan intelek-tual yang direduksi karena keterbelakangan mental yang dialami
dalam bentuk angka kecerdasan (intelligensi anak tunagrahita, akan tetapi juga
question) yang sifatnya abstrak dan umum, disebabkan oleh karena terdapat kesenjangan
melainkan pada pertimbangan kemampuan, antara program pendidikan di sekolah luar
masalah dan kebutuhan nyata dari kondisi biasa dengan harapan orang tua.
yang dihadapi anak tunagrahita. Secara Orang tua mengharapkan agar anak
substantif pen-didikan bagi anak tunagrahita tunagrahita memiliki keterampilan yang
bertujuan untuk dapat mengembangkan diperlukan dalam kehidupan sehari-hari,
potensi dirinya agar dapat hidup mandiri di sesuai dengan potensi yang dimiliki.
dalam masyarakat. Keterampilan-keterampilan menolong diri
Hasil observasi lapangan sendiri sangat penting karena sebagai dasar
menunjukkan bahwa anak-anak tunagrahita untuk mancapai kemandirian dalam
yang mengikuti pendidikan di Sekolah Luar kehidupan sehari-hari. Kenyataan di
Biasa tunagrahita pada umumnya belum lapangan menunjukkan bahwa layanan
menunjukkan per-kembangan yang pembelajaran bagi anak tunagrahita di
diharapkan, Anak tuna-grahita mengalami Sekolah Luar Biasa tunagrahita cenderung
kesulitan melepas dan mengenakan sepatu, lebih bersifat klasikal dan belum
kaus kaki, kemeja tangan pendek, kaus mempertimbangkan perbedaan hambatan
dalam, celana pendek, rok dan belajar anak secara individual.
ketergantungan kepada orang lain. Hallahan dan Kauffman mengemuka-
Keterampilan melepas dan mengenakan kan anak tunagrahita memiliki dua hambatan
sepatu, kaus kaki, kemeja tangan pendek, yaitu kemampuan intelektual rendah dan
kaus dalam, celana pendek dan rok, tidak mengalami hambatan dalam perilaku adapti
diwariskan secara alami oleh anak (1991:18). Kedua karakteristik tersebut
tunagrahita seperti anak pada umumnya. menimbulkan hambatan dalam belajar,

74
Jurnal Parameter Volume 25 No. 2 Tahun 2014
DOI : doi.org/10.21009/parameter.252.03
P-ISSN : 0216-261X

hambatan dalam mengurus diri sendiri dan tunagrahita belum sesuai dengan tujuan yang
hambatan dalam menyesuaikan dengan diharapkan yaitu anak tunagrahita
lingkungan. Oleh sebab itu anak tunagrahita mengalami kesulitan dalam melepas dan
harus belajar keterampilan dasar itu secara mengenakan sepatu, kaus kaki, kemeja, kaus
khusus dan sistematis. Hambatan belajar dalam, celana dan rok, dalam pengertian
yang dialami anak tunagrahita merupakan anak tunagrahita belum mandiri dan masih
akibat rendahnya kemampuan inteletual dan ketergantungan kepada orang lain terutama
juga kelainan fisik yang dialami anak keluarga.
tunagrahita. Upaya penerapan behaviorisme Berdasarkan latar belakang masalah,
dalam pem-belajaran keterampilan bina diri maka rumusan masalah dalam penelitian ini
diarahkan untuk menggali dan adalah: (1) Bagaimanakah pembelajaran
mengembangkan potensi mereka secara keterampilan melepas dan mengenakan
optimal. sepatu, kaus kaki, kemeja tangan pendek,
Untuk membantu mengembangkan kaus dalam, celana pendek dan rok yang
potensi yang dimiliki dan mengurangi dilaksanakan di Sekolah Luar Biasa
hambatan yang dialami oleh anak Tunagrahita? (2) Bagaimanakah merancang
tunagrahita, maka diperlukan upaya konkrit, pembelajaran yang dapat meningkatkan
sitematis, terstruktur dan individual yaitu penguasaan keterampilan melepas dan
salah satunya penerapan pendekatan mengenakan sepatu, kaus kaki, kemeja
behaviorisme dalam pembelajaran anak tangan pendek, kaus dalam celana pendek
tunagrahita. Behaviorisme memberi peletak dan rok anak usia dini tunagrahita? (3)
dasar bagi model pembelajaran yang Apakah penerapan model pembelajaran
mengarah pada modifikasi perilaku. Sesuai keterampilan bina diri yang dihasilkan,
dengan kondisi pembelajaran keterampilan berdampak pada peningkatan kualitas dalam
bina diri diperlukan upaya menemukan menyusun RPP, melaksanakan
model pembelajaran yang dapat pembelajaran, dan melaksana-kan evaluasi
memecahkan masalah pembelajaran. hasil belajar? (4) Apakah model
Pencapaian suatu tujuan pembelajar- pembelajaran yang dihasilkan efektif
an turut ditentukan oleh ketepatan pengguna- meningkatkan hasil pembelajaran?
an model pembelajaran, karena model
pembelajaran yang dipilih oleh guru sangat Deskripsi Konseptual Bina Diri
diharapkan dapat mengoptimalkan aktifitas Pengertian Bina Diri
belajar anak usia dini tunagrahita. Agar Ada beberapa istilah Bina diri , istilah
pembelajaran anak tunagrahita menjadi tersebut antara lain adalah activities of daily
efektif, sehingga anak dapat berkembang living yang disingkat dengan ADL,
diperlukan upaya mengajak para guru untuk mengurus diri atau merawat diri (self-care),
melakukan perubahan dalam pembelajaran dan menolong diri (self-help). Kirk
anak tunagrahita dengan mengembangkan mengemuka-kan bahwa self care
model pembelajaranketerampilan bina diri. dimaksudkan sebagai keterampilan awal
Mengingat berbagai keterbatasan, baik yang diajarkan orang tua kepada kehidupan
tenaga, dana dan waktu dari pihak peneliti, anak sedini mungkin, sebagai usaha
maka masalah penelitian ini dibatasi pada memandirikan mereka. Keterampilan ini
model pembelajaran keterampilan bina diri termasuk, makan, mobilitas, perilaku toilet
anak usia dini tunagrahita sedang kelas Dasar dan membasuh/ mencuci serta berpakaian
1 (D1) untuk materi keterampilan melepas (1986: 136)
dan mengenakan sepatu, kaus kaki, kemeja Menolong diri sendiri atau mengurus
tangan pendek, kaus dalam, celana pendek, diri sendiri menurut Astiti (1995:21-22)
dan rok di mana tingkat penguasaan stategi dalam bahasa Inggeris dikenal dengan istilah
pembelajaran oleh guru belum memadai, self helf atau self care. Menolong diri sendiri
sehingga hasil belajar anak usia dini tidak langsung diwariskan dari alam,
75
Jurnal Parameter Volume 25 No. 2 Tahun 2014
DOI : doi.org/10.21009/parameter.252.03
P-ISSN : 0216-261X

melainkan anak tunagrahita sedang dan berat psikologi yang disebut behaviorisme.
harus mempelajarinya dengan usaha yang Jamaris, mengemukakan behaviorisme
keras, dan dilakukan berulang-ulang serta merupakan salah satu pendekatan di dalam
terprogram. Kemampuan menolong diri psikologi pendidikan yang didasari
sendiri meliputi: makan dan minum, keyakinan bahwa anak dapat dibentuk sesuai
kebersihan dri, berpakaian dan rias diri, dengan apa yang diinginkan oleh orang yang
keselamatan diri dan orientasi ruang. membentuknya. Oleh sebab itu, apakah anak
Buchwal merinci ADL (activities of daily akan menjadi pelukis, menjadi guru, sangat
living) sebagai beriku: berpakaian, makan, ditentukan oleh lingkungannya, yaitu orang-
kebersihan, penampilan, dan kebelakang. orang yang mendidik dan mengarahkan
Self-help skills Menurut Wallin dan perkembangan anak sesuai tujuan yang
Harbor adalah keterampilan yang diinginkannya (2010:153). Behaviorisme
deperuntuk-kan untuk mencapai atau berkeyakinan bahwa semua perilaku
mendapatkan kemandirian dalam banyak diperoleh individu setelah berinteraksi
aspek kehidupan. Mengajarkan kemampuan dengan lingkungan yang telah dikondisikan.
ini akan mem-bantu anak agar tidak Aliran behaviorisme menurut
tergantung kepada orang yang ada di Rocyadi dan Alimin dikembangkan
lingkungannya dalam kehidupan sehari-hari berdasarkan asumsi bahwa tingkah laku
(2004: 1) Lebih lanjut Wallin dan Harbor manusia dapat dibentuk, diubah dan
menguraikan keterampilan menolong diri dihilangkah. Oleh karena itu tingkah laku
sendiri adalah Berpakaian. Melepas atau individu akan bergantung kepada stimulus
memakai kaus kaki, melepas atau memakai yang datang dari lingkungan. Berdasarkan
baju, melepas atau memakai celana, melepas asumsi yang dianutnya aliran behaviorisme
atau memakai sepatu, melepaskan atau menekankan bahwa tingkah laku yang
memasang kancing, menaik-kan atau diobservasi merupakan dasar dari psikologi
menurunkan resleting, dan mengikat tali yang bersifat ilmiah. Maka dari itu kaum
sepatu. Self-help skills menurut Yuli dan behavioris tidak mempedulikan aspek-aspek
Carr adalah kemampuan menolong diri kesadaran, ber-pikir, ide-ide atau ego yang
sendiri yang diajarkan kepada anak tuna- merupakan konstruk yang berhubungan
grahita antara lain adalah: kebersihan, dengan psikologi. Jika sebuah proses tidak
menggosok gigi, makan, berpakaian dan dapat diobservasi secara langsung, maka
menggunakan toilet. Mengajarkan kemam- tidak dapat dipelajari secara ilmiah dan oleh
puan menolong diri sendiri kepada anak karena itu tidak menjadi perhatian kaum
tunagrahita membutuhkan waktu dan usaha behaviorisme.
(1980:116). Hergenhahn dan Olson mengemuka-
Ketiga istilah yang telah dipaparkan, kan poin utama behavioris adalah bahwa
ketiga-tiganya hampir sama dan perbedaan perilakulah yang seharusnya dipelajari
penekanannyapun jika dilihat dari tujuan karena perilaku dapat dikaji secara langsung
akhir yang ingin dicapai juga sama yaitu agar (2008: 211).Teori belajar behavioristik
anak tunagrahita dapat melakukan kegiatan menjelaskan tentang peranan faktor
sehari-hari tanpa bantuan orang lan. eksternal dan dampak nya terhadap
Mengingat terdapat kesamaan materi, perubahan perilaku seseo rang. Menurut
kegiatan dan tujuan, maka lebih tepat penulis penganut teori belajar behavioristik, belajar
menggunakan istilah bina diri. adalah pemberian tanggapan atau respon
tehadap stimulus yang dihadirkan. Belajar
Pembelajaran Keterampilan Bina Diri dapat dianggap efektif apabila individu
Melalui Pendekatan Behaviorisme mampu memperlihatkan sebuah peri-laku
Pendekatan behaviorisme dalam baru sesuai dengan tujuan pembelajaran
proses pembelajaran diambil dari aliran yang telah ditetapkan sebelumnya.

76
Jurnal Parameter Volume 25 No. 2 Tahun 2014
DOI : doi.org/10.21009/parameter.252.03
P-ISSN : 0216-261X

Menurut penganut teori belajar Menteri pendidikan Nasional No. 58 Tahun


behavioristik, hasil dari proses belajar yaitu 2009 Tentang Standar Pendidikan Anak Usia
perilaku yang dapat diukur dan diamati. Dini menyatakan tingkat pencapaian
Slavin mengemukakan bahwa teori-teori perkembangan disusun berdasarkan
pembelajaran mempunyai lingkup yang kelompok usia anak, yaitu usia 0 - <2 tahun,
terbatas, dalam arti bahwa teori tersebut usia 2 - <4 tahun, dan usia 4 - <6 tahun
hanya menjelaskan perilaku yang dapat (2010:4).
diamati, dan yang dapat diukur secara Undang-Undang Republik Indonesia
langsung (200:21). Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem
Rochyadi dan Alimin Pendidikan Nasional Pasal 1 angka 14
mengemukakan bahwa dalam pendekatan menyatakan bahwa Pendidikan Anak Usia
behavioral sekurang -kurangnya terdapat Dini adalah upaya pembinaan yang ditujukan
tiga komponen yang harus diperhatikan. kepada anak sejak lahir sampai dengan usia
Komponen-komponen yang dimaksud enam tahun yang dilakukan melalui rangsang
adalah: (a) Lingkungan be-lajar yang pendidik-an untuk membantu pertumbuhan
terstruktur, (b) Tingkah laku yang dan perkembangan jasmani dan rohani agar
diobservasi, (c) reinforsment (penguatan anak memiliki kesiapan dalam memasuki
kembali). pendidikan lebih lanjut (2003:14). Santoso
mengemukakan anak usia dini menurut
Anak Usia Dini kajian ilmu pendidikan di Perguruan Tinggi
Pendidikan Anak Usia Dini umur 0 – 8 tahun (2011:1) Lebih lanjut
National Association for the Education Santoso mengemukakan usia ini sering
of Young Children (NAEYC) mendefinisikan dikatakan golden age (usia emas)
pendidikan anak usia dini sebagai pelayanan maksudnya usia yang paling tepat untuk
pendidikan bagi anak-anak yang berusia dibentuk pribadinya terutama yang berkaitan
sejak lahir hingga usia delapan tahun yang dengan agama, norma, nilai, kecerdasan
dapat dilakukan di dalam kelompok- (akal, budi/hati, raga dan rasa, kedisiplinan,
kelompok program tertentu yang mengambil toleransi. Berdasarkan beberapa pandangan
paruh waktu atau penuh waktu dan di atas dapat dipertegas pada hakeketnya
diselenggarakan oleh pusat-pusat Pendidikan Anak Usia Dini adalah
pendidikan, dan lembaga lain. Progran pendidikan yang diselenggarakan dengan
tersebut termasuk penitipan anak, penitipan tujuan untuk memfasilitasi pertumbuhan dan
anak pada keluarga, pendidikan prasekolah perkembangan anak secara menyeluruh atau
baik swasta maupun negeri, Taman kanak- menekankan pada pengembangan seluruh
kanak dan Sekolah Dasar (1992: 1). Menurut aspek kepribadian anak sejak lahir sampai
definisi ini anak usia dini merupakan dengan enam tahun.
kelompok anak yang berada dalam proses Undang-Undang Republik Indonesia
pertumbuhan dan perkembangan secara terus No.20 Tahun 2003 pasal 1 angka 14
menerus. menyatakan bahwa Pendidikan Anak Usia
Hal ini menggam barkan anak usia dini Dini adalah upaya pembinaan yang ditujukan
adalah individu yang unik di mana ia kepada anak sejak lahir sampai dengan usia
memiliki pola pertumbuhan dan perkembang enam tahun. Sedangkan batasan “Early
an dalam aspek fisik, kognitif, sosial- Childhood” yang digunakan oleh The
emosional, kreativitas, bahasa dan komu- National Association for the Education of
nikasi yang sesuai dengan tahapan perkem- Young Children (NAEYC) adalah anak sejak
bangan yang sedang dilalui oleh anak. Dalam lahir sampai dengan usia delapan tahun.
pelayanannya National Association for the Berdasarkan uraian di atas diketahui
Educational of Young Children mengelom- bahwa terdapat dua pandangan yang berbeda
pokkan usia anak dalam 0-3 tahun, 3-5 tahun, dalam memberikan batasan atau pengertian
dan 6-8 tahun (1992:56) Menurut Peraturan mengenai anak usia dini, yakni menurut
77
Jurnal Parameter Volume 25 No. 2 Tahun 2014
DOI : doi.org/10.21009/parameter.252.03
P-ISSN : 0216-261X

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor person, 5) Kaya dengan fantasi, 6) Daya


20 Tahun 2003 pasal 1 angka 14 memberikan konsentrasi yang pendek, dan 7) Masa usia
batasan bahwa usia dini adalah anak yang dini merupakan masa belajar yang paling
sejak lahir sampai dengan 6 tahun. Pada potensial.
pihak NAEYC memberikan batasan bahwa
anak usia dini adalah anak yang sejak lahir Anak Tunagrahita
hingga usia delapan tahun. Dalam penelitian Definisi Anak Tunagrahita
ini menggunakan batasan atau pengertian Heward dan Orlansky mengemukakan
anak usia dini berdasarkan batasan “Early AAMD (American Association on Mental
Childhood” yang digunakan oleh The Deficiency) yang telah diterima secara luas
National Association for The Education of dan saat ini dikenal dengan AAMR
Young Children adalah anak usia 0-8 tahun. (American Association mental retardation)
mendefinisikan tunagrahita sebagai Mental
Perkembangan Anak Usia Dini retardation refers to significantly
Anak yang tergolong usia dini subaverege general intellectual fuctioning
memiliki rentang bereksistensi dalam exsisting concurrently with deficits in
rentang usia manusia, mulai dari masa bayi, adaptive, and menifested during
balita, anak-anak, remaja hingga usia lanjut. development period (1984:70).
Seefeldt dan Barbour mengklasifikasikan Makna pernyataan tersebut adalah
tahapan perkembangan anak usia dini tunagrahita secara signifikan merujuk pada
secagai berikut: (1) Infancy (sejak lahir–1 rendahnya fungsi intelektual umum yang ada
tahun) (2) Toddlers (1–2 tahun) (3) bersamaan dengan kelemahan perilaku
Preschoolers (3–4 tahun) (4) Early primary adaptif, dan terjadi selama masa
(5–6 tahun) (5) Late Primary (7–8) tahun perkembang-an. Seseorang tidak dapat
(1993:63-71). Dalam penelitian ini usia anak dikategorikan tunagrahita apabila tidak
yang diteliti adalah anak usia dini yang memiliki tiga hal tersebut, yaitu Kemampuan
berusia 7–8 tahun.Perkembangan pada usia intelektual yang rendah, kelemahan dalam
7-8 tahun ini ditandai oleh perkembangan perilaku adaptif dan terjadi pada masa
fisik, Kognitif, bahasa, sosial, dan perkembangan.
emosional,
Anak usia dini adalahsosok individu yang Karakteristik Tunagrahita Sedang
sedang dalam suatu proses perkembangan Anak tunagrahita sedang disebut
dengan pesat bagi kehidupan selanjutnya. Ia imbesil. Kelompok ini memiliki IQ 51-36
memiliki dunia dan karakteristik sendiri pada skala Binet dan 54-40 menurut
yang jauh berbeda dari orang dewasa. Anak Weschler. Ditinjau dari segi umur, mereka
selalu ingin tahu terhadap apa yang dilihat pada umumnya sudah dewasa, namun
dan didengarnya, seolah-olah tidak pernah kecerdasan mereka sama dengan anak
berhenti belajar. Soegeng mengemukakan normal yang berumur 7 tahun. Anak
secara umum anak usia dini mempunyai tunagrahita sedang dapat belajar
karakteristik bermacam-macam antara lain keterampilan di sekolah seperti keterampilan
suka meniru, ingin mencoba, spontan, ingin menolong diri sendiri, seperti: keterampilan
tahu, ingin yang baru, jujur, riang, suka makan dan minum, keterampilan kebersihan
bermain, banyak gerak, suka mewujudkan diri, keterampilan berpakaian, keterampilan
akunya, unik, susah diatur, dan egosentris merias diri dan menggunakan toilet, serta
(2011: 3). Richard D. Kellough dalam keterampilan mengerjaan perkerjaan rumah
Hartati (2007: 12-17) mengemukakan bahwa tangga, seperti menyapu, membesihkan
karakteristik anak usia dini yang khas adalah: perabot rumah tangga. Anak tunagrahita
1) Egosentris, 2) Memiliki curriosity yang dapat melindungi dirinya dari bahaya di
tinggi, 3) Mahluk sosial, 4) The unique rumah, sekolah dan di lingkungannya; dapat

78
Jurnal Parameter Volume 25 No. 2 Tahun 2014
DOI : doi.org/10.21009/parameter.252.03
P-ISSN : 0216-261X

beradaptasi sosial di rumah dan di angket, wawancara, dokumentasi,


lingkungannya atau saling berbagi, triangulasi, dan tes penugasan. Berdasarkan
menghormati hak milik, kerja sama; mereka pendekatan dan prosedur penelitian, lokasi
mengalami kesulitan dalam belajar penelitian ditetapkan 4 kelompok, yakni (1)
membaca, menulis dan berhitung. lokasi prasurvei, (2) lokasi uji coba terbatas,
(3) lokasi uji coba lebih lus dan (4) lokasi uji
2. METODOLOGI PENELITIAN validasi model.
Secara umum penelitian ini dilakukan Subyek penelitian ini adalah guru
untuk menghasilkan model pembelajaran. kelas, dan siswa tunagrahita kelas C1. .Uji
Secara khusus penelitian ini bertujuan untuk: validasi dilaksanakan dengan menggunakan
(1) Menemukan dan mendeskripsikan pelak- eksperimen desain subyek tunggal.
sanaan pembelajaran keterampilan melepas Penyusunan draf awal dilakukan dengan
dan mengenakan sepatu, kaus kaki, kemeja melibatkan sepuluh orang guru yang
tangan pendek, kaus dalam, celana pendek, mengajar di lima SLB di Sulawesi Utara.
dan rok di Sekolah Luar Biasa Tunagrahita Draf awal model yang sudah didapatkan,
(2) Mengembangkan model pembelajaran dilakukan validasi konsep antara pakar dan
yang dapat meningkatkan penguasaan guru, selanjutnya diujicobakan secara
keterampilan bina diri, bagi siswa terbatas pada sekolah luar biasa Emmanuel,
tunagrahita (3) Memperoleh informasi terdiri dari 2 orang guru dan 4 orang siswa.
tentang dampak penerapan model Uji coba terbatas 2 dilakukan di SLB YPAC
pembelajaran terhadap pelaksanaan tugas dengan jumlah guru 3 orang guru dan 6 orang
guru dalam merencanakan, melaksanakan siswa tunagrahita. Hasil uji coba terbatas
pembelajaran dan melakukan evaluasi hasil dikaji dan direvisi secara bersama-sama
belajar (4) Memperoleh data empiris tentang dengan guru yang bersangkutan.
efektifitas penerapan model pembelajaran Hasil revisi model diujicobakan
yang dihasilkan. secara luas di SLB Santa Anna Tomohon,
Penelitian ini menggunakan prosedur SLBN Amurang dan SLB Airmadidi dengan
penelitian dan pengembangan (research and melibatkan lima orang guru. Hasil uji coba
development). Penelitian ini bermaksud me- secara lebih luas dikaji dan direvisi secara
ngembangkan suatu model pembelajaran bersama-sama dengan guru yang bersang-
yang dapat mencapai tujuan. Berkaitan de- kutan. Model final yang merupakan model
ngan hasil penelitian pengembangan, melalui hipotetik hasil revisi pada tahap uji coba
penelitian pengembangan ini Borg dan Gall lebih luas yang divalidasi dengan melibatkan
menyatakan bahwa produk yang dihasilkan lima orang guru, dua belas siswa tunagrahita,
tidak hanya berupa buku teks, film peng- kedua belas siswa tunagrahita memiliki
ajaran, program pembelajatan tetapi karakteristik atau kemampuan sama dan
termasuk pula model pembelajaran (2008: tidak memiliki kelainan fisik berat.
602). Pelaksanaan penelitian ini mengikuti Indikator keterapan model dapat
langkah-langkah: tahap studi pendahuluan, dilihat: (Mutu RPP, (2) Pelaksanaan
tahap studi pengembangan, dan tahap pembela-jaran, dan (3) Hasil evaluasi
penerapan model. pembelajaran siswa. Pada tahap
Penelitian ini dilaksanakan Di Sekolah pengembangan model pembelajaran ada dua
Luar Biasa yang ada di Sulawesi Utara, data jenis data yang akan dianalis yaitu kualitatif
penelitian dikumpulkan dengan dan kuantitatif. Data kualitatif berasal dari
menggunakan berbagai jenis teknik hasil observasi, penilaian terhadap proses
pengumpulan data. Sebelum alat pengumpul pembelajaran, uji kredibilitas dilakukan
data dipergunakan, terlebih dahulu dilakukan dengan perpanjangan pengamatan dan
uji validitas dan reliabilitasnya, sehingga diskusi dengan teman sejawat menyamakan
dapat menjaring data seobyektif mungkin. persepsi untuk menentukan toleransi
Alat pengumpul data adalah observasi, perbedaan hasil latihan pengamatan.
79
Jurnal Parameter Volume 25 No. 2 Tahun 2014
DOI : doi.org/10.21009/parameter.252.03
P-ISSN : 0216-261X

Teknik analisis data yang digunakan jumlah sesi pada kondisi bersangkutan, (3)
dalam penelitian ini menggunakan pendekat- Menentukan batas = mean level + batas garis
an: (1) Analisis isi, (2) Analisis deskripsi. trend, (4) Menentukan batas bawah = mean
Analisis isi dilakukan dalam membahas RPP level – batas garis trend (5) Stabilitas trend =
buatan guru, analisis deskriptif digunakan jumlah titik data di dalam batas–batas garis
untuk menilai proses pembelajaran, dan trend (Sunanto, Takeuchi dan Nakata, 2005:
tanggapan guru terhadap model, dan untuk 108-113).
mengetahui efektifitas model dalam
pelaksanaan tugas guru dan hasil belajar 3. HASIL DAN PEMBAHASAN
siswa. Pelaksanaan Pembelajaran Keterampilan
Pengujian keefektifan model Bina Diri
terhadap hasil belajar siswa yang dilakukan Berdasarkan hasil penelitian
selama enam kali pengujian. Desain yang pendahu-luan terhadap rencana pelaksanaan
digunakan dalam penelitian ini adalah desain pembela-jaran guru diperoleh informasi
eksperimen subyek tunggal (single-subject bahwa:
design) dengan desain A-B (Sukmadinata, a. Guru belum memperhatikan kemampuan,
2009:211). Goll dan Borg mengemukakan kesulitan dan kebutuhan siswa
Desain eksperimen kasus tunggal dengan A- tunagrahita, karena berdasarkan
B, A adalah lambang dari data garis dasar pengamatan peneliti, anak tunagrahita,
(baseline data), B adalah untuk data tidak memiliki motivasi belajar,, cepat
perlakuan atau treatment data (Gall, Gall dan bosan dalam belajar, saat latihan
Borg, 2007: 432). menangis tanpa sebab, tidak mau belajar
Pengukuran data dasar hanya banyak alasan yang dikatakannya Guru
dilakukan 3 kali berturut-turut sampai belum melakukan prinsip-prinsip
diperoleh data tersebut stabil. Setelah data membantu siswa Guru belum melatih
dasar stabil kemudian dilaksanakan siswa tahap demi tahap, dan setiap tahap
intervensi selama 6 kali pertemuan sampai belum dilakukan secara berulang-ulang
diperoleh hasil yang diharapkan atau kriteria sampai siswa benar-benar dapat
yang ditargetkan dan terakhir melaksanakan melakukannya sendiri tanpa bantuan
tindak lanjut. Data jumlah langkah yang b. Guru belum melakukan kegiatan
dapat dilakukan siswa selama 3 kali pembelajaran secara individu, sehingga
pertemuan, didudukkan sebagai kemampuan sulit bagi guru untuk mengawasi siswa,
awal (baseline kemudian dilakukan analisis karena siswa memiliki karakteristik yang
visual. Sunanto, Takeuchi, dan Nakata berbeda-beda. Latihan pembelajaran kete-
mengemuka-kan analisis grafik secara visual rampilan melepas dan mengenakan pa-
meliputi perubahan level atau tingkat kaian, seharusnya diberikan secara indi-
stabilitas trend. Anaisis visual dalam kondisi vidu sesuai dengan kondisi siswa. Tujuan
yang meliputi 1) panjang kondisi, 2) estimasi pembelajaran tidak terkait langsung
kecenderungan arah, 3) kecenderungan dengan prosedur evaluasi. Kondisi
stabilitas, 4) jejak data, 5) level stabilitas, dan pembelajaran masih perlu perbaikan
rentang, 6) level perubahan (2005:104 Lebih mulai dari penguasaan materi pelajaran,
lanjut Sunanto, Takeuchi dan Nakata untuk pendekatan dan strategi pembelajaran,
menentukan stabilitas dalam hal ini diperlukan adanya penggunaan alat
menggunakan kriteria stabilitas 15% maka evaluasi. Oleh karena itu penelitian ini
perhitungannya adalah skor tertinggi x dapat ditindaklanjuti dengan analisis
kriteria stabilitas = rentang stabilitas., yaitu kompetensi yang dibutuhkan yang
(1)Menentukan garis trend– nilai tertinggi x menggambarkan kemampuan yang perlu
kriteria 0,15, (2) Menentukan rata-rata (mean diwujudkan sebagai hasil belajar mata
level) = jumlah frekwensi pada satu kondisi: pelajaran keterampilan bina diri.

80
Jurnal Parameter Volume 25 No. 2 Tahun 2014
DOI : doi.org/10.21009/parameter.252.03
P-ISSN : 0216-261X

kemeja, melepas dan mengenakan kaus


Efektifas Model pada Hasil Belajar dalam yang dilakukan sebanyak 6 kali
Keterampilan Melepas dan Mengenakan intervensi kepada setiap siswa tunagrahita
Sepatu, Melepas dan Mengenakan Kaus dapat mencapai hasil 100%. Artinya siswa
Kaki\ dapat melepas dan mengenakan kemeja dan
Uji Coba 1 kaus dalam tanpa bantuan. Setelah masing-
Efektifas model diuji mulai dari uji masing siwa mencapai kriteria yang
terbatas 1, ke satu sampai dengan uji coba 1 ditargetkan, tugas melepas dan mengenakan
keenam. Pengujian uji coba 1 yang dilakukan kemeja, melepas dan mengenakan kaus
6 kali pengujian kepada setiap siswa tuna- dalam diulangi tanpa intervensi., setiap siswa
grahita yang dilakukan di SLB Emmanuel, tuna-grahita dapat melakukan semua
dengan jumlah siswa 6 orang dan jumlah langkah-langkah melepas dan mengenakan
guru 3 orang. Hasil belajar siswa kemeja, melepas dan mengenakan kaus
menunjukkan bahwa hasil siswa A, B, C, dan dalam. Kesimpulannya adalah bahwa model
D pada uji coba 1, melepas dan mengenakan pembelajaran yang dihasilkan terbukti
sepatu kaki kiri-kanan, melepas dan efektif berdasarkan pada pengujian 2
mengenakan kaus kaki kiri-kanan yang
dilakukan sebanyak 6 kali intervensi kepada Efektifas Model pada Hasil Belajar
setiap siswa tuna-grahita dapat mencapai Keterampilan Melepas dan Mengenakan
hasil 100%. Artinya keempat siswa dapat Celana Pendek, Melepas dan
mengenakan dan mele-pas sepatu dan kaus Mengenakan Rok
kaki tanpa bantu-an. Setelah masing-masing Uji lapangan
siwa mencapai kriteria yang ditargetkan, Efektifitas model diuji mulai dari uji
tugas melepas dan mengenakan sepatu, lapangan1 kesatu, sampai dengan uji
melepas dan mengena kan kaus kaki lapangan1 keenam. Hasil uji lapangan
dihentikan selama dua minggu, setelah diperoleh data hasil belajar siswa tunagrahita
minggu berikutnya dilakukan peneli- tian yang dilakukan Penerapan model
diulangi tanpa intervensi. Setiap siswa pembelajar-an langsung pada tahap uji
tunagrahita dapat melakukan semua lapangan dilakukan di SLB Tunagrahita
langkah-langkah melepas dan mengenakan Santa Anna Tohohon, SLBN Amurang, dan
sepatu, serta kaus kaki. Kesimpulannya SLB Maranata GMIM Airmadidi. Penerapan
adalah bahwa model pembelajaran yang model pembelajaran pada uji lapangan
dihasilkan terbukti efektif berdasarkan pada menghasilkan data hasil belajar.
pengujian 1 Berdasarkan tabel 12-23 uji coba
lapangan 3 tersebut, terlihat bahwa hasil
Efektifas Model pada Hasil Belajar belajar ke-12 pada uji coba 3, melepas dan
Keterampilan Melepas dan Mengenakan mengenakan celana pendek, melepas dan
Kemeja, Melepas dan Mengenakan Kaus mengenkan rok yang dilakukan sebanyak 6
Dalam kali intervensi kepada setiap siswa
Uji Coba 2 tunagrahita dapat mencapai hasil 100%.
Efektifitas model diuji mulai dari uji Setelah masing-masing siwa mencapai
terbatas 2 kesatu, sampai dengan uji coba 2 kriteria yang ditargetkan, tugas melepas dan
keenam . Hasil uji coba terbatas 2 diperoleh mengenakan kemeja, melepas dan
data hasil belajar siswa tunagrahita yang mengenakan kaus dalam diulangi tanpa
dilakukan enam kali pengujian. intervensi. Setiap siswa tunagrahita dapat
Pengujian UJi Coba 2 di lakukan di melakukan semua langkah-langkah melepas
SLB YPAC dengan jumlah siswa 6 dan 3 dan mengenakan celana pendek.
orang guru, pada uji coba 2 tersebut, terlihat Kesimpulan-nya adalah bahwa model
bahwa hasil belajar siswa E, F, G, H ,I ,dan J pembelajaran yang dihasilkan terbukti
pada uji coba 2, melepas dan mengenakan efektif berdasarkan pada pengujian 3
81
Jurnal Parameter Volume 25 No. 2 Tahun 2014
DOI : doi.org/10.21009/parameter.252.03
P-ISSN : 0216-261X

Dalam uji coba 3 yang dilakukan mengenakan rok berdasarkan model


kepada 12 orang siswa tunagrahita dan 5 yang dihasilkan, mulai dari kegiatan
orang guru, penerapan rancangan model pendahuluan, kegiatan inti, dan kegiatan
pembelajaran Keterampilan melepas dan penutup.
mengenakan pakaian memperoleh hasil c. Dampak penerapan model terhadap tugas
sebagai berikut: guru sebagai evaluator, bahwa model
1) Substansi isi dan fleksibilitas struktur yang dikembangkan memperoleh
desain model pemelajaran termasuk tanggapan cenderung positif dari guru,
dalam kategori efektif yaitu dengan rerata kategori positif
2) Penerapan model pembelajaran dapat sebesar 76%, dan 24% tanggapan yang
meningkatkan penguasaan keterampilan berkategori negatif. Dengan demikian
melepas dan mengenakan celana pende, model pembelajaran yang dikembangkan
melepas dan mengenakan rok dapat diterima oleh guru dan memudah-
3) Penerpan model pembelajaran dapat kan guru melaksanakan evaluasi. Hal ini
memudahkan guru dalam menyusun RPP. berarti bahwa guru menerima dan
Melaksanakan pembelajaran, dan mela- merasakan dampak positif penerapan
kukan evaluasi pembelajaran model pembelajaran yang
dikembangkan.
Dampak Penerapan Model terhadap
Tugas Guru 4. PENUTUP
Penerapan model pembelajaran Simpulan
langs-ung dalam uji lapangan, berdampak Berdasarkan hasil penelitian dan
pada peningkatan kualitas pelaksanaan tugas pembahasan hasil penelitian setelah
guru, yaitu: penerapan model pembelajaran, maka dapat
a. Menyusun RPP ditarik kesimpulan dan saran-saran yang
Dampak penerapan model terhadap tugas patut dipertimbangkan bagi penelitian
guru dalam menyusun RPP yang selanjutnya. Dari hasil penelitian
menyatakan mudah 38, 46%, dan mudah pendahuluan diperoleh kesimpulan beberapa
58,46%, ada 2,3% yang menyatakan hal, yaitu (1) guru cenderung kurang
sulit, dan yang menyatakan sangat sulit menguasai materi (2) pem-berian bantuan
0,78%. Dalam pengertian bahwa guru cenderung belum dilak-sanakan sesuai
masih memerlukan usaha memantapkan dengan langkah-langkah latih-an yang ditulis
dalam menyusun RPP dengan dalam RPP, (3) guru cende-rung kurang
melakukan perbaikan pada rumusan menumbuhkan motivasi belajar siswa, dalam
tujuan pembelajaran, kesesuaian bahan hal ini kurang memberi pujian, (4) dalam
pelajaran dengan kompetensi yang pelaksanaan penilaian, guru cenderung
dimiliki anak usia dini tunagrahita, dan kurang melakukan pencatatan keberhasilan
menyusun langkah-langkah dan kesulitan yang dihadapi siswa
pembelajaran, untuk itu diperlukan usaha tunagrahita sepanjang proses latihan melepas
guru untuk memantap-kan RPP yang dan mengenakan pakaian, (5) proses
dirancangnya. pengembangan model pembelajaran
b. Pelaksanaan pembelajaran. Guru dapat keterampilan bina diri diawali dengan
meningkatkan penguasa-an keterampilan analisis kebutuhan dan dilandasi oleh teori
anak usia dini tunagrahita dalam melepas belajar dan didukung oleh berbagai teori dan
dan mengenakan sepatu, melepas dan prinsip pembelajaran, dan (6) Penerapan
mengenakan kaus kaki, melepas dan model pembelajaran ini menggunakan
mengenakan kemeja, melepas dan prosedur analisis tugas, bombingan fisik,
mengenakan kaus dalam, melepas dan model, instruksi verbal dan penguatan positif
mengenakan celana pendek, melepas dan yang dilakukan.

82
Jurnal Parameter Volume 25 No. 2 Tahun 2014
DOI : doi.org/10.21009/parameter.252.03
P-ISSN : 0216-261X

Untuk mengetahui konsistensi dari hasil


Saran penelitian ini, dapat dilakukan penelitian
Berdasarkan kesimpulan hasil replikasi pada subjek yang memiliki
penelitian yang telah dipaparkan, maka karakteristik yang sama, situasi dan
dapatlah dikemukakan beberapa tempat yang berbeda, sehingga dapat
rekomendasi kepada pihak: guru SLB dilihat apakah hasil penelitian replikasi
Tunagrahita, kepala sekolah, dinas menunjukkan temuan yang relatif sama
pendiidkan, dan pihak peneliti berikutnya dengan penelitian ini atau
a. Pihak guru SLB tunagrahita
1) Agar guru-guru SLB Tunagrahita yang 5. DAFTAR PUSTAKA
ada di Sulawesi Utara menerapkan .
model pembelajaran ini melalui Allen, E. K., & Schwartz, I. S. (1996). The
pendekatan behaviorisme dengan Exceptional Child Inclusion In Early
meng-gunakan prosedur analisis tugas, Childhood Education, Third Edition.
bimbingan fisik, model, instruksi Delmar Publishers ITP An
verbal, dan penguatan positif sebagai International Thomson Publishing
salah satu prosedur mengajar Company.
keterampilan melepas dan mengenakan
sepatu, kaus kaki, kemeja tangan Abdurrahman, M. (2003). Pendidikan Bagi
pendek, kaus dalam, celana pendek, Anak Berkesulitan Belajar. Jakarta:
dan rok pada anak tunagrahita dalam Rineka Cipta.
upaya meningkatkan keterampilan
melepas dan mengenakan sepatu, kaus Astiti. (1995). Terapi okupasi, Bermain, dan
kaki, kemeja tangan pendek, kaus Musik Untuk Anak Tunagrahita.
dalam, celana pendek, dan rok pada Jakarta: Depdikbud Dirjen
anak tunagrahita. pendidikan Tinggi Proyek
2) Guru hendaknya berusaha terus pendidikan Tenaga Guru.
meningkatkan mutu rencara
pembelajar-an, pelaksanaan Bredekamp, S. (1992). Developmentally Ap-
pembelajaran, dan evaluasi propriate Practice in Early
pembelajaran dengan cara childhood Programs Serving
memfokuskan kegiatan Musyawarah Children From Birth Through Age 8.
Guru SLB Tunagrahita dengan NAEYC: Washington.
mengundang ahli materi Pendidikan
Khusus. Baharuddin, H. W., Nur. E. (2009). Teori
b. Pihak Dinas Pendidikan belajar dan pembelajaran.
Dalam rangka peningkatan kompetensi Jogjakarta: AR-Ruzz Media.
guru SLB Tunagrahita, Dinas Pendidikan
kompetensi guru. Melalui kegiatan Dick, W., & Carey, L (ed). (2005). The
pelatihan, diharapkan model Kota Systematic Design of
Manado memiliki Balai Pelatihan Guru Instruction.Sixth Edition. Boston:
(BPG), kegiatan utama dari BPG P.Kh Pearson.
adalah menyelenggarakan pelatihan-
pelatihan yang berkenaan dengan ________. (1985). The Systematic Design of
peningkatan pembelajaran ini dapat Instruc-tion. Third Edition. United
dipamahi oleh para guru dan kepala States of America: Foresmean and
sekolah, serta pada gilirannya mereka Company.
akan dapat menerapkan-nya di sekolah
mereka. Degeng, I. N. S. (1989). Kerangka
c. Pihak peneliti selanjutnya Perkuliahan dan bahan pengajaran,
83
Jurnal Parameter Volume 25 No. 2 Tahun 2014
DOI : doi.org/10.21009/parameter.252.03
P-ISSN : 0216-261X

Jakarta: Depdiknas Direktorat


jenderal pendidikan Tinggi. _________. (2009) Kesulitan Belajar
Perspektif, Assesmen dan
Drew, C. J., Logan, D. R., & Hardman, M. L. Penanggulangannya. Jakarta:
(1986). Mental retardation a Life Yayasan Penamas Murni.
Cycle Approach, Third Edition.
Columbus Toranto London syndney: _________. (2006). Perkembangan dan
Merrill Publishing Company. Pengembangan Anak Usia Taman
kanak-Kanak. Jakarta: Grasindo.
Djaali., & Muljono, P. (2008). Pengukuran
Dalam Bidang Pendidikan. Jakarta: Joyce, B., & Weil, M., & Calhoun, E. (2009).
Pt.Grasindo. Models of Theching. Eighth Edition.
Printedd in the USA.: Pearson
Gagne, R. M. (1978). Principles of Education, Inc.
Instructional Design. Second
Edition. Printed in the United States Jalal, F. (2009). Pengaruh Gizi dan Stimulasi
of america: Holt, Rinehart and Pada tumbuh Kembang Otak dan
Winston. Kecerdasan Anak, Vol.8. No.1.

Heward, W. L., & Orlansky, M. D. (1984). Siskandar. (2003). Kurikulum Berbasis


Exceptional Children, Second Kompetensi Untuk Anak Usia Dini.
Edition. Columbus: Charles Merrill Jurnal Ilmiah Anak Usia Dini.
Publishing Company. Direktorat PAUD. Direktorat
jenderal Pendidikan Luar Sekolah
Hurlock, E. B. (1980). Psikologi dan Pemuda, Depdiknas, Vol.2 No.
Perkembangan: Suatu Pendekatan 01.
Sepanjang rentang Kehidupan. Edisi
Ke lima. Alih Bahasa Istiwidayanti Miarso, Y. (2005). Menyemai Benih
dan Soedjarwo. Jakarta: Erlangga. Teknologi Pendidikan. Jakarta:
Kencana.
Hallahan, D. P., & Kauffman, J. M. (1991).
Exceptional Children Introduction to Moore, K. D. (2005). Effective Instructional
Special Education. Fifth Edition. Strategies From Theory to Practice.
Printed in the United States of New Delhi India: Sage Publications.
America: Prentice-Hall International,
Inc. Nur, M. (2005). Guru Yang Berhasil dan
Model Pengajaran Langsung.
Hartati, S. (2007). How To Be a Good Depdiknas Direktorat Jenderal
Teacher and To Be a Good Mother. Pendidikan dasar dan Menengah
Jakarta: Enno Media. Lembaga Penjaminan Mutu
Pendidikan (LPMP).
Hergenhahn, B. R., & Olson, M. H. (2008).
Theories of Learning. Edisi Ketujuh, Rochyadi, E., & Alimin, Z. (2005).
terjemahan Tri Wibowo B.S. jakarta: Pengembangan Program
Prenada media Group. Pembelajar-an Individual Bagi Anak
Tunagra-hita. Jakarta: Depdiknas
Jamaris, M. (2010). Orientasi Baru dalam Dirjen Dikti Direktorat pembinaan
Psikologi Pendidikan. Jakarta: Pembinaan Pendidikan Tenaga
Yayas-an Penamas Murni.

84
Jurnal Parameter Volume 25 No. 2 Tahun 2014
DOI : doi.org/10.21009/parameter.252.03
P-ISSN : 0216-261X

Kependidikan dan Ketenagaan


Perguruan Tinggi. Santrock, J. W. Educational Psychology.
. Edisi 3 Buku 1. Terjemahan, Diana
Reigeluth, C. M. (1983). Instructional Angelica. Jakarta: Salemba
Design Theories and Models. Humanika.
London; Lawrence Erlbaum .
Associaties, Publishers. Sugiyono, (2009). Metode Penelitian Bisnis.
Bandung: Alfabeta.
Salkin, N. J. (2009). An Introduction ti
Theories of Human Development. Suparman, A. (2010). Desain Pembelajar-an
Terjemahan Khozim, M. Bandung: (TP.502). Program Studi Tekonologi
Nusa Media. Pendidikan Pascasarjana Universitas
Negeri Jakarta.
Santoso, S. (2011). “Konsep Pendidikan
Anak Usia Dini Menurut
Pendirinya”, Jakarta, 6 Januari 2011.

85

You might also like