Professional Documents
Culture Documents
: 159 - 166
ISSN 1978-1873
ABSTRACT
This research aims to obtaine a knowledge of physiology and histology of fish eyes of kerapu sunu
(Plectropomus maculatus) and kakap merah (Lutjanus sebae) included the number and composition of cone
receptor cell and rod, the visuality sharpness, maximum visual acuity and visual ability to differentiate of
different colour related to fish behavior in seeing the different webbing. The result of b research will be used
as a base to study the behaviour pattern of fist based on physiology and visual histology in term of developing
an effective and efficient gill net. The method used was observation histological method and laboratory
experiment. The premier data obtained including data of histological of visual organ of fresh fish and fish
response toward different colour of Gill Net in a laboratory scale. The analysis of data will be including visual
axis, visual acuity, maximum sighting distance and statistical different test of one-way ANOVA. The result
showed that P. maculates and L. sebae has only photoreceptor cell of single cone and double cone,
respectively, where they were composed of one single cell surrounded by four double cone cells, but the rod
cell was not found. P. maculates has visual acuity and maixumum sighting distance much bigger than L.
sebae. The visual axis of P. maculatus showed a diopter change to up front direction,while L. sebae was
straight front direction. The fish used in the research responded the same to the colour of net, i.e. can not
response or can break through the net started from transparent, white, green, blue and ret. The colour choice
in making net, especially the passive net catcher (set gill net, set trammel net, dan set net) was suggested as
following: the colour of transparent and white for clean water, while green, blue and read must be based on
the background of the waters.
1. PENDAHULUAN
Mata ikan telah melalui seleksi alamiah dan evolusi. Proses evolusi tersebut telah memaksimalkan
kemampuan fotoreseptor pada sistem penglihatan ikan, dimana mata ikan dapat menyerap puncak panjang
gelombang yang berbeda – beda. Penelitian fisiologi dan histologi organ penglihatan terutama dari jumlah
dan susunan sel reseptor kon (cone), rod, dan diameter lensa ikan merupakan fenomena yang menarik untuk
dikaji agar dapat mengetahui pola tingkah lakunya, khususnya dalam hal indeks ketajaman penglihatan
kaitannya dengan jarak pandang maksimum dan aplikasinya terhadap pendeteksian terhadap alat tangkap
khususnya dalam pembedaan warna terhadap suatu alat tangkap.
Penelitian terhadap organ penglihatan pada ikan tropis masih sedikit dilakukan, antara lain jenis ikan
kepe-kepe (Chaetodontide sp)1), ikan kerapu lumpur (Epinephelus tauvina)2), ikan chacunda gizzard
(Anodontostoma chacunda)3), bigeye (Rastrelliger kanagurta)4). Jenis ikan sub tropis telah cukup banyak
dilakukan penelitian mengenai hubungan antara ketajaman penglihatan ikan dalam melihat suatu obyek
penglihatan (visual object) antara lain fisiologi penglihatan dari japanese whiting (Sillago japonica)5),
karakteristik histologi dan perkembangan retina pada japanese sardine (Sardinops melanostictus)6),
perkembangan ketajaman penglihatan dari redsea bream (Pagrus major)7). Proses tertangkap dan tingkah
laku ikan yang dipengaruhi oleh ketajaman penglihatan untuk jenis ikan laut sub-tropis dan ikan air tawar
telah banyak memberikan informasi untuk kegiatan penelitian dan pengembangan alat tangkap.
Ilmu fisiologi ikan sebagai dasar dalam pengembangan alat tangkap yang pada saat ini menimbulkan
berbagai permasalahan sumberdaya maupun lingkungan. Pengembangan teknologi penangkapan ikan
hendaknya lebih dititikberatkan pada kepentingan kelestarian sumberdaya dan perlindungan lingkungan8)
Tujuan penelitian secara umum adalah diperolehnya suatu pengetahuan tentang fisiologi dan histologi
mata ikan pada jenis ikan yang banyak ditangkap oleh jaring pasif seperti gill net, trammel net dan trap net di
perairan laut. Adapun tujuan khusus yang ingin dicapai adalah diketahuinya fisiologi dan histologi mata
kerapu sunu (Plectropomus maculatus), dan kakap merah (Lutjanus sebae) yang meliputi: jumlah dan
susunan sel reseptor kon (cone) dan rod (rod), ketajaman penglihatan, jarak pandang maksimum, dan
kemampuan penglihatan dalam membedakan warna berkaitan dengan pola tingkah laku ikan saat melihat
suatu lembar jaring (webbing) dengan warna berbeda.
Hasil penelitian ini akan menemukan suatu jawaban dari pembuktian teori bahwa perbedaan jenis ikan
apakah juga akan mempunyai perbedaan dalam hal ketajaman penglihatan dan kemampuan penglihatannya,
demikian pula dengan jarak pandang dan kemampuan membedakan warna jaring pada contrast background
yakni warna biru laut pada bak penelitian. Hal tersebut juga akan mendukung perkembangan alat tangkap
dalam hal desain/rancang bangun berdasarkan pemilihan warna jaring dalam memperoleh hasil tangkapan
optimal sehingga akan diperoleh suatau pengembangan desain atau metode pengembangan alat tangkap
agar efektif, efisien, dan ramah lingkungan.
2. METODE PENELITIAN
2.1. Bahan Penelitian
2.1.1. Analisis fisiologi mata melalui prosedur analisis histologi ikan uji.
Alat dan bahan yang digunakan untuk prosedur analisis histologi, yang dapat dilihat pada Tabel 1.
Sampel ikan yang digunakan adalah jenis ikan yang biasa ditangkap dengan jaring bersifat pasif yaitu
kerapu sunu (Plectropomus maculatus), dan kakap merah (Lutjanus sebae).
Tiap jenis ikan sampel diperoleh dari perairan sekitar Jepara, diambil sebanyak minimal 10 ekor yang
mewakili tiap jenis ikan dengan rata-rata panjang total (total length) 15 cm.
Alat Kegunaan
Konikel percobaan Tempat melakukan percobaan
Stopwatch Mengukur waktu perlakuan
Dokumentasi respons dan pola tingkah laku
Handycamera
ikan uji
Jaring diletakkan menghadang gerak ikan di bagian tengah konikel. Hal tersebut ditujukan untuk
membandingkan ikan lebih cenderung menerobos melewati jaring warna yang kurang bisa dilihat oleh ikan
uji. Pada bak percobaan terdapat lubang pengeluaran air dibagian dasar bak yang dimodifikasi menjadi
sumbu untuk patokan frame jaring saat melakukan gerakan pelingkaran jaring. Pada bagian atas kanan frame
jaring dibuat pegangan sebagai sumbu yang berfungsi untuk memutar frame jaring saat percobaan dilakukan.
Frame jaring bersifat tidak permanen, sehingga saat perlakuan perbedaan warna jaring frame tersebut dapat
dibongkar-pasang sesuai dengan perlakuan. Desain bak percobaan dan frame jaring dapat dilihat pada
Gambar 1.
(1)
(2)
(3)
(4)
145 cm
Keterangan :
1. Frame jaring
2. Sumbu putar
3. Jaring yang digunakan
sebagai perlakuan
4. Ikan uji
Ketajaman penglihatan (visual acuity = VA) merupakan kebalikan dari nilai sudut pembeda terkecil
yang dikonversi dengan rumus sebagai berikut (Persamaan 2)7):
180
α min = α (rad) x x 60 (2)
π
1
VA =
α min
Sumbu penglihatan diperoleh setelah nilai kepadatan sel kon tiap bagian dari retina mata diketahui
yaitu dengan cara menarik garis lurus dari bagian retina yang memiliki nilai kepadatan sel kon tertinggi
menuju titik pusat lensa mata9).
Analisis perhitungan jarak pandang maksimum (Maximum sighting distance) dapat dilakukan dengan
menggunakan rumus phytagoras dengan asumsi:
a) Kondisi perairan dalam keadaan jernih (clear water)
b) Ketajaman penglihatan (α) yang digunakan adalah dalam satuan sudut derajat (minimum seperable
angle degrees).
c) Obyek yang menjadi sasaran penglihatan merupakan diameter dari benda yang di lihat.
d) Obyek dianggap berbentuk titik (dot).
Perhitungan jarak pandang maksimum (D) dengan menggunakan rumus phytagoras adalah sebagai
berikut (Persamaan 3) :
d (0,5)
D= (3)
tan(0.5)α
dengan d = diameter obyek (mm)
α = sudut pembeda terkecil (menit)
Tabel 3. Hasil pengukuran dan penghitungan mata ikan kerapu sunu, dan kakap merah
Ketajaman penglihatan ikan tergantung dari dua faktor yaitu diameter lensa dan kapadatan sel kon
pada retina. Diameter lensa mata ikan berbanding lurus dengan ukuran panjang tubuh ikan yang artinya
semakin panjang tubuh ikan maka diameter lensa mata ikan akan bertambah pula. Hal ini terjadi karena
diameter lensa mata ikan yang ikut bertambah mengakibatkan gambar suatu objek yang melalui lensa mata
menuju retina akan semakin cepat, karena nilai sudut pembeda terkecil semakin kecil10).
Sumbu penglihatan masing-masing jenis ikan dapat ditentukan setelah nilai kepadatan sel kon tiap
bagian dari retina mata ikan diketahui, yaitu dengan cara menarik garis lurus melalui lensa mata. Sumbu
penglihatan ikan kerapu adalah arah depan atas (fore upper) dengan kepadatan sel cone terdapat pada
daerah ventro temporal . Pada ikan kakap merah, sumbu penglihatan menghadap depan lurus (fore) dengan
kepadatan sel cone terletak pada daerah temporal.
Jarak pandang maksimum ikan kerapu memiliki jangkauan yang lebih jauh dibandingkan ikan kakap
dengan obyek benda yang dilihat berukuran sama karena indeks ketajaman penglihatan ikan kerapu lebih
besar dibandingkan ikan kakap sehingga akan berpengaruh terhadap jangkauan penglihatannya. Jarak
pandang maksimum ikan akan semakin meningkat dengan semakin besarnya ukuran diameter objek benda
yang dilihat.
Berbeda dengan ukuran diameter lensa, nilai kepadatan sel kon akan semakin menurun jika ukuran
panjang tubuh ikan bertambah, hal ini terjadi karena sel kon tersebut mengalami perbesaran ukuran dengan
semakin bertambahnya ukuran tubuh ikan10).
Ikan Kerapu sunu merupakan ikan ekonomis penting yang paling diminati oleh konsumen terutama
jenis P. maculatus. Dari Tabel 4 di atas dapat dilihat bahwa kerapu sunu juga tidak dapat membedakan warna
transparan di perairan terlihat dari banyaknya ikan yang menerobos jaring menempati urutan teratas yaitu
sebanyak 19 ekor. Meskipun kerapu sunu bukan ikan yang berenang bergerombol tetapi ikan ini cenderung
mengikuti ikan lain. Dapat dilihat pada saat perlakuan ketika satu ekor kerapu sunu dapat melalui jaring maka
yang lain akan mengikuti, tetapi apabila ikan yang mengikuti ini tidak mampu mengikuti ikan yang lain maka
ikan tersebut akan kembali berenang menjauhi jaring. Selain dari jaring warna transparan, kerapu sunu juga
tidak mampu mendeteksi jaring warna putih dan hijau yang dikarenakan jaring warna putih samar dengan
warna air laut, sedangkan warna hijau agak samar dengan dasar konikel dan tepi konikel yang berwarna biru
muda.
Kakap merah merupakan ikan paling aktif dan liar. Dapat dilihat ikan aktif sekali bergerak setiap saat
apalagi pada saat diberi makan. Tidak berbeda dengan ikan yang lain kakap merah kurang mampu melihat
warna jaring transparan, putih dan hijau. Terlihat dari Tabel 5 kakap merah mampu melewati jaring transparan
sebanyak 23 ekor. Sama halnya dengan kerapu sunu, kakap merah memiliki leader dalam pergerakan
renangnya, apabila satu ikan menerobos jaring maka yang lain akan mengikuti.
Berdasarkan analisis statistik anova uji F, menunjukkan bahwa perbedaan antara warna bahan jaring
terhadap masing-masing perlakuan ikan menunjukkan perbedaan yang sangat nyata (F hitung (2,74) > F
Tabel (0,01). Hasil uji ini menguatkan hasil analisis diskriptif yang telah dilakukan dan telah membuktikan
bahwa terdapat perbedaan respon pada penggunaan warna jaring berbeda terhadap penglihatan kerapu
sunu dan kakap merah.
4.2. Saran
Untuk pemilihan warna bahan pada pembuatan jaring, khususnya alat tangkap menetap pasif (set gill
net, set trammel net, dan set net) disarankan menggunakan warna transparan dan putih untuk perairan jernih,
sedangkan untuk warna hijau, biru, dan merah harus disesuaikan dengan latar belakang (back ground)
perairan.
DAFTAR PUSTAKA
1. Razak, A. 2005. Adaptasi Ekologi Mata Ikan Kepe-Kepe (Chaetodontidae) dan Responnya Terhadap
Racun Potas (KCN). Disertasi. Sekolah Pascasarjana. Institut Pertanian Bogor. 169 hal.
2. Fitri, A.D.P. 2005. Hubungan Ketajaman Penglihatan dan Jarak Pandang Maksimum Penglihatan Pada
Ikan Kerapu Lumpur (Ephinephelus tauvina). J. Ilmu Kelautan, 8: 201-204.
3. Fitri, A.D.P., Purbayanto, A., Baskoro, M.S. and Arimoto, T. 2002. Ketajaman Penglihatan Ikan Juwi
(Anodontostoma chacunda). Buletin PSP, XI(1): 43-58.
4. Asriyanto. 1997. The Cone and Rod Cells Bigeye (Rastrelliger kanagurta) Interaction to Effect
Escaping From the Different Colour and Mesh Size of Gill Net Monofilament. Laporan Penelitian.
Universitas Diponegoro Semarang. 88 hal.
5. Purbayanto, A., Akiyama, S. and Arimoto, T. 2001. Visual and Swimming Physiology of Japanese
Whiting in Relation to the Capture Process of Sweeping Trammel Net. Proceeding of the 4th JSPS
International Seminar on Fisheries Science in Tropical Area (O. Carman et al., Eds). 10:151-155.
6. Matsuoka, M. 1999. Histological Characteristics and Development of the Retina in the Japanese
sardine (Sardinops melanostictus). Fish. Sci., 65 (2): 224-229.
7. Shiobara, Y., Akiyama, S. and Arimoto, T. 1998. Developmental Changes in the Visual Acuity of Red
Sea Bream (Pagrus major). J. Fish. Sci., 64 (6):944-947.
8. Purbayanto, A. dan Baskoro, M.S. 1999. Tinjauan Singkat tentang Pengembangan Teknologi
Penangkapan Ikan Ramah Lingkungan. Mini Review on the Development of Environmental Friendly
Fishing Technology. Proceeding Agri-BioChE Symposium. Tokyo. 221 Pp.
9. Tamura, T. 1957. A Study of Visual Perception in Fish, Especially on Resolving Power and
Accommodation. Bull. Japan. Soc. Sci. Fish., 22 (9):536-557.
10. Fitri, A.D.P. 2002. Ketajaman Penglihatan Tiga Jenis Ikan Pelagis Kecil dan Aplikasinya Pada Proses
Penangkapan Pukat Cincin Mini (Mini Purse Seine). Tesis. Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian
Bogor. Bogor. 87 hal.
11. Razak, A., Anwar, K. dan Baskoro, M.S. 2005. Fisiologi Mata Ikan. Departemen Pemanfaatan
Sumberdaya Perikanan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. 108 hal.
12. Fujaya, Y. 2002. Fisiologi Ikan. Dasar Pengembangan Teknologi Perikanan. Fakultas Ilmu Kelautan
dan Perikanan Universitas Hasanuddin.