You are on page 1of 8

Karakteristik dan Kualitas Silase Rumput Raja Menggunakan Berbagai

Sumber dan Tingkat Penambahan Karbohidrat Fermentable


(Characteristics and quality of king grass silages treated with various sources and level of
carbohydrate fermentable)

Nur Hidayat1
1
Fakultas Peternakan Universitas Jenderal Soedirman, Purwokerto

ABSTRACT An experiment was carried out from temperature, and nutrient contents (crude protein
April 1st up to August 18 th 2013. The purpose of and crude fibre). The result of this study showed
this study was to evaluate the effect of source and that the color change of the silage was as follow: at
level fermentable carbohydrate as an additive on the the 14th and 28th day. The treatment had highly
characteristict of ensilage and the contents of crude significant effect (P < 0.01) on the color, texture,
protein and crude fibre of king grass silage. The and fungi of the silage and the content of crude
methods of this study was experimental, by using protein, and had no significant effect (P>0,05) on
Completely Randomized Design. There were 9 the aroma (smell), temperature, pH and crude fibre.
treatments, each of which consisted of three The contrast orthogonal test to the color, aroma,
replications. The treatments were : A = 1 % of infestation of fungy, crude protein, the treatment of
mollases; B = 2 % of mollases; C = 3 % mollases; ABC was different relative to those of DEFGHI
D = 5 % of rice bran E = 10 % of rice bran; F = 15 treatments. This study could be conclude that by
% of rice bran; G = 5 % of of cassava cake; H = 10 wilting of king grass (water content of 60 %), the
% of of cassava cake; I = 15 % of cassava cake. 1–3 of 3 % of mollases snd 5-15 % usage of rice
Note: all percentages were on the basis of king bran an additive the results are better compared to
grass fresh weight. the usage with additive of cassava cake, viewed
The observed variable were physical from silage’s physical quality as well as its nutrient
characteristics (color, aroma, texture, fungi), pH, contents.

Key words: Silage, king grass, mollases, cassava cake, rice bran

2014 Agripet : Vol (14) No. 1 : 42-49

PENDAHULUAN1 fermentabel. Pembuatan silase dengan metode


pemadatan konvensional, pemadatan dan
Ensilase merupakan metode untuk
divacum, serta pemadatan dan penghampaan
pengawetan hijauan pakan ternak yang telah
dengan menggunakan gas CO2 tidak
digunakan secara luas melalui proses
menunjukkan perbedaan terhadap kualitas
fermentasi secara alamaiah (Weinberg et al.,
silase, tetapi penggunaan additif molases lebih
2004; Chen and Weinberg, 2009). Silase
baik dibanding penggunaan additif bakteri
berkualitas baik akan dihasilkan ketika
asam laktat. Sedangkan pH pada hari ke 21
fermentasi didominasi oleh bakteri yang
belum mencapai 4,2 dan cenderung yang
menghasilkan asam laktat, sedangkan aktivitas
menggunakan bakteri asam laktat lebih tinggi
bakteri clostridia rendah (Santoso et al., 2009).
dibanding molasses (Hidayat dan Indrasanti,
Prinsip pembuatan silase adalah
2011). Penambahan katul maupun onggok
mempertahankan kondisi kedap udara dalam
sebanyak 20 % dari bobot batang rumput gajah
silo semaksimal mungkin. Kondisi kedap
menghasilkan silase batang rumput gajah
udara dapat diupayakan dengan cara
terbaik ditinjau dari kandungan protein kasar
pemadatan bahan silase semaksimal mungkin
dan serat kasarnya (Hidayat dan Suwarno,
dan penambahan sumber karbohidrat
2010).
Produksi rumput raja yang berlimpah
Corresponding author : cahyono_mbelik@yahoo.co.id dan bertekstur kasar pada musim hujan dapat

Agripet Vol 14, No. 1, April 2014


42
dimanfaatkan untuk musim kemarau melalui : A ( Tetes 1 %); B ( Tetes 2 %) ; C (Tetes 3
awetan hijauan segar (silase). Untuk %); D (Katul 5 %); E ( Katul 10 %); F (Katul
mempercepat kondisi hampa udara di dalam 15 %); G (Onggok 5 %); H (Onggok 10 %); I
silo dapat ditambahkan sumber karbohidrat (Onggok 15 %). Persentase level bahan aditive
fermentabel seperti tetes, katul maupun didasarkan dari bobot hijauan dalam kondisi
onggok. Kecepatan tercapainya kondisi hampa layu. Setiap perlakuan diulang sebanyak tiga
udara dan terbentuknya asam laktat dalam silo kali. Peubah yang diamati adalah suhu, pH dan
sangat menentukan kandungan gizi silase. karakteristik fisik silase (warna, bau, tekstur
Semakin banyak oksigen didalam silo, dan jamur menggunakan skor 1 sampai 5) yang
menyebabkan proses respirasi semakin lama dilakukan pada hari ke-14 dan ke-28.
sehingga kandungan gizi semakin menurun. Kandungan protein kasar dan serat kasar silase
Untuk memperoleh silase yang berkualitas Rumput Raja (AOAC, 1990) diamati pada hari
dan proses fermentasi, berbagai bahan additive ke-28.
telah digunakan. Bakteri asam laktat telah
digunakan untuk mempercepat penurunan pH HASIL DAN PEMBAHASAN
menurunkan dan proteolisis (Kung et al., 1. Karakteristik Fisik Silase Rumput Raja
2003). Kombinasi pengkondisian anaerob dan
keasaman akan menahan hijauan dari pH dan Suhu Silase Rumput Raja
proliferasi bakteri dan jamur serta Hasil analisis ragam menujukkan bahwa
meningkatkan palatabilitas yang disebabkan pada pengamatan hari ke-14 perlakuan
oleh produksi asam laktat (Weinberg et al., berpengaruh nyata (p < 0,05) terhadap pH
2003., Filya, 2003), juga meningkatkan silase rumput raja, dan pada pengamatan hari
kecernaan bahan kering, bahan organik serta ke 28 berpengaruh tidak nyata (p > 0,05)
protein (Ando et al., 2006). Hasil kajian terhadap pH silase. Hal ini membuktikan
Hidayat dan Indrasanti (2011) membuktikan bahwa tetes, katul maupun onggok setelah hari
bahwa penambahan molases dan bakteri asam ke 14 dapat mempercepat proses ensilase.
laktat secara terpisah pada pembuatan silase Selain itu percepatan laju pembentukan asam
rumput gajah pada pengamatan hari ke 4, ke 7, laktat tergantung dengan jumlah ketersediaan
ke 14 dan hari ke 21 masih menunjukkan karbohidrat mudah larut dan enzim komplek
penurunan pH dan pada pengamatan hari ke 21 yang tersedia. Hasil ini sejalan dengan
belum terbentuk pH 4,2 – 4,5 artinya belum Hermanto (2011) bahwa untuk meningkatkan
mampu mempercepat kondisi stabil. Tujuan perkembangan bakteri asam laktat maka di
penelitian ini adalah mengkaji karakteristik dan dalam silo harus tersedia karbohidrat mudah
kualitas silase rumput raja menggunakan larut (WSC) yang cukup. pH pada hari ke-28
berbagai sumber dan tingkat penambahan hampir seragam berada antara 4 - 5, sesuai
karbohidrat fermentabel sebagai additive pada dengan Hermanto (2011) yang menyatakan pH
proses ensilase yang diamati pada hari ke 14 silase 4,3 – 4,5 cukup baik dan pH 3,8 – 4,2
dan 28. sangat ideal, demikian juga Ohshima et al.
(1997) menyatakan silase yang baik dapat
MATERI DAN METODE
terjadi apabila pH silase telah mencapai kurang
Materi yang digunakan dalam penelitian dari 4,5. Hasil pengukuran suhu dan pH silase
adalah Rumput Raja (Pennisetum rumput raja pada hari ke-14 dan 28 disajikan
purpurepoides), katul, onggok dan molases. pada Tabel 1.
Alat yang digunakan meliputi sabit, parang, Hasil analisis ragam menunjukkan
plastik ukuran 5 kg untuk silo, oven, bahwa macam dan level karbohidrat pada
seperangkat analisis proksimat, pH meter, pengukuran hari ke-14 maupun ke-28
timbangan analitik dengan ketelitian 0,0001 g, berpengaruh tidak nyata (p > 0,05) terhadap
alat analisis fisik. Rancangan Acak Lengkap suhu silase. Suhu silase pada pengamatan hari
(Steel and Torrie, 1993) diterapkan pada ke-14 dan ke-28 berada pada kisaran 25 oC
penelitian ini. Perlakuan yang dietapkan adalah sampai dengan 26 oC.

Karakteristik dan Kualitas Silase Rumput Raja Menggunakan Berbagai Sumber …. (Ir. Nur Hidayat, MP)
43
Tabel 1. Suhu dan pH Silase Rumput Raja dengan Perlakuan asam laktat yang cukup untuk menurunkan pH
Macam dan Level Karbohidrat Fermentabel
Hari ke 14 Hari ke 28
dan memperbaiki kualitas silase (Bureenok et
Perlakuan
Suhu pH Suhu pH
al., 2005), produksi asam laktat berkorelasi
A 25,50 ± 0,44 5,53 ± 0,50 b 25,67 ± 0,58 4,73 ± 0,84 ab
dengan nilai pH. Hasil serupa juga dilaporkan
B 25.50 ± 0,00 5,73 ± 0,12 b 25.67 ± 0,76 4,60 ± 0,20 a oleh Yang et al. (2006) dan Downing et al.
C 25,50 ± 0,50 5,73 ± 0,23 b 25,33 ± 0,76 4.33 ± 0,23 a (2008), Nisa et al. (2008); Saricicek and Kilic
D 25,67 ± 0,58 5,40 ± 0,20 b 25,37 ± 0,71 5,50 ± 0,17ab (2011).
E 25,50 ± 0,50 4,97 ± 0,35 a 25,50 ± 0,50 5,07 ± 1,18 ab
b
F 25,67 ± 0,76 5,07 ± 0,31 25,33 ± 0,76 4,33 ± 0,06a Warna Silase Rumput Raja
a
G 25.67 ± 0,58 4,87 ± 0,55 25.50 ± 0,50 4,27 ± 0,12 a
Hasil penelitian menunjukkan pola
H 25,33 ± 0,76 5,10 ± 0,26 b 25,50 ± 0,50 4,33 ± 0,12 a
perubahan warna silase sebagai berikut: pada
I 25,67 ± 0,58 4,93 ± 0,12 a 25,50 ± 0,50 4,70 ± 0,00 ab
Keterangan :Superscript yang berbeda dalam kolom yang sama
hari ke-14 dan ke-28 perlakuan berpengaruh
menunjukkan berbeda nyata (p<0,05) sangat nyata (p < 0,01) terhadap warna silase.
Sementara dari hasil uji BNJ pada hari ke-14
Kondisi ini menunjukkan bahwa silase dan ke-28 yang tampak sangat nyata (p < 0,01)
dalam kondisi baik, sesuai dengan hasil adalah antara tetes dengan katul dan onggok
penelitian Ridwan et al. (2005) yang (ABC vs DEFGHI), juga antara katul dengan
melaporkan bahwa suhu silase yang dihasilkan onggok (DEF vs GHI). Sedangkan penggunaan
pada semua perlakuan berkisar antara 26-28oC. level pada tiap sumber karbohidrat tersebut
Suhu silase masih dikatakan baik karena suhu tidak menunjukkan perbedaan. Kalau diranking
panen yang dihasilkan masih beberapa derajat dari sisi warna dari hijau ke coklat maka
berada di bawah suhu lingkungan. Sebaliknya onggok > katul > tetes sesuai dengan hasil
apabila melebihi suhu lingkungan sampai 5- penelitian (Hidayat dan Indrasanti, 2011)
10oC berarti silase tersebut diduga telah Skor yang digunakan pada penelitian ini
terkontaminasi mikoorganisme yang lain berkisar dari 1 – 5. Hasil penelitian skor warna
seperti kapang dan jamur. Semakin cepat silase yang dihasilkan pada hari ke-14 dan 28
proses ensilase berarti mempercepat kondisi adalah 3,07 sampai dengan 4,40 yaitu antara
kedap udara dan merangsang tumbuhnya hijau gelap hingga coklat (Tabel 2). Soekanto
bakteri asam laktat untuk membentuk asam dkk. (1980) menyatakan bahwa silase dengan
laktat dan tidak terjadi panas yang skor 2 adalah silase berwarna hijau gelap atau
berkepanjangan sehingga suhu stabil. Hidayat kuning kecoklatan dan skor 3 dengan warna
dan Indrasanti (2011) menyatakan bahwa hijau alami atau hijau kekuningan. Temuan
suhu silase mulai konstan pada hari ke-14. Hermanto (2011) menyatakan bahwa warna
Sedangkan Hermanto (2011) menyatakan silase yang baik adalah coklat terang
bahwa fermentasi awal menyebabkan (kekuningan) dengan bau asam.
temperatur dalam silo meningkat dan pH mulai
turun akibat terdapatnya asam organik Tabel 2. Skor Warna dan Bau Silase Rumput Raja dengan Perlakuan
Macam dan Level Karbohidrat Fermentabel
khususnya asetat dalam silo. Laporan Despal Warna Bau
Perlakuan
et al. (2011) dedak padi memiliki water- Hari ke 14
a
Hari ke 28 Hari ke 14
a
Hari ke 28
A 3,60 ± 0,00 3,27 ± 0,12 3,93 ± 0,23 4,47 ± 0,23
soluble carbohydrates (5,4%) dan B 3.67 ± 0,23 a a
3.13 ± 0,12 4.27 ± 0,12 4,47 ± 0,31
penambahan water-soluble carbohydrates C 3.07 ± 0,12 a 3.47 ± 0,12 a 4,20 ± 0,40
ab b
4.67 ± 0,12
D 3.67 ± 0,12 4.60 ± 0,20 3.40 ± 0,00 4.00 ± 0,35
akan meningkatkan fermentable carbohydrate E 3,67 ± 0,12 ab b
4,53 ± 0,12 3.73 ± 0,12 4,07 ± 0,31
ab b
silase yang menyediakan lingkungan bagi F 3,67 ± 0,12
c
4,53 ± 0,12 3.87 ± 0,12
bc
4.07 ± 0,31
G 4.20 ± 0,00 4,53 ± 0,12 3.60 ± 0,20 3.60 ± 0,53
berkembangnya bakteri untuk memproduksi H 3.80 ± 0,00 bc
4,27 ± 0,12 bc
3.53 ± 0,12 4,20 ± 0,40
c bc
I 4.40 ± 0,00 4,73 ± 0,12 3.67 ± 0,12 4,33 ± 0,42
asam laktat serta penurunan pH silase (Nisa et Keterangan: Penilaian skor mengikuti Soekanto dkk. (1980). Superscript
al., 2008; Saricicek & Kilic, 2011). yang berbeda dalam kolom yang sama menunjukkan berbeda
nyata (p<0,05).
Penambahan bahan additive untuk proses
ensilase sering digunakan untuk memperbaiki Secara umum penggunaan onggok
kualitas silase. Penambahan sumber water- memberikan warna yang lebih hijau dibanding
soluble carbohydrates menyebbaka produksi tetes maupun katul. Sedangkan katul

Agripet Vol 14, No. 1, April 2014


44
memberikan warna yang lebih hijau dibanding Penelitian ini dengan menggunakan skor 1 – 5
tetes, fenomena itu mulai tampak pada masa dihasilkan skor 3,5 – 5 artinya dari sedikit
ensilase 14 hari. Diduga karena adanya proses asam sampai sangat asam. Pola perubahan bau
respirasi yang masih terjadi selama proses yang semakin asam tentu sejalan dengan pH
ensilase, sebagaimana pendapat silase yang semakin rendah. Tampak dari
Reksohadiprodjo (1988) yang menyatakan pengamatan hari ke-14 dan hari ke-28
perubahan warna yang terjadi pada tanaman penggunaan tetes lebih asam dibanding
yang mengalami proses ensilase disebabkan penggunaan katul maupun onggok. Seperti
oleh perubahan-perubahan yang terjadi dalam dinyatakan oleh Ridwan et al. (2005) bahwa
tanaman karena proses respirasi aerobik yang penambahan dedak padi sebagai sumber
berlangsung selama persediaan oksigen masih karbohidrat diharapkan mudah larut dan dapat
ada, sampai gula tanaman habis. Gula akan dengan cepat dimanfaatkan oleh bakteri asam
teroksidasi menjadi CO2 dan air, dan terjadi laktat sebagai nutrisi untuk pertumbuhannya.
panas hingga temperatur naik. Bila temperatur
tak dapat terkendali, silase akan berwarna Tekstur Silase Rumput Raja
coklat tua sampai hitam. Hal ini menyebabkan Hasil analisis ragam pada hari ke 14
turunnya nilai makanan, karena banyak sumber dan ke-28 menujukkan bahwa perlakuan
karbohidrat yang hilang dan kecernaan protein berpengaruh sangat nyata (p < 0,01) terhadap
turun, yaitu pada temperatur 55oC. Selanjutnya tekstur silase rumput raja. Tabel 3
dijelaskan bahwa, warna coklat pada silase menunjukkan karakteristik tekstur silase hasil
disebabkan karena adanya pigmen phatophytin penelitian.
suatu derivat chlorophil yang tak ada
Tabel 3. Skor Tekstur Silase Rumput Raja dengan Perlakuan Sumber dan
magnesiumnya. Pada silase yang baik dengan Level Karbohidrat
temperatur yang naik tak terlalu tinggi kadar Tekstur Inisiasi Jamur
Perlakuan
carotene tak berubah seperti bahan asalnya. Hari ke 14 Hari ke 28 Hari ke 14 Hari ke 28
A 3,87 ± 0,31a 4,00 ± 0,00 4,07 ± 0,31 3,87 ± 0,12
B 4,33 ± 0,12b 4,53 ± 0,23 4.00 ± 0,00 3,87 ± 0,12
Bau Silase Rumput Raja C 4,33 ± 0,12b 4,67 ± 0,12 4,60 ± 0,35 4.00 ± 0,00
b
D 4,40 ± 0,00 4.93 ± 0,12 4.40 ± 0,00 4,80 ± 0,00
Hasil penelitian menunjukkan pada E 4,67 ± 0,12 c
4,87 ± 0,12 5,00 ± 0,00 4,67 ± 0,12
c
hari ke 14 perlakuan berpengaruh sangat nyata F 4,60 ± 0,00 4,93 ± 0,12 4,80 ± 0,00 4.53 ± 0,12
G 4.47 ± 0,46b 4,87 ± 0,12 3,47 ± 0,12 4,27 ± 0,46
(p < 0,01) terhadap bau silase, tetapi pada hari H 4,67 ± 0,12c 4,93 ± 0,12 3.40 ± 0,00 4,27 ± 0,46
ke 28 tidak berpengaruh nyata (p > 0,05) I 4.80 ± 0,00c 4,87± 0,12 3.53 ± 0,12 4,27 ± 0,46
Keterangan: Penilaian skor mengikuti Soekanto dkk. (1980).Superscript
terhadap bau silase. Sementara dari hasil uji yang berbeda dalam kolom yang sama menunjukkan berbeda
BNJ pada hari hari ke-14 yang tampak sangat nyata (p<0,05).

nyata (p < 0,01) adalah antara tetes dengan


katul dan onggok (ABC vs DEFGHI), Skor tekstur pada hari ke 14 adalah
sedangkan kalau diranking dari sisi bau dari 3,87-4,8 dan pada hari ke 28 adalah 4,00-4,9.
yang paling asam adalah tetes > katul > Siregar (1996) menyatakan bahwa, secara
onggok. Tetapi diantara additif molases, katul umum silase yang baik mempunyai ciri-ciri
dan onggok yang langsung berbau asam ketika yaitu tekstur masih jelas seperti alamnya. Hasil
dibuka adalah molases, diikuti katul dan penelitian Syarifuddin (2006) melaporkan
selanjutnya onggok. Bau busuk atau bau bahwa tekstur silase pada berbagai umur
ammonia menunjukkan bahwa asam laktat pemotongan (20 hari hingga 80 hari)
dalam silo berkurang dan bakteri di dalam silo menunjukkan tekstur yang remah.
didominasi oleh bakteri pembusuk serta
banyak terjadi pembongkaran protein menjadi Jamur Silase Rumput Raja
ammonia dan asam butirat (Hermanto, 2011). Hasil análisis ragam pada hari ke-14
Soekanto et al. (1980), menyatakan dan ke-28 menujukkan bahwa perlakuan
karakteristik bau silase yang baik ditunjukkan berpengaruh sangat nyata (p < 0,01) terhadap
dengan skor 2 sampai 3 yaitu tidak asam atau infestasi jamur. Infestasi jamur tampak pada
tidak busuk sampai dengan bau asam. penggunaan onggok baik pada pada hari ke 14

Karakteristik dan Kualitas Silase Rumput Raja Menggunakan Berbagai Sumber …. (Ir. Nur Hidayat, MP)
45
maupun hari ke 28. Agak berbeda dengan Kandungan gizi silase dapat
penelitian sebelumnya yang menggunakan dipertahankan dengan penambahan aditif
penambahan bakteri asam laktat 1 dan 2 % seperti kultur bakteri (bakteri asam laktat),
antara tetes, katul dan onggok tidak ada sumber karbohidrat mudah larut dalam air,
infestasi jamur. Infestasi jamur pada tiap asam organik, enzim, dan nutrien (urea,
perlakuan disajikan pada Gambar 1. amonia, mineral-mineral) (McDonald, 1991).
Pada hijauan yang masih muda mengandung
protein yang tinggi, sehingga yang terjadi
adalah fermentasi protein (Ristianto dkk.,
(1979). Perbedaan antara perlakuan aditif
katul dengan onggok disebabkan karena
kandungan protein dari katul ± 12 % dibanding
onggok yang hanya. ± 2 %. Sedangkan antara
tetes dengan onggok disebabkan karena
kandungan karbohidrat fermentabel tetes lebih
Gambar 1. Pola Perubahan Tekstur Silase Selama Waktu tinggi dibanding onggok.
Inkubasi

Kandunan Serat Kasar Silase Rumput Raja


2. Kualitas Kandungan Protein Kasar dan
Hasil analisis ragam pada hari ke- 28
Serat Kasar Silase Rumput Raja
menunjukkan perlakuan berpengaruh nyata (p
< 0,05) terhadap kandungan serat kasar. Hasil
Kandungan Protein Kasar Silase Rumput
penelitian (Gambar 2) memperlihatkan adanya
Raja
kecenderungan semakin tinggi level tetes
Hasil analisis terhadap kandungan protein
maupun katul kandungan serat kasarnya
dan serat kasar silase pada hari ke-28 adalah
semakin menurun.
disajikan pada Tabel 4.
Tabel 4. Kandungan Protein Kasar, Serat Kasar, Silase dengan Perlakuan
Macam dan Level Karbohidrat Fermentabel
Hari ke 28
Perlakuan
Protein Kasar (%) Serat Kasar (%)
ab
A 9,10 ± 0,76 34,38 ± 0,08 c
ab
B 9,31 ± 0,09 32,06 ± 1,04 bc
C 9,45 ± 0,56 ab 31,16 ± 2,64 b
D 10,77 ± 0,21 a 27,58, ± 2,31 a
E 10,66 ± 0,22 a 26,95 ± 2,14 a
F 11,72 ± 1,32 a 26,46 ± 2,89 a
G 7,57 ± 0,72 c 31,98 ± 1,12 b
Gambar 2. Kandungan Serat Kasar (SK) dan Protein Kasar (PK)
H 7,73 ± 0,35 c 32,96 ± 1,14 bc
I 7,81 ± 0,64 c 30,06 ± 0,96 b Silase
Keterangan : Superscript yang berbeda dalam kolom yang sama
menunjukkan berbeda nyata (p<0,05)
Pada penelitian ini, hidrolisis karbohidrat
dipresentasikan sebagai perubahan kandungan
Hasil analisis variansi pada hari ke 28
serat kasar selama ensilase. Dalam proses
menunjukkan perlakuan berpengaruh sangat
ensilase karbohidrat tanaman dirombak
nyata (p < 0,01) terhadap kandungan protein
menjadi asam lemak terbang yaitu asam laktat,
kasar, tetapi tidak nyata (p > 0,05) terhadap
asam asetat, asam butirat, asam karbonat, serta
kandungan serat kasar. Semakin tinggi level
alkohol dalam jumlah yang kecil (Ensminger
tetes maupun bekatul kandungan protein kasar
dan Olentine, 1978). Selanjutnya dinyatakan
cenderung semakin meningkat. Sedangkan
pula bahwa hampir separuh dari hemisellulosa
hasil uji nilai tengah menunjukkan penggunaan
dapat didegradasi. Ada tiga kemungkinan
tetes berbeda dengan katul maupun onggok.
penyebab pemecahan hemisellulosa, yaitu : (1)
Hasil ini agak berbeda dengan penelitian
degradasi oleh enzim-enzim hemisellulase
Hidayat, dkk (2012) yang menyatakan pada
tanaman, (2) degradasi oleh enzim
penggunaan bakteri asam laktat level 1 dan 2
hemisellulase bakteri dan (3) hidrolisis oleh
% dengan tetes lebih baik dibanding bekatul.

Agripet Vol 14, No. 1, April 2014


46
asam organik yang dihasilkan selama proses Chen, Y and Weinberg, Z. G., 2009. Changes
fermentasi. during aerobic exposure of wheat
Hermanto (2011) menyatakan kualitas silages. Anim. Feed Sci. Tech. 154:76-
silase dapat dilihat dari hasil analisis 82.
kandungan gizinya, sebagian protein dari
Despal, Permana, I. G., Safarina, S. N. and
rumput mengalami degradasi (proteolisis) baik
Tatra, A. J., 2011. Addition of water
oleh enzim protease tanaman maupun mikroba
soluble carbohydrate sources prior to
menjadi senyawa NPN (non-protein nitrogen)
ensilage for ramie leaves silage qualities
terutama asam amino dan amonia. Karbohidrat
improvement. Med. Pet. 34:69-76.
struktural juga merupakan subtrat ekstra yang
dapat digunakan. Pengukuran kehilangan Downing, T. W., Buyserie, A., Gamroth, M
WSC secara pasti sulit dilakukan, sebagai and French, P., 2008. Effect of water
contoh pelepasan gula melalui fermentasi soluble carbohydrates on fermentation
diduga sebagian merupakan hasil hidrolisis characteristics of ensiled perennial
karbohidrat struktural pada tanaman, seperti ryegrass. Professional Animal Scientist
sellulosa, hemisellulosa dan pektin (McDonald, 24:35–39.
1991), Ensminger, M. E and Olentine, C. G, 1978.
Feeds and Nutrition Complete. The
KESIMPULAN Ensminger Publishing Company,
Clovis, California, U.S.A.
Berdasarkah hasil penelitian dapat
disimpulkan bahwa dengan pelayuan yang Filya, I., 2003. The effect of Lactobacillus
baik (kadar air hijauan ± 60 %) penggunaan buchneri and Lactobacillus plantarum
aditif tetes dengan level 1 – 3 % maupun katul on the fermentation, aerobic stability,
dengan level 5 – 15 dapat mempertahankan and ruminal degradability of low dry
karakteristik dan kandungan gizi silase rumput matter orn and sorghum silages. J.
raja dibanding penggunaan onggok 5 – 15 Dairy Sci. 86: 3575–3581.
persen. Lama ensilase 28 hari tidak
Hermanto, 2011. Sekilas Agribisnis
meningkatkan maupun menurunkan
Peternakan Indonesia. konsep
karakteristik fisik silase rumput raja.
pengembangan peternakan, menuju
perbaikan ekonomi rakyat serta
DAFTAR PUSTAKA meningkatkan gizi generasi mendatang
Ando, S., Ishida, M., Oshio, S. and Tanaka, melalui pasokan protein hewani asal
O., 2006. Effects of isolated and peternakan. [9 Juli 2011]
commercial lactic acid bacteria on the Hidaya, N dan Suwarno., 2010. Kajian Silase
silage quality, digestibility, voluntary Batang Rumput Dengan Berbagai
intake and ruminal fluid Bahan Pengawet. Laporan Penelitian.
characteristics. Asian-Aust. J. Anim. Fakultas Peternakan. Unsoed.
Sci. 19:386-389. Purwokerto.
AOAC (Association of Official Analytical Hidayat, N dan Indrasanti, D. 2011. Kajian
Chemist), 1990, Official Methods of Metode Modified Atmosfir dalam Silo
Analysis. Washington. DC. dan Penggunaan Berbagai Additif
Bureenok, S., Namihira, T., Tamaki, M., Pada Pembuatan Silase Rumput Gajah.
Mizumachi, S., Kawamoto, Y., and Laporan Penelitian. Fakultas
Nakada, T., 2005. Fermentative quality Peternakan. Unsoed. Purwokerto.
of guineagrass by using fermented juice Hidayat, N., Suprapto dan Hudri., A. 2012.
of the epiphytic lactic acid bacteria Kajian Karbohidrat Fermentabel
(FJLB) as a silage additive. Asian-Aust. Sebagai Additif dan Bakteri Asam
J. Anim. Sci. 18:807-811.

Karakteristik dan Kualitas Silase Rumput Raja Menggunakan Berbagai Sumber …. (Ir. Nur Hidayat, MP)
47
Laktat Pada Pembuatan Silase Santoso, B. Hariadi, B. Tj., Manik, H. Dan
Rumput Gajah. Laporan Penelitian. Abubakar, H., 2009. Kualitas Rumput
Fakultas Peternakan. Unsoed. Unggul Tropika Hasil Ensilase dengan
Purwokerto. Bakteri Asam Laktat dari Ekstrak
Rumput Terfermentasi. Media
Kung, Jr. L., Taylor, C. C., Lynch, M. P. and
Peternakan, 32(2):137-144.
Neylon, J.M., 2003. The effect of
treating alfalfa with Lactobacillus Saricicek, B. Z. and Kilic, U., 2011. Effect of
buchneri 40788 on silage fermentation, different additives on the nutrient
aerobic stability, and nutritive value for composition, in vitro gas production
lactating dairy cows. J. Dairy Sci. 86: and silage quality of alfalfa silage.
336–343 Asian J. Anim. Vet. Advances 6: 618-
626.
McDonald, P, A. R. Hendenon & S. J. E.
Hercn, 1991. The Biochemistry of Siregar, M. E, 1996. Pengawetan Pakan
Silage. Chalcombe publications. 2d ed. Ternak. Penebar Swadaya, Jakarta.
Cenlerbury UK.
Syarifuddin, N. A, 2006. Karakteristik dan
Nisa, M., Shahzad, M. A. Sarwar, M. and Persentase Keberhasilan Silase
Tauqir. N. A., 2008. Influence of Rumput Gajah pada Berbagai Umur
additives and fermentation periods on Pemotongan. Fakultas Peternakan
silage characteristics, chemical Universitas Lambung Mangkurat
composition and in situ digestion Banjarbaru. Banjarmasin.
kinetics of Jambo silage and its fodder
Soekanto, L., Subur, P., Soegoro, M.,
in Nili buffalo bulls. Turk. J. Vet.
Riastianto, U., Muridan, Soedjadi,
Anim. Sci. 32:67-72.
Soewondo, R. Toha, M., Soediyo,
Ohshima, M., Cao, L. M., Kimura, E. and Purwo, S., Musringan, Sahari, M. dan
Yokota, H., 1997. Fermentasi Kuality Astuti, 1980. Laporan Proyek
of Alfalfa and Italian Reygrass silase Konservasi Hijauan Makanan Ternak
Treated From both the Herbages. Jawa Tengah. Direktorat Bina
Anim. Feed Sci. Technol. 68: 41-44 Produksi, Direktorat Jenderal
Peternakan, Departemen Pertanian dan
Reksohadiprodjo, S, 1988. Pakan Ternak
Fakultas Peternakan Universitas
Gembala. BPFE, Yogyakarta.
Gadjah Mada, Yogyakarta.
Ridwan, R, S. Ratnakomala, Kartina, G dan
Steel, R. G. D. and Torrie, J. H, 1993. Prinsip
Widyastuti, Y., 2005. Pengaruh
dan Prosedur Statistika. Terjemahan
Penambahan Dedak Padi dan
Oleh. B. Sumantri. IPB. PT.
Lactobacillus planlarum lBL-2 dalam
Gramedia. Jakarta.
Pembuatan Silase Rumput Gajah
(Pennisetum purpureum). Media Weinberg, Z. G., Ashbell, G. and Chen, Y.,
Peternakan. Vol 28 No.3 hal: 117 – 2003. Stabilization of returned dairy
123 products by ensiling with straw and
molasses for animal feeding. J. Dairy
Ristianto, U., Soekanto, L. dan Harlianti, A,
Sci. 86: 1325–1329.
1979. Percobaan Silase. Laporan
Konservasi Hijauan Makanan Tenak, Weinberg, Z. G., Muck, R. E., Weimer, P. J.,
Jawa Tengah. Direktorat Bina Chen, Y. and Gamburg, M., 2004.
Produksi, Direktorat Jenderal Lactic acid bacteria used in inoculants
Peternakan, Departemen Pertanian dan for silage as probiotics for ruminants.
Fakultas Peternakan Universitas Applied Biochemistry and
Gadjah Mada. Yogyakarta. Biotechnology 18: 1-9.

Agripet Vol 14, No. 1, April 2014


48
Yang, H. Y., Wang, X. F., Liu, J. B., Gao, L.
J., Ishii, M., Igarashi, Y. and Cui, Z.
J., 2006. Effects of water-soluble
carbohydrate content on silage
fermentation of wheat straw. J. Biosci.
and Bioengineering 101(3): 23

Karakteristik dan Kualitas Silase Rumput Raja Menggunakan Berbagai Sumber …. (Ir. Nur Hidayat, MP)
49

You might also like