You are on page 1of 14

ISSN 2442-6954 (Cetak) DOI: dx.doi.org/10.31292/jb.v4i1.

206
ISSN 2580-2151 (Online)

POLA PENGUASAAN TANAH DAN DISTRIBUSI KESEJAHTERAAN


RUMAH TANGGA DI PEDESAAN JAWA TIMUR1
Pattern of Land Tenure and Distribution of Household Welfare
in the Village of East Java

Versanudin Hekmatyar1 dan Fentiny Nugroho


Departemen Ilmu Kesejahteraan Sosial, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik,
1

Universitas Indonesia
Gedung Nusantara 2 lantai 2 R.C.L Rudolf, Kampus FISIP UI Depok, Depok, 16424
E-mail: versahekmatyar@gmail.com

Abstract: The objective of this study is to describe the pattern of land tenure and forms of livelihood
diversification in rural area. By using qualitative approach, data was collected and presented descriptively.
The results are as follows, first, land is an important production factors as capital and labor. Land in
Kedungprimpen village is still closely linked to the livelihoods of its inhabitants. High level of dependence
of the population on agricultural land is also closely related to the local community's view that underlies
the social differentiation of the rich, ample and poor. Second, this fact further encourages households to
deal with the crisis, undertake series of livelihood activities to meet their basic needs. The selection of
diversified forms of livelihood is mainly based on rational reasons related to the types of resources that
can be optimized. Generally, livelihood diversification in Kedungprimpen Village is on agricultural and
non-agricultural sectors. Agricultural sector includes land cultivation, sharecrop, rent, mortgage, and labor
system. Non-agricultural sector includes trade, handicrafts production, stockbreeding, and carpentry.

Keywords: pattern of land tenure, land tenure, land diversification, peasant

Intisari: Penelitian ini bertujuan menguraikan pola penguasaan tanah di pedesaan, dan mendeskripsikan
bentuk-bentuk diversifikasi nafkah. Data dikumpulkan dengan pendekatan kualitatif dan disajikan secara
deskriptif. Hasil penelitian menunjukkan, pertama, tanah merupakan salah satu faktor produksi yang penting
sebagaimana modal dan tenaga kerja. Tanah di Desa Kedungprimpen masih terkait erat dengan sumber
nafkah penduduknya. Tingginya tingkat ketergantungan penduduk pada tanah pertanian juga terkait erat
dengan pandangan masyarakat setempat yang melatarbelakangi diferensiasi sosial tentang orang kaya,
cukup, dan miskin. Kedua, fakta ini, selanjutnya mendorong rumah tangga dalam menghadapi krisis untuk
melakukan serangkaian aktivitas nafkah dengan tujuan untuk memenuhi kebutuhan pokoknya. Pemilihan
bentuk diversifikasi nafkah terutama didasari alasan rasional terkait dengan jenis sumberdaya yang dapat
dioptimalkan. Secara umum, diversifikasi nafkah di Desa Kedungprimpen dilakukan pada sektor pertanian dan
sektor nonpertanian. Sektor pertanian mencakup pengusahaan lahan milik, bagi hasil, sewa, gadai, dan sistem
perburuhan. Sedangkan sektor nonpertanian meliputi perdagangan, kerajinan, peternakan, dan pertukangan.

Kata kunci: pola penguasaan tanah, penguasaan tanah, diversifikasi tanah, petani

1 Penelitian ini adalah bagian dari tesis peneliti yang berjudul, Diferensiasi sosial dan diversifikasi nafkah
petani di pedesaan Jawa

Naskah Diterima: 05 April 2018 Direview: 13 April 2018 Disetujui: 08 Mei 2018
40 Bhumi Vol. 4 No. 1, Mei 2018

A. Pendahuluan sebagian besar keuntungan produksi dinikmati


oleh petani pemilik tanah.
Pengentasan kemiskinan menjadi isu
Selain menggantungkan pada tanah
yang tidak ada habisnya dalam perjalanan
untuk usaha pertanian, rumah tangga petani
program-program pembangunan yang telah
juga mencari kerja di tempat petani lain.
dan yang akan dilakukan pemerintah. Data
Konsekuensi dari dua hal ini adalah bahwa
BPS yang dirilis bulan maret 2017 menunjukan
rumah tangga pertanian secara berbeda
jumlah penduduk miskin Indonesia adalah
diintegrasikan ke dalam pasar tenaga kerja,
27,77 juta jiwa (10,64%). Dari keseluruhan
dengan beberapa jasa tenaga kerja yang
angka penduduk miskin tersebut, 10,67 juta
dijual, dan disisi lain mempekerjakan tenaga
jiwa (38,4%) berada di perkotaan dan 17.1
kerja untuk tanah pertaniannya. Hal ini
juta jiwa (61,5%) penduduk miskin tinggal
berhubungan dengan biaya yang menentukan
di pedesaan. Data tersebut dapat terlihat
upah efektif yang diterima ketika menjadi
distribusi kemiskinan yang tidak merata dan
tenaga kerja dan upah efektif yang dibayarkan
lebih terkonsentrasi di pedesaan.
ketika menyewa tenaga kerja.
Kemudian, jika dilihat dari karakteristik
Bagaimanapun, pertanian tetap
rumah tangga miskin, data BPS menunjukan
merupakan faktor penting untuk upaya
49.89% rumah tangga miskin berada pada
pengentasan kemiskinan karena sebagian
sektor pertanian dengan tingkat pendapatan
besar penduduk menggantungkan hidup pada
relatif rendah jika dibandingkan dengan
sektor ini. Dengan mengelompokkan mereka
penduduk di perkotaan. Adapun garis
sebagai petani subsisten, tidak berarti bahwa
kemiskinan Indonesia per Maret 2017 adalah
rumah tangga petani benar-benar terisolasi
385.621/kapita/bulan untuk perkotaan,
dari hubungan produksi komoditas. Bahkan,
dan 361.496/kapita/bulan untuk pedesaan.
petani di Jawa, umumnya memproduksi
Perbedaan pendapatan tersebut berkaitan erat
kelebihan panen untuk dijual.
dengan produktivitas para petani Indonesia
Husken (1998, 42) menyebutkan bahwa
yang tidak dapat dilepaskan dari berbagai
analisis tentang serangkaian studi pedesaan
faktor, antara lain luas lahan yang dimiliki,
yang dilakukan pada tahun 1970-an telah
kebijakan pemerintah dalam hal pemberian
mengantarkan pada kesimpulan bahwa
insentif kepada petani dan tidak meratanya
telah terjadi evolusi pertanian, antara lain
penguasaan aset.
jelas terlihat pada meningkatnya polarisasi
Rumah tangga pertanian biasanya ditandai
didalam masyarakat petani tradisional dengan
dengan diferensiasi aset yang mempengaruhi
terbaginya mereka dalam kelas petani kaya
pasokan tenaga kerja dan permintaan untuk
komersial disatu pihak dan dipihak lain
tenaga kerja pertanian (tergantung pada
adalah golongan proletar tanpa tanah yang
tanah dan modal). Tanah, yang dalam hal ini
jumlahnya semakin besar. Hal ini berbeda
adalah tanah pertanian/sawah merupakan
dengan gambaran ‘pedesaan pasca-tradisional’
faktor produksi yang penting. Pertambahan
yang stagnan dimana diferensiasi sosial hanya
jumlah penduduk dan perubahan fungsi
mempunyai kedudukan yang tidak begitu
tanah, berakibat pada semakin langkanya
penting.
ketersediaan tanah untuk pertanian. Salah
Berangkat dari hal tersebut peneliti
satu yang dapat terlihat adalah terjadinya
mencoba untuk fokus pada pola penguasaan
ketimpangan dalam penghasilan karena
tanah dan distribusi kesejahteraan rumah
Versanudin Hekmatyar dan Fentiny Nugroho, Pola Penguasaan Tanah ... 41-54 41

tangga di Pedesaan Jawa Timur. Adi (2013, 34) A.1. Metode Penelitian
menjelaskan bahwa kesejahteraan sosial dalam Penelitian ini menggunakan metode
artian yang sangat luas mencakup berbagai kualitatif. Proses penelitian kualitatif ini
tindakan yang dilakukan manusia untuk melibatkan upaya-upaya penting, seperti
mencapai taraf hidup yang lebih baik. Taraf mengajukan pertanyaan-pertanyaan dan
kehidupan yang lebih baik ini tidak hanya prosedur-prosedur, mengumpulkan data
diukur secara ekonomi dan fisik belaka, tetapi spesifik dari para partisipan, menganalisis
juga ikut memperhatikan aspek sosial, mental, data secara induktif mulai dari tema yang
dan segi kehidupan spiritual. Pada kajian ini, khusus ke tema-tema umum, dan menafsirkan
perhatian difokuskan pada kesejateraan sosial makna data. Pada penelitian ini kompleksitas
sebagai suatu kondisi (keadaan), perhatian persoalan yang mencoba untuk diterjemahkan
pada aspek ini dilakukan untuk melihat pada adalah tentang pola penguasaan tanah dan
upaya mendapatkan titik keseimbangan. distribusi kesejahteraan di pedesaan jawa
Titik keseimbangan yang dimaksud adalah timur.
keseimbangan antara aspek material dan Selanjutnya, strategi yang digunakan
spiritual, serta aspek sosial dimana seorang dalam penelitian ini adalah studi kasus. Kasus-
individu maupun keluarga akan selalu kasus tersebut dibatasi oleh waktu dan aktivitas,
berinteraksi dengan lingkungannya. Pada sehingga peneliti harus mengumpulkan
interaksi inilah selanjutnya kajian ini mencoba informasi yang detail dengan menggunakan
untuk mengungkapkan kondisi di masyarakat beragam prosedur pengumpulan data selama
terkait dengan kemiskinan. Bukti empirik dan periode waktu tertentu. Berdasarkan uraian
lingkup analisa yang luas diperlukan mengingat di atas, penelitian ini adalah penelitian
kenyataan bahwa studi-studi terdahulu yang bersifat deskripsi dengan mencoba
hanya sebagai pengantar untuk melakukan menggambarkan pola penguasaan tanah dan
kajian lebih lanjut. Pada penelitian ini, pola distribusi kesejahteraan di pedesaan jawa
penguasaan tanah dan distribusi kesejahteraan timur.
rumah tangga mencoba untuk diidentifikasi
lebih lanjut dengan melihat diferensiasi B. Kemiskinan dan Distribusi
sosial dan diversifikasi nafkah yang terjadi Kesejahteraan
melalui studi kasus di Desa Kedungprimpen,
Desa Kedungprimpen terletak di
Kecamatan Kanor, Kabupaten Bojonegoro.
Kecamatan Kanor, Kabupaten Bojonegoro,
Salah satu dimensi masalah pedesaan
Provinsi Jawa Timur. Jarak antara Desa
terkait dengan kapital, sehingga masalah-
Kedungprimpen dengan pusat kecamatan
masalah pedesaan perlu dipahami dari aliran
adalah 9 Km, sedangkan jarak dengan pusat
tenaga kerja dan aliran kapital. Dimensi ini
kabupaten adalah 26 Km. Desa ini berada
disebut sebagai pekerja pedesaan di luar lahan
pada bagian utara dari Kabupaten Bojonegoro,
usaha tani, yang tersedia bukan hanya oleh
berbatasan langsung dengan Kabupaten Tuban
adanya pekerja pedesaan yang menjadi tidak
dan berada pada aliran sungai Bengawan Solo.
punya tanah hingga sama sekali tidak mampu
Luas Desa Kedungprimpen adalah 376 Ha
bertani sendiri (Bernstein 2015, 131). Golongan
terdiri dari 303,67 Ha sawah, 4,89 Ha tanah
bawah kaum tanilah yang harus memikul
tegal/ladang, 44,40 Ha permukiman dan 20,98
beban kerja wajib ini.
Ha tanah pekarangan. Sistem pengairan sawah
42 Bhumi Vol. 4 No. 1, Mei 2018

adalah irigasi teknis yang cukup baik, dan Berdasarkan gambaran umum
semua sawah yang ada di Desa Kedungprimpen tersebut menunjukan penduduk di Desa
dapat ditanami padi dua kali atau lebih dalam Kedungprimpen masih bercirikan masyarakat
setahun. Akan tetapi pada musim penghujan agraris. Pola penguasaan tanah, terutama
karena sering terjadi banjir, sawah umumnya menyangkut sumber nafkah terpenting
diberakan setelah musim tanam (MT) II. didalam perekonomian rumah tangga, dan
Jumlah penduduk Desa Kedungprimpen terkait erat dengan distribusi kesejahteraan
pada tahun 2016 mencapai 2999 jiwa terdiri rumah tangga petani. Atas dasar tersebut,
atas, 1420 jiwa penduduk laki-laki (L) dan 1579 untuk menjelaskan gambaran distribusi
jiwa penduduk perempuan (P) dan terhimpun kesejahteraan rumah tangga, menjadi penting
dalam 882 KK dengan kepadatan penduduk untuk melihat struktur penguasaan dan
798 jiwa/Km2. Penduduk Desa Kedungprimpen pemilikan tanah, hubungan penguasaan,
ditinjau dari struktur umur menunjukkan sistem perburuhan disektor pertanian dan
sebaran yang merata disetiap kategorinya, diakhir akan digambarkan bentuk-bentuk
dengan rasio jenis kelamin 90 laki-laki per 100 diversifikasi nafkah di Desa Kedungprimpen.
perempuan. Berdasarkan potensi sumberdaya
manusia tersebut, susunan penduduk menurut 1. Pola Penguasaan Tanah
jenis mata pencahariannya adalah diantara Sumber data resmi tentang pemilikan tanah
penduduk usia produktif yang berjumlah 2257 yang tersedia di tingkat Desa Kedungprimpen
jiwa (75%), 1674 jiwa (74%) bekerja dibidang adalah buku Pajak Bumi dan Bangunan
pertanian, 408 jiwa (18%) tidak/belum bekerja, (PBB), yang merupakan data dasar untuk
dan sisanya bekerja dibidang jasa, serta melakukan penarikan pajak. Meskipun secara
diantaranya ada yang menjadi pegawai negeri hukum bukti pembayaran pajak bukanlah
ataupun pensiunan pegawai negeri. bukti kepemilikan, namun pada tingkat desa
Menurut data statistik tersebut 1674 pemegang bukti pajak adalah selalu pemilik
jiwa (74%) yang bekerja dibidang pertanian tanah dengan pengecualian pada aparat desa
digolongkan lagi kedalam dua golongan, yang yang juga memegang bukti pajak untuk tanah
terdiri dari 1073 jiwa (48%) sebagai petani dan bengkoknya.
601 jiwa (27%) sebagai buruh tani. Dari angka
penggolongan ini dapat dilihat pola penguasaan 1.1. Struktur Penguasan Tanah Kas Desa
tanah yang terjadi di Desa Kedungprimpen. Secara umum, tanah yang dikuasai desa
Namun, harus diperhatikan bahwa angka- berdasarkan fungsinya ada tiga jenis, yang
angka statistik ini tidak memberikan pertama adalah tanah yang digunakan sebagai
keterangan tentang pekerjaan sampingan. fasilitas umum, untuk bangunan pemerintahan,
Kenyataannya jenis mata pencaharian dan bangunan sekolah, masjid, puskesmas, pasar
jumlah penduduk yang ikut terlibat didalam desa, pemakaman dan lapangan. Yang kedua
kegiatan mata pencaharian tidak hanya sebesar adalah tanah bengkok yang diberikan kepada
angka statistik yang tersedia di desa. Misalnya aparat desa untuk dikelola selama menjabat
PNS yang juga ikut melakukan aktivitas nafkah sebagai gaji. Luas keseluruhan lahan bengkok di
sebagai petani, atau pada kategori petani yang Desa Kedungprimpen adalah sekitar 22,54 Ha.
juga ikut serta kedalam aktivitas sebagai buruh Kemudian untuk pembagiannya didasarkan
tani. pada kedudukan dalam pemerintahan desa
sebagaimana tersaji pada tabel 1.
Versanudin Hekmatyar dan Fentiny Nugroho, Pola Penguasaan Tanah ... 41-54 43

Tabel 1 Luas penguasaan tanah bengkok hanya memiliki tanah berupa pekarangan yang
aparat Desa Kedungprimpen termasuk permukiman tempatnya bermukim.
Luas Penguasaan Tingginya tingkat ketergantungan penduduk
No Jabatan
Ha % Desa Kedungprimpen pada tanah pertanian
1 Kepala Desa 6,955 31% ini, selanjutnya terkait erat dengan pandangan
2 Sekretaris Desa 1,562 7% masyarakat setempat tentang orang kaya,
3 Kepala Dusun Blimbing 2,340 10%
cukup, dan miskin. Sehingga status ekonomi
4 Kepala Dusun Kedung 2,640 12%
seseorang sangat berhubungan dengan
5 Kepala Dusun Peni 3,165 14%
6 Kaur Keuangan 1,785 8%
seberapa luas lahan yang dimiliki dan seberapa
7 Kaur Pembangunan 1,570 7% besar hasil yang diperoleh dari lahan tersebut.
8 Kaur Pemerintahan 1,550 7% Penetapan batas minimal bagi petani untuk
9 Kaur Kesejahteraan rakyat 0,970 4% dapat memenuhi kebutuhan hidup di Desa
Jumlah 22,54 100% Kedungprimpen pada penelitian ini merujuk
Sumber : Hasil wawancara peneliti pada (Husken, 1998, pp. 181-183) sebesar 0,25 Ha
Terakhir adalah tanah kas desa yang tanah, yang telah disesuaikan dengan kondisi
berfungsi untuk menambah pemasukan desa. hari ini, dan didapatkan bahwa masih relevan
Tanah kas desa pada kategori ini biasa dilelang sebagai batas minimal bagi rumah tangga untuk
setiap tahun untuk mendapatkan uang tunai. memenuhi kebutuhan dasarnya. Jika sebuah
Luas keseluruhan tanah kas desa yang dilelang rumah tangga yang terdiri dari suami, istri, dan
adalah 16,635 Ha. Selanjutnya uang hasil dari dua anak memiliki luasan lahan sawah sebesar
lelang akan digunakan untuk pembangunan 0,25 Ha, maka pendapatan bersih yang mungkin
desa. untuk didapatkan dalam satu tahun adalah
sebesar 15.150.000/tahun, atau setara dengan
1.2. Struktur Pemilikan Tanah Penduduk 1.262.500/bulan, dan artinya 315.625/kapita/
Berdasarkan buku PBB terdapat 882 bulan. Angka ini sebenarnya sedikit lebih rendah
rumah tangga pemilik tanah di Desa dari garis kemiskinan nasional di pedesaan
Kedungprimpen. Seluruh tanah pertanian pada maret tahun 2017 (361.496/kapita/bulan),
di Desa Kedungprimpen, termasuk tanah namun masih lebih tinggi dari garis kemiskinan
pekarangan meliputi 329,54 Ha. Tanah- Bojonegoro tahun 2016 (295.250/kapita/bulan).
tanah yang dimiliki penduduk sebagian besar Atas dasar tersebut, peneliti menyepakati
diperoleh melalui mekanisme warisan, dan bahwa luasan lahan minimal yang ditetapkan
sebagian kecil lain melalui pembelian, sehingga (Husken, 1998, pp. 181-183) masih relevan
seluruhnya tersedia sebanyak 240,13 Ha untuk digunakan. Dengan menetapkan batas
tanah bagi penduduk Desa Kedungprimpen. minimal bagi petani untuk dapat memenuhi
Selebihnya, tanah-tanah pertanian yang ada di kebutuhan hidup di desa sebesar 0,25 Ha tanah
Desa Kedungprimpen ada juga yang dimiliki (Husken, 1998, pp. 181-183). Maka akan terlihat
oleh orang luar Desa Kedungprimpen. Rata- bahwa 64,74% penduduk mempunyai kurang
rata luas pemilikan di Desa Kedungprimpen dari 0,25 Ha, dan lebih dari setengahnya dari
adalah 0,27 Ha, namun faktanya menunjukan pada itu, hanya memiliki sebidang kecil tanah
bahwa tanah-tanah pertanian di Desa pekarangan dan sama sekali tidak memiliki
Kedungprimpen tidak terbagi secara merata. tanah pertanian/sawah. Artinya, kepemilikan
Diantaranya, 291 orang memiliki tanah dibawah lahan penduduk tidak cukup untuk memenuhi
0,1 Ha yang artinya adalah bahwa mereka kebutuhan hidupnya.
44 Bhumi Vol. 4 No. 1, Mei 2018

Meskipun penetapan batas minimal luasan hidup disektor pertanian. Kedua, tidak semua
kepemilikan dan pengusahaan lahan pertanian penduduk memiliki lahan pertanian yang
yang dikemukakan oleh Husken (1998, 181-183) cukup untuk memenuhi kebutuhannya.
masih relevan, kenyataannya penggolongan Sehingga, sebagian besar penduduk di Desa
petani yang dilakukan harus mendapatkan Kedungprimpen berusaha untuk mendapatkan
penyesuaian. Secara umum, penggolongan akses terhadap lahan pertanian melalui
tersebut masih berlaku, namun telah mekanisme hubungan-hubungan penguasaan
mengalami pergesaran berdasarkan luasan lahan pertanian yang dimungkinkan untuk
lahan yang dimiliki, dan juga karakteristik dilakukan dengan sumberdaya yang tersedia.
masing-masing golongan. Secara sederhana Beberapa hubungan penguasaan lahan yang
golongan rumah tangga berdasarkan dapat diakses, antara lain yaitu dengan sistem
kepemilikan lahan disajikan pada tabel 2. bagi-hasil (maro), sistem sewa, dan sistem
gadai.
Tabel 2 Golongan rumah tangga
berdasarkan kepemilikan lahan 2.1. Sistem Bagi Hasil
Golongan Jumlah RT Luas Lahan Praktik bagi-hasil, atau yang lebih dikenal
No
Penduduk RT (%) Ha (%) dengan istilah maro di Desa Kedungprimpen
Petani gurem
1
(< 0,25 Ha)
571 64,74 60,67 25,27 cukup banyak ditemui. Secara umum, terdapat
Petani kecil tiga golongan yang paling banyak menggunakan
2 197 22,34 67,82 28,24
(0,25-0,5 Ha) sistem bagi-hasil dalam pengelolaan lahan
Petani sedang
3
(0,5-1,0 Ha)
77 8,73 50,76 21,14 pertaniannya. Pertama adalah aparat desa.
Petani Kaya Kedua adalah petani yang usianya sudah lanjut
4 31 3,51 42,88 17,86
(1,0-2,0 Ha) sedangkan anak-anaknya telah bekerja di kota,
Tuan Tanah
5
(> 2,0 Ha)
6 0,68 18,00 7,50 dan yang ketiga adalah mereka yang memiliki
Jumlah 882 100 240,13 100 lahan pertanian, namun pekerjaan utamanya
Sumber : Hasil wawancara peneliti adalah diluar pertanian.
Meskipun sistem bagi-hasil banyak
Hal ini berdampak pada aktivitas
dijumpai di Desa Kedungprimpen,
penduduk untuk mencari saluran-saluran lain
kenyataannya praktik ini tidak dapat dengan
untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Hal
mudah diakses oleh semua orang. Faktor
ini sekaligus mempersulit untuk memisahkan
kedekatan dan kepercayaan menjadi kunci
golongan rumah tangga yang sama sekali
utama untuk dapat membuka peluang menjadi
tidak memiliki tanah pertanian/sawah
petani penggarap. Biasanya pemilik lahan
dengan petani gurem. Namun, bagaimanapun
akan memberikan lahan garapan pada mereka
keduanya adalah golongan dari rumah tangga
yang masih memiliki hubungan kekerabatan,
yang sepenuhnya menggantungkan hidup dari
itu pun dengan catatan bahwa kerabat
kerja-kerja pada tanah milik orang lain, sebagai
tersebut dapat dipercaya dengan baik. Selain
buruh tani, petani penggarap, atau kerja-kerja
kerabat, seorang buruh tani yang sebelumnya
pada bidang lain diluar sektor pertanian.
sering dipekerjakan oleh pemilik lahan juga
2. Hubungan Penguasaan Tanah berpeluang untuk mendapatkan tawaran
Terdapat dua fakta berdasarkan apa yang sebagai petani penggarap.
telah diuraikan di atas, pertama sebagian Bentuk yang paling sering dipakai dalam
besar penduduk masih menggantungkan sistem bagi-hasil adalah maro atau bagi loro
Versanudin Hekmatyar dan Fentiny Nugroho, Pola Penguasaan Tanah ... 41-54 45

(bagi dua), yakni hasil panen dibagi dua dilakukan diawal transaksi secara tunai.
secara rata, 50% untuk penggarap dan 50% Secara mendasar terdapat dua jenis
untuk pemilik lahan. Penggarap menanggung sistem sewa yang berlangsung di Desa
semua biaya produksi, praktis termasuk Kedungprimpen, yakni sewa habis yang
semua pengolahan tanah, pembibitan, merujuk pada pembayaran uang sewa atas
pemeliharaan, pemupukan, sampai dengan lahan pertanian untuk periode waktu tertentu
pemanenan. Ditambah lagi, hubungan bagi- sesuai kesepakatan, dan sewa balik yang
hasil bukan hanya terbatas pada pengelolaan sesuai dengan namanya bahwa diakhir periode
lahan pertanian, namun lebih jauh dari itu. sewa, pemilik lahan harus mengembalikan
Terdapat hubungan semacam patron-client sejumlah uang sesuai dengan harga awal yang
yang unsur-unsurnya tidak tertulis namun dikeluarkan untuk menyewa lahannya. Sewa
berjalan sebagaimana seharusnya. Atas dasar balik, secara prinsip lebih serupa dengan
tersebut, kebanyakan aparat desa lebih banyak gadai, sehingga akan dibahas lebih lanjut pada
melakukan praktik bagi-hasil untuk tanah subbab berikutnya terkait gadai.
bengkoknya. Hubungan ini dianggap penting Sama halnya dengan sistem bagi-hasil,
untuk menjaga pengaruh diantara warga desa meskipun praktik penyewaan lahan banyak di
lainnya, terutama untuk aparat desa yang jumpai di Desa Kedungprimpen. Kenyataannya
dipilih langsung oleh warga desa. tidak semua orang memiliki akses untuk
Periode waktu bagi-hasil kebanyakan melakukan penyewaan lahan. Berdasarkan
tidak dijelaskan diawal kesepakatan, hal temuan lapang, ada kecenderungan pemilik
ini membuat praktik bagi-hasil sangat cair. lahan saat membutuhkan uang tunai secara
Kondisi ini juga memungkinkan bagi pemilik mendesak akan menawarkan lahannya pada
lahan untuk setiap saat menarik lahannya dari orang yang sebelumnya melakukan praktik
petani yang menggarap lahan tersebut. Praktis, bagi-hasil atas lahan tersebut. Hal ini dengan
hubungan bagi-hasil lebih menguntungkan pertimbangan bahwa untuk menjaga hubungan
pemilik tanah dan menempatkan petani baik dengan petani yang menggarap lahannya.
penggarap tidak berdaya atas hal tersebut. Kemudian jika ternyata petani penggarap
Meskipun demikian, bagi orang yang diberikan tersebut tidak sanggup untuk menyewa lahan,
garapan sawah, menganggap garapan tersebut maka petani penggarap itu lah yang biasanya
adalah berkah, karena garapan memberikan dimintai tolong untuk membantu mencarikan
harapan, atau sebagai bentuk tabungan. penyewa lain.
Berbeda dengan petani pemilik lahan
2.2. Sistem Sewa cukup luas yang menyewakan lahan karena
Penyewaan lahan, secara umum paling kebutuhan uang tunai untuk akumulasi di
banyak dilakukan pada tanah kas desa yang tempat lain. Petani dengan lahan sempit
disewa melalui mekanisme lelang. Meskipun memiliki kecendrungan menyewakan lahannya
diluar lelang praktik penyewaan lahan juga karena desakan kebutuhan uang tunai untuk
banyak dijumpai. Penyewaan lahan diluar melunasi hutang atau biaya berobat. Penyewa
mekanisme lelang biasanya selalu didasari lahan terutama adalah tetangga mereka yang
oleh kebutuhan uang tunai dari pemilik lahan. juga merupakan petani dengan lahan sempit.
Periode waktu sewa juga bervariasi, tergantung Hal ini dimungkinkan karena luasan lahan yang
kesepakatan antara pemilik lahan dengan disewakan cukup sempit, sehingga mereka
penyewa, sedangkan untuk pembayaran sewa memiliki kesempatan untuk mengaksesnya.
46 Bhumi Vol. 4 No. 1, Mei 2018

Sedangkan untuk petani dengan lahan cukup dimungkinkan untuk mendapatkan uang tunai,
luas enggan untuk menyewanya karena terlalu namun hal ini jelas tidak menguntungkan
sempit. untuk pemilik lahan terutama mereka yang
memiliki lahan sempit. Terlebih jika lahan
2.3. Sistem Gadai yang digadaikan adalah satu-satunya sumber
Seperti telah disinggung di atas, sistem mata pencahariannya.
gadai pada dasarnya mirip dengan sistem sewa.
Hal yang membuatnya benar-benar berbeda 3. Sistem Perburuhan di Sektor Pertanian
adalah kewajiban untuk mengembalikan uang Sistem perburuhan di pedesaan, atau secara
gadai atas lahan pertaniannya. Pada dasarnya, khusus disektor pertanian telah menjadi hal
sistem gadai sama dengan peminjaman uang yang umum di Desa Kedungprimpen. Kegiatan
kepada orang lain dengan lahan pertanian sebagai buruh tani tidak saja dilakukan oleh
sebagai jaminannya. rumah tangga yang tidak memiliki tanah,
Tidak ada harga baku dalam sistem gadai, melainkan dilakukan juga oleh rumah tangga
penetapan harga biasanya berdasarkan atas yang memiliki dan menggarap sawah. Pada
kesepakatan kedua belah pihak. Meskipun sektor sumber nafkah off farm, rumah tangga
demikian, penggadai biasanya memberikan yang menempatkannya sebagai sumber nafkah
kebebasan kepada pemilik lahan untuk paling penting umumnya adalah rumah tangga
menentukan harga yang dikehendaki. Hal yang tidak memiliki lahan atau hanya memiliki
ini dikarenakan semakin besar uang gadai lahan sangat sempit yang hasil panennya
maka dimungkinkan akan semakin berat hanya mencukupi kebutuhan rumah tangga,
bagi pemilik lahan untuk menebus lahannya. sehingga menggantungkan hidup sebagai
Meskipun diawal perjanjian ada kesepakatan buruh tani.
tentang durasi pengembalian uang gadai, Rumah tangga yang demikian juga
namun jika sampai batas tempo tidak dapat menjadikan aktivitas buruh tani sebagai
mengembalikan uang gadai maka lahan sumber penghasilan paling rutin, dan paling
tersebut akan terus berada pada penggadai, besar. Hal ini dikarenakan rumah tangga ini
kondisi ini jelas menguntungkan penggadai. melakukan semua aktivitas sebagai buruh tani
Beberapa kasus menunjukan bahwa dimana anggota rumah tangga ikut terlibat
sistem gadai akan berujung pada lepasnya didalamnya, kondisi ini terjadi di desa-desa
lahan kepada penggadai. Karena dalam durasi tetangga, bahkan keluar kota.
waktu yang lama tidak mampu untuk ditebus, Proses produksi pertanian tidak akan
maka pemilik lahan akan menjualnya kepada berjalan tanpa campur tangan tenaga buruh
pemegang gadai dengan tentu saja dipotong tani. Sistem perburuhan yang berlaku di
dengan uang gadai diawal. Alternatif lain Desa Kedungprimpen adalah buruh harian
yang mungkin dilakukan pemilik lahan adalah lepas. Artinya setiap buruh tani tidak terikat
merubah kesepakatan awal, menjadi sistem untuk jangka waktu tertentu dengan pemilik
sewa, yang tentu saja akan ada penambahan tanah. Mereka hanya bekerja untuk pekerjaan
periode waktu sewa sampai bertahun-tahun. tertentu sesuai permintaan pemilik tanah.
Ada bahkan yang mencapai 8 tahun. Meskipun Kerja buruh tani secara waktu dibedakan
sistem gadai adalah alternatif yang sangat menjadi dua, setengah hari (sekesok) dan
Versanudin Hekmatyar dan Fentiny Nugroho, Pola Penguasaan Tanah ... 41-54 47

harian (sedino). Jam kerja biasa dimulai pukul Tabel 3 Pembagian kerja antara buruh tani
06.00 sampai pukul 10.30 untuk pekerjaan laki-laki dan perempuan
setengah hari (sekesok). Sedangkan untuk No Jenis Pekerjaan Laki- Perempuan
pekerjaan harian adalah jam kerja setengah hari Laki
(sekesok) dilanjutkan setelah sholat dzuhur, 1 Perbaikan √
yakni mulai pukul 13.00 sampai pukul 16.00. pematang sawah
Upah yang berlaku di Desa Kedungprimpen 2 Menebar benih √
adalah 35.000/setengah hari dengan tambahan 3 Mencabut bibit √
sarapan, kopi dan sebungkus rokok, sedangkan 4 Menanam bibit √
5 Pemupukan √
untuk kerja harian adalah 70.000/hari dengan
6 Penyiangan gulma √
tambahan sarapan, makan siang, cemilan
manual
siang, sebungkus rokok, makan sore dan tentu 7 Penyiangan gulma √ √
saja kopi disetiap waktu tersebut. landak
Upah ini adalah harga pasaran yang 8 Penyemprotan √
berlaku secara umum untuk setiap jenis kerja pestisida
dalam produksi pertanian secara harian di Desa 9 Pemanenan √
Kedungprimpen. Sedangkan untuk tambahan Sumber : Hasil wawancara peneliti
makanan, tergantung pada rumah tangga Meskipun pada dasarnya buruh tani
yang menyewa tenaga kerjanya, tidak ada bebas untuk bekerja dengan siapa saja, namun
standar baku untuk hal tersebut, kecuali pada kecendrungannya mereka memiliki hubungan
tambahan rokok (7.000 – 10.000/bungkusnya). semi-permanen dengan pemilik tanah. Mereka
Pada dasarnya tidak ada perbedaan upah antara umumnya memiliki satu atau dua buruh tani
buruh laki-laki maupun perempuan jika dalam langganan yang biasa membantu mengerjakan
satuan waktu kerja yang sama. Namun, secara setiap tahap produksi di sawahnya. Dan jika
khusus untuk buruh perempuan waktu kerja dibutuhkan lebih banyak buruh tani untuk
yang berlaku di Desa Kedungprimpen adalah pekerjaan di sawah, maka pemilik tanah tinggal
hanya dengan sistem setengah hari (sekesuk). meminta bantuan dari buruh tani kepercayaan
Hal ini telah berlangsung sebagai sebuah tadi untuk mengkoordinasi buruh tani lain
sistem tersendiri yang dianut oleh penduduk yang akan ikut serta dalam pekerjaan tersebut.
di Desa Kedungprimpen. Kemudian, untuk kerja-kerja tertentu
Selain pada perbedaan waktu kerja antara dimana buruh langganan tersebut tidak
buruh laki-laki dan perempuan, didapatkan mampu mengerjakan pekerjaan yang diminta,
juga bahwa adanya perbedaan akses antara atau diperlukan tenaga kerja tambahan, maka
buruh tani laki-laki dan buruh tani perempuan pemilik lahan biasanya akan meminta bantuan
dalam mengakses kerja-kerja pertanian. dari buruh tani langganan untuk mencari
Perbedaan ini berkaitan dengan jenis pekerjaan teman kerja. Biasanya mereka berperan sebagai
tertentu yang terbatas hanya untuk tenaga koordinator bagi buruh tani lain yang diajaknya
kerja laki-laki. Secara lengkap pembagian bekerja. Saat mengajak buruh lain pun dia tidak
kerja dan jenis-jenis pekerjaan antara buruh asal, karena dia merasa bertanggung jawab
tani laki-laki dan perempuan didalam proses dan biasanya dia sudah memiliki rombongan
produksi padi disajikan dalam tabel 3. kerja tetap. Hal demikian tidak terjadi untuk
48 Bhumi Vol. 4 No. 1, Mei 2018

rekan kerja dalam rombongan yang memiliki nafkah rumahtangga petani adalah segala
hubungan semi-permanen dengan pemilik aktivitas ekonomi pertanian dan ekonomi non-
tanah. pertanian. Karakteristik sistem penghidupan
dan nafkah yang dicirikan oleh bekerjanya
C. Diversifikasi Nafkah: Dinamika dua sektor ekonomi, juga sangat ditentukan
Ekonomi Desa oleh sistem sosial-budaya setempat. Pada Desa
Kedungprimpen, dimana pertanian padi masih
Kemiskinan merupakan permasalahan
merupakan sumber pendapatan paling penting,
mendasar bagi Indonesia yang bersifat
ketidakpastian pendapatan menjadi multak
multidimensional. Rumah tangga pedesaan
terjadi. Hasil pendapatan dari menanam padi
dimana ketergantungan pada sektor pertanian
adalah kategori sumber pendapatan paling
masih tinggi, kemiskinan dicirikan dengan
utama, sedangkan pendapatan atau upah dari
kurangnya luas lahan pertanian yang dimiliki
hasil kerja-kerja pada sektor pertanian adalah
dan tidak menentunya pendapatan setiap
sumber pendapatan utama lain, terutama bagi
waktu. Angka-angka yang disajikan pada
mereka yang tidak memiliki tanah, sedangkan
bagian-bagian sebelumnya tentang luasan
kesempatan kerja diluar pertanian yang
lahan rumah tangga, biaya produksi pertanian,
terbuka di Desa Kedungprimpen masih relatif
upah buruh, sampai pada besar rumah tangga
kecil. Kondisi ini pada akhirnya menuntut
berusaha untuk memberikan gambaran
penduduk desa untuk mengembangkan
tentang himpitan ekonomi yang sedang
diversifikasi nafkah, yang oleh Ellis (1998, 4)
terjadi. Sebuah rumah tangga yang terdiri dari
didefinisikan sebagai proses dimana keluarga
empat sampai enam orang umumnya harus
pedesaan membangun beragam portofolio
hidup dari hasil pertanian dengan luas lahan
kegiatan dan kemampuan dukungan sosial
dibawah 0,25 Ha. Artinya, kemiskinan yang
dalam perjuangan mereka untuk bertahan
terjadi di Desa Kedungprimpen secara umum
hidup dan untuk meningkatkan standar hidup
dirasakan oleh rumah tangga petani dengan
mereka.
kepemilikan lahan dibawah 0,25 Ha atau
Pemilihan bentuk diversifikasi nafkah
sekitar 64,74% dari jumlah rumah tangga di
terutama didasari alasan rasional terkait
Desa Kedungprimpen. Kemiskinan ini terjadi
dengan jenis sumberdaya yang dapat
salah satunya adalah karena kecilnya sumber
dioptimalkan. Dengan merujuk pada Scoones
penghidupan utama yang dimiliki rumah
(1998, 7-8) yang menyebutkan lima kategori
tangga, yaitu lahan pertanian.
modal utama sebagai basis nafkah yaitu:
Fakta ini, selanjutnya mempengaruhi
(1) modal alam mengacu pada sumber daya
motif rumah tangga dalam menghadapi krisis
alam (tanah, air, pohon) yang menghasilkan
untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Dalam
produk yang digunakan oleh populasi manusia
menghadapi krisis rumah tangga didorong
untuk kelangsungan hidup mereka; (2)
untuk melakukan serangkaian aktivitas
modal fisik mengacu pada aset dibawa untuk
nafkah dengan tujuan untuk memenuhi
mengeksistensikan proses produksi ekonomi;
kebutuhan pokok harian. Dharmawan (2007,
(3) modal manusia mengacu pada tingkat
179) menyebutkan strategi penghidupan dan
pendidikan dan status kesehatan individu dan
nafkah pedesaan dibangun selalu menunjuk
populasi; (4) modal finansial mengacu pada
ke sektor pertanian (dalam arti luas). Dalam
stok uang tunai yang dapat diakses untuk
posisi sistem nafkah yang demikian, basis
membeli barang; (5) modal sosial mengacu
Versanudin Hekmatyar dan Fentiny Nugroho, Pola Penguasaan Tanah ... 41-54 49

pada jaringan sosial dan asosiasi di mana orang Sementara itu, kecenderungan untuk
berpartisipasi, dan mereka dapat memperoleh mengalokasikan modal pada bidang-bidang
dukungan yang memberikan kontribusi untuk usaha lain di luar tanah atau pertanian masih
nafkah mereka. sangat lemah. Hal ini memiliki arti bahwa
Pada konteks penduduk di Desa rumah tangga pedesaan belum memiliki minat
Kedungprimpen, pemilihan penggunaan yang kuat untuk melakukan rasionalisasi dalam
modal alam (tanah) dilakukan pada pola pengelolaan modal finansial yang dimiliki.
penguasaan tanah pertanian/sawah baik Sedangkan, pemanfaatan modal sosial
berupa tanah milik maupun bukan tanah ditemui cenderung semakin melemah,
milik. Tanah bukan milik adalah berupa meskipun ditemukan kasus dimana sistem
tanah yang diusahan secara bagi hasil, bagi hasil, ataupun juga sistem perburuhan
sewa, atau gadai. Selanjutnya pemanfaatan terjadi antara para kerabat atau tetangga dekat
tanah pertanian ini sangat bergantung pada dengan alasan tolong menolong, namun bukan
luasan lahan yang tersedia dan modal fisik merupakan bentuk hubungan mayoritas
yang dapat dimanfaatkan dalam rangka yang terjadi di Desa Kedungprimpen. Hal
mengekstensikan proses produksi pertanian. ini sekaligus membantah tesis Geertz (2016)
Modal fisik ini meliputi infrastruktur di Desa tentang kemiskinan berbagi, karena pada
Kedungprimpen yang dimanfaatkan untuk hakekatnya hubungan yang berlangsung
menunjang kelangsungan aktivitas nafkah. adalah hubungan perburuhan murni.
Infrastruktur ini meliputi sistem irigasi yang
digunakan petani, infrastruktur lainnya yang C.1. Sumbangan Sektor Pertanian
ada di desa adalah akses jalan desa. Serta Pada dasarnya tidak ada perbedaan upah
alat-alat lain yang dapat membantu dalam antara buruh laki-laki maupun perempuan jika
pengolahan sawah seperti cangkul, sabit, dalam satuan waktu kerja yang sama. Namun,
kendaraan, dan traktor. Kendaraan bermotor untuk buruh perempuan pada umumnya yang
berupa motor mayoritas dimiliki penduduk berlaku di Desa Kedungprimpen adalah hanya
di Desa Kedungprimpen dan digunakan dengan sistem setengah hari (sekesuk). Hal
rumahtangga untuk membantu kelangsungan ini telah berlangsung sebagai sebuah sistem
aktivitas nafkah sebagai sarana transportasi. tersendiri yang dianut oleh penduduk di Desa
Sedangkan untuk traktor, penduduk di Desa Kedungprimpen. Selain pada perbedaan waktu
Kedungprimpen menggunakannya dengan kerja antara buruh laki-laki dan perempuan,
sistem borongan. didapatkan juga bahwa adanya perbedaan
Pada rumahtangga petani lapisan akses antara buruh tani laki-laki dan buruh
bawah dengan penguasaan lahan sempit tani perempuan dalam mengakses kerja-kerja
atau bahkan tanpa kepemilikan lahan, pertanian. Perbedaan ini berkaitan dengan jenis
modal manusia merupakan aset utama yang pekerjaan tertentu yang terbatas hanya untuk
memungkinkan untuk disalurkan guna tenaga kerja laki-laki. Selain itu, keterbatasan
memperoleh pendapatan. Modal ini terdiri waktu kerja pada setiap tahapan di atas juga
atas usia, pendidikan, alokasi tenaga kerja mempengaruhi diversifikasi nafkah rumah
dalam rumahtangga, dan keterampilan yang tangga dalam rangka memenuhi kebutuhan
dimiliki. Pada akhirnya modal manusia akan hidupnya atau menambah pendapatannya.
menentukan pilihan jenis pekerjaan yang Hal ini semakin terlihat ketika dimasukan
dapat dilakukan anggota rumahtangga. pada siklus pola tanam dalam satu tahun.
50 Bhumi Vol. 4 No. 1, Mei 2018

Siklus pola tanam tersebut menunjukan pemilik traktor yang ikut terlibat sebagai
setidaknya terdapat periode dimana operator traktor mendapat sumbangan
ketersediaan lapangan kerja sektor pertanian nafkah sebesar Rp. 5.037.000 sampai Rp.
di Desa Kedungprimpen bisa dipastikan 6.820.000. Penambahan traktor yang paling
sedang kosong. Periode ini terjadi antara bulan memungkinkan adalah hanya untuk sawah
februari sampai bulan mei setiap tahunnya. milik sendiri, sehingga kerja membajak sawah
Sedangkan periode dimana lapangan kerja dengan menggunakan traktor dapat dikatakan
sektor pertanian cukup tersedia adalah antara sudah jenuh.
bulan Mei, September, Oktober, dan Januari. Sementara berdasarkan hasil kerja per
Berdasarkan tahapan dan siklus tanam di tahunnya yang paling mungkin untuk dimasuki
Desa Kedungprimpen selama satu tahun dapat adalah kerja pemanenan padi (ngedos) untuk
diperkirakan pendapatan dari masing-masing laki-laki dan menanam bibit (tandur) untuk
kategori masyarakat dengan perhitungan perempuan. Kerja pemanenan padi (ngedos)
proporsional pada setiap tahap kerja yang yang saat ini umumnya menggunakan mesin
dilakukan, dan juga pada hasil dari luasan grantek. Kerja pemanenan padi (ngedos)
lahan pertanian yang diusahakan. Bagi rumah dengan menggunakan mesin grantek secara
tangga petani pemilik lahan yang lebih dari satu umum dapat menyumbang nafkah sekitar
petak, rata-rata akan lebih memilih membawa Rp. 138.000 per harinya pada musim panen.
pulang sebagian hasil panen tersebut, dan Setidaknya dalam satu musim panen di Desa
menjualnya sebagian dengan cara tebasan. Kedungprimpen satu rombongan ngedos
Membawa pulang hasil panen adalah bagian dapat melakukan kerja aktif selama 15 hari.
dari strategi untuk mengamankan persediaan Artinya, dalam satu musim panen setiap orang
pangan sampai panen berikutnya datang. dapat membawa pulang sekitar Rp. 2.070.000.
Seperti yang telah diuraikan di atas, Saat musim panen di Desa Kedungprimpen
kerja-kerja diluar penggarapan sawah milik telah selesai, umumnya mereka melakukan
atau bagi hasil (maro), kerja dengan sistem aktivitas kerja pemanenan (ngedos) di tempat
borongan pada umumnya lebih dianggap lain, antara tuban dan lamongan. Akumulasi
memberikan sumbangan nafkah yang lebih dari keseluruhan, dalam satu tahun setiap
besar jika dibanding dengan kerja berupah orang dapat memiliki waktu aktif kerja sebagai
harian. Hal ini disebabkan karena mereka pemanen padi (ngedos) adalah sekitar 40
dapat mematok sendiri jumlah waktu kerja hari. Sehingga dapat menyumbang sekitar Rp.
dan target yang ingin dicapai. Diantara kerja- 5.520.000 untuk satu tahun.
kerja borongan tersebut, membajak sawah Selanjutnya, bagi perempuan pekerjaan
dengan menggunakan traktor pada dasarnya menanam padi (tandur) adalah pekerjaan
memberikan jumlah penghasilan yang lebih yang menyumbang nafkah paling besar,
tinggi dibandingkan dengan kerja-kerja lain khususnya jika dilakukan secara borongan.
dibidang pertanian, akan tetapi pekerjaan ini Buruh tandur dengan sistem borongan bisa
selain memerlukan modal untuk membeli membawa pulang uang setiap harinya hingga
traktor juga memiliki keterbatasan dalam Rp. 90.000, atau tiga kali lipat lebih besar dari
mengakses wilayah kerja traktor. Kerja sebagai sistem biasa. Waktu kerja yang bisa dilakukan
operator traktor dalam setahun menyumbang oleh satu rombongan dalam satu musim di
pendapatan sekitar Rp. 2.800.000 sampai Desa Kedungprimpen adalah antara 7 sampai
dengan Rp. 4.000.000. Sementara untuk 10 hari. Setelahnya rombongan tandur ini
Versanudin Hekmatyar dan Fentiny Nugroho, Pola Penguasaan Tanah ... 41-54 51

biasanya akan melakukan aktivitas tandur di pendapatan namun sudah menjadi sumber
desa-desa tetangga, atau di kota sekitar (Tuban nafkah utama. Pertukangan adalah jenis kerja
dan Lamongan). Secara keseluruhan, dalam nonpertanian yang meningkat statusnya, dan
rentang satu tahun buruh tandur dapat aktif tidak dapat digolongkan lagi kedalam sebagai
bekerja sekitar 28 sampai 40 hari. Total upah sebuah sampingan.
yang didapat dalam satu tahun untuk buruh
tandur adalah antara Rp. 2.240.000 sampai Rp. D. Kesimpulan
3.200.000. Secara umum, diversifikasi nafkah Berdasarkan hasil pembahasan dapat
yang dilakukan rumah tangga tergantung pada disimpulkan bahwa, Desa Kedungprimpen
kesempatan yang tersedia. masih menunjukan karakteristiknya sebagai
desa agraris dengan sebagian besar rumah
C.2. Sumbangan Sektor Nonpertanian
tangganya masih menggantungkan hidup
Keterbatasan sumberdaya pada pemilikan
pada sektor pertanian. Perkembangan sektor
dan penguasaan sawah dan juga kesempatan
pertanian ditandai dengan komersialisasi
kerja sebagai buruh tani semakin kecil.
pertanian begitu massif yang sekaligus semakin
Kemajuan teknologi menjadikan pengelolaan
memperlihatkan bahwa diferensiasi sosial di
sawah dilakukan dengan semakin intensif
pedesaan sedang terus berjalan. Diferensiasi
dan komersial. Penggunaan tenaga kerja
sosial adalah sebagai akibat dari pemusatan
ditekan semaksimal mungkin dengan tujuan
pemilikan tanah pada golongan kaya dan tuan
menghemat biaya produksi. Pada akhirnya
tanah dari masyarakat Desa Kedungprimpen.
diversifikasi nafkah mencoba dilakukan
Hasil penelitian menunjukkan,
dengan mengandalkan sektor diluar pertanian.
pertama, tanah merupakan salah satu
Pada tahap ini, bidang kerajinan pelepah
faktor produksi yang penting sebagaimana
pisang menjadi alternatif untuk mendapatkan
modal dan tenaga kerja. Tanah di Desa
tambahan nafkah, terlebih kerajinan pelepah
Kedungprimpen masih terkait erat dengan
pisang menghasilkan uang tunai secara
sumber nafkah penduduknya. Tingginya
cepat. Meskipun hasil yang didapatkan tidak
tingkat ketergantungan penduduk pada tanah
terlalu besar, namun setidaknya hasil dari
pertanian juga terkait erat dengan pandangan
kerajinan pelepah pisang dapat digunakan
masyarakat setempat yang melatarbelakangi
untuk sedikit menutup kebutuhan berbelanja
diferensiasi sosial tentang orang kaya, cukup,
harian. Kerajinan pelepah pisang rata-rata
dan miskin. Pembedaan antara lapisan atas
menyumbang sekitar Rp. 10.500 – 12.600 uang
dan bawah semakin nyata dalam hal pemilikan
tunai setiap harinya jika dilakukan secara rutin.
tanah pertanian dan sistem perburuhan yang
Sementara itu, peternakan menjadi
berlaku.
cadangan terakhir sebagai penyumbang nafkah
Meskipun terdapat kasus yang menunjukan
penduduk Desa Kedungprimpen. Setidaknya
hubungan kekerabatan dalam hal sistem bagi
pemilikan ayam oleh mayoritas rumah tangga
hasil dan perburuhan sebagai bentuk tolong
dapat digunakan sebagai subsisten kebutuhan
menolong seperti yang dijelaskan dalam
harian, dan pemilikan sapi sebagai penutup
involusi pertanian yang dipopulerkan oleh
krisis yang datang secara tiba-tiba (sakit,
Geertz (2016), faktanya perhitungan ekonomi
anak sekolah, modal menggarap sawah).
adalah yang benar-benar sedang terjadi.
Disisi lain, kerja-kerja nonpertanian perlahan
Pemilikan tanah merupakan bentuk utama
mulai beralih bukan hanya sebagai tambahan
dari pelapisan sosial yang terjadi.
52 Bhumi Vol. 4 No. 1, Mei 2018

Kedua, fakta ini, selanjutnya mendorong Faktanya jenis pekerjaan yang dapat
rumah tangga dalam menghadapi krisis untuk dilakukan rumah tangga terbatas, hal ini
melakukan serangkaian aktivitas nafkah cukup mendasar mengingat bahwa kerja-
dengan tujuan untuk memenuhi kebutuhan kerja pertanian tidak selalu tersedia sepanjang
pokoknya. Pemilihan bentuk diversifikasi tahun, ditambah kesempatan kerja diluar
nafkah terutama didasari alasan rasional pertanian umumnya masih sangat terbatas,
terkait dengan jenis sumberdaya yang dapat migrasi di Desa Kedungprimpen hampir tidak
dioptimalkan. Secara umum, diversifikasi terjadi secara signifikan. Migrasi hanya terjadi
nafkah di Desa Kedungprimpen dilakukan secara sirkuler, itupun masih sangat terikat
pada sektor pertanian dan sektor nonpertanian. pada sektor pertanian.
Sektor pertanian mencakup pengusahaan
lahan milik, bagi hasil, sewa, gadai, dan Daftar Pustaka
sistem perburuhan. Pengusahaan tanah milik Adi, I. R 2013, Intervensi komunitas dan
adalah bentuk utama dari sistem nafkah pengembangan masyarakat sebagai
yang dilakukan di Desa Kedungprimpen. upaya pemberdayaan masyarakat, 1 ed,
Sedangkan sektor nonpertanian meliputi Jakarta, Rajawali Press.
perdagangan, kerajinan, peternakan, dan
Bernstein, H 2015, Dinamika kelas dalam perubah­
pertukangan. Kesempatan kerja diluar sektor an agraria, Yogyakarta, INSIST Press.
pertanian yang tersedia bagi penduduk di Desa
Breman, J 1986, Penguasaan tanah dan tenaga
Kedungprimpen secara umum masih sangat
kerja jawa di masa kolonial, Jakarta, LP3ES.
terbatas. Perpindahan penduduk keluar desa
untuk mencari kerja mayoritas masih belum Creswell, J. W 2014, Penelitian kualitatif dan
banyak terjadi. Perpindahan biasa dilakukan desain riset. Yogyakarta, Pustaka Pelajar.
secara sirkuler, dengan bidang kerja yang Creswell, J. W 2016, Research Design pendekatan
ditekuni masih pada sektor pertanian. metode kualitatif, Kuantitatif, dan campur­
Selain itu, pemanfaatan modal finansial an, 4th ed, Yogyakarta, Pustaka Pelajar.
dalam bentuk usaha diluar pertanian masih Dharmawan, A. H 2007, “Sistem penghidupan
kurang diminati rumah tangga pada lapisan dan nafkah pedesaan: Pandangan
atas pedesaan. Pada kondisi yang demikian, sosiologi nafkah (livelihood sociology)
rumahtangga petani lapisan bawah dengan mazhab barat dan mazhab Bogor.” Jurnal
penguasaan lahan sempit atau bahkan tanpa sodality, volume 01:02, pp. 169-192.
kepemilikan lahan, modal manusia merupakan Geertz, C 2016, Involusi pertanian proses
aset utama yang memungkinkan untuk perubahan ekologi di Indonesia, Depok,
disalurkan guna memperoleh pendapatan. Pada Komunitas Bambu.
akhirnya modal manusia akan menentukan
Husken, F 1998, Masyarakat desa dalam perubahan
pilihan jenis pekerjaan yang dapat dilakukan
zaman : Sejarah diferensiasi sosial di Jawa
anggota rumahtangga. Selanjutnya, kerja-kerja 1830-1980, Jakarta, PT. Grasindo.
dengan sistem borongan pada umumnya lebih
Scoones, I 1998, Sustainable rural livelihoods:
dianggap memberikan sumbangan nafkah
a framework for analysis, IDS working
yang lebih besar jika dibanding dengan kerja
paper.
berupah harian. Hal ini disebabkan karena
mereka dapat mematok sendiri jumlah waktu Svalastoga, K 1989, Diferensiasi sosial, Jakarta,
kerja dan target yang ingin dicapai. PT. Bina Aksara.

You might also like