You are on page 1of 18

Tantangan Kebijakan Pembangunan Pertanian Dalam Masyarakat Subsisten (Damar Waskitojati, dkk.

Fakultas Pertanian dan Bisnis Universitas Kristen Satya Wacana


Jl. Diponegoro 52-60 SALATIGA 50711 - Telp. 0298-321212 ext 354
email: jurnal.agric@adm.uksw.edu, website: ejournal.uksw.edu/agric
Terakreditasi Kementrian Riset, Teknologi dan Pendidikan Tinggi berdasarkan SK No 21/E/KPT/2018

TANTANGAN KEBIJAKAN PEMBANGUNAN PERTANIAN DALAM


MASYARAKAT SUBSISTEN: ANALISIS KEBIJAKAN REVOLUSI PERTANIAN
KABUPATEN SUMBA BARAT DAYA (SBD), NTT

CHALLENGES TO THE AGRICULTURAL DEVELOPMENT POLICY WITHIN A


SUBSISTENCE SOCIETY : AN ANALYSIS OF THE “REVOLUTIONARY
AGRICULTURAL POLICY” IN SOUTH WESTERN SUMBA

Damar Waskitojati1*), Daniel Kameo1, Pamerdi G. Wiloso1


1)
Fakultas Interdisiplin Universitas Kristen Satya Wacana
*E-mail : damar96@gmail.com

Diterima: 13 Juni 2019, disetujui 22 Juli 2019

ABSTRACT
Employing a qualitative approach, this study attempts a critical investigation into the Kebijakan
Revolusi Pertanian, ie. The Revolutionary Agricultural Policy, as it was developed by the
Regional Government of South-western Sumba. During the years 2014-2019 it aimed to raise
the agricultural economy, and thereby overcome the problem of poverty. The data for this
research was procured through personal observation and deep interviews with sources such as
key informants within the regional environment. These were reinforced with a number of
planning documents and executive programs which comprise a secondary resource. The analysis
of the Policy is done taking into account the relevant political, economic, technological and
social aspects (PETS analysis), as well the innovations occurring during the course of
this Policy. This study will demonstrate that the Policy has been, at least till now, incapable of
having a significant impact on the agricultural economy, or the efforts to overcome poverty. The
causes of this failure is the antagonism between the characteristics of the subsistence society
found there and the weak institutional application of the policies employed.
Keywords : policy analysis, PETS analysis, agricultural revolutionary, subsistence agricultural

158
AGRIC Vol. 31, No. 2, Desember 2019: 159-176

ABSTRAK
Melalui pendekatan kualitatif, penelitian ini hendak mengkaji secara kritis Kebijakan Revolusi
Pertanian yang dikembangkan oleh Pemerintah Kabupaten Sumba Barat Daya pada tahun 2014 –
2019 untuk meningkatkan perekonomian petani dan sekaligus mengatasi problem kemiskinan.
Data penelitian diperoleh melalui metode observasi dan wawancara mendalam terhadap sumber
informasi kunci pada lingkup kabupaten yang kemudian diperkuat dengan sejumlah dokumen
perencanaan dan pelaksanaan program sebagai data pendukung (sekunder). Analisis kebijakan
dilakukan dengan melihat aspek-aspek politik, ekonomi, teknologi, sosial budaya (analisis PETS),
serta juga inovasi dari Kebijakan Revolusi Pertanian. Penelitian ini menyimpulkan bahwa Kebijakan
Revolusi Pertanian belum bisa memberikan dampak yang signifikan terhadap perekonomian
masyarakat dan upaya penanggulangan kemiskinan dikarenakan tantangan karakteristik
masyarakat yang subsisten dan kelembagaan kebijakan yang lemah.
Kata kunci : analisis kebijakan, analisis PETS, revolusi pertanian, pertanian subsisten

PENDAHULUAN agraris ditunjukkan oleh dominasi peranan


sektor pertanian, kehutanan dan perikanan di
Bergulirnya era otonomi daerah yang ditandai
dalam Produk Domestik Regional Bruto
dengan terbitnya UU No. 22/1999 dan diikuti
(PDRB) yang mencapai 43,75 % pada tahun
dengan UU No. 32/2004 tentang Pemerintahan
2014. Hal tersebut tidak terlepas dari besarnya
Daerah, telah merubah orientasi dan pola
potensi pertanian yang dimiliki oleh Kabupaten
pendekatan pembangunan daerah. Melalui
SBD. Dari segi dukungan sumber daya manusia,
otonomi daerah, pemerintah daerah ber-
79,69 % dari 119.168 angkatan kerja bekerja
kesempatan luas untuk menyelesaikan problem
di sektor pertanian. Sedangkan dari segi
kemiskinan dan sempitnya lapangan pekerjaan
dukungan sumber daya alam, 55,22 % dari luas
di daerah karena pemerintah daerah dinilai
wilayah Kabupaten SBD merupakan lahan
memahami kebutuhan masyarakat setempat
pertanian yang subur. Kesuburan Kabupaten
dibandingkan pemerintah pusat (Syafi’i, 2008).
SBD ketika dahulu masih menjadi bagian dari
Sejak dimekarkan dari Kabupaten Sumba
Kabupaten Sumba Barat Daya juga
Barat pada tahun 2007, Kabupaten Sumba
digambarkan oleh Iskandar dan Djoeroemana
Barat Daya (SBD) mulai menjalankan
(dalam Sayogyo eds, 1994) seperti berikut :
pemerintahannya sendiri sebagai daerah yang
otonom di ujung barat Pulau Sumba1. Wilayah Sumba merupakan daerah kering,
namun demikian Sumba Barat relatif lebih
banyak memiliki daerah subur daripada Sumba
Kabupaten dengan luas wilayah 144,532 Ha Timur. Di wilayah jalur tengah dapat
(1445,32 km2) dan jumlah penduduk 319.119 ditemukan hamparan sawah, kebun tanaman
jiwa ini mempunyai perekonomian yang bercorak tahunan dan hutan heterogen, serta mulai ada
hutan jati dan mahoni atau lainnya. Daerah
agraris meskipun termasuk daerah yang kering seperti ini meliputi sebagian Kecamatan
sebagaimana daerah-daerah lain di Nusa Katiku Tana, Loli, Waijewa Barat, Waijewa
Timur, dan Kodi.
Tenggara Timur (NTT). Corak perekonomian

1
Ditetapkan melalui Undang-undang Nomor 16 Tahun 2007 tentang Pembentukan Kabupaten Sumba Barat Daya di
Provinsi Nusa Tenggara Timur

159
Tantangan Kebijakan Pembangunan Pertanian Dalam Masyarakat Subsisten (Damar Waskitojati, dkk.)

Meski demikian, kekayaan potensi pertanian METODE PENELITIAN


tersebut belum bisa meningkatkan perekonomian
Menggunakan pendekatan kualitatif, penelitian
masyarakat dan sekaligus melepaskan Kabupaten
ini hendak menganalisis Kebijakan Revolusi
SBD dari jerat kemiskinan. Persoalan tingginya
Pertanian. Fokus pembahasan akan mencakup
angka kemiskinan menjadi tantangan besar yang
pemikiran yang melandasi kebijakan ini,
harus dihadapi oleh Kabupaten SBD sejak
bagaimana kebijakan diimplementasikan di
pemekaran hingga saat ini. Berdasarkan data
tengah budaya pertanian subsisten, sampai
BPS, meski telah terjadi penurunan angka
dengan indikasi-indikasi perubahan yang
kemiskinan jika dibandingkan ketika awal
nampak di dalam kehidupan petani dan pere-
menjadi Daerah Otonomi Baru (DOB), namun
konomian Kabupaten SBD. Penggalian data
angka kemiskinan sebesar 25,78% yang
dilakukan selama 35 hari (17 September - 21
tercatat pada tahun 2014 masih di atas angka
Oktober 2017) melalui observasi dan wawan-
kemiskinan Provinsi Nusa Tenggara Timur
cara mendalam dengan sumber informasi kunci
(NTT) yang tercatat sebesar 19,60%. Dalam
Kebijakan Revolusi Pertanian yang berasal dari
hal besarnya jumlah penduduk miskin,
unsur pemerintahan maupun petani dan tokoh
Kabupaten SBD dengan 81.010 jiwa
masyarakat di Kabupaten SBD. Analisis
penduduk miskin menempati peringkat kedua
kebijakan dilakukan dengan menelaah apakah
tertinggi di NTT, di bawah Kabupaten Timor
kebijakan tersebut inovatif berdasarkan indikasi
Tengah Selatan (122.490 jiwa). Berangkat dari
pemenuhan unsur kebaruan dan unsur keber-
sejumlah persoalan sosial ekonomi tersebut,
manfaatan bagi masyarakat luas. Selanjutnya
maka pemerintah daerah pada masa kepemim-
analisis kebijakan dilakukan dengan mengguna-
pinan Bupati Markus Dairo Talu (MDT) dan
kan metode PETS Analysis untuk menggam-
Wakil Bupati Ndara Tanggu Kaha tahun 2014-
barkan kondisi-kondisi yang mempengaruhi
2019 menggulirkan Kebijakan “Revolusi
sebuah kebijakan maupun yang muncul
Pertanian” sebagai ujung tombak membangun
karenanya. Analisis PETS ini mengkaji secara
ekonomi pertanian Kabupaten SBD. Bagai-
mendalam empat faktor besar pokok terhadap
mana kebijakan ini dikembangkan dan diim-
sebuah proposal kebijakan publik, yaitu faktor
plementasikan pada masyarakat subsisten, serta
politik, ekonomi, teknologi dan sosial (Badjuri
bagaimana dampaknya terhadap ekonomi
dan Yuwono, 2003). Hal tersebut didasarkan
masyarakat SBD yang menghadapi problem
atas pemahaman bahwa implementasi suatu
kemiskinan menjadi sebuah topik yang menarik
kebijakan atau program tidak dilaksanakan
untuk dikaji. Kekurangan maupun kelebihan
dalam suatu ruang yang kosong karena di
kebijakan ini diharapkan akan menjadi
dalamnya berbagai faktor yang antara lain
pembelajaran yang berharga bagi pembangunan
kondisi geografis, sosial, ekonomi, dan politik
Kabupaten SBD ke depan maupun sebagai
memiliki kontribusi yang penting (Hidayat,
pengetahuan bagi daerah-daerah lain dalam
2017). Pembahasan faktor-faktor PETS
memajukan daerahnya masing-masing.
analysis dalam tulisan ini tidak akan dipisahkan

160
AGRIC Vol. 31, No. 2, Desember 2019: 159-176

secara khusus dengan pertimbangan bahwa banyak dilakukan, namun demikian untuk Pulau
faktor-faktor tersebut saling terkait satu dengan Sumba khususnya Kabupaten SBD relatif jarang
yang lain. Pada konteks Kebijakan Revolusi ditemui. Terkait kebijakan sektor pertanian,
Pertanian, faktor politik akan berkaitan dengan sejumlah penelitian yang pernah dilakukan antar
aspek kelembagaan kebijakan, faktor ekonomi lain :
akan berkaitan dengan kondisi ekonomi daerah  Penelitian Kesa dan Lee (2013) terhadap
dan masyarakat pada masa implementasi kebijakan sektor pertanian negara Taiwan
kebijakan, faktor teknologi akan berkaitan dalam mengelola komoditas padi. Kemajuan
dengan teknologi baru yang dikenalkan dan pertanian di Taiwan banyak dipengaruhi oleh
respon petani, sedangkan faktor sosial akan inovasi pertanian yang terus dikembangkan
berkaitan dengan budaya pertanian masyarakat melalui lembaga-lembaga penelitian di
SBD. bawah naungan kementerian pertanian. Agar
inovasi dapat diadopsi oleh petani, kemen-
TINJAUAN PUSTAKA terian pertanian melakukan program pen-
Pada masa sekarang ini, cita-cita negara untuk didikan dan promosi konsumsi beras lokal.
menyejahterakan rakyatnya mengalami ber- Sedangkan untuk mengatasi lahan yang
bagai tantangan yang semakin kompleks seperti terbatas, pemerintah Taiwan menerapkan
misalnya persoalan kemiskinan, besarnya system small land lord and big tenant.
ketimpangan antar golongan, ketimpangan  Penelitian Wiradyo et al (2018) tentang
antar wilayah, ketimpangan antar sektor, responsivitas pemilik lahan terhadap imple-
menurunnya daya dukung lingkungan dan mentasi kebijakan pengembangan lahan
sumber daya alam, hubungan antar masyarakat, pertanian di Kabupaten Merauke, Papua,
dan masih banyak lagi persoalan-persoalan memperlihatkan bahwa pengolaham lahan
yang lain. Nugroho (2014) mengungkapkan pertanian diperhadapkan dengan keter-
bahwa sebenarnya semua negara menghadapi batasan sumber daya manusia, sumber daya
masalah yang relatif sama, yang berbeda adalah air dan kondisi tanah sehingga produktivitas
bagaimana respon terhadap masalah tersebut. padi per hektar menjadi rendah.
Respon ini yang disebut sebagai kebijakan  Penelitian Dewi (2014) terhadap Kebijakan
publik. Kebijakan publik oleh Dye (2013) Pertanian di Indonesia memperlihatkan
didefinisikan sebagai whatever governments bahwa seringkali kebijakan pertanian yang
choose to do or not to do. Kebijakan yang dikeluarkan oleh pemerintah tidak ber-
diusulkan tersebut ditujukan untuk meman- sahabat dengan petani dan justru semakin
faatkan potensi sekaligus mengatasi hambatan memarginalkan mereka seperti salah satunya
yang ada dalam rangka mencapai tujuan kebijakan impor beras yang ditempuh untuk
tertentu. menekan laju inflasi tetapi di sisi lain petani
Penelitian tentang kebijakan bidang pertanian dikorbankan karena harga jual gabah terlalu
baik di dalam negeri maupun di luar negeri telah murah.

161
Tantangan Kebijakan Pembangunan Pertanian Dalam Masyarakat Subsisten (Damar Waskitojati, dkk.)

 Analisis terhadap Kebijakan Alih Fungsi berasal dari berbagai disiplin – misalnya
Lahan Pertanian ke Non Pertanian di Kabu- sosiologi, politik, ekonomi, administrasi publik,
paten Klaten (2013-2016) yang dilakukan psikologi sosial dan antropologi – kemudian
oleh Fattah dan Purnomo (2018) ini meng- digunakan untuk menginterprestasikan sebab-
gunakan 4 dari 18 faktor keberhasilan sebab dan akibat-akibat (Wahab, 2008). Salah
implementasi kebijakan menurut Giacchino satu metode yang dapat digunakan untuk
dan Kakabadse (2003) yaitu komunikasi, melakukan analisis kebijakan adalah PETS
sumber daya, disposisi, dan struktur biro- (Politics, Economics, Technology, and Social)
krasi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa analysis. Menurut Badjuri dan Yuwono (2003),
kebijakan belum berjalan dengan optimal pendekatan ini merupakan kritik terhadap
dikarenakan kurangnya pengendalian dan pendekatan yang hanya menilai sebuah
pengawasan oleh pemerintah di lapangan. kebijakan dari untung ruginya secara ekonomis
 Penelitian Supriadi (2008) tentang Strategi atau kuantitatif. Pada kebijakan-kebijakan
Kebijakan Pembangunan Pertanian di yang berdampak kepada nilai-nilai budaya
Papua Barat menunjukkan bahwa potensi masyarakat akan sulit jika hanya dianalisis
lahan untuk pertanian seluas 2,7 juta Hektar, secara kuantitatif atau secara ekonomis semata
baru dimanfaatkan sekitar 33 persen. karena kompleksitas yang dimiliki. Oleh
Kelemahan yang paling mendasar di Papua karenanya dibutuhkan pendekatan yang
Barat adalah terbatasnya jumlah dan kualitas memiliki kemampuan melihat lebih luas seperti
sumber daya manusia pertanian serta yang dimiliki oleh pendekatan analisis PETS.
dukungan infrastruktur. Dari proses analisis kebijakan, maka diharap-
Di dalam pengembangan kebijakan publik, kan diperoleh pengetahuan tentang sebab,
analisis kebijakan mempunyai peranan yang akibat, dan kinerja kebijakan yang dapat
sangat penting untuk mendapatkan kebijakan menjadi dasar bagi pengembangan kebijakan
yang tepat. Hal ini karena sektor publik memiliki baru maupun perbaikan kebijakan yang sudah
resiko yang lebih tinggi untuk menghadapi ada. Terkadang kebijakan yang dibuat oleh
masalah-masalah yang tidak dapat diprediksi pemerintah daerah tidak dapat mengatasi
sebelumnya (Indiahono, 2009). Analisis kompleksitas permasalahan yang ada sehingga
Kebijakan sendiri merupakan aktivitas membutuhkan modifikasi, terobosan, ataupun
menciptakan pengetahuan tentang dan dalam inovasi agar kebijakan dapat secara tepat
proses pembuatan kebijakan (Dunn, 1999). mengatasi persoalan yang ada. Perubahan
Dari pengertian tersebut, analisis kebijakan strategis kebijakan publik sebagai bentuk nyata
dapat dilakukan pada saat suatu kebijakan dari inovasi hendaknya dimaknai sebagai salah
dirumuskan (retrospektif) maupun ketika satu preferensi agar kebijakan publik mem-
kebijakan tersebut telah diimplementasikan atau punyai nilai kebaruan dan kebermanfaatan bagi
telah berakhir (prospektif). Di dalam proses masyarakat secara luas (Sururi, 2016).
analisis kebijakan, beragam gagasan yang

162
AGRIC Vol. 31, No. 2, Desember 2019: 159-176

HASIL DAN PEMBAHASAN dan juga beberapa hewan ternak seperti babi
Konsep Kebijakan Revolusi Pertanian atau kerbau. Sebagai tuan rumah, beban
tersebut tentunya lebih besar sehingga perolehan
Kebijakan Revolusi Pertanian merupakan hasil pertanian seringkali tidak sebanding
kebijakan yang dikeluarkan oleh pemerintah dengan besarnya kebutuhan dan pada akhirnya
Kabupaten SBD pada masa kepemimpinan menempatkan petani dalam jerat kemiskinan.
Bupati Markus Dairo Talu dan Wakil Bupati Berangkat dari persoalan-persoal-an tersebut,
Ndara Tangu Kaha (2014-2019) untuk mem- maka Pemerintah Daerah Kabupaten SBD
bangun ekonomi pertanian masyarakat. Sebagai merasa perlu adanya perubahan secara besar-
orang yang terlahir dari keluarga petani dan besaran di bidang pertanian dan dilakukan
kerap membantu di ladang, bupati melihat dan dalam waktu yang cepat, yang mana sering
merasakan bahwa produktivitas para petani diidentikkan dengan sebuah revolusi. Hal
masih rendah karena pertanian di Kabupaten tersebut sesuai yang dikatakan oleh Baharuddin
SBD masih dikelola secara tradisional. Potensi (2015) bahwa perubahan sosial budaya terjadi
lahan pertanian yang masih luas (0,5 – 3 Ha karena beberapa faktor di antaranya komuni-
untuk di daerah Kecamatan Kota Tambolaka kasi cara dan pola pikir masyarakat; faktor
(ibukota kabupaten) dan lebih dari 3 Ha di internal lain seperti perubahan jumlah penduduk,
daerah-daerah seperti Kodi, Loura, dan penemuan baru, terjadinya konflik atau revolusi;
Wewewa) baru sedikit yang digarap oleh dan faktor eksternal seperti bencana alam dan
pemiliknya. Padahal jika belajar dari kajian perubahan iklim, peperangan, dan pengaruh
yang dilakukan oleh Prihtanti (2014), semakin kebudayaan masyarakat lain.
luas lahan usahatani padi, maka semakin kecil
Implementasi Kabijakan Revolusi Pertanian
risiko yang dihadapi, dilihat dari koefisien variasi
produksi. a. Pembukaan lahan tidur
Salah satu program dalam kebijakan Revolusi
Rendahnya tingkat produksi petani dirasakan Pertanian yang cukup menonjol hingga menjadi
menjadi masalah besar karena sebagian besar pemberitaan media-media lokal di kawasan
masyarakat Kabupaten SBD memikul beban NTT adalah pembukaan lahan tidur secara
ekonomi yang tinggi dengan adanya berbagai besar-besaran. Program ini menyasar lahan-
acara adat seperti kematian, pesta adat, maupun lahan tidur milik petani yang terletak di satu
acara kawin memawin sebagai praktik budaya hamparan luas (kolektif) maupun juga lahan tidur
yang masih kuat mengakar dalam kehidupan yang letaknya terpisah. Sejauh ini, program
masyarakat. Dalam satu bulan saja bisa pembukaan lahan tidur sudah dilaksanakan di
berlangsung 5-6 kali acara adat yang dihadiri Kecamatan Loura, yaitu pada tahun 2016
oleh masyarakat SBD, dan untuk sekali datang seluas 4000 Ha dan direncanakan kembali pada
minimal membawa kain tenun seharga tahun 2017 seluas 600 Ha. Kendala yang kerap
Rp150.000,00 yang terkadang dibawa bersama muncul dalam pelaksanaannya adalah adanya
bahan-bahan makanan seperti padi, gula, kopi, perbedaan pemahaman antar pelaksana kebijak-

163
Tantangan Kebijakan Pembangunan Pertanian Dalam Masyarakat Subsisten (Damar Waskitojati, dkk.)

an terkait kapasitas kegiatan pembukaan lahan c. Pemurnian Varietas Padi Gogo Parewangi
tidur yang akan membawa konsekuensi biaya2. Kodi
Hal tersebut menyebabkan eksekusi program Salah satu program penerapan teknologi
menjadi tertunda. Padahal program pembukaan pertanian di dalam Kebijakan Revolusi Pertanian
lahan tidur menuntut ketepatan waktu karena adalah program sertifikasi dan pemurnian benih
faktor ketergantungan terhadap hujan. varietas padi lokal yaitu Padi Gogo Parewangi
b. Mekanisasi Pertanian (Traktorisasi) Kodi yang terkenal karena mempunyai batang
Di dalam kebijakan Revolusi Pertanian, yang tinggi, tahan hama, dan mempunyai aroma
mekanisasi dalam pertanian juga menjadi yang harum. Program ini dilatarbelakangi oleh
konsep yang cukup menonjol. Penggunaan kondisi bahwa selama ini bantuan bibit padi
berbagai alat bantu pertanian yang cukup ladang yang diperoleh oleh para petani
modern seperti traktor, power treser, mesin merupakan jenis padi ladang dari luar daerah
giling, hand sprayer, dll dimaksudkan untuk yang kurang cocok dengan kondisi Kabupaten
meningkatkan produktivitas pertanian yang SBD, sedangkan di sisi yang lain, Kabupaten
selama ini terkendala oleh kemampuan petani SBD memiliki varietas padi lokal yang baik.
dalam mengolah lahan. Selama masa kepemim- Dengan adanya sertifikasi ini maka diharapkan
pinan Bupati Markus Dairo Talu, telah terjadi padi Parewangi Kodi menjadi varietas berskala
peningkatan yang cukup signifikan dalam hal nasional yang dapat dijual ke luar daerah dan
ketersediaan Alat Mesin Pertanian (alsinta), sekaligus menjadi jenis padi bantuan kepada
seperti misalnya kepemilikan traktor besar yang petani SBD. Upaya ini sampai dengan bulan
dulunya berjumlah hanya 4 buah, kini telah Oktober 2017 belum berhasil dilakukan karena
meningkat menjadi 21 buah. Sedangkan untuk ketidaksabaran para petani untuk menyisihkan
hand tractor, telah ada lebih dari sekitar 300 hasil panen untuk dijadikan benih dan juga
buah yang dibagikan kepada para petani. Program kesediaan untuk menyisihkan sebagian lahannya
bantuan alsinta secara gratis tersebut meskipun untuk secara tetap dan berkelanjutan menjadi
belum dapat secara signifikan meningkatkan lahan pembibitan.
kemampuan petani untuk mengolah lahan yang d. Pengembangan Pertanian Holtikultura
lebih luas, tetapi telah menjadikan pola pengolahan Penerjemahan kebijakan Revolusi Pertanian
tanah oleh para petani menjadi lebih baik. Salah khususnya di bidang Holtikultura adalah swa-
satu contohnya adalah menurunnya penggunaan sembada sayuran dan buah-buahan. Pengem-
herbisida untuk membersihkan lahan karena bangan holtikultura dimaksudkan untuk mening-
dengan hand tractor hal tersebut dapat dilaku- katkan pendapatan petani dan ketahanan pangan
kan dengan lebih mudah dan ramah lingkungan. masyarakat, serta melepaskan ketergantungan
produk holtikultura dari luar pulau yang me-

2
Program pembukaan lahan tidur membutuhkan biaya yang cukup besar karena segala kebutuhan petani
disediakan oleh pemerintah daerah mulai dari operasional pembersihan dan pengolahan lahan, penyediaan
bibit, hingga penyediaan pupuk.

164
AGRIC Vol. 31, No. 2, Desember 2019: 159-176

nyebabkan instabilitas harga ketika musim umbi-umbian menjadi perdagangan hasil


ombak terjadi. Selain memberikan berbagai perkebunan ketika menghadapi paceklik.
bantuan yang mendukung pertanian holtikultura
Program peningkatan produksi Biji Mete
kepada petani, pemerintah juga mengenalkan
dilakukan dengan memberikan pemahaman
analisa usaha tani agar petani tertarik untuk juga
kepada petani cara penanaman dan peme-
mengembangkan holtikultura di samping per-
liharaan tanaman Jambu Mete yang baik yaitu
tanian tanaman pangan. Tantangan terbesar di
dengan penjarangan dan pemangkasan. Upaya
dalam pengembangan pertanian holtikultura
ini menghadapi tantangan karena pada saat yang
adalah merubah cara pandang dan memelihara
bersamaan muncul wabah hama ulat kipat yang
konsistensi para petani dalam menanam holti-
secara cepat merusak tanaman para petani. Dan
kultura. Inkonsistensi yang terjadi pada sebagian
lagi-lagi persoalan ketiadaan modal usaha tani
petani holtikultura dipengaruhi beberapa faktor
dan lambatnya bantuan pemerintah menyebab-
seperti: (1) kesolidan kelompok tani; (2) petani
kan para petani tidak berdaya. Selain perbaikan
merasa pertanian lebih rumit dibandingkan
pola tanam, pemerintah daerah juga mengem-
pertanian tanaman pangan; dan (3) belum
bangkan unit pengolahan Biji Mete untuk mem-
adanya jaminan kontinuitas pemasaran karena
berikan nilai tambah hasil panen petani. Meski
rendahnya permintaan dari lokal SBD sendiri,
demikian, hal tersebut tidak serta merta menarik
serta struktur Dinas Pertanian yang kurang
perhatian para petani Jambu Mete yang cen-
mendukung pemasaran3 dan masih terfokus
derung lebih memilih menjual hasil panen secara
hanya pada peningkatan produksi saja.
langsung karena dirasa lebih cepat dan lebih
e. Peningkatan hasil perkebunan dan Pengolahan mudah dibandingkan pemasaran produk olahan
hasil di toko-toko yang kadang tidak menentu
Kebijakan Revolusi Pertanian di dalam bidang tingkat penjualannya.
perkebunan salah satunya diwujudkan dalam f. Pemberdayaan kelembagaan petani
peningkatan produksi Biji Mete dan pening-
Di dalam Kebijakan Revolusi Pertanian,
katan unit pengolahannya. Biji Mete merupakan
pemerintah berupaya meningkatkan jumlah dan
komoditas unggulan di bidang perkebunan
kapasitas kelompok tani karena diharapkan
Kabupaten SBD karena mempunyai luas tanam
melalui kelembagaan kelompok tani maka
tertinggi (11.093 Ha) dan tingkat produksi
petani akan lebih mandiri. Dorongan pem-
tertinggi (5.651 Ton) jika dibandingkan komo-
bentukan kelompok tani yang dilakukan para
ditas perkebunan yang lain4. Bagi sebagian
penyuluh lapangan diperkuat dengan kebijakan
masyarakat SBD, kehadiran tanaman Jambu
pemerintah daerah yang menyalurkan bantuan
Mete pada tahun 1991 telah membawa perubahan
baik permodalan maupun alsinta hanya melalui
pola hidup yaitu dari keluar masuk hutan mencari
3
Pada bulan Mei 2017, struktur kelembagaan pemasaran di Dinas Pertanian mulai dirubah dengan
menghilangkan bidang pemasaran dan melekatkan fungsi tersebut di setiap bidang (tanaman pangan,
holtikultura, dan perkebunan) dengan harapan kurangnya informasi produk dapat teratasi
4
Data BPS Kabupaten Sumba Barat Daya Tahun 2017

165
Tantangan Kebijakan Pembangunan Pertanian Dalam Masyarakat Subsisten (Damar Waskitojati, dkk.)

kelompok tani. Hal tersebut memang kemudian kondisi pangan nasional Indonesia dari
meningkatkan permintaan pengukuhan kelom- pengimpor beras menjadi swasembada beras
pok tani. Namun demikian, proses pembentuk- (Mardimin et al, 2009). Akan tetapi dalam
an yang instan, menggunakan pendekatan top perjalanannya ada sejumlah dampak negatif
down dan juga kurang memanfaatkan institusi yang muncul seperti: bibit unggul yang diberikan
sosial informal yang sudah ada di tengah oleh pemerintah tidak tahan terhadap hama,
masyarakat adat SBD menyebabkan kelompok penyeragaman tanaman dan pola pertanian
tani cenderung kurang solid yang terindikasi dari menyebabkan petani kehilangan kreatifitas dan
sejumlah hal seperti: tidak adanya pertemuan kemampuan bertahan hidup, kerusakan ling-
rutin anggota yang kurang aktif (datang hanya kungan karena pemakaian pupuk kimia maupun
saat pembagian bantuan) atau antara anggota pestisida, mekanisasi pertanian yang meminggir-
dan pengurus tidak saling mengenal sehingga kan buruh tani, dan masih banyak dampak
muncul kecurigaan-kecurigaan dalam penge- negatif yang menyertai kebijakan tersebut.
lolaan bantuan, dan sebagainya. Sedangkan di
Di satu sisi, corak Kebijakan Revolusi Pertanian
sisi yang lain, prasyarat penyaluran bantuan
Kabupaten SBD mempunyai kemiripan dengan
melalui kelompok, tanpa disadari telah membuat
Revolusi Hijau dalam hal landasan berpikir
para petani berpikir sempit dan pragmatis
bahwa persoalan kemiskinan dan pembangunan
tentang keberadaan kelompok tani yaitu
harus diselesaikan dengan peningkatan produksi
sekedar sarana untuk mendapatkan bantuan
pertanian. Akan tetapi di dalam penjabarannya
dari pemerintah.
ada sejumlah perbedaan misalnya tidak adanya
Inovasi Kebijakan Revolusi Pertanian desakan untuk penyeragaman tanaman kepada
Dalam Sebuah Analisis Kebijakan para petani di dalam Kebijakan Revolusi Pertani-
Setelah menelusuri jejak Kebijakan Revolusi an. Sebaliknya, para petani dibebaskan untuk
Pertanian mulai dari perumusan, implementasi, memilih jenis tanaman pangan yang ditanam,
hingga indikasi perubahan yang terjadi, apakah dan juga adanya dorongan untuk menanam
kebijakan tersebut bisa dikatakan sebuah produk-produk holtikultura serta juga umbi-
inovasi ? Berdasarkan pemaknaan oleh Sururi umbian agar terjadi diversifikasi pangan yang
(2016), inovasi haruslah memenuhi dua unsur mendukung ketahanan pangan. Selain itu,
yaitu kebaruan dan kebermanfaatan bagi pemerintah daerah juga memilih mengembang-
masyarakat secara luas. Bagi bangsa Indonesia, kan benih varietas lokal dibandingkan meng-
revolusi di bidang pertanian bukanlah hal yang gunakan benih unggul dari luar, serta mengem-
baru karena Indonesia sendiri telah mempunyai bangkan pupuk organik untuk memelihara
pengalaman melalui Revolusi Hijau pada rentang kesuburan tanah. Perbedaan-perbedaan tersebut
waktu antara tahun 1970 – 1990. Kebijakan tentunya menumbuhkan harapan bahwa dampak
ini benar-benar membawa perubahan besar bagi negatif Revolusi Hijau tidak terulang kembali.
bangsa Indonesia. Dalam jangka waktu yang Dalam konteks Kabupaten SBD sendiri, bisa
tidak lama, Revolusi Hijau berhasil mengubah dikatakan bahwa Kebijakan Revolusi Pertanian

166
AGRIC Vol. 31, No. 2, Desember 2019: 159-176

merupakan suatu konsep pembangunan per- sebagai berikut : “Jika petani tidak mau garap
tanian yang baru. Konsep kebijakan ini juga lahan tidur, maka pemerintah yang akan garap
berbeda dengan kebijakan bupati sebelumnya dan petani tinggal menanam saja. Namun jika
(Kornelis Kodi Mete). Bukan hanya sekedar petani masih tidak mau tanam, maka pemerintah
mengganti nama, melainkan juga memiliki pen- yang akan tanam dan petani tinggal panen saja,
dekatan yang berbeda. Jika Kebijakan Good asal tidak malu hati saja”. Hal tersebut merupa-
dan Gool yang diusung oleh Bupati Kornelis Kodi kan strategi untuk menumbuhkan perasaan tidak
Mete mengedepankan proses partisipatif dalam enak hati sehingga akhirnya tergerak untuk
menggerakkan petani untuk mengolah lahan, menggarap lahan yang telah dibuka oleh peme-
maka dalam Kebijakan Revolusi Pertanian ala rintah. Strategi yang lain adalah menggunakan
Bupati Markus Dairo Talu proses yang terkesan contoh/keteladanan bupati yang sering turun
panjang dan membutuhkan kesabaran tersebut sendiri menggarap lahan tidur menggunakan
diterobos dengan gebrakan pembukaan lahan traktor besar, dan seremoni panen raya di bekas
tidur secara besar-besaran yang dikerjakan lahan tidur yang telah dibuka untuk menumbuh-
oleh pemerintah daerah. Hal tersebut dilandasi kan keyakinan para petani. Meski sering men-
oleh pemikiran bahwa petani Kabupaten SBD dapatkan kritik karena luasan panen raya terlalu
adalah petani subsisten yang mempunyai karak- kecil untuk sebuah kebijakan yang sifatnya
ter mendahulukan selamat dan enggan mengam- revolusioner, akan tetapi kegiatan-kegiatan
bil risiko, sehingga diperlukan sebuah dorongan seperti itu dapat menjadi contoh bahwa lahan
yang intensif, masif dan disertai contoh/bukti yang diolah dengan baik akan menghasilkan
keberhasilan terlebih dulu baru mau berubah. panen yang berlimpah.

Oleh karena itu dalam pelaksanaan program Perbedaan Kebijakan Revolusi Pertanian
pembukaan lahan tidur penekanan secara halus dengan kebijakan sebelumnya juga terlihat
terkadang dilakukan melalui sebuah ungkapan dalam hal bantuan alsinta. Berbeda dengan

Tabel 1 Perbandingan Kebijakan Pembangunan Kabupaten SBD


Kornelis Kodi Mete (2009 – 2013) Markus Dairo Talu (2014 – 2019)
Pertanian merupakan bagian dari Misi ketiga Pertanian yang utama (misi 1)
(pendidikan dan kesehatan yang utama)
Slogan “Good dan Gool” (gerakan olah desa Kebijakan Revolusi Pertanian
dan gerakan olah lahan)
Gerakan agar masyarakat menggarap lahan Meningkatkan produksi pertanian dengan
dan jangan lengah ketika mulai memasuki gerakan membuka lahan tidur dan
musim hujan mekanisasi pertanian
Pengadaan alsinta secara swadaya Bantuan alsinta dibagikan secara gratis
(masyarakat mengangsur kepada pemerintah)
Aparatur pemerintah sebagai motivator Aparatur pemerintah sebagai pelaksana
(mengingatkan untuk menggarap lahan ketika kegiatan (mengerjakan pembukaan lahan
hujan mulai turun) tidur)
Petani aktif Petani pasif

167
Tantangan Kebijakan Pembangunan Pertanian Dalam Masyarakat Subsisten (Damar Waskitojati, dkk.)

Kebijakan Good dan Gool yang memberikan adalah fenomena El Nino yang memicu musim
bantuan keringanan angsuran pembelian alsinta, kemarau yang lebih panjang dan munculnya
di dalam Kebijakan Revolusi Pertanian bantuan hama penyakit. Sehingga dalam konteks
alsinta dibagikan secara gratis kepada para Kabupaten SBD, upaya peningkatan luas lahan
petani. Pembagian bantuan alsinta secara gratis usaha tani yang merupakan sasaran Kebijakan
dan dalam jumlah yang besar diharapkan dapat Revolusi Pertanian tidak serta merta meningkat-
segera meningkatkan produktivitas secara kan produksi karena karakter pertanian SBD
signifikan. Sebagai petani subsisten yang sangat mempunyai tingkat kerentanan yang tinggi.
rentan terhadap kegagalan panen, bantuan
Terlepas dari belum adanya peningkatan pro-
cuma-cuma akan dapat “melepaskan kera-
duktivitas dari sektor tanaman pangan, namun
guannya” untuk menerapkan teknologi baru
perekonomian daerah pada masa kepemimpin-
yang diintroduksi (Yudiarini, 2011).
an Bupati Markus Dairo Talu telah menampak-
Jika dilihat dari segi output Kebijakan Revolusi kan tren yang positif dan meningkat dari tahun
Pertanian, nampak bahwa telah ada indikasi ke tahun (lihat Tabel 3). Tetapi catatan terhadap
perubahan dalam hal peningkatan luas tanam hal itu adalah berbagai peningkatan tersebut
sawah dan ladang untuk pertanian yang sejalan bukanlah disumbangkan oleh kategori Pertanian,
dengan peningkatan luas panen. Meski demikian, Kehutanan, dan Perikanan, melainkan oleh
peningkatan luas tanam dan luas panen tidak peningkatan kontribusi kategori administrasi
selalu linear dengan peningkatan produksi. pemerintahan, pertahanan, dan jaminan sosial
Pada Tabel 2 terlihat bahwa produksi tanaman wajib; kategori perdagangan besar dan eceran;
pangan mengalami fluktuasi dari tahun ke tahun. reparasi mobil, dan sepeda motor; serta kategori
Salah satu faktor penyebab penurunan produksi industri pengolahan.

Tabel 2 Perkembangan Luas Panen, Rata-rata Produksi, Produksi Tanaman Pangan


(2015-2017)
Rata-rata
Luas Tanam Luas Panen Produksi
Produksi
Tahun
Reali- Target Pertum- Target Ton/ Pertum- Pertum- Target
Hektar Ton
sasi RPJMD buhan RPJMD Ha buhan buhan RPJMD
Padi Sawah
2015 7678 8820 7.720 -7.49 7938 3.80 -0.90 29.336 -8.32 38.102
2016 9623 8825 8.283 7.29 7943 4.04 6.36 33.476 14.11 38.918
2017 - 8831 8.458 2.11 7948 3.88 -4.04 32.801 -2.02 39.740
Padi Ladang
2015 12.912 15000 14.318 -1.72 14.850 2.60 -9.65 37.226 -11.20 32.670
2016 16.599 15300 14.339 0.15 15.147 2.82 8.55 40.468 8.71 37.868
2017 - 15601 18.704 30.44 15,445 1.93 -31.54 36.141 -10.69 46.335
Jagung
2015 24.647 30500 25.329 -16.28 30.195 3.60 -2.10 91.184 -18.04 18.702
2016 34.987 30600 29.702 17.26 30.294 3.68 2.15 109.226 19.79 115.117
2017 - 30700 34.241 15.28 30.393 2.93 -20.36 100.281 -8.19 118.533
Sumber: diolah dari data BPS 2017, data perkembangan luas panen Dinas Pertanian, dan RPJMD 2014 - 2019

168
AGRIC Vol. 31, No. 2, Desember 2019: 159-176

Peningkatan yang terjadi di kategori perdagangan Sedangkan terhadap upaya penanggulangan


besar dan eceran lebih banyak dipengaruhi oleh masalah kemiskinan yang menjadi salah satu
berkembangnya toko-toko grosir yang menjual latar belakang munculnya Kebijakan Revolusi
barang-barang dari luar Kabupaten SBD Pertanian, terlihat bahwa implementasi kebijak-
dibandingkan produk-produk lokal. Hal an ini belum mampu melepaskan masyarakat
tersebut tidak terlepas dari kondisi-kondisi Kabupaten SBD dari jerat kemiskinan. Tinggi-
seperti menurunnya produksi Biji Mete yang nya angka kemiskinan dalam Tabel 4 memper-
menjadi andalan komoditas perdagangan lihatkan bahwa implementasi kebijakan ini
dikarenakan serangan hama ulat kipat, serta dalam waktu yang relatif singkat sesuai karak-
juga pola ekonomi pertanian masyarakat yang teristik sebuah revolusi, belum dapat mengatasi
subsisten (berorientasi pemenuhan kebutuhan sejumlah permasalahan seperti rendahnya
konsumsi sehari-hari)5. Meski sangat diminati, produksi pertanian masyarakat, kerentanan
namun beras lokal hanya tersedia di pasar pada pertanian subsisten terhadap perubahan iklim,
saat panen yaitu bulan April – Mei, dan itupun jerat hutang akibat pesta adat, dan lain sebagai-
pedagang hanya bisa memperoleh 2 Ton/tahun nya yang berpotensi menyumbang pada tinggi-
untuk diperjualbelikan. Berbeda halnya ketika nya angka kemiskinan dalam konteks masya-
memperdagangkan komoditas beras dari Bima rakat SBD. Kondisi tersebut memperlihatkan
yang mana setiap bulan pedagang bisa menjual bahwa Kebijakan Revolusi Pertanian belum
hingga 3 Ton beras. Jika boleh memilih, meski dapat memenuhi syarat kebijakan inovatif berupa
harga beli lebih tinggi (beras lokal = 7500/Kg, kebermanfaatan bagi masyarakat secara luas.
beras Bima = 7000/Kg), pedagang lebih
memilih menjual beras lokal yang tidak Mengapa Tidak Signifikan ?
membutuhkan biaya pengangkutan. Setelah berjalan lebih kurang lebih 2,5 tahun
(2015 - pertengahan 2017), banyak pihak

Tabel 3 Indikator Perekonomian Kabupaten SBD (2015-2017)

Sumber: Diolah dari data BPS 2017

5
Berdasarkan data Operasional Karantina Pelabuhan Waikelo SBD 2015-2017 periode bulan Januari - Oktober
tercatat pengiriman Biji Mete ke luar pulau sebagai berikut : 7.013 Ton pada tahun 2015, 3.994 pada tahun
2016, 3.651 pada tahun 2017

169
Tantangan Kebijakan Pembangunan Pertanian Dalam Masyarakat Subsisten (Damar Waskitojati, dkk.)

Tabel 4 Angka Kemiskinan Kabupaten SBD (2015 - 2017)

Sumber: Data BPS 2017

menilai bahwa Kebijakan Revolusi Pertanian banyak menggunakan teknologi pertanian


ini belum membawa perubahan yang berarti modern. Namun demikian, merubah cara
bagi perekonomian masyarakat Kabupaten pandang dan budaya pertanian masyarakat
SBD khususnya para petani. Dari uraian SBD bukanlah perkara mudah karena pola
sebelumnya mengenai implementasi kebijakan, pertanian yang baru belum memberikan jaminan
sejumlah program di dalam Kebijakan Revolusi keberhasilan peningkatan ekonomi keluarga.
Pertanian nampak mengalami kendala-kendala Selain itu tenaga, waktu dan dana yang dibutuhkan
yang dapat dikelompokkan menjadi 2 tantangan untuk implementasi pola-pola pertanian baru
utama, yaitu: (1) tantangan karakteristik per- yang lebih baik banyak terserap dalam berbagai
tanian subsisten; dan (2) tantangan lemahnya macam praktik budaya yang masih hidup di
pelembagaan kebijakan. tengah masyarakat.

Di Kabupaten SBD, sebagian besar petani masih Terhadap tantangan sulitnya merubah cara
menerapkan pola pertanian subsisten yang pandang petani, pemerintah daerah juga telah
serupa dengan ciri-ciri yang diungkapkan oleh berupaya memperbaiki sistem penyuluhan
Scott (1976) sebagai berikut: pertanian tanaman melalui restrukturisasi bidang penyuluhan dari
pangan, bertani secara tradisional untuk meme- yang sebelumnya di bawah Dinas Ketahanan
nuhi kebutuhan pangan keluarga6, mendahulu- Pangan ke Dinas Tanaman Pangan, Holtikultura,
kan selamat, serta tidak mau mengambil risiko. dan Perkebunan. Hal itu dimaksudkan agar
Oleh karenanya dalam menerima sebuah inovasi, koordinasi dengan bidang-bidang pertanian
petani butuh diyakinkan terlebih dahulu seperti tanaman pangan, holtikultura dan
mengenai kecilnya risiko dan besarnya keber- perkebunan akan lebih baik. Tetapi pada kenya-
hasilan melalui bukti-bukti yang kuat. Strategi taannya hal tersebut tidak banyak berdampak
Kebijakan Revolusi Pertanian untuk meningkat- positif kepada para petani karena tidak diikuti
kan perekonomian masyarakat melalui pening- dengan peningkatan jumlah penyuluh pertanian7.
katan produksi pertanian, secara tidak langsung Akibatnya satu orang penyuluh harus merang-
juga mensyaratkan perubahan cara pandang dan kap 2 sampai 3 desa sedangkan di sisi lain dana
budaya pertanian masyarakat dari pertanian operasional sebesar Rp. 830.000,00 tidak
subsisten menjadi pertanian komersial yang sebanding dengan kondisi-kondisi seperti jarak
6
Kebutuhan konsumsi pangan keluarga yang beranggotakan 5-7 orang rata-rata adalah 2 ton beras dalam satu
tahun. Kurang dari jumlah itu masih bisa mencukupi asalkan mempunyai persediaan jagung. Mereka akan
menjual hasil panennya jika hasil panen berlebih ataupun ketika muncul kebutuhan yang mendadak.
7
Berdasarkan data Dinas Tanaman Pangan, Holtikultura, dan Perkebunanan, Kabupaten SBD tercatat hanya
memiliki penyuluh sebanyak 79 orang pada tahun 2016 dan kemudian turun menjadi 78 orang pada tahun
2017. Jumlah tersebut bisa dikatakan kecil jika dibandingkan banyaknya desa yang berjumlah 175 (173 desa
dan 2 kelurahan) dan jumlah kelompok tani yang mencapai 1421 kelompok.

170
AGRIC Vol. 31, No. 2, Desember 2019: 159-176

antar desa yang berjauhan, banyak jalan yang praktik budaya yang telah berjalan secara turun
masih sulit dilalui, serta juga berbagai kebutuhan temurun, melainkan lebih kepada pengaturan
para penyuluh untuk membeli bahan bakar, waktu pelaksanaan agar tidak terlalu sering dan
servis kendaraan, penyiapan materi penyuluhan lebih sederhana sesuai dengan praktik aslinya
dan juga biaya sosial (sirih pinang) untuk di masa lalu. Draft peraturan daerah yang telah
pendekatan ke masyarakat. Sehingga jarangnya disusun belum berlanjut prosesnya karena
bertemu penyuluh merupakan keluhan yang mempertimbangkan situasi politik Kabupaten
kerap diungkapkan oleh para petani meski SBD yang kemudian melangsungkan pilkada
peran penyuluh sangatlah besar karena tidak pada tahun 2018. Aktor-aktor politik cenderung
saja mendampingi para petani tetapi mereka menghindari wacana tersebut karena pember-
juga adalah penyalur bantuan pemerintah yang lakuan pembatasan pesta adat ditakutkan akan
sangat diharapkan oleh petani. mengurangi dukungan di dalam Pilkada karena
Relasi antara budaya dan pertanian di Kabu- sebenarnya diakui ataupun tidak, para politisi
paten SBD ibarat pisau bermata dua yang di merasakan pentingnya pesta adat sebagai media
satu sisi memberi makna akan pentingnya mengumpulkan dukungan utamanya melalui
pertanian sehingga semangat dan pengharapan ikatan tradisi saling menyumbang hewan.
masyarakat untuk bertani terus terjaga, menjadi
Sedangkan terkait kendala lemahnya kelem-
sumber pengetahuan dalam bertani, serta
bagaan Kebijakan Revolusi Pertanian yang
menjadi modal sosial untuk membangun jaring
terjadi di SBD lebih dikarenakan faktor tidak
pengaman sosial di saat krisis, tetapi di sisi yang
berjalannya fungsi tim koordinasi yang telah
lain juga bisa melemahkan pertanian ketika
pergeseran budaya menyebabkan pemborosan dibentuk oleh bupati. Di dalam implementasi
dan jerat hutang piutang sehingga petani tidak kebijakan, keberadaan lembaga koordinator
bisa menyiapkan modal usaha tani. Beberapa diperlukan untuk lebih dominan mengelola
orang telah coba melepaskan diri dari lingkaran tahapan-tahapan implementasi kebijakan.
budaya yang mahal tersebut misalkan dengan Kalau tidak ada lembaga koordinator yang jelas
tidak memberikan sumbangan dalam bentuk maka dengan sendiri tidak ada mekanisme
hewan ketika hadir dalam pesta. Tetapi tentu akuntabilitas dan kontinuitas yang berkesinam-
tidak mudah karena mereka menghadapi bungan dari sebuah proses implementasi
ancaman dikucilkan dari keluarga besar maupun kebijakan publik (Badjuri dan Yuwono, 2002).
lingkungannya. Oleh karenanya gerakan Dalam rangka pelaksanaan Kebijakan Revolusi
tersebut harus dilakukan secara masif yang Pertanian, pemerintah Kabupaten SBD melalui
diperkuat oleh sebuah landasan hukum agar SK Bupati Sumba Barat Daya Nomor : KEP/
konflik tidak terjadi secara horisontal. HK/2016 membentuk Tim Koordinasi,
Pembina Kecamatan, dan Narasumber
Sudah sejak tahun 2014, pemerintah daerah
Revolusi Pertanian Tingkat Kabupaten Sumba
telah mewacanakan pembatasan pesta adat
Barat Daya 2016. Tim ini mempunyai tugas dan
melalui sebuah Peraturan Daerah (Perda).
fungsi yang strategis seperti: a) Menghimpun,
Aturan tersebut bukan hendak menghilangkan

171
Tantangan Kebijakan Pembangunan Pertanian Dalam Masyarakat Subsisten (Damar Waskitojati, dkk.)

mencatat, dan membuat laporan perkembangan (2002) menyebutkan sejumlah alasan funda-
dan keberhasilan kegiatan Revolusi Pertanian mental mengapa koordinasi sangat penting dalam
berdasarkan laporan pembina kecamatan; b) tahapan implementasi kebijakan, sebagai berikut:
Menetapkan prioritas lingkup kegiatan Revolusi (1) agar ada kejelasan arah, tujuan dan tindakan
Pertanian; c) Mengkoordinasi dan mengendali- yang akan dilakukan berkaitan dengan imple-
kan pelaksanaan tugas Pembina Kecamatan; mentasi sebuah kebijakan publik; (2) koor-
d) Mengadakan rapat koordinasi berkala dinasi akan menumbuhkan kesatupaduan tin-
memfasilitasi upaya pemecahan masalah; e) dakan dan metode yang akan dipakai dalam
mengadakan pengendalian terhadap pelaksana- implementasi kebijakan publik; (3) koordinasi
an kegiatan; dan f) melaksanakan evaluasi pen- memungkinkan sharing of information dari
capaian hasil. Tim yang dipimpin oleh Kepala berbagai agen pelaksana kebijakan; (4) koor-
Bagian Administrasi Pembangunan Setda dinasi akan memungkinkan partisipasi dan
Kabupaten SBD tersebut tidak dapat menjalan- keterlibatan intensif dari berbagai elemen dan
kan tugas dan kewenangannya secara optimal publik; dan (5) koordinasi sangat memungkinkan
karena beberapa hal seperti : (1) Bagian Admi- pembagian pekerjaan yang jelas antara pelak-
nistrasi Pembangunan juga diberikan tanggung sana kebijakan pada tingkat manajemen pusat
jawab untuk menangani LPSE (lelang barang maupun daerah.
dan jasa), yang mana menyerap perhatian yang
Dalam konteks implementasi Kebijakan
lebih besar dikarenakan merupakan bagian yang
Revolusi Pertanian, kurangnya koordinasi antar
“berisiko tinggi”; (2) Bagian Administrasi
pelaksana kebijakan menyebabkan munculnya
Pembangunan dipimpin oleh eselon III yang
hambatan-hambatan seperti proses eksekusi
secara psikologis mengalami kesulitan untuk
pembukaan lahan tidur yang lama sedangkan
mengkoordinasikan Organisasi Perangkat
pengolahan lahan “alergi” terhadap keter-
Daerah (OPD) yang dipimpin oleh eselon II;
lambatan. Selain itu, kurangnya koordinasi me-
dan (3) di dalam organisasi pemerintahan
nyebabkan Dinas Pertanian merasa “berjalan
Kabupaten SBD terdapat 2 organisasi, yaitu
sendiri” tanpa dukungan OPD yang lain. Berbagai
Badan Perencanaan Pembangunan Penelitian
potensi yang dimiliki oleh OPD lain seperti salah
dan Pengembangan Daerah (Bappelitbangda)
satunya dana desa yang dimiliki oleh desa
dan Bagian Administrasi Pembangunan Setda,
belum digerakkan oleh Dinas Pemberdayaan
yang sama-sama memiliki fungsi koordinasi,
Masyarakat Desa (PMD) untuk mendukung sektor
monitoring, serta evaluasi sehingga menimbul-
pertanian. Padahal jika saja masing-masing desa
kan kebingungan tentang siapa yang harus
mengalokasikan sebagian dana desa untuk pe-
melakukan fungsi-fungsi tersebut.
ngembangan pertanian, dan kemudian dikon-
Tidak berjalannya fungsi-fungsi koordinasi, solidasikan serta disinergikan dengan program
monitoring serta evaluasi cukup mempengaruhi pemerintah daerah maka akan dapat memper-
proses implementasi Kebijakan Revolusi Per- luas cakupan program-program Kebijakan
tanian karena fungsi-fungsi tersebut sangatlah Revolusi Pertanian.
vital. Terkait koordinasi, Badjuri dan Yuwono

172
AGRIC Vol. 31, No. 2, Desember 2019: 159-176

Monitoring dan evaluasi juga sangat vital di metode PETS Analysis memberikan kesimpul-
dalam implementasi kebijakan karena dengan an bahwa Kebijakan Revolusi Pertanian meski
itu sebuah kebijakan akan berevolusi menjadi memenuhi unsur kebaruan, tetapi belum bisa
baik dan efisien (Badjuri dan Yuwono, 2002). dikatakan sebagai kebijakan yang inovatif
Setiap tahun, pemerintah Kabupaten SBD telah karena belum mampu menunjukkan keberman-
melakukan evaluasi, yang kemudian dipaparkan faatan bagi masyarakat luas yang berupa
di dalam dokumen Rencana Kerja Pemerintah peningkatan ekonomi dan penanggulangan
Daerah (RKPD). Namun demikian perlu kemiskinan. Karakteristik petani subsisten dan
disadari, bahwa evaluasi tersebut masih bersifat juga lemahnya pelembagaan kebijakan meru-
umum dan hasilnya berhenti pada informasi- pakan 2 tantangan utama dalam implementasi
informasi seperti produksi pertanian masih kebijakan. Karakter petani subsisten yang
rendah, belum optimalnya pemanfaatan lahan, mengutamakan selamat dan tidak mudah
dan sebagainya. Jika saja dilakukan evaluasi menerima perubahan menjadi tantangan besar
secara khusus dan mendalam terhadap imple- bagi sebuah kebijakan yang membawa berbagai
mentasi Kebijakan Revolusi Pertanian, maka macam hal baru dan menuntut adanya pe-
akan teridentifikasi faktor-faktor penyebab
rubahan pola pertanian subsisten menjadi
kendala yang muncul serta kondisi pencapaian
komersial.
outcome ketika dikaitkan dengan output dari
intervensi yang dilakukan. Ketika proses- Pendekatan revolusioner melalui gebrakan
proses tersebut tidak dijalankan, maka peme- program pembukaan lahan tidur dan pembagian
rintah daerah cenderung mendasarkan kebijak- bantuan alsinta gratis secara besar-besaran
an jangka pendeknya hanya kepada tercapai- yang dikombinasikan dengan kampanye
nya output saja, tanpa lebih lanjut berpikir soal keberhasilan panen raya dinilai sebagai salah
tercapainya outcome. Seperti yang terjadi satu pendekatan yang tepat untuk menggugah
dengan langkah pergeseran prioritas dari sektor perhatian petani terhadap pola pertanian yang
pertanian kepada sektor lainnya karena dinilai lebih baik. Akan tetapi untuk dapat merubah
target-target indikator kinerja di dalam Rencana pola pertanian masyarakat perlu adanya jaminan
Pembangunan Jangka Menengah Daerah keberlanjutan capaian program dan dampak
(RPJMD) sudah hampir tercapai, meski sebe- yang lebih besar. Pada konteks Kebijakan
narnya progress terhadap perubahan budaya Revolusi Pertanian, hal tersebut tidak terjadi
pertanian, peningkatan ekonomi masyarakat, karena faktor lemahnya kelembagaan kebijakan
maupun upaya penanggulangan kemiskinan yang berupa pendekatan program yang cende-
yang menjadi tujuan utama dari Kebijakan rung pragmatis sehingga tidak terwujud keman-
Revolusi Pertanian belum menunjukkan dirian petani serta tidak berjalannya koordinasi,
perubahan yang signifikan. monitoring dan evaluasi.
KESIMPULAN Berdasarkan kenyataan tersebut, maka pene-
Analisis kebijakan dengan menggunakan unsur- litian ini mengajukan sejumlah implikasi kebijak-
unsur dari sebuah inovasi kebijakan serta an yang diharapkan dapat menjadi pertim-

173
Tantangan Kebijakan Pembangunan Pertanian Dalam Masyarakat Subsisten (Damar Waskitojati, dkk.)

bangan para pengambil kebijakan : melakukan koordinasi antar OPD dan


- Perlu adanya sebuah road map kebijakan monitoring evaluasi secara lebih kompre-
yang memuat secara lengkap tata kelola hensif dengan mengkaitkannya dengan
kebijakan mulai dari kelembagaan kebijak- sektor-sektor pembangunan yang lain
an, pembagian peran para pelaksana kebi- sehingga terjadi keselarasan.
jakan, pembentukan lembaga koordinasi dan
skema koordinasi yang dilakukan, skema DAFTAR PUSTAKA
monitoring dan evaluasi, serta target kinerja Badjuri, Abdulkahar. dan Yuwono, Teguh.
dan outcome di setiap tahapan implementasi 2003. Kebijakan Publik: Konsep &
kebijakan sehingga dapat menjadi panduan Strategi. Universitas Diponegoro,
teknis bagi semua pelaksana kebijakan. Semarang.
- Dorongan untuk meningkatkan produksi
pertanian dan merubah petani subsisten Baharuddin. 2015. Bentuk-bentuk Perubahan
menjadi petani komersial dalam rangka Sosial dan Kebudayaan. Jurnal
peningkatan ekonomi petani SBD dapat Dakwah Al-Hikmah Vol 9, No. 2
mengadopsi model petani hybrid yang (2015): 180 – 205.
mengalokasikan sebagian lahan untuk Dewi, Dyah Candra. 2014. Kebijakan
memenuhi kebutuhan subsistensinya dan Pertanian Yang Memarjinalkan Petani
sebagian lagi untuk diperdagangkan agar dan Meruntuhkan Kedaulatan Pangan.
ketahanan pangan tetap terjaga dengan baik. Publisia : Jurnal Ilmu Administrasi Publik
- Dorongan perubahan terhadap pola per- Vol 18 No 1, 2014 : 44 – 58.
tanian subsisten perlu mendasarkan pada Dwiyanto, Agus. 2011. Mengembalikan
prinsip bahwa pengetahuan baru bukanlah Kepercayaan Publik Melalui Reformasi
untuk menggantikan, melainkan untuk mem- Birokrasi. Kompas Gramedia, Jakarta.
perkaya pengetahuan lokal yang sudah ada.
- Kebijakan sektor pertanian yang membawa Dunn, William N. 1999. Pengantar Analisis
inovasi ke dalam pertanian subsisten hen- Kebijakan Publik. Gajah Mada
daknya juga menyertakan mekanisme asu- University Press, Yogyakarta.
ransi pertanian sehingga petani lebih dapat Dye, Thomas R. 2013. Understanding Public
menerima pola pertanian baru yang lebih baik Policy. Pearson, NJ.
tanpa juga meninggalkan prinsip “menda- Fattah, Arsianita Nur. dan Purnomo, Eko
hulukan selamat” yang selama ini menjamin Priyo. 2018. Analisis Kebijakan Alih
keberlangsungan hidup mereka di tengah Fungsi Lahan Pertanian Ke Non-Pertanian
kerentanan pertanian SBD. di Kabupaten Klaten Tahun 2013- 2016
- Revitalisasi keorganisasian Kebijakan (Studi Kasus Kecamatan Ceper Kabu-
Revolusi Pertanian perlu segera dilakukan paten Klaten). JISPO Vol. 8 No. 1 Edisi:
dengan meletakkan tim pada Bappelitbangda Januari-Juni Tahun 2018 : 113 – 140.
sehingga mempunyai daya yang lebih untuk

174
AGRIC Vol. 31, No. 2, Desember 2019: 159-176

Hidayat, Asep. 2017. Implementasi Kebijakan Sayogyo (eds). 1994. Kemiskinan dan
Optimalisasi Pemanfaatan Pekarangan Pembangunan di Propinsi Nusa Tenggara
Model Kawasan Rumah Pangan Lestari. Timur. Yayasan Obor Indonesia, Jakarta.
JISPO Vol. 7 No. 2 Edisi Juli-Desember Scott, James C. 1994. Moral Ekonomi
Tahun 2017:81-100. Petani: Pergolakan dan Subsistensi di
Indiahono, Dwiyanto. 2009. Kebijakan Publik Asia Tenggara. LP3ES, Jakarta.
Berbasis Dynamic Policy Analysis. Supriadi, Herman. 2008. Strategi Kebijakan
Gava Media, Yogyakarta. Pembangunan Pertanian di Papua Barat.
Kapita, Oe H. 1976. Sumba Dalam Jangkauan Analisis Kebijakan Pertanian Volume 6 No.
Jaman. BPK Gunung Mulia, Jakarta. 4 Desember 2008: 352-377.
Kesa, Deni Danial. dan Lee, Cheng-Wen. Sururi, Ahmad. 2016. Inovasi Kebijakan
2013. Kebijakan Sektor Pertanian Publik (Tinjauan Konseptual dan
sebagai Awal Kebangkitan Ekonomi : Empiris). Jurnal Sawala Volume 4 Nomor
Studi Kasus Taiwan Dalam Mengelola 3 (September – Desember 2016): 1 - 14.
Komoditas Padi). Jurnal Vokasi Yudiarini, Nyoman.2011. Perubahan
Indonesia, Volume 1, No. 1, Januari- Pertanian Subsisten Tradisional ke
Juni 2013 : 44-73. Pertanian Komersial. Jurnal dwijen
Mardimin, J. 2009. Petani Versus Globalisasi. AGRO Vol 2, No 1 Tahun 2011.
Sinode GKJTU- UEM, Salatiga. Wahab, Solichin Abdul. 2008. Pengantar
Nugroho, Riant. 2014. Public Policy: Analisis Kebijakan Publik. UMM
Dinamika Kebijakan – Analisis Press, Malang.
Kebijakan – Manajemen Kebijakan. Wiradyo, Estiko Tri. Fatem, Agustinus. Silo,
Elex Media Komputindo, Jakarta. Akbar. 2018. Responsivitas Pemilik
Prihtanti, Tinjung Mary. 2014. Analisis Resiko Tanah Terhadap Implementasi Kebijakan
Berbagai Luas Pengusahaan Lahan Pengembangan Lahan Pertanian Di
Pada Usahatani Padi Organik dan Kabupaten Merauke Provinsi Papua.
Konvensional. AGRIC Vol. 26, No. 1 Jurnal Ekologi Biokrasi Volume 6 Nomer
& 2, Juli - Desember 2014 : 29 – 36. 3, Desember 2018 : 1-10.
Safi’i, HM. 2008. Paradigma Baru
Kebijakan Pembangunan Ekonomi
Daerah. Averroes Press, Malang

***

175

You might also like