You are on page 1of 18

KARYA TULIS ILMIAH

SSL (SOCIOPREPRENEURSHIP SNAKES AND LADDERS) SEBAGAI MEDIA


PENANAMAN KARAKTER KEWIRAUSAHAAN PADA REMAJA MILLENIAL
UNTUK MEWUJUDKAN INDONESIA EMAS TAHUN 2045

OLEH :

MARTONI IRA MALIK : E1S019054

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN SOSIOLOGI


FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS MATARAM
2021

i
ABSTRACT
SSL (SOCIOPREPRENEURSHIP SNAKES AND LADDERS) AS A MEDIA OF
ENTREPRENEURIAL CHARACTER PLANTING IN MILLENIAL ADOLESCENTS
TO MAKE A GOLD INDONESIA IN 2045
Martoni Ira Malik
FKIP UNRAM
Pendidikan Sosiologi
Email: martoniiramalik@gmail.com

The limited number of employment opportunities greatly affects the progress of this nation. The lack
of employment in Indonesia is influenced by the competitiveness of its workforce, which is still unable
to compete with current progress. Optimizing human resources is very necessary to support the
welfare of society. One of the reasons for direct or indirect employment is due to the increasing
number of the workforce in a fast and high number of times, while the available job opportunities
are very limited which will cause unemployment. The lack of employment in Indonesia is influenced
by the competitiveness of its workforce, which is still unable to compete with current progress.
Optimizing human resources is very necessary to support the welfare of society. One of the reasons
for direct or indirect employment is due to the increasing number of the workforce in a fast and high
number of times, while the available job opportunities are very limited which will cause
unemployment. The creation of entrepreneurship in providing informal and non-formal education is
an alternative solution to various problems in society such as poverty and social inequality,
increasing unemployment in the productive age, and depleting reserves of energy supplies, all of
which require creative and innovative actions. SSL has become medium or medium in creating the
nation's latent desires. So that the level of public consumption which is inversely proportional to the
opinion of the state in the form of losses can be overcome with today's productive trends.

Keywords: Lack of Work Fields, Entrepreneurship, SSL.

ii
Daftar isi

BAB I PENDAHULUAN ......................................................................................................... 1

1.1 Latar Belakang ............................................................................................................... 1

1.2 Rumusan Masalah .......................................................................................................... 3

1.3 Tujuan dan Manfaat ...................................................................................................... 3

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ............................................................................................. 4

2.1 Ketenagakerjaan di Indonesia ...................................................................................... 4

2.2 Technosociopreneur ........................................................................................................ 5

2.3 Sociopreneur.................................................................................................................... 6

2.4 Pendidikan kewirausahaan ........................................................................................... 6

2.5 Game Board ..................................................................................................................... 6

BAB III METODE PENULISAN ........................................................................................... 7

3.1 Jenis Penulisan ............................................................................................................... 7

3.2 Metode Pengumpulan Data ........................................................................................... 7

3.3 Studi Literatur ................................................................................................................ 7

3.4 Teknik Pengolahan Data ............................................................................................... 7

3.5 Teknik Analisis Data ...................................................................................................... 7

3.6 Tahapan Pelaksanaan Program .................................................................................... 7

3.7 Analisis Keberhasilan .................................................................................................... 9

BAB IV PEMBAHASAN ........................................................................................................ 9

4.1 Pendidikan kewirausahaan melalui Sociopreneur Snake and Ladder (SSL) ............ 9

4.2 Game board Sociopreneur Snake and Ledder ............................................................ 10

4.3 Peran mentor dalam permainan ................................................................................. 12

BAB V PENUTUP.................................................................................................................. 12

5.1 Kesimpulan ................................................................................................................... 12

5.2 Kritik/Saran .................................................................................................................. 12

DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................................... 13

iii
Daftar Gambar

Gambar 1 Bagan alir program Sociopreneur Snake and Ladder (SSL) ............................ 8
Gambar 2 Rancangan Papan Permainan SSL .................................................................... 10

iv
BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Minimnya lapangan kerja di Indonesia dipengaruhi oleh daya saing ketenagakerjaannya


masih belum bisa bersaing dengan kemajuan kini. Pengoptimalisasi sumber daya manusia
sangatlah perlu demi menyonsong kesejahteraan masyarakat. ketenagakerjaan secara langsung
maupun tidak langsung salah satunya adalah karena meningkatnya jumlah angkatan kerja
dalam waktu yang cepat dan jumlah yang tinggi, sementara kesempatan kerja yang tersedia
sangat terbatas akan menyebabkan timbulnya pengangguran. Hal ini dikarenakan
permasalahan ketidak merataan pendapatan yang berupa upah dari lembaga ataupun tempat
pekerja mengais rejekinya. Masalah – masalah lainnyapun silih berganti seperti misalnya,
kemiskinan, perlambatan pertumbuhan ekonomi, urbanisasi, dan instabilitas atau ketidak
stabilnya politik. Semua ini secara intuitif terlihat jelas bahwa, telah dipahami oleh para
pengambil kebijakan. Oleh karena itu, berbagai upaya terus dilakukan pemerintah dalam
rangka meningkatkan kesempatan kerja untuk mengurangi jumlah pengangguran yang
berimplikasi terhadap lambatnya laju pertumbuhan ekonomi, mengingat semakin
meningkatnya jumlah angkatan kerja baru yang memasuki pasarkerja. Dengan menimbang
indikator permasalahan tersebut, justru menimbulkan paradigma bahwa hal ini terkait dengan
masih minimnya factor pendidikan formal yang ditempuh masyarakatnya, sehingga melahirkan
angkatan kerja yang baru atau secara lumrah disebut sebagai pengangguran.

Penciptaan wirausaha (entrepreneur) dalam pemberian edukasi informal maupun


nonformal menjadi alternatif solusi atas berbagai masalah di masyarakat seperti kemiskinan
dan kesenjangan sosial, meningkatnya pengangguran usia produktif dan menipisnya cadangan
pasokan energi, yang kesemuanya menuntut adanya tindakan kreatif dan inovatif. Jiwa
kewirausahaan bukan hanya sebatas kecerdasan akademik dan keterampilan menghasilkan
produk tetapi juga jiwa dinamis dalam menangkap tantangan dan resiko kemudian
mengubahnya menjadi peluang dan potensi pertumbuhan (Soegoto 2009, dalam Herwin
Moppangga, 2015). Lebih lanjut dikemukakan bahwa entrepreneur mulai berkembang bukan
hanya berdasarkan pada imitasi belaka, melainkan sudah mengikuti pada tiga tahapan
spektrum, yaitu spectrum invensi, inovasi serta imitasi. Spektrum invensi merupakan tataran
entrepreneur yang paling tinggi, setelah inovasi dan imitasi dimana pada spectrum imitasi
pelaku bisnis hanya mendasarkan pada meniru produk atau bisnis yang sudah ada untuk
mendapatkan bagian pasar dari produk tersebut. Sementara itu, spectrum inovasi dimaknai

1
sebagai kegiatan berentrepreneur dengan sentuhan-sentuhan perubahan pada berbagai aspek,
sehingga menimbulkan nilai baru. Bahkan pandangan yang dikemukakan Bryd & Brown
(2003) bahwa inovasi bisa dilakukan secara incremental maupun radikal. Spektrum akhir
adalah invention atau menemukan sesuatu yang baru yang benar-benar belum diketemukan
atau unik, dengan tujuan meningkatkan minat berwirausaha atau bahkan entrepreneur salah
satunya adalah dengan meningkatkan pemahaman dan minat masyarakat terhadap bidang
wirausaha. Kegiatan wirausaha harus didorong dengan keberanian dan keuletan serta tekad
yang kuat, karena berwirausaha pada dasarnya berhimpitan dengan ketidakpastian, dalam hal
keberhasilan maupun kegagalan. Karena hanya dengan menggeluti usaha secara penuh
keberanian dan beresiko tinggi maka usaha akan tumbuh berkembang.

Technopreneur salah satu bagian dari perkembangan berwirausaha (entrepreneur)


memberikan gambaran berwirausaha dengan menggunakan inovasi basis technologi. Konsep
technopreneur didasarkan pada basis tekhnologi yang dijadikan sebagai alat berwirausaha,
misalnya munculnya bisnis aplikasi online, bisnis security system, dan lain sebagainya. Secara
definisi, Technopreneurship berasal dari gabungan kata “technology” dan “entrepreneurship”
(Depositario, et al., 2011). Technopreneurship merupakan proses sinergi dari kemampuan yang
kuat pada penguasaan teknologi serta pemahaman menyeluruh tentang konsep kewirausahaan
(Sosrowinarsidiono, 2010). Sudarsih dalam Prosiding KNIT RAMP-IPB (2013:57)
mengemukakan bahwa technopreneurship adalah proses dan pembentukan usaha baru yang
melibatkan teknologi sebagai basisnya dengan harapan bahwa penciptaan strategi dan inovasi
yang tepat kelak bisa menempatkan teknologi sebagai salah satu faktor untuk pengembangan
ekonomi nasional. Sehingga diharapkan media social berbasis IT 4.0 dapat memenuhi
kebutuhan masyarakat, untuk itu digagaslah sebua ide yang dikhususkan bagi para generasi
pelanjut berupa aplikasi open strorage yang dapat digunakan kapanpun dan dimanapun selama
masih terhubung oleh jaringan internet sekitar. Technopreneurship berasal dari gabungan kata
“technology” dan “entrepreneurship” (Depositario et al., 2011). Tekhnopreneurship
merupakan proses sinergi dari kemampuan yang kuat pada penguasaan teknologi serta
pemahaman menyeluruh tentang konsep kewirausahaan (Sosrowinarsidiono, 2010). Sudarsih
dalam Prosiding KNIT RAMP-IPB (2013:57) mengemukakan bahwa technopreneurship
adalah proses dan pembentukan usaha baru yang melibatkan teknologi sebagai basisnya dengan
harapan bahwa penciptaan strategi dan inovasi yang tepat kelak bisa menempatkan teknologi
sebagai salah satu faktor untuk pengembangan ekonomi nasional. Pendapat para ahli lainnya
terkait hal tersebut diantarannya technopreneurship adalah proses dalam sebuah organisasi

2
yang mengutamakan inovasi dan secara terus menerus menemukan problem utama organisasi,
memecahkan permasalahannya, dan mengimplementasikan cara-cara pemecahan masalah
dalam rangka meningkatakan daya saing di pasar global (Okorie, 2014). Dari pandangan-
pandangan diatas maka technopreneurship pada intinya akan menggabungkan antara teknologi
dan kewirausahaan. Pada dasarnya pendidikan merupakan salah satu sektor penting dalam
membangun bangsa dan Negara. Pendidikan merupakan usaha sadar dan trerencana untuk
mewujudkan suasana belajar dan pembelajaran agar peserta didik mengembangkan potensi
dirinya untuk lebih baik dengan dibantu pihak lain yang mempunyai kompetensi mendidik.
Dalam konteks keilmuan, pendidikan dimaknai sebagai proses transformasi ilmu baik langsung
maupun tidak langsung dari satu pihak yang lebih tahu kepada pihak lain yang belum tahu.
Melalui penggalakan pendidikan di bidang kewirausahaan diharapkan dapat meningkatakan
pemahaman dan minat masyarakat dalam dunia entrepreneur sehungga dapat meningkatkan
jumlah wirausaha di Indonesia dan akan menciptakan peluang-peluang kerja serta akan dapat
mengurangi jumlah pengangguran dan permasalahan terkait hal tersebut.

Sehingga diharapkan SSL menjadi salah satu wadah ataupun media dalam menciptakan
keinginan bangsa yang terpendam selama ini. Sehingga tingkat konsumtif masyarakat yang
berbanding terbalik dengan pendapat negara berupa kerugian dapat teratasi dengan trend
produktif masa kini.

1.2 Rumusan Masalah

1. Minimnya tingkat perhatian masyarakat Indonesia dalam dunia kewirausahaan

2. Belum meluasnya pendidikan informal dalam hal pengembangan karakter bisnis


(berwirausahaan).

3. Kurangnya minat generasi mudah dalam hal berwirausaha.

1.3 Tujuan dan Manfaat

1. Meningkatkan kesadaran masyarakat akan kewirausahaan terhadap kemandirian


perekonomian bangsa.

2. Menebarluaskan pendidikan informal secara berkala dan efektif sehingga menanamkan jiwa
kewirausahaan bangsa.

3. Berkembangnya minat dan bakat berwirausahawa generasi mudanya di waktu mendatang

3
1.4 Luaran yang Diharapkan

1. Produk papan permainan Sociopreneur Snake and Ladder ( SSL) yang dapat dimainkan oleh
remaja

2. Pemain yang memahami karakter kewirausahaan dan memiliki gambaran konsep dasar
kewirausahaan

3. Generasi muda milenial berjiwa wirausaha.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Ketenagakerjaan di Indonesia

Tenaga Kerja adalah penduduk yang berada dalam usia kerja. Menurut Undang Undang
Nomor 13 Tahun 2003 tentang ketenagakerjaan, yang disebut sebagai tenaga kerja adalah
setiap orang yang mampu melakukan pekerjaan guna menghasilkan barang dan atau jasa baik
untuk memenuhi kebutuhan sendiri maupun masyarakat. Dalam istilah Badan Pusat Statistik
(2007), beberapa istilah ketenagakerjaan yang mesti dipahami sebagai dasar dalam memahami
masalah tersebut di Indonesia di antaranya sebagai berikut :

1. Tingkat partisipasi angkatan kerja yang merupakan indikator yang dapat menggambarkan
keadaan penduduk yang berumur 15 tahun ke atas yang berpartisipasi dalam kegiatan ekonomi,

2. Tingkat pengangguran terbuka,

3. Penyerapan tenaga kerja yaitu mereka yang terserap diberbagai lapangan pekerjaan pada
suatu periode.

Dalam teori ketenagakerjaan menurut BPS (2007) digunakan Konsep Dasar Angkatan
Kerja (Standar Labour Force Concept) seperti yang digunakan dalam Survei Angkatan Kerja
Nasional (Sakernas). Konsep ini merupakan konsep yang disarankan dan rekomendasikan
International Labour Organization (ILO). Lebih lanjut disebutkan bahwa penduduk dibedakan
atas usia kerja dan penduduk bukan usia kerja. Sedang penduduk usia kerja dibedakan atas dua
kelompok, yaitu angkatan kerja dan bukan angkatan kerja. Angkatan kerja terdiri dari
penduduk yang bekerja dan pengangguran. Sedangkan bukan angkatan kerja terdiri penduduk
yang periode rujukan tidak mempunyai/ melakukan aktivitas ekonomi, baik karena sekolah,

4
mengurus rumah tangga atau lainnya (pensiun, penerima transfer/kiriman, penerima
deposito/bunga bank, jompo atau alasan yang lain).

Sementara itu, United Nation (1962) mendefisikan angkatan kerja atau penduduk yang
aktif secara ekonomi sebagai penduduk yang memproduksi barang dan jasa secara ekonomi
yang juga mencakup mereka yang tidak bekerja tapi bersedia bekerja.Sedang yang dimaksud
dengan penduduk bekerja adalah penduduk yang melakukan kegiatan melakukan pekerjaan
penghasilan atau keuntungan paling sedikit selama satu jam dalam seminggu yang lalu. Bekerja
dalam satu jam tersebut harus dilakukan secara berturut-turut dan tidak terputus.

2.2 Technosociopreneur

Technosociopreneur, kosakata tersebut memiliki dua komponen kata yang bermakna


ganda diantarannya technopreneurship sebagai bisnis yang memanfaatkan teknologi situs
jejaring sosial seperti platform website, instagram, facebook dan line dalam aktivitas bisnis.
Sedangkan Sociopreneurship merupakan misi sosial yang bertujuan untuk menuntaskan
masalah defisit negara yang memanfaatkan sumber daya manusia yang menjadi penstimulus
kemajuan keuangan bangsa. Indonesia sepertinya harus siap untuk menciptakan berbagai
macam peluang untuk memanfaatkan bonus demografi. Tercatat bahwa bonus demografi di
100 tahun Indonesia merdeka diperkirakan terjadi dengan jumlah penduduk mencapai 309 juta
jiwa. Didominasi oleh penduduk dengan usia produktif yaitu mereka yang masih mampu
mendapatkan penghasilan dan diperkirakan mampu mendongkrak pendapatan per kapita
hingga US $ 30.000 pertahun (detik.com, 2017). Hal ini menyiratkan bahwa potensi pemuda
dilibatkan dalam membangun tatanan dalam perekonomian negara. Sebagai upaya dalam
membangun perekonomian negara dimana pelibatan bonus demografi dibutuhkan adalah
munculnya aktor muda ekonomi baru sebagai agen sociopreneur.

Adanya perubahan budaya dalam memilih media edukasi berbasis techno-socio-


preuneurship. Kondisi ini sepertinya dapat dimanfaatkan oleh berbagai kalangan pebisnis sosial
(sociopreneur) untuk turut mendukung adanya pergeseran budaya konsumsi ini. sehingga
menjadi salah satu peluang terciptanya relasi kuasa sociopreneurship dengan pasar. Potensi
dari kapasitas pemuda yang sering digaungkan oleh pemerintah sebagai agen perubahan
nyatanya memang tidak hanya sebagai wacana semata. Pemuda yang mana hobi dalam
berjejaring. Kiprah pemuda yang sejatinya memiliki orientasi beranekaragam sangat

5
mudah termotivasi untuk mencoba. Tetapi dengan berbagai situasi yang menghimpit kaum
muda (Undang-Undang No. 40 Tahun 2009 yaitu individu dalam rentang usia 16-30 tahun),
tetap saja kaum muda diharapkan memiliki peranan yang signifikan terhadap perkembangan
sebuah negara.

2.3 Sociopreneur

Kewirausahaan berbasis sosial atau dikenal dengan istilah sociopreneur menjadi bagian
dari solusi ketimpangan sosial masyarakat yang melahirkan pengusaha berjiwa sosial. Selain
itu sociopreneur hadir untuk melahirkan para pengusaha baru menciptakan rantai
kewirausahaan. sociopreneur atau kewirausahaan sosial adalah bisnis yang menjadi solusi
masyarkat yang mendukung perekonomian negara melalui lowongan kerja yang semakin luas,
mengurangi pengangguran, meningkatkan pendapatan msyarakat, mengombinasikan faktor-
faktor produksi, dan meningkatkan produktivitas nsional (Saragih 2017).

2.4 Pendidikan kewirausahaan

Usia anak (ukuran usia) memiliki kemampuan belajar yang lebih efektif dibanding usia
lanjutan, karena anak- anak memiliki kemampuan menyerap informasi yang tinggi. Masa anak-
anak adalah masa penanaman nilai untuk membangun karakter saat usia lanjutan. Penanaman
nilai kepada anak- anak hendaknya dilakukan secara menyenangkan dan mudah dipahami
Membangun semangat wirausaha pada generasi muda menjadi investasi untuk melahirkan
wirausahawan.

2.5 Game Board

Generasi muda yang identik dengan generasi yang melek teknologi dapat dimediasi
dengan pendidikan yang menyenangkan dengan memanfaatkan inovasi teknologi. Konsep ini
dapat diaplikasikan melalui permainan yang dikenal anak- anak. Salah satu permainan yang
dapat digunakan adalah game board (papan permainan) yang dimainkan oleh banyak orang.
Konten tantangan dirancang untuk menggali minat anak- anak terhadap dunia wirausaha.
Komponen yang diperhatikan adalah level tantangan, aturan permainan, tampilan papan
permainan, dan mentor pembimbing.

6
BAB III METODE PENULISAN

3.1 Jenis Penulisan


Karya tulis ilmiah ini merupakan jenis karya tulis deskriptif (descriptive research) dengan
pendekatan kualitatif, yaitu prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa
kata-kata tertulis dari orang-orang dan perilaku yang diamati, didukung dengan studi
literatur atau studi kepustakaan berdasarkan pendalaman kajian pustaka berupa data dan
angka, sehingga realitas dapat dipahami dengan baik (Moleong, 1990).

3.2 Metode Pengumpulan Data


Teknik pengumpulan data dalam penulisan karya ilmiah ini adalah menggunakan metode
dokumenter. Metode dokumenter adalah salah satu metode pengumpulan data yang
digunakan dalam metodologi penelitian untuk menelusuri data historis. Adapun data yang
digunakan sebagai penunjang referensi kepustakaan dan berbagai teori pendukung
didapatkan dari berbagai sumber pustaka yang terdiri dari buku, media elektronik dan jurnal
ilmiah terkait permasalahan wirausahawan muda di Indonesia.

3.2.1 Studi Literatur


Studi literatur dilakukan untuk mengumpulkan data-data berkaitan dengan sistem, pihak-
pihak yang terlibat dalam penerapan sistem dan seputar karakteristik objek penerapan
sistem. Studi literatur bersumber dari jurnal nasional maupun internasional, buku, maupun
website resmi badan organisasi terkait. Kata kunci yang digunakan penulis dalam pencarian
studi literatur, tingkat perekonomian dan perancangan website.

3.3 Teknik Pengolahan Data

Pengolahan data-data yang terdapat dalam karya tulis ilmiah ini adalah menggunakan teknik
deskriptif analitik model korelasi. Data yang telah didapatkan dari berbagai sumber rujukan
dideskripsikan secara jelas dan rinci 6 pada bagian kajian pustaka. Data disajikan secara konsep dan
teori serta berbagai contoh yang mendukung konsep dan teori yang telah diuraikan.

3.4 Teknik Analisis Data

Data yang telah dideskripsikan kemudian dianalisis dengan mengkomparasi informasi terkait
masalah yang pernah terjadi dan direlasikan dengan konsep serta teori sebelumnya yang akan
menghasilkan benang merah dari masalah yang dibahas dalam karya ilmiah ini. Kemudian semua
data baik yang diperoleh dari sumber dokumentasi maupun pengamatan akan dikorelasikan guna
menghasilkan gagasan baru. Gagasan baru yang dihasilkan akan dipaparkan secara jelas dan
dideskripsikan secara rinci sesuai dengan kebutuhan dan masalah yang telah diuraikan pada rumusan
masalah sebelumnya.

7
3.5 Tahapan Pelaksanaan Program

Terdapat beberapa tahapan yang dilakukan untuk melaksanakan program SSL.


Tahapan-tahapan tersebut adalah sebagai berikut:

8
Rancangan
Gameboard

Produksi Awal

Evaluasi

Produksi Akhir

Pelatihan Mentor

Pelaksanaan Kegiatan

Analisis Keberhasilan
Dan Evaluasi

SSL

Gambar 1 Bagan alir program Sociopreneur Snake and Ladder (SSL)

9
3.6 Analisis Keberhasilan

Setiap partisipan dan mentoring permainan SSL ini, diharapkan menjaga motivasi satu
sama lain dalam menyelesaikan permainan ini. Menimbang beberapa parameter dalam hal
menjaga kuantifikasi (jumlah) partisipan, menjaga efisiensi waktu dalam menyelesaiakan
permainan maksimalnya 4 kali pertemuan. Sehingga, menimbulkan output yang diharapkan
yaitu, partisipan dapat mengisi kuisioner sebagai bahan evaluasi mereka terhadap dampak
permainan SSL ini. Ikut serta dalam pameran kecil kewirausahaan dalam
mengimplementasikan pendalaman ilmu mereka demi mewujudkan beberapa target
perencanaan yang telah mereka buat selama permainan berlangsung. Menjadikan evaluasi
sebagai pedoman dalam merancang usaha mereka menjadi pondasi usaha yang lebih baik, dan
harapannya output para peserta dalam program pendidikan informal ini, menyiapkan mental
generasi pelanjut dalam ikut serta ke rana wirausaha. Dengan harapan besar, meningkatkan
persentasi (jumlah) wirausahawan di Indonesia, sehingga kharisma Indonesia dalam aspek
perekonomian di mata dunia semakin gemilang.

BAB IV PEMBAHASAN

4. 1 Pendidikan kewirausahaan melalui Sociopreneur Snake and Ladder (SSL)


Pendidikan dengan konsep permainan yang menyenangkan memiliki dampak
penanaman karakter yang lebih mudah diterima oleh usia pelajar. Permainan Sociopreneur
Snake and leader (SSL) membawa konsep kewirausahaan berbasis sosial yang mengajarkan
karakter yang harus dimiliki wirausahawan. Pemain dituntut untuk memiliki jiwa wirausaha
dan sosial, yang tercakup dalam lingkup sociopreneur. Misi permainan dibagi menjadi lima
tahapan dasar yaitu perumusan ide, perencanaan, pelaksanaan ide bisnis, pelaporan dan
evaluasi, dan pameran implementasi program. Setiap tahapan disusun dalam baris-baris
bertingkat pada papan permainan.
Selain teknis cara membangun usaha, hal terpenting dari wirausahawan adalah karakter.
Karakter wirausaha yang meliputi jujur, bertanggung jawab, kreatif, mandiri, tangguh, dan
cerdas ditanamkan saat permainan berlangsung, melalui misi permainan, pendampingan
mentor dan kerja tim. Sehingga peserta memahami cara menjadi wirausahawan dengan
karakter yang harus dimiliki seorang wirausahawan.

10
4.2 Game board Sociopreneur Snake and Ledder

Sociopreneur snake dan ledder (SSL) adalah media permainan yang menanamkan jiwa
sociopreneur melalui inovasi papan permainan ular tangga kepada pemain. Papan permainan
SSL berbentuk persegi dengan ukuran disesuaikan kebutuhan pemain. Papan permainan
(gambar 1) ini terdiri dari 5 baris misi, dengan tangga dan ular yang portable ditentukan oleh
keberhasilan pemain melewati setiap misi.

( Pencerdasan
Sociopreneur Snake dan Ledder ( SSL) analisis SWOT (
Strength,
Membangun jiwa sosiopreneur Weaknes,
Oportunity, dan

Apresiasi
Pameran Bisnis dan
Go Go Fight Penilaian
Pelaksanaan

Papan SEDIA SIAP


Perencanaan
START
Komand Potensi dan Gerbang
( Do’a dan Pancasila)
Masalah Ide
Menemukan ide
Pelaksanaan Komando: (Pencerdasan
Observasi lingkungan, ( Analisis STP:
kegiatan usaha oleh mentor untuk mencari menemukan potensi menyusun strategi,
dan masalah target, dan positioning)

Gambar 2 Rancangan Papan Permainan SSL


Permainan diawali dengan motivasi kewirausahaan, penjelasan tentang permainan SSL,
pengenalan mentor dan pembentukan kelompok kecil yang terdiri dari 3-5 orang. Rancangan
papan permainan terdiri dari 4 baris level, yaitu baris ide atau disebut “ gerbang ide ”, baris
perencanaan disebut dengan “ peta rencana”, pelaksanaan disebut dengan “ go go fight”, baris
pelaporan dan evaluasi atau “ rapor misi”, dan pameran karya yang memaparkan 4 pertemuan
tatap muka implementasi program.
Baris pertama adalah tahap pertama memulai suatu proyek wirausaha, berupa
penemuan ide. Baris ini disebut juga “ Gerbang ide ” terdiri dari tahap- tahap perumusan suatu
ide. Pemain diajak untuk menemukan dan menetapkan sebuah ide. Ide dapat berupa jenis
produk atau jasa yang akan dibuat oleh pemain. Secara umum penemuan ide dapat dilakukan
dengan beberapa tahap yaitu studi literatur melalui kegiatan membaca, diskusi kelompok, dan
perenungan. Ide kemudian diperkenalkan dalam bentuk gambaran umumnya kepada peserta

11
lain melalui Forum diskusi terbuka antar kelompok. Pemain dilatih untuk bekerja sama,
menyelesaikan masalah dan mengemukakan pendapat
Baris kedua pemain diajak untuk menyusun rencana pelaksanaan ide, baris ini disebut
“ peta rencana”. Rencana membangun usaha disusun berdasarkan analisis SWOT yang terdiri
dari kekuatan (strength), kelemahan (weakness), peluang (oportunity), dan tujuan (target).
Kekuatan atau kelebihan yang akan diterima oleh tim jika melaksanakan ide tersebut.
Selanjutnya pemain juga mempertimbangkan resiko kerugian yang dapat terjadi, mealui
analisis STP ( Strategy, Targeting, and Positioning). Strategi merupakan hal yang harus
dipertimbangkan sebelum memulai usaha, berupa langkah yang akan diambil untuk mencapai
target. Target adalah hal yang harus dicapai sebagai indikator keberhasilan ide. Selanjutnya
positioning merupakan penanaman nilai atau cirikhas ide. Usaha yang baik memiliki target dan
tujuan yang jelas dengan periode waktu yang terukur diawal. Baris ini memiliki output untuk
membuat peta rencana untuk menjadi gambaran pelaksanaan kedepan. Konsep sosial menjadi
salah satu fokus yang harus diperhatikan tim. Nilai berbagi menjadi karakter yang ditanamkan
di baris ini, selain itu terdapat nilai dapat dipercaya dan bertanggung jawab.
Baris ketiga atau baris pelaksanaan yang disebut “ Go go fight” dimana pemain
diberikan waktu untuk melaksanakan ide mereka berdasarkan perencanaan yang telah dibuat
di baris kedua. Pemain diberi kesempatan untuk menjalankan pelaksanaan Baris keempat
adalah baris pelaporan hasil pelaksanaan kegiatan. Jika terdapat target yang belum dicapai
maka pemain akan turun kembali ke baris ketiga untuk kemudian melakukan perbaikan pada
pelaksanaan ide bisnis. Di baris ini pemain ditanamkan jiwa kepemimpinan untuk menerima
segala kritik dan saran serta bertanggung jawab dengan pekerjaan. Jika pemain berhasil
melewati baris keempat, atau hasil laporan mencapai target yang telah direncanakan. Maka
pemain bisa melanjutkan ke baris pembagian raport dan apresiasi. Pemain akan mendaptkan
hasil penilaian terhadap setiap langkah permainan yang telah mereka laksanakan. Kriteria
penilaian terdiri dari kekuatan ide, kematangan rencana, rangkaian pelaksanaan, hasil
pelaporan, dan evaluasi karakter wirausaha dinilai oleh mentor.
Langkah terakhir yang menjadi misi permainan adalah pameran karya hasil
pelaksanaan program selama empat pertemuan. Setiap tim memaparkan ide, peta rencana, dan
hasil kegiatan yang dapat ditayangkan dalam bentuk poster buatan tangan. Sebelumnya pemain
diarahkan untuk membuat grafik keberhasilan dan pelaporan hasil kegiatan yang dapat menarik
pengunjung. Pameran dilaksanakan di tempat yang cukup luas untuk mempresentasikan karya
dan memuat banyak pengunjung.

12
4.3 Peran mentor dalam permainan

Permainan ini membutuhkan motivasi yang kuat dan pengarahan oleh mentor. Setiap
baris terdiri dari kotak proses yang diawali oleh penjelasan singkat dari mentor untuk
memahami tahapan yang akan dilewati pada baris tersebut. Mentor merupakan orang yang
mendampingi pemain selama permainan berlangsung. Peran mentor menjadi penilai apakah
pemain berhak mendapat tangga untuk naik ke tahap selanjutnya atau ular untuk turun baris,
dimana pemain akan kembali mendapat pengarahan untuk langkah yang belum tuntas
diselesaikan.
Mentor telah dilatih untuk memahami permainan terlebih dahulu. Mentor bersifat
sukarela dan memiliki kriteria, yaitu memahami papan permainan SSL, berjiwa kepemimpinan,
memiliki kemampuan public speaking kepada anak- anak, dan pantang menyerah. Mentor
sekaligus pendidik yang menyampaikan nilai- nilai kewirausahaan dan membantu pemain
memahami setiap misi. Mentor merupakan mahasiswa yang direkrut sebagai relawan. Jumlah
mentor menyesuaikan dengan jumlah pemain.

BAB V PENUTUP

5.1 Kesimpulan

Berdasarkan metode yang akan diimplementasikan, SSL dapat menjadi solusi untuk
menngembangkan minat dan bakat kewirausahaan terhadap generasi muda. Menggunakan
metode permainan yang inovatif yang mempersiapkan bentuk implementasi yang diukur
berdasarkan tulisan struktural berkala.

5.2 Kritik/Saran

Dalam penulisan dan penelitian SOCIOREPRENEURSHIP SNAKES AND LADDERS


masih minim waktu dalam menginterpretasikannya terhadap masyarakat umum secara
langsung. Sehingga, butuh waktu kurang lebih dua bulan dalam mengoptimalkan output yang
diinginkan. Untuk itu, sasarannya pun dapat diperluas dengan memanfaatkan skala waktu yang
masih ada dalam mengimplementasikan gagasan ini.

13
DAFTAR PUSTAKA

Anata, Firdaus, 2013, Pengaruh Tingkat Pengangguran Terbuka, PDRB Perkapita,


Jumlah Penduduk dan Indeks Williamson Terhadap Ttingkat Kriminalitas(Studi
pada 31 Propinsi di Indonesia tahun 2007 - 2012), Jurnal Ilmiah Fakultas
Ekonomi Dan Bisnis, Universitas Brawijaya, Malang.
Brown KW, Ryan RM. 2003;84. The benefits of being present: Mindfulness and its role
in psychological well-being. Journal of Personality and Social Psychology.
:822– 848.
Depositario D. P. T., Aquino N. A., & Feliciano K.C. 2011. Entrepreneurial Skill
Development Needs Of Potential Agri-Based Technopreneurs. ISSAAS, 17(1):
106-120.
Herwin Moppanga, Studi Kasus Pengembangan Wirausaha Berbasis Tekhnologi
(Technopreneurship) di Provinsi Gorontalo, Journal Trikonomika, Volume.14
no.1 TH.2015.
Okorie N. N. et al. 2014. Technopreneurship: An Urgent Need in The Material World
for Sustainability in Nigeria. European Scientific Journal, 10(30): 1857-7881.
Sosrowinarsidiono. 2010. Membangun Sinergi Teknologi Dengan Kemampuan
Kewirausahaan Guna Menunjang Kemandirian Bangsa. Munas Asosiasi
Perguruan Tinggi Ilmu Informatika. Bandung: Politelkom.

You might also like