You are on page 1of 12

Makalah Teknologi Benih Lanjutan

KEMUNDURAN DAN PENYIMPANAN BENIH

Nama : Amie Dinisyam


NIM : 1805101050084

JURUSAN AGROTENOLOGI
FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SYIAH KUALA
DARUSSALAM, BANDA ACEH
2020
BAB I. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Kemunduran benih dapat didefinisikan sebagai jatuhnya mutu benih yang


menimbulkan perubahan secara menyeluruh di dalam benih dan berakibat pada
berkurangnya viabilitas benih. Faktor-faktor yang mempengaruhi benih itu sendiri
antara lain adalah faktor internal benih mencakup kondisi fisik dan keadaan
fisiologinya, kelembaban nisbi dan temperature, kadar air benih, suhu, genetic,
mikroflora, kerusakan mekanik (akibat panen dan pengolahan), dan tingkat
kemasakan benih.

Kemunduran benih yang menyebabkan menurunnya vigor dan viabilitas benih


merupakan awal kegagalan dalam kegiatan pertanian sehingga harus dicegah agar
tidak mempengaruhi produktivitas tanaman. vigor benih adalah kemampuan benih
menumbuhkan tanaman normal pada kondisi suboptimum di lapang, atau sesudah
disimpan dalam kondisi simpan yang suboptimum dan ditanam dalam kondisi lapang
yang optimum. Viabilitas benih merupakan daya hidup benih yang dapat ditunjukkan
dalam fenomena pertumbubannya, gejala metabolisme, kinerja kromosom atau garis
viabilitas sedangkan viabilitas potensial adalah parameter viabilitas dari suatu lot
benih yang menunjukkan kemampuan benih menumbuhkan tanaman normal yang
berproduksi normal pada kondisi lapang yang optitum. Penyimpanan merupakan fase
kritis yang berpengaruh terhadap mutu benih.
Penyimpanan benih yang kurang baik akan menyebabkan benih mengalami
kemunduran. Salah satu faktor pembatas dalam produksi kedelai di daerah tropis
adalah cepatnya kemunduran benih selama penyimpanan sehingga mengurangi
ketersediaan benih bermutu tinggi.Banyak faktor yang mempengaruhi daya simpan
benih antara lain, faktor internal benih mencakup kondisi fisik dan keadaan
fisiologinya; kelembaban nisbi dan temperatur; kadar air benih; genetik; mikroflora;
kerusakan mekanik; dan tingkat kemasakan benih. 
1.2. Tujuan Makalah

Adapun tujuan dari makalah ini ialah agar dapat mengetahui bagaimana
proses kemunduran dan penyimpanan benih.
BAB II. ISI

Kemunduran benih merupakan proses penurunan mutu secara berangsur-


anngsur dan kumulatif serta tidak dapat balik (irreversible) akibat perubahan
fisisologis yang disebabkan oleh faktor dalam. Kemunduran benih beragam, baik
antarjenis, antarvarietas, antarlot, bahkan antarindividu dalam suatu lot benih.
Kemunduran benih dapat menimbulkan perubahan secara menyeluruh di dalam benih
dan berakibat pada berkurangnya viabilitas benih (kemampuan benih berkecambah
pada keadaan yang optimum) atau penurunan daya kecambah. Proses penuaan atau
mundurnya vigor secara fisiologis ditandai dengan penurunan daya berkecambah,
peningkatan jumlah kecambah abnormal, penurunan pemunculan kecambah di
lapangan (field emergence), terhambatnya pertumbuhan dan perkembangan tanaman,
meningkatnya kepekaan terhadap lingkungan yang ekstrim yang akhirnya dapat
menurunkan produksi tanaman (Copeland dan Donald, 1985). Kemunduran benih
adalah mundurnya mutu fisiologis benih yang dapat menimbulkan perubahan
menyeluruh di dalam benih, baik fisik, fisiologi maupun kimiawi yang
mengakibatkan menurunnya viabilitas benih (Sadjad, 1994).

Penyimpanan dalam rangka pembenihan mempunyai arti yang luas, karena


yang diartikan penyimpanan di sini adalah sejak benih itu mencapai kemasakan
fisiologisnya sampai ditanam. Adapun tempat dan waktunya bisa terjadi ketika benih
masih berada pada tanaman, di gudang penyimpanan atau dalam rangka pengiriman
benih itu ke tempat atau daerah yang memerlukan. Selama dalam penyimpanan
karena pengaruh beberapa faktor, mutu benih akan mengalami kemunduran
(Kartasapoetra, 1986 dalam Hario Polije, 2009) .
Laju kemunduran benih adalah berapa besarnya penyimpangan terhadap
keadaan optimum untuk mencapai maksimum. Laju kemunduran benih dipengaruhi
oleh dua faktor, yaitu:
      1.     Faktor Genetis Benih
Kemunduran benih karena sifat genetis biasa disebut proses deteriorasi yang
kronologis. Artinya, meskipun benih ditangani dengan baik dan faktor lingkungannya
pun mendukung namun proses ini akan tetap berlangsung.
      2.      Karena Faktor Lingkungan
Proses ini biasa disebut proses deteriorasi fisiologis. Proses ini terjadi karena
adanya faktor lingkungan yang tidak sesuai dengan persyaratan penyimpanan benih,
atau terjadi proses penyimpangan selama pembentukan dan prosesing benih.

1.1. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kemunduran Benih Ditempat


Penyimpanan
1.1.1        Kadar Air Benih Sebelum Disimpan
Kadar air benih yang tinggi dapat meningkatkan laju kemunduran benih
dalam tempat penyimpanan Laju kemunduran benih dapat diperlambat, dengan cara
kadar air benih harus dikurangi sampai kadar air benih optimum. Kadar air benih
optimal, yaitu kadar air tertentu dimana benih tersebut disimpan lama tanpa
mengalami penurunan mutu benih. Kadar air optimum dalam penyimpanan bagi
sebagian besar benih adalah antara 6-9% (untuk benih kangkung, kubis bunga, caisin,
ketimun, cabai, tomat, bayam), 10%-12% untuk benih kacang-kacangan (kadar air
untuk benih kedelai, harus dibawah 11% , kadar air untuk kacang panjang 12%),
kadar air untuk benih serealia (padi, gandum, jagung dll), sebaiknya dibawah 14%.
1.1.2        Suhu Tempat Penyimpanan
Suhu optimum  untuk penyimpanan benih jangka panjang terletak antara -18 –
20oC.
1.1.3        Kelembaban Tempat Penyimpanan
Kelembaban lingkungan selama penyimpanan juga sangat mempengaruhi
viabilitas benih, hal ini disebabkan karena sifat benih yang higroskopis yaitu selalu
menyesuaikan diri dengan kelembaban udara disekitarnya. Kelembaban ruang simpan
harus diatur sehingga sedemikian rupa sehingga kadar air benih pada keadaan yang
menguntungkan untuk jangka waktu simpan yang panjang. Pada kebanyakan jenis
benih, kelembaban nisbih ruang penyimpanan antara 50-60%, dan suhu 0-10oC
adalah cukup baik untuk mempertahankan viabilitas benih, paling tidak untuk jangka
waktu penyimpanan selama 1 tahun.
1.1.4        Tempat Pengemasan
Tujuan pengemasan adalah untuk mempertahankan kualitas benih selama
dalam penyimpanan dan atau pemasaran, sehingga benih tetap terjamin daya tumbuh
dan daya kecambahnya secara normal.

1.2.  CIRI-CIRI PROSES KEMUNDURAN BENIH


Benih yang mengalami proses deteriorasi akan menyebabkan turunnya
kualitas dan sifat  benih jika dibandingkan pada saat benih tersebut mencapai masa
fisiologinya. Turunnya kualitas benih dapat mengakibatkan viabilitas dan vigor benih
menjadi rendah yang pada akhirnya akan mengakibatkan tanaman menjadi buruk.
Ciri-ciri ini dapat dilihat pada tanaman di lahan yang memiliki viabilitas yang tinggi
dan hasil panen yang menjadi jelek. Selain itu, kemunduran benih ini dapat dilihat
dari berkurangnya laju respirasi dan peningkatan kandungan asam lemak dalam
benih.

1.2.1        Tanda-tanda kemunduran benih


Tanda-tanda kemunduran benih terdiri dari 3 gejala, yaitu gejala fisiologis,
gejala kinerja benih dan pemudaran warna sebagai berikut :
     A.    Gejala fisiologis
1. Aktivitas enzim menurun: dehidrogenesis, glutamate, dekarboksilase,
katalase, peroksidase, fenolase, amylase, sitokromoksidase.
2. Respirasi menurun: konsumsi O2 rendah produksi CO2 rendah.
3. Bocoran metabolit meningkat (nilai daya hantar listrik meningkat dan gula
terlarut meningkat).
4. Kandungan asam lemak bebas meningkat (Lipid = asam lemak + gliserol).
Contoh pada benih kapas kandungan asam lemak bebas ≥1% sudah tidak
dapat berkecambah.
    B.     Gejala kinerja benih
1. Kinerja perkecambahan rendah
2. Daya suai terhadap lingkungan rendah
3. Daya tumbuh di lapang rendah
4. Tidak tahan terhadap ancaman lingkungan

1.2.2. KEMUNGKINAN PENYEBAB KEMUNDURAN BENIH


Berikut merupakan kemungkinan penyebab kemunduran benih :
A. Autoxidasi Lipid dapat terjadi pada benih:
a. KA < 6%
b. Konsentrasi O2 tinggi
c. Suhu tinggi
     B. Degradasi Struktur Fungsional
a. Hilangnya permeabilitas membran sel (terhidrolisis oleh fosfolipase dan
oksidase).
b. Rusaknya membran mitokondria (ATP-ase tinggi, fosforilasi oksidatif
rendah, produksi ATP tinggi).
C. Ribosom tidak mampu berdisosiasi
Ribosom tidak mampu berisolasi menyebabkan sintesis protein terhambat.
D.   Degradasi dan Inaktivasi Enzim
Perubahan struktur makromolekul enzim menurunkan aktivitasnya. Berikut
merupakan macam perubahan yang dimaksud :
        a.    Perubahan komposisi meliputi :
 Grup fungsional (hilang/mengikat)
 Oksidasi gugus sulfhidril
 Perubahan asam amino dalam protein
       b.    Perubahan konfigurasi, meliputi :
 Penglipatan atau pelurusan
 Penggumpalan atau polimerisasi
 Pemutusan menjadi sub2 unit
E.   Pengaktifan/Pembentukan Enzim-enzim Hidrolitik
Bila KA benih > 20%, cukup untuk mengaktifkan enzim2 hidrolotik (lipase,
fosfolipase, fosfatase, amilase)
F. Degradasi Genetik sebagai penyebab utama ketuaan
G.  Perubahan sifat kromosom (selaras dengan penuaan)
Mutasi genetik; berkorelasi dengan ketuaan dan hilangnya viabilitas
H.   Habisnya cadangan makanan (sudah tidak diterima)
I. Kelaparan sel meristematik: jauhnya jarak antara cadangan makanan
dengan sel-sel meritematik
J.  Akumulasi senyawa beracun (toxic)
1. embrio baik pada endosperm tua
2. embrio tua pada endosperm baik

3.5. PENGENDALIAN KEMUNDURAN BENIH

Dalam kegiatan pertanian, terjadinya kemunduran benih merupakan salah satu


faktor penyebab menurunnya produktivitas tanaman sehingga hal ini hanrus
dihindari. Hasil-hasil penelitian menunjukkan dengan memberikan perlakuan pada
benih yang memperlihatkan gejala kemunduran, dapat memperbaiki kondisi benih.
Murray dan Wilson (1987) melaporkan kemunduran benih dapat dikendalikan dengan
cara "invigorasi" melalui proses hidrasi-dehidrasi. Sadjad (1994) mendefinisikan
invigorasi sebagai proses bertambahnya vigor benih. Dengan demikian perlakuan
invigorasi adalah peningkatan vigor benih dengan memberikan perlakuan pada benih.
Menurut Khan (1992) perlakuan pada benih adalah untuk memobilisasi sumber-
sumber energi yang ada dalam benih untuk bekerja sama dengan sumber-sumber
energi yang ada di luar atau di lingkungan tumbuh untuk menghasilkan pertanaman
dan hasil yang maksimal.

Perlakuan benih yang telah dikenal antara lain presoaking dan conditioning.
Menurut Khan (1992) presoaking adalah perendaman benih dalam sejumlah air pada
suhu rendah sampai sedang, sedangkan conditioning adalah peningkatan mutu
fisiologi dan biokimia (berhubungan dengan kecepatan dan perkecambahan,
perbaikan serta peningkatan potensial perkecambahan) dalam benih oleh media
imbibisi potensial air yang rendah (larutan atau media padatan lembab) dengan
mengatur hidrasi dan penghentian perkecambahan. Benih menyerap air sampai
potensial air dalam benih dan media pengimbibisi sama (dicapai keseimbangan
potensial air). Presoaking dalam periode singkat menghasilkan efek yang cukup baik
terhadap peningkatan perkecambahan dan pertumbuhan kecambah. Pengeringan tidak
mengurangi pengaruh positif dari presoaking (Kidd and West dalam Khan, 1992).
Perlakuan presoaking berpengaruh baik pada benih yang bervigor sedang.

Hadiana (1996) melaporkan perlakuan presoaking atau conditioning secara


nyata efektif meningkatkan viabilitas dan vigor benih sebelum penyimpanan, dapat
meningkatkan daya berkecambah potensi tumbuh, keserempakan tumbuh, dan bobot
kering kecambah normal. Untuk mengatasi permasalahan terjadinya kemunduran
mutu benih baik yang diakibatkan oleh faktor penyimpanan maupun diakibatkan oleh
faktor kesalahan dalam penanganan be-nih, dapat dilakukan dengan melakukan
teknik “invigorasi”. Invigorasi adalah suatu perlakuan fisik atau kimia untuk
meningkatkan atau memperbaiki vigor benih yang telah mengalami kemun-duran
mutu (Basu dan Rudrapal, 1982).

4.5 PENYIMPANAN BENIH

Selama ribuan tahun petani di seluruh dunia telah memproduksi dan


menyimpan benih mereka sendiri. Disamping memproduksi makanan untuk keluarga
mereka, para petani di seluruh dunia menyimpan benih benih dari tanaman mereka
yang tersehat dan terbaik kualitasnya. Dengan meniru proses alami di sekitarnya, para
penyimpan benih telah membentuk beranekaragam varietas berkwalitas seperti yang
masih kita rasakan pada saat ini. Penyimpanan benih merupakan salah satu cara yang
dapat menunjang keberhasilan penyediaan benih, mengingat bahwa kebanyakan jenis
pohon hutan tidak berbuah sepanjang tahun sehingga perlu dilakukan penyimpanan
yang baik agar dapat menjaga kestabilan benih dari segi kuantitas maupun
kualitasnya (Widodo, 1991).

Menurut Schmidt (2000), tujuan utama penyimpanan benih adalah untuk


menjamin persediaan benih yang bermutu bagi suatu program penanaman bila
diperlukan. Jika waktu penyemaian dilaksanakan segera setelah pengumpulan benih
maka benih dapat langsung digunakan di persemian sehingga penyimpanan tidak
diperlukan. Akan tetapi kasus semacam ini sangat jarang terjadi, hal ini disebabkan
karena pada daerah dengan iklim musim yang memiliki musim penanaman pendek
sangat tidak memungkinkan untuk langsung menyemai benih, sehingga benih perlu
disimpan untuk menunggu saat yang tepat untuk disemai.

Penyimpanan dalam rangka pembenihan mempunyai arti yang luas, karena


yang diartikan penyimpanan di sini adalah sejak benih itu mencapai kemasakan
fisiologisnya sampai ditanam. Adapun tempat dan waktunya bisa terjadi ketika benih
masih berada pada tanaman, di gudang penyimpanan atau dalam rangka pengiriman
benih itu ke tempat atau daerah yang memerlukan. Selama dalam penyimpanan
karena pengaruh beberapa faktor, mutu benih akan mengalami kemunduran
Kartasapoetra(1986) dalam Hario Polije(2009).

Selama penyimpanan benih, proses fisiologis tetap berlangsung sehingga


harus diusahakan agar proses ini berjalan seminimal mungkin Hendarto (1996) dalam
Hario Polije(2009). Tujuan utama penyimpanan benih adalah untuk mempertahankan
viabilitas benih selama periode simpan yang lama, sehingga benih ketika akan
dikecambahkan masih mempunyai viabilitas yang tidak jauh berbeda dengan
viabilitas awal sebelum benih disimpan. Kegiatan penyimpanan benih tidak terlepas
dari penggunaan wadah simpan.
BAB III. PENUTUP

3.1. Kesimpulan

1. Kemunduran benih adalah mundurnya mutu fisiologis benih yang dapat


menimbulkan perubahan menyeluruh di dalam benih, baik fisik,
2. Tujuan utama penyimpanan benih adalah untuk mempertahankan viabilitas
benih selama periode simpan yang lama, sehingga benih ketika akan
dikecambahkan masih mempunyai viabilitas yang tidak jauh berbeda dengan
viabilitas awal sebelum benih disimpan.
3. Ribosom tidak mampu berisolasi menyebabkan sintesis protein terhambat.
4. Perlakuan benih yang telah dikenal antara lain presoaking dan conditioning
5. Tanda-tanda kemunduran benih terdiri dari 3 gejala, yaitu gejala fisiologis,
gejala kinerja benih dan pemudaran warna.
DAFTAR PUSTAKA

Purwanti, S 2004. Kajian Suhu Ruang Simpan Terhadap Kualitas Benih Kedelai
Hitam dan Kedelai Kuning. Ilmu Pertanian. 11(1):22-31
Tatipata A et al. 2004. Kajian Aspek Fisiologi dan Biokimia Deteriorasi Benih
Kedelai dalam Penyimpanan. Jurnal Ilmu Pertanian. 11(2):76-87.
Kuswanto, H. 1996. Dasar-dasar Teknologi, Produksi dan Sertifikasi Benih.
Yogyakarta: Penerbit Andi.
M. Azrai, Rahmawati, Ramlah Arief dan Sania Saenong. Pengelolaan Benih Jagung.
Balai Penelitian Tanaman Serealia, Maros.
http://balitsereal.litbang.deptan.go.id/ind/bjagung/sebelas.pdf diakses pada
tanggal 9 Juni 2010.

Hendarto(1996), Kartasapoetra(1986), Schmidt (2000), Sutopo(1988) dalam Hario


Polije. 2009. Penyimpanan benih
(seedstorage).http://hariopolije.blogspot.com/2009/04/hmmm.html. diakses
pada tanggal 9 Juni 2010.

Justice and Bass(1979), Schmidt, L(2000), Siregar, S.T(2000), Widodo, W (1991)


dalam Yudi Harisman, 2009. Wadah dan Lama Penyimpanan Benih.
http://forester-rimbawan.blogspot.com/2009/05/wadah-dan-lama-
penyimpanan-benih.html diakses pada tanggal 9 Juni 2010.

You might also like