You are on page 1of 7

PGM 2003,26(2): 20--26 Kekurangan vitamin A pada kelompok beyi Muherdiyantiningsih; dkk

KEKURANGAN VITAMIN A PADA KELOMPOK BAY1


DAN FAKTOR YANG BERHUBUNGAN Dl KABUPATEN BOGOR
Muherdiyanfiningsih; Nuning M. Kiptiyah; Muhilal; Sri Martufi
Frank J. Weringa dan MarjoleineA. Dijkhuizen
ABSTRACT
VITAMIN A DEFICIENCY AND ITS RELATED FACTORS IN INFANTS
IN BOGOR DISTRICT
Background: Based on clinical indicators, vitamin A deficiency in lndonesia is not a public health pmblem
because the prevalence of xerophthalmia has been decreased to 0.34%. But, this decrease has not been
followed by a decrease of marginal deficiency of vitamin A in vulnerable gmups, especially infants. Methods:
The cross-sectional baseline study was conducted at Bogor District. The aim of the study was to collect
information about the vitamin A status of the breastfed infant, and to l w k for a relationship between many factors
related to it. The samples were 183 breastfed infants aged 2 - 4 months without chronic disease, congenital
disease, severe PEM nor twins. The chi-square and the prevalence odds ratio (POR) at the 95% confidence
interval were used to measure the association between variables. Multiple logistic regression analysis was used
to measure the closest factors to infant's vitamin A status. Results: The study showed that 54.1% of breastfed
infants were at risk of vitamin A deficiency. Based on bivariate analysis, there are two significant independent
variables related to infants vitamin A status, which are maternal vitamin A status and infant infection status.
Multiple logistic regression analysis showed that infection status is the closest factor to vitamin A deficiency in
infants, followed by matemal vitamin A status and breast feeding frequency.There are no significant association
between supplementary feeding, age, nutritional status and the infant's vitamin A status. Conclusions: Marginal
vitamin A deficiency in infants aged 2-10 months is still a public health problem in the research area. The
infection status is the closest factor to vitamin A deficiency in infants, followed by matemal vitamin A status and
breast feeding frequency. [Penel Gizi Makan 2003,26(2): 2&26].
Key Words: vitamin A deficiency, breast feeding, infection, complementary feeding,infant

PENDAHULUAN
uwei nasional tahun 1993 menunjukkan menyebutkan bahwa bila >20% anak balita yang

S bahwa masalah KVA (Kekurangan Vitamin


A), yang diindikasikan dengan prevalensi
Bercak Bitot, bukan merupakan masalah
diperiksa mempunyai nilai serum <0,70 pmoVI,
maka besar masalah KVA di daerah itu tergolong
berat (5).
kesehatan masyarakat lagi. Angka Bercak Bitot Masalah KVA saat ini tidak hanya
ada pada 0 3 % (1). Menurut WHO World Health dikaitkan dengan kebutaan. Masalah
Organization), KVA merupakan masalah kesehatan kelulushidupan anak (child survival) sangat eat
masyarakat, bila angka bercak Bitot 0,5% (2). kaitannya dengan masalah KVA (6). Analisis meta
Walaupun tejadi penurunan KVA secara yang dilakukan oleh Beaton et. al, yang menguji
klinis, ha1 tersebut tidak disertai dengan penurunan beberapa peneliian di Asia, termasuk Indonesia,
KVA marginal. Dengan indikator retinol dalam menyimpulkan bahwa penurunan angka kematian
serum S 0,70 pmoln sebagai KVA marginal, maka anak prasekolah karena intewensi vitamin A
saat ini angka KVA masih mengkhawatirkan. sebesar 30%. Penelitian yang dilakukan di Bogor
Angka KVA pada anak balita di lndonesia Bagian
Timur adalah sebesar 62,5% (3), sedangkan angka oleh Muhilal, dkk mendapatkan bahwa angka
KVA di tujuh provinsi di lndonesia adalah sebesar kernatian anak balita di daerah yang mendapat
50,6% (4). Kriteria terbaru yang ditetapkan WHO fortifikasi vitamin A lebih rendah secara signifikan
yang merujuk pada nilai vitamin A dalam serum dibanding daerah kontrol(7).
PGM 2003,26(2): 20-26 Kekurangan vitamin A pada kelornpok bayi Muherdiyantiningsih; dkk

Masalah penting yang perlu penelitian lain 0,60; pada penelitian ini perbedaan
digarisbawahi adalah bahwa KVA marginal sudah proporsi sebesar lo%, dengan tingkat
tejadi pada usia yang dini, yakni usia bayi, bahkan kepercayaan 95%, dan kekuatan uji sebesar 80%,
kurang dari 6 bulan. Hasil temuan secara terserak maka jumlah sampel yang diperlukan adalah 183
di Jawa Tengah menunjukkan bahwa KVA bayi (13).
marginal pada bayi yang diperiksa sebesar 36- Sampel yang diikutsertakan dalam
76,5% (8,9). Kondisi ini perlu diwaspadai penelitian ini adalah yang memenuhi kriteria
mengingat berbagai konsekuensi yang ditimbulkan sebagai berikut: umur bayi 2-10 bulan, bayi
sebelum lejadinya xemflalmia, yakni peningkatan mendapatkan ASI, tidak menderita kelainan
infeksi berat, anemia, menurunnya ketahanan bawaan, TB paru dan KEP berat, serta bukan bayi
terhadap penyakit, dan hambatan pertumbuhan. kembar. Sebelum diikutsertakan dalam penelitian,
Bila masalah KVA marginal ini dapat ditangani, responden diberi penjelasan mengenai risiko dan
maka konsekuensi yang lebih berat dan mahal manfaat penelitian dan berhak menolak atau
tersebut dapat dihindari. mengundurkan din tanpa dikenakan sanksi
Jawa Barat, khususnya Kabupaten apapun. Dilanjutkan dengan penandatanganan
Bogor, me~pakandaerah rawan KVA. Angka inform concern.
prevalensi KVA pada ibu hamil, ibu menyusui dan Data yang dikumpulkan meliputi: data
anak balita masing-masing sebesar 33,5%; 36%, identitas sampel, riwayat pemberian ASI, dan
dan 52,3% (10, 11, 12). makanan pendamping AS1 yang dilakukan oleh ahli
Melihat pola menyusui bayi yang gizi dengan wawancara. Data kesehatan bayi
menunjukkan masih kuatnya tradisi pemberian AS1 selama sebulan terakhir, pemeriksaan fisik bayi
pada masyarakat desa, maka me~pakaninfonasi dan ibu dilakukan oleh dokter anak. Data biokimia
yang bermanfaat bila dapat diketahui hubungan darah bayi dan ibu meliputi kadar retinol plasma
status vitamin A ibu dan status vitamin A bayi. bayi dan ibu serta CRP (C-reactive protein) bayi
Faktor lain yang digali hubungannya dengan KVA dilakukan oleh analis kimia yang terlatih. Serta data
pada bayi adalah umur bayi, pemberian ASI, antmpometri bayi meliputi berat badan (BE) dan
pemberian MP-ASI, status gizi bayi, dan status tinggi badan (TB) bayi dilakukan oleh lenaga
infeksi. pengukur berpengalaman.
Tujuan dari penulisan ini adalah S e l u ~ h anggota tim lapangan yang
mengetahui besarnya masalah KVA pada bayi dan terlibat dalam pengumpulan data, baik melalui
faktor-faktor yang berpengaruh terhadap tejadinya wawancara, pemeriksaan fisik, pengambilan
KVA marginal pada bayi. spesimen maupun pengukuran antmpometri,
mendapat pelatihan agar diperoleh persepsi dan
standar keja yang sama antarpetugas. Agar
BAHANDANCARA diperoleh data yang sahih, petugas pengumpul
Desain penelitian ini adalah cross data dihawskan menguji coba kuesioner terlebih
sectional yang memanfaatkan data hasil penelitian dulu.
pendahuluan (baseline data) dengan sampel Penimbangan berat badan bayi dilakukan
penelitian bayi menyusu usia 2-10 bulan. dengan menggunakan timbangan berat badan
Penelitian dilakukan di Kabupaten Bogor dengan nondigital model MP 25 (buatan CMS Weighing
pertimbangan proporsi KVA marginal masih tinggi Equipment Ltd. Inggris) dengan ketelitian 0.1
pada beberapa kelompok rawan. Ditetapkan kilogram. Panjang badan bayi diukur dengan
Kecamatan Cibungbulang secara purposif, pengukur panjang badan yang mempunyai
kemudian dipilih Desa Situ Udik dan Desa Situ Ilir. ketelitian pembacaan 0,l cm. Penetapan status
S e l u ~ hbayi yang ada di dua desa tersebut dan gizi bayi didasarkan pada skor-z (2-score) dengan
memenuhi kriteria, diikutsertakan dalam penelitian. baku WHO-NCHS (World Health Organization-
Besar sampel dihitung dengan United States National Center for Health Statistics)
pertimbangan bahwa proporsi KVA marginal pada menurut indeks BBlU (Berat Badan menurut
PGM 2003,26(2): 2C-26 Kekurangan vitamin A pada kelompok bayi Muherdiyantiningsih; dkk

Umur). Bayi disebut KEP (Kurang Energi Pmtein) 0,216 pmolll, sedikit di bawah nilai normal, yakni
bila skor-z kurang dari -2 SD. 0,70 pmolll. Bila dikategwikan menurut kriteria
Analisis retinol ditentukan dengan alat WHO atas dua kategori, yakni KVA (vitamin A
HPLC (High Peflwmance Liquid Chromatography), serum <0,70 pmolll) dan normal (vitamin A serum
sedangkan penentuan CRP dilakukan dengan r 0,70 pmolll), maka proporsi KVA adalah 54,1%,
metode ELlSA (Enzyme Linked Immunoassays).
Status vitamin A bayi dan ibu dikategorikan
menurut krileria WHO, yakni bila kadar retinol Faktor-faktor yang Bemubungan dengan KVA
dalam plasma <0,70 pmolfl disebut KVA (5). Status pada Bayi
infeksi bayi ditetapkan berdasar kadar CRP dalam
darah. Bayi dikategorikan menderita infeksi bila Hasil Analisis Bivariat
kadar CRP r10 pglml. Pada Tabel 1 disajikan hasil uji khai-
Uji khai kuadrat dengan derajat kuadrat dan nilai c ~ d odds
e ratio (OR) berbagai
kemaknaan sebesar 5% digunakan untuk faktor yang diteliti. Hasilnya dapat disimpulkan
mendeskripsikan faktor yang berhubungan dengan bahwa berdasarkan analisis bivariat, faktor yang
status vitamin A bayi usia 2-10 bulan. Odds ratio berhubungan secara bermakna dengan
(OR) dengan selang kepercayaan 95% dipakai kekurangan vitamin A pada bayi adalah ibu yang
untuk mengukur kuatnya hubungan antara variabel KVA dan bayi yang mengalami infeksi. Umur bayi
independen dengan variabel dependen yang >4 bulan dan bayi yang KEP menunjukkan risiko
memiliki dua kategori. Sementara uji regresi logistik yang cukup tinggi. Namun, kedua faktor tersebut
ganda digunakan untuk melihat faktor yang paling tidak bermakna.
berpengaruh atau bemubungan dengan status Anak yang mendapatkan AS1 610 kali
vitamin A anak. Variabel independen yang sehari mempunyai risiko 0,56 kali dibandingkan
disertakan sebagai variabel kandidat dalam dengan anak yang mendapat AS1 >I0 kali. Setelah
analisis regresi logistik ganda adalah yang distratifikasi menurut kelompok umur, besamya
mempunyai niiai p<0,25 dari analisis bivariat atau risiko tetap. Tidak ada perbedaan lamanya
yang secara substansial penting (14). pemberian AS1 antara kelompok yang mendapat
AS1 610 kali sehari dengan yang mendapatASI>lO
kali sehari (X = 1,096 ; p = 0,29).
Anak yang tidak mendapat MP-AS1
mempunyai risiko menderita KVA 1,29 kali
Status Vitamin A Bay1
dibandingkan dengan anak yang mendapat MP-
Dan 183 subjek bayi usia 2-10 bulan
AS1 (95% CI: 0,63-2,64).
yang memenuhi syarat penelitian, nilai rata-rata
konsentrasi vitamin A serumnya adalah 0,68 p
PGM 2003,26(2): 20-26 Kekurangan vitamin A pada kelompok bayi Muherdiyantiningsih; dkk

label 1
Faktor yang Berhubungandengan KV/ ada Bayi
Berdasarkan Analisis Bivaria
I I
Faktor Status Vitamin A Bayi P Crude 95%CI
(2-sisi) OR
Normal

Ibu KVA
Ibu Normal

Umur Bayi ! 4 bulan 64


Umur bayi 6 4 bulan

Bayi KEP
Bayi Normal

Bay1infeksi
Bayi Sehat

Pemberian AS1 S 10 kali 48


Pemberian AS1 ! 10 kali

Tidak diberi MP-AS1 23 16


Diberi MP-AS1 76 68
Keteranaan: Hubungan bermakna pada P<0,05

Hasil Analisb Multivariat dilihat pada Tabel 2. Nampak bahwa di antara


faktor-faktor lain yang berhubungan signifikan (ibu
Untuk mengetahui faktor yang paling KVA dan pemberian AS1 510 kali), bayi yang
berhubungan dengan status vitamin A anak,
mengalami infeksi adalah faktor yang paling
diiakukan analisis munivariat regresi logistik ganda.
bemubungan dengan KVA pada bayi (p = 0,007)
Variabel independen yang disertakan
dengan nilai OR tertinggi. Bayi yang mengalami
sebagai variabel kandidat dalam analisis multivariat infeksi mempunyai risiko 5 kali lebih dibandingkan
adalah variabel yang mempunyai P kurang dari
dengan bayi sehat (OR = 5,17; 95% Cl = 1,5&
0,25, berdasarkan analisis bivariat, atau bila secara
17,13). Diikuti oleh ibu yang menderita kekurangan
substansial variabel tersebut penting (14).
vitamin A, sebagai faktor yang paling bemubungan
Berdasarkan ini, semua faktor diseltakan dalam dengan KVA pada bayi.
analisis regresi logistik ganda. Hasilnya dapat
PGM 2003,26(2): 22'-26 Kekurangan vitamin A pada kelompok bayi Muherdiyantiningsih;dkk

Tabel 2
Faktor yang Paling Bemubungan dengan KVA pada Bayi

I FaMor 1 P I OR I 95% CI OR ]
Ibu KVA 0,009
Bayi lnfeksi 0,007
AS1 S10 kali 0,040
Bayi ! 4 bulan 0,238
Bayi KEP 0,266
Tidak diberi MP-AS1 0,339
Keteranaan: ' Hubungan bermakna pada P<0,05

Bayi yang ibunya mengalami KVA mempunyai 36% (8). Sementara A d i ~ a(1997) mendapatkan
risiko 3 kali lebih dibandingkan dengan bayi yang sebesar 76,556 bayi yang diteliti di Jawa Tengah
ibunya normal (OR = 3,12; 95%CI = 1,32-7,36). mempunyai kadar vitamin A serum <0,70 pmolll
Sementara itu, bayi yang mendapat AS1 510 kali (9). Perbedaan proporsi KVA pada penelitian ini
mempunyai risiko 0,51 kali dibandingkan dengan dengan penelitian Stoltzfus terletak pada
yang mendapat AS1 >10 kali (OR = 051; 95% CI = perbedaan nilai titik potong yang digunakan. Ada
0,27-4,97). Faktor umur bayi ! 4 bulan, KEP dan kernungkinan bahwa bila digunakan titik potong
tidak diberi MP-AS1 bukan merupakan faktor-faktor yang sama akan dipemleh hasil yang sama.
yang berhubungan secara bermakna terhadap Dengan menggunakan batasan masalah
terjadinya KVA pada bayi. KVA di suatu wilayah yang ditetapkan WHO
(1996), maka proporsi KVA sebesar 54,1% pada
bayi mengindikasikan masih perlu diwaspadainya
PEMBAHASAN masalah KVA di daerah penelitian.

Gambaran Status Vitamin A Bayi 2-10 Bulan Faktor-faktor yang Bemubungan dengan KVA
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa pada Bayi
rata-rata kadar retinol darah bayi 0,679 i 0,216 Status lnfeksi
pmolil. Muhilal di Bandung (1985) mendapatkan
angka rata-rata sebesar 0,644 i 0,336 pmolll pada Pada peneliian ini, keadaan infeksi pada
bayi usia 7-11 bulan (15). Saidin S (1987) di 60 bayi merupakan faktor yang paling berhubungan
desa di Kabupaten Bqor mendapalkan angka dengan KVA. Hasil anaiisis multivariat
rata-rata vitamin A serum sebesar 0,655 f 0,137 menunjukkan bahwa bayi yang menderita infeksi
pmolil pada bayi usia 2 bulan dan 0,620 i 0,203 berdasarkan kadar CRP mempunyai risiko
pmolll pada bayi 7 bulan (16). Bila diperhatikan mengalami KVA sebesar 5 kali lebih dibandingkan
angka rata-rata vitamin A serum pada bayi dengan bayi yang sehat (OR = 517; 95% CI:
berdasarkan beberapa penelitian terserak tersebut 1.56-17,13) (Tabel2).
tidak menunjukkan perbedaan yang mencolok. Hal Seperti diungkapkan oleh berbagai
ini memberi gambaran bahwa status vitamin A penelitian, antara lain penelitian Sulaiman (1989) di
pada bayi dalam keadaan marginal. Purwakarta, Jawa Barat, terdapat hubungan yang
Selanjutnya diperoleh hasil bahwa ada bermakna antara riwayat diare dengan kadar
54,1% bayi yang rnempunyai kadar vitamin A vitamin A dalam serum. Anak yang mempunyai
serum <0,70 pmolil. SlolMus di Jawa Tengah riwayat diare, kadar vitamin A serumnya lebih
(1993) mendapatkan proporsi bayi usia 6 bulan rendah dibandingkan dengan anak yang tidak
yang KVA (retinol serum <0,52 pmolll) sebesar mernpunyai riwayat diare (17). Penyakit infeksi
PGM 2003,26(2): 20--26 Kekurangan vitamin A pada kelompok bayi Muherdiyantiningsih; dkk

jyla memberikan risiko yang lebih besar bayi melalui ASI. Data yang dapat diolah hanya
dibandingkan dengan anak yang sehat untuk data lrekuensi pemberian AS1 dalam sehari yang
mengalami xemftalmia. Hal ini diungkapkan oleh memberi petunjuk bahwa frekuensi AS1 daiam
Sommer dkk (1987) di perdesaan di Pulau Jawa. sehari sangat lemah bila dipakai sebagai ukuran
Temuannya adalah bahwa anak balita yang jumlahlvolume ASI, apalagi kandungan vitamin
menderita penyakit infeksi saluran pemapasan dan Anya.
atau riwayat diare, mempunyai risiko xemftalmia
2,5 kali dibandingkan dengan anak yang sehat Pemberian AS1
setelah 18 bulan pengamatan. Pada bayi risiko Angka odds ratio yang menggambarkan
tersebut 5,5 kali (18).
risiko pemberian AS1 terhadap status vitamin A
Dan gambaran penelitian-penelitianyang
bayi menunjukkan bahwa pemberian AS1 610 kali
telah dilakukan dan hasil penelitian ini
menunjukkan adanya konsistensi bahwa terdapat sehari memberi efek perlindungan terhadap
kejadian KVA pada bayi sebesar 49% (OR = 0,51;
asosiasi yang kuat antara status infeksi dengan
95% CI: 0,27--0,97) dibandingkan dengan bayi
status vitamin A dan sebaliknya, meskipun cara
pengukuran status infeksi tersebut berbeda. yang mendapat AS1 >I0 kali sehari (Tabel 2).
Setelah dikontml dengan umur, tidak terdapat
perbedaan angka OR. Berbeda dengan hasil
Status Vitamin A Ibu
penelitian ini, di lndia diungkapkan bahwa efek
Faktor lain yang paling berhubungan perlindungan sebesar 68% terhadap terjadinya
dengan masalah KVA pada bayi adalah keadaan xeroftalmia dipemleh kelompok anak yang
kekurangan vitamin A yang tejadi pada ibu mendapat AS1 >10 kali sehari dibandingkan
menyusui. Besamya risiko bayi untuk mengalami dengan anak yang tidak mendapat ASI.
KVA adalah 3 kali bila ibu mengalami KVA Agak sulit membandingkan kedua
dibandingkan dengan jika ibu yang tidak KVA (OR penelitian tersebut karena nampaknya kurang
= 3,12; 95% CI: 1,33--7,36) (Tabel 2). komparabel, baik umur sampel, tingkatan KVA-nya,
Telah diketahui bahwa salah satu faMw maupun pembandingnya. Namun, pembandingan
yang menentukan status gizi bayi menyusu adalah ini dilakukan mengingat penulis tidak mendapatkan
status gizi ibu. Demikian pula dengan status penelitian lain yang serupa. Penelitian ini
vitamin A bayi. Meialui ASI, kualitas makanan yang mengamati hubungan pemberian AS1 kurang dari
dikonsumsi oleh ibu terefleksikan ke dalam 10 kali dibandingkan dengan >10 kali sehari
kandungan zat gizi yang ada dalam ASI, yang terhadap KVA tingkat marginal pada bayi.
selanjutnya dikonsumsi bayi. Sebelum mencapai Sementara penelitian di lndia mengamal
jaringan atau sel target, vitamin A berada dalam hubungan pemberian AS1 >10 kali sehari
darah dalam bentuk retinol (19). Oleh sebab itu dibandingkan dengan tidak diberi AS1 terhadap
kandungan retinol dalam darah ibu secara tak kejadian xemftalmia pada anak balita sehingga hal-
langsung dapat menentukan status vitamin A bayi ha1 tersebut yang mungkin menyebabkan kedua
menyusu. penelitian tersebut memberikan hasil yang
Beberapa penelitian mengungkapkan berbeda.
kuatnya hubungan status vitamin A ibu dengan Adanya efek perlicdungan terhadap KVA
status vitamin A bayi. Saidin S (16) di Kabupaten pada kelompok bayi yang mendapat AS1 610 kali
Bogor mendapatkan bahwa pemberian kapsul sehari dapat tejadi karena adanya kemungkinan
vitamin A 400.000 IU kepada ibu masa nifas tidak bahwa kelompok ini lebih banyak yang mendapat
saja meningkatkan vitamin A dalam AS1 ibu, MP-AS1 daripada kelompok bayi yang
melainkan juga status vitamin A serum bayi secara mendapatkan AS1 >10 kali. Hasil analisis lebih
bermakna hingga 4 bulan dibandingkan dengan lanjut menunjukkan bahwa kelompok bayi di atas 4
kelompok kontrol. Keterbatasan penelitian ini
adalah tidak adanya data kandungan vitamin A bulan dan diberi AS1 610 kali, yang mendapatkan
dalam AS1 yang dapat menjelaskan hubungan MP-ASl sejumlah 89% dibandingkan dengan 75%
antara status vitamin A ibu dan status vitamin A pada kelompok st0 kali.
PGM 2003,26(2): 20-26 Kekurangan vitamin A pada kelompok bayi Muherdiyantiningsih; dkk

Alasan lain adalah adanya kemungkinan 8. Stoltzfus RJ, et al. High Dose Vitamin A
bahwa frekuensi pemberian AS1 tidak Supplementation of Breast Feeding
menggambarkan volume AS1 yang dikonsumsi Indonesian Mothers: Effect on the Vitamin A
bayi. Artinya, bayi yang mendapat AS1 810 kali Status of Mother and Infant. J. Nufr 1993,123
(4): 666-75.
sehari belum tentu volume AS1 yang diminum lebih 9. Adina, R. Surveilens Epidemidogi Kurang
rendah dari mereka yang mendapat AS1 >10 kali Vitamin A di Jawa Tengah tahun 1995 hingga
sehari. 1996. Skripsi. Depok: FKMUI, 1997.
10. Suhamo D, et al. Cross-sectional Study m
the Iron and Vitamin A Status of Pregnant
Women in West Java, Indonesia. Am J Clin
1. Dengan besarnya proporsi bayi KVA 541% di Nutr 1992,56: 998-93.
daerah penelitian, kekurangan vitamin A pada 11. De Pee S. et al. Lack of Improvement in
kelompok bayi masih me~pakanmasalah Vitamin A Status with Increased Consumplion
kesehatan masyarakat tingkat berat. of Dark-green Leafy Vegetables. Lancet 1995,
2. Faktor yang paling berhubungan dengan 346: 75-41,
kekurangan vitamin A pada kelompok bayi 12. Tanumiharjo SA, et al. Vitamin A Status of
secara bermakna adalah bayi yang Indonesian Children Infected with Ascaris
mengalami infeksi, ibu yang KVA dan Lumbrimides affer Dosing with Vdamin A
frekuensi minum AS1 810 kali sehari. Supplement and Albendazole. J Nufr
1996,126: 451-57.
13. Lemeshow S, et al. Adequacy of Sample Size
in Health Studies. Terjemahan. Ycgyakarta:
RUJUKAN Gadjah Mada University Press. 1997; 6-11.
1. Muhilal, dkk. Changing Prevalence of 14. Hosmer, DW & Lemeshow, S. Applied Logtic
Xerophthalmia in Indonesia, 1977-1992. Eur Reuression. Canada: John Wiley 8 Sons,
J Clin Nuir 1994: 48: 708-14. 1989; 82-126.
2. WHO. Control of Vitamin A Deficiency and 15. Muhilal, et al. Dampak Pemberian Vitamin A
Xeroffalmia. Geneva: WHO, 1982. TRS 672. Dosis Tinaai ~ a d aIbu Menvusui terhada~
3. Muhilal, dkk. Masalah Kekurangan Vitamin A Status ~ i t i h i nA Anak. penelif Gizi ~ a k a n
dan Xeroftalmia di Empat Provinsi Wilayah 1985,8: 5--19.
lndonesia Bagian Timur. GM lndon 1991, XVI 16. Saidin S, et al. P e n g a ~ hPemberian Vitamin
(1-2): 1 4 . A Dosis Tinggi kepada lbu Menyusui terhadap
4. Tarwotjo lg. et al. Evaluasi Masalah Kadar Vitamin A Bayl. Penelit Gizi Makan
Xeroflalmia Skala Nasional untuk Dasar 1987,lO: 55-65.
17. Sulaiman Z. Perubahan Ukuran Antmpometri
Penyusunan Program PJPT II. Jakarta: Kaitannya dengan Status S e ~ mVitamin A
Departemen Kesehatan RI, 1993. Pada Anak Prasekolah. Tesis. Bogor:
5. WHO. indicators for Assessing Vitamin A Fakultas Pascasajana IPB, 1989.
Deficiency and their Application in Monitoring 18. Sommer A. et al. increased Risk of
and Evaluating Intervention Pmgrammes. Xerophthalmia Following Diarrhea and
Geneva: WHO, 1996. Respiratory Disease. Am J Clin Nuir 1987,45:
6. Soekirman 8 Latham MC. Sustainable 977-40.
Improvements in Nutrition in lndonesia. Gizi 19. Linder, M.C. Nutrition and Metabolism of
lndon 1993,18: 23-44. Vitamin. Dalam: Nutritional Biochemistry and
7. Muhilal, et al. Vitamin A Fortified Monosodium Metabolism with Clinical Applications. Second
Glutamat and Health, Growth, and Survival of edition. USA: Prentice Hall, 1991.
Children: a Controlled Field Trial. Am J Clin
Nutr1988,48: 1271-76.

You might also like