You are on page 1of 13

Jurnal Kebijakan Pemerintahan 3 (2) (2020): 62-74

JURNAL KEBIJAKAN PEMERINTAHAN


e-ISSN 2721-7051, p-ISSN 2599-3534
Website: http://ejournal/.ipdn.ac.id/JKP
Faculty of Political Government, Governance Institute of Home Affairs (IPDN)

DOI: https://doi.org/10.33701/jkp.v3i2.1306

IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PENGEMBANGAN RUANG


TERBUKA HIJAU SEMPADAN PANTAI DI KOTA CIREBON
PROVINSI JAWA BARAT
Cut Novisar Syahfitri1, *
1
Institut Pemerintahan Dalam Negeri
Jl. Ir. Soekarno Km. 20, Sumedang, Indonesia

*Corresponding Author
Email: cutnovi@ipdn.ac.id

Abstract
This study aims to determine and describing the implementation of the development of Coastal Green Open
Space and the factors that cause the ineffective implementation of the policy. This research focused on policy
implementation of spatial plans in development of urban areas which based by theory of Charles O. Jones:
organizations, interpretation, and application. The author using descriptive qualitative research method with an
inductive approach. The data were collected through observation, interviews, and documentation. While the data
were analyzed with data analysis, data presentation, and conclusion. The research data were analyzed using data
analysis techniques, data presentation, and drawing conclusion. The results showed that the implementation
process of the regional spatial planning policy in the development of green open space on the coastline of Cirebon
City was not implemented properly. The main factor that causes the ineffective implementation of the policy is
that the interpretation of the policy it self is vary, so that it affects the implementation of the policy. Suggested to
the Cirebon City Government needs to support and be committed to implementing a coastal border green open
space development policy and the Cirebon City Government needs to be prepared to face every possibility and
challenge of problems that arise and become obstacles in the implementation of the development policy of coastal
green open space.
Keywords: Implementation, Open Green Space Boundary Beach

Abstrak
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dan menggambarkan implementasi pengembangan Ruang
Terbuka Hijau Sempadan Pantai di Kota Cirebon Provinsi Jawa Barat dan faktor yang menyebabkan belum
efektifnya pelaksanaan kebijakan tersebut. Penelitian ini difokuskan pada implementasi kebijakan pengembangan
ruang terbuka hijau yang berdasarkan pada teori Charles O. Jones yaitu organisasi, interpretasi dan penerapan.
Penelitian ini menggunakan metode kualitatif deskriptif dengan pendekatan induktif. Data dikumpulkan melalui
wawancara observasi, dan dokumentasi. Data penelitian ini dianalisis dengan Teknik Analisis data, penyajian data,
dan penarikan kesimpulan. Hasil penelitian, menunjukan proses implementasi pengembangan ruang terbuka hijau
sempadan pantai Kota Cirebon tidak terlaksana dengan baik. Faktor utama yang menyebabkan belum efektifnya
implementasi kebijakan tersebut adalah interpretasi kebijakan yang tidak jelas sehingga berpengaruh pada
penerapan kebijakan tersebut. Disarankan kepada Pemerintah Kota Cirebon agar mendukung dan berkomitmen
dalam mengimplementasikan kebijakan pengembangan ruang terbuka hijau sempadan pantai dan Pemerintah Kota
Cirebon perlu kesiapan dalam menghadapi setiap kemungkinan dan tantangan permasalahan yang muncul dan
menjadi penghambat dalam penerapan kebijakan pengembangan ruang terbuka hijau sempadan pantai.
Kata Kunci: Implementasi, Ruang Terbuka Hijau Sempadan Pantai

62
I. PENDAHULUAN (dua) konsekuensi, yaitu konsekuensi yang bersifat
Pelaksanaan pembangunan suatu daerah positif dan negatif. Konsekuensi positif dari kawasan
diperlukan perencanaan jangka panjang, jangka adalah perkotaan adalah akses mudah untuk menjadi
menengah, serta jangka pendek yang dikelola pada daerah maju yang di dalamnya terdapat lapangan
suatu teritorial tertentu. Untuk itu perlu dibuat suatu pekerjaan yang memadai pertumbuhan ekonomi
Rencana Tata Ruang Wilayah dengan sedangkan konsekuensi negatifnya adalah terjadinya
memperhatikan aspek lingkungan, kependudukan, ketidakseimbangan antara pembangunan dengan
kemampuan keuangan, sumber daya manusia dan lingkungan yang menyebabkan kualitas dan kuantitas
kearifan lokal daerah serta berkiblat pada peraturan di perkotaan menurun. Sehingga perkembangan Kota
perundang-undangan yang berlaku. Peraturan Cirebon ini menuntut tersedianya pemanfaatan ruang
Rencana Tata Ruang Wilayah baik di tingkat kebutuhan kota baru yang terpadu.
nasional, provinsi, dan kabupaten/kota memiliki Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Cirebon
fungsi pemanfaatan ruang, baik untuk juga mengatur mengenai Ruang Terbuka Hijau
mengefektifkan dan mencegah terjadinya konflik Sempadan Pantai mengingat isu-isu lingkungan
antar fungsi. Dengan adanya peraturan Rencana Tata menjadi topik utama diberbagai kalangan masyarakat
Ruang Wilayah, diharapkan mampu dijadikan baik internasional maupun masyarakat Indonesia,
pedoman agar semua unsur kepentingan pengguna salah satunya adalah pemanasan global dan rusaknya
ruang dan wilayah suatu daerah dapat berjalan secara elemen-elemen bumi seperti tanah, air, dan udara di
seimbang. kawasan pesisir. Dimana jumlah penduduk dan
Dalam suatu formulasi kebijakan, Dunn kebutuhan serta keinginan masyarakat membuat
menyebutkan ada 3 (tiga) model analisis kebijakan, peningkatan terhadap perkembangan pembangunan
yaitu, model prospektif atau predikatif, model industri dan fisik berpengaruh besar terjadinya
retrospektif atau evaluative, dan model integrative1. kerusakan lingkungan tersebut. Dampak dari kondisi
Kebijakan Rencana Tata Ruang Wilayah merupakan tersebut mempengaruhi transformasi habitat
kebijakan yang bersifat integratif karena analisis ekosistem, perubahan iklim, polusi, species invasif,
dalam kebijakan tersebut dilakukan mengarahkan dan berkurang atau hilangnya keanekaragaman
pada akibat kebijakan baik sebelum maupun setelah hayati2. Ruang Terbuka Hijau Sempadan Pantai biasa
kebijakan itu diberlakukan. disebut buffer zone atau daerah pengamanan yang
Kota Cirebon melaksanakan penataan merupakan batas yang memiliki jarak minimal 100
ruangnya diimplementasikan dalam Peraturan meter dari titik pasang pantai tertinggi untuk
Daerah Kota Cirebon Nomor 8 Tahun 2012 tentang pengamanan pantai yang berbentuk hutan mangrove
Rencana Tata Ruang Wilayah Tahun 2011 – 2031. memiliki fungsi utama untuk membatasi
Peraturan Daerah tersebut menyebutkan bahwa pertumbuhan perumahan atau kegiatan lainnya agar
kawasan Kota Cirebon merupakan pusat kegiatan kelestarian pantai tidak terganggu serta sebagai
masyarakat yang bercirikan pusat pelayanan pengaman area pantai dari kerusakan yang
pemerintah, pemukiman padat, kegiatan industri, diakibatkan oleh gelombang laut, misalnya erosi,
kegiatan perekonomian, sosial-budaya, pariwisata abrasi, gelombang tsunami, instrusi laut, dan
dan transportasi. Kawasan perkotaan memiliki 2 sebagainya, Keberadaan ruang terbuka hijau Kota

1 William Dunn, Wiliiam N. Dunn, Pengantar Analisis Kunci Ekosistem Kota Hijau Biological Diversity (
Kebijakan Publik Edisi Kedua (Yogyakarta: Universitas Biodiversity ) as a Key Element of Green Urban
Gajah Mada Press, 2003). Ecosystem’, in PROS SEM NAS MASY BIODIV INDON,
2 CECEP KUSMANA, ‘Makalah Utama : 2015 <https://doi.org/10.13057/psnmbi/m010801>.
Keanekaragaman Hayati ( Biodiversitas ) Sebagai Elemen

63
Cirebon sangatlah penting mengingat Kota Cirebon pengembangan ruang terbuka hijau sempadan pantai
sering mengalami erosi, sedimentasi dan abrasi di berhadapan dengan swasta dan masyarakat yang
Kawasan Pesisirnya. berbondong-bondong menggunakan kawasan pesisir
Ruang Terbuka Hijau atau Buffer zone untuk kepentingannya masing-masing dengan
merupakan salah satu isu strategis yang disebutkan kondisi pesisir pantai sepanjang 7 (tujuh) kilometer
dalam arah pembangunan Kota Cirebon yang tercemar di sejumlah tempat4
tertuang dalam Rencana Pembangunan Jangka Komunikasi pemerintah eksternal pada
Panjang Daerah (RPJPD) Kota Cirebon yang hakikatnya adalah pertukaran dan proses penyebaran
disahkan dalam Peraturan Daerah Nomor 9 Tahun informasi tentang kebijakan-kebijakan dan peraturan
2008 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang pemerintah kepada masyarakat, organisasi non
Daerah (RPJPD) Kota Cirebon tahun 2002 – 2025 pemerintah, dan sector bisnis. Pesatnya
serta Rencana Pembangunan Jangka Menengah perkembangan teknologi informasi dan komunikasi,
Daerah (RPJMD) Kota Cirebon yang disahkan dalam menjadikan website pemerintah sebagai alat yang
Peraturan Daerah Kota Cirebon Nomor 5 Tahun dianggap ampuh untuk proses komunikasi antara
2019 tentang Rencana Pembangunan Jangka pemerintah dan masyarakat. Website resmi milik
Menengah Daerah Kota Cirebon 2018 – 2023. Kota Cirebon masih kurang memadai, website
Namun pemerintah kurang mengacu sepenuhnya tersebut lebih banyak menampilkan profil Kota
pada pedoman tersebut dalam pengembangan ruang Cirebon dan tidak memberikan informasi intensif.
terbuka hijau sempadan pantai sehingga mengarah Sehingga kebijakan yang dikeluarkan oleh
pada pengurangan persentase luas ruang terbuka hijau Pemerintah Kota Cirebon tidak tersampaikan dengan
dari akibat pertumbuhan penduduk dan pembangunan baik kepada masyarakat. Website resmi tersebut juga
khususnya pada bidang infrastruktur, pemukiman, belum terdapat kolom yang disediakan untuk
dan perekonomian dan terjadi alih fungsi untuk berkomunikasi langsung dengan masyarakat.
kegiatan pembangunan fisik tersebut3. Dalam peraturan rencana tata ruang wilayah,
Ruang Terbuka Hijau Sempadan Pantai atau ketersediaan Ruang Terbuka Hijau suatu
pesisir pantai merupakan bagian dari konsep struktur kabupaten/kota ditargetkan 30% dari luas wilayah.
tata ruang wilayah internal dimana batasan wilayah ketersediaan ruang terbuka hijau Kota Cirebon baru
pesisir dan lautan tidak terlepas dari pengelolaan atau sekitar 10,4% dari luas keseluruhan Kota Cirebon5.
penggunaannya. Untuk melaksanakan kebijakan Hal ini berpengaruh pada kondisi ruang terbuka hijau
pengembangan ruang terbuka hijau sempadan pantai, sempadan pantai Kota Cirebon yang hanya memiliki
Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang Kota 9 (Sembilan) hektar di kawasan Kesunean Selatan,
Cirebon berperan sebagai stakeholders yang Kelurahan Kasepuhan Kecamatan Lemahwungkuk
bertanggung jawab penyelenggaraan ruang terbuka Kota Cirebon6. Minimnya ruang terbuka hijau
hijau sempadan pantai Kota Cirebon. Koordinasi dan sempadan pantai di Kota Cirebon menyebabkan
komunikasi yang kurang baik secara eksternal banjir rob, pada tahun 2018-2019 tercatat 1.025 kali
mengakibatkan implementasi kebijakan banjir rob di Kelurahan Pegambiran Kecamatan

3“Miris, Pesisir Laut Cirebon Dipenuhi Sampah”, terbuka-hijau-kota-cirebon-baru-10-persen, diunduh pada


http://www.jawapos.com, diunduh pada tanggal 26 Juli tanggal 28 Oktober 2020
6
2020, pukul: 20.00 WIB Hutan Mangrove untuk Garid Pantai Cirebon,
4 Pesisir Cirebon Memiliki Potensi Sejarah dan Budaya https://www.ayocirebon.com/read/2019/03/09/2179/hutan-
Lokal, mangrove-untuk-garis-pantai-
https://travel.kompas.com/read/2016/10/16/152400327/pe cirebon#:~:text=Sejauh%20ini%2C%20di%20Kota%20Ci
sisir.cirebon.miliki.potensi.sejarah.dan.budaya.lokal, rebon,sendiri%20sesungguhnya%20disayangkan%20relati
diunduh pada tanggal 26 Juli 2020 f%20kecil, diunduh pada tanggal 28 Oktober 2020.
5 Ruang Terbuka Hijau Kota Cirebon,
https://www.antaranews.com/berita/1173608/ruang-

64
Lemah Wungkuk, gelombang pasang laut di tetapi secara implementatif sebagaimana Perda itu
Kelurahan Kesenden Kecamatan Kejaksan, dan dijalankan oleh Suku Dinas Pertamanan dan
Angin Topan/Putting Beliung di Kelurahan Kebonan Pemakaman sebagai leading sector dalam upaya
Baru Kecamatan Kejaksan7. penyediaan RTH masih banyak menemui kendala
Kawasan pesisir pantai menyimpan potensi antara lain (a) lemahnya pengawasan terhadap
alam yang bermanfaat kelangsungan hidup banyak penggunaan lahan dan bangunan; (b) harga tanah
terutama masyarakat sekitar, akan tetapi kawasan yang mahal; (c) peningkatan lahan terbangun; dan(d)
pesisir Kota Cirebon tercemar dengan penumpukan kurangnya sosialisasi kepada masyarakat mengenai
sampah yang berada di beberapa kawasan pesisisr arti pentingnya ruang terbuka hijau bagi kehidupan
Kota Cirebon Tempat Penampungan Sementara masyarakat perkotaan.
(TPS) di kawasan pesisir. Kawasan pesisir utara Kota Penelitian selanjutnya oleh Rina Setyati tahun
Cirebon hanya memiliki 1 (satu) TPS dan armada 2015 judul Implementasi Kebijakan Penataan Ruang
pengangkutan yang minim untuk ke Tempat Terbuka Hijau Kawasan Perumahan Kota Banjarbaru
Penampungan Akhir (TPA) dengan intensitas menjelaskan hasil penelitiannya masih terdapat
pengangkutan 1 (satu) kali dalam seminggu. terdapat ketidaksesuaian antara implementasi dengan
rumusan kebijakan yang telah disusun9. Bentuk
1) Kajian Literatur Terdahulu ketidaksesuaian tersebut berupa i) ketidaktauan
Penelitian ini terinspirasi dari beberapa pengembang terhadap kebijakan penataan RTH yaitu
penelitian terdahulu berkaitan dengan kebijakan tidak menyediakan lahan RTH pada lingkungan
Rencana Tata Ruang Wilayah dalam penyediaan perumahan yang akan dibangun; ii) luasan lahan RTH
Ruang Terbuka Hijau dan analisis kondisi mangrove yang disediakan tidak sesuai ketentuan; iii)
di Kawasan pesisir. Penelitian Hendra Wijayanto dan perubahan peruntukan pada lahan RTH; iv) serta
Kurnia Hidayati tahun 2017 dengan judul belum terbangunnya lahan RTH sehingga lahan RTH
Implementasi Kebijakan Ruang Terbuka Hijau di yang disediakan masih berupa semak belukar atau
Kawasan Perkotaan (Studi Pengembangan di Kota lahan kosong.
administrasi Jakarta Utara) mengemukakan hasil Penelitian M. Luthfi Eko Nugroho tahun 2014
penelitiannya bahwa Implementasi Kebijakan “Problematika Ruang Terbuka Hijau di Kota
Rencana Tata Ruang Wilayah dalam Penyediaan Semarang mengemukakan hasil penelitiannya
Ruang Terbuka Hijau di Kota Administrasi Jakarta pelaksanaan Ruang Terbuka Hijau ternyata tidak
Utara baru terealisasi sebesar 5%8. Hal ini mudah dan banyak mengalami kendala serta
dikarenakan penggunaan lahan yang tersedia. Hal ini permasalahan 10. Sinergitas seluruh pemangku
dikarenakan penggunaan lahan yang tersedia untuk kepentingan menjadi poin penting dalam
RTH tidak difungsikan sebagaimana peruntukannya. pengembangan ruang terbuka hijau, agar dapat
Sementara itu, proses kebijakan penyediaan RTH itu berjalan dengan optimal. Program Pengembangan
masih berada pada tataran formulatif yaitu dengan Kota Hijau (P2KH) yang diinisiasi oleh Pemerintah
dirumuskannya Peraturan Daerah Nomor 1 Tahun Pusat ternyata membawa dampak positif bagi Kota
2012 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah 2030 Semarang. Terutama dalam menjadikan ruang

7 Lemah Wungkuk dalam Angka 2020 dan Kejaksan Perumahan Kota Banjarbaru’, JKAP (Jurnal Kebijakan
dalam Angka 2020 Dan Administrasi Publik), 2015
8 Hendra Wijayanto and Ratih Kurnia Hidayati, <https://doi.org/10.22146/jkap.7534>.
‘Implementasi Kebijakan Ruang Terbuka Hijau Di 10 M Luthfi Eko Nugroho, ‘Problematika Penyediaan

Kawasan Perkotaan (Studi Pengembangan Di Kota Ruang Terbuka Hijau Di Kota Semarang’, CoUSD
Administrasi Jakarta Utara)’, Spirit Publik, 2017. Conference on Urban Studies and Development
9 Rina Setyati and Warsito Utomo, ‘Implementasi Pembangunan Inklusif : Menuju Ruang Dan Lahan
Kebijakan Penataan Ruang Terbuka Hijau Kawasan Perkotaa Yang Berkeadilan, 2015.

65
terbuka hijau sebagai prioritas dalam pembangunan kota/kabupaten dan meneliti tentang mangrove
kota. Tidak hanya secara kuantitas, namun juga sebagai pengaman pesisir pantai tanpa mengaitkan
secara kualitas ruang terbuka hijau satu sama lain. Dalam artikel ini, penulis mencoba
Penelitian oleh Anggi Ratna Anggraini dan J. untuk mengaitkan kebijakan rencana tata ruang
Oliver “Analisis Kerusakan Mangrove Akibat wilayah dengan ruang terbuka hijau di daerah pesisir
Aktivitas Penduduk di Penduduk Kota Cirebon” (sempadan pantai) sebagai objek penelitian. Ruang
tahun 2019 menjelaskan bahwa Kerusakan terbuka hijau sempadan pantai masih kurang dilirik
Mangrove di Pesisir Kota Cirebon terjadi akibat oleh pemerintah di Indonesia sebagai kebijakan yang
aktivitas penduduk setempat seperti konversi lahan penting untuk masyarakat dan ekosistem. Penulis
mangrove untuk pemukiman, konversi lahan menggunakan indicator implementasi Charles O.
mangrove untuk tambak, pengambilan kayu, Jones yaitu organisasi, interpretasi, dan penerapan.
penangkapan fauna, pencemaran. Kerusakan Tujuan artikel ini adalah untuk memperoleh
mangrove akibat konversi untuk pemukiman dan gambaran yang jelas bagaimana implementasi
tambak dalam persebaran mangrove di Pesisir Kota kebijakan rencana tata ruang wilayah dalam
Cirebon tidak terdapat di semua garis pantai atau pengembangan ruang terbuka hijau sempadan pantai
62,5% dari garis pantai Kota Cirebon sudah beralih di Kota Cirebon.
fungsi untuk aktivitas masyarakat seperti
pemukiman, jalan, dan tambak11. KAJIAN PUSTAKA
Penelitian terakhir oleh Aswin Rahadian, Yudi Pisau analisis dalam penelitian ini menggunakan
Setiawan, Lilik Budi Prasetyo, dan Ketut Wikantika konsep implementasi dari Charles O. Jones. Menurut
tahun 2019 ”Tinjauan Historis Data dan Informasi Jones13, implementasi kebijakan merupakan suatu
Luas Mangrove Indonesia menjelaskan hasil proses interaktif antar suatu alat tujuan dengan
penelitian bahwa acuan prakiraan luas mangrove tindakan atau bersifat interaktif dengan kegiatan-
yang reliable saat ini adalah ±3 juta hektar12. kegiatan kebijaksanaan mendahuluinya, dengan kata
Kebijakan Satu Peta menjadi instrumen penting lain implementasi merupakan kegiatan yang
dalam perencanaan pembangunan, data informasi dimaksudkan untuk mengoperasikan sebuah
distribusi dan luas mangrove yang dihasilkan dari program. Agar pelaksanaan program kebijakan dapat
sumber ini merupakan data dasar yang reliabel berjalan dengan baik, menurut Jones terdapat tiga
dengan skala yang ideal dalam merancang penataan pilar utama yaitu14;
ruang dan sebagai acuan data dan informasi a. Organisasi, merupakan pembentukan atau
mangrove nasional. penataan kembali sumberdaya, unit-unit serta
metode untuk menjadikan program berjalan.
2) Pernyataan Kebaruan Ilmiah b. Interpretasi, menafsirkan agar program
Penulis melakukan penelitian berbeda dengan (seringkali dalam hal status) menjadi rencana dan
penelitian yang lain, dimana penelitian sebelumnya pengarahan yang tepat dan dapat diterima dan
banyak sekali meneliti mengenai implementasi dilaksanakan.
kebijakan rencana tata ruang wilayah dalam
penyediaan ruang terbuka hijau di pusat

11 Anggi Ratna Anggraini and J. Oliver, ‘ANALISIS 12 Aswin Rahardian and others, ‘Tinjauan Historis Data
KERUSAKAN MANGROVE AKIBAT AKTIVITAS Dan Informasi Luas Mangrove Indonesia’, Media
PENDUDUK DI PESISIR KOTA CIREBON’, Journal of Konservasi, 2019.
13 Charles O. Jones, Pengantar Kebijakan Publik (Public
Chemical Information and Modeling, 2019
<https://doi.org/10.1017/CBO9781107415324.004>. Policy), ed. by Nashir Budiman (Jakarta: PT. RajaGrafindo
Persada, 1996). Hal 296
14 ibid

66
c. Penerapan, yaitu ketentuan rutin dari pelayanan, kebijakan pengembangan ruang terbuka hijau
pembayaran, atau lainnya yang disesuaikan sempadan pantai Kota Cirebon Provinsi Jawa
dengan tujuan atau perlengkapan program. Barat sebagai berikut:
Berdasarkan penjelasan diatas, dapat
digambarkan kerangka pemikiran implementasi

Gambar 1. Kerangka Pemikiran

II. METODE memperoleh data yang signifikan dengan penelitian,


Metode yang digunakan dalam penelitian ini maka dalam penelitian ini menggunakan teknik
adalah penelitian kualitatif. Berdasarkan pendapat pengumpulan data melalui16:
Simangunsong, “penelitian kualitatif memiliki 1. Wawancara yaitu proses komunikasi atau
asumsi ontologis dimana awal penelitian ini interaksi untuk mengumpulkan informasi
berangkat dari individu-individu yang menjadi dengan cara tanya jawab antara peneliti dengan
informan, selanjutnya peneliti menggunakan analisis informan. Dalam penelitian yang dijadikan
epistemologis dimana dalam mengumpulkan data sumber data wawancara adalah:
secara total menggunakan partisipasi informan a. Asisten Bidang Administrasi Pemerintahan dan
Kesejahteraan Kota informan 1
(emic), dan mengurangi intervensi peneliti (etik)
agar data yang didapat bersifat murni dan dapat b. Kepala Dinas Pekerjaan Umum dan
memberikan logika induktif yang kuat” 15. Penataan Ruang Kota Cirebon sebagai
Pendekatan dalam penelitian ini menggunakan informan 2;
metode penelitian deskriptif dengan pendekatan c. Camat Kecamatan Kejaksaan sebagai
induktif, penulis menjelaskan dan meneliti informan 3;
permasalahan dengan kondisi yang sebenarnya d. Camat Kecamatan Lemahwungkuk sebagai
secara sistematis sehingga dapat diinterprestasikan informan 4.
secara tepat agar mendapatkan gambaran tentang 2. Observasi merupakan kegiatan dengan
permasalahan dan hubungannya dengan fenomena menggunakan pancaindera untuk memperoleh
yang terjadi sehingga dapat diambil kesimpulan informasi yang diperlukan untuk menjawab
untuk pemecahan permasalahan yang ada. Untuk masalah penelitian;

15 16
Fernandes Simangunsong, Metodologi Penelitian Simangunsong. Op.Cit hal 215-222
Pemerintahan Teoritik-Legalistik-Empirik-Inovatif
(Bandung: Alfabeta CV, 2017).

67
3. Dokumen dapat dalam bentuk surat, catatan Berdasarkan Teknik pengumpulan data diatas,
harian, arsip foto, hasil foto, cenderamata. maka penulis menetapkan rumah tema pada tabel 1.
Jurnal kegiatan dan sebagainya Rumah tema disebut juga rumah operasional yang
berangkat dari perumusan masalah17.

Tabel 1.
Rumah Tema dalam Penelitian
Judul Tema Sub Tema Sub-sub Tema Item Informan
Pertanyaan
1.1. Organisasi 1.1.1. Struktur 1 2
Organisasi
1.1.2. Sumber 2 2
Implementasi daya yang
Kebijakan berkualitas
Implementasi Pengembangan Ruang 1.2. Interpretasi 1.2.1. Petunjuk 4 1,2,34
Kebijakan Terbuka Hijau pelaksana
Pengembangan Sempadan Pantai Kota 1.2.2. Sosialisasi 6 1,2,3,4
Ruang Terbuka Cirebon Provinsi Jawa 1.3. Penerapan 1.3.1 penyediaan 7 1,2,3,4
Hijau Barat ruang terbuka hijau
Sempadan sempadan pantai
Pantai Kota 1.3.2. Pengawasan 9 1
Cirebon Kebijakan
Provinsi Jawa Factor Penghambat 2.1. 2.1.1. internal 10 1
Barat Implementasi Penghambat 2.1.2. eksternal 11 1,2,3
Kebijakan
Pengembangan Ruang
Terbuka Hijau
Sempadan Pantai Kota
Cirebon Provinsi Jawa
Barat

III. HASIL DAN PEMBAHASAN kebijakan publik merupakan suatu upaya strategis
1) Implementasi Kebijakan Pengembangan dalam penggunaan sumber daya yang ada guna
Ruang Terbuka Hijau Sempadan Pantai mengatasi berbagai masalah negara atau yang
Thomas R. Dye merumuskan kebijakan dihadapi pemerintah untuk membantu para
publik18, yaitu whatever government choose to do or administrator memecahkan masalah-masalah
not to do. Pengertian tersebut menggambarkan publik19. Menurut Jones20, implementasi kebijakan
bahwa kebijakan publik mencakup pemerintah merupakan suatu proses interaktif antar suatu alat
lakukan dan yang tidak dilakukan oleh pemerintah. tujuan dengan tindakan atau bersifat interaktif
Hal ini sejalan dengan perumusan lain yaitu

17 19
Ibid, hal 202 Wirman Syafri, Implementasi Kebijakan Publik Dan
18 Thomas R. Dye, Understanding Public Policy, Etika Profesi Pamong Praja (Sumedang: Alqaprint
Understanding Public Policy, 2017. Hal 1 Jatinangor, 2010).
20 Jones.

68
dengan kegiatan-kegiatan yang dimaksudkan untuk keberhasilan suatu kebijakan ditentukan oleh 3 (tiga)
mengoperasikan sebuah program. pilar yaitu organisasi, interpretasi, dan penerapan.
Peraturan zonasi memuat ketentuan-ketentuan
pada zona pemanfaatan ruang untuk mewujudkan a) Aspek Organisasi
ruang yang aman, nyaman, produktif, dan Aspek organisasi dalam implementasi
berkelanjutan, salah satunya adalah ketentuan kebijakan sesuai dengan rumah tema yang telah
amplop ruang dan penyediaan sarana dan prasarana. ditentukan berbicara mengenai struktur organisasi,
Peraturan zonasi merupakan mediator untuk sumber daya yang berkualitas, dan perlengkapan
menguraikan fungsi ruang (kawasan) di dalam atau alat kerja yang mendukung implementasi
Rencana Tata Ruang Wilayah kota ke dalam fungsi kebijakan.
blok/zona dalam rencana detail tata ruang kota Dalam rangka menyejahterakan
maupun rencana rinci kawasan strategis kota. masyarakat Kota Cirebon dibutuhkan perencanaan,
Melalui Perda RTRW Kota Cirebon yang disahkan pengembangan, dan pengendalian yang matang
pada Juli 2012 lalu pembagian sub wilayah kota terutama dalam pengembangan tata ruang kawasan.
yaitu zona pertama untuk kawasan pesisir pantai dan Perencanaan pengembangan Kawasan pesisir
kelautan, zona kedua untuk perdagangan dan jasa, dikelola Badan Perencanaan Pembangunan,
zona ketiga untuk pemukiman penduduk, dan zona Penelitian dan Pengembangan Daerah Kota Cirebon
keempat untuk kawasan pertanian campuran21. sesuai dengan salah satu fungsinya yaitu penyusunan
Aspek administratif dan fungsional kebijakan teknis di bidang perencanaan
Kabupaten Cirebon pada awalnya memiliki wilayah pembangunan, penelitian dan pengembangan
daratan dengan luas kurang lebih 3.801 Hektar daerah. Pelaksana pengembangan ruang terbuka
bertambah 74 Hektar22 akibat fenomena alam tanah hijau dilaksanakan oleh Dinas Pekerjaan Umum dan
timbul yang dikarenakan sebagian besar kawasan Penataan Ruang (DUPR) Kota Cirebon. Dinas
Kota Cirebon mengalami erosi dan sedimentasi Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang memiliki
dengan laju erosi mencapai 0.4 km2/tahun dan laju struktur organisasi yang jelas dalam melaksanakan
sedimentasi mencapai 0,09km2/tahun23. Secara tugasnya, adapun struktur organisasi DPUPR Kota
umum daerah pedataran pesisir Kota Cirebon Cirebon sebagai berikut:
merupakan hasil endapan air laut yang di dalamnya a. Kepala Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan
juga terdapat pasir, lumpur, dan kerikil. Pedataran Ruang;
ini sering ditemui memanjang sejajar garis pantai di b. Sekretaris: Sub Bagian Umum dan
dataran pantai Kota Cirebon. Kepegawaian dan Sub Bagian Program dan
Berdasarkan kriteria tipologi kawasan Keuangan;
perkotaan24, maka kawasan Kota Cirebon pada c. Bidang Sumber Daya Air, memiliki 3 seksi
tipologi kawasan perkotaan sedang dengan jumlah yaitu seksi pengelolaan sumber daya air, seksi
penduduk 340.370 jiwa25. Kota Cirebon telah drainase perkotaan, dan seksi infrastruktur air
menetapkan kebijakan Rencana Tata Ruang limbah;
Wilayah, meskipun kebijakan tersebut masih d. Bidang Bina warga, terdiri dari 3 seksi yaitu
mendapat kendala. Menurut Charles O. Jones, seksi jarinangan jalan primer, seksi jaringan
jalan sekunder, seksi jasa konstruksi;

21 Peraturan Daerah Kota Cirebon Nomor 8 Tahun 2012 REKA GEOMATIKA, 2018
tentang Rencana Tata Wilayah (RTRW) Kota Cirebon <https://doi.org/10.26760/.v2017i2.1764>.
Tahun 2011 – 2031 24 Undang-undang nomor 26 Tahun 2007
22 Pembahasan RPJMD Kota Cirebon Tahun 2013-2018 25 Kota Cirebon dalam Angka 2020
23 Aida Heriati and Semeidi Husrin, ‘Perubahan Garis

Pantai Di Pesisir Cirebon Berdasarkan Analisis Spasial’,

69
e. Bidang cipta karya terdiri 3 seksi yaitu seksi especially in the realization of a democratic
PBL dan Bangunan Gedung, seksi infrastruktur society”27.
permukiman, dan seksi jaringan air minum;
f. Bidang penataan ruang dan pertanahan, b) Aspek Interpretasi
memiliki 3 seksi yaitu seksi peraturan dan Aspek interpretasi para pelaksana
pembinaan tata ruang, seksi pemanfaatan kebijakan, dijabarkan melalui penafsiran agar
ruang, dan seksi pertanahan; program, seringkali dalam hal status menjadi
g. Kelompok jabatan fungsional; rencana dan pengarahan yang tepat dan dapat
h. UPT alat berat dan laboratorium yang diterima serta dilaksanakan28. Pada indikator ini,
membawahi sub bagian tata usaha; dan sub-sub indicator yang digunakan adalah petunjuk
i. UPTD pengelolaan air limbah membawahi sub pelaksana dan sosialisasi. Petunjuk pelaksana tata
bagian tata usaha. ruang wilayah adalah Rencana Detail tata Ruang
Pengembangan Ruang Terbuka Hijau (RDTR) dan Rencana Tata Bangunan dan
Sempadan Pantai dilaksanakan oleh Bidang Lingkungan (RTBL). Kebijakan Rencana tata ruang
penataan ruang dan pertanahan. Dinas PUPR Kota Wilayah dalam pengembangan RTH Sempadan
Cirebon menghadapi permasalahan sumber daya pantai belum dapat dilaksanakan sepenuhnya, hal ini
manusia khususnya dari segi kuantitas. Adanya dipengaruhi oleh belum ditetapkannya pertautan
ketidakseimbangan antara sumber daya manusia zonasi atau RDTR dan RTBL. Sesuai dengan
dengan beban kerja yang ada. DPUPR Kota Peraturan Pemerintah Nomor 15 Tahun 2010 tentang
Cirebon memiliki jumlah pegawai secara Penyelenggaraan Penataan Ruang, setiap rencana
keseluruhan sebanyak 84 orang, sehingga beban tata ruang wilayah kabupaten/kota harus
pekerjaan tiap pegawai over load yang dapat menetapkan bagian dari wilayah kabupaten/kota
menimbulkan tidak optimalnya kinerja DPUPR yang perlu disusun rencana detail tata ruangnya
sehingga berpengaruh pada implementasi kebijakan melalui RDTR29. Sedangkan RTBL adalah panduan
pengembangan ruang terbuka hijau sempadan rancang bangun suatu lingkungan/Kawasan yang
pantai26. dimaksudkan untuk mengendalikan pemanfaatan
DPUPR merupakan actor utama dalam ruang, penataan bangunan dan lingkungan, serta
pengembangan ruang terbuka hijau sempadan memuat materi pokok ketentuan program bangunan
pantai Kota Cirebon, namun hal ini tidak dan lingkungan, rencana umum dan panduan
dibenarkan lagi pada era globalisasi ini. Seperti rancangan, rencana investasi, ketentuan
yang dikemukakan oleh Fernandes Simangunsong pengendalian rencana dan pedoman pengendalian
dan Imelda Hutasoit, “There are other actors beside pelaksanaan pengembangan lingkungan/Kawasan30.
government, for example academics, businessmen, Penetapan RDTR diatur dalam rencana tata
civil society, and diaspora group or migrants ruang wilayah harus sudah ditetapkan paling lama 36
overseas who can return to Indonesia any time. In (tiga puluh enam) bulan sejak penetapan rencana tata
reform era, civil society organizations, political ruang wilayah, namun hingga penelitian ini
parties and intellectuals (faculties/academics) seem dilaksanakan Kota Cirebon belum memiliki RDTR.
to have a bigger role in creating social changes, Pembahasan RDTR Kota Cirebon memakan waktu
hingga 7 (tujuh) tahun dan masih berlangsung

26 29
Hasil wawancara Kepala DPUPR Kota Cirebon Peraturan pemerintah Nomor 15 Tahun 2010 tentang
27 Fernandes Simangunsong and Imelda Hutasoit, Penyelenggaraan Penataan Ruang, pasal 59
‘Implementing Roadmap Model Ahead Indonesian 30 Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor
Bureaucratic Reform through Quick Wins Method’, 06/PRT/M/2007 tentang Pedoman Umum Rencan Tata
Academy of Strategic Management Journal, 2018. Bangunan dan Lingkungan
28 Charles O. Jones, Op.Cit

70
hingga penelitian ini berlangsung. Hal ini teknologi informasi dan komunikasi yang pesat pada
disebabkan oleh regulasi yang berganti-ganti karena saat ini tidak digunakan oleh pemerintah sebagai alat
beda pemimpin beda regulasi, sinkronisasi untuk mensosialisasikan kebijakan. Website resmi
persetujuan substansi, dan masalah pemetaan yang Kota Cirebon berfungsi sebagai “pelengkap”
menampung banyak kepentingan yang harus pemerintahan dengan konten yang lebih mengekspos
dimenangkan31. profil Kota Cirebon daripada sebagai sarana
Interpretasi kebijakan juga dapat berupa komunikasi antar pemerintah dan masyarakat.
sosialisasi kebijakan kepada masyarakat dan swasta c) Aspek Penerapan
oleh pemerintah. Fungsi ruang terbuka hijau Sub-sub indicator dari aspek penerapan
sempadan pantai memiliki peran ganda, yaitu fungsi yang digunakan dalam penelitian ini adalah
tanaman lindung sekaligus rekreator, dan habitat penyediaan ruang terbuka hijau sempadan pantai dan
ikan dengan manfaat sebagai penguatan dari gerusan pengawasan kebijakan. Pengembangan Kawasan
laut juga melindungi dari erosi pantai karena sempadan pantai Kota Cirebon menurut rencana
gelombang laut, penyusupan air laut, pengikisan Tata ruang Wilayah Kota Cirebon sepanjang 7.000
pantai serta berbagai masalah pencemaran yang meter34 dengan ketentuan 50 – 100 meter dan rata –
diakibatkan oleh industri32. Dalam kenyataannya rata lebar sempadan 75 meter. Maka Ruang Terbuka
fungsi tersebut tidak diketahui oleh masyarakat dan Hijau Sempadan Pantai Kota Cirebon yang
swasta Kota Cirebon pada umumnya, sehingga seharusnya tersedia 525.000 meter atau 52,5 hektar
dalam kegiatan penyediaan dan pengelolaan Ruang sedangkan luas eksisting Ruang Terbuka Hijau
Terbuka Hijau Sempadan Pantai tidak didukung oleh Sempadan Pantai hanya 9 Hektar35, maka
masyarakat dan pihak swasta Kota Cirebon Pemerintah Kota Cirebon harus menyediakan 43,5
khususnya wilayah pesisir. Hal ini diperkuat dengan Hektar agar dapat memenuhi penataan ruang yang
terjadinya fenomena alam tanah timbul di Kota ideal.
Cirebon, pihak swasta beramai-ramai untuk Belum terbitnya RDTL dan RTBL Kota
membuka peluang bisnis di kawasan pesisir dengan Cirebon sangat berpengaruh pada proses penerapan
membuat permukiman di kawasan pesisir tersebut. pengembangan RTH Sempadan Pantai Kota
Terjadinya proses sedimentasi yang dialami oleh Cirebon. Banyaknya kepentingan dalam proses
Kota Cirebon tersebut sebenarnya dapat digunakan pembuatan RDTL dan RTBL Kota Cirebon
untuk pengembangan Ruang Terbuka Hijau membuat Pemerintah Kota Cirebon kehilangan arah
Sempadan Pantai, namun masih belum menjadi penerapan peraturan penataan ruang dalam
perhatian penuh oleh Pemerintah dan Masyarakat pengembangan RTH Sempadan pantai. Sehingga
Kota Cirebon. Sosialisasi terhadap Peraturan Daerah penataan nya tidak terarah dan Kawasan sempadan
Kota Cirebon tentang RTRW terhadap masyarakat pantai yang seharusnya ditanami oleh Mangrove
juga dinilai sangat penting, salah satu warga menjadi Kawasan penuh sampah dan bangunan yang
Kecamatan Lemahwungkuk mengatakan bahwa tidak terkontrol. Padahal RTH Sempadan Pantai
selama berpuluh-puluh tahun menetap di Kawasan adalah merupakan salah bentuk bentuk model
pesisir belum ada Pemerintah memberikan kebijakan integrative (prospektif dan retrospektif).
sosialisasi kepada masyarakat33. Kemajuan Sehingga kebijakan tersebut memiliki dengan fungsi

31 33
Hasil Wawancara Asisten Bidang Administrasi Hasil wawancara ketua RW 01 Kecamatan Lemah
Pemerintahan dan Kesejahteraan Kota Cirebon dan Kepala Wungkuk
34 Peraturan Daerah Kota Cirebon Rencana Tata Ruang
Dinas PUPR Kota Cirebon
32 Save Our Sea: Melestarikan Mangrove, Mencegah Wilayah
35 Hutan Mangrove untuk Garis Pantai Cirebon, Op.Cit
Abrasi Pantai. (26 Februari 2020).
https://wartaekonomi.co.id. Diunduh pada tanggal 1
Agustus 2020

71
pencegahan dan penanggulangan bencana di pengawasan eksternal yang dilakukan oleh DPRD.
Kawasan pesisir pantai. Sementara itu, pada Arah Namun pengawasan kebijakan masih minim dan
kebijakan pembangunan Kota Cirebon Tahun 2020 dirasakan tidak efektif karena bentuk pengawasan
belum terdapat strategi pengembangan prioritas pada DPRD Kota Cirebon hanya berupa rapat dengar
Kawasan pesisir pantai, dalam strategi pendapat dan hanya memberikan peringatan dan
pengembangan. Maka dalam penganggaran saran perbaikan. Tidak ada sanksi yang mengikat
Kawasan pesisir pantai belum ada alokasi untuk dan membuat jera masyarakat tidak sadar akan
pengembangan RTH Sempadan Pantai. adanya kebijakan yang mengatur tentang Ruang
Kota Cirebon merupakan daerah yang Terbuka Hijau di Kota Cirebon, sehingga
tergolong wilayah dengan kepadatan penduduk yang masyarakat dan swasta dapat dengan bebas
tinggi. Laju pertumbuhan penduduk Kota Cirebon melakukan kegiatan pembangunan yang tidak
mencapai 0.96% pada tahun 2018-2019 dan jumlah seharusnya di daerah sempadan pantai tersebut.
penduduk Kota Cirebon sebanyak 340.370 jiwa. namun masyarakat kawasan pesisir bersikap acuh
Tingginya kepadatan penduduk salah satunya adalah pada kawasan tersebut, terdapat beberapa factor
urbanisasi. Simangunsong dan Imelda Hutasoit yang menyebabkan perilaku acuh yaitu masyarakat
mengemukakan bahwa definition or conception of tidak mengetahui adanya kebijakan ruang terbuka
urbanization in geographical terms is urbanization hijau sempadan pantai dan masyarakat sekitar
is seen from the distribution, diffusion of charge and merasa tidak akan terjadi sesuatu yang
pattern according to time and space36. Akibat dari membahayakan dikarenakan keberadaan masyarakat
tingginya laju pertumbuhan penduduk dan jumlah yang cukup lama bermukim dan bekerja di kawasan
penduduk berdampak lingkungan, yang berarti tersebut37.
membutuhkan lahan perumahan, pertanian, dan lain- Faktor penghambat eksternal selanjutnya
lain. Kebutuhan atas penggunaan lahan yang tinggi adalah minimnya lahan yang cocok untuk ditanami
“memaksa” swasta dan masyarakat menggunakan tanaman khusus38. Penanaman pohon mangrove
lahan pesisir milik pemerintah sehingga kebijakan dibutuhkan lahan yang berupa rawa dengan
ruang terbuka hijau sempadan pantai sulit hamparan yang luas berbeda dengan tuang terbuka
diterapkan. hijau pada umumnya dapat menggunakan lahan
Program yang ditetapkan pemerintah pemerintah yang menyebar dalam ruang yang kecil,
sangat memerlukan pengawasan. Konsep sedangkan untuk ruang terbuka hijau sempadan
pengawasan terhadap kebijakan yang telah pantai lahan yang ada sebagian besar milik
ditetapkan merujuk pada pengawasan yang masyarakat.
merupakan bagian dari fungsi manajemen sebagai
control. Pengawasan dalam hal ini diarahkan untuk 2) Faktor Penghambat Implementasi Kebijakan
menghindari adanya kesalahan dan penyimpangan Pengembangan Ruang Terbuka Hijau
agar kebijakan terlaksana sesuai dengan rencana Sempadan Pantai Kota Cirebon Provinsi Jawa
serta membantu melaksanakan kebijakan untuk Barat
mencapai tujuan secara efektif dan efisien. Factor penghambat dalam implementasi
Pengawasan dapat dilakukan secara internal yaitu kebijakan pengembangan ruang terbuka hijau
pengawasan melekat dan pengawasan fungsional, sempadan pantai Kota Cirebon dibagi menjadi 2,
selain itu pengawasan juga dapat dilakukan

36 Fernandes Simangunsong and Imelda Hutasoit, Capital of Jakarta’, International Business Management,
‘Empirical Study on Implementation of Village Fund for 2017.
37 Hasil wawancara camat kawasan pesisir
Issue of Urbanization Form West Java Province to State
38 Hasil wawancara Kepala Dinas PUPR

72
yaitu factor penghambat internal dan factor dengan baik, terutama pada aspek interpretasi
penghambat eksternal. kebijakan dan penerapan kebijakan
a. Factor penghambat Internal 2. Factor penghambat:
Factor penghambat internal berasal dari a. Factor penghambat internal:
actor utama pelaksana kebijakan, seperti yang sudah 1) Tidak adanya alokasi dana untuk
dijelaskan sebelumnya bahwa ruang terbuka hijau mewujudkan ruang terbuka hijau
sempadan pantai belum dilirik oleh pemerintah sempadan pantai.
untuk dikembangkan. Aliran dana untuk ruang b. Faktor penghambat eksternal:
terbuka hijau diperkirakan hanya untuk mencukupi 1) Minimnya kesadaran masyarakat akan
pengembangan ruang terbuka hijau perkotaan, tidak lingkungan
termasuk ruang terbuka hijau sempadan pantai. 2) Minimnya lahan yang cocok untuk
b. Factor penghambat eksternal ditanami tanaman khusus daerah
Keberhasilan kebijakan juga dipengaruhi pesisir pantai.
oleh dukungan masyarakat, namun masyarakat
kawasan pesisir bersikap acuh pada kawasan V. UCAPAN TERIMA KASIH
tersebut, terdapat beberapa factor yang Penulis mengucapkan terimakasih kepada
menyebabkan perilaku acuh yaitu masyarakat tidak Institut Pemerintahan Dalam Negeri (IPDN)
mengetahui adanya kebijakan ruang terbuka hijau Fakultas Politik Pemerintahan, Pemerintah Kota
sempadan pantai dan masyarakat sekitar merasa Cirebon, Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan
tidak akan terjadi sesuatu yang membahayakan Ruang serta berbagai pihak yang telah membantu
dalam pengumpulan data selama penelitian.
dikarenakan keberadaan masyarakat yang cukup
lama bermukim dan bekerja di kawasan tersebut 39.
Faktor penghambat eksternal selanjutnya VI. REFERENSI
adalah minimnya lahan yang cocok untuk ditanami Anggraini, Anggi Ratna, and J. Oliver, ‘ANALISIS
KERUSAKAN MANGROVE AKIBAT
tanaman khusus40. Penanaman pohon mangrove
AKTIVITAS PENDUDUK DI PESISIR
dibutuhkan lahan yang berupa rawa dengan KOTA CIREBON’, Journal of Chemical
hamparan yang luas berbeda dengan tuang terbuka Information and Modeling, 2019
hijau pada umumnya dapat menggunakan lahan <https://doi.org/10.1017/CBO978110741532
pemerintah yang menyebar dalam ruang yang kecil, 4.004>
sedangkan untuk ruang terbuka hijau sempadan Dunn, William, Wiliiam N. Dunn, Pengantar
pantai lahan yang ada sebagian besar milik Analisis Kebijakan Publik Edisi Kedua
(Yogyakarta: Universitas Gajah Mada Press,
masyarakat. 2003)
Dye, Thomas R., Understanding Public Policy,
IV. SIMPULAN Understanding Public Policy, 2017
Berdasarkan kajian diatas, maka Heriati, Aida, and Semeidi Husrin, ‘Perubahan Garis
Pantai Di Pesisir Cirebon Berdasarkan
kesimpulan penelitian ini sebagai berikut:
Analisis Spasial’, REKA GEOMATIKA, 2018
1. Implementasi kebijakan pengembangan ruang <https://doi.org/10.26760/.v2017i2.1764>
terbuka hijau sempadan pantai Kota Cirebon Jones, Charles O., Pengantar Kebijakan Publik
Provinsi Jawa Barat dengan menggunakan (Public Policy), ed. by Nashir Budiman
teori Charles O.Jones diperolej gambaran (Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada, 1996)
bahwa aspek-aspek yang diteliti organisasi,
interpretasi, dan penerapan belum terlaksana

39 40
Hasil wawancara camat kawasan pesisir Hasil wawancara Kepala Dinas PUPR

73
Kusmana, Cecep ‘Makalah Utama : Simangunsong, Fernandes, Metodologi Penelitian
Keanekaragaman Hayati ( Biodiversitas ) Pemerintahan Teoritik-Legalistik-Empirik-
Sebagai Elemen Kunci Ekosistem Kota Hijau Inovatif (Bandung: Alfabeta CV, 2017)
Biological Diversity ( Biodiversity ) as a Key Simangunsong, Fernandes, and Imelda Hutasoit,
Element of Green Urban Ecosystem’, in PROS ‘Empirical Study on Implementation of
SEM NAS MASY BIODIV INDON, 2015 Village Fund for Issue of Urbanization Form
<https://doi.org/10.13057/psnmbi/m010801> West Java Province to State Capital of
Nugroho, M Luthfi Eko, ‘Problematika Penyediaan Jakarta’, International Business Management,
Ruang Terbuka Hijau Di Kota Semarang’, 2017
CoUSD Conference on Urban Studies and ———, ‘Implementing Roadmap Model Ahead
Development Pembangunan Inklusif : Menuju Indonesian Bureaucratic Reform through
Ruang Dan Lahan Perkotaa Yang Quick Wins Method’, Academy of Strategic
Berkeadilan, 2015 Management Journal, 2018
Rahardian, Aswin, Lilik Budi Prasetyo, Yudi Syafri, Wirman, Implementasi Kebijakan Publik
Setiawan, and Ketut Wikantika, ‘Tinjauan Dan Etika Profesi Pamong Praja (Sumedang:
Historis Data Dan Informasi Luas Mangrove Alqaprint Jatinangor, 2010)
Indonesia’, Media Konservasi, 2019 Wijayanto, Hendra, and Ratih Kurnia Hidayati,
Setyati, Rina, and Warsito Utomo, ‘Implementasi ‘Implementasi Kebijakan Ruang Terbuka
Kebijakan Penataan Ruang Terbuka Hijau Hijau Di Kawasan Perkotaan (Studi
Kawasan Perumahan Kota Banjarbaru’, JKAP Pengembangan Di Kota Administrasi Jakarta
(Jurnal Kebijakan Dan Administrasi Publik), Utara)’, Spirit Publik, 2017
2015 <https://doi.org/10.22146/jkap.7534>

74

You might also like