You are on page 1of 4

Social Media are Bad for Teenagers

Social media Web sites, such as Facebook, Twitter, Instagram, and many others have
become nearly inescapable facets of modern life, particularly for teenagers. Social
media is becoming more than just a part of their world, it’s becoming their world. Teens
are spending more and more time online, usually on a social media platform like
Facebook or Twitter. Most teens now have smart phones where they are on social
media networks all throughout the day. They are constantly texting, tweeting, and
posting pictures via Snapchat and Instagram. However, hyper-connected to social
media could be bad for them.

Today teens don’t know how to disconnect. Social media has allowed them to take their
life online from the time they wake up till they back to sleep via their smart phone. One
reason this “always connected” activity is harmful is because of the alarming trend of
cyberbullying. Bullying has now moved from not only being in the school and on the
bus, but online. What does this mean? If a teen is getting bullied, they cannot get away
from it! The people bullying them simply continue their bullying via social media

A new study has found that teenagers who engage with social media during the night
could be damaging their sleep and increasing their risk of anxiety and depression.
Teenagers spoke about the pressure they felt to make themselves available 24/7, and
the resulting anxiety if they did not respond immediately to texts or posts. Teens are so
emotionally invested in social media that a fifth of secondary school pupils will wake up
at night and log on, just to make sure they don’t miss out.

Another impact social media has had on teens is teens being more comfortable online
doing things that they should be more sensitive to doing. A separate study by the
National Citizen Service found that, rather than talking to their parents, girls seek
comfort on social media when they are worried. The survey also suggests that girls are
likely to experience stress more often than boys – an average of twice a week.

Social media such as Facebook, Twitter, Instagram, and many others are basically
created to connect everyone around the globe so they can interact and communicate
each other. However, too much exposure of social media can also be bad especially for
teenagers. As it mentioned above, social media could become media for bullying, risk
them of anxiety and depression, and risk their real-life social interaction. Therefore,
social media are dangerous for teenagers’ health both mentally and emotionally.

Medsos itu Buruk untuk Remaja

Situs-situ media sosial, seperti Facebook, Twitter, Instagram, dan banyak orang lain
hamper telah menjadi bagian dari kehidupan moderan yang tak terhindarkan,
khususnya untuk remaja. Media sosial menjadi lebih dari sekedar bagian dari dunia
mereka, itu menjadi dunia mereka. Remaja menghabiskan lebih banyak waktunya
online, biasanya pada platform media sosial seperti Facebook atau Twitter.
Kebanyakan remaja sekarang memiliki ponsel pintar di mana mereka berada di jaringan
media sosial sepanjang hari. Mereka terus-menerus mengirim SMS, tweeting, dan
posting gambar melalui snapchat dan Instagram. Namun, penggunaan media sosial
berlebihan bisa berdampak buruk bagi mereka.

Hari ini remaja tidak tahu bagaimana untuk tidak terhubung dengan meida sosial. Media
sosial telah telah mengambil hidup mereka secara online dari waktu mereka bangun
sampai mereka kembali tidur melalui ponsel pintar mereka. Salah satu alasan aktivitas
"selalu terhubung" ini beigut berbahaya karena tren yang mengkhawatirkan dari
cyberbullying. Bullying sekarang telah pindah dari tidak hanya berada di sekolah dan di
bus, tapi sekarang terjadi secara online. Apa artinya ini? Jika seorang remaja
mendapatkan bullying, mereka tidak bisa lepas dari itu! Orang-orang yang membully
akan lanjut membully mereka melalui media social.

Sebuah studi baru menemukan bahwa remaja yang terlibat dengan media sosial pada
malam hari bisa merusak tidur mereka dan meningkatkan risiko kecemasan dan
depresi. Remaja berbicara tentang depresi yang mereka rasakan ketika mereka harus
‘ada’ 24 jam seminggu, sedangkan kecemasan yang mereka rasakan jika mereka tidak
segera merespon teks atau tulisan. Remaja begitu emosional saat mereka
menghabiskan waktu di media sosial dimana seperlima dari siswa sekolah menengah
akan bangun di malam hari dan membuka situs media sosila mereka hanya untuk
memastikan mereka tidak kehilangan berita atau status.

Dampak lain media sosial telah di remaja adalah remaja menjadi lebih nyaman
melakukan hal-hal sensitive tertentu secara online dengan melakukannya secara
langsung. Sebuah studi terpisah oleh National Citizen Service menemukan bahwa,
remaja perempuan lebih nyaman curhat pada media social ketika merka merasa
khawatir daripada berbicara dengan orang tua mereka. Survei tersebut juga
menunjukkan bahwa perempuan cenderung mengalami stres lebih sering daripada
anak laki-laki - rata-rata dua kali seminggu.

Media sosial seperti Facebook, Twitter, Instagram, dan banyak yang lainnya pada
dasarnya dibuat untuk menghubungkan semua orang di seluruh dunia sehingga mereka
dapat berinteraksi dan berkomunikasi satu sama lain. Namun, terlalu banyak
menggunakan media sosial juga bisa berdampak buruk terutama bagi remaja. Seperti
disebutkan di atas, media sosial bisa menjadi media bullying, beresiko membuat remaja
cemas dan depresi, dan beresiko meninggalkan interaksi sosial kehidupan nyata
mereka. Oleh karena itu, media sosial berbahaya bagi kesehatan remaja secara mental
dan emosional.

Corruption and Indonesian Culture


Corruption has happened for many years and today it becomes a bad culture in
Indonesia for three reasons.
Most adult Indonesian or foreigners have known and admitted that corruptions
happen in many places. The daily newspapers, news programs on TV and radio have
reported corruptions are done everywhere, almost in all departments or public services
of this country. Corruptions happen in health, education departments and banks. When
we manage to get some documents in public service offices, we usually need much
money to pay. Manipulations happen everywhere.
The actions to eliminate corruption are weak. The ever stronger culture seems
not to come to an end when the responsible institutions who have to reinforce the justice
today commit corruption. This is the worst. Corruptions happen in police department,
courts where judges, public prosecutors, lawyers make deals to do corruption. All of us
also heard in the end of 2004, Probosutejo reported that he had bribed the Supreme
Court, or called Mahkamah Agung which becomes the highest level where the justice
can be obtained. Perhaps you have to try to come to the local courts and see what
happen there. You will see practices of bribery and other kinds of corruption. Therefore,
we can say that corruptions becomes our culture. Do you like it?
The citizens have no goodwill to fight against the corruption. They create the
situations in which people ahave opportunities to do corruptions. The citizens like to
break the rules because they are not disciplined. For example, in the street when they
drive a car or ride motorcycle, they do not have the driving license or necessary
documents. Then, they are caught by the local policemen. To avoid more difficulties,
they like to bribe the officer. The officer let them go then. In other words, the citizens
and officers are the same, doing corruption together. If only the people were critical,
disciplined, and obey the rules, and willing to report any wrong behaviors, this country
will not be number one corrupting country in the world.
Conclusion Based on the reasons, we can conclude that corruption is becoming a
bad culture in Indonesia if it is not ended soon by all of us. It seems that there must be
more severe penalty for the Corruptors. Do we still care about the future of this country?

Korupsi dan budaya Indonesia


Korupsi yang telah terjadi selama bertahun-tahun dan hari ini menjadi sebuah budaya
yang buruk di Indonesia untuk tiga alasan.
Kebanyakan orang dewasa Indonesia atau orang asing telah dikenal dan mengakui
bahwa korupsi terjadi di banyak tempat. Surat Kabar harian, program berita di televisi
dan radio telah melaporkan korupsi yang dilakukan di mana-mana, hampir di semua
departemen atau pelayanan publik negara ini. Korupsi terjadi dalam Kesehatan,
pendidikan dan Bank. Ketika kami mengelola untuk mendapatkan beberapa dokumen
di kantor-kantor pelayanan publik, kita biasanya membutuhkan banyak uang untuk
membayar. Manipulasi terjadi di mana-mana.
Tindakan untuk menghilangkan korupsi masih lemah. Budaya semakin kuat tidak
tampaknya datang berakhir ketika lembaga yang bertanggung jawab yang harus
memperkuat keadilan hari melakukan korupsi. Ini adalah yang terburuk. Korupsi
terjadi di kepolisian, pengadilan mana hakim, Jaksa penuntut umum, pengacara
membuat kesepakatan untuk melakukan korupsi. Kita semua juga mendengar di akhir
tahun 2004, Probosutejo melaporkan bahwa ia telah menyuap Mahkamah Agung, atau
disebut Mahkamah Agung yang menjadi tingkat tertinggi yang mana keadilan dapat
diperoleh. Mungkin Anda harus mencoba untuk datang ke pengadilan lokal dan melihat
apa yang terjadi di sana. Anda akan melihat praktik penyuapan dan korupsi jenis lain.
Oleh karena itu, kita dapat mengatakan bahwa korupsi menjadi budaya kita. Apakah
Anda suka?
Warga memiliki tidak ada niat baik untuk melawan korupsi. Mereka menciptakan
situasi-situasi di mana orang ahave kesempatan untuk melakukan korupsi. Warga ingin
melanggar aturan karena mereka tidak disiplin. Sebagai contoh, di jalan ketika mereka
mengendarai mobil atau naik sepeda motor, mereka tidak memiliki surat ijin
mengemudi atau dokumen yang diperlukan. Kemudian, mereka tertangkap oleh polisi
lokal. Untuk menghindari kesulitan yang lebih, mereka ingin menyuap petugas. Petugas
membiarkan mereka pergi kemudian. Dengan kata lain, masyarakat dan pejabat adalah
sama, melakukan korupsi bersama-sama. Jika hanya orang-orang secara kritis, disiplin,
dan mematuhi aturan, dan bersedia untuk melaporkan setiap perilaku salah, negara ini
tidak akan merusak negara nomor satu di dunia.
Kesimpulan berdasarkan alasan, kita dapat menyimpulkan bahwa korupsi menjadi
budaya yang buruk di Indonesia jika itu belum berakhir segera oleh kita semua.
Tampaknya bahwa harus ada lebih parah hukuman untuk koruptor. Apakah kita masih
peduli tentang masa depan negara ini?

You might also like