Professional Documents
Culture Documents
ID Evaluasi Harga Obat Di Apotek Kota Kendari Tahun 2007
ID Evaluasi Harga Obat Di Apotek Kota Kendari Tahun 2007
102 l Jurnal Manajemen Pelayanan Kesehatan, Vol. 12, No. 2 Juni 2009
Jurnal Manajemen Pelayanan Kesehatan
bahwa harga rata-rata obat per lembar resep dokter kota di Indonesia. Hasil penelitian Azis7 tahun 1996
di sektor swasta lebih tinggi di banding dengan menunjukkan perbedaan harga obat generik dengan
rumah sakit umum1. Hal ini dapat disebabkan tidak obat nama dagang sejenis di Indonesia antara 1,37
adanya regulasi harga obat di sektor swasta dan – 22,34 kalinya. Hasil penelitian Firni8 pada tahun
tidak adanya insentif bagi apotek yang menjual obat- 2002 menunjukkan bahwa harga jual obat nama
obat esensial, juga obat generik. Para provider dagang di Kota Bengkulu 2 sampai 6 kali lebih mahal
memberikan harga jual obat generik dengan dari harga jual obat generiknya. Berdasarkan temuan
keuntungan 35% yang mencakup cost, insurance, di atas perlu dilakukan penelitian untuk melihat
freight (CIF). Di lain pihak pengawasan di sektor bagaimana variasi harga obat di kota Kendari.
swasta relatif longgar.2 Penelitian ini bertujuan untuk melihat gambaran
Salah satu pertimbangan dalam pemilihan obat harga jual obat generik dan obat nama dagang dan
adalah harga. Apabila dokter mempertimbangkan mengetahui rasio harga jual apotek obat generik dan
harga dalam memilih obat dan disertai pemberian obat nama dagang terhadap HJA Menkes 2006, rasio
informasi mengenai harga oleh apoteker maka pasien HJA Menkes 2006 terhadap indeks harga jual obat
dapat terhindar dari penggunaan obat yang tidak internasional MSH 2006 dan faktor-faktor yang
rasional.3 Salah satu bentuk penggunaan obat yang mempengaruhi harga jual obat di apotek.
tidak rasional adalah peresepan yang boros, yaitu
pemberian obat-obat mahal, padahal ada alternatif BAHAN DAN CARA PENELITIAN
yang lebih murah dengan manfaat dan mutu yang Penelitian ini adalah penelitian non
sama. 4 Harga obat yang tinggi menyebabkan eksperimental dengan rancangan cross sectional
komponen biaya obat menjadi bagian terbesar dalam survey untuk memperoleh gambaran tentang harga
total pembiayaan kesehatan. jual obat generik dan obat nama dagang di 27 apotek
Pada umumnya industri farmasi di Indonesia di kota Kendari pada tahun 2007. Penelitian
berproduksi berdasarkan formula dari industri farmasi dilakukan dengan survei daftar harga obat dan catatan
lain. Dipicu dengan pesatnya pertumbuhan industri penjualan obat di apotek untuk memperoleh harga
farmasi menyebabkan jumlah dan jenis obat jual obat generik dan obat nama dagang terendah
meningkat di pasaran obat. Hal ini menyebabkan dan tertinggi dari 27 jenis obat tersebut. Selain itu
bervariasinya harga obat karena adanya persaingan juga dilakukan wawancara mendalam dengan
harga untuk merebut pasar obat. Akan tetapi, apoteker pengelola apotek dan pemilik sarana apotek
peningkatan jumlah dan jenis obat ini tidak disertai serta penelusuran resep untuk memperoleh obat-
dengan penurunan harga obat. obat yang paling banyak diresepkan. Kemudian
Harga obat dengan nama dagang semestinya Data harga dianalisis untuk memperoleh rasio
tidak terlalu jauh perbedaan harganya dan mengacu HJA obat generik dan obat nama dagang terhadap
pada harga obat sejenis yang mempunyai pangsa HJA Menkes 2006. Harga jual apotek (HJA) Menkes
pasar tertinggi. 5 Kefaufer 6 berpendapat bahwa 2006 dihitung rasionya terhadap indeks harga obat
perbedaan harga obat sejenis yang wajar, maksimal internasional tahun 2006. Perhitungan dilakukan
adalah 6 kalinya. Harga obat generik bisa jauh lebih berdasarkan satuan terkecil dari bentuk sediaan
murah dari harga obat nama dagang karena industri obat, yaitu tablet atau kapsul. Obat generik yang
obat generik beroperasi tidak berdasarkan daya harga jualnya di atas 3x HJA Menkes 2006,
saing, melainkan dari volume penjualan7 dan di dinyatakan mahal.
Indonesia, bahan bakunya disubsidi oleh pemerintah.
Dalam rangka mewujudkan tujuan kebijakan HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
obat nasional khususnya keterjangkauan obat sesuai Didapatkan 34 jenis obat yang sering diresepkan
dengan kebutuhan masyarakat di kota Kendari, oleh dokter di 27 apotek yang disurvei di kota
harga jual obat di apotek seharusnya dapat dijangkau Kendari. Dari 34 jenis obat ini, terdapat 27 jenis obat
oleh masyarakat. Menteri Kesehatan setiap periode yang memiliki harga jual obat generik dan harga jual
waktu tertentu selalu menerbitkan patokan harga jual obat nama dagang, serta standar HJA Menkes 2006.
obat generik. Pada tahun 2006 telah terbit Surat Terdapat 6 jenis obat yang tidak tersedia harga jual
Keputusan No. 720/Menkes/SK/IX/2006 tentang obat generik, baik di apotek maupun standar HJA
harga jual obat generik yang selanjutnya disingkat obat generik Menkes 2006. Terdapat 1 jenis obat
HJA Menkes 2006.8 yang tidak memiliki harga jual obat nama dagang.
Beberapa penelitian terdahulu menunjukkan Dengan demikian obat-obat tersebut sulit dilakukan
bahwa terdapat variasi harga jual obat generik dan perhitungan rasio harga jual apotek sehingga
obat nama dagang yang sangat tinggi di beberapa dikeluarkan dari penelitian. Obat yang tidak memiliki
Jurnal Manajemen Pelayanan Kesehatan, Vol. 12, No. 2 Juni 2009 l 103
Sri Suryawati, dkk.: Evaluasi Harga Obat ...
HJA obat generik menunjukkan bahwa untuk jenis meliputi alopurinol 100 mg (0,72x), fenobarbital 30
obat tersebut tidak ada pilihan untuk obat generiknya. mg (0,76x), digoksin (0,66x), simetidin 200 mg
(0,46x), deksametazon 0,5 mg (0,25x), klorfeniramin
a. Rasio HJA Menkes 2006 terhadap Indeks maleat (0,23x) dan asam folat (0,08x).
Harga Obat Internasional MSH 2006
HJA Menkes ditetapkan dengan surat keputusan b. Rasio Harga Jual Obat Generik dan Obat
mengenai harga jual obat generik melalui Peraturan Nama Dagang terhadap HJA Menkes 2006
Menteri Kesehatan RI Nomor 720/MENKES/SK/IX/ Rasio harga jual obat generik dan obat nama
2006.7 Ternyata rerata rasio HJA Menkes 2006 dagang di Kota Kendari disajikan pada Tabel 2. Rasio
terhadap indeks harga obat internasional MSH 2006 obat generik ditemukan berkisar antara 0,70 - 15,38
adalah 1,04 atau setara. Hal ini berarti bahwa harga kali dengan rata-rata 2,72 kali lebih tinggi dari HJA
obat generik yang ditetapkan oleh Menteri Kesehatan Menkes 2006 dan rasio HJA obat nama dagang
lebih dibandingkan daftar HJA sebelumnya. berkisar antara 1,24 - 76,33 kali dengan rata-rata
Penelitian oleh Firni menunjukkan bahwa HJA tahun 14,53 kali lebih tinggi dari HJA Menkes 2006 untuk
2002 adalah 1,25x indeks harga obat internasional 27 jenis obat. Artinya, obat generik di apotek dijual
MSH.8 dengan harga yang lebih tinggi dari HJA Menkes
Perbandingan HJA Menkes 2006 terhadap harga 2006. Jenis obat yang tergolong tinggi rasionya
internasional 2006 dapat dilihat pada Tabel 1. dalam survei ini adalah klorfeniramin maleat 4 mg
Walaupun reratanya menunjukkan rasio cukup bagus (median 15,38x), siprofloksasin 500 mg (9,12x),
(1,04), namun bila dilihat masing-masing obat ambroksol 30 mg (7,5x), metoklopramid 10 mg
variasinya cukup besar. Harga jual apotek (HJA) (5,24x), furosemid (5,4x) dari HJA Menkes 2006.
Menkes yang tergolong mahal meliputi natrium Harga jual obat generik yang setara dengan HJA
diklofenak 25mg (2,62x), sulfadoxin-primetamin Menkes 2006 seperti parasetamol (1,02x),
(2,1x), furosemid (1,66x), glibenklamid (1,53x), domperidon (1,08x), pirimetamin + sulfadoksin
parasetamol (1,41x), dan kotrimoksazol (1,33x). (1,09x). Hal ini menunjukkan bahwa beberapa obat
Harga jual apotek (HJA) Menkes yang setara dengan generik tersebut dijual oleh provider apotek sesuai
indeks MSH 2006 meliputi doksisiklin (1,09x), aturan dengan keuntungan sekitar 2% - 9%. Dalam
amoksisillin 500 mg (0,99x) siprofloksasin 500 mg penelitian terdapat 1 jenis obat generik yang
(0,94x), ranitidin 150 (0,93x). Harga jual apotek (HJA) harganya lebih rendah dari HJA Mekes 2006, yaitu
Menkes yang lebih murah dari indeks MSH 2006 ranitidin 150 mg dengan rasio 0,7x.
Tabel 1. Rasio harga Jual apotek (HJA) Menkes 2006 terhadap indikator harga
obat internasional MSH tahun 2006
Keterangan : Rerata Kurs Dollar periode Februari – April 2007 Rp. 9.020,00 (Bank Internasional Indonesia (BII) Cabang Kendari)
104 l Jurnal Manajemen Pelayanan Kesehatan, Vol. 12, No. 2 Juni 2009
Jurnal Manajemen Pelayanan Kesehatan
Tabel 2. Rasio HJA Obat Generik dan Obat Nama Dagang Terhadap HJA Menkes 2006 Berdasarkan
Obat yang Paling Sering Diresepkan Bulan Februari – April 2006 di Apotek Kota Kendari
!"
# $%
"
&
'
( '
( )
* "
* " '
+& "
, "
"
#&
& " - .
( "
* "
/
0 # "
(
(
,
!
Sumber: Data primer diolah
Rasio tertinggi obat nama dagang dalam Perbedaan harga yang cukup besar antar nama
penelitian ini adalah furosemid (76,33x), glibenklamid dagang menunjukkan pemerintah belum memiliki
(69,94x), siprofloksasin (49,29x) kaptopril, alopurinol, cukup kewenangan dalam mengendalikan harga
metronidazol, ranitidin, klorfeniramin, doksisiklin dan obat, kecuali untuk obat generik. Perbedaan harga
asam mefenamat dijual dengan harga lebih dari 20x yang signifikan antara obat generik dan obat branded
HJA Menkes 2006. Terdapat juga beberapa jenis obat generic untuk kelas terapi tertentu tanpa perbedaan
nama dagang yang dijual kurang dari 1,5 kali HJA khasiat, mengindikasikan pemanfaatan penguasaan
Menkes, misalnya amoksisillin 500 mg (1,6x), pasar oleh produsen obat terhadap konsumen. Tidak
salbutamol 2 mg (1,24x), deksametason 0,5 mg adanya regulasi harga obat di sektor swasta dan
(1,39x), dan metoklopramid 10 mg (1,42x). pengawasan harga obat di Indonesia juga menjadi
Rasio harga jual obat nama dagang jenis obat salah satu faktor penyebab mahalnya harga obat.
doksisiklin 100 mg sangat tinggi, karena 16x lebih Dengan demikian, sebenarnya obat nama dagang
mahal dari harga jual obat generik terendah dan 9x memerlukan pembatasan maksimal atas harga obat
lebih mahal dari harga jual obat generik tertinggi, branded generic.12
melebihi batas yang bisa ditoleransi sebesar Rentang rasio harga jual obat nama dagang
maksimal 6x.5 Pengamatan terhadap faktur harga terhadap HJA Menkes 2006 sangat lebar. Harga jual
jual jenis obat doksisiklin dari PBF menunjukkan tertinggi obat generik adalah (15,38x) ini
harga Rp 3.850/tablet, sehingga jika apotek menunjukkan bahwa harga jual obat generik
menambahkan profit 25% harga berkisar Rp 4.813. menyimpang sebesar 14,38x terhadap HJA Menkes
Padahal HJA Menkes adalah Rp. 215,5. Hal ini 2006. Untuk obat nama dagang tidak satupun
menunjukkan bahwa pada dasarnya untuk jenis obat tersedia dengan harga jual di bawah harga jual obat
ini, harga dari PBF atau distributor sudah tinggi, generik. Yang paling mendekati HJA Menkes 2006
dan tidak mungkin bagi apotek untuk menjual sesuai adalah rasio 1,24x, atau 24% lebih mahal dari HJA
HJA Menkes 2006. Menkes 2006. Harga ini wajar karena tidak melebihi
Jurnal Manajemen Pelayanan Kesehatan, Vol. 12, No. 2 Juni 2009 l 105
Sri Suryawati, dkk.: Evaluasi Harga Obat ...
batas maksimum keuntungan yang diambil oleh dan penggajian karyawan, biaya transportasi atau
pihak apotek. distribusi. Jika ada potongan harga dari PBF harga
Rentang variasi rasio harga jual obat nama jual apotek dapat ditekan. Komponen tersebut
dagang dan harga jual obat generik dapat dilihat pada berpengaruh pada harga jual apotek. Demikian pula
Gambar 1. Gambar ini menunjukkan bahwa permintaan pasar turut mempengaruhi harga jual
walaupun memang ada obat-obat yang mahal, obat di apotek.
namun jumlahnya relatif sedikit dan lebih banyak Komponen terbesar yang mempengaruhi harga
lagi obat yang dijual dengan harga mendekati standar jual obat di apotek adalah besarnya margin atau
HJA Menkes. Semestiya informasi variasi harga ini profit yang ditetapkan oleh provider apotek. Pada
disampaikan kepada konsumen, sehingga umumnya provider apotek menetapkan 20%–30%
konsumen dapat memilih obat yang terjangkau. margin apotek. Namun demikian, setelah dilakukan
Rasio HJA obat furosemid nama dagang tertinggi pengecekan untuk melihat kebenaran penambahan
terhadap terendah 8,47. Dalam penelitian yang persentase margin apotek ditemukan margin lebih
dilakukan oleh Trisna,13 rasio HJA obat nama dagang dari 30% yang dilakukan oleh petugas apotek
tertinggi terhadap obat nama dagang terendah jenis terhadap beberapa harga jual obat di apotek.
furosemid adalah 42,76 (data harga obat pada
penelitian Trisna diperoleh dari MIMS 2006). Selisih d. Variasi Harga Obat
antara rasio furosemid pada penelitian ini dengan Hasil survei harga jual obat apotek yang
penelitian Trisna13 adalah 34,27 atau lebih murah 0,8 dilakukan di 27 apotek menunjukkan bahwa HJA
kali. obat generik bervariasi dan sebagian besar lebih
mahal dari HJA Menkes 2006. Demikian pula untuk
c. Penetapan Harga Jual Obat Apotek obat nama dagang juga bervariasi (Tabel 3).
Penetapan harga jual obat di apotek dilakukan Dari wawancara mendalam dengan pengelola
oleh Apoteker Pengelola Apotek bersama dengan apotek terungkap bahwa tingginya rasio harga jual
pemilik sarana. Hasil penelitian menunjukkan bahwa klorfeniramin maleat ini disebabkan merasa tidak
penetapan harga jual apotek berdasarkan harga PBF nyaman untuk menjual obat dengan harga Rp8,5/
atau harga faktur ditambah dengan PPN (jika tablet. Ada semacam kekhawatiran pihak apotek
dikenakan PPN) kemudian ditambahkan dengan bahwa akan timbul ketidakpercayaan pasien
profit yang telah ditetapkan oleh pihak apotek. terhadap obat apabila dijual dengan harga yang terlalu
Beberapa apotek menambahkan dengan biaya murah, sehingga beberapa apotek menetapkan
operasional yang termasuk di dalamnya biaya harga Rp100/tablet. Ini berarti pasien harus
penyusutan, biaya pemeliharaan barang inventaris membayar lebih mahal Rp91,5/tablet dari harga yang
O ba t ge ne rik o ba t na m a da ga ng
100
90
80
70
60
rasio
50
40
30
20
10
0
Gambar 1. Variasi rasio harga jual obat generik (rerata 2,72x) dan obat nama dagang (rerata 14,53x)
terhadap HJA Menkes 2006 di apotek Kota Kendari periode Februari – Maret 2007
106 l Jurnal Manajemen Pelayanan Kesehatan, Vol. 12, No. 2 Juni 2009
Jurnal Manajemen Pelayanan Kesehatan
Tabel 3. Variasi harga jual beberapa jenis obat generik dan obat nama dagang
di apotek Kota Kendari bulan Februari- April tahun 2007
" # $ % &'
( (
!
!
!
!
! !
& " !
# - $% !
" - ! ! ! !
& ! !
' !
( '
( ! !
* " !
* " ' !
+& " !
, " !
" ! !
#&
& " - ! ! !
( " ! ! !
* " ! ! !
/ ! ! !
0 # " !
( !
( $1
, !
Sumber : Data primer diolah
seharusnya. Angka ini kelihatannya sangat kecil, menjadi lebih murah.4 Persaingan ini disertai dengan
tetapi jika dalam jumlah yang besar akan menyerap ketidaktahuan masyarakat mendorong perusahaan
biaya cukup banyak. farmasi menggunakan promosi sebagai alat utama
Terjadinya perbedaan harga atau bervariasinya untuk meningkatkan pasar mereka. Selain itu, biaya
harga jual obat di apotek paling tidak disebabkan promosi ini secara langsung berperan meningkatkan
oleh beberapa faktor. Faktor pertama adalah harga harga obat di pasaran. Sistem distribusi obat tidak
dasar atau harga faktur dari PBF untuk tiap jenis efisien. Jalur distribusi obat relatif panjang dan jumlah
obat berbeda. Setiap jenis obat mempunyai harga penyalur pada tiap tahap distribusi terbatas. Biasanya
dasar dari pabrik yang telah ditetapkan berdasarkan obat dijual oleh pabrik ke distributor atau pedagang
komponen pembiayaan jenis obat tersebut. besar farmasi (PBF), kemudian ke apotek terakhir
Komponen harga obat dipengaruhi oleh biaya ke tangan konsumen. Promosi yang dilakukan oleh
langsung yaitu biaya yang dikeluarkan oleh unit yang detailer kepada dokter, dan apotek juga senang dengan
langsung memproduksi obat, berupa biaya bahan harga yang tinggi karena memperoleh keuntungan yang
baku, biaya produksi, biaya distribusi, dan biaya tinggi. Pasien tidak mempunyai pilihan atas merek obat
tidak langsung yaitu biaya yang dikeluarkan oleh yang diresepkan dokter, dan apotek tak boleh
unit penunjang yang tidak langsung memproduksi mengganti merek obat yang tercantum dalam resep
obat, berupa profit margin.1 Faktor kedua adalah tanpa izin dokter penulis resep.11
komponen pembentuk harga. Setiap organisasi atau Banyaknya obat yang tersedia menjadi salah
badan usaha memiliki sistem manajemen yang satu penyebab pemicu banyaknya masalah dalam
berbeda, demikian pula terhadap manajemen pelayanan kesehatan, terutama menyangkut
penetapan harga. Transportasi dan distribusi juga bagaimana memilih dan menggunakan obat secara
memberikan dampak terhadap harga. benar. Sekaligus juga menjadi penyebab mahalnya
Faktor mahalnya harga obat, juga disebabkan harga obat karena terjadi pemasaran yang tidak
bahan baku obat masih diimpor.10 Meningkatnya rasional. Dampaknya adalah ketidakterjangkauan
jumlah perusahaan farmasi dan merek obat yang obat oleh masyarakat.12 Akses obat oleh masyarakat
beredar di pasar seharusnya membuat harga obat miskin bisa menjadi semakin jauh.
Jurnal Manajemen Pelayanan Kesehatan, Vol. 12, No. 2 Juni 2009 l 107
Sri Suryawati, dkk.: Evaluasi Harga Obat ...
108 l Jurnal Manajemen Pelayanan Kesehatan, Vol. 12, No. 2 Juni 2009