You are on page 1of 8

e-ISSN 2549-7529 | p-ISSN 1412-0313

105 Jurnal Geografi Gea, Volume 20, Nomor 2, Oktober 2020 https://ejournal.upi.edu/index.php/gea

PERDAGANGAN BURUNG DI KOTA BANDUNG


(Antara Ekonomi, Keanekaragaman Hayati, dan Konservasi)
Asep Mulyadi1, Moh. Dede2
1
Departemen Pendidikan Geografi, FPIPS, Universitas Pendidikan Indonesia
2
Program Studi Magister Ilmu Lingkungan, Sekolah Pascasarjana, Universitas Padjadjaran
1
asepmulyadi@upi.edu, 2m.dede.geo@gmail.com

ABSTRACT
Birds are the favorite pets of Bandung City people. Apart enjoyed by their sound, color,
and shape, for certain circles, birds are special animals and become profitable
economic commodities for trade. Increasing demand for certain birds could lead to
scarcity and extinction in their natural habitat. This study aims to analyze the bird's
biodiversity are trading in Bandung City along with these economic value and
conservation status. Using a qualitative descriptive approach, this study involved five
informants who were willing to become as sources. Data and information were obtained
using interviews and direct observation. This research shows that bird traders are
interested in doing so, the trading has high-profit margin. The majority of traded birds
become from aviculture activities. In terms of biodiversity, there are 23 species
(species) of birds, some of which are rare birds, have protected status and threatened
with local extinction. Bird trading in Bandung City forms open market and closed
market mechanisms with supply chain originating from Sukahaji Bird Market until
outside Java Island. The large potential for bird trading in Bandung City requires
mutual supervision and understanding, thus economic activities remain in line with
conservation principles.
Keywords: biodiversity, bird trading, conservation, economics

ABSTRAK
Burung merupakan salah satu hewan peliharaan favorit masyarakat Kota Bandung.
Selain dinikmati suara, warna, dan bentuknya, bagi kalangan tertentu burung merupakan
hewan istimewa dan menjadi komoditas ekonomi yang menguntungkan untuk
diperdagangkan. Permintaan pada burung tertentu yang terus meningkat dikhawatirkan
dapat menyebabkan kelangkaan dan kepunahan di habitat aslinya. Penelitian ini
bertujuan untuk menganalisis keanekaragaman hayati burung yang diperdagangkan di
Kota Bandung beserta nilai ekonomi dan status konservasinya. Menggunakan
pendekatan deskriptif kualitatif, penelitian ini melibatkan lima informan yang bersedia
untuk menjadi narasumber. Data dan informasi diperoleh menggunakan kegiatan
wawancara dan observasi langsung. Penelitian ini menunjukkan para pedagang burung
tertarik untuk melakukannya, karena kegiatan ini memiliki margin keuntungan yang
tinggi. Mayoritas burung dagangan merupakan hasil dari kegiatan budidaya. Dari sisi
keanekaragaman hayati, terdapat 23 jenis (spesies) burung yang beberapa diantaranya
merupakan burung langka, berstatus dilindungi, dan terancam punah lokal. Perdagangan
burung di Kota Bandung membentuk mekanisme pasar terbuka dan pasar tertutup
dengan rantai suplai yang berasal dari Pasar Burung Sukahaji hingga dari luar Pulau
Jawa. Potensi perdagangan burung yang besar di Kota Bandung memerlukan
A. Mulyadi, M. Dede. Perdagangan Burung di Kota Bandung … 106
pengawasan dan pemahaman bersama agar kegiatan ekonomi tetap selaras prinsip-
prinsip konservasi.
Kata kunci: ekonomi, keanekaragaman hayati, konservasi, perdagangan burung.

PENDAHULUAN 2007). Beragam jenis burung diperdagangkan


Indonesia merupakan negara yang untuk hobi peliharaan maupun perlombaan
memiliki keanekaragaman hayati tertinggi di yang memicu munculnya pasar dan kios-kios
dunia yang salah satunya diketahui dari burung. Di Kota Bandung perdagangan
keberadaan jumlah burung yang mencapai burung berpusat di Pasar Burung Sukahaji,
1.794 spesies (Burung Indonesia, 2020). meskipun dapat pula dijumpai pada kios-kios
Berbagai jenis burung di Indonesia memiliki burung yang umumnya turut menjual
beragam nilai ekologis, ekonomi, dan sosial- peralatan dan perlengkapan bagi pemelihara
budaya. Secara ekologis, burung memainkan (Iskandar, dkk., 2019). Burung telah menjadi
peranan sebagai konsumen pada tingkatan hewan peliharaan paling populer di Kota
trofik yang berbeda-beda serta turut dalam Bandung karena keindahan bulu dan suaranya
penyebaran dan penyerbukan beberapa jenis (Haryoko, 2010).
tumbuhan di alam. Bahkan, beberapa spesies Tingginya minat masyarakat Kota
berperan sebagai spesies kunci yang Bandung untuk memelihara burung
keberadaannya sangat mempengaruhi mendorong munculnya beragam kompetisi,
keberlanjutan suatu ekosistem (Sekercioglu, kontes, maupun perlombaan. Untuk menjaga
2006; Rumanasari, dkk., 2017). Burung telah rantai suplainya, burung-burung yang
lama dianggap sebagai bagian dari diperdagangkan umumnya berasal dari hasil
kebudayaan masyarakat, peranan sosial- budidaya dan tangkapan warga pedesaan
budaya tersebut tercermin dari tarian, pakaian, (Iskandar, dkk., 2016). Akibat tingginya
folklore, totem, lukisan, patung, hingga permintaan, berbagai upaya ditempuh oleh
pengetahuan lokal masyarakat. Beberapa pedagang dan penangkap burung untuk
spesies turut dijadikan sebagai hewan mendapatkan pasokan burung yang sering kali
peliharaan karena melambangkan status dan tidak memperhatikan prinsip-prinsip
prestise bagi pemeliharanya (Prakosa dan konservasi (Iskandar, 2014). Berkurangnya
Kurniawan, 2015). Meski memiliki nilai hutan dan lahan bervegetasi rapat di Kota
ekologis dan sosial-budaya tinggi, penilaian Bandung menyebabkan habitat alamiah bagi
masyarakat terhadap burung yang burung-burung liar berkurang (Ismail, dkk.,
berdasarkan nilai ekonomi menyebabkan 2020), sehingga dalam kondisi tertentu
populasinya di ekosistem alamiah terus pemenuhan permintaan terhadap beberapa
berkurang. Nilai ekonomi burung dapat jenis burung hanya dapat terpenuhi dari
ditinjau berdasarkan potensi morfologis, wilayah lain. Hal ini menyebabkan risiko
suara, tingkah laku, dan sumber protein kepunahan burung terus meningkat setiap
hewani (Sariffudin, 2019). tahunnya dan biasanya diawali secara lokal di
Walaupun beberapa spesies burung habitat aslinya (Rahmad, 2020). Berdasarkan
telah berhasil dibudidayakan, keberadaan latar belakang tersebut, penelitian ini
burung di alam tetap diburu karena nilai bertujuan untuk menganalisis
ekonominya relatif lebih tinggi daripada keanekaragaman hayati burung yang
burung hasil budidaya. Fenomena tersebut diperdagangkan di Kota Bandung beserta nilai
menyebabkan gangguan terhadap kelestarian ekonomi dan status konservasinya. Tulisan ini
burung yang pada akhirnya mengakibatkan diharapkan dapat memberikan manfaat
kelangkaan di alam dan semakin diperburuk beserta masukan dalam menyusun skema
oleh kerusakan habitat maupun alih fungsi konservasi dan pemanfaatan keanekaragaman
lahan – berkurangya lahan bervegetasi rapat hayati burung secara berkelanjutan yang
(Widiawaty, dkk., 2020). Nilai ekonomi berkaitan dengan permintaan, penawaran,
tersebut ditandai dari munculnya perdagangan maupun perlindungannya di Kota Bandung
burung di berbagai wilayah yang umumnya dan wilayah sekitarnya.
berpusat pada kota-kota besar (Widodo,
107 Jurnal Geografi Gea, Volume 20, Nomor 2, Oktober 2020
METODE PENELITIAN pendekatan deskriptif kualitatif untuk
Untuk mengetahui keanekaragaman mengetahui tiap-tiap parameter kajian.
hayati burung yang diperjualbelikan di Kota Penelitian ini menggunakan
Bandung, sebanyak lima orang informan pendekatan deskriptif kualitatif untuk
dipilih berdasarkan kesediaan mereka dalam mengetahui tiap-tiap parameter kajian secara
memberikan informasi melalui kegiatan mendalam. Menurut Moleong (2011),
wawancara yang diselingi dengan observasi. pendekatan ini akan menghasilkan data
Kelima informan tersebut merupakan deskriptif yang berasal dari kata-kata tertulis,
pedagang burung yang menjajakan barang lisan, dan perilaku (fenomena) yang dapat
dagangnya dari kios-kios yang terletak di diamati, baik secara individual maupun
pinggir jalan. Lokasi sebaran pedagang kelompok. Untuk mengetahui biodiversitas
burung yang berperan sebagai informan dan status burung-burung yang
penelitian tersaji pada Gambar 1. Data dan diperdagangkan, peneliti berpedoman pada
informasi yang terkumpul dianalisis untuk pengakuan para pedagang dan selanjutnya
mengetahui latar belakang, ketertarikan divalidasi melalui dokumentasi objek untuk
berdagang serta pemerolehan burung, serta disandingkan dengan katalog informasi satwa
jumlah dan jenis yang diperdagangkan liar serta Peraturan Menteri Lingkungan
(Iskandar, 2014). Penelitian ini menggunakan Hidup dan Kehutanan Nomor 92 Tahun 2018
(KLHK dan LIPI, 2019).

Sumber: Dokumentasi Penulis, 2020

Gambar 1. Sebaran informan pedagang burung.


HASIL DAN PEMBAHASAN menarik banyak kalangan dari beragam latar
Seluruh pedagang burung yang belakang pendidikan untuk memilih profesi
ditemui sebagai informan terdiri atas empat sebagai pedagang burung, karena profesi ini
orang warga asli Kota Bandung dan satu menjanjikan pendapatan yang tinggi. Oleh
orang warga yang berasal dari Kabupaten sebab itu, berdagang burung bukanlah profesi
Bandung dengan rentang usia 33 – 51 tahun pilihan terakhir akibat tidak adanya
serta pengalaman berdagang 5 – 20 tahun. kompetensi di bidang lain.
Para pedagang yang memiliki pengalaman Sebelum menekuni profesi tersebut,
dagang lebih dari lima tahun umumnya para pedagang mengakui bahwa sebelumnya
memberikan nama bagi kios burung hanya sekadar iseng-iseng, hobi, dan
dagangannya. Mereka yang berdagang burung menjadikan burung sebagai hewan peliharaan
di kios-kios tersebut bukan hanya dilakukan keluarga yang pada akhirnya berubah menjadi
oleh laki-laki, melainkan pula perempuan. komoditas dagang. Para pedagang burung pun
Dari lima informan tersebut, terdapat dua lumrah untuk menjajakan beragam kebutuhan
orang perempuan yang sebelumnya hanya bagi pemelihara, seperti penyediaan makanan,
berperan sebagai ibu rumah tangga yang suplemen, kandang, obat-obatan, serta
suaminya hobi memelihara burung. Tingginya perlengkapan lainnya – termasuk serangga.
nilai ekonomi burung terbukti mampu Motif berdagang burung juga dapat berasal
A. Mulyadi, M. Dede. Perdagangan Burung di Kota Bandung … 108
dari lingkungan keluarga (mewarisi usaha kios burung berskala besar lebih menyukai
orang tua). Para pedagang burung juga membeli burung bakalan dan merawatnya
mampu menangkap tingginya minat warga secara intensif agar menjadi burung jadi
Kota Bandung dalam memelihara binatang (ocehan / kicau), sehingga harga jualnya naik
lain, karena itu mereka juga menyediakan yang disebabkan keindahan dan kemerduan
beragam kebutuhan bagi pemelihara kucing, suaranya. Para pedagang tersebut menyatakan
ikan, kelinci, dan ayam. Dengan demikian, bahwa burung jadi yang gacor lebih mudah
kios-kios pedagang burung tersebut dapat terjual. Tak heran, bila pemerintah kerap
dikatakan sebagai petshop, meskipun tidak memperhatikan distribusi spesies burung
menjual kebutuhan bagi pemelihara anjing. kicau dan mendorong kegiatan budidayanya,
Ketertarikan utama dalam berdagang karena dikhawatirkan dominan berasal dari
burung adalah keuntungan ekonomi karena alam bebas (KLHK dan LIPI, 2019).
margin penjualannya yang besar, padahal
sebelumnya hanya sekadar hobi atau ajakan
orang lain – teman, keluarga, atau kerabat. Jumlah responden sampel yang
Bahkan di pedagang tertentu, burung akan digunakan datanya untuk diolah dalam
diikutsertakan dalam lomba atau kompetisi penelitian ini adalah sebanyak 59 orang
demi meningkatkan harga jual, karena burung pengrajin rumah kayu. Adapun karakteristik
yang lebih dari dua atau tiga kali menang responden dalam penelitian ini dapat dilihat
(juara) lomba harganya akan meningkat pada tabel 2 berikut.
fantastis. Pedagang tertentu yang memiliki
Tabel 1. Rantai Suplai Burung Dagangan.

Informan
Asal burung dagangan
I II III IV V
Pasar Burung Sukahaji v v v v v
Ternak sendiri v - v v -
Peternak burung - v - - v
Tengkulak langganan v v - v -
Penghobi / pemelihara yang bosan v v v v v
Penangkap burung - - v v -
Sumber: Hasil Analisis Penulis,, 2020
Seluruh informan menyatakan bahwa Kota Medan (Sumatera Utara) dan Garut yang
suplai burung berasal dari Pasar Burung berasal dari para petani / peladang –
Sukahaji dan pemelihara burung yang sudah menangkap burung sebagai usaha sampingan
bosan (Tabel 1). Pedagang burung berskala mereka.
besar juga menjalankan bisnis peternakan Waktu yang diperlukan oleh pedagang
(budidaya) burung, sehingga suplai dapat burung untuk menjual dagangannya sangat
terpenuhi secara mandiri. Selain itu, beberapa bervariasi dan dipengaruhi oleh jenis, harga,
pedagang juga menyatakan untuk rantai suplai serta kualitasnya. Burung yang relatif mudah
burung dapat berasal dari peternak, tengkulak, didapatkan dan banyak jumlahnya dapat
dan warga sekitar yang menjalankan peran terjual dalam kurun waktu harian hingga
sebagai penangkap burung liar. Beberapa paling lama mencapai dua minggu dengan
pedagang sangat berhati-hati dalam memilih harga per ekornya mencapai Rp50.000 s.d.
penyuplai agar terhindar dari perdagangan 250.000. Burung-burung tersebut diharapkan
satwa ilegal. Dari para pedagang burung dapat terjual dengan segera. Selain itu, juga
berskala besar diketahui pula untuk jenis-jenis untuk menghindari tambahan biaya akibat
tertentu, suplai burung juga didatangkan dari perawatan dan risiko kematian. Kondisi yang
109 Jurnal Geografi Gea, Volume 20, Nomor 2, Oktober 2020
berbeda justru terjadi pada burung-burung hubungannya dengan kesehatan dan distribusi
tertentu yang jarang ada di pasaran, biasanya (Tabel 2). Dari segi kesehatan, ancaman
memerlukan waktu antara satu sampai dengan utama adalah penyakit yang dapat memicu
dua bulan dan harga per ekornya mencapai kematian seperti mencret, sakit mata, ayan,
Rp250.000 s.d. Rp5.000.000. Khusus untuk dan penurunan nafsu makan (nyikat).
yang akan dijadikan jagoan lomba, pedagang Penyakit lebih sering muncul saat musim
rela memberikan perawatan ekstra dan penghujan dan sering menyerang burung
mengikutsertakannya dalam perlombaan – anakan, para pedagang biasanya
waktu perawatan antara satu hingga enam mengobatinya secara mandiri tanpa
bulan. Hal ini bertujuan untuk menaikkan didampingi oleh tenaga kesehatan hewan.
harga jual dan menemukan pembeli potensial, Kendala dari sisi distribusi biasanya
karena harga jual burung jagoan lebih dari disebabkan oleh pengiriman burung yang
Rp5.000.000 per ekor. Untuk burung eksotis terkadang telat atau lama di perjalanan,
dan langka, pedagang biasa menjualnya sehingga pasokan burung dagangan berkurang
secara tertutup untuk kalangan-kalangan atau mati selama pengiriman. Kendala lain
tertentu demi menghindari aparat hukum. dalam berdagang burung yakni terlepasnya
Berdagang burung juga sering dari sangkar saat pembersihan kandang dan
menghadapi beberapa kendala yang kanibalisme.
Tabel 2. Kendala Berdagang Burung.

Informan
Kendala Berdagang Burung
I II III IV V
Sakit mata v V v v v
Mencret v V - v -
Ayan - V - - -
Penurunan nafsu makan - V v - v
Lepas v - - - -
Kanibalisme v - - - -
Suplai burung telat (tidak lancar) - - - v -
Sumber: Hasil Analisis Penulis, 2020
Di etalase kios, para pedagang burung adalah hasil budidaya, walaupun realitanya
hanya menjajakan burung-burung yang tidak sebagian tetap berasal dari alam. Alasan lain
dilindungi. Meskipun dari hasil wawancara perihal penjualan burung-burung dilindungi
diketahui pula bahwa tiga dari lima pedagang yakni persepsi pedagang terhadap
burung mengakui pernah atau masih keberadaannya. Mereka menganggap burung-
memperjualbelikan burung-burung yang burung langka akan tetap lestari, meski berada
dilindungi seperti kakaktua, blekok, beo dan di luar ekosistem alamiahnya. Anggapan
pleci – dua jenis terakhir masih tersebut didukung oleh keyakinan bahwa
diperjualbelikan (Gambar 2 dan Tabel 3). pembeli burung-burung yang dilindungi
Alasan memperjualbelikan burung-burung merupakan kalangan ekonomi menengah atas
tersebut, karena adanya permintaan dan dan mampu memuliakan satwa. Dengan
tingginya harga jual. Untuk menghindari demikian, para pedagang yang
kecurigaan aparat, burung-burung tersebut memperjualbelikan burung-burung tersebut
disimpan dan ditutup kain penutup sangkar. hanya menganggapnya sebagai komoditas
Selain itu, mereka juga akan membuat ekonomi. Anggapan mereka terhadap burung-
sertifikat atau surat keterangan yang burung dilindungi pada akhirnya mengancam
menyatakan bahwa burung-burung tersebut kelestariannya di alam dan menyebabkan
A. Mulyadi, M. Dede. Perdagangan Burung di Kota Bandung … 110
kepunahan, selain saat ini telah terjadi perubahan lahan, urbanisasi, dan pragmentasi
kerusakan ekosistem alamiahnya akibat habitat (Dede dan Widiawaty, 2020).

Sumber: Dokumentasi Penulis, 2020


Gambar 2. Beberapa Spesies Burung yang Diperdagangkan
(Beo, Kepodang, Jalak Kebo, Dan Cicak Ijo)

Sebagian besar burung yang pada Tabel 3. Burung-burung yang


diperdagangkan seperti lovebird, kenari, diperdagangkan lazimnya berparuh bengkok
emprit, murai batu, dan anis merah yang (famili Psittacidae) dan non-paruh bengkok
jumlah tiap jenisnya lebih dari dua persen dari yang memiliki warna beragam serta suara
keseluruhan komoditas yang diperdagangkan. kicauan merdu sebagai daya tarik utamanya,
Burung dagangan sebagian besar berasal dari burung-burung tersebut diperjual belikan
hasil budidaya (ternak), meskipun untuk jenis secara terbuka (Arsyad, 2017). Selain secara
(spesies) tertentu tetap berasal dari alam liar terbuka, terdapat pula beberapa jenis burung
hasil tangkapan warga setempat. Uniknya eksotis (langka) yang diperjualbelikan secara
meski berlokasi cukup jauh dari Pasar Burung tertutup dan tidak dijajakan (dipajang) di
Sukahaji, para pedagang ini memiliki etalase kios. Tak jarang masih banyak
hubungan ekonomi dengan para pedagang di pedagang menjual burung dilindungi yang
pasar tersebut. Dari hasil wawancara dengan didapatkan dari konsumen melalui skema
informan diketahui bahwa keanekaragaman penitipan langsung untuk dijual kembali –
hayati burung yang diperdagangkan mencapai semacam pialang atau makelar burung.
23 jenis (spesies) seperti yang ditunjukkan
Tabel 3. Jenis-jenis burung yang diperdagangkan.
Jenis burung Jenis burung
Lovebird (Agapornis)** Beo (Gracula religiosa)*
Kenari (Serinus canaria)** Perkutut (Geopelia striata)
Murai Batu / Medan Cucak janggut (Alophoxius Bres)
(Copsychus malabaricus) Gelatik (Phoeopila guttata)**
Kacer (Copsychus saularis) Jempol / Pleci / Kacamata (Lophozopterus
javanicus)*
Anis Merah (Geokichla citrina) Emprit (Lonchura maja)
Merpati (Columbia livia) Cicak Ijo (Chloropsis sonnerati)
Jalak Kebo / Hitam (Acridotheres Cicak rawa (Pycnonotus zeylanicus)
111 Jurnal Geografi Gea, Volume 20, Nomor 2, Oktober 2020
javanicus)
Kepodang (Oriolus chinensis) Planduk semak (Malacocincla sepiaria)
Kutilang (Pycnonotus aurigaster) Jalak suren (Sturnus contra)
Jogjog (Pycnonotus goiavier) Puter / deruk (Streptopelia decaocto)
Parkit (Melopsittacus undulatu)**
Sumber: Hasil Analisis Penulis, 2020.

*Dilindungi berdasarkan Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor 92 Tahun 2018
**Burung yang aslinya berasal dari luar negeri (impor).
Dari 23 jenis tersebut, terdapat beberapa bosan dengan burungnya, tengkulak, serta
burung dilindungi yang turut diperjualbelikan penangkap burung. Tak jarang pedagang
seperti Beo dan Pleci. Burung lain yang mampu untuk beternak burung dagangannya
sebetulnya sudah langka di habitat aslinya, sendiri. Berdagang burung memiliki beragam
tetapi tidak termasuk dalam satwa dilindungi kendala seperti lepas, sakit, kanibalisme,
dalam Peraturan Menteri Lingkungan Hidup aparat, hingga suplai barang dagangan yang
dan Kehutanan Nomor 92 Tahun 2018 juga tidak lancar. Burung dagangan yang
masih eksis diperjualbelikan, seperti murai diperjualbelikan beragam baik dari segi
batu, jalak suren, dan cucak rawa, karena spesies, harga, hingga statusnya di alam liar.
masih harganya yang tingi dan peminatnya
banyak. Meskipun terdapat selisih harga REKOMENDASI
burung dari daerah asal ke pembeli akhir yang Meski hanya memamerkan burung-burung
berkali-kali lipat, nyatanya rantai pasok kicau yang tidak dilindungi dan membentuk
burung tetap berjalan. Oleh pedagang burung, pasar burung terbuka, beberapa pedagang
kenaikan harga tersebut dinilai wajar sebagai berani untuk memperjualbelikan burung
ganti biaya pakan, obat, suplemen / vitamin, dilindungi yang membentuk pasar burung
pengelolaan kandang, serta tiket kontes tertutup. Untuk menanggulanginya diperlukan
(Iskandar, 2014). Distribusi dan komunikasi upaya strategis untuk melindungi
antar daerah yang semakin mudah juga turut keanekaragaman hayati burung melalui
menyebabkan penjualan beberapa burung penangkaran, budidaya, serta pengawasan
semakin lancar dan berpotensi memicu partisipatif. Bagi peneliti selanjutnya
kepunahan lokal untuk jenis-jenis tertentu diharapkan mampu mengungkap status sosial-
yang belum dapat dibudidayakan. ekonomi pemilik burung, perlakuannya
terhadap satwa, serta pemahamannya terhadap
SIMPULAN konservasi dan peranan burung bagi
Perdagangan burung di Kota Bandung ekosistem.
berkembang sebagai respons dari tingginya
permintaan terhadap hewan peliharaan DAFTAR PUSTAKA
tersebut. Para pedagang burung muncul dari Arsyad, A. M. (2017). Identifikasi Kesadaran
warga yang awalnya hanya meneruskan usaha Masyarakat terhadap Konservasi dan
keluarga, hobi, diajak orang lain, maupun Rehabilitasi Burung. Sosio Didaktika,
mereka yang awalnya hanya sekadar iseng- 4 (1): 81-91.
iseng. Berdagang burung juga dianggap Burung Indonesia. (2020). Jumlah Spesies
sebagai pelengkap dagangan pakan dan Burung di Indonesia Bertambah.
perlengkapan hewan (petshop). Ketertarikan https://www.burung.
utama untuk berdagang burung dilandasi oleh org/2020/02/14/jumlah-spesies-
motif ekonomi karena menjanjikan margin burung-di-indonesia-bertambah/.
keuntungan yang tinggi. Burung bakalan Diakses 31 Maret 2020.
dapat naik harganya berkali-kali lipat saat Dede, M. dan Widiawaty, M. A. (2020).
sudah berkicau merdu (gacor) atau Utilization EOS Platform as Cloud-
memenangkan lomba. Suplai burung based GIS to Analyze Vegetation
dagangan di Kota Bandung berasal dari Pasar Greenness in Cirebon Regency,
Burung Sukahaji, peternak, pemelihara yang Indonesia. Journal of Information
A. Mulyadi, M. Dede. Perdagangan Burung di Kota Bandung … 112
Technology and Its Utilization, 3 (1): Diperdagangkan di Pasar Burung
1-4. Splendid, Kota Malang. Jurnal
Haryoko, T. (2010). Komposisi Jenis dan Biotropika, 3 (1): 7-11.
Jumlah Burung Liar yang Rahmad, R. (2020). Jumlah Jenis dan Risiko
Diperdagangkan di Jawa Barat. Berita Kepunahan Burung di Indonesia
Biologi, 10 (3): 385-391. Meningkat.
Iskandar, B. S., Iskandar, J., dan Partasasmita, https://www.mongabay.co.id/2020/02/
R. (2019). Hobby and Business on 17/jumlah-jenis-dan-risiko-
Trading Birds: Case Study of Bird kepunahan-burung-di-indonesia-
Market of Sukahaji, Bandung, West meningkat/. Diakses 31 Maret 2020.
Java and Splendid, Malang, East Java Rumanasari, R. D., Saroyo, dan Katili, D. Y.
(Indonesia). Biodiversitas, 30 (5): (2017). Biodiversitas Burung pada
1316-1332. Beberapa Tipe Habitat di Kampus
Iskandar, J. (2014). Dilema Antara Hobi dan Universitas Sam Ratulangi. Jurnal
Bisnis Perdagangan Burung serta MIPA Unsrat Online, 6 (1): 43-46.
Konservasi Burung. Chimica et Sarifudin, F. (2019). Strategi Pengembangan
Natura Acta, 2 (3): 180-185. Penangkaran Burung Walik Kembang
Iskandar, J., Iskandar, B. S., dan Partasasmita, Sula (Ptilinopus melanospila) sebagai
R. (2016). The Local Knowledge of Satwa Harapan. Disertasi. Fakultas
the Rural People on Species, Role and Peternakan, Institut Pertanian Bogor.
Hunting of Birds: Case Study in Sekercioglu, C. H. (2006). Increasing
Karangwangi Village, West Java, Awareness of Avian Ecological
Indonesia. Biodiversitas, 17 (2): 435- Function. Trends in Ecology and
446. Evolution, 21 (8): 464-471.
Ismail, A., Dede, M. dan Widiawaty, M. A. Widiawaty, M. A., Ismail, A., Dede, M. dan
(2020). Urbanisasi dan HIV di Kota Nurhanifah. (2020). Modeling Land
Bandung (Perspektif Geografi Use and Land Cover Dynamic Using
Kesehatan). Buletin Penelitian Geographic Information System and
Kesehatan, 48 (2). Markov-CA. Geosfera Indonesia, 5
KLHK dan LIPI. (2019). Panduan Identifikasi (2): 210-225.
Jenis Satwa Liar Dilindungi: Aves Widodo, W. (2007). Profil dan Persepsi Para
Passeriformes (Burung Kicau). Pedagang Burung terhadap
Jakarta: KLHK dan LIPI. Perdagangan Perkici Pelangi
Moleong, L. (2011). Metodologi Penelitian (Trichoglossus haematodus) dan
Kualitatif. Bandung: Remaja Upaya Pelestariannya. Berk. Penel.
Rosdakarya. Hayati, 13: 67-72.
Prakosa, B. H. dan Kurniawan, N. (2015).
Studi Burung-Burung yang

You might also like