Professional Documents
Culture Documents
105 Jurnal Geografi Gea, Volume 20, Nomor 2, Oktober 2020 https://ejournal.upi.edu/index.php/gea
ABSTRACT
Birds are the favorite pets of Bandung City people. Apart enjoyed by their sound, color,
and shape, for certain circles, birds are special animals and become profitable
economic commodities for trade. Increasing demand for certain birds could lead to
scarcity and extinction in their natural habitat. This study aims to analyze the bird's
biodiversity are trading in Bandung City along with these economic value and
conservation status. Using a qualitative descriptive approach, this study involved five
informants who were willing to become as sources. Data and information were obtained
using interviews and direct observation. This research shows that bird traders are
interested in doing so, the trading has high-profit margin. The majority of traded birds
become from aviculture activities. In terms of biodiversity, there are 23 species
(species) of birds, some of which are rare birds, have protected status and threatened
with local extinction. Bird trading in Bandung City forms open market and closed
market mechanisms with supply chain originating from Sukahaji Bird Market until
outside Java Island. The large potential for bird trading in Bandung City requires
mutual supervision and understanding, thus economic activities remain in line with
conservation principles.
Keywords: biodiversity, bird trading, conservation, economics
ABSTRAK
Burung merupakan salah satu hewan peliharaan favorit masyarakat Kota Bandung.
Selain dinikmati suara, warna, dan bentuknya, bagi kalangan tertentu burung merupakan
hewan istimewa dan menjadi komoditas ekonomi yang menguntungkan untuk
diperdagangkan. Permintaan pada burung tertentu yang terus meningkat dikhawatirkan
dapat menyebabkan kelangkaan dan kepunahan di habitat aslinya. Penelitian ini
bertujuan untuk menganalisis keanekaragaman hayati burung yang diperdagangkan di
Kota Bandung beserta nilai ekonomi dan status konservasinya. Menggunakan
pendekatan deskriptif kualitatif, penelitian ini melibatkan lima informan yang bersedia
untuk menjadi narasumber. Data dan informasi diperoleh menggunakan kegiatan
wawancara dan observasi langsung. Penelitian ini menunjukkan para pedagang burung
tertarik untuk melakukannya, karena kegiatan ini memiliki margin keuntungan yang
tinggi. Mayoritas burung dagangan merupakan hasil dari kegiatan budidaya. Dari sisi
keanekaragaman hayati, terdapat 23 jenis (spesies) burung yang beberapa diantaranya
merupakan burung langka, berstatus dilindungi, dan terancam punah lokal. Perdagangan
burung di Kota Bandung membentuk mekanisme pasar terbuka dan pasar tertutup
dengan rantai suplai yang berasal dari Pasar Burung Sukahaji hingga dari luar Pulau
Jawa. Potensi perdagangan burung yang besar di Kota Bandung memerlukan
A. Mulyadi, M. Dede. Perdagangan Burung di Kota Bandung … 106
pengawasan dan pemahaman bersama agar kegiatan ekonomi tetap selaras prinsip-
prinsip konservasi.
Kata kunci: ekonomi, keanekaragaman hayati, konservasi, perdagangan burung.
Informan
Asal burung dagangan
I II III IV V
Pasar Burung Sukahaji v v v v v
Ternak sendiri v - v v -
Peternak burung - v - - v
Tengkulak langganan v v - v -
Penghobi / pemelihara yang bosan v v v v v
Penangkap burung - - v v -
Sumber: Hasil Analisis Penulis,, 2020
Seluruh informan menyatakan bahwa Kota Medan (Sumatera Utara) dan Garut yang
suplai burung berasal dari Pasar Burung berasal dari para petani / peladang –
Sukahaji dan pemelihara burung yang sudah menangkap burung sebagai usaha sampingan
bosan (Tabel 1). Pedagang burung berskala mereka.
besar juga menjalankan bisnis peternakan Waktu yang diperlukan oleh pedagang
(budidaya) burung, sehingga suplai dapat burung untuk menjual dagangannya sangat
terpenuhi secara mandiri. Selain itu, beberapa bervariasi dan dipengaruhi oleh jenis, harga,
pedagang juga menyatakan untuk rantai suplai serta kualitasnya. Burung yang relatif mudah
burung dapat berasal dari peternak, tengkulak, didapatkan dan banyak jumlahnya dapat
dan warga sekitar yang menjalankan peran terjual dalam kurun waktu harian hingga
sebagai penangkap burung liar. Beberapa paling lama mencapai dua minggu dengan
pedagang sangat berhati-hati dalam memilih harga per ekornya mencapai Rp50.000 s.d.
penyuplai agar terhindar dari perdagangan 250.000. Burung-burung tersebut diharapkan
satwa ilegal. Dari para pedagang burung dapat terjual dengan segera. Selain itu, juga
berskala besar diketahui pula untuk jenis-jenis untuk menghindari tambahan biaya akibat
tertentu, suplai burung juga didatangkan dari perawatan dan risiko kematian. Kondisi yang
109 Jurnal Geografi Gea, Volume 20, Nomor 2, Oktober 2020
berbeda justru terjadi pada burung-burung hubungannya dengan kesehatan dan distribusi
tertentu yang jarang ada di pasaran, biasanya (Tabel 2). Dari segi kesehatan, ancaman
memerlukan waktu antara satu sampai dengan utama adalah penyakit yang dapat memicu
dua bulan dan harga per ekornya mencapai kematian seperti mencret, sakit mata, ayan,
Rp250.000 s.d. Rp5.000.000. Khusus untuk dan penurunan nafsu makan (nyikat).
yang akan dijadikan jagoan lomba, pedagang Penyakit lebih sering muncul saat musim
rela memberikan perawatan ekstra dan penghujan dan sering menyerang burung
mengikutsertakannya dalam perlombaan – anakan, para pedagang biasanya
waktu perawatan antara satu hingga enam mengobatinya secara mandiri tanpa
bulan. Hal ini bertujuan untuk menaikkan didampingi oleh tenaga kesehatan hewan.
harga jual dan menemukan pembeli potensial, Kendala dari sisi distribusi biasanya
karena harga jual burung jagoan lebih dari disebabkan oleh pengiriman burung yang
Rp5.000.000 per ekor. Untuk burung eksotis terkadang telat atau lama di perjalanan,
dan langka, pedagang biasa menjualnya sehingga pasokan burung dagangan berkurang
secara tertutup untuk kalangan-kalangan atau mati selama pengiriman. Kendala lain
tertentu demi menghindari aparat hukum. dalam berdagang burung yakni terlepasnya
Berdagang burung juga sering dari sangkar saat pembersihan kandang dan
menghadapi beberapa kendala yang kanibalisme.
Tabel 2. Kendala Berdagang Burung.
Informan
Kendala Berdagang Burung
I II III IV V
Sakit mata v V v v v
Mencret v V - v -
Ayan - V - - -
Penurunan nafsu makan - V v - v
Lepas v - - - -
Kanibalisme v - - - -
Suplai burung telat (tidak lancar) - - - v -
Sumber: Hasil Analisis Penulis, 2020
Di etalase kios, para pedagang burung adalah hasil budidaya, walaupun realitanya
hanya menjajakan burung-burung yang tidak sebagian tetap berasal dari alam. Alasan lain
dilindungi. Meskipun dari hasil wawancara perihal penjualan burung-burung dilindungi
diketahui pula bahwa tiga dari lima pedagang yakni persepsi pedagang terhadap
burung mengakui pernah atau masih keberadaannya. Mereka menganggap burung-
memperjualbelikan burung-burung yang burung langka akan tetap lestari, meski berada
dilindungi seperti kakaktua, blekok, beo dan di luar ekosistem alamiahnya. Anggapan
pleci – dua jenis terakhir masih tersebut didukung oleh keyakinan bahwa
diperjualbelikan (Gambar 2 dan Tabel 3). pembeli burung-burung yang dilindungi
Alasan memperjualbelikan burung-burung merupakan kalangan ekonomi menengah atas
tersebut, karena adanya permintaan dan dan mampu memuliakan satwa. Dengan
tingginya harga jual. Untuk menghindari demikian, para pedagang yang
kecurigaan aparat, burung-burung tersebut memperjualbelikan burung-burung tersebut
disimpan dan ditutup kain penutup sangkar. hanya menganggapnya sebagai komoditas
Selain itu, mereka juga akan membuat ekonomi. Anggapan mereka terhadap burung-
sertifikat atau surat keterangan yang burung dilindungi pada akhirnya mengancam
menyatakan bahwa burung-burung tersebut kelestariannya di alam dan menyebabkan
A. Mulyadi, M. Dede. Perdagangan Burung di Kota Bandung … 110
kepunahan, selain saat ini telah terjadi perubahan lahan, urbanisasi, dan pragmentasi
kerusakan ekosistem alamiahnya akibat habitat (Dede dan Widiawaty, 2020).
*Dilindungi berdasarkan Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor 92 Tahun 2018
**Burung yang aslinya berasal dari luar negeri (impor).
Dari 23 jenis tersebut, terdapat beberapa bosan dengan burungnya, tengkulak, serta
burung dilindungi yang turut diperjualbelikan penangkap burung. Tak jarang pedagang
seperti Beo dan Pleci. Burung lain yang mampu untuk beternak burung dagangannya
sebetulnya sudah langka di habitat aslinya, sendiri. Berdagang burung memiliki beragam
tetapi tidak termasuk dalam satwa dilindungi kendala seperti lepas, sakit, kanibalisme,
dalam Peraturan Menteri Lingkungan Hidup aparat, hingga suplai barang dagangan yang
dan Kehutanan Nomor 92 Tahun 2018 juga tidak lancar. Burung dagangan yang
masih eksis diperjualbelikan, seperti murai diperjualbelikan beragam baik dari segi
batu, jalak suren, dan cucak rawa, karena spesies, harga, hingga statusnya di alam liar.
masih harganya yang tingi dan peminatnya
banyak. Meskipun terdapat selisih harga REKOMENDASI
burung dari daerah asal ke pembeli akhir yang Meski hanya memamerkan burung-burung
berkali-kali lipat, nyatanya rantai pasok kicau yang tidak dilindungi dan membentuk
burung tetap berjalan. Oleh pedagang burung, pasar burung terbuka, beberapa pedagang
kenaikan harga tersebut dinilai wajar sebagai berani untuk memperjualbelikan burung
ganti biaya pakan, obat, suplemen / vitamin, dilindungi yang membentuk pasar burung
pengelolaan kandang, serta tiket kontes tertutup. Untuk menanggulanginya diperlukan
(Iskandar, 2014). Distribusi dan komunikasi upaya strategis untuk melindungi
antar daerah yang semakin mudah juga turut keanekaragaman hayati burung melalui
menyebabkan penjualan beberapa burung penangkaran, budidaya, serta pengawasan
semakin lancar dan berpotensi memicu partisipatif. Bagi peneliti selanjutnya
kepunahan lokal untuk jenis-jenis tertentu diharapkan mampu mengungkap status sosial-
yang belum dapat dibudidayakan. ekonomi pemilik burung, perlakuannya
terhadap satwa, serta pemahamannya terhadap
SIMPULAN konservasi dan peranan burung bagi
Perdagangan burung di Kota Bandung ekosistem.
berkembang sebagai respons dari tingginya
permintaan terhadap hewan peliharaan DAFTAR PUSTAKA
tersebut. Para pedagang burung muncul dari Arsyad, A. M. (2017). Identifikasi Kesadaran
warga yang awalnya hanya meneruskan usaha Masyarakat terhadap Konservasi dan
keluarga, hobi, diajak orang lain, maupun Rehabilitasi Burung. Sosio Didaktika,
mereka yang awalnya hanya sekadar iseng- 4 (1): 81-91.
iseng. Berdagang burung juga dianggap Burung Indonesia. (2020). Jumlah Spesies
sebagai pelengkap dagangan pakan dan Burung di Indonesia Bertambah.
perlengkapan hewan (petshop). Ketertarikan https://www.burung.
utama untuk berdagang burung dilandasi oleh org/2020/02/14/jumlah-spesies-
motif ekonomi karena menjanjikan margin burung-di-indonesia-bertambah/.
keuntungan yang tinggi. Burung bakalan Diakses 31 Maret 2020.
dapat naik harganya berkali-kali lipat saat Dede, M. dan Widiawaty, M. A. (2020).
sudah berkicau merdu (gacor) atau Utilization EOS Platform as Cloud-
memenangkan lomba. Suplai burung based GIS to Analyze Vegetation
dagangan di Kota Bandung berasal dari Pasar Greenness in Cirebon Regency,
Burung Sukahaji, peternak, pemelihara yang Indonesia. Journal of Information
A. Mulyadi, M. Dede. Perdagangan Burung di Kota Bandung … 112
Technology and Its Utilization, 3 (1): Diperdagangkan di Pasar Burung
1-4. Splendid, Kota Malang. Jurnal
Haryoko, T. (2010). Komposisi Jenis dan Biotropika, 3 (1): 7-11.
Jumlah Burung Liar yang Rahmad, R. (2020). Jumlah Jenis dan Risiko
Diperdagangkan di Jawa Barat. Berita Kepunahan Burung di Indonesia
Biologi, 10 (3): 385-391. Meningkat.
Iskandar, B. S., Iskandar, J., dan Partasasmita, https://www.mongabay.co.id/2020/02/
R. (2019). Hobby and Business on 17/jumlah-jenis-dan-risiko-
Trading Birds: Case Study of Bird kepunahan-burung-di-indonesia-
Market of Sukahaji, Bandung, West meningkat/. Diakses 31 Maret 2020.
Java and Splendid, Malang, East Java Rumanasari, R. D., Saroyo, dan Katili, D. Y.
(Indonesia). Biodiversitas, 30 (5): (2017). Biodiversitas Burung pada
1316-1332. Beberapa Tipe Habitat di Kampus
Iskandar, J. (2014). Dilema Antara Hobi dan Universitas Sam Ratulangi. Jurnal
Bisnis Perdagangan Burung serta MIPA Unsrat Online, 6 (1): 43-46.
Konservasi Burung. Chimica et Sarifudin, F. (2019). Strategi Pengembangan
Natura Acta, 2 (3): 180-185. Penangkaran Burung Walik Kembang
Iskandar, J., Iskandar, B. S., dan Partasasmita, Sula (Ptilinopus melanospila) sebagai
R. (2016). The Local Knowledge of Satwa Harapan. Disertasi. Fakultas
the Rural People on Species, Role and Peternakan, Institut Pertanian Bogor.
Hunting of Birds: Case Study in Sekercioglu, C. H. (2006). Increasing
Karangwangi Village, West Java, Awareness of Avian Ecological
Indonesia. Biodiversitas, 17 (2): 435- Function. Trends in Ecology and
446. Evolution, 21 (8): 464-471.
Ismail, A., Dede, M. dan Widiawaty, M. A. Widiawaty, M. A., Ismail, A., Dede, M. dan
(2020). Urbanisasi dan HIV di Kota Nurhanifah. (2020). Modeling Land
Bandung (Perspektif Geografi Use and Land Cover Dynamic Using
Kesehatan). Buletin Penelitian Geographic Information System and
Kesehatan, 48 (2). Markov-CA. Geosfera Indonesia, 5
KLHK dan LIPI. (2019). Panduan Identifikasi (2): 210-225.
Jenis Satwa Liar Dilindungi: Aves Widodo, W. (2007). Profil dan Persepsi Para
Passeriformes (Burung Kicau). Pedagang Burung terhadap
Jakarta: KLHK dan LIPI. Perdagangan Perkici Pelangi
Moleong, L. (2011). Metodologi Penelitian (Trichoglossus haematodus) dan
Kualitatif. Bandung: Remaja Upaya Pelestariannya. Berk. Penel.
Rosdakarya. Hayati, 13: 67-72.
Prakosa, B. H. dan Kurniawan, N. (2015).
Studi Burung-Burung yang