You are on page 1of 22

ANALISIS DAYA DUKUNG WILAYAH DALAM

PENGEMBANGAN INDUSTRI BESAR DAN SEDANG


(Studi Kasus Seluruh Kecamatan di Kabupaten Sidoarjo)

JURNAL ILMIAH

Disusun oleh:

Arief Zuchrizal Madjid


0810213047

JURUSAN ILMU EKONOMI


FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG
2014
LEMBAR PENGESAHAN PENULISAN ARTIKEL JURNAL

Artikel Jurnal dengan judul :

ANALISIS DAYA DUKUNG WILAYAH DALAM PENGEMBANGAN


INDUSTRI BESAR DAN SEDANG
(Studi Kasus Seluruh Kecamatan di Kabupaten Sidoarjo)

Yang disusun oleh :


Nama : Arief Zuchrizal Madjid
NIM : 0810213047
Fakultas : Ekonomi dan Bisnis
Jurusan : S1 Ilmu Ekonomi

Bahwa artikel Jurnal tersebut dibuat sebagai persyaratan ujian skripsi yang
dipertahankan di depan Dewan Penguji pada tanggal 09 September 2014.

Malang, 30 September 2014


Dosen Pembimbing,

Dwi Budi Santoso, SE., MS., Ph.D.


NIP. 19620315 198701 1 001
CAPACITY CARRIER ANALYSIS OF THE REGION IN LARGE AND MEDIUM
INDUSTRIES DEVELOPMENT
(Case Study The whole subdistrict in Sidoarjo)
Arief Zuchrizal Madjid
Dwi Budi Santoso, SE., MS., Ph.D.
Fakultas Ekonomi Dan Bisnis
Universitas Brawijaya
Email: arief_z_madjid@yahoo.co.id

ABSTRACT
This study aims to map areas with high potential carrying capacity in the development of the
industry and know the effect of the carrying capacity of the region to the growth of industry in each
subdistrict in Sidoarjo.
To analyze the potential carrying capacity available in each subdistrict in Sidoarjo using a
scoring interval analysis tools, while the region to analyze the distribution group based high-low
carrying capacity of region , then using analysis tools scoring upper the control limit value and lower
the control limit value.
The results showed that the region has the potential for development of industries based on
the location of the highest carrying capacity of the area is the District Waru, District Taman, Sidoarjo,
District Krian, and District Gedangan. As well, the carrying capacity of the area factor that can affect
the growth of the industry in a subdistrict in Sidoarjo is the availability of human resources, industrial
designated land carrying capacity, carrying capacity of accessibility primary arterial and collector
roads primer.
It certainly gives direction to spur growth in the development of space industry in Sidoarjo
and improve and utilize the resources that trigger investor interest in investing capital in the district of
Sidoarjo.

Keywords: Sidoarjo, scoring intervals, and scoring of the upper and lower control limit values
ANALISIS DAYA DUKUNG WILAYAH DALAM PENGEMBANGAN INDUSTRI BESAR
DAN SEDANG
(Studi Kasus Seluruh Kecamatan di Kabupaten Sidoarjo)
Arief Zuchrizal Madjid
Dwi Budi Santoso, SE., MS., Ph.D.
Fakultas Ekonomi Dan Bisnis
Universitas Brawijaya
Email: arief_z_madjid@yahoo.co.id

ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk memetakan wilayah dengan potensi daya dukung
tinggi dalam pengembangan industri dan mengetahui pengaruh daya dukung wilayah terhadap
pertumbuhan industri pada setiap kecamatan di Kabupaten Sidoarjo.
Untuk menganalisis potensi daya dukung yang ada disetiap kecamatan di Kabupaten
Sidoarjo menggunakan alat analisis skoring interval, sedangkan untuk menganalisis
pembagian kelompok wilayah berdasarkan tinggi-rendahnya daya dukung wilayah, maka
menggunakan alat analisis skoring batas nilai atas dan batas nilai bawah.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa wilayah yang memiliki potensi untuk
pengembangan lokasi industri berdasarkan daya dukung wilayah tertinggi adalah Kecamatan
Waru, Kecamatan Taman, Kecamatan Sidoarjo, Kecamatan Krian, dan Kecamatan Gedangan.
Serta, faktor daya dukung wilayah yang dapat mempengaruhi pertumbuhan industri pada
suatu wilayah kecamatan di Kabupaten Sidoarjo adalah ketersediaan sumber daya manusia,
daya dukung lahan peruntukkan industri, daya dukung aksessibilitas jalan arteri primer dan
kolektor primer.
Hal tersebut tentunya memberikan pengarahan pengembangan ruang untuk memacu
pertumbuhan industri di Kabupaten Sidoarjo serta memperbaiki dan memanfaatkan sumber-
sumber yang menjadi pemicu ketertarikan investor dalam menanamkam modalnya di wilayah
Kabupaten Sidoarjo.

Kata kunci : Kabupaten Sidoarjo, skoring interval, dan skoring batas nilai atas dan bawah
nilai bawah
A. PENDAHULUAN
Perubahan struktural ekonomi suatu negara yang semula berbasis pertanian kini lambat laun
berubah kearah industrialisasi. Arsyad (1992), menjelaskan bahwasanya konsep pembangunan
seringkali dikaitkan dengan proses industrialisasi, karena pengertiannya sama. Proses industrialisasi
merupakan satu jalur kegiatan dalam rangka meningkatkan kesejahteraan rakyat dalam arti tingkat
hidup yang lebih maju maupun taraf hidup yang lebih bermutu.
Beberapa alasan yang mendasari argumen ini adalah pertama, perekonomian negara-negara
maju biasanya lebih terindustrialisasi daripada perekonomian negara-negara berkembang; kedua,
industrialisasi kadang dianggap sebagai jalan keluar utama untuk menyelesaikan masalah
pengangguran dan kekurangan pekerjaan di negara-negara berkembang; ketiga, industrialisasi diyakini
akan mengubah perekonomian dan struktur sosial saat ini di negara-negara berkembang yang tidak
kondusif, karena industrialisasi menjamin pertumbuhan ekonomi yang tinggi (Tambunan, 2001).
Seperti halnya perkembangan sektor indusrti di Kabupaten Sidoarjo. Secara geografis
Kabupaten Sidoarjo termasuk dalam kawasan gerbang kertosusila dan sebagai pintu gerbang masuk ke
Kota Surabaya dari kabupaten/kota di sekitarnya, khususnya Kabupaten/Kota Mojokerto, Malang, dan
Pasuruan apabila akan melakukan hubungan dengan Surabaya harus melewati Kabupaten Sidoarjo.
Keadaan ini akan memberikan peluang besar bagi Kabupaten Sidoarjo untuk maju karena mampu
menarik manfaat dengan mengadakan hubungan melalui peningkatan aksesbilitas yang didukung oleh
sarana dan prasarana, transportasi, dan komunikasi. serta memiliki jarak terdekat dengan Kota
Surabaya yang merupakan Ibu Kota Provinsi Jawa Timur yang dimana Kota Surabaya merupakan
sebagai kutub konsentrasi kegiatan ekonomi di Jawa Timur.
Dalam hal ini kedudukan Kabupaten Sidoarjo yang sangat strategis itu akan memberi peluang
besar dalam upaya pengembangan ekonomi khususnya di bidang industri. Selain itu, jika dilihat dari
kontibusi sektor industri terhadap PDRB kabupaten memiliki kontribusi yang cukup besar walaupun
mengalami pertumbuhan yang cenderung menurun tiap tahunnya. Hal tersebut dapat dilihat dalam
tabel sebagai berikut :

Gambar 1: Kontribusi Sektor Industri Terhadap PDRB Kabupaten Sidoarjo, Tahun 2008 – 2012
(dalam persen).
50%
48%
46%
44%
42%
40%
2008 2009 2010 2011 2012

Sumber : BPS, Kabupaten Sidoarjo Dalam Angka, 2013

Berdasarkan gambar diatas bahwasannya kontribusi sektor industri terhadap PDRB


Kabupaten Sidoarjo mengalami pergerakan yang dinamis. Dimana pada tahun 2008-2009 mengalami
gejala penurunan sebesar 1%, dan sempat mengalami kenaikan pada tahun 2010 sebesar 2%, kemudian
sampai dengan tahun 2012 kembali mengalami gejala penurunan sebesar 5%. Namun, walaupun
kontribusi sektor industri cenderung mengalami gejala penuruan, akan tetapi lebih dari 40% kontribusi
sektor industri menjadi sektor yang paling besar kontribusinya untuk PDRB Kabupaten Sidoarjo.
Sehingga dapat dikatakan, sektor ini menjadi sektor yang paling penting dan berpengaruh besar dalam
pertumbuhan ekonomi Kabupaten Sidoarjo.
Sedangkan, jika dilihat dari kontribusi sektor industri manufaktur Kabupaten Sidoarjo
terhadap sektor industri manufaktur di Propinsi Jawa Timur mengalami penurunan jika dilihat lima
tahun terakhir. Hal tersebut dapat dilihat dalam diagram sebagai berikut :
Gambar 2 : Kontribusi Sektor Industri Manufaktur Kabupaten Sidoarjo Terhadap Sektor
Industri Manufaktur Propinsi Jawa Timur, Tahun 2008-2012 (dalam persen).
14.2
14.1
14.0
13.9
13.8
13.7
13.6
13.5
13.4
13.3
13.2
2008 2009 2010 2011 2012
Sumber : BPS, Jawa Timur Dalam Angka dan Kabupaten Sidoarjo Dalam Angka, 2013 (diolah)

Berdasarkan gambar diagram diatas bahwasannya kontribusi sektor industri manufaktur


Kabupaten Sidoarjo mengalami penurunan kontrubusi, yakni pada tahun 2008 sebesar 14,1%, tahun
2009 sebesar 14%, tahun 2010 sebesar 13,9%, tahun 2011 sebesar 13,7%, dan tahun 2012 sebesar
13,5%. Dengan demikian bahwasannya terdapat gejolak pertumbuhan ekonomi pada masalah investasi
di sektor industri pengolahan di Kabupaten Sidoarjo. Sehingga terjadi penurunan kontribusi ke
pertumbuhan ekonomi pada sektor industri di Propinsi Jawa Timur sejak tahun 2008 sampai 2009
sebesar 01 - 0,2%.
sektor industri masih menjadi sektor terbesar kontribusinya didalam PDRB Kabupaten
Sidoarjo. Akan tetapi kontribusinya terhadap PDRB Kabupaten Sidoarjo dan sektor industri Propinsi
Jawa Timur masih mengalami penurunan, dan pertumbuhan sektor industri pun mengalami
pertumbuhan yang tidak besar dan signifikan sejak tahun 2009 sampai tahun 2012. Oleh karena
pentingnya nilai ekonomi dari sektor industri dalam pertumbuhan ekonomi Kabupaten Sidoarjo serta
Propinsi Jawa Timur, maka diperlukan percepatan pertumbuhan pada sektor industri. Hal tersebut
penting dikarenakan sektor industri merupakan sektor produktif. Dimana sektor tersebut merupakan
sektor yang mengolah hasil produk pertanian dan merupakan sektor yang menghasilkan barang
kebutuhan yang dikonsumsi oleh masyarakat khususnya masyarakat Kabupaten Sidoarjo dan Propinsi
Jawa Timur. Selain itu sektor ini memiliki pengaruh multiplier effect yang cukup besar, yakni : pada
peningkatan pendapatan dan kesejahteraan masyarakat, serta sektor ini merupakan sektor yang dapat
berkontribusi besar dalam meningkatkan pertumbuhan ekonomi dan pendapatan daerah.
Dalam mengharapkan pertumbuhan industri yang positif dan signifikan, maka memerlukan
proses percepatan pertumbuhan pada sektor industri dan selain itu diperlukan suatu kajian teori dan
penelitian ilmiah terdahulu dalam membuat arahan kebijakan dan keputusan bagi suatu daerah agar
terciptanya suatu pertumbuhan pada sektor industri manufakturnya. Menurut Hausman, Rodric, dan
Velasco (HRV) menjelaskan bahwasannya faktor penyebab penghambat pertumbuhan dikarenakan
minimnya investasi/wirausaha. Dimana salah satu faktor dipengaruhi oleh faktor kapasitas atau daya
dukung daerah, seperti : kondisi geografi, sumber daya manusia, dan infrastruktur (Dalam Bappeda
dan Pusat Kajian Dinamika Sistem Pembangunan, 2011).
Dengan demikian, adanya percepatan pertumbuhan pada sektor industri manufaktur melalui
daya dukung wilayah kecamatan, diharapkan tepat bagi pengembangan sektor industri, dan dijadikan
kebijakan bagi Pemerintah Daerah Kabupaten Sidoarjo dalam mengkonsentrasikan lokasi
pengembangan khusus industri bagi daerahnya tersebut dan tentunya dapat dijadikan arahan dalam
membantu calon investor untuk memilih lokasi industri yang tepat bagi perusahaannya. Selain itu
diharapkan adanya pertumbuhan positif dan signifikan pada sektor industri manufaktur dari adanya
proses percepatan pertumbuhan sektor industri manufaktur dengan melalui kajian potensi daya dukung
wilayah yang dimiliki oleh setiap masing-masing kecamatan di Kabupaten Sidoarjo.
Dari alasan inilah yang mendorong untuk dilakukan penelitian dengan judul : “Analisis Daya
Dukung Wilayah Dalam Pengembangan Industri Besar dan Sedang (Studi Kasus Seluruh
Kecamatan di Kabupaten Sidoarjo)”. Dalam penelitian ini mengklasifikasi potensi daya dukung
wilayah dibagi menjadi 3 bagian, yaitu : daya dukung sumber daya manusia (SDM), daya dukung
sumber daya alam (SDA), dan daya dukung sumber daya buatan (SDB).
Berdasarkan latar belakang di atas, terdapat permasalahan penting yang diangkat dalam penelitian
ini, yaitu:
1. Bagaimana peta wilayah yang berpotensi memiliki daya dukung dalam pengembangan
industri pada setiap kecamatan di Kabupaten Sidoarjo?
2. Bagaimana pengaruh daya dukung wilayah terhadap pertumbuhan industri?
Berdasarkan permasalahn di atas, dapat di ambil tujuan dari penelitian ini. Tujuan penting dari
penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Untuk memetakan wilayah yang berpotensi memiliki daya dukung dalam pengembangan
industri pada setiap kecamatan di Kabupaten Sidoarjo.
2. Untuk mengetahui pengaruh daya dukung wilayah terhadap pertumbuhan industri.

B. KAJIAN TEORI
Konsep Daya Dukung Wilayah
Keberhasilan daerah untuk meningkatkan daya tariknya terhadap investor salah satunya tergantung
dari kemampuan dan daya dukung wilayah yang dimiliki oleh suatu daerah tersebut dalam
merumuskan kebijakan yang berkaitan dengan investasi dan dunia usaha serta peningkatan kualitas
pelayanan terhadap masyarakat.
Komite Pemantauan Pelaksanaan Otonomi Daerah (KPPOD) menjelaskan, bahwasannya
persaingan yang semakin tajam menuntut pemerintah daerah menyiapkan daerahnya sedemikian rupa
sehingga mampu menarik investasi, orang dan industri ke daerah. Keberhasilan daerah untuk
meningkatkan daya tariknya terhadap investasi tergantung dari kemampuan daerah dalam merumuskan
kebijakan yang berkaitan dengan investasi, Selain itu kemampuan daerah untuk menentukan faktor-
faktor yang dapat digunakan sebagai alat ukur daya saing perekonomian daerah relatif terhadap daerah
lainnya juga penting terkait dengan pengembangan sumber daya manusia dan infrastruktur fisik dalam
upaya meningkatkan daya tariknya dan memenangkan persaingan. Selanjutnya tentang pemeringkatan
daya tarik investasi tahun 2003 terhadap 200 kabupaten/kota di Indonesia terdapat dari 5 (lima) faktor
utama pembentuk daya tarik investasi didaerah yaitu faktor kelembagaan, faktor sosial politik, faktor
ekonomi daerah, faktor tenaga kerja dan produktifitas serta faktor infrastruktur fisik (KPPOD, 2003).
Basuki dan Soelistyo (1997) dalam Penelitiannya tentang kajian mengenai pengaruh
penanaman modal asing di Indonesia, menjelaskan bahwasannya faktor yang memiliki pengaruh kuat
dan positif adalah faktor nilai tukar, tenaga kerja terdidik, dan tersediannya prasarana seperti
infrastruktur. Serta faktor yang memiliki hubungan negatif dan pengaruh kuat adalah tingkat suku
bunga. Sedangkan Suneki (2006), menjelaskan dalam peneltiannya bahwasannya faktor yang memiliki
pengaruh signifikan atas determinan investasi swasta adalah suku bunga, PDRB, Angkatan Kerja dan
Infrastruktur.
Akan tetapi hal tersebut berbeda dengan Radianto (1995) yang menjelaskan di dalam
penelitiannya tentang model investasi jangka panjang di Daerah Maluku, bahwasannya hanya faktor
angkatan kerja yang memilki pengaruh kuat dan signifikan atas penelitiannya. Sedangkan, faktor
tingkat suku bunga dan PDRB tidak menjadi faktor yang memiliki pengaruh kuat dalam model
investasi jangka panjang di Daerah Maluku pada saat itu.
Hausman, Rodric, dan Velasco, yang dikenal dengan analisis HRV menjelaskan yang pada
dasarnya pendekatan ini secara sistematis mengidentifikasi faktor yang menghambat pertumbuhan dan
investasi. Dimana, hambatan pertumbuhan disebabkan oleh rendahnya investasi. Hasrat untuk
melakukan investasi dipengaruhi oleh dua hal utama, yaitu: 1) hasil investasi dan 2) biaya investasi.
Selanjutnya, HRV menjelaskan banyak sebab dari determinan penghambat pertumbuhan tersebut,
dimana sebab tersebut salah satunya bersumber pada tingkat pendapatan yang rendah. Hal tersebut
dikarenakan faktor kapasitas daerah atau daya dukung wilayah dan kelayakan usaha. Faktor daya
dukung wilayah ditenggarai oleh adanya beberapa faktor, seperti : kondisi geografi, infrastruktur,
sumber daya manusia. Sedangkan, untuk faktor kelayakan usaha, seperti : pemerintah, dan pasar
(Bappeda dan Pusat Kajian Dinamika Sistem Pembangunan, 2011).
Sedangkan Djojodipuro (1992), menyatakan bahwa daya dukung wilayah untuk
pembangunan industri dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain : factor endowment, pasar dan
harga, bahan baku dan energi, aglomerasi (keterkaitan antar industri dan penghematan ekstern), dan
biaya angkutan. Dimana Factor endowment adalah tersedianya faktor produksi secara kualitatif
maupun kuantitatif di suatu daerah, antara lain: tanah, tenaga kerja dan modal. Makin banyak factor
endowment yang dimiliki oleh suatu daerah makin tinggi daya dukung wilayah tersebut terhadap
pengembangan industri. Setiap daerah memiliki factor endowment yang berbeda.
Sehingga dapat diartikan bahwasannya perbedaan tingkat pertumbuhan atau investasi antar
wilayah disebabkan karena adanya potensi sumber daya yang tidak merata dan berbeda dari setiap
masing-masing wilayah. Maka dapat dikatakan, bahwasannya daya dukung wilayah merupakan salah
satu determinan dari sebab adanya daya tarik investor atau iklim investasi yang masuk ke dalam suatu
wilayah. Dimana para investor menjadikan suatu daerah menjadi tempat investasi paling ideal
dikarenakan dukungan wilayah yang memadai bagi pembangunan usahanya atau industrinya dan
diharapkan mendapatkan hasil yang optimal dari proses produksinya tersebut. Oleh karena itu,
pengaruh daya dukung wilayah sangat kuat dalam menarik investor agar bersedia menanamkan
investasinya didalam suatu wilayah. Sehingga kondisi ini mampu menggerakan sektor swasta untuk
ikut serta dalam menggerakkan roda ekonomi dan diharapkan memiliki efek pengganda terhadap
kesejahteraan masyarakat. Selain itu, tentunya hal ini dapat dijadikan suatu kebijakan sebagai acuan
bagi suatu wilayah dalam memperoleh dan meningkatkan pendapatan asli daerahnya, serta dapat
meningkatkan pertumbuhan ekonomi bagi wilayahnya tersebut.

Pembangunan Regional
Ilmu ekonomi regional merupakan cabang dari ilmu ekonomi yang dalam pembahasannya
memasukan unsur perbedaan potensi satu wilayah dengan wilayah lain (Tarigan, 2004). Ilmu ini
muncul dan berkembang sendiri serta menjadi suatu bidang spesialisasi, dimana prinsip-prinsip yang
diterapkan dalam ilmu ini terkait dengan aspek ruang (space) yang sering diabaikan dalam ilmu
ekonomi pembangunan, sehingga ilmu ekonomi regional akan sangat berguna di dalam berbagai
analisis kebijakan pembangunan regional.
Pembangunan regional memilki dua pendekatan, yaitu pendekatan sektoral dan pendekatan
regional. Menurut Khuzaini dan Suwitho (2006) bahwasannya pendekatan sektoral memfokuskan
perhatian pada sektor-sektor kegiatan yang ada diwilayah tersebut. Melihat peluang dan potensinya,
menetapkan apa yang dapat ditingkakan dan dimana lokasi kegiatan peningkatan tersebut.
Sedangkan dalam pendekatan regional dalam arti sempit yakni memperhatikan ruang dengan
segala kondisinya. Setelah melalui analisis diketahui bahwa masih ada ruang yang belum optimal,
kemudian direncanakan kegiatan apa dan sebaiknya apa yang diadakan pada lokasi tersebut sehingga
penggunaan ruang menjadi serasi dan efisien agar memberi kemakmuran yang optimal bagi
masyarakat (Khuzaini dan Suwitho, 2006). Dalam arti yang lebih luas, Glasson menjelaskan selain
penggunaan ruang untuk kegiatan produksi/jasa juga memprediksi arah konsentrasi kegiatan dan
memperhatikan kebutuhan fasilitas untuk masing-masing konsentrasi serta merencanakan jaringan-
jaringan penghubung sehingga berbagai kosentrasi kegiatan dapat dihubungkan secara efisien
(Khuzaini dan Suwitho, 2006).

Pertumbuhan Ekonomi
Pertumbuhan ekonomi adalah proses kenaikan kapasitas produksi suatu perekonomian yang
diwujudkan dalam bentuk kenaikan pendapatan nasional. Suatu wilayah dikatakan mengalami
pertumbuhan ekonomi apabila terjadi peningkatan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) riil di
wilayah tersebut. Istilah pertumbuhan ekonomi digunakan untuk menerangkan atau mengukur prestasi
dari perkembangan ekonomi suatu negara atau wilayah.
Investasi merupakan suatu faktor krusial bagi kelangsungan proses pembangunan ekonomi
(suistanable development), atau pertumbuhan ekonomi jangka panjang. Pembangunan ekonomi
melibatkan kegiatan-kegiatan produksi (barang dan jasa) di semua sektor-sektor ekonomi. Dengan
adanya kegiatan produksi, maka terciptalah kesempatan kerja dan pendapatan masyarakat meningkat,
yang selanjutnya menciptakan/meningkatkan permintaan di pasar. Pasar berkembang dan berarti juga
volume kegiatan produksi, kesempatan kerja dan pendapatan di dalam negeri meningkat, dan
seterusnya, maka terciptalah pertumbuhan ekonomi (Tambunan, 2001).
Menurut Todaro (2003), pertumbuhan merupakan fungsi dari investasi, hal ini dikarenakan
tingkat pertumbuhan ekonomi dan investasi merupakan hal yang tidak dapat dipisahkan dan saling
membutuhkan. Semakin besar investasi maka semakin besar tingkat pertumbuhan yang dicapai.
Sebaliknya semakin tinggi pertumbuhan ekonomi semakin besar pendapatan yang dapat ditabung dan
investasi akan meningkat, ini merupakan investasi fungsi dari pertumbuhan ekonomi. Selanjutya,
Todaro menjelaskan terdapat tiga faktor atau komponen utama dalam pertumbuhan ekonomi dari
setiap bangsa, ketiganya adalah: Akumulasi modal yang meliputi semua bentuk atau jenis investasi
baru yang ditanamkan pada tanah, peralatan fisik dan modal atau sumber daya manusia, Pertumbuhan
penduduk beberapa tahun selanjutnya yang akan memperbanyak jumlah akumulasi kapital, kemajuan
teknologi.
Menurut Hausman bahwasannya determinan utama dari penghambat pertumbuhan ini terbagi
menjadi dua bagian, yakni : rendahnya tingkat investasi swasta dan minimnya wirausaha. Selanjutnya,
Hausman menjelaskan bahwasannya terdapat dua penghambat investasi, yakni : 1). Biaya keuangan
yang tinggi; 2). Tingkat pendapatan yang rendah (Bappeda dan Pusat Kajian Dinamika Sistem
Pembangunan, 2011).

Aglomerasi
Aglomerasi terjadi apabila adanya keterkaitan antara industri dengan sektor lainnya, sehingga
dapat memproleh penghematan biaya. Definisi aglomerasi yang dikemukakan oleh Montgomery
sebagai konsentrasi spasial dari aktivitas ekonomi di kawasan perkotaan karena penghematan akibat
lokasi yang berdekatan yang diasosiasikan dengan kluster spasial dari perusahaan, para pekerja dan
konsumen (Mudrajad, 2002).
Sedangkan Markusen mengemukakan aglomerasi sebagai suatu lokasi yang ”tidak mudah
berubah” akibat adanya penghematan eksternal yang terbuka bagi semua perusahaan yang letaknya
berdekatan dengan perusahaan lain dan penyedia jasa-jasa; dan bukan akibat kalkulasi perusahaan atau
para pekerja secara individual (Mudrajad, 2002).
Oleh karena adanya penghematan itulah yang menjadikan perusahaan/industri dalam
pemilihan lokasi cenderung melihat adanya keuntungan aglomerasi. Keuntungan tersebut muncul bila
kegiatan ekonomi saling terkait satu sama lainnya terkosentrasi pada suatu tempat tertentu. Keterkaitan
ini dapat berbentuk kaitan dengan bahan baku (Backward Linckages) dan kaitan dengan pasar
(Forward Linckages). Bila keuntungan tersebut cukup besar, maka perusahaan akan cenderung
memilih lokasi kegiatan ekonomi terkonsentrasi dengan kegiatan lainnya yang saling terkait.
Pemilihan lokasi akan cenderung tersebar bila keuntungan aglomerasi tersebut nilainya relatif kecil
(Sjafrizal, 2008).
Ahli ekonomi yang mengemukakan konsep penghematan aglomerasi adalah Walter Isard dan
Bertil Ohlin, yaitu memasukan kedalam beberapa ketegori (Mudrajad, 2002) :
1. Scale Economies. Penghematan ini terjadi pada saat kegiatan prosuksi internal mengalami
peningkatan skala operasi. Biaya tetap (fixed cost) yang tinggi dapat ditekan dengan
meningkatkan skala operasi, sehingga biaya produksi dapat ditekan. Hal ini bisa dilakukan
karena adanya populasi pasar (penduduk) yang besar;
2. Localization Economies. Penghematan ini terjadi pada saat terjadi penambahan input faktor
produksi pada suatu konsentrasi lokasi, misalnya penambahan penggunaan tenaga listrik pada
dua belas perusahaan. Penggunaan tenaga listrik yang benar akan menurunkan biaya
perkilowatt per jam. Kenaikan biaya penggunaan tenaga listrik ini dapat dirasakan lebih murah
pada seluruh perusahaan yang membentuk konsentrasi lokasi daripada apabila perusahaan
menggunakan tenaga listrik secara sendirian. Hal ini karena biaya listrik dibebankan kepada
kedua belas perusahaan sehingga beban biaya listrik yang dihadapi oleh masing-masing
perusahaan tidak terlalu besar;
3. Urbanization Economies. Penghematan ini terjadi didapatkan saat terjadi keanekaragaman dan
spesialisasi barang dan jasa seiring meningkatnya urkuran (size) kota. Hal ini dikarenakan
berdirinya perusahaan akan merangsang peningkatan jumlah populasi, output industri,
pendapatan dan kesejahteraan;
4. Intermediate Input. Adanya kaitan antar perusahaan yang muncul dari penghematan biaya
transportasi dalam pembelian input-input antara. Adapun yang dimaksudkan sebagai input
antara adalah input selain input-input utama (tanaga kerja, modal, tanah dan kewirausahaan).

Kerangka Pemikiran
Kerangka pemiikiran merupakan alur pikir dari gagasan penelitian yang mengacu pada kajian teori,
hingga munculnya variabel-variabel yang digunakan di dalam penelitian. Bukan merupakan urutan
kegiatan pada penelitian/penulisan yang dilakukan. Berikut ini merupakan skema kerangka
pemikirannya.

Gambar 1 : Kerangka Pemikiran

Daya Dukung Wilayah

Sumber Daya Alam Sumber Daya Manusia Sumber Daya Buatan

ANALISIS DAYA DUKUNG WILAYAH DALAM


PENGEMBANGAN INDUSTRI PADA SELURUH
KECAMATAN DI KABUPATEN SIDOARJO

Sumber : Ilustrasi penulis

C. METODE PENELITIAN
Pendekatan Penelitian
Penelitian ini termasuk penelitian explorative yang tidak memerlukan hipotesis sehingga hasil
yang akan didapat bukan merupakan pengujian hipotesis tetapi merupakan kondisi dan pengukuran
lapangan berdasarkan fakta-fakta empiris yang terdapat diruang penelitian.

Ruang Lingkup Penelitian


Wilayah studi yang akan diteliti adalah seluruh kecamatan yang terdapat di Kabupaten
Sidoarjo. Dimana Kabupaten Sidoarjo memiliki 18 kecamatan, yaitu : Kecamatan Sidoarjo, Kecamatan
Buduran, Kecamatan Candi, Kecamatan Porong, Kecamatan Krembung, Kecamatan Tulangan,
Kecamatan Tanggulangin, Kecamatan Jabon, Kecamatan Krian, Kecamatan Balongbendo, Kecamatan
Wonoayu, Kecamatan Tarik, Kecamatan Prambon, Kecamatan Taman, Kecamatan Waru, Kecamatan
Gedangan, Kecamatan Sedati, dan Kecamatan Sukodono.

Definisi Operasional
Dalam penelitian ini, dimana penulis mengelompokkan variabel daya dukung wilayah menjadi 3
kelompok bagian, yaitu sumber daya manusia, sumber daya alam, dan sumber daya buatan.
Adapun definisi operasional yang digunakan dalam penelitian ini adalah :
1. Sumber daya manusia : dalam penelitian ini indikator-indikator yang termasuk dalam sub
variabel sumber daya manusia adalah :
a. Tingkat pendidikan SMU merupakan tingkat pendidikan penduduk kecamatan
dengan tingkat pencapaian jenjang SMU.
b. Tingkat pendidikan diploma dan sarjana merupakan tingkat pendidikan penduduk
kecamatan dengan tingkat pencapaian jenjang diploma dan sarjana.
c. Angkatan kerja merupakan penduduk kecamatan yang bekerja atau sedang mencari
pekerjaan.
2. Sumber daya alam : dalam penelitian ini indikator-indikator yang termasuk dalam sub
variabel sumber daya alam adalah :
a. Luas lahan tersisa merupakan lahan yang dihitung berdasarkan luas lahan yang
disediakan peruntukkan industri menurut rencana tata ruang wilayah dikurangi luas
lahan yang terpakai (eksisting).
b. Harga tanah merupakan harga tanah yang didasari atas nilai jual objek pajak (NJOP)
yang digunakan peruntukkan industri.
4. Sumber daya buatan : dalam penelitian ini indikator-indikator yang termasuk dalam sub
variabel sumber daya buatan adalah :
a. Jarak gerbang tol merupakan jarak gerbang tol terdekat dengan masing-masing
kantor kecamatan di Kabupaten Sidoarjo.
b. Panjang jalan arteri primer merupakan panjang ruas jalan arteri primer yang
melewati pada setiap masing-masing wilayah kecamatan di Kabupaten Sidoarjo
c. Panjang jalan arteri sekunder merupakan panjang ruas jalan arteri sekunder yang
melewati pada setiap masing-masing wilayah kecamatan di Kabupaten Sidoarjo.
d. Panjang jalan kolektor primer merupakan panjang ruas jalan kolektor primer yang
melewati pada setiap masing-masing wilayah kecamatan di Kabupaten Sidoarjo.

Populasi dan Sampel Penelitian


Populasi dari penelitian ini adalah mencakup seluruh kecamatan di Kabupaten Sidoarjo.
Sedangkan, untuk teknik pengambilan sampel maka penulis mengaplikasi teknik sampling jenuh.
Dimana menurut Sugiyono (2012), sampling jenuh adalah teknik penentuan sampel bila semua
anggota populasi digunakan sampel. Hal ini sering dilakukan bila jumlah populasi relatif kecil, kurang
dari 30 orang, atau penelitian yang ingin membuat generalisasi dengan kesalahan yang sangat kecil.

Metode Pengumpulan Data


Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data kuantitatif, untuk sumber data yang
digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder. Dimana data sekunder adalah data yang
diperoleh secara tidak langsung, baik berupa keterangan maupun literatur yang ada hubungannya
dengan penelitian. Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data jumlah penduduk yang
mencapai tingkat kelulusan SMA, diploma, dan sarjana, data angkatan kerja, data luas lahan
peruntukkan industri, data harga tanah, data panjang jalan arteri dan kolektor primer, dan data jalan
arteri sekunder.

Metode Analisis Data


Metode analisis yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan dengan dua pendekatan
analisis, yaitu : analisis interval scoring dan analisis batas nilai atas dan batas nilai bawah.
1. Analisis interval scoring. Analisis ini digunakan untuk melihat dan menghitung potensi daya
dukung dari kondisi wilayah kecamatan dengan data-data yang telah diperoleh. Analisis ini
dilakukan untuk mengidentifikasi kecamatan yang memiliki potensi daya dukung tinggi,
sedang dan rendah dari masing-masing variabel daya dukung yang sudah ditetapkan. Bentuk
dari rumus interval scoring adalah sebagai berikut :
Dimana :
I = Interval Kelas
Nt = Nilai tertinggi data hasil survey
No = Nilai terendah data hasil survey
K = Jumlah Kriteria Kelas
2. Analisis skoring batas nilai atas dan batas nilai bawah. Dalam penelitian ini, analisis tersebut
digunakan untuk menetapkan pengelompokkan tingkat daya dukung wilayah menjadi tinggi,
sedang dan rendah, maka melihat dari perhitungan rumus diatas tersebut. Jika nilai daya
dukung suatu wilayah berada diantara batas bawah dan batas atas maka wilayah tersebut
memilki kriteria tingkat daya dukung sedang. Sedangkan apabila melebihi dari nilai batas
atas, maka wilayah tersebut memilki kriteria tingkat daya dukung wilayah tinggi jika
dibandingkan dengan wilayah lainnya yang berada diluar kelompoknya. Dan jika nilai daya
dukung suatu wilayah apabila lebih rendah dari batas nilai bawah daya dukung wilayah, maka
wilayah tersebut memiliki kriteria tingkat daya dukung wilayah rendah jika dibandingkan
dengan wilayah lainnya yang berada diluar kelompokknya. Dalam menganalisisnya, maka
menggunakan dua rumus sebagai berikut :
a. Batas nilai atas daya dukung wilayah = rata-rata total nilai daya dukung wilayah +
standar deviasi ( µ + σ )
b. Batas nilai bawah daya dukung wilayah = rata-rata total nilai daya dukung wilayah -
standar deviasi ( µ - σ )

D. HASIL DAN PEMBAHASAN


Gambaran Umum Kabupaten Sidoarjo
-
- Lintang Selatan. Wilayah Kabupaten Sidoarjo memiliki luas sebesar 714,24 Km2.
Jumlah penduduk Kabupaten Sidoarjo pada tahun 2012 sebanyak 2.053.467 jiwa, terdiri dari laki-laki
sebanyak 1.034.765 jiwa dan perempuan 1.018.702 jiwa. Dilihat dari tingkat persebaran dan kepadatan
penduduknya. Kabupaten Sidoarjo pada tahun 2012 memiliki kepadatan 3.218,60 jiwa/Km2.
Letak posisi Kabupaten Sidoarjo yang sangat strategis dan merupakan wilayah pengaruh
sekaligus berbatasan dengan Kota Surabaya yang dihubungkan dengan infrastruktur jalan nasional.
Kabupaten ini juga dikatakan sebagai pintu masuk Kota Surabaya bagi wilayah kabupaten/kota
disekitarnya . Kabupaten Sidoarjo juga termasuk dalam lingkup pengembangan “Gerbangkertasusila”,
merupakan salah satu potensi yang sangat menguntungkan, baik dalam pengembangan ekonomi
wilayah dimasa yang akan datang.
Kabupaten Sidoarjo terdiri dari 18 Kecamatan, 31 Kelurahan, dan 31 Desa. Dimana 18
Kecamatan tersebut yaitu : Kecamatan Sidoarjo, Kecamatan Buduran, Kecamatan Candi, Kecamatan
Porong, Kecamatan Krembung, Kecamatan Tulangan, Kecamatan Tanggulangin, Kecamatan Jabon,
Kecamatan Krian, Kecamatan Balongbendo, Kecamatan Wonoayu, Kecamatan Tarik, Kecamatan
Prambon, Kecamatan Taman, Kecamatan Waru, Kecamatan Gedangan, Kecamatan Sedati, Kecamatan
Sukodono. Dengan batas wilayah Kabupaten Sidoarjo adalah :
- Sebelah Utara : Kota Surabaya dan Kabupaten Gresik
- Sebelah Selatan : Kabupaten Pasuruan
- Sebelah Timur : Selat Madura
- Sebelah Barat : Kabupaten Mojokerto

Analisis Potensi Daya Dukung Wilayah


1. Potensi Ketersediaan Penduduk Tamatan SMU
Pada tahun 2007 berdasarkan hasil skoring interval potensi daya dukung ketersediaan penduduk
dengan tingkat pendidikan SMU, diketahui terdapat`1 kecamatan yang memilki daya dukung
tinggi dengan perolehan skor 3, 2 kecamatan berdaya dukung sedang dengan perolehan skor 2,
dan 15 kecamatan berdaya dukung rendah dengan perolehan skor 1. Dimana, kecamatan yang
memilki nilai daya dukung tertinggi berdasarkan potensi tingkat pendidikan SMU adalah
Kecamatan Sukodono. Sedangkan, untuk tahun 2012 berdasarkan hasil skoring interval potensi
daya dukung ketersediaan penduduk dengan tingkat pendidikan SMU, diketahui terdapat`3
kecamatan yang memilki daya dukung tinggi dengan perolehan skor 3, 4 kecamatan berdaya
dukung sedang dengan perolehan skor 2, dan 11 kecamatan berdaya dukung rendah dengan
perolehan skor 1. Dimana, kecamatan yang memilki nilai daya dukung tertinggi berdasarkan
potensi tingkat pendidikan SMU adalah Kecamatan Sidoarjo, Kecamatan Taman, dan Kecamatan
Waru.

2. Potensi Ketersediaan Penduduk Tamatan Diploma dan Sarjana


Pada tahun 2007 berdasarkan hasil skoring interval potensi daya dukung ketersediaan penduduk
dengan tingkat pendidikan diploma dan sarjana, diketahui terdapat 2 kecamatan yang memilki
daya dukung tinggi dengan perolehan skor 3, 4 kecamatan berdaya dukung sedang dengan
perolehan skor 2, dan 12 kecamatan berdaya dukung rendah dengan perolehan skor 1. Dimana,
kecamatan yang memilki nilai daya dukung tertinggi berdasarkan potensi tingkat pendidikan
diploma dan sarjana adalah Kecamatan Sidoarjo dan Kecamatan Waru. Sedangkan tahun 2012
berdasarkan hasil skoring interval potensi daya dukung ketersediaan penduduk dengan tingkat
pendidikan diploma dan sarjana, diketahui terdapat`3 kecamatan yang memilki daya dukung
tinggi dengan perolehan skor 3, 4 kecamatan berdaya dukung sedang dengan perolehan skor 2,
dan 11 kecamatan berdaya dukung rendah dengan perolehan skor 1. Dimana, kecamatan yang
memilki nilai daya dukung tertinggi berdasarkan potensi tingkat pendidikan diploma dan sarjana
adalah Kecamatan Sidoarjo, Kecamatan Taman, dan Kecamatan Waru.

3. Potensi Ketersediaan Angkatan Kerja


Pada tahun 2007 berdasarkan hasil skoring interval potensi daya dukung ketersediaan angkatan
kerja, diketahui terdapat 2 kecamatan yang memilki daya dukung tinggi dengan perolehan skor 3,
6 kecamatan berdaya dukung sedang dengan perolehan skor 2, dan 10 kecamatan berdaya dukung
rendah dengan perolehan skor 1. Dimana, kecamatan yang memilki nilai daya dukung tertinggi
berdasarkan potensi ketersediaan angkatan kerja adalah Kecamatan Sukodono dan Kecamatan
Waru. Sedangkan tahun 2012 berdasarkan hasil skoring interval potensi daya dukung
ketersediaan angkatan kerja, diketahui terdapat`3 kecamatan yang memilki daya dukung tinggi
dengan perolehan skor 3, 4 kecamatan berdaya dukung sedang dengan perolehan skor 2, dan 11
kecamatan berdaya dukung rendah dengan perolehan skor 1. Dimana, kecamatan yang memilki
nilai daya dukung tertinggi berdasarkan potensi ketersediaan angkatan kerja adalah Kecamatan
Sidoarjo, Kecamatan Taman, dan Kecamatan Waru.

4. Potensi Ketersediaan Luas Lahan Peruntukkan Industri


Pada tahun 2007 berdasarkan hasil tabel skoring interval potensi daya dukung luas lahan,
diketahui terdapat 1 kecamatan yang memilki daya dukung tinggi dengan perolehan skor 3; dan
17 kecamatan berdaya dukung rendah dengan perolehan skor 1. Dimana, kecamatan yang
memilki nilai daya dukung tertinggi berdasarkan potensi luas tanah adalah Kecamatan Jabon.
Sedangkan tahun 2012 berdasarkan hasil tabel skoring interval potensi daya dukung luas lahan,
diketahui terdapat 3 kecamatan yang memilki daya dukung tinggi dengan perolehan skor 3; 4
kecamatan berdaya dukung sedang dengan perolehan skor 2; dan 11 kecamatan berdaya dukung
rendah dengan perolehan skor 1. Dimana, kecamatan yang memilki nilai daya dukung tertinggi
berdasarkan potensi luas tanah adalah Kecamatan Jabon dan Kecamatan Taman.

5. Potensi Harga Tanah Berdasarkan NJOP


Pada tahun 2007 berdasarkan hasil skoring interval potensi daya dukung harga tanah, diketahui
terdapat14 kecamatan yang memilki daya dukung tinggi dengan perolehan skor 3, 3 kecamatan
berdaya dukung sedang dengan perolehan skor 2, dan 1 kecamatan berdaya dukung rendah
dengan perolehan skor 1. Dimana, kecamatan yang memilki nilai daya dukung tertinggi
berdasarkan potensi harga tanah adalah Kecamatan Jabon, Kecamatan Balongbendo, Kecamatan
Tulangan, Kecamatan Prambon, Kecamatan Krembung, Kecamatan Tarik, Kecamatan Sedati,
Kecamatan Krian, Kecamatan Taman, Kecamatan Sukodono, Kecamatan Gedangan, Kecamatan
Wonoayu, Kecamatan Tanggulangin, dan Kecamatan Waru. Sedangkan tahun 2012 berdasarkan
hasil skoring interval potensi daya dukung harga tanah, diketahui terdapat 14 kecamatan yang
memilki daya dukung tinggi dengan perolehan skor 3, 3 kecamatan berdaya dukung sedang
dengan perolehan skor 2, dan 1 kecamatan berdaya dukung rendah dengan perolehan skor 1.
Dimana, kecamatan yang memilki nilai daya dukung tertinggi berdasarkan potensi harga tanah
adalah Kecamatan Jabon, Kecamatan Balongbendo, Kecamatan Tulangan, Kecamatan Prambon,
Kecamatan Krembung, Kecamatan Tarik, Kecamatan Sedati, Kecamatan Krian, Kecamatan
Taman, Kecamatan Sukodono, Kecamatan Gedangan, Kecamatan Wonoayu, Kecamatan
Tanggulangin, dan Kecamatan Waru.

6. Potensi Jarak Gerbang Tol Terdekat


Pada tahun 2007 berdasarkan hasil skoring interval potensi daya dukung jarak menuju gerbang
tol terdekat, diketahui terdapat`10 kecamatan yang memilki daya dukung tinggi dengan perolehan
skor 3, 4 kecamatan berdaya dukung sedang dengan perolehan skor 2, dan 4 kecamatan berdaya
dukung rendah dengan perolehan skor 1. Dimana, kecamatan yang memilki nilai daya dukung
tertinggi berdasarkan potensi jarak menuju gerbang tol terdekat adalah Kecamatan Sidoarjo,
Kecamatan Tanggulangin, Kecamatan Waru, Kecamatan Taman, Kecamatan Buduran,
Kecamatan Porong, Kecamatan Candi, Kecamatan Gedangan, Kecamatan Sukodono, dan
Kecamatan Sedati. Sedangkan tahun 2012 berdasarkan hasil skoring interval potensi daya dukung
jarak menuju gerbang tol terdekat, diketahui terdapat`10 kecamatan yang memilki daya dukung
tinggi dengan perolehan skor 3, 4 kecamatan berdaya dukung sedang dengan perolehan skor 2,
dan 4 kecamatan berdaya dukung rendah dengan perolehan skor 1. Dimana, kecamatan yang
memilki nilai daya dukung tertinggi berdasarkan potensi jarak menuju gerbang tol terdekat adalah
Kecamatan Sidoarjo, Kecamatan Tanggulangin, Kecamatan Waru, Kecamatan Taman,
Kecamatan Buduran, Kecamatan Porong, Kecamatan Candi, Kecamatan Gedangan, Kecamatan
Sukodono, dan Kecamatan Sedati.

7. Potensi Panjang Jalan Arteri Primer


Pada tahun 2007 berdasarkan hasil skoring interval potensi daya dukung panjang jalan arteri
primer, diketahui terdapat 3 kecamatan yang memilki daya dukung tinggi dengan perolehan skor
3, 1 kecamatan berdaya dukung sedang dengan perolehan skor 2, 7 kecamatan berdaya dukung
rendah dengan perolehan skor 1, dan terdapat 7 kecamatan yang tidak memiliki potensi daya
dukung panjang jalan arteri primer. Dimana, kecamatan yang memilki nilai daya dukung tertinggi
berdasarkan potensi panjang jalan arteri primer adalah Kecamatan Balongbendo, Kecamatan
Taman, dan Kecamatan Krian. Sedangkan tahun 2012 berdasarkan hasil skoring interval potensi
daya dukung panjang jalan arteri primer, diketahui terdapat 4 kecamatan yang memilki daya
dukung tinggi dengan perolehan skor 3, 4 kecamatan berdaya dukung sedang dengan perolehan
skor 2, 3 kecamatan berdaya dukung rendah dengan perolehan skor 1, dan terdapat 7 kecamatan
yang tidak memiliki potensi daya dukung panjang jalan arteri primer. Dimana, kecamatan yang
memilki nilai daya dukung tertinggi berdasarkan potensi panjang jalan arteri primer adalah
Kecamatan Balongbendo, Kecamatan Taman, Kecamatan Krian, dan Kecamatan Sidoarjo.

8. Potensi Panjang Jalan Arteri Sekunder


Pada tahun 2007 berdasarkan hasil skoring interval potensi daya dukung panjang jalan arteri
sekunder, diketahui terdapat 3 kecamatan yang memilki daya dukung tinggi dengan perolehan
skor 3, 1 kecamatan berdaya dukung sedang dengan perolehan skor 2, 1 kecamatan berdaya
dukung rendah dengan perolehan skor 1, dan terdapat 13 kecamatan yang tidak memiliki potensi
daya dukung panjang jalan arteri sekunder. Dimana, kecamatan yang memilki nilai daya dukung
tertinggi berdasarkan potensi panjang jalan arteri sekunder adalah Kecamatan Wonoayu,
Kecamatan Sidoarjo, dan Kecamatan Krian. Sedangkan tahun 2012 berdasarkan hasil skoring
interval potensi daya dukung panjang jalan arteri sekunder, diketahui terdapat 3 kecamatan yang
memilki daya dukung tinggi dengan perolehan skor 3, 1 kecamatan berdaya dukung sedang
dengan perolehan skor 2, 2 kecamatan berdaya dukung rendah dengan perolehan skor 1, dan
terdapat 12 kecamatan yang tidak memiliki potensi daya dukung panjang jalan arteri sekunder.
Dimana, kecamatan yang memilki nilai daya dukung tertinggi berdasarkan potensi panjang jalan
arteri sekunder adalah Kecamatan Wonoayu, Kecamatan Sidoarjo, dan Kecamatan Krian.
9. Potensi Panjang Jalan Kolektor Primer
Pada tahun 2007 berdasarkan hasil skoring interval potensi daya dukung panjang jalan kolektor
primer, diketahui terdapat 3 kecamatan yang memilki daya dukung tinggi dengan perolehan skor
3, 8 kecamatan berdaya dukung sedang dengan perolehan skor 2, 5 kecamatan berdaya dukung
rendah dengan perolehan skor 1, dan terdapat 2 kecamatan yang tidak memiliki potensi daya
dukung panjang jalan kolektor primer. Dimana, kecamatan yang memilki nilai daya dukung
tertinggi berdasarkan potensi panjang jalan kolektor primer adalah Kecamatan Sukodono,
Kecamatan Tulangan, dan Kecamatan Krembung. Sedangkan tahun 2012 berdasarkan hasil
skoring interval potensi daya dukung panjang jalan kolektor primer, diketahui terdapat 4
kecamatan yang memilki daya dukung tinggi dengan perolehan skor 3, 10 kecamatan berdaya
dukung sedang dengan perolehan skor 2, dan 3 kecamatan berdaya dukung rendah dengan
perolehan skor 1, dan terdapat 1 kecamatan yang tidak memiliki potensi daya dukung panjang
jalan koektor primer. Dimana, kecamatan yang memilki nilai daya dukung tertinggi berdasarkan
potensi panjang jalan kolektor primer adalah Kecamatan Gedangan, Kecamatan Candi,
Kecamatan Sukodono, dan Kecamatan Porong.

Analisis Daya Dukung Wilayah


Untuk tingkat daya dukung wilayah pada tahun 2007 di setiap masing-masing kecamatan
diperoleh dari hasil total nilai daya dukung wilayah berdasarkan penjumlahan total dari masing-masing
skor potensi daya dukung wilayah pada tahun 2007 adalah seperti didalam tabel sebagai berikut :
Tabel 1 : Total Nilai Daya Dukung Wilayah Per Masing-masing Kecamatan Di Kabupaten
Sidoarjo Pada Tahun 2007
Total Nilai Potensi
No Kecamatan
Daya Dukung Wilayah
1 Waru 18
2 Taman 17
3 Krian 17
4 Sidoarjo 17
5 Gedangan 14
6 Candi 15
7 Buduran 12
8 Porong 12
9 Tanggulangin 12
10 Wonoayu 14
11 Sukodono 15
12 Tulangan 14
13 Sedati 12
14 Balongbendo 12
15 Prambon 12
16 Krembung 11
17 Jabon 11
18 Tarik 9
Jumlah Total 244
Rata-rata 14
Standar Deviasi 2
Sumber : Hasil Analisis
Berdasarkan hasil perhitungan total nilai daya dukung wilayah pada tahun 2007 seperti tabel
diatas, bahwasannya pertumbuhan daya dukung wilayah pada setiap kecamatan di Kabupaten Sidoarjo
memiliki pertumbuhan yang relatif berbeda. Selanjutnya dari hasil perhitungan tersebut, dapat
diketahui pula batas nilai atas dan batas nilai bawah daya dukung wilayah dengan perhitungan rumus
skoring sebagai berikut :
Batas nilai atas daya dukung wilayah = µ + σ = 14 + 2 = 16
Batas nilai bawah daya dukung wilayah = µ - σ = 14 - 2 = 12
Sehingga dari hasil batas nilai atas dan batas nilai bawah seperti diatas, maka dapat
dikelompokkan tingkat daya dukung wilayahnya dengan batas-batas nilai sebagai berikut :
Nilai daya dukung wilayah (DDW) >16 merupakan wilayah dengan daya dukung tinggi.
Nilai daya dukung wilayah (DDW) diantara 12 – 16 merupakan wilayah dengan daya dukung
sedang.
Nilai daya dukung wilayah (DDW) < 12 merupakan wilayah dengan daya dukung rendah.
Berdasarkan hasil nilai tingkat daya dukung wilayah pada tahun 2007 seperti diatas, maka
terdapat 3 pembagian kelompok kecamatan berdasarkan tingkat nilai kategori daya dukung wilayah,
yaitu : tinggi, sedang, dan rendah (seperti pada gambar peta 4). Maka dapat dijelaskan sebagai berikut :

1. Klaster Wilayah Daya Dukung Tinggi


Berdasarkan batas nilai daya dukung wilayah, maka kecamatan yang tergolong kelompok
daya dukung tinggi, yaitu : Kecamatan Waru, Kecamatan Taman, Kecamatan Krian, dan
Kecamatan Sidoarjo. Untuk pertumbuhan jumlah industri tertinggi untuk tingkat daya dukung
tinggi adalah terletak di Kecamatan Waru dan Kecamatan Taman. Jika dilihat dari faktor daya
dukung wilayah, maka pengaruh yang memiliki tingkat cukup tinggi terhadap pertumbuhan
jumlah industri pada Kecamatan Waru dan Kecamatan Taman adalah potensi daya dukung
pendidikan tingkat diploma dan sarjana, angkatan kerja, harga tanah, jarak gerbang tol terdekat,
panjang jalan arteri primer, pendidikan tingkat SMU (kecuali Kecamatan Taman), dan panjang
jalan kolektor primer (kecuali Kecamatan Waru).
Selain itu kemungkinan adanya faktor lain diluar faktor daya dukung wilayah, misal :
faktor kebijakan pemerintah yang menjadikan kedua kecamatan ini sebagai pusat
pengembangan industri di Kabupaten Sidoarjo serta bukan wilayah pengembangan lahan
pertanian pangan berkelanjutan, dan kemungkinan adanya faktor lingkungan sosial yang
mendukung dan setuju bahwa wilayahnya difungsikan sebagai ruang lokasi pendirian industri.

2. Klaster Wilayah Daya Dukung Sedang


Untuk tingkat daya dukung sedang berdasarkan batas nilai daya dukung wilayah, maka
kecamatan yang termasuk dalam kelompok tingkat daya dukung sedang, yaitu : Kecamatan
Gedangan, Kecamatan Candi, Kecamatan Buduran, Kecamatan Porong, Kecamatan
Tanggulangin, Kecamatan Wonoayu, Kecamatan Sukodono, Kecamatan Tulangan, Kecamatan
Sedati, Kecamatan Balongbendo, dan Kecamatan Prambon. Untuk pertumbuhan jumlah industri
tertinggi untuk tingkat daya dukung sedang adalah terletak di Kecamatan Gedangan. Jika dilihat
dari faktor daya dukung wilayah, maka pengaruh yang memiliki tingkat cukup tinggi terhadap
pertumbuhan jumlah industri pada Kecamatan Gedangan adalah potensi daya dukung harga
tanah, jarak gerbang tol terdekat, angkatan kerja, dan panjang jalan kolektor primer.
Selain itu kemungkinan adanya faktor lain diluar faktor daya dukung wilayah, misal :
faktor kebijakan pemerintah yang menjadikan kecamatan ini sebagai pengembangan kegiatan
industri diakibatkan karena adanya efek perluasan ruang untuk industri, serta bukan wilayah
pengembangan lahan pertanian pangan berkelanjutan, dan kemungkinan adanya faktor
lingkungan sosial yang mendukung wilayahnya difungsikan sebagai ruang lokasi pendirian
industri.

3. Klaster Wilayah Daya Dukung Rendah


Untuk tingkat daya dukung rendah berdasarkan batas nilai daya dukung wilayah, maka
kecamatan yang termasuk dalam kelompok tingkat daya dukung rendah, yaitu : Kecamatan
Krembung, Kecamatan Jabon, dan Kecamatan Tarik. Untuk pertumbuhan jumlah industri
tertinggi untuk tingkat daya dukung rendah adalah terletak di Kecamatan Krembung. Jika
dilihat dari faktor daya dukung wilayah, maka pengaruh yang memiliki tingkat cukup tinggi
terhadap pertumbuhan jumlah industri pada Kecamatan Krembung adalah potensi daya dukung
harga tanah, jarak gerbang tol terdekat, dan panjang jalan kolektor primer. Kecenderungan
industri yang berada di daerah Kecamatan Krembung adalah industri hasil produksi pertanian
(industri gula), dan industri karya dan makanan yang diproduksi oleh masyarakat sekitar. Akan
tetapi lokasi industri tersebut hanya berada dan tersebar diruang-ruang tertentu saja.
Dikarenakan kemungkinan yang terjadi kecamatan tersebut memiliki tingkat pemukiman yang
cukup padat serta masih banyaknya lahan pertanian basah yang masih aktif produksinya
sehingga kecamatan tersebut masih banyak kendala dalam pengembangan lokasi industri.

Gambar 4 : Peta Klaster Spasial Berdasarkan Kelompok Tingkat Daya Dukung Kecamatan Pada
Tahun 2007

Sumber : Hasil Olah Tematik Menggunakan ArcGis Desktop. 10

Sedangkan untuk tingkat daya dukung wilayah pada tahun 2012 di setiap masing-masing
kecamatan diperoleh dari hasil total nilai daya dukung wilayah berdasarkan penjumlahan total dari
masing-masing skor potensi daya dukung wilayah pada tahun 2012 adalah seperti didalam tabel
sebagai berikut :
Tabel 2 : Total Nilai Daya Dukung Wilayah Per Masing-masing Kecamatan Di Kabupaten
Sidoarjo Pada Tahun 2012
Total Nilai Potensi
No Kecamatan
Daya Dukung Wilayah
1 Waru 20
2 Taman 23
3 Gedangan 18
4 Sidoarjo 22
5 Krian 20
6 Candi 17
7 Buduran 13
8 Wonoayu 14
9 Porong 14
10 Sukodono 16
11 Balongbendo 14
12 Tanggulangin 12
13 Krembung 11
14 Jabon 11
15 Sedati 11
16 Prambon 11
17 Tulangan 11
18 Tarik 10
Jumlah Total 268
Rata-rata 15
Standar Deviasi 2
Sumber : Hasil Analisis
Berdasarkan hasil perhitungan total nilai daya dukung wilayah pada tahun 2012 seperti tabel
diatas, bahwasannya pertumbuhan daya dukung wilayah pada setiap kecamatan di Kabupaten Sidoarjo
memiliki pertumbuhan yang relatif berbeda. Selanjutnya dari hasil perhitungan tersebut, dapat
diketahui pula batas nilai atas dan batas nilai bawah daya dukung wilayah dengan perhitungan rumus
skoring sebagai berikut :
Batas nilai atas daya dukung wilayah = µ + σ = 15 + 2 = 17
Batas nilai bawah daya dukung wilayah = µ - σ = 15 - 2 = 13
Sehingga dari hasil batas nilai atas dan batas nilai bawah seperti diatas, maka dapat
dikelompokkan tingkat daya dukung wilayahnya dengan batas-batas nilai sebagai berikut :
Nilai daya dukung wilayah (DDW) >17 merupakan wilayah dengan daya dukung tinggi.
Nilai daya dukung wilayah (DDW) diantara 13 – 17 merupakan wilayah dengan daya dukung
sedang.
Nilai daya dukung wilayah (DDW) < 13 merupakan wilayah dengan daya dukung rendah.
Berdasarkan hasil nilai tingkat daya dukung wilayah pada tahun 2012 seperti diatas, maka
terdapat 3 pembagian kelompok kecamatan berdasarkan tingkat nilai kategori daya dukung wilayah,
yaitu : tinggi, sedang, dan rendah (seperti pada gambar peta 5). Maka dapat dijelaskan sebagai berikut :

1. Klaster Wilayah Daya Dukung Tinggi


Berdasarkan batas nilai daya dukung wilayah, maka kecamatan yang tergolong kelompok
daya dukung tinggi, yaitu : Kecamatan Waru, Kecamatan Taman, Kecamatan Gedangan,
Kecamatan Krian, dan Kecamatan Sidoarjo. Untuk Kecamatan Waru, Kecamatan Krian, dan
Kecamatan Taman walaupun mengalami perubahan yang positif pada perkembangan daya
dukung wilayahnya, akan tetapi ketiga kecamatan tersebut ternyata mengalami perubahan
negatif pada jumlah industrinya jika dibandingkan tahun 2007. Hal tersebut kemungkinan
terjadi pada masalah kondisi di dalam internal industri-industri tersebut seperti kondisi
keuangan perusahaan yang tidak stabil, dan kondisi tuntutan dari tenaga kerja sehingga
mengganggu kelancaran proses produksi perusahaan. Serta kemungkinan yang dapat terjadi
dikarenakan sosial masyarakat yang cenderung sudah tidak lagi mendukung dengan aktifitas-
aktifitas industri tersebut dikarenakan memilki dampak negatif yang cukup berat bagi
lingkungan sekitar.
Sedangkan untuk Kecamatan Gedangan dan Kecamatan Sidoarjo memiliki tingkat
perubahan yang positif pada daya dukung wilayah dan pertumbuhan industrinya jika
dibandingkan dengan tahun 2007. Hal tersebut jika dilihat dari potensi daya dukung
wilayahnya, maka pengaruh yang memiliki tingkat cukup tinggi pada pertumbuhan industri di
Kecamatan Gedangan adalah potensi pendidikan tingkat SMU, pendidikan diploma dan
sarjana, panjang jalan kolektor primer, dan lahan peruntukkan industri. Dan untuk Kecamatan
Sidoarjo, maka pengaruh potensi daya dukung wilayah yang memiliki tingkat cukup tinggi
adalah potensi sumber daya manusia, sumber daya buatan (kecuali panjang jalan kolektor
primer) dan harga tanah.
Selain itu kemungkinan adanya faktor lain diluar faktor daya dukung wilayah, misal :
faktor kebijakan pemerintah yang menjadikan kecamatan-kecamatan ini sebagai
pengembangan kegiatan industri diakibatkan karena adanya efek perluasan ruang untuk
industri, serta bukan wilayah pengembangan lahan pertanian pangan berkelanjutan, dan
kemungkinan adanya faktor lingkungan sosial yang mendukung wilayahnya difungsikan
sebagai ruang lokasi pendirian industri. Khususnya pada Kecamatan Sidoarjo, walaupun
kecamatan tersebut memiliki fungsi pada kegiatan perdagangan dan jasa, pendidikan serta
pengembangan pemukiman, akan tetapi sejak adanya peraturan tentang pertumbuhan industri
khususnya pada tiga kecamatan (Siborian Growth pole Triangle) maka Kecamatan Sidoarjo
memiliki pengembangan industri yang akan tetapi terdapat pada ruang-ruang tertentu saja
mengingat kecamatan ini memiliki pemukiman yang cukup padat.

2. Klaster Wilayah Daya Dukung Sedang


Untuk tingkat daya dukung sedang berdasarkan batas nilai daya dukung wilayah, maka
kecamatan yang termasuk dalam kelompok tingkat daya dukung sedang, yaitu : Kecamatan
Candi, Kecamatan Buduran, Kecamatan Porong, Kecamatan Wonoayu, Kecamatan
Sukodono, dan Kecamatan Balongbendo. Untuk Kecamatan Candi dan Kecamatan
Balongbendo memiliki pertumbuhan daya dukung wilayah dan industri yang positif jika
dibandingkan tahun 2007.
Pada Kecamatan Candi selain memiliki perubahan pertumbuhan yang positif, kecamatan
ini juga merupakan kecamatan yang memiliki jumlah industri yang tertinggi pada kelompok
daya dukung sedang. Jika dilihat dari faktor daya dukung wilayah, maka pengaruh yang
memiliki tingkat cukup tinggi terhadap pertumbuhan jumlah industri pada Kecamatan Candi
adalah potensi daya dukung sumber daya alam, sumber daya buatan (kecuali potensi jalan
arteri sekunder). Walaupun memiliki kelemahan pada sumber daya alam, akan tetapi
kecamatan ini memiliki potensi yang cukup baik pada sumber daya lainnya. Sedangkan pada
Kecamatan Balongbendo walaupun banyak memiliki kelemahan pada potensi daya dukung
wilayahnya, akan tetapi kecamatan ini memiliki peningkatan pada pertumbuhan jumlah
industrinya. Maka pengaruh yang memiliki tingkat cukup tinggi terhadap pertumbuhan
jumlah industrinya adalah potensi daya dukung sumber daya alam, dan panjang jalan arteri
primer.
Selain itu, adanya kemungkinan faktor diluar daya dukung wilayah yang menyebabkan
pertumbuhan industri, seperti : faktor dukungan lingkungan dan sosial, walaupun
pertumbuhan industrinya hanya berada diruang-ruang tertentu yang dapat mendukung dan
memenuhi persyaratan sebagai berdirinya lokasi industri. Mengingat kedua kecamatan
tersebut pada peraturan kebijakan pemerintah bukan wilayah dengan kegiatan utama disektor
industri. Khususnya Kecamatan Balongbendo masih banyak merupakan lahan pertanian
pangan berkelanjutan dan wilayah padat pemukiman cukup tinggi pada khususnya di
Kecamatan Candi.

3. Klaster Wilayah Daya Dukung Rendah


Untuk tingkat daya dukung rendah berdasarkan batas nilai daya dukung wilayah, maka
kecamatan yang termasuk dalam kelompok tingkat daya dukung rendah, yaitu : Kecamatan
Tanggulangin, Kecamatan Krembung, Kecamatan Jabon, Kecamatan Tulangan, Kecamatan
Sedati, Kecamatan Prambon, dan Kecamatan Tarik. Untuk pertumbuhan jumlah industri
tertinggi untuk tingkat daya dukung rendah adalah terletak di Kecamatan Tanggulangin.
Kecamatan ini memiliki kesamaan dengan Kecamatan Krembung, yakni tidak mengalami
perubahan dalam hal nilai daya dukung wilayahnya, akan tetapi kedua kecamatan ini
mengalami peningkatan positif pada pertumbuhan jumlah industrinya. Hal tersebut
kemungkinan hal terjadi dikarenakan kondisi lingkungan dan sosial yang memadai dan
mendukung bagi lokasi pendirian dan aktifitas industri. Sedangkan, jika dilihat dari segi
potensi daya dukung maka faktor yang memiliki pengaruh cukup tinggi pada kecamatan
tersebut adalah potensi daya dukung harga tanah, dan akses menuju gerbang tol yang baik.
Gambar 5 : Peta Klaster Spasial Berdasarkan Kelompok Tingkat Daya Dukung Kecamatan Pada
Tahun 2012

Sumber : Hasil Olah Tematik Menggunakan ArcGis Desktop. 10

E. PENUTUP
Kesimpulan
Penelitian ini dimaksudkan untuk memetakan potensi daya dukung wilayah dan mengetahui
pengaruh daya dukung wilayah terhadap pertumbuhan industri disetiap kecamatan di Kabupaten
Sidoarjo. Berdasarkan uraian hasil penelitian dan pembahasan, maka dapat ditarik kesimpulan sebagai
berikut :
1. Hasil analisis skoring batas nilai menunjukkan terdapat wilayah yang memiliki potensi
ruang untuk pengembangan lokasi industri berdasarkan daya dukung wilayah tertinggi.
Dimana wilayah tersebut adalah Kecamatan Waru, Kecamatan Taman, Kecamatan
Sidoarjo, Kecamatan Krian, dan Kecamatan Gedangan.
2. Hasil analisis menunjukkan beberapa kemungkinan potensi daya dukung yang dapat
mempengaruhi perubahan peningkatan pertumbuhan industri didalam suatu wilayah.
Dimana potensi tersebut, yakni : ketersediaan daya dukung sumber daya manusia, daya
dukung lahan peruntukkan industri, daya dukung aksessibilitas jalan arteri primer, dan
aksessibilitas jalan kolektor primer. Selain itu, kemungkinan terdapat faktor diluar daya
dukung wilayah, seperti faktor kebijakan pemerintah dan faktor dukungan dari
lingkungan sosial masyarakat setempat.

Saran
Terhadap hasil yang telah diperoleh, ada beberapa saran yang diharapkan mampu memberikan
masukan dalam bentuk ide atau pemikiran sehingga nantinya mendapatkan lokasi pengembangan
industri yang ideal bagi investor, antara lain :
1. Berdasarkan butir kesimpulan pertama, adanya rekomendasi kepada pemerintah agar
dalam menentukan wilayah untuk dijadikan pengembangan lokasi industri dengan
memfokuskan pada kecamatan-kecamatan yang memiliki kategori daya dukung tinggi,
seperti: Kecamatan Taman, Kecamatan Waru, Kecamatan Sidoarjo, Kecamatan
Gedangan, dan Kecamatan Krian.
2. Berdsarakan kesimpulan kedua, perlu adanya perhatian khusus dalam upaya mendorong
pertumbuhan industri di Kabupaten Sidoarjo dengan memfokuskan pada ketersediaan
daya dukung sumber daya manusia, ketersediaan lahan peruntukkan industri, daya
dukung aksessibilitas jalan arteri primer, dan aksessibilitas jalan kolektor primer. Selain
itu perlu adanya peningkatan pemahaman terhadap pengambil keputusan dari semua
stakeholder (pemerintah, masyarakat, dan investor), berkenaan dengan kebijakan
pengembangan perekonomian secara keseluruahan khususnya industri.
DAFTAR PUSTAKA

Arsyad, Lincolin. 1992. Ekonomi Pembangunan. Penerbit STIE YKPN. Yogyakarta

Bappeda dan Pusat Kajian Dinamika Sistem Pembangunan, 2011. Diagnosa Pertumbuhan Ekonomi
Kota Probolinggo 2011. Laporan Akhir tidak dipublikasikan. Bappeda Kota Probolinggo dan
PKDSP Fakultas Ekonomi Universitas Brawijaya. Malang

Basuki dan Soelistyo. 1997. Kajian mengenai Pengaruh Modal Asing. Jurnal Ekonomi dan Bisnis
Indonesia. Vol. 12 (No.2).

Djojodipuro, M. 1992. Teori Lokasi. LPFE Universitas Indonesia. Jakarta

Khuzaini, Ec dan Suwitho. 2006. Analisis SWOT Daya Dukung Daerah Terhadap Pengembangan
Kawasan Industri Kabupaten Blitar. Jurnal Ekuitas, Vol. 11, (No.2) 193–218. Sekolah Tinggi
Ilmu ekonomi Indonesia (STIESIA). Surabaya

Kuncoro, Mudrajad. 2002. Analisis Spasial dan Regional : Studi Aglomerasi dan Kluster Industri di
Indonesia. AMP YKPN, Yogyakarta

KPPOD. 2003. Daya Tarik Investasi Kabupaten/Kota di Indonesia. KPPOD. Jakarta

Radianto, Elia. 1995. Spesifikasi Dinamis Model Investasi Jangka Panjang : Sebuah Studi Kasus di
Daerah Maluku. Jurnal Ekonomi dan Bisnis Indonesia. Vol. 13 (No.4).

Sugiyono. 2012. Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D. Penerbit Alfabeta. Bandung

Sjafrizal. 2008. Ekonomi Regional : Teori dan Aplikasi. Penerbit Baduose Media. Sumatera Barat

Tambunan, Tulus T.H. 2001. Industrialisasi Di Negara Sedang Berkembang. Penerbit Ghalia
Indonesia. Jakarta

Todaro, Michael P. 2003. Pembangunan Ekonomi di Dunia Ketiga. Erlangga. Jakarta

You might also like