Professional Documents
Culture Documents
JURNAL ILMIAH
Disusun oleh:
Bahwa artikel Jurnal tersebut dibuat sebagai persyaratan ujian skripsi yang
dipertahankan di depan Dewan Penguji pada tanggal 09 September 2014.
ABSTRACT
This study aims to map areas with high potential carrying capacity in the development of the
industry and know the effect of the carrying capacity of the region to the growth of industry in each
subdistrict in Sidoarjo.
To analyze the potential carrying capacity available in each subdistrict in Sidoarjo using a
scoring interval analysis tools, while the region to analyze the distribution group based high-low
carrying capacity of region , then using analysis tools scoring upper the control limit value and lower
the control limit value.
The results showed that the region has the potential for development of industries based on
the location of the highest carrying capacity of the area is the District Waru, District Taman, Sidoarjo,
District Krian, and District Gedangan. As well, the carrying capacity of the area factor that can affect
the growth of the industry in a subdistrict in Sidoarjo is the availability of human resources, industrial
designated land carrying capacity, carrying capacity of accessibility primary arterial and collector
roads primer.
It certainly gives direction to spur growth in the development of space industry in Sidoarjo
and improve and utilize the resources that trigger investor interest in investing capital in the district of
Sidoarjo.
Keywords: Sidoarjo, scoring intervals, and scoring of the upper and lower control limit values
ANALISIS DAYA DUKUNG WILAYAH DALAM PENGEMBANGAN INDUSTRI BESAR
DAN SEDANG
(Studi Kasus Seluruh Kecamatan di Kabupaten Sidoarjo)
Arief Zuchrizal Madjid
Dwi Budi Santoso, SE., MS., Ph.D.
Fakultas Ekonomi Dan Bisnis
Universitas Brawijaya
Email: arief_z_madjid@yahoo.co.id
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk memetakan wilayah dengan potensi daya dukung
tinggi dalam pengembangan industri dan mengetahui pengaruh daya dukung wilayah terhadap
pertumbuhan industri pada setiap kecamatan di Kabupaten Sidoarjo.
Untuk menganalisis potensi daya dukung yang ada disetiap kecamatan di Kabupaten
Sidoarjo menggunakan alat analisis skoring interval, sedangkan untuk menganalisis
pembagian kelompok wilayah berdasarkan tinggi-rendahnya daya dukung wilayah, maka
menggunakan alat analisis skoring batas nilai atas dan batas nilai bawah.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa wilayah yang memiliki potensi untuk
pengembangan lokasi industri berdasarkan daya dukung wilayah tertinggi adalah Kecamatan
Waru, Kecamatan Taman, Kecamatan Sidoarjo, Kecamatan Krian, dan Kecamatan Gedangan.
Serta, faktor daya dukung wilayah yang dapat mempengaruhi pertumbuhan industri pada
suatu wilayah kecamatan di Kabupaten Sidoarjo adalah ketersediaan sumber daya manusia,
daya dukung lahan peruntukkan industri, daya dukung aksessibilitas jalan arteri primer dan
kolektor primer.
Hal tersebut tentunya memberikan pengarahan pengembangan ruang untuk memacu
pertumbuhan industri di Kabupaten Sidoarjo serta memperbaiki dan memanfaatkan sumber-
sumber yang menjadi pemicu ketertarikan investor dalam menanamkam modalnya di wilayah
Kabupaten Sidoarjo.
Kata kunci : Kabupaten Sidoarjo, skoring interval, dan skoring batas nilai atas dan bawah
nilai bawah
A. PENDAHULUAN
Perubahan struktural ekonomi suatu negara yang semula berbasis pertanian kini lambat laun
berubah kearah industrialisasi. Arsyad (1992), menjelaskan bahwasanya konsep pembangunan
seringkali dikaitkan dengan proses industrialisasi, karena pengertiannya sama. Proses industrialisasi
merupakan satu jalur kegiatan dalam rangka meningkatkan kesejahteraan rakyat dalam arti tingkat
hidup yang lebih maju maupun taraf hidup yang lebih bermutu.
Beberapa alasan yang mendasari argumen ini adalah pertama, perekonomian negara-negara
maju biasanya lebih terindustrialisasi daripada perekonomian negara-negara berkembang; kedua,
industrialisasi kadang dianggap sebagai jalan keluar utama untuk menyelesaikan masalah
pengangguran dan kekurangan pekerjaan di negara-negara berkembang; ketiga, industrialisasi diyakini
akan mengubah perekonomian dan struktur sosial saat ini di negara-negara berkembang yang tidak
kondusif, karena industrialisasi menjamin pertumbuhan ekonomi yang tinggi (Tambunan, 2001).
Seperti halnya perkembangan sektor indusrti di Kabupaten Sidoarjo. Secara geografis
Kabupaten Sidoarjo termasuk dalam kawasan gerbang kertosusila dan sebagai pintu gerbang masuk ke
Kota Surabaya dari kabupaten/kota di sekitarnya, khususnya Kabupaten/Kota Mojokerto, Malang, dan
Pasuruan apabila akan melakukan hubungan dengan Surabaya harus melewati Kabupaten Sidoarjo.
Keadaan ini akan memberikan peluang besar bagi Kabupaten Sidoarjo untuk maju karena mampu
menarik manfaat dengan mengadakan hubungan melalui peningkatan aksesbilitas yang didukung oleh
sarana dan prasarana, transportasi, dan komunikasi. serta memiliki jarak terdekat dengan Kota
Surabaya yang merupakan Ibu Kota Provinsi Jawa Timur yang dimana Kota Surabaya merupakan
sebagai kutub konsentrasi kegiatan ekonomi di Jawa Timur.
Dalam hal ini kedudukan Kabupaten Sidoarjo yang sangat strategis itu akan memberi peluang
besar dalam upaya pengembangan ekonomi khususnya di bidang industri. Selain itu, jika dilihat dari
kontibusi sektor industri terhadap PDRB kabupaten memiliki kontribusi yang cukup besar walaupun
mengalami pertumbuhan yang cenderung menurun tiap tahunnya. Hal tersebut dapat dilihat dalam
tabel sebagai berikut :
Gambar 1: Kontribusi Sektor Industri Terhadap PDRB Kabupaten Sidoarjo, Tahun 2008 – 2012
(dalam persen).
50%
48%
46%
44%
42%
40%
2008 2009 2010 2011 2012
B. KAJIAN TEORI
Konsep Daya Dukung Wilayah
Keberhasilan daerah untuk meningkatkan daya tariknya terhadap investor salah satunya tergantung
dari kemampuan dan daya dukung wilayah yang dimiliki oleh suatu daerah tersebut dalam
merumuskan kebijakan yang berkaitan dengan investasi dan dunia usaha serta peningkatan kualitas
pelayanan terhadap masyarakat.
Komite Pemantauan Pelaksanaan Otonomi Daerah (KPPOD) menjelaskan, bahwasannya
persaingan yang semakin tajam menuntut pemerintah daerah menyiapkan daerahnya sedemikian rupa
sehingga mampu menarik investasi, orang dan industri ke daerah. Keberhasilan daerah untuk
meningkatkan daya tariknya terhadap investasi tergantung dari kemampuan daerah dalam merumuskan
kebijakan yang berkaitan dengan investasi, Selain itu kemampuan daerah untuk menentukan faktor-
faktor yang dapat digunakan sebagai alat ukur daya saing perekonomian daerah relatif terhadap daerah
lainnya juga penting terkait dengan pengembangan sumber daya manusia dan infrastruktur fisik dalam
upaya meningkatkan daya tariknya dan memenangkan persaingan. Selanjutnya tentang pemeringkatan
daya tarik investasi tahun 2003 terhadap 200 kabupaten/kota di Indonesia terdapat dari 5 (lima) faktor
utama pembentuk daya tarik investasi didaerah yaitu faktor kelembagaan, faktor sosial politik, faktor
ekonomi daerah, faktor tenaga kerja dan produktifitas serta faktor infrastruktur fisik (KPPOD, 2003).
Basuki dan Soelistyo (1997) dalam Penelitiannya tentang kajian mengenai pengaruh
penanaman modal asing di Indonesia, menjelaskan bahwasannya faktor yang memiliki pengaruh kuat
dan positif adalah faktor nilai tukar, tenaga kerja terdidik, dan tersediannya prasarana seperti
infrastruktur. Serta faktor yang memiliki hubungan negatif dan pengaruh kuat adalah tingkat suku
bunga. Sedangkan Suneki (2006), menjelaskan dalam peneltiannya bahwasannya faktor yang memiliki
pengaruh signifikan atas determinan investasi swasta adalah suku bunga, PDRB, Angkatan Kerja dan
Infrastruktur.
Akan tetapi hal tersebut berbeda dengan Radianto (1995) yang menjelaskan di dalam
penelitiannya tentang model investasi jangka panjang di Daerah Maluku, bahwasannya hanya faktor
angkatan kerja yang memilki pengaruh kuat dan signifikan atas penelitiannya. Sedangkan, faktor
tingkat suku bunga dan PDRB tidak menjadi faktor yang memiliki pengaruh kuat dalam model
investasi jangka panjang di Daerah Maluku pada saat itu.
Hausman, Rodric, dan Velasco, yang dikenal dengan analisis HRV menjelaskan yang pada
dasarnya pendekatan ini secara sistematis mengidentifikasi faktor yang menghambat pertumbuhan dan
investasi. Dimana, hambatan pertumbuhan disebabkan oleh rendahnya investasi. Hasrat untuk
melakukan investasi dipengaruhi oleh dua hal utama, yaitu: 1) hasil investasi dan 2) biaya investasi.
Selanjutnya, HRV menjelaskan banyak sebab dari determinan penghambat pertumbuhan tersebut,
dimana sebab tersebut salah satunya bersumber pada tingkat pendapatan yang rendah. Hal tersebut
dikarenakan faktor kapasitas daerah atau daya dukung wilayah dan kelayakan usaha. Faktor daya
dukung wilayah ditenggarai oleh adanya beberapa faktor, seperti : kondisi geografi, infrastruktur,
sumber daya manusia. Sedangkan, untuk faktor kelayakan usaha, seperti : pemerintah, dan pasar
(Bappeda dan Pusat Kajian Dinamika Sistem Pembangunan, 2011).
Sedangkan Djojodipuro (1992), menyatakan bahwa daya dukung wilayah untuk
pembangunan industri dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain : factor endowment, pasar dan
harga, bahan baku dan energi, aglomerasi (keterkaitan antar industri dan penghematan ekstern), dan
biaya angkutan. Dimana Factor endowment adalah tersedianya faktor produksi secara kualitatif
maupun kuantitatif di suatu daerah, antara lain: tanah, tenaga kerja dan modal. Makin banyak factor
endowment yang dimiliki oleh suatu daerah makin tinggi daya dukung wilayah tersebut terhadap
pengembangan industri. Setiap daerah memiliki factor endowment yang berbeda.
Sehingga dapat diartikan bahwasannya perbedaan tingkat pertumbuhan atau investasi antar
wilayah disebabkan karena adanya potensi sumber daya yang tidak merata dan berbeda dari setiap
masing-masing wilayah. Maka dapat dikatakan, bahwasannya daya dukung wilayah merupakan salah
satu determinan dari sebab adanya daya tarik investor atau iklim investasi yang masuk ke dalam suatu
wilayah. Dimana para investor menjadikan suatu daerah menjadi tempat investasi paling ideal
dikarenakan dukungan wilayah yang memadai bagi pembangunan usahanya atau industrinya dan
diharapkan mendapatkan hasil yang optimal dari proses produksinya tersebut. Oleh karena itu,
pengaruh daya dukung wilayah sangat kuat dalam menarik investor agar bersedia menanamkan
investasinya didalam suatu wilayah. Sehingga kondisi ini mampu menggerakan sektor swasta untuk
ikut serta dalam menggerakkan roda ekonomi dan diharapkan memiliki efek pengganda terhadap
kesejahteraan masyarakat. Selain itu, tentunya hal ini dapat dijadikan suatu kebijakan sebagai acuan
bagi suatu wilayah dalam memperoleh dan meningkatkan pendapatan asli daerahnya, serta dapat
meningkatkan pertumbuhan ekonomi bagi wilayahnya tersebut.
Pembangunan Regional
Ilmu ekonomi regional merupakan cabang dari ilmu ekonomi yang dalam pembahasannya
memasukan unsur perbedaan potensi satu wilayah dengan wilayah lain (Tarigan, 2004). Ilmu ini
muncul dan berkembang sendiri serta menjadi suatu bidang spesialisasi, dimana prinsip-prinsip yang
diterapkan dalam ilmu ini terkait dengan aspek ruang (space) yang sering diabaikan dalam ilmu
ekonomi pembangunan, sehingga ilmu ekonomi regional akan sangat berguna di dalam berbagai
analisis kebijakan pembangunan regional.
Pembangunan regional memilki dua pendekatan, yaitu pendekatan sektoral dan pendekatan
regional. Menurut Khuzaini dan Suwitho (2006) bahwasannya pendekatan sektoral memfokuskan
perhatian pada sektor-sektor kegiatan yang ada diwilayah tersebut. Melihat peluang dan potensinya,
menetapkan apa yang dapat ditingkakan dan dimana lokasi kegiatan peningkatan tersebut.
Sedangkan dalam pendekatan regional dalam arti sempit yakni memperhatikan ruang dengan
segala kondisinya. Setelah melalui analisis diketahui bahwa masih ada ruang yang belum optimal,
kemudian direncanakan kegiatan apa dan sebaiknya apa yang diadakan pada lokasi tersebut sehingga
penggunaan ruang menjadi serasi dan efisien agar memberi kemakmuran yang optimal bagi
masyarakat (Khuzaini dan Suwitho, 2006). Dalam arti yang lebih luas, Glasson menjelaskan selain
penggunaan ruang untuk kegiatan produksi/jasa juga memprediksi arah konsentrasi kegiatan dan
memperhatikan kebutuhan fasilitas untuk masing-masing konsentrasi serta merencanakan jaringan-
jaringan penghubung sehingga berbagai kosentrasi kegiatan dapat dihubungkan secara efisien
(Khuzaini dan Suwitho, 2006).
Pertumbuhan Ekonomi
Pertumbuhan ekonomi adalah proses kenaikan kapasitas produksi suatu perekonomian yang
diwujudkan dalam bentuk kenaikan pendapatan nasional. Suatu wilayah dikatakan mengalami
pertumbuhan ekonomi apabila terjadi peningkatan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) riil di
wilayah tersebut. Istilah pertumbuhan ekonomi digunakan untuk menerangkan atau mengukur prestasi
dari perkembangan ekonomi suatu negara atau wilayah.
Investasi merupakan suatu faktor krusial bagi kelangsungan proses pembangunan ekonomi
(suistanable development), atau pertumbuhan ekonomi jangka panjang. Pembangunan ekonomi
melibatkan kegiatan-kegiatan produksi (barang dan jasa) di semua sektor-sektor ekonomi. Dengan
adanya kegiatan produksi, maka terciptalah kesempatan kerja dan pendapatan masyarakat meningkat,
yang selanjutnya menciptakan/meningkatkan permintaan di pasar. Pasar berkembang dan berarti juga
volume kegiatan produksi, kesempatan kerja dan pendapatan di dalam negeri meningkat, dan
seterusnya, maka terciptalah pertumbuhan ekonomi (Tambunan, 2001).
Menurut Todaro (2003), pertumbuhan merupakan fungsi dari investasi, hal ini dikarenakan
tingkat pertumbuhan ekonomi dan investasi merupakan hal yang tidak dapat dipisahkan dan saling
membutuhkan. Semakin besar investasi maka semakin besar tingkat pertumbuhan yang dicapai.
Sebaliknya semakin tinggi pertumbuhan ekonomi semakin besar pendapatan yang dapat ditabung dan
investasi akan meningkat, ini merupakan investasi fungsi dari pertumbuhan ekonomi. Selanjutya,
Todaro menjelaskan terdapat tiga faktor atau komponen utama dalam pertumbuhan ekonomi dari
setiap bangsa, ketiganya adalah: Akumulasi modal yang meliputi semua bentuk atau jenis investasi
baru yang ditanamkan pada tanah, peralatan fisik dan modal atau sumber daya manusia, Pertumbuhan
penduduk beberapa tahun selanjutnya yang akan memperbanyak jumlah akumulasi kapital, kemajuan
teknologi.
Menurut Hausman bahwasannya determinan utama dari penghambat pertumbuhan ini terbagi
menjadi dua bagian, yakni : rendahnya tingkat investasi swasta dan minimnya wirausaha. Selanjutnya,
Hausman menjelaskan bahwasannya terdapat dua penghambat investasi, yakni : 1). Biaya keuangan
yang tinggi; 2). Tingkat pendapatan yang rendah (Bappeda dan Pusat Kajian Dinamika Sistem
Pembangunan, 2011).
Aglomerasi
Aglomerasi terjadi apabila adanya keterkaitan antara industri dengan sektor lainnya, sehingga
dapat memproleh penghematan biaya. Definisi aglomerasi yang dikemukakan oleh Montgomery
sebagai konsentrasi spasial dari aktivitas ekonomi di kawasan perkotaan karena penghematan akibat
lokasi yang berdekatan yang diasosiasikan dengan kluster spasial dari perusahaan, para pekerja dan
konsumen (Mudrajad, 2002).
Sedangkan Markusen mengemukakan aglomerasi sebagai suatu lokasi yang ”tidak mudah
berubah” akibat adanya penghematan eksternal yang terbuka bagi semua perusahaan yang letaknya
berdekatan dengan perusahaan lain dan penyedia jasa-jasa; dan bukan akibat kalkulasi perusahaan atau
para pekerja secara individual (Mudrajad, 2002).
Oleh karena adanya penghematan itulah yang menjadikan perusahaan/industri dalam
pemilihan lokasi cenderung melihat adanya keuntungan aglomerasi. Keuntungan tersebut muncul bila
kegiatan ekonomi saling terkait satu sama lainnya terkosentrasi pada suatu tempat tertentu. Keterkaitan
ini dapat berbentuk kaitan dengan bahan baku (Backward Linckages) dan kaitan dengan pasar
(Forward Linckages). Bila keuntungan tersebut cukup besar, maka perusahaan akan cenderung
memilih lokasi kegiatan ekonomi terkonsentrasi dengan kegiatan lainnya yang saling terkait.
Pemilihan lokasi akan cenderung tersebar bila keuntungan aglomerasi tersebut nilainya relatif kecil
(Sjafrizal, 2008).
Ahli ekonomi yang mengemukakan konsep penghematan aglomerasi adalah Walter Isard dan
Bertil Ohlin, yaitu memasukan kedalam beberapa ketegori (Mudrajad, 2002) :
1. Scale Economies. Penghematan ini terjadi pada saat kegiatan prosuksi internal mengalami
peningkatan skala operasi. Biaya tetap (fixed cost) yang tinggi dapat ditekan dengan
meningkatkan skala operasi, sehingga biaya produksi dapat ditekan. Hal ini bisa dilakukan
karena adanya populasi pasar (penduduk) yang besar;
2. Localization Economies. Penghematan ini terjadi pada saat terjadi penambahan input faktor
produksi pada suatu konsentrasi lokasi, misalnya penambahan penggunaan tenaga listrik pada
dua belas perusahaan. Penggunaan tenaga listrik yang benar akan menurunkan biaya
perkilowatt per jam. Kenaikan biaya penggunaan tenaga listrik ini dapat dirasakan lebih murah
pada seluruh perusahaan yang membentuk konsentrasi lokasi daripada apabila perusahaan
menggunakan tenaga listrik secara sendirian. Hal ini karena biaya listrik dibebankan kepada
kedua belas perusahaan sehingga beban biaya listrik yang dihadapi oleh masing-masing
perusahaan tidak terlalu besar;
3. Urbanization Economies. Penghematan ini terjadi didapatkan saat terjadi keanekaragaman dan
spesialisasi barang dan jasa seiring meningkatnya urkuran (size) kota. Hal ini dikarenakan
berdirinya perusahaan akan merangsang peningkatan jumlah populasi, output industri,
pendapatan dan kesejahteraan;
4. Intermediate Input. Adanya kaitan antar perusahaan yang muncul dari penghematan biaya
transportasi dalam pembelian input-input antara. Adapun yang dimaksudkan sebagai input
antara adalah input selain input-input utama (tanaga kerja, modal, tanah dan kewirausahaan).
Kerangka Pemikiran
Kerangka pemiikiran merupakan alur pikir dari gagasan penelitian yang mengacu pada kajian teori,
hingga munculnya variabel-variabel yang digunakan di dalam penelitian. Bukan merupakan urutan
kegiatan pada penelitian/penulisan yang dilakukan. Berikut ini merupakan skema kerangka
pemikirannya.
C. METODE PENELITIAN
Pendekatan Penelitian
Penelitian ini termasuk penelitian explorative yang tidak memerlukan hipotesis sehingga hasil
yang akan didapat bukan merupakan pengujian hipotesis tetapi merupakan kondisi dan pengukuran
lapangan berdasarkan fakta-fakta empiris yang terdapat diruang penelitian.
Definisi Operasional
Dalam penelitian ini, dimana penulis mengelompokkan variabel daya dukung wilayah menjadi 3
kelompok bagian, yaitu sumber daya manusia, sumber daya alam, dan sumber daya buatan.
Adapun definisi operasional yang digunakan dalam penelitian ini adalah :
1. Sumber daya manusia : dalam penelitian ini indikator-indikator yang termasuk dalam sub
variabel sumber daya manusia adalah :
a. Tingkat pendidikan SMU merupakan tingkat pendidikan penduduk kecamatan
dengan tingkat pencapaian jenjang SMU.
b. Tingkat pendidikan diploma dan sarjana merupakan tingkat pendidikan penduduk
kecamatan dengan tingkat pencapaian jenjang diploma dan sarjana.
c. Angkatan kerja merupakan penduduk kecamatan yang bekerja atau sedang mencari
pekerjaan.
2. Sumber daya alam : dalam penelitian ini indikator-indikator yang termasuk dalam sub
variabel sumber daya alam adalah :
a. Luas lahan tersisa merupakan lahan yang dihitung berdasarkan luas lahan yang
disediakan peruntukkan industri menurut rencana tata ruang wilayah dikurangi luas
lahan yang terpakai (eksisting).
b. Harga tanah merupakan harga tanah yang didasari atas nilai jual objek pajak (NJOP)
yang digunakan peruntukkan industri.
4. Sumber daya buatan : dalam penelitian ini indikator-indikator yang termasuk dalam sub
variabel sumber daya buatan adalah :
a. Jarak gerbang tol merupakan jarak gerbang tol terdekat dengan masing-masing
kantor kecamatan di Kabupaten Sidoarjo.
b. Panjang jalan arteri primer merupakan panjang ruas jalan arteri primer yang
melewati pada setiap masing-masing wilayah kecamatan di Kabupaten Sidoarjo
c. Panjang jalan arteri sekunder merupakan panjang ruas jalan arteri sekunder yang
melewati pada setiap masing-masing wilayah kecamatan di Kabupaten Sidoarjo.
d. Panjang jalan kolektor primer merupakan panjang ruas jalan kolektor primer yang
melewati pada setiap masing-masing wilayah kecamatan di Kabupaten Sidoarjo.
Gambar 4 : Peta Klaster Spasial Berdasarkan Kelompok Tingkat Daya Dukung Kecamatan Pada
Tahun 2007
Sedangkan untuk tingkat daya dukung wilayah pada tahun 2012 di setiap masing-masing
kecamatan diperoleh dari hasil total nilai daya dukung wilayah berdasarkan penjumlahan total dari
masing-masing skor potensi daya dukung wilayah pada tahun 2012 adalah seperti didalam tabel
sebagai berikut :
Tabel 2 : Total Nilai Daya Dukung Wilayah Per Masing-masing Kecamatan Di Kabupaten
Sidoarjo Pada Tahun 2012
Total Nilai Potensi
No Kecamatan
Daya Dukung Wilayah
1 Waru 20
2 Taman 23
3 Gedangan 18
4 Sidoarjo 22
5 Krian 20
6 Candi 17
7 Buduran 13
8 Wonoayu 14
9 Porong 14
10 Sukodono 16
11 Balongbendo 14
12 Tanggulangin 12
13 Krembung 11
14 Jabon 11
15 Sedati 11
16 Prambon 11
17 Tulangan 11
18 Tarik 10
Jumlah Total 268
Rata-rata 15
Standar Deviasi 2
Sumber : Hasil Analisis
Berdasarkan hasil perhitungan total nilai daya dukung wilayah pada tahun 2012 seperti tabel
diatas, bahwasannya pertumbuhan daya dukung wilayah pada setiap kecamatan di Kabupaten Sidoarjo
memiliki pertumbuhan yang relatif berbeda. Selanjutnya dari hasil perhitungan tersebut, dapat
diketahui pula batas nilai atas dan batas nilai bawah daya dukung wilayah dengan perhitungan rumus
skoring sebagai berikut :
Batas nilai atas daya dukung wilayah = µ + σ = 15 + 2 = 17
Batas nilai bawah daya dukung wilayah = µ - σ = 15 - 2 = 13
Sehingga dari hasil batas nilai atas dan batas nilai bawah seperti diatas, maka dapat
dikelompokkan tingkat daya dukung wilayahnya dengan batas-batas nilai sebagai berikut :
Nilai daya dukung wilayah (DDW) >17 merupakan wilayah dengan daya dukung tinggi.
Nilai daya dukung wilayah (DDW) diantara 13 – 17 merupakan wilayah dengan daya dukung
sedang.
Nilai daya dukung wilayah (DDW) < 13 merupakan wilayah dengan daya dukung rendah.
Berdasarkan hasil nilai tingkat daya dukung wilayah pada tahun 2012 seperti diatas, maka
terdapat 3 pembagian kelompok kecamatan berdasarkan tingkat nilai kategori daya dukung wilayah,
yaitu : tinggi, sedang, dan rendah (seperti pada gambar peta 5). Maka dapat dijelaskan sebagai berikut :
E. PENUTUP
Kesimpulan
Penelitian ini dimaksudkan untuk memetakan potensi daya dukung wilayah dan mengetahui
pengaruh daya dukung wilayah terhadap pertumbuhan industri disetiap kecamatan di Kabupaten
Sidoarjo. Berdasarkan uraian hasil penelitian dan pembahasan, maka dapat ditarik kesimpulan sebagai
berikut :
1. Hasil analisis skoring batas nilai menunjukkan terdapat wilayah yang memiliki potensi
ruang untuk pengembangan lokasi industri berdasarkan daya dukung wilayah tertinggi.
Dimana wilayah tersebut adalah Kecamatan Waru, Kecamatan Taman, Kecamatan
Sidoarjo, Kecamatan Krian, dan Kecamatan Gedangan.
2. Hasil analisis menunjukkan beberapa kemungkinan potensi daya dukung yang dapat
mempengaruhi perubahan peningkatan pertumbuhan industri didalam suatu wilayah.
Dimana potensi tersebut, yakni : ketersediaan daya dukung sumber daya manusia, daya
dukung lahan peruntukkan industri, daya dukung aksessibilitas jalan arteri primer, dan
aksessibilitas jalan kolektor primer. Selain itu, kemungkinan terdapat faktor diluar daya
dukung wilayah, seperti faktor kebijakan pemerintah dan faktor dukungan dari
lingkungan sosial masyarakat setempat.
Saran
Terhadap hasil yang telah diperoleh, ada beberapa saran yang diharapkan mampu memberikan
masukan dalam bentuk ide atau pemikiran sehingga nantinya mendapatkan lokasi pengembangan
industri yang ideal bagi investor, antara lain :
1. Berdasarkan butir kesimpulan pertama, adanya rekomendasi kepada pemerintah agar
dalam menentukan wilayah untuk dijadikan pengembangan lokasi industri dengan
memfokuskan pada kecamatan-kecamatan yang memiliki kategori daya dukung tinggi,
seperti: Kecamatan Taman, Kecamatan Waru, Kecamatan Sidoarjo, Kecamatan
Gedangan, dan Kecamatan Krian.
2. Berdsarakan kesimpulan kedua, perlu adanya perhatian khusus dalam upaya mendorong
pertumbuhan industri di Kabupaten Sidoarjo dengan memfokuskan pada ketersediaan
daya dukung sumber daya manusia, ketersediaan lahan peruntukkan industri, daya
dukung aksessibilitas jalan arteri primer, dan aksessibilitas jalan kolektor primer. Selain
itu perlu adanya peningkatan pemahaman terhadap pengambil keputusan dari semua
stakeholder (pemerintah, masyarakat, dan investor), berkenaan dengan kebijakan
pengembangan perekonomian secara keseluruahan khususnya industri.
DAFTAR PUSTAKA
Bappeda dan Pusat Kajian Dinamika Sistem Pembangunan, 2011. Diagnosa Pertumbuhan Ekonomi
Kota Probolinggo 2011. Laporan Akhir tidak dipublikasikan. Bappeda Kota Probolinggo dan
PKDSP Fakultas Ekonomi Universitas Brawijaya. Malang
Basuki dan Soelistyo. 1997. Kajian mengenai Pengaruh Modal Asing. Jurnal Ekonomi dan Bisnis
Indonesia. Vol. 12 (No.2).
Khuzaini, Ec dan Suwitho. 2006. Analisis SWOT Daya Dukung Daerah Terhadap Pengembangan
Kawasan Industri Kabupaten Blitar. Jurnal Ekuitas, Vol. 11, (No.2) 193–218. Sekolah Tinggi
Ilmu ekonomi Indonesia (STIESIA). Surabaya
Kuncoro, Mudrajad. 2002. Analisis Spasial dan Regional : Studi Aglomerasi dan Kluster Industri di
Indonesia. AMP YKPN, Yogyakarta
Radianto, Elia. 1995. Spesifikasi Dinamis Model Investasi Jangka Panjang : Sebuah Studi Kasus di
Daerah Maluku. Jurnal Ekonomi dan Bisnis Indonesia. Vol. 13 (No.4).
Sugiyono. 2012. Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D. Penerbit Alfabeta. Bandung
Sjafrizal. 2008. Ekonomi Regional : Teori dan Aplikasi. Penerbit Baduose Media. Sumatera Barat
Tambunan, Tulus T.H. 2001. Industrialisasi Di Negara Sedang Berkembang. Penerbit Ghalia
Indonesia. Jakarta