You are on page 1of 12

ISSN 2088-5415 (Print)

ISSN 2355-5777 (Online)


DOI 10.22146/kawistara.32086
https://jurnal.ugm.ac.id/kawistara

KAWISTARA
VOLUME 8 No. 2, 22 Agustus 2018 Halaman 111-212

EVALUASI PROGRAM PEMBERDAYAAN


USAHA AGRIBISNIS PERDESAAN (PUAP)
PROVINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA

Agus Dwi Nugroho, Lestari Rahayu Waluyati, dan Jamhari


Fakultas Pertanian Univesitas Gadjah Mada
Email: agus.dwi.n@mail.ugm.ac.id

ABSTRACT
Rural Agribusiness Enterpreneurship Empowerment (RAEE) not only has a beneficial impact for the
farmers, but also has many problems. This research was intended 1) to know the performance of RAEE;
2) to know the effectiveness of RAEE on community income and its determining factors; 3) to know the
performance and efficiency of Agribusiness Micro Financing Institute (AMFI) and its determining factors.
The study was carried out from March until April 2013 in Bantul, Gunungkidul, Kulon Progo, and Sleman
Regencies. The respondents were 60 AMFIs and 120 member farmers. RAEE can increase farmer’s income;
reduce the number of poor people; increase the number of members, savings, and assets of the combined
farmer groups; increase employment, and encourage farmers not to lend to other institutions. But, RAEE
also has problems, including deviation of the distribution of RAEE funds, inappropriate use of RAEE
funds regard to the planning, problems of bad loans, unofficial legality of most of the AMFIs, and the low
capacity of human resources manager. The determinant factors of the RAEE effectiveness are the length
of the loan and the type of business. Most of the AMFI in DIY performs poorly. The determinant factors
of the AMFI efficiency are the amount of independent capital and the presence of mentoring. The steps
to improve RAEE include coaching and supervision of AMFI, control of bad loans, selecting the business
types of AMFI, and encouraging AMFI to become an official legal entity.

Keywords: Amfi; Efectiveness; Efficiency; RAEE; Gapoktan.

ABSTRAK
Program Pemberdayaan Usaha Agribisnis Perdesaan (PUAP) tidak hanya menguntungkan bagi petani,
tetapi juga memiliki banyak masalah. Penelitian ini bermaksud 1) untuk mengetahui implementasi PUAP; 2)
mengetahui efektivitas PUAP bagi perubahan pendapatan masyarakat dan faktor yang memengaruhinya;
3) mengetahui kinerja dan efisiensi LKM-A serta faktor yang memengaruhinya. Penelitian dilaksanakan
Maret sampai April 2013 di Kabupaten Bantul, Gunungkidul, Kulon Progo, dan Sleman. Sampel penelitian
ini yakni 60 pengurus LKM-A dan 120 petani anggota. PUAP mampu meningkatkan pendapatan petani;
mengurangi jumlah penduduk miskin; meningkatkan jumlah anggota, simpanan, dan aset gapoktan;
meningkatkan lapangan kerja dan mendorong petani untuk tidak meminjam dana ke lembaga lain. Akan
tetapi, PUAP juga mengalami masalah, diantaranya penyimpangan penyaluran dana PUAP, penggunaan
dana PUAP tidak sesuai rencana, kredit macet, sebagian besar LKM-A belum berbadan hukum serta
kapasitas SDM pengelola masih rendah. Faktor penentu efektivitas program PUAP yaitu lama pinjaman
dan jenis usaha. Sebagian besar LKM-A di DIY berkinerja kurang baik. Faktor penentu efisiensi LKM-A
adalah jumlah modal mandiri dan adanya pendampingan. Langkah untuk perbaikan PUAP antara lain
pengawasan dan pendampingan LKM-A; pengendalian kredit macet; pemilihan jenis usaha LKM-A, dan
pendorongan LKMA untuk menjadi lembaga yang berbadan hukum.

Kata kunci: Efektivitas; Efisiensi; LKM-A; Puap; Gapoktan.

184
Agus Dwi Nugroho, -- Evaluasi Program Pemberdayaan Usaha Agribisnis Perdesaan (PUAP)
Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta

PENGANTAR jenis usaha peminjam (Rahayuningsih, 2013;


Petani sering menghadapi masalah di Ismanto dan Diman, 2014).
antara­nya tidak mampu mengakses per­modal­ Program PUAP memiliki dampak sosial
an sehingga sering menggunakan pinjaman berupa bertambahnya wawasan petani tentang
yang tidak menguntungkan (Supanggih dan simpan-pinjam di Gapoktan dan meningkatnya
Widodo, 2013). Dampak dari masalah ini adalah interaksi antar petani, sedangkan dari sisi
petani tidak mampu menjamin keber­ lang­ ekonomi, dampak program ini yakni petani
sung­an usahataninya (Rahayu, 2015). Masalah dapat memperoleh pinjaman dengan prosedur
ini sebenarnya juga muncul karena rendah­ dan syarat yang mudah, petani tidak terikat
nya perhatian perbankan terhadap sektor lagi kepada tengkulak serta pendapatan petani
pertanian. Pertanian diasumsikan memiliki dan kesempatan kerja juga akan meningkat
risiko tinggi (high risk) dengan perputaran (Martiana dkk., 2012; Suandi dkk., 2012; Erna
dana yang lambat sehingga menghambat akses dkk., 2014). Akan tetapi, banyak pula gapoktan
petani ke perbankan (Iski dkk., 2016). yang gagal mengembangkan dana PUAP
Pemerintah berusaha mengatasi masalah karena kapasitas SDM tidak mampu mengelola
ini melalui program Pengembangan Usaha dana serapan dan perputaran dana PUAP
Agribisnis Perdesaan (PUAP) dengan mem­beri­ rendah, ada petani yang terlambat bahkan tidak
kan bantuan modal sebesar Rp100 juta untuk mengembalikan dana serta penyimpangan
tiap Gabungan Kelompok Tani (Gapoktan). peng­gunaan dana untuk aktivitas konsumtif
Program ini memberikan modal usaha bagi (Pangestika dkk., 2013; Supardi dkk., 2015;
petani, baik pemilik atau penggarap lahan serta Zanzes dkk., 2015).
buruh tani (Supriatna, 2012). Penerima PUAP di Provinsi Daerah Isti­
PUAP mulai dilaksanakan pada tahun mewa Yogyakarta juga diduga menghadapi
2008. Pada awalnya PUAP disalurkan bagi 389 masalah yang sama. Jumlah gapoktan penerima
Kabupaten/Kota (10.542 gapoktan), dan terus dana di DIY dari tahun 2008-2012 ada 435 unit.
meningkat hingga pada tahun 2011 digulirkan Penelitian ini menjadi penting karena dana
untuk 445 Kabupaten/Kota (9.110 gapoktan) PUAP tahun 2012 di DIY merupakan tahun
(Dwimanur dan Wibowo, 2014). Pemerintah pemberian dana dari Kementerian Pertanian
berharap dana tersebut dapat berkembang dan selanjutnya Pemerintah DIY berencana
melalui Unit Usaha Simpan Pinjam (USP) pada melanjutkan pengelolaan LKM-A dan mem­
tahun pertama yang selanjutnya berkembang berikan bantuan dana semacam PUAP bagi
menjadi Lembaga Keuangan Mikro Agribisnis gapoktan.
(LKM-A) pada tahun kedua dan koperasi pada Dengan begitu sangat menarik untuk
tahun ketiga (Utami, 2015). dilakukan kajian dengan tujuan (1) mengetahui
Hasil penelitian menunjukkan LKM-A implementasi PUAP; (2) mengetahui efektivitas
penerima PUAP akan semakin efisien atau PUAP bagi perubahan pendapatan masyarakat
baik apabila dikelola oleh manajer yang ber­ dan faktor yang mempengaruhinya; (3) menge­
pendidikan tinggi, umur LKM-A yang semakin tahui kinerja dan efisiensi LKM-A serta faktor
besar sehingga pengelolaan LKM-A semakin yang mempengaruhinya.
profesional, jumlah hari pelayanan LKM-A Kegiatan penelitian ini dilaksanakan di
yang banyak setiap tahunnya, dan jumlah empat kabupaten, yaitu Kabupaten Bantul,
pengelola LKM-A yang sedikit (Saleh dkk, Gunungkidul, Kulon Progo, dan Sleman
2012). selama dua bulan, yaituMaret sampai dengan
Efektivitas kredit akan meningkat apa­ April 2013. Sampel penelitian ini adalah 60
bila cepatnya persetujuan mendapat dana pengelola PUAP pada empat kabupaten di
pinjaman, cepatnya penurunan dana pinjaman, DIY. Metode yang digunakan untuk memilih
pendidikan peminjam yang tinggi, jumlah responden adalah proportional random sampling,
modal yang dialokasikan cukup besar, dan yaitu pada setiap kabupaten dipilih sebanyak
30% gapoktan dari seluruh gapoktan penerima

185
Kawistara, Vol. 8, No. 2, 22 Agustus 2018: 184-194

PUAP. Jumlah responden Kabupaten Bantul, wawancara juga dilakukan terhadap dua petani
Kulon Progo, dan Gunungkidul yaitu 18 anggota tiap gapoktan atau total 120 petani.
gapoktan perkabupaten serta untuk wilayah Metode untuk memilih Gapoktan dan petani
Sleman adalah enam responden. Selanjutnya tiap kabupaten adalah metode acak (random).

Tabel 1
Sampel LKM-A Penelitian Berdasarkan Tahun Anggaran
No Kabupaten Tahun Anggaran
2008 2009 2010 2011
1 Bantul 6 4 4 4
2 Kulon Progo 4 3 8 3
3 Gunungkidul 2 4 3 9
4 Sleman 3 3 0 0
Jumlah 15 14 15 16

Metode analisis yang digunakan, yaitu Y = β0 + β1 X1 + β2 X2 + β3 X3 + β4 X4 + D1 + D2


(1) Untuk mengetahui implementasi PUAP +e
maka dilakukan analisis kualitatif berdasarkan Keterangan:
wawancara dengan dinas pertanian, pengelola Y = Tingkat efektivitas (%)
serta responden petani penerima program; X1 = Tingkat pendidikan peminjam (tahun)
(2) Untuk mengetahui efektivitas program X2 = Umur peminjam (tahun)
dapat didekati dengan melihat persentase X3 = Besaran pinjaman (Rp)
perubahan pendapatan penerima program, X4 = Lama pinjaman (bulan)
sedangkan analisis regresi berganda digunakan D1 = dummy bimbingan/
untuk menentukan faktor yang berpengaruh pengawasan oleh gapoktan
terhadap tingkat efektivitas program; (3) Untuk D = 0 apabila ada bimbingan/pengawasan
mengetahui kinerja LKM-A Gapoktan di DIY, D = 1 apabila tidak ada bimbingan/
digunakan metode skoring berdasarkan hasil pengawasan
wawancara pengelola. Menurut Saleh dkk., D2 = dummy jenis usaha
(2012), evaluasi kinerja pelaksanaan program D = 0 apabila usaha on farm D =1 apabia usaha
PUAP ditinjau dari lima indikator yaitu input off farm
(masukan), process (proses), output (keluaran),
outcome (hasil), dan impact (dampak).
Tabel 2
Aspek Penilaian Kinerja LKM-A
Aspek Kriteria Skor maksimum
Masukan
Masukan 11
1. Kesesuaian dana BLM PUAP 1 (sesuai BLM PUAP)
2. Modal keswadayaan 3 (memiliki kontribusi modal mandiri)
3. Kelengkapan AD/ART 2 (memiliki AD/ART)
4. Badan Hukum LKM-A 2 (memiliki badan hukum)
5. Pelatihan 1 (mengadakan pelatihan)
6. Sarana dan prasarana LKM-A 2 (memiliki sarana dan prasarana)
Proses 25
Sosialisasi kepada anggota 1 (ada sosialisasi)
Pembinaan dan pendampingan 3 (ada pembinaan dan pemdampingan)
Lama pengajuan 2 (waktu pengajuan sampai pencairan dana
kurang dari 2 minggu)

186
Agus Dwi Nugroho, -- Evaluasi Program Pemberdayaan Usaha Agribisnis Perdesaan (PUAP)
Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta

Aspek Kriteria Skor maksimum


Masukan
Survei lapang 2 (ada survei lapang)
Analisis kelayakan usaha 2 (ada analisis kelayakan usaha)
Pencatatan dan pembukuan 2 (ada pencatatan dan pembukuan)
Pengendalian penyaluran dana 2 (ada unit pengendalian penyaluran dana)
Pengawasan pembiayaan 2 (ada unit pengawasan)
Pelaporan 3 (ada pelaporan)
Mekanisme insentif dan sanksi 3 (ada insentif dan sanksi)
Simpanan sukarela 4 (ada simpanan sukarela)
Penyelenggaraan Rapat Anggota Tahunan 2 (ada RAT)
(RAT)
Keluaran 11
Penyaluran pinjaman untuk pertanian 3 (penyaluran utama untuk usaha
pertanian)
Penyaluran pinjaman kepada petani miskin 3 (penyaluran utama untuk petani miskin)
Komulatif penyaluran 3 (persentase total dana yang disalurkan)
4.Tingkat pembiayaan bermasalah 2 (kredit bermasalah kurang dari 5%)
Hasil 4
Sisa Hasil Usaha (SHU) 1 (ada SHU)
Dana pihak ketiga 1 (ada dana dari pihak ketiga)
Aset yang dikelola 2 (aset meningkat)
Dampak 4
Meningkatkan lapangan kerja 1 (ada peningkatan lapangan kerja)
Meningkatkan skala usaha 1 (ada peningkatan skala usaha)
Menumbuhkan usaha baru berbasis pertanian 1 (ada penambahan usaha baru pertanian)
Menimbulkan ketergantungan terhadap dana 1 (tidak ada ketergantungan pada dana
pemerintah pemerintah)

Tabel 3
Klasifikasi Kinerja LKM-A
Ket Skor Skor Kategori
Maksimum Kurang baik Cukup baik Baik Sangat baik
Kinerja 55 < 38,5 38,51 – 44,00 44,01 – 49,5 49,51 – 55,00
Sumber : Saleh dkk., (2012)

Untuk mengukur tingkat efisiensi LKM-A, X1 = Umur LKM-A (tahun)


digunakan metode Data Envelopment Analysis X2 = Tingkat pendidikan manajer (tahun)
(DEA). Analisis logit digunakan untuk me­ X3 = Waktu pelayanan LKM-A (hari per
nentukan faktor yang mempengaruhi tingkat tahun)
efisiensi LKM-A. X4 = Jumlah tunggakan (Rp)
Y = β0 + β1 X1 + β2 X2 + β3 X3 + β4 X4 + β5 X5 + X5 = Besaran modal mandiri (Rp)
β6 X6 + D + e X6 = Besaran bunga (%)
D = dummy pendampingan
Keterangan:
D = 0 apabila tidak pendampingan
Y = Tingkat efisiensi, 0 = apabila LKM-A
D = 1 apabila ada pendampingan
efisien, 1 = apabila LKM-A tidak
efisien

187
Kawistara, Vol. 8, No. 2, 22 Agustus 2018: 184-194

PEMBAHASAN tani maupun individu. Pinjaman diberikan


Implementasi PUAP Tiap Kabupaten LKM-A kepada individu karena lebih mudah
mengontrol pinjaman walaupun secara aturan
Kabupaten Bantul seharusnya LKM-A tidak boleh memberikan
Pelaksanaan PUAP secara umum di Bantul pinjaman langsung ke individu. Akan tetapi,
berjalan dengan baik dan terdapat peningkatan LKM-A telah menjalankan arahan tim pembina
rerata jumlah anggota gapoktan dan aset yang PUAP kabupaten untuk mengutamakan me­
dimiliki. Rerata jumlah anggota per gapoktan nyalurkan dana pinjaman kepada kelompok.
di Bantul sebelum dana PUAP rata-rata 98
orang kemudian meningkat menjadi 249 orang Kabupaten Sleman
setelah gapoktan mendapat dana PUAP. Untuk Gapoktan penerima PUAP di Sleman me­
peningkatan aset dari Rp 100 juta menjadi Rp 152 rupakan gabungan dari rata-rata 15 kelompok
juta. Peningkatan aset disebabkan usaha simpan tani dengan jumlah petani pergapoktan
pinjam yang berjalan baik maupun terdapat sebelum mendapat PUAP sebesar 251 orang
pengembangan modal kelompok melalui yang kemudian bertambah menjadi 282 orang
simpanan pokok dan simpanan wajib/sukarela. setelah gapoktan mendapat dana PUAP.
Gapoktan penerima PUAP di Bantul Peningkatan tersebut menunjukkan dana
hampir sebagian besar telah berbentuk LKM-A. PUAP telah meningkatkan kesadaran petani
Hal ini karena kebijakan dari Pemkab Bantul untuk berkelompok.
agar gapoktan tersebut harus sudah mem­ Penerima dana PUAP tahun 2008 dan
bentuk LKM-A sejak awal menerima dana. 2009 di Sleman menunjukkan bahwa sebagian
LKM-A di seluruh desa di Bantul telah ter­ besar masih belum berbentuk LKM-A. Hal ini
bentuk dan memiliki pengelola LKM-A yang perlu diperhatikan oleh pemerintah Provinsi
terpisah dengan kepengurusan gapoktan, tetapi DIY dan Kabupaten Sleman untuk mendorong
koor­dinasi LKM-A berada di bawah gapoktan. pembentukan LKM-A. Perkembangan aset
Di Bantul sudah terbentuk Asosiasi Gapoktan LKM-A di Sleman berjalan relatif lambat
dan Asosiasi LKM PUAP Bantul (ALKABA). yakni hanya meningkat 19% dari Rp100 juta
Walaupun begitu, masih ada dua gapoktan menjadi Rp119 juta. Permasalahan ini akibat
yang masih belum membentuk LKM-A, yakni kemampuan teknis pengelola LKM khususnya
Gapoktan Tani Mulyo (Desa Sriharjo, Imogiri) dalam menangani administrasi lembaga
dan Gapoktan Wukirsari (Desa Wukirsari, keuangan yang masih rendah sehingga perlu
Imogiri). pembinaan lebih lanjut tentang pengembangan
Dalam pelaksanaan PUAP, terlihat mulai kapasitas lembaga.
ada pembiayaan yang bermasalah dengan indi­
kasi pengembalian dana dari anggota yang
terlambat serta usaha anggota yang tidak ber­
kembang. Masalah ini disebabkan tidak ada
sanksi yang tegas bagi anggota yang pin­jaman­
nya bermasalah. Secara operasional, belum ada
pelayanan dari gapoktan yang buka setiap hari
dalam waktu sehari penuh. Waktu pelayanan
LKM-A untuk peminjaman dan angsuran Gambar 1 Alokasi dana PUAP T.A 2008 di
rutin dilaksanakan sesuai dengan kesepakatan Kabupaten Sleman
pada saat rapat anggota gapoktan. Sedangkan Sumber : Analisis data sekunder
dari sarana yang tersedia bagi gapoktan
masih terdapat keterbatasan sarana, yaitu Pada tahun 2008, alokasi dana PUAP
kepemilikan komputer. di Sleman yang digunakan untuk usaha
Dalam operasional pinjaman, LKM-A budi­­daya sebesar Rp2.805.900.000 dan
me­ layani pinjaman baik melalui kelompok untuk usaha nonbudidaya (off farm) sebesar

188
Agus Dwi Nugroho, -- Evaluasi Program Pemberdayaan Usaha Agribisnis Perdesaan (PUAP)
Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta

Rp594.100.000. Dari keseluruhan dana untuk manajemen kelembagaan yang kurang baik.
usaha budidaya, alokasi dana terbesar untuk Kedua, perputaran dana di gapoktan terlalu
horti­­kultura (Rp1.001.400.000), peternakan (Rp lama sehingga petani anggota ada yang belum
878.850.000), tanaman pangan (Rp840.250.000) menerima dana PUAP.
serta perkebunan (Rp 85.400.000). Untuk Total gapoktan yang dibiayai oleh PUAP
usaha nonbudidaya, alokasi dana terbesar tahun 2008 di Kulon Progo sebanyak 33 unit atau
untuk pemasaran hasil pertanian skala mikro Rp3,3 miliar dengan alokasi pemakaian untuk
(Rp259.450.000), industri rumah tangga usaha budidaya sebesar Rp2.452.720.000,00 dan
pertanian (Rp175.050.000), dan usaha lain ber­ usaha non budidaya Rp847.288.000,00
basis pertanian (Rp159.600.000).

Gambar 3
Alokasi dana PUAP T.A 2008 di Kabupaten
(a) Kulon Progo
Sumber : Analisis data sekunder

Usaha budidaya yang ada dialokasikan


untuk beberapa jenis subsektor tanaman pangan
(Rp 484.067.000,00), hortikul­tura (Rp738.280.000,
00), peternakan (Rp1.201.565.000), perkebunan
(Rp28.800.000,00). Untuk usaha non budidaya
terdiri atas industri rumah tangga pertanian
(b) (Rp148.792. 000,00), pemasaran hasil pertanian
skala mikro (Rp422.200.000,00), dan usaha lain
Gambar 2 berbasis pertanian (Rp276.296.000,00).
Jenis usaha on farm (a) dan off farm (b) gapoktan
penerima dana PUAP T.A 2008 di Sleman
Sumber : Analisis data sekunder

Kabupaten Kulon Progo


Rata-rata pergapoktan di Kulon Progo
terdiri dari 13 kelompok tani. Jumlah anggota
gapoktan sebelum mendapat dana PUAP (a)
rata-rata terdiri dari 319 orang, tetapi setelah
mendapat PUAP jumlah petani anggota
turun menjadi 312 orang. Aset gapoktan di
Kulon Progo rata-rata meningkat 23% dari
Rp100 juta menjadi Rp123 juta. Gambaran
umum pelaksanaan PUAP di Kulon Progo
adalah proses pembentukan LKM-A belum
berjalan optimal karena masih ada gapoktan (b)
yang masih belum membentuk LKM-A, Gambar 4
sedangkan dari segi operasional, terdapat dua Jenis usaha on farm (a) dan off farm (b) gapoktan
penerima dana PUAP T.A 2008 di Kulon Progo
permasalahan besar. Pertama, gapoktan kurang
Sumber : Analisis data sekunder
siap dalam penumbuhan unit usaha karena

189
Kawistara, Vol. 8, No. 2, 22 Agustus 2018: 184-194

Kabupaten Gunungkidul orang dengan aset pergapoktan meningkat


Gapoktan penerima PUAP tahun 2008 di dari Rp100 juta menjadi Rp115,7 juta. Untuk
Gunungkidul rata-rata terdiri atas 10 kelompok tahun 2011, aset pergapoktan naik lebih cepat,
tani. Jumlah anggota pergapoktan mengalami yaitu dari Rp100 juta menjadi Rp121,5 juta serta
peningkatan 50% dari sebelum mendapat anggota petani pergapoktan naik hampir 200%
dana PUAP, yaitu dari 113 orang menjadi 189 dari 83 orang menjadi 162 orang.
orang. Aset gapoktan di Gunungkidul secara
keseluruhan meningkat dari Rp100 juta men­ Efektivitas Lembaga Keuangan Mikro
jadi Rp117 juta dengan peningkatan aset Agribisnis
terbesar adalah gapoktan Harapan Jaya di Desa Persentase petani penerima dana PUAP
Putat Patuk. di Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) yang
Perkembangan PUAP di Kabupaten memperoleh informasi dana dari pengurus
Gunungkidul berjalan lambat dilihat dari gapoktan sebanyak 55,55% sedangkan 25,64%
per­kem­ bangan modal. Hal ini disebabkan dari kelompok tani serta sisanya memperoleh
kelembagaan gapoktan yang perlu diperkuat informasi dari sumber lain. Alokasi dana di
serta kegiatan bisnis yang belum beroperasi tingkat petani yakni 63,32% untuk usaha on
dengan baik. Penguatan kelembagaan perlu farm, 23% usaha off farm, dan 13,68% untuk
segera dilakukan karena SDM belum mampu kegiatan konsumtif. Alasan utama petani
mengelola keuangan dengan baik serta belum memanfaatkan dana PUAP karena prosedur
semua gapoktan melakukan penyertaan yang mudah, bunga rendah, dan tanpa agunan.
modal anggota (belum ada simpanan pokok/ Dalam melakukan pinjaman, 60,68% petani
wajib). Penyaluran dana oleh gapoktan lebih melakukan pinjaman melalui kelompok serta
bersifat pemerataan kepada anggota bukan 51,28% nya dikenakan biaya administrasi.
didasari atas skala usaha anggota sehingga Jumlah petani yang meningkat pen­
anggota yang sangat membutuhkan akan tetap dapatannya karena dana PUAP sebesar 23,08%
mengalami kekurangan modal. dari keseluruhan peminjam dana dengan
Pemanfaatan dana PUAP tahun 2008 rata-rata peningkatan pendapatan perpetani
di Gunungkidul dialokasikan untuk usaha sebesar 8,68% serta membuka usaha baru
budidaya (on farm) Rp2.109.550.000,00 dan bagi sekitar 16,24%. Dari seluruh petani yang
non budidaya (off-farm) Rp1.390.050.000,00 meminjam dana PUAP, sebesar 70,08% petani
Alokasi dana PUAP untuk usaha budidaya di tidak meminjam kepada kreditur lain setelah
Gunungkidul tahun 2008 terdiri atas tanaman menerima dana PUAP.
pangan (Rp57.000.000,00), horti­kul­tura Secara makro, program PUAP mampu
(Rp20.000.000,00), peternakan (Rp2.004.550. menurunkan kemiskinan karena pendapatan
000,00), dan perkebunan (Rp8.000.000,00). petani meningkat di atas standar kemiskinan
Rin­ci­an untuk usaha nonbudidaya antara nasional (standar nasional 1 US$ per kapita
lain industri rumah tangga pertanian (Rp perhari), yaitu mampu menurunkan kemiskinan
26.500.000,00), pemasaran hasil pertanian sebesar 6,06% (8.902 jiwa) di Kabupaten Bantul,
skala mikro (Rp46.250.000,00), dan usaha lain 16,67% (21.844 jiwa) di Kabupaten Sleman, 0%
berbasis pertanian (Rp 117.700.000,00). (0 jiwa) di Kabupaten Kulon Progo, dan 11,43%
Pelaksanaan PUAP tahun 2009 berjalan (16.996 jiwa) di Kabupaten Gunungkidul serta
dengan baik dimana aset rata-rata gapoktan secara keseluruhan mampu menurunkan
mengalami kenaikan dari Rp100 juta menjadi kemiskinan sebesar 7,00% (37.828 jiwa) dari
Rp115,6 juta dengan penambahan jumlah seluruh penduduk miskin di DIY.
petani anggota per gapoktan naik sekitar Berdasarkan hasil wawancara petani,
80% dari 112 orang menjadi 195 orang. Hal masalah terkait dana PUAP antara lain (1)
serupa juga terjadi pada tahun 2010, dimana Modal yang diperoleh terlalu kecil, (2) Petani
jumlah petani anggota pergapoktan naik kurang cakap dalam berwirausaha, dan (3)
cukup signifikan dari 165 orang menjadi 270 Sistem pengendalian pinjaman dari pengurus

190
Agus Dwi Nugroho, -- Evaluasi Program Pemberdayaan Usaha Agribisnis Perdesaan (PUAP)
Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta

masih lemah sehingga banyak pinjaman yang di DIY mendapat dana PUAP tepat Rp100
bermasalah dan banyak petani yang tidak juta tanpa ada potongan biaya administrasi
mendapat dana bergulir. sedangkan 3,3% LKM-A menerima dana
kurang dari Rp100 juta yakni LKM-A di
Tabel 4 Gunungkidul. Selain itu, sebanyak 70,00%
Hasil Uji Regresi Faktor yang LKM-A di DIY mulai memiliki modal swadaya
Mempengaruhi Efektivitas Pinjaman berupa simpanan pokok, wajib, dan sukarela
Variabel Koefisien Sig. dengan besaran nominal simpanan bervariasi.
Konstanta -6.450 0.803 Pengamatan aspek organisasi menunjukkan
Tingkat pendidikan 1.185 0.247 seluruh gapoktan telah memiliki AD/ART,
Usia -0.202 0.479 tetapi sebanyak 15,00% belum lengkap serta
Besar pinjaman -3.030E-6 0.102 belum sepenuhnya gapoktan mematuhi
Lama pinjaman 1.782 0.065 ** aturan tersebut saat menjalankan kegiatan
Bimbingan -1.345 0.836 opera­sional. Faktor penghambat terbesar
Jenis usaha 14.117 0.045 * untuk kinerja input adalah sebagian besar
Prob. Chi-Square 0,7013 Adj R Squared 0,6586 LKM-A di DIY belum berbadan hokum, yaitu
Prob. Jarque Bera 0,6831 Prob. (F-statistic) 0,0000 mencapai 91,70%, sedangkan LKM-A yang
mengajukan status badan hukum ada 5,00%
Sumber : Analisis data primer (2012)
Keterangan : serta 3,30% merupakan LKM-A yang telah
* signifikan pada taraf nyata 5%
** signifikan pada taraf nyata 10%
berbadam hukum. Sebanyak 86,33% LKM-A
pernah mendapatkan pelatihan keuangan
mikro dari Kementerian Pertanian. Untuk
Tabel 4 menunjukkan hasil analisis re­ kondisi sarana dan prasarana LKM-A sebagian
gre­si memiliki varian yang sama atau tidak besar telah ada, tetapi masih belum lengkap.
mengalami heteroskedastisitas (probabilitas Penggunaan dana PUAP oleh petani ada yang
Chi-Square > 0,1) dan terdistribusi normal tidak sesuai dengan RUA (Rencana Usaha
(probabilitas Jarque Bera > 0,1). Seluruh variabel Anggota) karena kurangnya pengawasan dari
inde­ penden yang digunakan dalam regresi LKMA atau penyuluh pendamping sehing­
mempengaruhi variabel dependen dengan ga dana digunakan petani untuk ke­ per­
lu­
65,86% variasi variabel independen mampu an lain. Bahkan dari hasil evaluasi, sebanyak
menjelaskan variasi variabel dependen. 39% petani menggunakan dana PUAP
Hasil analisis regresi menunjukkan bukan untuk kegiatan produktif, tetapi di­
efek­ti­vitas program PUAP di tingkat petani gunakan memenuhi kebutuhan sehari-hari.
dipengaruhi lama pinjaman dan jenis usaha. Ada pengelola yang tidak sesuai dengan
Apabila lembaga pelaksana memberikan persya­ratan wajib seperti yang ditetapkan
waktu lebih panjang kepada petani dan Kementerian Pertanian yaitu minimal DIII.
memperhatikan jenis usaha peminjam maka Hasil evaluasi lapangan menunjukkan bahwa
efektivitas PUAP akan meningkat. Jenis banyak pengurus LKM-A yang berpendidikan
usaha off farm akan mampu meningkatkan di bawah DIII.
efektivitas PUAP. Akan tetapi, kuantitas usaha Untuk pelaksanaan tahapan proses
off farm masih sedikit, maka perlu dilakukan PUAP di DIY mencakup gapoktan yang telah
pengembangan jenis usaha tersebut. melakukan sosialisasi kepada anggota me­
nge­nai dana PUAP, tetapi banyak petani
Kinerja dan Tingkat Efisiensi yang kurang memahami maksud dan tujuan
Lembaga Keuangan Mikro Agribisnis program PUAP. Penyuluh pendamping (PPL)
Pelaksanaan program PUAP di DIY untuk dan penyelia mitra tani (PMT) telah melakukan
kinerja input mencakup dana PUAP yang pendampingan yakni 38,33% LKM-A men­
telah masuk ke rekening Gapoktan dan se­ dapat pendampingan lebih dari 12 kali, tetapi
suai dengan ketentuan dimana 96,7% LKM-A menurut LKM-A masih tidak optimal untuk

191
Kawistara, Vol. 8, No. 2, 22 Agustus 2018: 184-194

menyelesaikan masalah. Sebanyak 51,67% sisanya disalurkan sebagai modal usaha ang­
LKM-A mampu menyalurkan dana kurang gota. LKM-A yang mampu menggalang dana
dari satu atau dua minggu setelah anggota dari pihak ketiga hanya 10,00%. Aset dana
mengajukan pinjaman, sedangkan 40,00% yang dikelola LKM-A cukup besar, yaitu antara
mem­butuhkan waktu kurang lebih dua minggu Rp100 juta sampai Rp150 juta bahkan ada yang
sampai satu bulan serta sisanya menyalurkan lebih dari Rp150 juta.
dana lebih dari satu bulan. Sebagian besar Pelaksanaan PUAP di DIY telah mem­
LKM-A mengadakan analisis kelayakan dan berikan dampak antara lain: Peningkatan
survei terhadap calon peminjam, tetapi banyak lapangan pekerjaan dan usaha baru bagi 88,33%
pula LKM-A yang tidak melakukan karena LKM-A serta dana PUAP juga menyebabkan
menyalurkan pinjaman atas dasar mengenal ketergantungan terhadap dana pemerintah
track record calon peminjam. Kegiatan pencatatan mencapai 8,33% LKM-A sedangkan sisanya
dan pembukuan rutin dilakukan oleh LKM-A, tidak tergantung dana pemerintah.
tetapi masih belum lengkap. Sebagian besar Untuk penilaian kinerja LKM-A, maka
LKM-A telah melakukan pengendalian dan dapat diklasifikasikan sebagai berikut: (1)
pengawasan pembiayaan walaupun masih Kinerja LKM-A yang berkategori kurang baik
banyak kredit macet. Mekanisme pemberian (nilai < 38,5) sebanyak 50,00% yang sebagian
insentif telah dilakukan 60% LKM-A, yaitu besar ada di Kulon Progo. (2) Kinerja LKM-A
dengan pemberian SHU bagi nasabah yang yang berkategori cukup baik (nilai 38,51-44,00)
tepat waktu dalam mengangsur. Mekanisme sebanyak 38,33% yang sebagian besar ada di
sanksi juga mulai diterapkan, tetapi belum Bantul, Kulon Progo, dan Gunungkidul. (3)
diterapkan secara tegas. LKM-A yang mampu Kinerja LKM-A yang berkategori baik (nilai
menggalang simpanan sukarela masih sangat 44,01-49,5) sebanyak 11,67% yang sebagian
kecil, yaitu 35%. Pelaksanaan RAT LKM-A besar ada di Bantul, dan (4) Tidak ada LKM-A
dilaksanakan tepat waktu setiap bulan Maret. yang berkategori kinerja sangat baik.
Pelaksanaan indikator output PUAP di LKM-A berkategori kurang baik memiliki
DIY mencakup LKM-A yang menyalurkan masalah utama di bagian input, belum berbadan
lebih dari 80% dana PUAP untuk usaha hukum, di bagian proses yaitu simpanan
pertanian ada 40% LKM-A, sedangkan LKM-A sukarela masih rendah, di bagian output yaitu
yang menyalurkan 50-80% dana PUAP untuk tingkat pinjaman bermasalah cukup tinggi
usaha pertanian ada 43,33% serta LKM-A yang serta di bagian outcome yaitu dana tambahan
menyalurkan kurang dari 50% dana PUAP dari pihak ketiga cukup rendah. Permasalahan
untuk usaha pertanian ada 16,67% LKM-A. tersebut terjadi hampir di semua LKM-A,
Jumlah LKM-A yang menyalurkan lebih dari ter­
utama di Kulon Progo, sehingga banyak
50% dana untuk petani miskin ada 51,67% LKM-A dalam kategori kurang baik. Sebagian
LKM-A serta ada 6,67% tidak menyalurkan besar LKM-A di Kulon Progo menyalurkan
dana PUAP untuk petani miskin sedangkan seluruh modal untuk usaha budidaya sehingga
sisanya menyalurkan kurang dari 50% perputaran dana berjalan lambat.
dana untuk petani miskin. Seluruh LKM-A Kinerja LKM-A di Bantul sebagian besar
menyalurkan lebih dari 50% bahkan lebih dari termasuk baik dan cukup baik karena pene­
100% dana yang ada untuk simpan pinjam rapan kebijakan pemerintah daerah yang
anggota, dan jumlah kredit bermasalah dengan me­wajibkan gapoktan penerima dana PUAP
persentase lebih dari 5% terdapat pada 70% sudah membentuk LKM-A di tahun pertama.
LKM-A, sedangkan yang mengalami kredit Hal ini mampu mendorong kinerja dan
bermasalah kurang dari 5% mencapai 30% manajemen keuangan LKM-A yang lebih pro­
LKM-A. fesional dengan sistem operasional yang baik.
Pelaksanaan indikator outcome PUAP di Apabila kinerja LKM-A ditinjau berdasar­
DIY mencakup SHU bagi anggota sudah cukup kan tahun anggaran PUAP, maka dapat diklasi­
besar yakni mencapai 65,00%, sedangkan fikasikan sebagai berikut: (1) Untuk LKM-A

192
Agus Dwi Nugroho, -- Evaluasi Program Pemberdayaan Usaha Agribisnis Perdesaan (PUAP)
Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta

penerima dana PUAP tahun anggaran 2008 dari nilai tabel chi square pada taraf 5% (14,07)
menunjukkan kinerja 50% kurang baik, 35,71% dan nilai R2 McFadden 0,1758 atau 17,58%
cukup baik, 14,29% berkategori baik serta tidak variasi semua variabel independen mam­
ada LKM-A berkategori sangat baik, (2) Untuk pu menjelaskan variasi variabel depen­den.
LKM-A penerima dana PUAP tahun anggaran Dengan analisis logit ini, maka variabel dummy
2009 menunjukkan kinerja 50% kurang baik, pada variabel dependen dan inde­penden
35,71% cukup baik, 14,29% berkategori baik tidak menimbulkan permasalahan hetero­
serta tidak ada LKM-A berkategori sangat skedastisitas.
baik, (3) Untuk LKM-A penerima dana PUAP Hasil analisis menunjukkan tingkat
tahun anggaran 2010 menunjukkan kinerja efisiensi LKM-A dipengaruhi besar modal
53,33% kurang baik, 40,00% cukup baik, mandiri dan dummy pendampingan. Semakin
6,67% berkategori baik serta tidak ada LKM-A besar modal mandiri yang berhasil dikum­
berkategori sangat baik, dan (4) Untuk LKM-A pulkan oleh LKM-A maka tingkat efisiensi
penerima dana PUAP tahun anggaran 2011 LKM-A akan semakin meningkat pula.
menunjukkan kinerja 47,06% kurang baik, Untuk dummy pendampingan berpengaruh
41,18% cukup baik, 11,76% berkategori baik ter­hadap efisiensi dengan semakin intensif
serta tidak ada LKM-A berkategori sangat baik. pendampingan dari tim teknis PUAP, maka
Berdasarkan analisis tahun penerimaan efisiensi LKM-A akan meningkat pula. Hasil ini
PUAP, sebagian besar LKM-A termasuk juga selaras dengan penelitian (Sandyatma dan
kategori kurang baik. Untuk kategori cukup Hariadi, 2012) yang menyatakan bahwa pen­
baik, LKM-A penerima dana tahun 2008- dampingan akan memperbaiki kinerja lembaga
2011 memiliki variasi yang sama. Perbedaan pertanian.
cukup jelas terjadi untuk kategori baik dimana Tabel 5
LKM-A penerima PUAP tahun 2008 dan 2009 Hasil Analisis Regresi Faktor yang
cukup banyak yang termasuk kategori ini Mempengaruhi Tingkat Efisiensi LKM-A
dibandingkan penerima PUAP tahun 2010 dan Variabel Koefisien Prob.
2011. Akan tetapi, secara keseluruhan dapat C -1.186584 0.750
disimpulkan bahwa kinerja tidak ditentukan Usia LKM-A -0.576688 0.222
tahun ketika LKM-A menerima dana PUAP. Pendidikan 0.028479 0.913
Hasil analisis efisiensi LKM-A di DIY Waktu Pelayanan 0.002648 0.660
dengan metode DEA menunjukkan bahwa Tunggakan 1.02E-08 0.657
76,32% LKM-A efisien dalam melaksanakan Modal Mandiri 1.30E-08 0.035 *
operasional kegiatan sedangkan 23,68% tidak Bunga 0.163364 0.177
efisien. Apabila ditinjau berdasarkan tahun Dummy Pendampingan 2.456483 0.059**
anggaran PUAP, maka dapat diperoleh hasil LR statistic (7 df) 18,234261
yaitu (1) Penerima dana PUAP tahun anggaran McFadden R-squared 0,175825
2008 terdapat 100% LKM-A yang telah efisien,
Sumber : Analisis data primer (2013)
(2) Penerima dana PUAP tahun anggaran 2009 Keterangan :
terdapat 85,71% LKM-A yang telah efisien * signifikan pada taraf nyata 5%
** signifikan pada taraf nyata 10%
sedangkan 14,29% tidak efisien, (3) Penerima
dana PUAP tahun anggaran 2010 terdapat
SIMPULAN
73,33% LKM-A yang telah efisien sedangkan
Program PUAP berdampak pada pe­
26,67% tidak efisien, dan (4) Penerima dana
ningkatan pendapatan petani; mengurangi
PUAP tahun anggaran 2011 terdapat 82,35%
jumlah penduduk miskin; meningkatkan
LKM-A yang telah efisien sedangkan 17,65%
jumlah anggota, simpanan dan aset gapoktan;
tidak efisien.
lapangan kerja akan meningkat dan petani
Tabel 5 menunjukkan hasil analisis yang
tidak meminjam dana ke lembaga lain. Akan
mem­engaruhi efisiensi LKM-A dimana nilai
tetapi, pelaksanaan PUAP juga mengalami
statistik likelihood ratio (18,234) lebih besar
beberapa masalah di antaranya terdapat

193
Kawistara, Vol. 8, No. 2, 22 Agustus 2018: 184-194

penyimpangan penyaluran dana PUAP Koperasi”. Jurnal Economia 10(2):


langsung ke individu (seharusnya kepada 148-164.
kelompok tani), penggunaan dana PUAP yang Martiana, Hasudungan, dan Jufri. 2012.
tidak sesuai RUA, ada petani yang menunggak “Monitoring dan Evaluasi Program
pembayaran (kredit macet), sebagian besar Pengembangan Usaha Agribisnis
LKM-A belum berbadan hukum, kapasi­ Perdesaan di Kecamatan Pancur
tas SDM pengelola masih rendah serta Batu Kabupaten Deli Serdang”.
meningkatkan ketergantungan petani terhadap Jurnal Ilmu-ilmu Agribisnis 1(1): 1-13.
bantuan pemerintah. Faktor lama pinjaman
dan jenis usaha petani berpengaruh terhadap Pangestika, C.R., S. Sjamsuddin. dan
efektivitas program PUAP di DIY. Penilaian Suwondo. 2015. “Implementasi Pro­
kinerja LKM-A di DIY dapat diklasifikasikan gram Pengembangan Usaha Agri­
LKM-A berkategori kurang baik sebanyak bisnis Perdesaan (PUAP) (Studi
50,00%, kategori cukup baik sebanyak 38,33%, Kasus Gapoktan Tri Langgeng Desa
kategori baik sebanyak 11,67%, dan tidak ada Ngompro Kecamatan Pangkur
LKM-A yang berkinerja sangat baik. Efisiensi Kabupaten Ngawi)”. Jurnal Adminis­
LKM-A dipengaruhi oleh besar modal mandiri trasi Publik 3(5): 752-757.
dan adanya pendampingan dari pemerintah. Rahayu, L. 2015. “Aksesibilitas Petani
Aktivitas yang diperlukan untuk per­ Bawang Merah terhadap Lembaga
baikan PUAP mencakup (1) Pembinaan dan Keuangan Mikro Sebagai Sumber
pengawasan terhadap LKM-A, (2) Pengen­ Pembiayaan”. AGRARIS: Journal of
dalian kredit macet dan insentif kredit lancar Agribusiness and Rural Development
nasabah, (3) Pemilihan jenis usaha LKM-A, dan Research 1(1): 52-60.
(4) Mendorong LKMA untuk berbadan hukum Rahayuningsih, A. 2013. “Efektifitas Peng­
gunaan Pinjaman Bergulir BKM
DAFTAR PUSTAKA PNPM Mandiri Perkotaan pada
Dwimanur, K. dan H. Wibowo. 2014. “Strategi Masya­rakat Kecamatan Jepara
Pembentukan Lembaga Keuangan Tahun 2011”. Jurnal Dinamika &
Mikro Agribisnis (LKMA) Pasca Bisnis 10(1) : 81-94.
Program Pengembangan Usaha
Saleh, Y. J. H.Mulyo, dan L. R.Waluyati. 2012.
Perdesaan (PUAP) di Kabupaten
“Efisiensi Lembaga Keuangan Mikro
Kuningan”. Jurnal Ekonomi dan
Agri­bisnis Gabungan Kelompok
Perbankan Syariah 2(1): 26-52.
Tani dalam Pengembangan Usaha
Erna, K., I.K. Kriya, dan N.N. Yulianthini. Agribisnis Perdesaan : Studi Kasus
2014. “Pengaruh Dana Pengem­ di Kabupaten Bantul Tahun 2012”.
bang­an Usaha Agribisnis Perdesaan Jurnal Agro Ekonomi 30(2): 129-144.
ter­hadap Pendapatan Anggota
Sandyatma, Y.H. dan S.S. Hariadi. 2012.
Kelompok Simantri”. Jurnal Jurusan
“Partisipasi Anggota Kelompok
Manajemen 2(1): 1-8.
Tani dalam Menunjang Efektivitas
Iski, N., N. Kusnadi, dan Harianto. 2016. Gapok­tan pada Kegiatan Penguatan
“Pengaruh Kredit terhadap Pen­ Lembaga Distribusi Pangan
dapat­an Petani Kopi Arabika di Masyarakat di Kabupaten Bogor”.
Kabu­paten Aceh Tengah Provinsi Kawistara 2(3): 238-251.
Aceh”. Jurnal Manajemen dan
Suandi, Y. Damayanti, dan Yulismi. 2012.
Agribisnis 13(2): 132-144.
“Model Pengembangan Usaha Agri­
Ismanto, H. dan T. Diman. 2014. “Analisis bisnis Perdesaan pada Usahatani
Efektivitas Pemberian Pinjaman Padi Sawah di Kecamatan Sekernan
Pro­gram Pembiayaan UMKM Oleh Kabupaten Muaro Jambi Provinsi

194
Agus Dwi Nugroho, -- Evaluasi Program Pemberdayaan Usaha Agribisnis Perdesaan (PUAP)
Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta

Jambi”. Jurnal Penelitian Universitas Perdesaan (PUAP) (Studi Kasus di


Jambi Seri Humaniora 14(2): 25-34. Kabupaten Solok, Sumatera Barat)”.
Supanggih, D. dan S. Widodo. 2013. “Akses­ Agrin 16(2): 101-116.
bilitas Petani terhadap Lembaga Utami, R.A. 2015. “Analisis Keberlanjutan
Keuangan (Studi Kasus pada dan Pola Pengembangan Co-opera­
Petani di Desa Sidodadi Kecamatan tive Entrepreneurship Lembaga
Sukosewu Kabupaten Bojonegoro)”. Keuang­ an Mikro Agribisnis
Jurnal Agriekonomika 2(2): 163-173. (LKM-A)”. Jurnal Ilmu Sosial dan Ilmu
Supardi, P.N., K.B. Susrusa, dan I.W. Budiasa. Politik 19(1): 65-77.
2015. “Tingkat Keberhasilan Pro­ Zanzes, G.F., I.W. Suwendra, dan G.P.A.J.
gram Pengembangan Usaha Agri­ Susila. 2015. “Analisis Efektivitas
bisnis Perdesaan di Kabupaten Ende Program Usaha Agribisnis Per­
Provinsi Nusa Tenggara Timur”. desaan (PUAP) serta Dampaknya
Jurnal Manajemen Agribisnis 3(2): 121- ter­hadap Tingkat Pendapatan (Studi
133. Kasus pada Gabungan Kelompok
Supriatna, A. 2012. “Perkembangan Lembaga Tani Wahana Sari)”. Jurnal Bisma
Keuangan Mikro Agribisnis (LKMA) Universitas Pendidikan Ganesha Jurus­
dan Adopsi Teknologi Kentang pada an Manajemen 3(1): 1-10.
Pengembangan Usaha Agribisnis

195

You might also like