You are on page 1of 8

JIIA, VOLUME 3 No.

1, JANUARI 2015

PENGARUH KREDIT KETAHANAN PANGAN DAN ENERGI (KKP-E) BRI


TERHADAP KERAGAAN USAHATANI PADI SAWAH DI KABUPATEN PRINGSEWU

(The Influence of BRI Food Security and Energy Credit on Performance of Paddy Farming
in Pringsewu Regency)

Devi Ariantika, R. Hanung Ismono, Adia Nugraha

Jurusan Agribisnis, Fakultas Pertanian, Universitas Lampung, Jl. Prof. Dr. Soemantri Brojonegoro No. 1
Bandar Lampung 35145, e-mail: ariantikadevi@yahoo.com

ABSTRACT

This study aims to analyze the use of food security and energy credit (KKP-E) given by an Indonesian bank
(BRI), the farming performance of farmer recipients and non recipients of the KKP-E, their income
difference, the performance of farmer group members, and to determine farmer perceptions on the KKP-E.
This research used survey method, with a total sample of 23 farmer recipients and 35 farmer non recipients
of the KKP-E. This research was conducted in Pringsewu Regency from February to December 2014. The
data was analyzed descriptively. The results showed that majority of the farmers used KKP-E with the use of
over 90 percent. There was significant difference on farming performance of the farmer recipients and non
recipients of the KKP-E on the way of planting, obtaining seeds, using fertilizers, controling weed, using
family labor and non family labor, production, and selling price of output. The income of the farmer
recipients was greater than the income of non recipients of the KKP-E. Based on their productivity, the
performance of the farmer recipients and non recipients of KKP-E were on good categories. Based on
capacity, the performance of the farmer recipients of KKP-E was on good category, while the farmer non
recipients were not on good category. Most of the farmers had good perceptions of the KKP-E.

Key words: capital, income, KKP-E, performance

PENDAHULUAN akses terhadap permodalan melalui lembaga


keuangan perbankan.
Mosher (1983) dalam Arifin (2005) berpendapat
bahwa pembangunan pertanian adalah usaha untuk Lembaga keuangan perbankan di kalangan petani
meningkatkan produksi pertanian baik kuantitas sering kali dikalahkan oleh lembaga keuangan non
maupun kualitas. Kredit produksi dan kelembagaan perbankan. Lembaga keuangan non perbankan
petani masuk ke dalam syarat pelancar dalam yang ada di masyarakat dapat memberikan dampak
pembangunan pertanian. Menurut Arifin (2005), negatif bagi masyarakat, khususnya petani yang
pembangunan pertanian adalah kegiatan yang menggunakan jasa pinjaman tersebut. Dampak
memiliki tiga dimensi yaitu pertumbuhan negatif tersebut yaitu petani yang meminjam modal
pertanian, pengentasan kemiskinan, dan kepada pedagang besar harus menjual hasil
keberlanjutan lingkungan hidup. panennya kepada pedagang besar tersebut.

Pembangunan pertanian memegang peran strategis Berdasarkan hal tersebut muncul permasalahan
dalam perekonomian nasional. Peran strategis yaitu petani tidak memiliki kebebasan pasar untuk
tersebut digambarkan melalui kontribusi yang menjual hasil panennya, sehingga petani tidak
nyata melalui pembentukan kapital, penyediaan memiliki kekuatan dalam penentuan harga jual
bahan pangan, bahan baku industri, penyerapan gabah. Permasalahan lainnya yaitu rendahnya
tenaga kerja, pakan dan bio energi, sumber devisa alokasi kredit untuk sektor pertanian. Berdasarkan
negara, sumber pendapatan dan pelestarian data statistik perbankan Indonesia, diketahui
lingkungan. Meskipun peran pembangunan bahwa besarnya alokasi kredit bank umum untuk
pertanian sangat strategis, menurut Ashari (2009) sektor pertanian, perburuhan, dan sarana pertanian
sektor pertanian masih menghadapi berbagai masih rendah jika dibandingkan sektor lain-lain,
permasalahan. Masalah tersebut adalah perindustrian, perdagangan, restoran dan hotel,
keterbatasan permodalan petani dan pelaku usaha serta jasa dunia usaha. Tinggi rendahnya alokasi
pertanian, baik dalam kepemilikan modal maupun kredit untuk sektor pertanian berhubungan erat
dengan ketersediaan modal petani.

32
JIIA, VOLUME 3 No. 1, JANUARI 2015

Permasalahan di sektor pertanian tersebut usahatani padi petani penerima KKP-E dan petani
mendorong pemerintah untuk mengeluarkan bukan penerima KKP-E, kinerja anggota kelompok
berbagai kebijakan di sektor pertanian yang tani, serta mengetahui persepsi petani terhadap
bertujuan untuk membantu permodalan petani. KKP-E.
Salah satu kebijakan yang telah dilaksanakan yaitu
subsidi bunga kredit yang diwujudkan ke dalam METODE PENELITIAN
Kredit Ketahanan Pangan dan Energi (KKP-E).
KKP-E merupakan kredit modal kerja yang Penelitian ini menggunakan metode penelitian
diberikan dalam rangka mendukung pelaksanaan survei. Penentuan lokasi dilakukan secara sengaja
program ketahanan pangan di Indonesia. Program (purposive) di Kabupaten Pringsewu. Penelitian
Ketahanan Pangan 2010-2014 difokuskan pada dilakukan pada Februari hingga November 2014.
lima komoditas, salah satunya adalah padi, Data yang digunakan adalah data primer dan data
(Kementerian Pertanian 2014). sekunder. Data primer diperoleh dari wawancara
dengan menggunakan kuesioner, sedangkan data
Pemerintah menunjuk 22 bank sebagai bank sekunder diperoleh dari instansi terkait, seperti
pelaksana KKP-E, salah satunya adalah PT Bank Kementerian Pertanian, Badan Pusat Statistik, dan
Rakyat Indonesia (Persero) Tbk. Berdasarkan data buku-buku literatur penunjang lainnya.
Direktorat Pembiayaan Pertanian (2014), secara
nasional Bank BRI mempunyai komitmen dan Metode pengambilan sample yang digunakan
penyaluran tertinggi dibandingkan dengan bank adalah stratified random sampling. Metode
pelaksana KKP-E lainnya. Alokasi plafon KKP-E tersebut membagi populasi ke dalam kelompok
untuk sub sektor tanaman pangan salah satunya (strata) yang homogen. Selanjutnya sampel diambil
dialokasikan untuk tanaman padi. Padi menjadi secara acak dari tiap strata, yaitu strata petani
pangan yang sangat dibutuhkan oleh penduduk penerima KKP-E (23 orang petani) dan strata
Indonesia. Komoditas ini dianggap memiliki petani bukan penerima KKP-E (35 orang petani).
peranan yang strategis dalam mencapai ketahanan Untuk menjawab tujuan pertama digunakan strata
pangan di Indonesia. Indonesia sebagai negara petani penerima KKP-E dan untuk menjawab
agraris memiliki peran penting dalam tujuan kedua, ketiga, keempat, dan kelima
memproduksi padi. digunakan strata petani penerima KKP-E dan
petani bukan penerima KKP-E.
Provinsi Lampung adalah salah satu provinsi
penghasil padi di Indonesia. Provinsi Lampung Untuk menganalisis pemanfaatan modal KKP-E
memiliki 13 kabupaten dan dua kota, salah satunya oleh petani digunakan analisis deskriptif dan
adalah Kabupaten Pringsewu. Kabupaten tabulasi. Analisis dilakukan berdasarkan
Pringsewu menempati urutan ke empat terbesar pemanfaatan modal KKP-E oleh petani yang
dalam produktivitas padi sawah (BPS 2013). diamati melalui alokasi penggunaan modal KKP-E.
Besarnya produktivitas tanaman padi di suatu
wilayah tentu tidak terlepas dari penggunaan input Alat analisis yang digunakan untuk mengetahui
yang tepat dan baik. Penggunaan input yang baik keragaan usahatani padi adalah analisis deskriptif
seperti benih unggul dapat membantu petani dalam (kualitatif) dan tabulasi. Pada analisis ini dilakukan
meningkatkan produksi. Untuk dapat pengamatan yang dilihat berdasarkan perilaku
menggunakan benih unggul, petani membutuhkan petani penerima KKP-E dan petani bukan
tambahan modal karena benih unggul memiliki penerima KKP-E dalam berusahatani padi sawah.
harga yang relatif lebih mahal. Program KKP-E Analisis keragaan usahatani dimulai pada saat
dapat membantu para petani padi untuk proses persemaian benih hingga pasca panen.
memperoleh modal bagi usahataninya. Pada
akhirnya diharapkan ada hubungan yang positif Untuk menganalisis perbedaan rata-rata
antara besarnya alokasi dana KKP-E untuk sektor pendapatan usahatani per hektar petani penerima
tanaman pangan dan peningkatan produksi serta KKP-E dan petani bukan penerima KKP-E
produktivitas padi di Kabupaten Pringsewu. digunakan analisis deskriptif (kuantitatif).
Pengolahan data menggunakan SPSS 17 dengan
Berdasarkan latar belakang tersebut, maka analisis independent samples t test. Independent
penelitian ini bertujuan untuk menganalisis samples t test dilakukan karena data antara variabel
pemanfaatan modal KKP-E, keragaan usahatani yang satu dengan yang lainnya tidak saling
padi sawah petani penerima KKP-E dan petani berkaitan (Sulistyo 2012).
bukan penerima KKP-E, perbedaan pendapatan

33
JIIA, VOLUME 3 No. 1, JANUARI 2015

Uji hipotesis: - Jika kapasitas <0,50, maka belum berkinerja


H₀ : m1 = m2 (pendapatan usahatani padi per hektar baik.
petani penerima KKP-E sama dengan petani
bukan penerima KKP-E) Untuk menganalisis persepsi petani terhadap KKP-
H₁ : m1 > m2 (pendapatan usahatani padi per hektar E digunakan analisis deskriptif (kuantitatif).
petani penerima KKP-E lebih besar dari Persepsi petani diukur menggunakan skala likert.
petani bukan penerima KKP-E) Indikator penilaian mengacu pada indikator
keberhasilan KKP-E dan penelitian terdahulu oleh
Kriteria pengambilan keputusan: Yudhianto (2013). Indikator tersebut berisi
a. Jika nilai sig (2-tailed) > 0,1, maka terima H₀. pertanyaan yang diuji validitas dan reabilitasnya.
b. Jika nilai sig (2-tailed) < 0,1, maka tolak H₀. Berikut adalah nilai interval yang digunakan.
1. Nilai interval 13-35, persepsi petani tidak baik.
Alat analisis yang digunakan untuk menganalisis 2. Nilai interval 36-56, persepsi petani netral.
kinerja anggota kelompok tani adalah analisis 3. Nilai interval 57-77, persepsi petani baik.
deskriptif (kuantitatif). Kinerja usaha anggota
kelompok tani menurut Prasetya dan Fitri (2009) Uji validitas bertujuan untuk mengetahui ketepatan
dapat dilihat dari dua aspek, yaitu kinerja secara dari pertanyaan-pertanyaan yang diajukan. Uji
fisik dan kinerja secara finansial. Pada penelitian reliabilitas bertujuan untuk mengetahui konsistensi
ini digunakan analisis kinerja secara fisik, yaitu responden dalam menjawab pertanyaan pada
sebagai berikut: kuesioner. Uji validitas dan uji reliabililitas
dilakukan kepada 30 orang responden. Jumlah
Produktivitas dari anggota kelompok tani dihitung pertanyaan yang digunakan sebanyak 19 item.
dari jumlah yang diproduksi (output) dibagi Kriteria pengambilan keputusan untuk hasil uji
dengan masukan yang digunakan (tenaga kerja), validitas adalah:
yang dirumuskan sebagai berikut (Prasetya dan - Jika r hitung > r tabel, maka pertanyaan valid.
Fitri 2009) : - Jika r hitung < r tabel, maka pertanyaan tidak
valid.
Jumlah produksi per Ha (kg)
Produktivitas  (1) Kriteria pengambilan keputusan untuk hasil uji
 TK yang dicurahkan per Ha (HOK)
reliabilitas adalah:
Kriteria pengukuran produktivitas menggunakan - Jika  > r tabel, maka reliable.
standar nilai menurut Heizer dan Render (2005): - Jika  < r tabel, maka tidak reliable.
- Jika produktivitas ≥ 7,20 kg/HOK, maka kinerja
anggota kelompok tani sudah baik. Berdasarkan hasil uji validitas pada masing-masing
- Jika produktivitas <7,20 kg/HOK, maka kinerja item pertanyaan per indikator, terdapat satu
anggota kelompok tani belum baik. pertanyaan yang tidak valid dari keempat
indikator.
Kapasitas yaitu suatu ukuran yang menyangkut
kemampuan dari output pada suatu proses. Desain Tabel 1. Hasil uji validitas
kapasitas menggambarkan produksi dalam keadaan No Indikator r hitung r tabel Ket.
maksimal. Kapasitas usaha anggota kelompok tani 1. Persepsi petani 0,602 0,361 Valid
dapat dirumuskan sebagai berikut (Prasetya dan terhadap penggunaan 0,798 0,361 Valid
Fitri 2009) : dan penyaluran KKP-E 0,601 0,361 Valid
(jumlah: 4 pertanyaan) 0,743 0,361 Valid
2. Persepsi petani 0,752 0,361 Valid
Actual Out put
Capacity U tilization  ……. (2) terhadap mekanisme 0,800 0,361 Valid
Design Cap acity pencairan & 0,363 0,361 Valid
pengembalian kredit 0,586 0,361 Valid
(jumlah: 4 pertanyaan)
Keterangan:
Actual output = Output yang diproduksi (kg) 3. Persepsi petani 0,799 0,361 Valid
terhadap kelembagaan 0,805 0,361 Valid
Design capacity = Kapasitas maks. produksi (kg) bank 0,499 0,361 Valid
(jumlah: 4 pertanyaan) 0,540 0,361 Valid
Kriteria pengukuran kapasitas menggunakan 4. Persepsi petani 0,745 0,361 Valid
standar nilai menurut Heizer dan Render (2005): terhadap peningkatan 0,447 0,361 Valid
- Jika kapasitas ≥0,50, maka berkinerja baik. penerapan teknologi 0,804 0,361 Valid
anjuran
(jumlah: 3 pertanyaan)

34
JIIA, VOLUME 3 No. 1, JANUARI 2015

Berdasarkan hasil uji realibitas per indikator, Tabel 3. Karakteristik petani responden
terdapat satu indikator yang tidak reliable. Item
No Uraian KKP-E Non KKP-E
pertanyaan yang tidak valid tidak digunakan lagi,
selanjutnya digunakan item yang telah teruji valid 1. Rata-rata umur petani 43 38
(tahun)
dan reliable sebanyak 15 pertanyaan. Berikut 2. Pendidikan petani (orang)
adalah hasil uji validitas dan reliabilitas yang a. Tamat SD 13 20
tersaji Pada Tabel 1 dan Tabel 2. b. Tamat SMP 7 12
c. Tamat SMA 2 1
d. Tidak tamat SD 1 2
HASIL DAN PEMBAHASAN 3. Rata-rata pengalaman 14 10
berusahatani (tahun)
Karakteristik Responden 4. Rata-rata jumlah 3 3
tanggungan petani (orang)
Karakteristik petani responden pada penelitian ini 5. Rata-rata luas lahan 1,48 0,61
(hektar)
merupakan gambaran secara umum mengenai
keadaan petani. Karakteristik yang diamati yaitu
1. Analisis Pemanfaatan Modal KKP-E
hal-hal yang berkaitan dengan usahatani padi
sawah di Kabupaten Pringsewu. Beberapa aspek
Suatu program akan menjadi sarana yang baik jika
yang digunakan untuk identitas petani responden
dilakukan dengan tepat, baik tepat waktu, tepat
yaitu umur petani (tahun), tingkat pendidikan
sasaran, tepat perencanaan maupun tepat prosedur.
(tahun), pengalaman berusahatani (tahun), jumlah
Pemberian dana yang tidak tepat pada sasaran akan
tanggungan keluarga (orang), dan rata-rata luas
berdampak negatif bagi keberlanjutan program
lahan (hektar). Gambaran umum karakteristik
tersebut. Selain dinilai dari ketepatan dalam
responden tersaji pada Tabel 3.
sasaran, pelaksanaan KKP-E juga dinilai dari
ketepatan pemanfaatan dana tersebut.
Berdasarkan Tabel 3, diketahui bahwa responden
pada penelitian ini mempunyai rata-rata umur yang
Petani mengajukan pinjaman ke bank melalui
termasuk ke dalam usia produktif untuk petani
kelompok tani. Petani yang mengajukan pinjaman
penerima KKP-E dan petani bukan penerima KKP-
memperoleh dana KKP-E dalam bentuk uang
E. Tingkat pendidikan petani beragam mulai dari
tunai, yaitu Rp6.200.000,00/ha untuk petani di
tamatan SD sampai dengan tamatan SMA.
Kecamatan Gadingrejo dan Rp6.150.000,00/
Sebagian besar petani penerima KKP-E dan petani
hektar untuk petani di Kecamatan Sukoharjo.
Rata-rata pengalaman usahatani petani penerima
Pemanfaatan pinjaman KKP-E sepenuhnya
KKP-E lebih lama dibandingkan petani bukan
diserahkan kepada masing-masing petani penerima
penerima KKP-E. Rata-rata jumlah tanggungan
pinjaman, sedangkan pengawasan pelaksanaan
keluarga petani penerima KKP-E dan petani bukan
KKP-E dilakukan oleh kelompok tani dan pihak
penerima KKP-E sama, yaitu tiga orang. Rata-rata
bank pelaksana. Rincian alokasi pemanfaatan
luas lahan petani penerima KKP-E lebih luas
pinjaman KKP-E oleh petani tersaji pada Tabel 4.
dibandingkan petani bukan penerima KKP-E.
Berdasarkan Tabel 4, dapat diketahui bahwa
Tabel 2. Hasil uji reliabilitas bukan penerima
sebesar 83% orang petani telah memanfaatkan
KKP-E merupakan tamatan SD
pinjaman KKP-E untuk usahatani padi dengan
penggunaan di atas 90%. Sisanya 17% orang
No Indikator alpha r tabel Keterangan
petani memanfaatkan pinjaman KKP-E untuk
1. Persepsi terhadap 0,653 0,361 Reliable
usahatani padi dengan penggunaan di bawah 90%.
penggunaan dan
penyaluran KKP-E
2. Persepsi terhadap 0,529 0,361 Reliable Tabel 4. Alokasi pemanfaatan KKP-E
mekanisme pencairan
dan pengembalian Penggunaan untuk Jumlah Petani Presentase
kredit Usahatani Padi (%) (Orang) (%)
3. Persepsi petani 0,648 0,361 Reliable
100 4 17
terhadap kelembagaan
bank 95-99 5 22
4. Persepsi petani 0,547 0,361 Reliable 90-94 10 44
terhadap peningkatan
penerapan teknologi 85-89 3 13
anjuran <85 1 4
Jumlah 23 100

35
JIIA, VOLUME 3 No. 1, JANUARI 2015

Ada empat orang petani yang 100% menggunakan Penggunaan pupuk antara petani penerima KKP-E
pinjaman KKP-E untuk usahatani padi. Petani dan petani bukan penerima KKP-E berbeda.
yang tidak memanfaatkan 100% pinjaman KKP-E Petani penerima KKP-E menggunakan pupuk
untuk usahatani padi, dikarenakan kebutuhan untuk majemuk dan dilakukan tiga tahap pemupukan,
usahatani padinya sudah tercukupi, sehingga petani sedangkan petani bukan penerima KKP-E
masih memiliki sisa uang dari pinjaman KKP-E menggunakan pupuk tunggal dan pemupukan
tersebut dan dimanfaatkan oleh petani untuk dilakukan dalam dua tahap.
kegiatan yang lainnya. Pemanfaatan untuk
kegiatan lainnya digunakan untuk kegiatan Ada berbedaan cara pengendalian gulma antara
konsumsi, tambahan modal ternak ayam, tambahan petani penerima KKP-E dan petani bukan
modal berdagang, dan usahatani kakao. penerima KKP-E. Petani penerima KKP-E
membersihkan gulma dengan menggunakan gosrok
2. Analisis Keragaan Usahatani Padi Sawah dan pembersihan dilakukan minimal tiga kali.
Sedangkan, petani bukan penerima KKP-E
a. Pola Tanam melakukan pembersihan gulma secara manual dan
pembersihan dilakukan hanya sebanyak dua kali.
Padi sawah di Kabupaten Pringsewu ditanam dua
kali dalam satu tahun, musim tanam pertama Penggunaan tenaga kerja antara petani penerima
ditanam pada Bulan Desember dan panen pada KKP-E dan petani bukan penerima KKP-E
Bulan April atau ditanam pada Bulan Januari dan berbeda. Penggunaan tenaga kerja luar keluarga
panen Bulan Mei. Musim tanam kedua ditanam (TKLK) petani penerima KKP-E lebih banyak dari
pada Bulan Juni dan panen Bulan Oktober atau pada petani bukan penerima KKP-E, sedangkan
ditanam pada Bulan Juli dan panen Bulan penggunaan tenaga kerja dalam keluarga (TKDK)
November. Pola tanam yang digunakan oleh petani penerima KKP-E lebih sedikit dari pada
responden pada penelitian ini dapat digambarkan petani bukan penerima KKP-E. Ada berbedaan
seperti pada Gambar 1. cara panen antara petani penerima KKP-E dan
petani bukan penerima KKP-E.
b. Teknik Budidaya
Petani penerima KKP-E menggunakan sistem
Kegiatan budidaya padi antara petani penerima panen bawon 5:1 dan 6:1, sedangkan petani bukan
KKP-E dan bukan penerima KKP-E memiliki penerima KKP-E menggunakan sistem panen
beberapa perbedaan, yaitu cara memperoleh benih bawon 6:1 dan 7:1. Rata-rata produksi per hektar
antara petani penerima KKP-E dan petani bukan dan harga jual per kg petani penerima KKP-E lebih
penerima KKP-E berbeda. Petani penerima KKP- tinggi daripada petani bukan penerima KKP-E.
E memperoleh benih di kelompok tani, sedangkan
petani bukan penerima KKP-E memperoleh benih Tabel 5. Teknik budidaya padi petani penerima
di kios pertanian. Cara tanam antara petani dan bukan penerima KKP-E
penerima KKP-E dan petani bukan penerima KKP-
E berbeda. Petani penerima KKP-E menggunakan Petani Penerima KKP-E dan
Teknik Budidaya
cara tanam jajar legowo tiga atau empat, Petani Bukan Penerima KKP-E
sedangkan petani bukan penerima KKP-E Pengolahan lahan Sama
menggunakan cara tanam tegelan dengan jarak
Persemaian Berbeda
25cm × 25cm.
Benih Berbeda
Cara tanam Berbeda
Pemupukan Berbeda
Padi Padi Pengendalian gulma Berbeda
Pengendalian HPT Sama
Tenaga Kerja Berbeda

Des Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agt Sep Okt Panen Berbeda
Nov Des Pasca-panen Sama
Produksi dan harga jual Berbeda
Gambar 1. Pola tanam petani penerima KKP-E dan Sumber modal Berbeda
petani bukan penerima KKP-E

36
JIIA, VOLUME 3 No. 1, JANUARI 2015

Sumber modal diantara kedua strata petani Hasil penelitian ini tidak sejalan dengan hasil
berbeda. Strata petani yang pertama menggunakan penelitian oleh Ayu (2011), yang melakukan
modal pinjaman KKP-E, sedangkan strata petani penelitian mengenai pengaruh penggunaan KKP-E
yang kedua menggunakan modal sendiri untuk terhadap pendapatan petani padi di Kabupaten
usahatani padinya. Teknik budidaya padi kedua Karanganyar. Hasil uji beda pendapatan
strata tersebut dapat dilihat pada Tabel 5. berdasarkan t-test diperoleh hasil bahwa rata-rata
pendapatan petani pengguna KKP-E lebih besar
3. Uji Beda Rata-rata Pendapatan Usahatani dari pendapatan petani bukan penerima KKP-E,
Padi Sawah yaitu Rp15.860.795,00/ha dan Rp14.042.598,00/
ha. Nilai (sig (2-tailed)) sebesar 0,567 lebih besar
Perbedaan pendapatan antara petani penerima dari 0,05, sehingga tidak ada perbedaan rata-rata
KKP-E dan petani bukan penerima KKP-E pendapatan secara signifikan antara petani
disebabkan oleh perbedaan sumber modal dan luas penerima dan petani bukan penerima KKP-E.
lahan. Petani penerima KKP-E mempunyai modal
pinjaman dari dana KKP-E untuk membeli Hasil penelitian lainnya oleh Putri (2013) yang
kebutuhan saprodi usahataninya, dengan modal berjudul pendapatan dan kesejahteraan petani padi
tersebut petani dapat menggunakan input yang organik peserta Sekolah Lapangan Pengelolaan
lebih baik dibandingan dengan petani bukan Tanaman Terpadu (SL-PTT) di Kecamatan
penerima KKP-E, seperti penggunaan benih Pagelaran Kabupaten Pringsewu. Penelitian ini
unggul baru, zat pengatur tumbuh, dan gandasil menggunakan uji beda rata-rata atau uji t.
buah. Petani bukan penerima KKP-E memiliki Memperoleh hasil uji beda yaitu tidak ada
keterbatasan modal, petani menggunakan modal perbedaan pendapatan pendapatan secara statistik,
sendiri untuk keperluan usahataniya. Rata-rata akan tetapi jika dilihat dari rata-rata pendapatan
luas lahan petani penerima KKP-E 1,48 hektar, per hektar antara peserta SL-PTT dengan non
sehingga lebih besar dari rata-rata luas lahan petani peserta SL-PTT terdapat perbedaan senilai
bukan penerima KKP-E, yaitu 0,61 hektar. Rp3.530.979,00.

Menurut Suratiyah (2008), luas lahan merupakan Berdasarkan analisis pemanfaatan KKP-E pada
salah satu faktor yang mempengaruhi biaya dan tujuan pertama, dapat diketahui bahwa sebesar
pendapatan. Petani yang mempunyai luas lahan 83% petani telah melakukan pemanfaatan KKP-E
sempit kebutuhan tenaga kerjanya tidak akan dengan penggunaan di atas 90%. Banyaknya
sebanyak petani yang mempunyai lahan yang luas. petani yang telah memanfaatkan pinjaman KKP-E
Semakin luas suatu lahan, semakin banyak pula dengan tepat membuat pendapatan mereka
membutuhkan tenaga kerja tambahan dari luar meningkat dan berbeda dari petani bukan penerima
keluarga. Penggunaan tenaga kerja luar keluarga KKP-E. Permasalahan yang ada pada petani
berpengaruh terhadap biaya, sedangkan luas lahan berupa keterbatasan modal dan keterbatasan akses
berpengaruh terhadap besarnya produksi padi yang terhadap permodalan perbankan sudah dapat
dihasilkan oleh petani. Perbedaan produksi dan diminimalisir dengan adanya KKP-E. KKP-E
biaya berpengaruh secara langsung terhadap memiliki bunga kredit yang rendah dan syarat-
penerimaan dan pendapatan yang diperoleh petani. syarat pengajuan yang tidak terlalu sulit. Petani
merasa terbantu dalam proses produksi
Hasil dari analisis pendapatan atas biaya tunai usahataninya, karena penggunaan sarana produksi
usahatani padi antara petani penerima KKP-E dan menjadi lebih lancar dengan adanya KKP-E.
petani bukan penerima KKP-E berbeda. Secara
tabulasi diperoleh nilai sebesar Rp17.711.000,00/ Mosher dalam bukunya yang berjudul
hektar/musim tanam untuk petani penerima KKP-E Menggerakan Sektor Pertanian dalam Afirin
dan Rp12.211.000,00/hektar/musim tanam untuk (2005), menyebutkan tentang syarat pokok dan
petani bukan penerima KKP-E. Selanjutnya, syarat pelancar dalam pembangunan pertanian.
perbedaan pendapatan usahatani diuji secara Syarat pokok dalam pembangunan pertanian
statistik. Berdasarkan hasil uji statistik melalui uji adalah ketersediaan pasar hasil, transportasi, faktor
t, diperoleh p value (sig (2-tailed)) sebesar 0,026. produksi, sistem insentif, dan perubahan teknologi.
Nilai p value (sig (2-tailed)) lebih kecil dari 0,10 Syarat pelancar dalam pembangunan pertanian
maka H₀ ditolak, artinya pendapatan usahatani per adalah kredit produksi, kelembagaan petani, faktor
hektar petani penerima KKP-E lebih besar dari produksi, rehabilitasi lahan, dan perencanaan
petani bukan penerima KKP-E. pembangunan.

37
JIIA, VOLUME 3 No. 1, JANUARI 2015

Syukur et al (1998) dalam Ayu (2011) menyatakan Banyaknya responden yang memiliki persepsi baik
bahwa peran kredit sebagai pelancar dalam terhadap KKP-E, berarti bahwa KKP-E banyak
pembangunan pertanian adalah membantu petani memberikan manfaat untuk usahatani mereka.
kecil dalam mengatasi keterbatasan modal, Petani yang memiliki persepsi cukup baik juga
mengurangi ketergantungan petani kepada merasakan banyak manfaat dari KKP-E, akan
pedagang besar, sehingga dapat berperan dalam tetapi menurut mereka masih ada beberapa
memperbaiki struktur dan pola pemasaran hasil kekurangan dari KKP-E.
pertanian, mekanisme transfer pendapatan diantara
masyarakat untuk mendorong pemerataan dan Hasil penelitian ini sejalan dengan hasil penelitian
insentif bagi petani untuk meningkatkan produksi. oleh Yudhianto (2013) yang melakukan penelitian
tentang hubungan faktor sosial ekonomi dengan
4. Analisis Kinerja Anggota Kelompok Tani persepsi petani padi terhadap KKP-E di Kecamatan
Magetan. Hasil penelitian tersebut menunjukkan
a. Kinerja Anggota Kelompok Tani persepsi petani terhadap kelembagaan bank,
Berdasarkan Produktivitas penggunaan kredit, dan manfaat kredit tergolong
baik, sedangkan persepsi petani terhadap
Produktivitas tenaga kerja adalah hasil panen (kg) mekanisme pencairan dan pengembalian kredit
dibagi dengan jumlah HOK yang digunakan. Nilai tergolong sedang.
produktivitas petani penerima KKP-E maupun
petani bukan penerima KKP-E lebih dari 7,20 Perbedaan antara penelitian terdahulu dengan yang
kg/HOK, dengan rata-rata nilai produktivitas 36,97 dilakukan peneliti adalah ada penambahan
kg/HOK untuk petani penerima KKP-E dan 37,26 indikator untuk mengukur persepsi yang
kg/HOK untuk petani bukan penerima KKP-E, berlandaskan pada indikator keberhasilan KKP-E.
artinya petani kedua strata tersebut sudah memiliki Indikator tersebut yaitu peningkatan penerapan
kinerja yang baik secara produktivitas. teknologi anjuran. Salah satu tolak ukur
keberhasilan KKP-E adalah dengan adanya
b. Kinerja Anggota Kelompok Tani peningkatan penerapan teknologi anjuran.
Berdasarkan Kapasitas
Sebagian besar responden mempunyai persepsi
Hasil perhitungan dan tabulasi menunjukkan netral atau cukup baik terhadap peningkatan
bahwa nilai rata-rata kapasitas petani penerima penerapan teknologi anjuran, yaitu sebesar 74%
KKP-E sebesar 1,24 dan 0,43 untuk petani bukan orang petani. Hal ini menjelaskan petani masih
penerima KKP-E. Nilai rata-rata kapasitas petani mengalami kesulitan dalam menerapkan teknologi
penerima KKP-E lebih besar dari 0,50, artinya yang disarankan oleh PPL, sehingga manfaat yang
kinerja petani penerima KKP-E secara kapasitas dirasakan dari penerapan teknologi tersebut belum
masuk ke dalam kategori baik, sedangkan nilai sepenuhnya dirasakan oleh petani. Sisanya sebesar
rata-rata kapasitas petani bukan penerima KKP-E 26% orang petani mempunyai persepsi baik
kurang dari 0,50, artinya kinerja petani bukan terhadap peningkatan penerapan teknologi anjuran.
penerima KKP-E secara kapasitas masuk ke dalam Peningkatan teknologi yang digunakan oleh petani
kategori belum baik. Oleh karena itu, dapat tidak terlepas dari peran PPL dan kemampuan
disimpulkan bahwa kinerja secara kapasitas petani petani untuk mengaplikasikan teknologi tersebut.
penerima KKP-E lebih baik dibandingkan dengan Penerapan teknologi yang sudah dilakukan petani
kinerja petani bukan penerima KKP-E. responden antara lain melakukan pengolahan
sesuai dengan Pengolahan Tanaman Terpadu
5. Analisis Persepsi Petani terhadap KKP-E (PTT) padi sawah yaitu sistem tanam jajar legowo.

Hasil analisis persepsi petani terhadap KKP-E KESIMPULAN


diukur berdasarkan indikator keberhasilan KKP-E
dan penelitian terdahulu. Sebagian besar petani Sebagian besar petani memanfaatkan KKP-E
responden mempunyai persepsi baik terhadap dengan penggunaan di atas 90%. Keragaan
KKP-E yaitu sebesar 62% atau sebanyak 36 orang usahatani padi pada kedua strata petani terdapat
petani mempunyai persepsi yang baik terhadap perbedaan yang terletak pada cara tanam, cara
KKP-E. Sebanyak 22 orang petani responden atau memperoleh benih, penggunaan pupuk,
sebesar 38% mempunyai persepsi cukup baik atau pengendalian gulma, penggunaan TKDK dan
netral dan tidak ada petani yang mempunyai TKLK, produksi, dan harga jual output.
persepsi tidak baik terhadap KKP-E. Pendapatan usahatani padi per hektar petani

38
JIIA, VOLUME 3 No. 1, JANUARI 2015

penerima KKP-E lebih besar dari petani bukan Heizer J dan Render B. 2005. Manajemen Operasi
penerima KKP-E. Berdasarkan produktivitas, Edisi Ketujuh. Salemba 4. Jakarta.
kinerja petani penerima KKP-E dan petani bukan Kementerian Pertanian. 2014. Pedoman Teknis
penerima KKP-E masuk ke dalam kategori baik. Skim Kredit Ketahanan Pangan dan Energi.
Berdasarkan kapasitas, kinerja petani penerima http://psp.deptan.go.id/assets/file/Pedoman%
KKP-E masuk ke dalam kategori baik, sedangkan 20KKPE%202014.pdf. [01 Maret 2014].
petani bukan penerima KKP-E masuk ke dalam Prasetya H dan Fitri L. 2009. Manajemen Operasi.
kategori belum baik. Sebagian besar petani Yogyakarta. Media Pressindo.
mempunyai persepsi yang baik terhadap KKP-E. Putri LT, Lestari DAH, Nugraha A. 2013.
Pendapatan dan Kesejahteraan Petani Padi
DAFTAR PUSTAKA Organik Peserta Sekolah Lapangan
Pengelolaan Tanaman Terpadu (SL-PTT) di
Arifin B. 2005. Pembangunan Pertanian. PT Kecamatan Pagelaran Kabupaten Pringsewu.
Grasindo. Jakarta. JIIA, 1 (3): 226-231. http://jurnal.fp.unila.
Ashari. 2009. Peran Perbankan Nasional Dalam ac.id/index.php/ JIA/article/view/577/539. [5
Pembiayaan Sektor Pertanian di Indonesia. Desember 2013].
Jurnal Forum Penelitian Agro Ekonomi, 27 Sulistyo J. 2012. 6 Hari Jago SPSS 17. PT Buana
(1) : 13-27. Ilmu Populer. Jakarta.
Ayu N. 2013. Analisis Pengaruh Kredit Ketahanan Suratiyah K. 2008. Ilmu Usahatani. Penebar
Pangan dan Energi (KKP-E) BRI terhadap Swadaya. Jakarta.
Pendapatan Petani Padi di Kabupaten Yudhianto KE. 2013. Hubungan Faktor Sosial
Karanganyar. Jurnal Agrista, 1 (1): 1-11. Ekonomi Dengan Persepsi Petani Padi
BPS [Badan Pusat Statistik] Provinsi Lampung. Terhadap Kredit Ketahanan Pangan dan
2013. Lampung Dalam Angka 2013. Energi (KKP-E) di Kecamatan Magetan
http://lampung.bps.go.id/publikasi/buku/lda2 Kabupaten Magetan. Tesis. Universitas
013/index.html#/234/. [05 Desember 2013]. Sebelas Maret. Solo.

39

You might also like