You are on page 1of 21

Jurnal Gizi Prima Website : http://jgp.poltekkes-mataram.ac.id/index.

php/home
Vol.4, Edisi.1, Maret 2019, pp : 59-69
ISSN: 2656 - 2480 (Online)
ISSN: 2355 - 1364 (Print)

SIFAT ORGANOLEPTIK, KANDUNGAN ZAT GIZI, DAN


DAYA TERIMA IWEL LATAN UNTUK MAKANAN
TAMBAHAN IBU HAMIL
Zuhria Handayani.¹*, Made Darawati.1, I Gde Narda Widiada1
Jurusan Gizi, Poltekkes Kemenkes Mataram, Indonesia
Jalan Praburangkasari Dasan Cermen Sandubaya Kota Mataram
*Email Korespondensi : zuhriahandayani97@gmail.com

Article Info ABSTRACT


Background :In Indonesia there are still many cases of Chronic
Article history:
Energy Deficiency caused by imbalance of nutrients, especially in
Received January 16th, 2019 energy and protein intake, so that the nutrients needed by the body are
Revised February 23th, 2019 not fulfilled. Efforts that can be done to prevent chronic energy
Accepted March 18th, 2019 shortages in pregnant women is to provide alternative food
supplements in the form of nutrient dense snacks, one of which is iwel
which is added with high-protein legumes namely soybeans which are
Keyword: then made into soy flour. Iwel with the addition of soybean flour is
Iwel Latan, Organoleptic expected to meet the requirements as PMT for pregnant women. Iwel
Proprties, Soy Flour is a traditional food that is popular with many people, has a soft
texture like dodol and is classified as semi-wet food. This study aims to
determine the organoleptic properties, nutrient content, and
acceptability of Iwel Latan for pregnant women.
Research Methods:The experimental research method with a
completely randomized one-factor design, namely the addition of soy
flour consisting of 5 treatment levels 10%, 15%, 20%, 25%, 30%.
Research result:The results showed that Iwel Latan with the addition
of 25% (t4) soybean flour from the weight of the entire selected
ingredient to the best treatment level and the addition of soy flour
significantly affected the texture of Iwel Latan (p <0.005). The content
of Iwel Latan nutrients is 40.71% moisture content, 1.60% ash content,
9.39% protein, 3.89% fat, and 44.40% carbohydrate.
Conclusion: The nutrient content of Iwel Latan is higher when
compared to PMT biscuits which are usually given to pregnant women
Chronic Energy Deficiency.The acceptance of pregnant women is 30
people, of which 25 pregnant women receive well (83%) and 5
pregnant women receive less (17%).

Copyright © JurnalGizi Prima


All rights reserved

PENDAHULUAN
Kurang Energi Kronis adalah keadaan dimana seseorang mengalami kekurangan zat gizi berupa energi dan
protein yang berlangsung lama atau menahun. Kurang Energi Kronis sering dijumpai pada Wanita Usia
Subur dan Ibu Hamil. Seseorang dikatakan menderita Kurang Energi Kronis apabila LILA berukuran <23.5
cm (Supariasa, 2012). Data Riskesdas (2018) mencatat ibu hamil KEK di Nusa Tenggara Barat (NTB) adalah
19,10%. Data PSG (2017) menunjukkan bahwa persentase ibu hamil yang beresiko KEK pada Provinsi NTB
yaitu sebesar 17,4%. (Kemenkes RI,2018)

Mengingat dampak kurang gizi yang sangat luas, maka perlu upaya penanggulangan masalah kurang energi
kronis melalui pemberian makanan tambahan. PMT bagi ibu hamil KEK dimaksudkan sebagai makanan
tambahan, bukan sebagai pengganti makanan utama. Makanan tambahan diberikan sekali sehari selama 90
hari berturut-turut, berbasis makanan lokal, dapat diberikan makanan keluarga, atau atau makanan kudapan
lainnya. (Kemenkes RI, 2012).

59
ISSN : 2656 - 2480 (Online)
ISSN : 2355 - 1364 (Print)

Pemberian makanan tambahan berfokus pada zat gizi makro dan mikro bagi ibu hamil sangat diperlukan
dalam rangka pencegahan Berat Bayi Lahir Rendah (BBLR) dan balita pendek (stunting). Pemberian
makanan tambahan ditujukan kepada kelompok sasaran rawan gizi yaitu ibu hamil dengan resiko kurang
energi kronis dengan hasil pengukuran LILA <23,5 cm. (Kemenkes RI, 2017).

Selama ini, pemberian makanan tambahan untuk ibu hamil hanya berupa biskuit pabrikan, sehingga untuk
menghindari kebosanan dari PMT pabrikan perlu dilakukan penelitian tentang makanan tambahan bagi ibu
hamil yang bersifat lokal namun padat akan zat gizi berupa jajan tradisional Iwel. Iwel merupakan jajanan
tradisional yang memiliki rasa yang manis dan legit dan digolongkan sebagai makanan semi basah.
Terpilihnya Iwel karena jajan tradisional ini cukup digemari dari semua golongan umur karena rasanya yang
manis. Bahan iwel adalah tepung beras ketan, kelapa, dan gula.

Peningkatan zat gizi dalam Iwel dilakukan dengan menambahkan kacang-kacangan berupa kacang kedelai
yang tinggi akan protein yang kemudian dibuat menjadi tepung kedelai. Ditambahkan juga labu kuning untuk
meningkatkan cita rasa. Penggunaan tepung kedelai pada Iwel yang berbahan dasar tepung ketan ini yang
kemudian disebut sebagai Iwel Latan (kedelai dan ketan).

Penambahan tepung kedelai dalam Iwel Latan karena kedelai memiliki kandungan gizi yang tinggi diantara
kacang-kacangan lainnya. Selain itu, kadar protein kedelai memang paling tinggi yaitu 40,4 g dalam 100 g
bahan makanan (Mahmud dkk, 2009). Labu kuning dalam pembuatan Iwel Latan digunakan untuk
memperkaya cita rasa dan nilai gizi. Labu kuning merupakan salah satu bahan makanan yang kaya akan
vitamin yaitu betakaroten.

Kedelai merupakan salah satu bahan pangan dari kelompok biji-bijian yang menghasilkan sumber protein
(asam amino) serta asam lemak yang penting peranannya dalam kehidupan. Bubuk kedelai dibuat melalui
beberapa proses seperti tahapan perendaman, pembersihan, pencucian, penirisan, penjemuran, penggilingan
dan pengayakan sehingga menjadi bubuk tepung (Rani dkk, 2013). Berdasarkan penelitian pendahuluan
sebelumnya, telah dilakukan percobaan pembuatan iwel latan dengan penambahan tepung kedelai sebanyak
20% dari berat total bahan, dihasilkan iwel dengan rasa yang manis dan legit, dengan aroma khas yang
dihasilkan dari penambahan tepung kedelai.

Berdasarkan latar belakang tersebut, perlu dilakukan penelitian tentang sifat organoleptik, kandungan zat
gizi, dan daya terima Iwel Latan berbahan pangan lokal yang diharapkan nantinya dapat meningkatkan nilai
ekonomis serta kandungan enrgi dan protein dalam produk tersebut sehingga dapat dijadikan produk
makanan yang memiliki daya terima yang tinggi serta dalam perkembangannya dapat menjadi salah satu
pilihan makanan untuk makanan tambahan bagi ibu hamil.

METODE PENELITIAN
Desain Penelitian
Penelitian ini menggunakan metode Eksperimental di laboratorium dengan rancangan percobaan berupa
Rancangan Acak Lengkap (RAL) satu faktor yaitu penambahan tepung kedelai (t) yang terdiri dari 5 aras
perlakuan yaitu penambahan tepung kedelai 10%, 15%, 20%, 25%, 30% dari berat total keseluruhan bahan.
Waktu penelitian dilaksanakan pada bulan Desember 2018. Uji organoleptik dilakukan di laboratorium Ilmu
Teknologi Pangan Poltekkes mataram, uji proksimat dilakukan di laboratorium Pusat Studi Pangan dan Gizi
Universitas Gadjah Mada. Daya terima oleh ibu hamil dilakukan di Desa Terong Tawah. Adapun tabel
formula yang digunakan dalam Iwel Latan dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1. Formula Pembuatan Iwel Latan


Perlakuan
No Bahan
t1 t2 t3 t4 t5
1 Tepung beras ketan (g) 40 40 40 40 40
2 Tepung kedelai (%) 10 15 20 25 30
3 Labu kuning (g) 15 15 15 15 15
4 Gula merah (g) 20 20 20 20 20
5 Kelapa parut (g) 20 20 20 20 20
6 Gula pasir (g) 4 4 4 4 4
7 Garam (g) 1 1 1 1 1
Keterangan: Persentase penambahan tepung kedelai berdasarkan dari berat keseluruhan bahan/ berat total.

Alat dan Bahan Penelitian

60
ISSN : 2656 - 2480 (Online)
ISSN : 2355 - 1364 (Print)

Alat yang digunakan dalam pembuatan Iwel Latan adalah waskom, timbangan bahan makanan, mangkok,
dandang, cawan, panci. Alat yang digunakan dalam uji sifat organoleptik adalah lepekan, formulir uji
hedonik, kertas tempel, dan bolpoint. Alat yang digunakan dalam uji proksimat adalah Oven, neraca analitik,
desikator, botol timbang, alat penyuling, pemanas listrik, labu ukur, beaker gelas, buret, batu didih, alat
soxhlet, Erlenmeyer. Bahan yang digunakan dalam pembuatan Iwel Latan adalah tepung beras ketan, labu
kuning, tepung kedelai, gula merah, kelapa parut, gula dan garam. Bahan yang digunakan dalam uji sifat
organoleptik adalah produk Iwel Latan dan air mineral. Bahan yang digunakan dalam uji proksimat adalah
produk Iwel Latan. Bahan yang digunakan untuk uji daya terima adalah produk Iwel Latan.

Cara Pengolahan dan Analisis Data


Data yang diperoleh dari hasil pengamatan disajikan dalam tabel. Untuk mengetahui sifat organoleptik
(warna, aroma, tekstur, rasa) dari setiap penambahan tepung kedelai pada Iwel Latan diolah dan dianalisis
dengan menggunakan analisis statistik One Way Anova pada tingkat kepercayaan 95% (α = 0,005). Analisis
statistik ini dilakukan dengan menggunakan software program SPSS. Apabila p < α 0,005 maka ada pengaruh
signifikan dan sebaliknya. Jika ada pengaruh yang signifikan, data dianalisis lebih lanjut menggunakan uji
Duncan untuk melihat perlakuan mana yang menyebabkan perbedaan.

HASIL PENELITIAN
Sifat Organoleptik
Uji sifat organoleptik menggunakan panelis agak terlatih yaitu mahasiswa gizi Poltekkes Kemenkes Mataram
semester VII. Nilai rata-rata dan signifikansi hasil uji organoleptik Iwel Latan dengan penambahan tepung
kedelai dengan menggunakan panelis agak terlatih sebanyak 25 orang dapat dilihat Tabel 2.

Tabel 2. Nilai Rata-Rata dan Signifikasi Pengaruh Penambahan Tepung Kedelai Terhadap Sifat Organoleptik
Iwel Latan Menggunakan Panelis Agak Terlatih.

Parameter P (Value) Notasi


Warna 0,965 NS
Aroma 0,127 NS
Tekstur 0,004 S
Rasa 0,989 NS
Overall 0,089 NS
Sumber: Data primer 2019

Keterangan : NS = Non Signifikan :


Tidak Berbeda Nyata
S = Signifikan : Berbeda Nyata

Berdasarkan Tabel 2. dapat dilihat bahwa untuk parameter warna, aroma, dan rasa memiliki nilai p>0.05. Hal
ini menunjukkan bahwa dengan penambahan tepung kedelai tidak memiliki pengaruh yang bermakna
terhadap warna, aroma, dan rasa. Iwel Latan untuk parameter tekstur memiliki nilai p<0.05 hal ini
menunjukkan bahwa penambahan tepung kedelai memiliki pengaruh yang bermakna terhadap tekstur.

Tabel 3. Nilai Rata-Rata Hasil Uji Organoleptik Terhadap Warna Iwel Latan
Perlakuan Penambahan Tepung Kedelai dari Rata-rata Hasil Uji Organoleptik
Berat Keseluruhan Bahan Warna Iwel Latan
t1 (10%) 3,56
t2 (15%) 3,56
t3 (20%) 3,56
t4 (25%) 3,68
t5 (30%) 3,52
Sumber: Data primer 2019
Warna Iwel Latan dengan penambahan tepung kedelai mempunyai nilai rata-rata dengan aras perlakuan t1
sampai t5 yaitu 3,52 sampai 3,68 yang termasuk dalam kategori suka. Warna yang dihasilkan dari setiap aras
perlakuan sama yaitu berwarna hitam dengan bintik coklat. Berdasarkan rata-rata tingkat kesukaan terhadap
warna, perlakuan yang paling disukai adalah t4. Warna dari setiap aras perlakuan Iwel Latan dapat dilihat
pada Gambar 1.

61
ISSN : 2656 - 2480 (Online)
ISSN : 2355 - 1364 (Print)

Gambar 1. Iwel Latan

Tabel 4. Nilai Rata-Rata Hasil Uji Organoleptik Terhadap Aroma Iwel Latan
Perlakuan Penambahan Tepung Kedelai dari Rata-rata Hasil Uji Organoleptik
Berat Keseluruhan Bahan Aroma Iwel Latan
t1 (10%) 3,16
t2 (15%) 3,48
t3 (20%) 3,32
t4 (25%) 3,52
t5 (30%) 2,96
Sumber: Data primer 2019
Aroma Iwel Latan dengan penambahan tepung kedelai mempunyai nilai rata-rata dengan aras perlakuan t1
sampai t5 yaitu 2,96 sampai 3,52 yang termasuk dalam kategori agak suka sampai suka. Aroma yang
dihasilkan dari setiap aras perlakuan sama, yaitu aroma khas dari penambahan tepung kedelai yang membuat
aroma iwel latan berbeda dari iwel pada umumnya. Berdasarkan rata-rata tingkat kesukaan terhadap aroma
perlakuan yang paling disukai adalah t4.
Tabel 5. Nilai Rata-Rata Hasil Uji Organoleptik Terhadap Tekstur Iwel Latan

Perlakuan Penambahan Tepung


Rata-rata Hasil Uji Organoleptik
Kedelai dari Berat Keseluruhan Notasi
Tekstur Iwel Latan
Bahan
t1 (10%) 3,48 bc
t2 (15%) 3,64 bc
t3 (20%) 3,20 ab
t4 (25%) 3,68 c
t5 (30%) 2,96 a
Sumber: Data primer 2019
Tekstur Iwel Latan dengan penambahan tepung kedelai diketahui bahwa aras perlakuan t4 mendapatkan skor
untuk parameter tekstur sebesar 3,68 yaitu termasuk dalam kategori suka. Tekstur yang dihasilkan dari setiap
aras perlakuan berbeda. Semakin banyak penambahan tepung kedelai, tekstur iwel latan menjadi semakin
kompak dan lembut. Berdasarkan rata-rata tingkat kesukaan terhadap tekstur, perlakuan yang paling disukai
adalah t4.

Tabel 6. Tabel Rata-Rata Hasil Uji Organoleptik Terhadap Rasa Iwel Latan

Perlakuan Penambahan Tepung Kedelai dari Rata-rata Hasil Uji Organoleptik Rasa
Berat Keseluruhan Bahan Iwel Latan
t1 (10%) 3,40
t2 (15%) 3,40
t3 (20%) 3,32
t4 (25%) 3,44
t5 (30%) 3,40
Sumber: Data primer 2019

Rasa Iwel Latan dengan penambahan tepung kedelai dengan aras perlakuan t1 sampai t5 yaitu 3,32 sampai
3,44 yang termasuk dalam kategori agak suka. Rasa yang dihasilkan dari setiap aras perlakuan yaitu manis
dan sedikit gurih. Rasa manis didapatkan dari penambahan gula dan labu, untuk rasa gurih didapatkan dari
penambahan kelapa parut dan tepung kedelai. Berdasarkan rata-rata tingkat kesukaan terhadap rasa perlakuan
yang paling disukai adalah t4.

62
ISSN : 2656 - 2480 (Online)
ISSN : 2355 - 1364 (Print)

Tabel 7. Penambahan Tepung Kedelai


Perlakuan Penambahan Tepung Kedelai dari Berat Rata-rata Hasil Uji Organoleptik secara
Keseluruhan Bahan Keseluruhan (Overall) terhadap Iwel Latan
t1 (10%) 3,40
t2 (15%) 3,52
t3 (20%) 3,33
t4 (25%) 3,57
t5 (30%) 3,21
Sumber: Data primer 2019

Overall pada Iwel Latan dengan penambahan tepung kedelai mempunyai nilai rata-rata dengan aras
perlakuan t1 sampai t5 3,21 sampai 3,57 yang termasuk dalam kategori agak suka sampai suka. Berdasarkan
rata-rata overall Iwel Latan perlakuan yang paling disukai adalah t4.

Kandungan Zat Gizi


Produk Iwel Latan terpilih selanjutnya dianalisis kandungan gizinya dengan analisis proksimat Pusat Studi
Pangan dan Gizi Universitas Gadjah Mada. Kandungan zat gizi produk terpilih disajikan pada tabel 3.
Tabel 3.Kandungan Zat Gizi Iwel Latan dalam 100 g.

Satuan
No Parameter Hasil Uji rata-rata
(Berat Basah)
1 Kadar air % 40,71
2 Kadar abu % 1,60
3 Protein % 9,39
4 Lemak % 3,89
5 Karbohidrat % 44,40
Sumber: Data primer 2019
Berdasarkan tabel 3. Hasil uji kandungan zat gizi Iwel Latan menunjukkan bahwa kadar air pada perlakuan t4
didalam 100 gram bahan yaitu 40,71 %, kadar abu 1,60%, protein 9,39 %, lemak 3,89 %, dan karbohidrat
44,40%. Selanjutnya kandungan makronutrient dalam 1 porsi (100 gram) produk iwel latan adalah energi
sebesar 250,17 kkal, yang di estimasi dari penjumlahan +4 kkal (kadar protein) +9 kkal (kadar lemak) +4
kkal (kadar karbohidrat).

Daya Terima Konsumen


Uji daya terima dilakukan untuk mengetahui tingkat konsumsi atau daya terima konsumen ( ibu hamil)
terhadap produk Iwel Latan sebagai alternatif makanan tambahan untuk ibu hamil yang akan diberikan
dengan menggunakan metode penimbangan sisa makanan (Kemenkes RI,2013). Hasil rata-rata daya terima
Iwel Latan dapat dilihat pada Gambar 2.

17%
daya terima baik
daya terima kurang
83%

Gambar 2. Diagram Pie Daya Terima Iwel Latan

Daya terima ibu hamil yang digunakan sebagai panelis dalam uji daya terima ini adalah ibu hamil trimester II
dan III sebanyak 30 orang. Dari 30 orang ibu hamil terdapat 25 ibu hamil (83%) yang dapat menerima
dengan baik (>80% habis dimakan) dan 5 ibu hamil (17%) dengan daya terima kurang baik. (<80% habis
dimakan) 1 porsi Iwel Latan yang diberikan pada pada saat daya terima adalah 100 gram yang terdiri dari 3
potong Iwel Latan berukuran sedang. Porsi Iwel Latan yang diberikan dapat dilihat pada Gambar 3.

63
ISSN : 2656 - 2480 (Online)
ISSN : 2355 - 1364 (Print)

Gambar 3. Porsi Iwel Latan

PEMBAHASAN
Sifat Organoleptik
Warna Iwel Latan dengan Penambahan Tepung Kedelai
Hasil uji statistik menunjukkan bahwa probabilitas warna Iwel Latan adalah 0.965
(p > 0,05) yang dapat diartikan bahwa penambahan tepung kedelai pada Iwel Latan tidak memiliki pengaruh
nyata terhadap warna Iwel Latan. Berdasarkan hasil uji organoleptik dapat diketahui bahwa warna Iwel Latan
pada aras perlakuan t1 sampai t5 berada dalam kategori suka.

Warna yang dihasilkan Iwel Latan pada penelitian ini adalah didominasi oleh warna hitam dari bahan dasar
tepung beras ketan hitam dengan campuran sedikit bintik-bintik berwarna coklat yang dihasilkan dari
penambahan tepung kedelai dan labu kuning. Labu kuning mengandung senyawa karetonoid yaitu
betakaroten. Menurut (Prasbini dkk,2009 dalam Hanggara dkk,2016) pemanasan pada bahan pangan yang
mengandung karoten menyebabkan perubahan warna karoten karena adanya panas yang menginduksi
perubahan struktur konjugasi karoten sehingga proporsi warna kuning menurun dan kuning kecoklatan
meningkat (Hanggara dkk,2016).

Penambahan tepung kedelai juga dapat mempengaruhi warna produk menjadi warna kuning kecoklatan.
Warna kuning kecoklatan pada kedelai berasal dari pigmen flavonoid yang berwarna kuning sehingga
menghasilkan warna yang lebih gelap. Selain itu, tepung kedelai juga mengandung protein tinggi yang dapat
memungkinkan terjadinya reaksi pencoklatan (Parinduri dkk,2016).

Pembentukan warna coklat merupakan reaksi pencoklatan non enzimatis yang disebabkan oleh reaksi
Maillard. Menurut (Kusnandar,2010 dalam Hanggara dkk,2016) reaksi pencoklatan non enzimatis terjadi bila
dalam pangan terdapat gula pereduksi dan senyawa yang mengandung gugus amin sehingga menghasilkan
pigmen melanoidin yang bertanggung jawab atas pembentukan warna coklat yang dipacu oleh pemanasan
pada suhu tinggi (Hanggara dkk,2016).

Aroma Iwel Latan dengan Penambahan Tepung Kedelai


Aroma pada makanan dapat menjadi daya tarik tersendiri dalam menentukan rasa enak atau tidak enak dalam
suatu produk makanan. Aroma lebih banyak dipengaruhi oleh indera penciuman (Winarno,2004).

Hasil uji statistik menunj


diartikan bahwa penambahan tepung kedelai pada Iwel Latan tidak memiliki pengaruh nyata terhadap aroma
Iwel Latan.

Aroma khas dodol atau bahan makanan semi basah lainnya, yang pada penelitian ini adalah Iwel, aroma khas
dipengaruhi oleh penambahan bahan seperti tepung beras ketan, santan/kelapa, dan gula merah. Bahan-bahan
tersebut terdapat komponen volatile (komponen yang mudah menguap) yang berfungsi sebagai prekursor
aroma dan selama proses pemanasan terbentuk secara kompleks sehingga menghasilkan aroma yang khas
(Taswin dkk,2018).

Aroma yang dihasilkan Iwel Latan pada setiap perlakuan yaitu aroma khas dari tepung kedelai sehingga
membuat aroma Iwel Latan berbeda dengan Iwel yang dibuat pada umumnya. Penambahan tepung kedelai
membuat aroma Iwel Latan menjadi lebih gurih dan sedikit langu (off flavor).

Tekstur Iwel Latan dengan Penambahan Tepung Kedelai


Tekstur dan konsisten suatu bahan akan mempengaruhi citarasa yang ditimbulkan oleh bahan tersebut.
Perubahan tekstur dari suatu bahan dapat mengubah rasa dan bau yang timbul karena dapat

64
ISSN : 2656 - 2480 (Online)
ISSN : 2355 - 1364 (Print)

mempengaruhi kecepatan timbulnya rangsangan dari sel reseptor olifaktori dan kelenjar air liur
(Winarno,2004).

Hasil uji statistik menunjukkkan bahwa probabilitas tekstur Iwel Latan adalah 0.004 (p<0,05) yang dapat
diartikan bahwa penambahan tepung kedelai pada Iwel Latan memiliki pengaruh nyata terhadap tekstur
Iwel Latan. Berdasarkan hasil uji organoleptik dapat diketahui bahwa tekstur iwel latan pada aras
perlakuan t1, t3, dan t5 berada dalam kategori agak suka, sedangkan untuk t2 dan t4 berada dalam
kategori suka.

Tekstur yang dihasilkan Iwel Latan yaitu lembut, padat, dan agak lengket. Tekstur Iwel Latan berbeda
pada aras perlakuan t1 sampai t5, dimana semakin banyak penambahan tepung kedelai, tekstur Iwel
Latan menjadi lebih lembut.

Menurut Haryadi (2006) komponen utama dodol/iwel ialah tepung beras ketan, yang dimana pada saat
proses pemanasan pati yang terkandung didalam tepung menyerap air dalam bentuk pasta yang kental,
dan pada saat didinginkan akan membentuk masa yang kenyal. Tekstur yang dihasilkan Iwel dipengaruhi
oleh penambahan tepung beras ketan, sehingga menghasilkan Iwel dengan tekstur yang lembut, padat
dan agak lengket.

Tekstur iwel latan yang disukai oleh panelis berdasarkan uji hedonik yaitu iwel latan dengan
penambahan tepung kedelai sebanyak 25%. Semakin banyak penambahan tepung kedelai tekstur Iwel
Latan menjadi lebih lembut, terbukti pada saat uji hedonik panelis menyukai Iwel Latan dengan
penambahan tepung kedelai sebanyak 25%.

Menurut (Virgo,2007 dalam Parinduri dkk,2016) Penambahan tepung kedelai juga dapat mempengaruhi
tekstur. Tepung kedelai yang ditambahkan menyebabkan tekstur disukai oleh panelis, karena kandungan
pati dan protein yang terdapat pada tepung kedelai berperan mengikat air sehingga mempengaruhi
pembentukan tekstur produk (Parinduri dkk,2016).

Rasa Iwel Latan dengan Penambahan Tepung Kedelai


Rasa merupakan salah satu faktor yang sangat berpengaruh dalam menentukan mutu suatu makanan.
Rasa juga merupakan suatu indikator penilaian produk pangan yang sangat diperhatikan oleh konsumen.
Rasa yang dihasilkan oleh produk pangan dapat berasal dari makanan itu sendiri atau penambahan dari
bahan makanan lain pada saat proses pembuatan.

Hasil uji statistik menunjukkk


dapat diartikan bahwa penambahan tepung kedelai pada Iwel Latan tidak memiliki pengaruh nyata
terhadap rasa Iwel Latan.

Rasa yang dihasilkan Iwel Latan pada setiap aras perlakuan yaitu manis dan gurih. Rasa manis
didapatkan dari penambahan gula merah sebagai bahan pencampur tepung pada saat proses pembuatan,
dan rasa gurih didapatkan dari penambahan kelapa parut dan tepung kedelai. Menurut Haryadi (2006)
penambahan gula merah berfungsi sebagai pemberi rasa manis dan membantu dalam pembentukan
tekstur sehingga dodol/iwel dapat menjadi lebih legit dan liat. Fungsi lain dari penambahan gula menurut
Wahyuningsih (2004) gula memiliki peranan untuk memperoleh aroma, serta untuk memperoleh tekstur
dengan konsistensi tertentu yang dikehendaki.

Kandungan Zat Gizi


Kadar Air
Pengujian kadar air dilakukan untuk mengetahui total air yang terkandung didalam iwel latan dengan
penambahan tepung kedelai. Kadar air didalam suatu bahan pangan sangat penting untuk
mempertahankan daya simpan dari bahan pangan tersebut (Syarief dkk,1988 dalam Alyanti dkk,2017).

Air merupakan komponen penting dalam bahan makanan karena mempengaruhi penampakan, tekstur,
dan citarasa makanan. Kandungan air dan aktivitas air mempengaruhi perkembangan reaksi pembusukan
secara kimia dan mikrobiologi dalam makanan (Deman,1997 dalam Alyanti dkk,2017).
Menurut Musaddad dan Hartuti, (2003) dalam penelitian Hanggara dkk (2016) yang membahas tentang
Sifat Kimia dan Sensori Dodol Labu Kuning menyebutkan bahwa syarat mutu kadar air untuk makanan
semi padat (intermediate moisture food) sebesar 10-40 %. Sehingga hasil uji kadar air air iwel latan lebih
tinggi dari standar kadar air untuk makanan semi basah.

65
ISSN : 2656 - 2480 (Online)
ISSN : 2355 - 1364 (Print)

Kadar air iwel latan yang lebih tinggi dipengaruhi oleh penambahan labu kuning pada pembuatan iwel
latan. Hal ini dikarenakan labu kuning yang mempunyai kadar air yg cukup tinggi yaitu 86.6 per 100
gram bahan. Proses pengukusan membuat kadar air dari labu kuning menjadi lebih tinggi, hal ini
berkaitan dengan proses pembuatan iwel latan yang dibuat melalui proses pengukusan. Pengukusan
merupakan proses pemasakan dengan menggunakan medium uap air panas yang dihasilkan oleh air
mendidih. Pada proses pengukusan, matrik jaringan sayuran cenderung menyerap air sehingga
kandungan airnya relative lebih tinggi dari sayuran segar (Aisyah dkk, 2014 dalam Hanggara dkk,2016).

Kadar Abu
Bahan pangan mengandung kadar abu atau komponen anorganik dalam jumlah yang berbeda. Abu
disusun oleh berbagai jenis mineral dan komposisi yang beragam tergantung pada jenis dan sumber
bahan pangan. Kandungan abu dan mineral pada bahan pangan menjadi sangat penting untuk
mendapatkan abu atau mineral yang diperlukan oleh tubuh (Andarwulan dkk, 2011).

Sebagian besar bahan makanan, yaitu 96% terdiri dari bahan organik dan air, sisanya terdiri dari unsur-
unsur mineral. Unsur mineral tersebut dikenal sebagai zat organik atau unsur kadar abu. Dalam proses
pembakaran, bahan-bahan organik terbakar tetapi zat organiknya tidak, sehingga karena itulah disebut
abu. Pengujian kadar abu dilakukan untuk mengetahui total abu yang terkandung didalam produk pangan
(Hanggara dkk,2016).

Berdasarkan hasil uji kesukaan panelis pada aras perlakuan terbaik produk yang terpilih kemudian akan
dilakukan analisis kadar abu. Hasil uji kadar abu iwel latan yaitu 1,60% jika dibandingkan dengan syarat
mutu dodol menurut SNI yang dimana nilai maksimal abu dodol yaitu 1,5% maka kadar air iwel latan
lebih tinggi dibandingkan dengan standar SNI.

Protein
Protein merupakan suatu zat gizi yang amat penting bagi tubuh, karena zat ini selain berfungsi sebagai
bahan bakar dalam tubuh juga berfungsi sebagai zat pembangun dan pengatur. Protein merupakan salah
satu kelompok bahan makanan yang terdapat dalam jumlah yang besar (makronutrient). Selain itu,
protein juga berfungsi sebagai pembentukan sel-sel baru pengganti sel-sel pada jaringan yang rusak dan
sebagai sumber energi (Hanggara dkk,2016).

Kadar protein menurut SNI dodol yaitu minimal 3%. Berdasarkan hasil uji kadar protein dapat diketahui
bahwa kadar protein iwel latan lebih tinggi dari standar SNI dodol. Dibandingkan dengan kandungan
protein pada biskuit PMT ibu hamil per kemasan biskuit hanya mengandung 2 gram protein.

Hasil uji proksimat Iwel Latan mengandung 9,39 % protein, sehingga protein Iwel Latan lebih tinggi
dibandingkan dengan biskuit PMT ibu hamil. Kadar protein Iwel Latan telah memenuhi standar sehingga
produk iwel latan layak di konsumsi untuk ibu hamil sebagai snack atau pemberian makanan tambahan
yang tinggi protein.

Penambahan tepung kedelai didalam proses pembuatan dapat menjadi faktor penyebab terjadinya
peningkatan protein pada iwel latan. Kedelai memiliki kandungan gizi yang tinggi diantara kacang-
kacangan lainnya. Kadar protein kedelai yaitu 40,4 gram dalam 100 gram bahan (Mahmud dkk,2009).

Lemak
Lemak terdapat pada semua bahan pangan dengan kandungan yang berbeda-beda. Lemak dan minyak
merupakan zat makanan yang penting untuk menjaga kesehatan tubuh manusia. Lemak juga berfungsi
sebagai sumber energi yang lebih efektif dibanding dengan karbohidrat.

Lemak pada dodol berasal dari kelapa parut yang memiliki peran sebagai pemberi flavor, melarutkan
tepung dan gula dan mengurangi sifat melekatnya bahan penyusun dodol lainnya (Taswin dkk,2018).
Syarat mutu berdasarkan SNI dodol yaitu kadar lemak minimum 7%. Sehingga, hasil uji kadar lemak
iwel latan lebih rendah dibandingkan standar mutu dodol. Faktor yang menyebabkan kadar lemak iwel
latan lebih rendah dibandingkan standar mutu SNI dodol yaitu karena pada proses pembuatan iwel latan,
jenis minyak atau kelapa yang digunakan yaitu hanya menggunakan kelapa parut, tanpa menggunakan
santan kelapa. Sehingga lemak atau minyak yang dihasilkan menjadi lebih sedikit dibandingkan dodol
yang dimasak dengan santan kelapa atau tambahan minyak. Dalam proses pembuatan iwel latan kelapa
parut hanya ditambahkan sebanyak 20 gram didalam 100 gram bahan.

66
ISSN : 2656 - 2480 (Online)
ISSN : 2355 - 1364 (Print)

Karbohidrat
Karbohidrat mempunyai fungsi utama menyediakan kebutuhan untuk energi tubuh. Namun fungsi
karbohidrat bukan hanya sebagai sumber energi akan tetapi memiliki fungsi lain didalam
keberlangsungan proses metabolisme dalam tubuh (Taswin dkk, 2016).

Berdasarkan hasil uji kesukaan panelis pada aras perlakuan terbaik, produk yang terpilih akan dilakukan
uji kadar karbohidrat. Hasil uji kadar karbohidrat iwel latan yaitu 44,40%. Menurut standar SNI untuk
karbohidrat dodol didalam 100 gram bahan yaitu minimal 40%. Dengan demikian, hasil uji kadar
karbohidrat iwel latan lebih tinggi dibandingan standar mutu untuk kadar karbohidrat dodol.

Kandungan karbohidrat didalam biskuit PMT untuk ibu hamil mengandung 13 gram karbohidrat,
sehingga hasil uji proksimat untuk karbohidrat Iwel Latan (44,40%) lebih tinggi dibandingkan dengan
karbohidrat didalam biskuit PMT ibu hamil.

Penggunaan bahan dasar tepung beras ketan sebagai bahan utama didalam pembuatan iwel latan menjadi
sumber karbohidrat pada iwel latan. Sehingga iwel latan dapat dijadikan snack atau PMT yang padat gizi
dengan karbohidrat yang cukup untuk makanan tambahan ibu hamil.

Energi
Makanan adalah sumber energi bagi manusia. Sumber energi utama bagi tubuh manusia adalah
karbohidrat, protein, dan lemak. Penggunaan simpanan energi yang digunakan tergantung dengan
aktivitas fisik yang dilakukan.

Energi yang dihasilkan oleh tubuh manusia dinyatakan dalam kalori. Penentuan jumlah kalori di dalam
iwel latan diestimasi dari penjumlahan kalori kadar protein, kadar lemak dan kadar karbohidrat.
Sehingga didapatkan hasil energi dari iwel latan adalah 250,17 kkal.

Kandungan energi total biskuit PMT ibu hamil mengandung 95 kkal, apabila dibandingkan dengan
energi yang terdapat dalam Iwel Latan, energi Iwel Latan lebih tinggi dari biskuit PMT ibu hamil.
Sehingga produk Iwel Latan dapat dijadikan rekomendasi pemberian makanan tambahan untuk ibu
hamil dengan kandungan zat gizi yang cukup tinggi.

Daya Terima Konsumen


Uji daya terima dilakukan untuk mengetahui tingkat konsumsi atau daya terima konsumen ( ibu hamil)
terhadap produk Iwel Latan sebagai alternatif makanan tambahan untuk ibu hamil yang akan diberikan
dengan menggunakan metode penimbangan sisa makanan (Kemenkes RI,2013).

Daya terima ibu hamil yang digunakan sebagai panelis dalam uji daya terima ini adalah ibu hamil
trimester II dan III sebanyak 30 orang. Dari 30 orang ibu hamil terdapat 25 ibu hamil (83%) yang dapat
menerima dengan baik (>80% habis dimakan) dan 5 ibu hamil (17%) dengan daya terima kurang
baik.(<80% habis dimakan ).

Hasil daya terima pada 25 orang ibu hamil dengan daya terima baik memberikan tanggapan bahwa
produk Iwel Latan memiliki rasa yang enak dan manis yang ditonjolkan dari gula merah, dengan
penambahan rasa yang sedikit gurih dirasakan dari penambahan kelapa parut dan tepung kedelai.
Konsumen juga menyatakan bahwa tekstur dari iwel latan cukup lembut dan legit.

Dari 5 orang ibu hamil dengan daya terima yang kurang baik menyatakan bahwa iwel latan sudah cukup
enak namun merasakan agak sedikit asin. Selain itu juga mereka sebelumnya sudah makan terlebih
dahulu, sehingga merasa masih kenyang, dan tidak bisa menghabiskan 1 porsi Iwel Latan (100 g) yang
diberikan. Satu porsi Iwel Latan terdiri dari 3 potong Iwel Latan yang berukuran sedang.

Melihat respon baik dari 30 orang ibu hamil terhadap daya terima produk Iwel Latan dapat memberikan
peluang yang positif untuk kedepannya dijadikan sebagai makanan tambahan ibu hamil yang padat akan
zat gizi, karena kandungan zat gizi dari Iwel Latan yang cukup tinggi dan telah memenuhi standar
pemberian makanan tambahan untuk ibu hamil.

67
ISSN : 2656 - 2480 (Online)
ISSN : 2355 - 1364 (Print)

KESIMPULAN
Penambahan tepung kedelai pada Iwel Latan memberikan pengaruh yang nyata terhadap tesktur Iwel
Latan (p<0,005) sedangkan untuk warna, aroma, dan rasa tidak memberikan pengaruh yang nyata
(p<0,005). Hasil uji kandungan zat gizi (uji proksimat) Iwel Latan telah memenuhi standar SNI untuk
makanan semi basah. Kandungan zat gizi Iwel Latan yaitu kadar air 40,71%, kadar abu 1,60%, protein
9,39%, lemak 3,89% , karbohidrat 44,40% dan energi 250,17 Kkal. Hasil uji daya terima Iwel Latan
dapat diterima dengan baik oleh konsumen ibu hamil. Dengan jumlah ibu hamil dengan daya terima baik
sebanyak 25 orang ibu hamil (83%) dan daya terima kurang sebanyak 5 orang ibu hamil (17%).

SARAN
Perlu adanya penelitian lebih lanjut mengenai masa simpan iwel. Produk Iwel Latan yang berbahan
pangan lokal dapat dijadikan sebagai PMT untuk ibu hamil, dengan pemberian 2 kali sehari.

DAFTAR PUSTAKA
Alyanti, Patang, Nurmila. 2017. Analisis Pembuatan Dodol Berbahan Baku Tepung Melinjo dan Tepung
Beras Ketan. Jurnal Pendidikan Teknologi Pertanian. Vol. 3

Andarwulan, N., Kusnandar, F, Herawati, D. 2011. Analisis Pangan. Dian Rakyat. Jakarta.

Hanggara, H.,Sussi, A., Sri, S. 2016. Pengaruh Formulasi Pasta Labu Kuning dan Tepung Beras Ketan
Putih Terhadap Sifat Kimia dan Sensori Dodol. Jurnal Teknologi Hasil Pertanian. Vol 21

Haryadi. 2006. Teknologi Pengolahan Beras. Gadjah Mada Uneversity. Press.

Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 2012. Panduan Penyelenggaraan Pemberian Makanan


Tambahan Pemulihan Bagi Balita Gizi Kurang dan Ibu Hamil KEK (Bantuan Operasional Kesehatan).
Jakarta: Kemenkes RI.

Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 2013. Pedoman Pelayanan Gizi Rumah Sakit. Jakarta :
Kemenkes RI

Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. 2017. Petunjuk Teknis Pemberian Makanan Tambahan
Balita, Anak Sekolah, Ibu Hamil. Jakarta: Kemenkes RI.

Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 2018. Pokok-Pokok Hasil Riskesdas Indonesia 2018,
Jakarta: Kemenkes RI.

Mahmud,N.A. Zulfianto., Mien., Hermana. 2009. Tabel Komposisi Pangan Indonesia. Jakarta : Elex
Media Komputindo.

Parinduri, M., Herla, R., Lasma, N.L. 2016. Pengaruh Perbandingan Tepung Kedelai Germinasi dengan
Tapioka dan Perbandingan Daging Ayam dengan Bubur Rebung Terhadap Mutu Nugget Rebung. Jurnal
Rekayasa Pangan dan Pertanian. Vol 4

Rani, H., Zulfahmi., Yatim R. Widodo. 2013. Optimasi Proses Pembuatan (Tepung) Kedelai. Jurnal
Penelitian Pertanian Terapan. Vol 13.

Standar Nasional Indonesia 1992. Standar Mutu Dodol. Badan Standarisasi Nasional Indonesia. 01-
2986-1192. Jakarta.

Supariasa, I.D.N., Bachyar, B., Ibnu, F. 2012. Penilaian Status Gizi. Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Jakarta.

Taswin, N.C., La Karimuna., Nur, A. 2018. Kajian Formulasi Bubur Jagung (Zea mays L.) dan Tepung
Daun Katuk (Sauropus androgynus L.) Pada Pembuatan Dodol Jagung Terhadap Nilai Gizi dan Sifat
Organoleptik. Jurnal Sains dan Teknologi Pangan. Vol 3

Wahyuningsih, W. 2004. Analisa Strategi Pemasaran Industri Kecil Permen Karamel susu di Daerah
Pengalengan, Jawa Barat. Tesis Pasca Sarjana Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Winarno, FG. 2004. Kimia Pangan dan Gizi. PT Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.

68
Jurnal Gizi Prima Website : http://jgp.poltekkes-mataram.ac.id/index.php/home
Vol.2, Edisi.1, Maret 2017, pp. 65~75
ISSN: 2656 - 2480 (Online)
ISSN: 2355 - 1364 (Print)

POLA KONSUMSI MAKANAN PADA IBU HAMIL YANG


MENGALAMI KURANG ENERGI KRONIS (KEK)
DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS CAKRANEGARA
KOTA MATARAM
Ni Putu Anita Candri 1, Susilo Wirawan 2, I Nyoman Adiyasa 3 dan Aladhiana
Cahyaningrum 4
1
Alumni Jurusan Gizi, Poltekkes Kemenkes Mataram, Indonesia
2-4
Dosen Jurusan Gizi, Poltekkes Kemenkes Mataram, Indonesia
Jl. Praburangkasari Dasan Cermen, Sandubaya Kota Mataram
Telp./Fax. (0370) 633837
Email : jurnalgiziprima1@gmail.com

Article Info ABSTRACT


Article history:
Background. Maternal dietary consumption patterns include the
Received January 2th, 2017
frequency, type and the amount of food consumed by pregnant
Revised February 2th, 2017
women. Based on research Rahmaniar (2011) maternal food
Accepted March 28th, 2017
consumption patterns associated with the incidence of chronic energy
deficiency. The Basic Health Research 2010 shows pregnant women
Keyword: who consume energy and protein below the minimum of national
requirements, respectively 44.8% and 49.5%.
Chronic energy deficiency;
food consumption patterns; Objective. The aim of this study is to describe the pattern of food
pregnancy consumption in pregnant women who experience chronic energy
deficiency in Puskesmas Cakranegara Mataram City 2015. The
design of the study conducted by descriptive observational and total
sample are 26 pregnant women who suffered chronic energy
deficiency.
Research Methods. Data were collected include the characteristic of
the sample in which most of the samples have a lifespan in the range
of 20-35 years, with a junior high school education level and the age
of pregnancy is in the second trimester.
Research Result. Maternal dietary consumption patterns show that
the type of food source of energy and a common builder are
consumed by pregnant women who suffered chronic energy
deficiency is rice, bread, dried noodles, biscuits, chicken, pindang,
eggs, tofu and tempeh. As for the food source of energy and protein
are often consumed is rice, biscuits, pindang, eggs, chicken and
tempeh. The level of energy, protein, fat and carbohydrate
consumption of chronic energy feficiency pregnant women are mostly
located in the deficit category.
Conclusion. The pattern of food consumption of pregnant women
who suffered chronic energy deficiency which often consume are
rice, biscuits, pindang, eggs and tempeh as well as the level of energy
and macro nutrients consumption that are in deficit category.
Copyright © Jurnal Gizi Prima
All rights reserved.

PENDAHULUAN
Kehamilan merupakan masa di mana meningkatnya metabolisme energi dan zat gizi, oleh karena itu
kebutuhan energi dan zat gizi lainnya meningkat selama kehamilan. Selama hamil seorang wanita harus

65
ISSN : 2656 - 2480 (Online)
ISSN : 2355 - 1364 (Print)

memiliki pola konsumsi makanan yang baik yaitu dengan cara menambah jumlah dan jenis makanan yang
dimakan untuk mencukupi kebutuhan pertumbuhan bayyi dan kebutuhan ibu yang sedang mengandung
bayinya (Kemenkes RI, Dirjen Bina Gizi dan KIA 2011).

Pola konsumsi makanan pada ibu hamil meliputi frekuensi, jenis dan jumlah makanan yang dikonsumsi
oleh ibu hamil. Berdasarkan hasil penelitian Rahmaniar (2011) pola konsumsi makanan ibu hamil
berhubungan dengan kejadian Kurang Energi Kronis (KEK), di mana persentase kejadian KEK pada ibu
hamil dengan pola konsumsi kurang lebih tinggi yaitu 48,5% dibandingkan pada ibu hamil yang memiliki
pola konsumsi cukup yaitu 18,5%.

Berdasarkan hasil penelitian Dasuki dan Imanuddin (2005) makanan sumber energi utama yang dikonsumsi
dengan frekuensi makan yang tinggi oleh ibu hamil adalah beras. Makanan sumber protein yang dikonsumsi
dengan frekuensi tinggi adalah protein nabati seperti tempe dan tahu. Sedangkan, protein hewani seperti
daging, ikan, ayam, dan telur dikonsumsi dengan frekuensi rendah.

Hasil Riset Kesehatan Dasar 2010 juga menyatakan gambaran kualitas protein yang dikonsumsi rata-rata
per orang per hari termasuk ibu hamil masih rendah. Rendahnya kualitas tersebut disebabkan karena
sebagian besar protein yang dikonsumsi berasal dari protein nabati seperti serealia dan kacang-kacangan
(Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Kemenkes RI 2010).

Hasil Riset Kesehatan Dasar 2010 menunjukan persentase ibu hamil yang mengkonsumsi energi di bawah
kebutuhan minimal (kurang dari 70% berdasarkan Tabel Angka Kecukupan Gizi 2004 Bagi Orang
Indonesia) secara nasional adalah 44,8%. Data tersebut menunjukkan bahwa ibu hamil yang mengkonsumsi
energi di bawah kebutuhan minimal masih tinggi, bahkan hampir mencapai 45%. Sedangkan persentase ibu
hamil yang mengkonsumsi protein di bawah kebutuhan minimal (kurang dari 80% berdasarkan Tabel
Angka Kecukupan Gizi 2004 Bagi Orang Indonesia) secara nasional adalah 49,5%. Data tersebut
menunjukkan bahwa ibu hamil yang mengkonsumsi protein di bawah kebutuhan minimal masih tinggi,
yaitu hampir mencapai 50% (Badan Penelitian dan Pengembangan Kemenkes RI 2010).

Hasil penelitian Surasih (2005) menunjukan bahwa jumlah konsumsi energi oleh ibu hamil memiliki
hubungan yang signifikan dengan keadaan Kurang Energi Kronis (KEK) pada ibu hamil. Berdasarkan hasil
penelitian Agustian (2010) ada pengaruh jumlah asupan protein dalam memprediksi kejadian KEK pada ibu
hamil di 4 Puskesmas wilayah Jebres, Surakarta, di mana setiap penurunan 0,119 jumlah asupan protein
mempengaruhi meningkatnya kejadian KEK pada ibu hamil.

Hasil Riset Kesehatan Dasar 2013 menyajikan prevalensi wanita usia subur dengan resiko kurang energi
kronis (KEK) menurut umur tahun 2007 dan 2013. Secara keseluruhan, prevalensi resiko kurang energi
kronis naik pada semua kelompok umur dan kondisi wanita (hamil dan tidak hamil). Pada wanita hamil
prevalensinya naik dari 16,05% pada tahun 2007 menjadi 23,78% pada tahun 2013 (Badan Penelitian dan
Pengembangan Kesehatan Kemenkes RI 2013).

Berdasarkan Hasil Riset Kesehatan Dasar 2007 prevalensi resiko KEK di Provinsi NTB adalah 12,4%.
Hasil Riset Kesehatan Dasar Provinsi NTB Tahun 2007 menunjukan prevalensi resiko KEK menurut
Kabupaten/Kota di Provinsi Nusa Tenggara Barat, di mana prevalensi tertinggi ada pada Kabupaten
Lombok Tengah dan Bima yaitu sebesar 15,7%. Sedangkan prevalensi terendah berada pada Kabupaten
Lombok Barat yakni sebesar 10,1% (Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Depkes RI 2008).

Dari survei pendahuluan yang dilakukan di Dinas Kesehatan Kota Mataram, diperoleh hasil bahwa
berdasarkan Rekapitulasi PWS Ibu - KIA Kota Mataram Bulan Mei 2014 rata-rata akumulatif kejadian ibu
hamil KEK di Kota Mataram adalah sebesar 3,30%. Untuk kejadian ibu hamil KEK tertinggi ada di
Puskesmas Cakranegara yaitu sebanyak 4,88% sedangkan yang paling rendah ada di Puskesmas Dasan
Agung yaitu 0,46% (Dinas Kesehatan Kota Mataram 2014).

Berdasarkan kenaikan prevalensi ibu hamil yang mengalami kekurangan energi kronis serta adanya kaitan
antara pola konsumsi makanan termasuk asupan energi dan protein dengan kejadian KEK pada ibu hamil,
maka peneliti berkeinginan untuk meneliti gambaran pola konsumsi makanan pada ibu hamil yang
mengalami Kurang Energi Kronis (KEK) di wilayah kerja Puskesmas Cakranegara.

66
ISSN : 2656 - 2480 (Online)
ISSN : 2355 - 1364 (Print)

METODE PENELITIAN
Penelitian dilaksanakan dengan rancangan observasional deskriptif dengan populasi adalah semua ibu hamil
yang mengalami Kurang Energi Kronis (KEK) di wilayah kerja Puskesmas Cakranegara pada saat
melakukan penelitian yaitu sebanyak 32 orang yang tersebar di 4 Kelurahan yaitu Mandalika, Turida, Bertais
dan Selagalas. Sampel diambil secara non random atau tidak acak yaitu dengan teknik purposive sampling.
Sampel dalam penelitian ini adalah bagian dari populasi yang memenuhi beberapa kriteria yaitu : berstatus
KEK berdasarkan hasil pengukuran LILA yaitu <23,5 cm, berdomisili di wilayah kerja Puskesmas
Cakranegara dengan alamat yang jelas, tidak sedang dalam keadaan sakit dan bersedia menjadi sampel
dengan mengisi formulir lembar persetujuan menjadi sampel penelitian (Informed Consent), sehingga total
sampel yang memenuhi kriteria tersebut adalah sebanyak 26 orang ibu hamil KEK.

HASIL PENELITIAN
Karektaristik Sampel (Distribusi Sampel Berdasarkan Kelompok Umur)

7 orang;
26,9% <20 TAHUN
19 orang ;
73,1%

20-35
TAHUN

Gambar 1. Distribusi Kelompok Umur Ibu Hamil

Berdasarkan grafik 1 di atas, dapat diketahui distribusi kelompok umur ibu hamil di mana dari 26 orang ibu
hamil sebagian besar berada pada kelompok umur 20 sampai dengan 35 tahun yaitu sebanyak 19 orang (73,1
persen).

Karektaristik Sampel (Distribusi Sampel Berdasarkan Pekerjaan)

17 orang;
65,4%
20 5 orang;
19,2% 3 orang;
11,5% 1 orang;
3,8%
0
TIDAK
BEKERJA PEDAGANG
SWASTA
PNS

Gambar 2. Distribusi Pekerjaan Ibu Hamil

Berdasarkan gambar 2, dapat diketahui distribusi pekerjaan di mana dari 26 orang ibu hamil sebagian besar
tidak bekerja yakni sebanyak 18 orang (69,2 persen).

67
ISSN : 2656 - 2480 (Online)
ISSN : 2355 - 1364 (Print)

Karektaristik Sampel (Distribusi Sampel Berdasarkan Tingkat Pendidikan)

100.0
15 orang;
80.0
57,7%
60.0
7 orang;
4 orang; 26,9%
40.0
15,4%
20.0

0.0
SD/SEDERAJAT SMP/SEDERAJAT SMA/SEDERAJAT

Gambar 3. Distribusi Tingkat Pendidikan Ibu Hamil

Berdasarkan gambar 3 di atas, dapat diketahui distribusi tingak pendidikan ibu hamil di mana dari 26 orang
ibu hamil sebagian besar memiliki tingkat pendidikan SMP/Sederajat yaitu sebanyak 15 orang (57,7 persen).

Karektaristik Sampel (Distribusi Sampel Berdasarkan Usia Kehamilan)


Dapat diketahui distribusi usia kehamilan ibu hamil di mana dari 26 orang ibu hamil sebagian besar usia
kehamilannya berada pada trimester II yaitu sebanyak 16 orang (61,5 persen).

Karektaristik Sampel (Distribusi Sampel Berdasarkan Paritas)


18 orang;
1 orang; 69,2%
7 orang; 3,8%
26,9%
BELUM PERNAH
MELAHIRKAN
PRIMIPARA

MULTIPARA

Gambar 4. Distribusi Paritas Ibu Hamil

Berdasarkan gambar 4 di atas, dapat diketahui distribusi paritas ibu hamil di mana dari 26 orang ibu
hamil sebagian besar belum pernah melahirkan yaitu 18 orang (69,2 persen).

Pola Konsumsi Makanan Ibu Hamil KEK (Jenis Makanan yang Dikonsumsi Ibu Hamil KEK)
Jenis makanan yang dikonsumsi ibu hamil KEK mengarah pada susunan hidangan yang dikonsumsi oleh ibu
hamil dalam setiap kali makan. Berikut ini adalah pola konsumsi makanan ibu hamil dilihat dari jenis
makanan yang dikonsumsi :

Makanan Sumber Zat Tenaga


Adapun jenis bahan makanan sumber zat tenaga yang umum dikonsumsi oleh ibu hamil antara lain nasi, mie
kering, roti, biskuit, minyak kelapa dan santan.

Makanan Sumber Zat Pembangun


Adapun jenis makanan sumber zat pembangun yang umum dikonsumsi ibu hamil antara lain ayam, telur
ayam, ikan pindang (pindang tongkol dan pidang layang), tahu dan tempe. Ibu hamil juga mempunyai
pantangan terhadap beberapa makanan seperti : cumi-cumi, udang dan telur ayam.

Makanan Sumber Zat Pengatur


Adapun jenis makanan sumber zat pengatur yang umum dikonsumsi oleh ibu hamil antara lain bayam, kelor,
wortel, kol, buncis, tauge kacang hijau, kacang panjang, kangkung, sawi putih, jeruk manis, pisang hijau dan

68
ISSN : 2656 - 2480 (Online)
ISSN : 2355 - 1364 (Print)

pepaya. Ibu hamil juga mempunyai pantangan terhadap beberapa makanan seperti nangka, nanas, durian,
daun kelor dan jantung pisang.

Berikut ini adalah gambaran susunan hidangan ibu hamil KEK dalam setiap kali waktu makan :
Makan Pagi
Pada saat makan pagi biasanya susunan hidangannya terdiri dari makanan sumber zat tenaga dan makanan
sumber zat pembangun (lauk hewani dan lauk nabati). Hanya sedikit ibu hamil yang mengkonsumsi sayur-
sayuran (sumber zat pengatur) pada saat makan pagi.

Makan Siang
Pada saat makan siang susunan hidangannya sudah lebih lengkap bila dibandingkan dengan makan pagi, di
mana dalam setiap kali makan susunan hidangannya terdiri dari makanan sumber zat tenaga (nasi), makanan
sumber zat pembangun (lauk hewani dan lauk nabati) dan makanan sumber zat pengatur (sayur).

Makan Sore/Malam
Pada saat makan sore/malam susunan hidangannya biasanya sama dengan makan siang karena makanan pada
saat makan siang juga dikonsumsi pada saat makan sore/malam, di mana dalam setiap kali makan susunan
hidangannya terdiri dari makanan sumber zat tenaga (nasi), makanan sumber zat pembangun (lauk hewani
dan lauk nabati) dan makanan sumber zat pengatur (sayur).

Pola Konsumsi Makanan Ibu Hamil KEK (Frekuensi Konsumsi Makanan Ibu Hamil KEK)
Makanan Sumber Karbohidrat

100,0%
92,3%
100.0
57,7% 53,8%
46,2%
50.0 30,8%
11,5%
7,7%

0.0
NASI ROTI MIE BISKUIT
KERING
SERING DIKONSUMSI KADANG-KADANG TIDAK PERNAH
DIKONSUMSI DIKONSUMSI
Gambar. 5 Distribusi Frekuensi Konsumsi Makanan Sumber Karbohidrat pada Ibu Hamil

Berdasarkan gambar 5 di atas dapat diketahui gambaran frekuensi konsumsi makanan sumber karbohidrat
pada ibu hamil. Dari semua jenis makanan sumber karbohidrat yang ditanyakan kepada ibu hamil, terdapat 4
(empat) jenis makanan yang dikonsumsi dengan frekuensi cukup sering oleh ibu hamil yaitu nasi, roti, mie
kering dan biskuit. Selain 4 jenis makanan yang telah tersebut, terdapat jenis makanan sumber karbihodrat
yang juga dikonsumsi oleh ibu hamil namun dengan frekuensi jarang dikonsumsi seperti mie basah,
singkong, ubi jalar, jagung dan kentang.

Makanan Sumber Protein


Dari semua jenis makanan sumber protein yang ditanyakan pada FFQ Kualitatif, terdapat 5 (lima) jenis
makanan yang dikonsumsi dalam frekuensi cukup tinggi oleh ibu hamil yaitu ayam, telur ayam, ikan
pindang, tahu dan tempe.

Selain 5 jenis makanan yang telah disebutkan di atas, terdapat beberapa jenis makanan sumber protein
lainnya yang juga ditanyakan pada FFQ Kualitatif ibu hamil KEK antara lain : daging sapi, daging bebek,
daging kambing, telur bebek, ikan asin, ikan air tawar, bakso, udang, kepiting, kacang hijau, kacang kedelai
kacang tolo dan kacang merah.

69
ISSN : 2656 - 2480 (Online)
ISSN : 2355 - 1364 (Print)

Makanan Sumber Lemak

26 orang; 26 orang; 26 orang;


22 orang;
100,0% 100,0% 100,0%
100.0 15 orang; 84,6%
57,7% 11 orang;
42,3% 4 orang;
50.0
15,4%

0.0
minyak santan margarin mentega alpukat
SERING KADANG-KADANG TIDAK PERNAH
DIKONSUMkeSlIapa DIKONSUMSI DIKONSUMSI
Gambar 6. Distribusi Frekuensi Konsumsi Makanan Sumber Lemak pada Ibu Hamil

Berdasarkan gambar 6 dapat diketahui gambaran frekuensi konsumsi makanan sumber lemak pada ibu hamil
di mana hanya minyak kelapa yang dikonsumsi dengan kategori sering (100%), sedangkan untuk santan dan
margarin sebagian besar kadang-kadang dikonsumsi. Mentega sama sekali tidak pernah dikonsumsi oleh ibu
hamil.

Pola Konsumsi Makanan Ibu Hamil KEK (Frekuensi Konsumsi Makanan Ibu Hamil KEK)
Energi
Tabel 1. Distribusi Tingkat Konsumsi Energi, Protein, Lemak dan Karbohidrat Ibu Hamil KEK
Tingkat Konsumsi Energi n %
Normal 4 15,4
Defisit 22 84,6
Total 26 100
Tingkat Konsumsi Protein
Normal 9 34.6
Defisit 17 65.4
Total 26 100
Tingkat Konsumsi Lemak
Normal 4 15.4
Defisit 22 84.6
Total 26 100
Tingkat Konsumsi KH
Normal 5 19.2
Defisit 21 80.8
Total 26 100

Berdasarkan tabel 1 di atas dapat diketahui gambaran tingkat konsumsi energi pada ibu hamil KEK, dimana
dari 26 orang ibu hamil sebagian besar memiliki tingkat konsumsi energi defisit yaitu sebanyak 22 orang
(84,6 persen) dan sebanyak 4 orang (15,4 persen) memiliki tingkat konsumsi energi normal. Adapun rata-rata
tingkat konsumsi energi pada ibu hamil KEK yaitu 76,4% AKG.

Berdasarkan tabel 1 di atas dapat diketahui gambaran tingkat konsumsi protein pada ibu hamil KEK, dimana
dari 26 orang ibu hamil sebagian besar memiliki tingkat konsumsi protein defisit yaitu sebanyak 17 orang
(65,4 persen). Sedangkan sisanya terdistribusi pada kategori tingkat konsumsi normal yaitu sebanyak 7 orang
(34,6 persen). Adapun rata-rata tingkat konsumsi protein ibu hamil KEK yaitu 82,7% AKG.

Berdasarkan tabel 1 dapat diketahui gambaran tingkat konsumsi lemak pada ibu hamil KEK, dimana dari 26
orang ibu hamil sebagian besar memiliki tingkat konsumsi lemak defisit yaitu sebanyak 22 orang (84,6
persen) sedangkan yang memiliki tingkat konsumsi lemak normal adalah sebanyak 4 orang (15,4 persen).
Adapun rata-rata tingkat konsumsi yaitu lemak ibu hamil KEK yaitu 72,3% AKG.

Berdasarkan tabel 1 di atas dapat diketahui gambaran tingkat konsumsi protein pada ibu hamil KEK, dimana
dari 26 orang ibu hamil sebagian besar memiliki tingkat konsumsi karbohidrat defisit yaitu sebanyak 21

70
ISSN : 2656 - 2480 (Online)
ISSN : 2355 - 1364 (Print)

orang (80,8 persen). Sedangkan sisanya terdistribusi pada kategori tingkat konsumsi normal yaitu sebanyak 5
orang (19,2 persen). Adapun rata-rata tingkat konsumsi karbohirat ibu hamil KEK yaitu 79,4% AKG.

PEMBAHASAN PENELITIAN
Karakteristik Sampel
Hasil penelitian menunjukkan bahwa umur sampel sebagian besar terdistribusi pada kelompok umur 20
sampai 35 tahun yakni sebanyak 19 orang (73,1 persen). Pada peneilitain ini didapatkan bahwa rata- rata
umur ibu hamil adalah 23 tahun dan angka ini terletak pada interval 20 sampai 35 tahun. Kehamilan
merupakan suatu proses yang berisiko, namun apabila kehamilan tersebut berlangsung pada kelompok
umur 20 sampai 35 tahun, maka tergolong ke dalam kehamilan tidak dengan resiko tinggi. Kelompok
umur 20 sampai 35 tahun merupakan kurun waktu reproduksi sehat yaitu kurun waktu yang sehat bagi
seorang ibu untuk hamil dan melahirkan, di mana organ reproduksi sudah matang sempurna dalam untuk
menjalankan fungsinya, sehingga wanita yang hamil pada umur 20 sampai 35 tahun dikelompokan ke dalam
kehamilan tidak dengan resiko tinggi (Manuaba 2001).

Berdasarkan hasil penelitian ini, diketahui bahwa distribusi terbesar sampel menurut status pekerjaanya
adalah tidak bekerja yaitu sebanyak 18 orang (69,2 persen). Ibu hamil yang merupakan mayoritas adalah ibu
rumah tangga yang mempunyai kewajiban merawat anak, mengerjakan pekerjaan rumah tangga yang tidak
ringan, terutama pada ibu yang memiliki anak, cenderung tidak memperhatikan makananya dan terfokus
pada anak-anak dan keluarga (Agustian 2010).

Status pekerjaan ibu yang tidak bekerja juga berkaitan dengan penghasilan yang diperoleh, karena pekerjaan
adalah aktivitas atau kegiatan yang dilakukan oleh responden untuk memperoleh penghasilan, sehingga jika
ibu tidak bekerja maka tidak akan memperoleh penghasilan. Penghasilan kelurga sangat menentukan besar
kecilnya pemenuhan kebutuhan hidup sehari-hari dalam keluarga baik kebutuhan kesehatan maupun
kebutuhan penunjang lainnya. Penghasilan yang rendah akan memberikan pengaruh dan dampak yang besar
dalam pencapaian pemenuhan kebutuhan hidup dalam keluarga, begitu pula sebaliknya. Pada umumnya jika
tingkat penghasilan naik, jumlah dan jenis makanan akan membaik pula begitu pula sebaliknya. Keterbatasan
ekonomi yang berarti tidak mampu membeli bahan makanan yang berkualitas baik, maka pemenuhan gizinya
akan terganggu (Suhardjo dkk, 2002 dalam Najoan dan Aaltje 2011).

Pada penelitian Surasih (2005) ada hubungan antara pekerjaan dengan KEK, beban kerja yang berat
meningkatkan kebutuhan makanan wanita. Lamanya waktu bekerja serta peran ganda wanita menciptakan
suatu kerentanan sosial terhadap masalah malnutrisi terutama selama masa reproduksi. Perbedaan hasil
penelitian dikarenakan pekerjaan merupakan salah satu faktor yang secara tidak langsung akan
mempengaruhi KEK, dengan demikian masih banyak faktor-faktor lainya yang akan mempengaruhi terutama
faktor langsung seperti konsumsi makanan dan penyakit infeksi.

Berdasarkan gambar 10 dapat diketahui bahwa distribusi terbesar adalah sampel yang mempunyai tingkat
pendidikan SMP yaitu sebanyak 19 orang atau 39,6 persen. Tingkat pendidikan SMP tergolong tingkat
pendidikan dasar. Tingkat pendidikan yang masih tergolong ke dalam pendidikan dasar memungkinkan
rendahnya pengetahuan ibu hamil tentang gizi dan kesehatan, karena pada tingkat pendidikan tersebut materi
tentang gizi dan kesehatan belum banyak diberikan.

Penelitian Khaidar (2005) menyatakan bahwa tingkat pendidikan ibu akan mempengaruhi tingkat
pengetahuan ibu tentang gizi dan kesehatan. Pengetahuan tersebut akan mempengaruhi asupan makanan yang
dikonsumsi ibu hamil, asupan ini akan berpengaruh terhadap status gizi ibu hamil. Hal ini menunjukkan
bahwa ibu hamil dengan tingkat pendidikan SMP beresiko untuk mengalami gangguan gizi seperti Kurang
Energi Kronis (KEK) disebabkan oleh pengetahuannya mengenai gizi dan kesehatan yang masih rendah. Hal
ini sesuai dengan hasil penelitian Rahmaniar, dkk (2011) yang menyatakan bahwa ada hubungan yang
signifikan antara pengetahuan dengan kejadian KEK pada ibu hamil, di mana semakin tinggi pengetahuan
ibu maka kemungkinan untuk menderita KEK juga semakin kecil. Selain itu, hasil penelitian ini juga
didukung oleh penelitian Najoan dan Aaltje (2011) yang menyatakan bahwa terdapat hubungan yang
bermakna antara pendidikan ibu dengan risiko KEK pada ibu hamil.

Pada penelitian ini sesuai dengan gambar 11 didapatkan hasil bahwa sebagian besar sampel memiliki umur
kehamilan pada trimester ke II yaitu sebanyak 61,5 persen (16 orang) dengan rata-rata usia kehamilannya

71
ISSN : 2656 - 2480 (Online)
ISSN : 2355 - 1364 (Print)

adalah 22 minggu. Umur kehamilan dibagi menjadi 3 kelompok berdasarkan trimester umur kehamilan. Pada
umur kehamilan trimester II dan III kebutuhan akan energi dan protein meningkat drastis seiring dengan
pertumbuhan janin dalam kandungan ibu, sehingga kejadian KEK akan lebih jelas terlihat pada umur
kehamilan tersebut (Zulhaida 2003).

Trimester II merupakan awal dari masa di mana terjadi peningkatan kebutuhan yang cukup tinggi bagi ibu
hamil, sehingga pada tahap tersebut ibu hamil perlu mengkonsumsi makanan lebih banyak dari porsi
sebelumnya untuk memenuhi kebutuhannya yang meningkat. Selain itu, pada trimester II juga merupakan
masa peralihan dari trimester I di mana sebagian besar ibu hamil biasanya mengalami mual dan muntahada
saat tersebut yang dikarenakan oleh kenaikan kadar hormon chorionic gonadotropin (HCG) yang berasal dari
plasenta. Keadaan mual dan muntah tersebut atau yang biasa disebut dengan istilah morning sickness
menyebabkan turunya nafsu makan ibu hamil, sehingga asupan makanan ibu hamil pada trimester I
seringkali menjadi kurang dari kebutuhannya. Pada trimester II keadaan mual dan muntah tersebut mulai
berkurang sejalan dengan menurunnya kadar hormon chorionic gonadotropin (HCG) dan nafsu makan ibu
hamil mulai membaik, sehingga kebutuhan akan makanan yang bergizi juga harus diperbanyak agar dapat
memenuhi kebutuhan zat gizi yang meningkat. Apabila ibu hamil gagal memenuhi kebutuhannya yang
meningkat pada saat ini, dapat menyebabkan ibu mengalami kurang gizi di mana salah satu bentuk
manifestasinya adalah Kurang Energi Kronis (KEK) (Proverawati dan Siti 2009).

Berdasarkan gambar 12 dapat diketahui bahwa jumlah paling besar terdapat pada ibu hamil yang belum
pernah melahirkan yakni sebanyak 18 orang (69,2 persen). Penelitian Surasih (2005) menyatakan bahwa
tidak terdapat hubungan yang bermakna antara paritas dengan kejadian KEK, di mana ibu hamil yang
paritasnya lebih dari 3 kali mempunyai risiko relatif sama untuk terkena KEK dibandingkan dengan ibu
hamil yang paritasnya kurang dari 3 kali.

Pola Konsumsi Makanan Ibu Hamil Kek


Pada penelitian ini ditemui bahwa jenis makanan sumber zat tenaga yang umum dikonsumsi oleh ibu hamil
adalah nasi, mie kering, roti, biskiut, minyak kelapa dan santan Jenis sumber zat pembangun yaitu ayam,
telur ayam, ikan pindang, tahu dan tempe. Jenis sayurannya yaitu bayam, kelor, wortel, kol, buncis, tauge
kacang hijau, kacang panjang, kangkung dan sawi putih. Untuk buah yaitu jeruk manis, pisang hijau dan
pepaya.

Jenis makanan yang dikonsumsi sehari- hari oleh ibu hamil dipengaruhi juga dengan adanya faktor budaya
yaitu adanya kepercayaan memantang terhadap makanan tertentu untuk dikonsumsi dengan alasan tertentu.
Beberapa pantangan makan yang ditemui dalam penelitian ini antara lain : dilarang mengkonsumsi telur
ayam, cumi- cumi, udang, nanas, durian, nangka. Semua jenis makanan yang dipantang tersebut dijumpai
pada sebagian besar ibu hamil. Namun ada pula makanan yang tidak biasa untuk dipantang oleh ibu hamil
yaitu daun kelor dan jantung pisang. Alasanya adalah karena daun kelor merupakan sayur yang mengandung
hal-hal magis sedangkan apabila mengkonsumsi jantung pisang dapat menyebabkan bayi yang akan
dilahirkan berbentuk seperti jantung pisang.

Adanya pantangan makan, terutama pantangan makan terhadap makanan yang mengandung zat gizi yang
penting dan sangat dibutuhkan pada kehamilan akan menghambat pemenuhan kebutuhan gizi ibu yang
akhirnya berbahaya bagi kesehatan ibu serta pertumbuhan dan perkembangan janin, sehingga perlu
penjelasan kepada ibu tentang manfaat makanan serta bahaya pantangan (Hidayati 2011).

Hasil penelitian Kamarullah (2011) menunjukkan bahwa 50 persen ibu hamil KEK memiliki pantangan
seperti mengkonsumsi ikan, cumi-cumi, dll. Hal ini sejalan dengan hasil penelitian ini dan apabila diamati
jenis makanan yang dipantang sebagian besar adalah jenis makanan yang bernilai gizi tinggi. Di sisi lain,
kelompok yang berpantang mengkonsumsi adalah mereka yang tergolong dalam kelompok rawan gizi yaitu
ibu hamil. Kondisi demikian tentunya akan memperburuk keadaan ibu hamil. Ibu hamil merupakan
kelompok yang paling rawan terhadap makanan sumber protein hewani. Hal ini seharusnya tidak dilakukan,
karena makanan sumber protein ini sangat diperlukan untuk pertumbuhan dan sebagai zat pembangun.
Penelitian Rahmaniar, dkk (2011) juga menunjukan bahwa ada hubungan antara pantangan makanan dengan
kejadian KEK pada ibu hamil di Tampa Padang Kabupaten Mamuju, Sulawesi Barat.

72
ISSN : 2656 - 2480 (Online)
ISSN : 2355 - 1364 (Print)

Pada penelitian ini sesuai dengan grafik 7 didapatkan hasil bahwa makanan sumber karbohidrat yang biasa
dikonsumsi oleh ibu hamil KEK antara lain : nasi, roti, mie kering dan biskuit. Adapun rata-rata konsumsi
nasi adalah 3 kali sehari sehingga masuk dalam kategori sering dikonsumsi. Roti dan mie kering termasuk
dalam kategori kadang- kadang dikonsumsi. Sedangkan biskuit termasuk dalam kategori sering dikonsumsi.
Adapun yang dimaksud mie kering penelitian ini adalah mie instan dengan merek tertentu.

Berdasarkan hasil penelitian ini, dapat dikatakan bahwa frekuensi konsumsi makanan sumber karbohidrat
pada ibu hamil KEK masih kurang, karena hanya nasi dan biskuit saja yang dikonsumsi dalam kategori
sering, sedangkan makanan lainnya berada pada kategori kadang-kadang dikonsumsi. Hal ini sejalan dengan
hasil penelitian yang dilakukan oleh Syahnimar (2004), menyatakan bahwa terdapat hubungan bermakna
antara frekuensi konsumsi makanan sumber karbohirat atau makanan pokok dengan resiko KEK, selain itu
wanita yang mempunyai frekuensi makanan sumber karbohidrat yang kurang dapat berpeluang untuk
mengalami resiko KEK sebanyak 3,2 kali dibandingkan dengan wanita dengan frekuensi konsumsi makanan
sumber karbohidrat yang cukup.

Selain frekuensi konsumsi makanan sumber karbohidrat, pada penelitian ini juga didapatkan hasil bahwa
makanan sumber protein yang biasa dikonsumsi oleh ibu hamil KEK antara lain : ayam, telur ayam, ikan
pindang, tahu dan tempe. Adapun rata-rata konsumsi ayam adalah 3 kali per minggu sehingga masuk dalam
kategori kadang- kadang dikonsumsi. Begitu pula dengan tahu yang termasuk dalam karegori kadang-
kadang dikonsumsi. Sedangkan untuk telur ayam, ikan pindang dan tempe masuk dalam kategori sering
dikonsumsi.

Hasil penelitian yang dilakukan Saraswati (2006) terhadap ibu hamil di Sukabumi menunjukkan bahwa pola
konsumsi merupakan faktor yang berpengaruh terhadap ibu hamil KEK. Pola konsumsi lauk hewani pada ibu
hami yaitu sebesar 27,6 persen ibu hamil tidak pernah mengkonsumsi daging dan di atas 65 persen ibu hamil
tidak pernah mengkonsumsi hati. Menurut penelitian Azma (2002) di Sukabumi, bahwa ibu hamil dengan
pola konsumsi lauk nabati tidak sesuai mempunyai risiko untuk KEK sebesar 4,225 kali dibanding dengan
ibu hamil dengan pola konsumsi lauk nabati yang sesuai (Hidayati 2011).

Selama proses kehamilan terjadi peningkatan kebutuhan kalori sejalan dengan adanya peningkatan laju
metabolik basal dan penambahan berat badan yang akan meningkatkan penggunaan kalori selama aktifitas.
Selain itu juga selama hamil, ibu membutuhkan tambahan energi/kalori untuk pertumbuhan dan
perkembangan janin, plasenta, jaringan payudara, dan cadangan lemak. Kebutuhan kalori kira-kira sekitar
15% dari kalori normal. Pada awal kehamilan trimester pertama kebutuhan energi masih sedikit yaitu
sebanyak 180 kkal (sesuai dengan Angka Kecukupan Gizi yang Dianjurkan bagi Ibu Hamil) dan terjadi
peningkatan pada trimester dua menjadi 300 kkal. Pada trimester kedua, energi digunakan untuk penambahan
darah, perkembangan uterus, pertumbuhan jaringan mammae, dan penimbunan lemak. Pada trimester tiga
jumlah energi tambahan yang diperlukan oleh ibu hamil adalah 300 kkal. Energi tersebut digunakan untuk
pertumbuhan janin dan plasenta. Ibu hamil yang mengalami kekurangan energi dapat meyebabkan resiko dan
komplikasi antara lain selama kehamilan seperti berat badan tidak bertambah secara normal karena tubuh
mengalami keseimbangan energi negatif, di mana energi yang masuk dari makanan lebih kecil dari energi
yang dikeluarkan. Pertumbuhan dan perkembangan janin, plasenta, serta jaringan payudara pun akan menjadi
terhambat karena apabila tubuh mengalami kekurangan energi yang sebagian besar berasal dari karbohidat,
maka tubuh akan memecah zat gizi cadangan energi laninya seperti lemak dan protein untuk menghasilkan
energi. Pemecahan lemak dan protein yang berlebihan menjadi energi berakibat tidak baik bagi tubuh, karena
lemak tidak dapat digunkan sebagai sumber energi untuk organ-organ yang memerlukan glukosa sebagai
bahan bakar (seperti otak dan sistem syaraf), sedangkan apabila protein lebih banyak digunakan sebagai
sumber energi bagi tubuh, maka fungsi utama dari protein yaitu sebagai zat pembangun akan menjadi
terganggu.

Pada penelitian ini sesuai dengan tabel 7 diperoleh hasil bahwa sebagian besar ibu hamil KEK yang menjadi
sampel penelitian memiliki tingkat konsumsi energi defisit yaitu sebanyak 22 orang (84,6 persen). Hal ini
juga sejalan dengan tingkat konsumsi zat gizi sumber energi seperti lemak dan karbohidrat di mana sebagian
besar ibu hamil mempunyai tingkat konsumsi defisit yaitu sebanyak 22 orang (84,6 persen) untuk lemak dan
21 orang (80,8 persen) untuk karbohidrat. Adapun rata-rata tingkat konsumsi lemak ibu hamil KEK adalah
72,3% AKG dan untuk karbohidrat adalah 79,4% AKG. Lemak merupakan zat gizi makro yang dibutuhkan
oleh tubuh untuk membentuk energi dan perkembangan sistem syaraf janin. Sedangkan karbohidrat

73
ISSN : 2656 - 2480 (Online)
ISSN : 2355 - 1364 (Print)

merupakan sumber utama untuk pembentukan kalori yang dibutuhkan selama kehamilan di mana dari seluruh
total kalori yang dibutuhkan oleh tubuh, sekitar 60% berasal dari karbohidrat. Tingkat konsumsi zat gizi
sumber energi seperti lemak dan karbohidrat yang defisit juga menyebabkan tingkat konsumsi energi akan
menjadi defisit. Hasil penelitian ini sejalan dengan hasil penelitian Surasih (2005) yang menunjukan bahwa
jumlah konsumsi energi oleh ibu hamil memiliki hubungan yang signifikan dengan keadaan Kurang Energi
Kronis (KEK) pada ibu hamil. Hasil ini juga didukung oleh penelitian Ausa, dkk (2013) yang menyatakan
bahwa ada hubungan antara asupan energi dengan kejadian KEK pada ibu hamil.

Selain energi, protein memiliki peranan yang sangat penting selama kehamilan. Protein digunakan untuk
proses pertumbuhan dan perkembangan janin. Selama kehamilan terjadi peningkatan kebutuhan protein yang
signifikan. Peran protein selama proses kehamilan di antaranya yaitu selain untuk pertumbuhan dan
perkembangan janin juga untuk pembentukan plasenta dan cairan amnion, pertumbuhan jaringan maternal
seperti pertumbuhan mammae ibu dan jaringan uterus, serta penambahan volume darah.

Menurut Angka Kecukupan Gizi yang Dianjurkan bagi ibu hamil, kebutuhan protein tambahan yang
diperlukan oleh ibu hamil pada usia kehamilan trimester I, II dan III adalah sebesar 20 gram per hari. Secara
keseluruhan jumlah protein yang dibutuhkan oleh ibu hamil kurang lebih 76 – 89 gram setiap hari. Protein
tersebut dibutuhkan untuk membentuk jaringan baru maupun plasenta dan janin. Protein juga dibutuhkan
untuk mendukung pertumbuhan dan diferensiasi sel, apabila ibu hamil mengalami defisit protein maka dapat
mengakibatkan beberapa risiko komplikasi kehamilan seperti anemia, perdarahan dan cacat bawaan pada
bayi yang dikandung.

Berdasarkan tabel 8 dapat diketahui bahwa tingkat konsumsi protein ibu hamil KEK sebagian besar berada
pada kategori defisit yaitu sebanyak 17 orang (65,4 persen). Hal ini sejalan dengan hasil penelitian Agustian
(2010) yang menyatakan ada pengaruh jumlah asupan protein dalam memprediksi kejadian KEK pada ibu
hamil di 4 Puskesmas wilayah Jebres, Surakarta, di mana setiap penurunan 0,119 jumlah asupan protein
mempengaruhi meningkatnya kejadian KEK pada ibu hamil.

KESIMPULAN
Karakteristik ibu hamil KEK yaitu : 19 orang (73,1 persen) berada pada kelompok umur 20-35 tahun, 18
orang (69,2 persen) tidak bekerja, 15 orang (57,7 persen) memiliki tingkat pendidikan SMP/sederajat, 16
orang (61,5 persen) usia kehamilannya berada pada trimester II, 18 orang (69,2 persen) belum pernah
melahirkan.

Pola konsumsi ibu hamil KEK yaitu : Dari segi jenis makanan yang dikonsumsi, untuk makanan sumber
tenaga yang umum dikonsumsi yaitu nasi, mie kering, roti, biskuit, minyak kelapa dan santan. Untuk
makanan sumber pembangun yang umum dikonsumsi yaitu ayam, telur ayam, ikan pindang (pindang tongkol
dan pidang layang), tahu dan tempe. Untuk makanan sumber pengatur yang umum dikonsumsi yaitu bayam,
kelor, wortel, kol, buncis, tauge kacang hijau, kacang panjang, kangkung, sawi putih, jeruk manis, pisang
hijau dan pepaya. Dari segi frekuensi makan, untuk makanan sumber karbohidrat terdapat nasi dan biskuit
yang dikonsumsi dalam kategori sering sedangkan roti dan mie kering dikonsumsi dalam kategori kadang-
kadang. Makanan sumber protein terdapat ikan pindang, telur ayam dan tempe yang masuk dalam kategori
sering dikonsumsi, sedangkan ayam dan tahu termasuk dalam kategori kadang-kadang dikonsumsi. Makanan
sumber lemak terdapat minyak kelapa yang sering dikonsumsi sedangkan makanan sumber lemak lainnya
seperti margarin, santan, mentega dan alpukat termasuk dalam kartegori kadang-kadang dikonsumsi.

Dari segi jumlah zat gizi yang dikonsumsi (energi, protein, lemak dan karbohidrat), maka pola konsumsi
makanan ibu hamil KEK adalah sebagai berikut : 22 orang (84,6 persen) memiliki tingkat konsumsi energi
defisit (<90% AKG), dengan rata-rata tingkat konsumsi 76,4% AKG. Sedangkan untuk tingkat konsumsi
protein sebanyak 65,4 persen (17 orang) memiliki tingkat konsumsi protein defisit (<90% AKG), dengan
rata- rata tingkat konsumsi 82,7% AKG. Sebanyak 22 orang (84,6 persen) memiliki tingkat konsumsi lemak
defisit (<90% AKG) dengan rata- rata 72,3% AKG dan sebanyak 21 orang (80,8 persen) memiliki tingkat
konsumsi karbohidrat defisit dengan rata-rata 79,4% AKG.

SARAN
Berdasarkan kesimpulan di atas, maka adapun saran yang dapat diberikan adalah sebagai berikut : Perlu
adanya perbaikan untuk meningkatkan pola konsumsi makanan ibu hamil agar ibu hamil tidak mengalami

74
ISSN : 2656 - 2480 (Online)
ISSN : 2355 - 1364 (Print)

KEK dan gangguan kehamilan lainnya. Pola konsumsi makanan ibu hamil yang baik adalah yang jenisnya
beragam, frekuensinya teratur dan jumlahnya sesuai dengan kebutuhan.

Bagi Puskesmas, hasil penelitian ini dapat menjadi dasar untuk dapat mengatasi masalah KEK pada ibu hamil
melalui penyusunan program-program kesehatan seperti pemeriksaan LILA secara rutin setiap bulannya pada
ibu hamil untuk menapis kejadian KEK, pemberian PMT ibu hamil KEK, peningkatan pegetahuan, sikap dan
keterampilan ibu hamil mengenai kesehatan melalui penyuluhan kesehatan, konseling maupun kelas ibu
hamil yang diadakan secara rutin dan menyeluruh.

Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai dasar untuk penelitian selanjutnya mengenai hubungan pola
konsumsi makanan dengan kejadian Kurang Energi Kronis (KEK) pada ibu hamil.

DAFTAR PUSTAKA
Agustian, N.E. 2010. Hubungan Antara Asupan Protein dengan Kekurangan Energi Kronik (KEK) pada Ibu
Hamil di Kecamatan Jebres Surakarta. USM. Surakarta.

Ausa, E.S, dkk. 2013. Hubungan Pola Makan dan Status Sosial Ekonomi dengan Kejadian KEK pada Ibu
Hamil di Kabupaten Gowa Tahun 2013. Laporan Penelitian Program Studi Ilmu Gizi KFM Universitas
Hasanuddin, Makasar.

Hidayati, F. 2011. Hubungan Antara Pola Konsumsi, Penyakit Infeksi dan Pantangan Makanan Terhadap
Risiko Kurang Energi Kronis (KEK) pada Ibu Hamil di Puskesmas Ciputat Kota Tanggerang Selatan Tahun
2011. Skripsi Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UNSH, Jakarta.

Khaidar. 2005. Hubungan kekurangan Energi Kronik Pada Ibu Hamil Dengan Berat Badan Lahir Bayi Di
Wilayah Puskesmas Seyegan Kecamatan Seyegan Kabupaten Sleman Yogyakarta. Yogyakarta : FK UGM.

Kamarullah. 2011. Identifikasi Fakro-Faktor Sosial, Ekonomi dan Kesehatan Ibu Hamil Kurang Energi
Kronis (KEK) di Daereh Pantai. Skripsi Fakultas Pertainan IPB, Bogor.

Manuaba, I, B, G. 2001. Kapita Selekta Penatalaksanaan Rutin Obstetri Ginekologi dan KB. Penerbit Buku
Kedokteran EGC. Jakarta.

Najoan, J, A dan Aaltje E, M. 2011. Hubungan Tingkat Sosial Ekonomi dengan Kurang Energy Kronik pada
Ibu Hamil di Kelurahan Kombos Barat Kecamatan Singkil Kota Manado. Laporan Penelitian, Universitas
Sam Ratulangi, Manado.

Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 75 Tahun 2013 Tentang Angka Kecukupan Gizi
yang Dianjurkan Bagi Bangsa Indonesia.

Praditama, A.D. 2014. Pola Makan Pada Ibu Hamil dan Pasca Melahirkan di Desa Tiripan Kecamatan
Berbek Kabupaten Nganjuk. Skripsi FISIP Universitas Airlangga, Surabaya.

Proverawati, A dan Siti A. 2009. Gizi Untuk Kebidanan. Nuha Medika. Yogyakarta.
Rahmaniar, A, dkk. 2011. Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Kekurangan Energi Kronis pada Ibu
Hamil di Tampa Padang, Kabupaten Mamuju, Sulawesi Barat. Media Gizi Masyarakat Indonesia. 2(2): Hal.
98-103.

Surasih, H. 2005. Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Keadaan Kekurangan Energi Kronik (KEK) Pada
Ibu Hamil di Kabupaten Banjar Negara. IKM Universitas Negeri Semarang. Semarang.

Syahnimar, L. 2004. Analisis Risiko Kekurangan Energi Kronis (KEK) dan Faktor-Faktor yang Berhubungan
pada Wanita Usia Subur (WUS) di Kabupaten Lampung Barat Tsun 2004. Skripsi FKM UI, Depok

75

You might also like