You are on page 1of 18

Jurnal Gizi Prima Website : http://jgp.poltekkes-mataram.ac.id/index.

php/home
Vol.2, Edisi.2, September 2017, pp. 137~147
ISSN: 2656 - 2480 (Online)
ISSN: 2355 - 1364 (Print)

PENGARUH KONSELING GIZI TERHADAP TINDAKAN


IBU DALAM PEMBERIAN MP-ASI DAN BERAT BADAN
BALITA GIZI KURANG 6-24 BULAN DI DESA SESELA
WILAYAH KERJA PUSKESMAS GUNUNGSARI
KABUPATEN LOMBOK BARAT
Daniel Nugraha 1, Abdul Salam 2 dan Yuli Laraeni 3
1
Alumni Jurusan Gizi, Poltekkes Kemenkes Mataram, Indonesia
2-3
Dosen Jurusan Gizi, Poltekkes Kemenkes Mataram, Indonesia
Jl. Praburangkasari Dasan Cermen, Sandubaya Kota Mataram
Telp./Fax. (0370) 633837
Email : jurnalgiziprima1@gmail.com

Article Info ABSTRACT


Article history:
Background. Development in Indonesia is basically shown to
Received July 2th, 2017
improve the welfare and security of all Indonesian people. The right
Revised August 2th, 2017
of Indonesian citizens to improve their quality of life is the Human
Accepted September 28th, 2017
Rights (HAM) guaranteed by the Constitution. Giving complementary
food for breastmilk that is too early can cause diarrhea so that the
weight decreases. One effort to overcome malnutrition is by
increasing one's knowledge, attitudes and actions by conducting
Keyword: nutritional counseling. Based on the results of monitoring the
nutritional status of West Lombok in 2015, the highest indicator of
Mother's Actions; Nutrition underweight under-five children in Gunungsari sub-district was
Counseling; Toddler's Weight 19.80% with the highest BGM cases in the village of Sesela in the
Gunungsari Community Health Center as many as 25 children.
Research Purposes. The purpose of this study was to determine the
effect of nutritional counseling on the actions of women in the
provision of MP-ASI and underweight children under five 6-24
months in the Sesela Village of the Gunungsari Community Health
Center Working Area.
Research Methods. This type of research uses quasi experiment
design. The independent variables in this study were nutrition
counseling and the dependent variable was maternal action and
toddler weight. The sample in this study is toddlers aged 6-24 months
by means of nonprobility sampling which means that all populations
are sampled. This research took place in January to February 2017.
Research Result. Based on the results of statistical tests using the
Wilconxon test with the results of the value p = 0.00 <0.05, it can be
concluded that there was a significant effect between maternal
actions before and after nutritional counseling and the Mann-
Whitney Test with p = 0.01 <0.05, it can be concluded that
significant between mother's actions towards toddler weight.
Conclusion. There is an influence of nutritional counseling on the
actions of mothers and toddlers' weight.
Copyright © Jurnal Gizi Prima
All rights reserved.

PENDAHULUAN
Pembangunan di Indonesia pada dasarnya ditunjukan untuk meningkatkan kesejahteraan dan keamanan

137
ISSN : 2656 - 2480 (Online)
ISSN : 2355 - 1364 (Print)

seluruh rakyat Indonesia. Hak Warga Negara Indonesia untuk meningkatkan kualitas hidupnya merupakan
Hak Asasi Manusia (HAM) yang dijamin oleh Undang-Undang Dasar Republik Indonesia (Rencana
Strategi Republik Indonesia, 2015).

Anak yang sehat dan normal akan tumbuh dan berkembang sesuai dengan genetik yang dimilikinya. Tetapi
pertumbuhan ini sangat dipengaruhi oleh intake zat gizi yang dikonsumsi dalam bentuk makanan sehari-
hari (Farhat dkk, 2015).

Gizi merupakan kebutuhan yang sangat penting dalam proses pertumbuhan dan perkembangan bayi dan
anak, karena manfaat gizi dalam tubuh dapat membantu proses pertumbuhan dan perkembangan anak
secara optimal, serta mencegah terjadinya berbagai penyakit akibat kurang gizi (Desi, 2014).

Masalah Gizi merupakan salah satu masalah penting yang harus diperhatikan, karena salah satu penyebab
kematian pada kelompok risiko tinggi, yaitu bayi dan balita. Sepertiga dari kematian di antara anak di
bawah usia 5 tahun dikaitkan dengan masalah gizi. Gizi menempatkan anak lebih berisiko dari kematian
dan penyakit parah, karena kekurangan gizi melemahkan sistem kekebalan tubuh sehingga anak mudah
terserang infeksi (UNICHEF, 2013).

Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas, 2013) secara nasional, prevalensi status gizi buruk kurang adalah
19,6%, terdiri dari 5,7% gizi buruk dan 13,9% gizi kurang. Jika dibandingkan dengan angka prevalensi
nasional tahun 2007 (18,4%) dan tahun 2010 (17,9%) terlihat meningkat. Perubahan terutama pada
prevalensi gizi buruk yaitu dari 5,4 persen tahun 2007, 4,9% pada tahun 2010, dan 5,7% tahun 2013.
Sedangkan prevalensi gizi kurang naik sebesar 0,9% dari 2007 dan 2013. Untuk mencapai sasaran tahun
2015 yaitu 15,5% maka prevalensi status gizi buruk kurang secara nasional harus diturunkan sebesar 4,1%
dalam periode 2013 sampai 2015.

Data Riskesdas NTB tahun 2013, untuk balita terdapat 6,3% balita mengalami gizi buruk dan 19,4%
mengalami gizi kurang. Sedangkan dari data PSG Provinsi Nusa Tengagara Barat tahun 2015 , untuk
persentasi status gizi balita usia 0-59 bulan bedasarkan indek BB/U, Lombok Barat masih tinggi kasus gizi
kurang, karena dari sepuluh kabupaten yang ada di Nusa Tenggara Barat, Lombok Barat menduduki posisi
kedua sebesar 15,98%. Masalah ini menjadi perhatian yang harus ditangani bersama karena begitu luas
wilayah Lombok Barat dan kasus gizi kurang masih sangat tinggi.

Hasil pemantauan status gizi Lombok Barat tahun 2015, berdasarkan BB/U balita gizi kurang tertinggi
terdapat di Kecamatan Gunung Sari sebesar 19,80%, gizi buruk sebesar 3,02%, gizi baik sebesar 76,17%
dan gizi lebih sebesar 1,01% (PSG Lombok Barat, 2015).

Makanan Pendamping Air Susu Ibu (MP-ASI) adalah makanan atau minuman yang mengandung zat gizi
yang diberikan kepada bayi usia 6 bulan yang berguna memenuhi kebutuhan zat gizi selain dari ASI
(Medise dan Sekartini, 2011). Makanan pendamping ASI (MP-ASI) banyak kasus yang terjadi diberikan
pada saat usia dini. Hal ini disebabkan karena adanya pengetahuan ibu yang rendah, kepercayaan pada
masyarakat sehingga pemberian (MP-ASI) dilakukan pada usia dini (Lola Marica, 2012). Pemberian
makanan pendamping ASI yang terlalu dini dapat menimbulkan gangguan pada pencernaan seperti diare.
Sebaliknya pemberian makanan yang terlalu lambat mengakibatkan bayi mengalami kesulitan belajar
mengunyah, tidak menyukai makanan padat, dan bayi kekurangan gizi (Akmal, 2014).

Salah satu upaya penanggulangan gizi kurang melalui peningkatan pengetahuan, sikap dan tindakan
seseorang dengan melakukan konseling gizi (Sofiana dan Ratna, 2013). Konseling gizi adalah interaksi
antara klien dan konselor untuk mengidentifikasi permasalahan gizi yang terjadi dan mencari solusi untuk
masalah tersebut (PERSAGI, 2013).

Secara umum konseling mempunnyai peranan yang sangat besar membantu klien dalam mengubah prilaku
yang berkaitan dengan gizi, sehingga status gizi dan kesehatan klien menjadi lebih baik (Supriasa, 2014).
Berdasarkan latar belakang masalah tersebut maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah “ apakah
ada pengaruh konseling gizi terhadap tindakan ibu dalam pemberian MP-ASI dan berat badan balita gizi
kurang (6-24 bulan) di Desa Sesela Wilayah Kerja Puskesmas Gunungsari Kabupaten Lombok Barat”?.
METODE PENELITIAN

138
ISSN : 2656 - 2480 (Online)
ISSN : 2355 - 1364 (Print)

Jenis penelitian ini bersifat quasi experiment design, yaitu menggunakan kelompok studi yang diberikan
intervensi berupa konseling gizi dan adanya kelompok kontrol (tanpa perlakuan). Desain atau rancangan
yang dipakai yaitu non equivalent control group (Notoatmodjo, 2012). Sampel dalam penelitian ini balita gizi
kurang usia 6-24 bulan di Desa Sesela. Penelitia ini dilaksakan satu bulan yaitu pada pertengahan bulan
januari sampai bulan februari 2017. Cara pengambilan sampel menggunakan nonprobility, dimana semua
total populasi dijadikan sampel yang sesuai dengan kriteria inklusi dan eksklusi sejumlah 30 balita gizi
kurang. Variable bebas dalam penelitian ini adalah konseling gizi dan variable terikat dalam penelitian ini
adalah tindakan ibu dan berat badan balita. Instrumen yang digunakan seperti timbangan digital, leafleat,
rosur, poster, kartu konseling. Kegiatan konseling ini lebih efektif dilakukan untuk satu klien 1 kali dalam
seminggu sebanyak 4 kali pertemuan dalam sebulan dan setiap sesi berdurasi 25-30 menit (Sofiana dan Noer,
2013). Kegitan konseling ini dilakuakan oleh PMBA yang sudah terlati 24 jam sebagai konselor sedangkan
peneliti bertugas sebagai observasi tindakan ibu.

Data yang dikumpulkan menjadi dua bagian yaitu data promer dan data sekunder dimana data primer terdiri
atas pengumpulan data tentang karakteristik responden dan sampel meliputi nama ibu, umur ibu, pekerjaan
ibu, tingkat pendidikan ibu, nama balita, jenis kelamin balita, umur balita. Sedangkan data sekunder terdiri
atas Profil Desa Sesela Kecamatan Gunungsari Kabupaten Lombok Barat. Cara pengumpulan data untuk
mengetahui karakteristik responden dan sampel dengan cara wawancara langsung responden, kemudian data
tindakan ibu didapatkan dari observasi langsung tindakan ibu sebelum dan sesudah intervensi dengan alat
bantu yaitu lembar observasi. Pengumpulan data berat badan balita dikumpulkan dengan cara penimbanag
sebelum dan sesudah intervensi. Data sekunder Profil Desa dikumpulkan melalui pengambilan data langsung
di Kantor Desa.

Pengolahan data primer untuk karakteristik responden dan sampel diolah secara deskriptif. Data tentang
tindakan ibu diolah dengan cara scoring. Jika jawabannya benar diberi nilai 1 dan jika jawabannya salah
diberi nilai 0, kemudia jawaban tersebut dijumlahkan Selanjutnya dikategorikan menjadi dua kelompok
kategori dalam bentuk persentase baik jika >60% dan kurang jika <60%. Data verat badan diolah dengan
mengikuti acuan kenaikan berat badan minimal (KBM) yang terdapat di KMS pada balita. Sedangkan data
sekunder Profil Desa diolah dengan deskriptif dari data yang dikumpulkan meliputi : keadaan geografis,
demografis, prasarana da sarana kesehatan dan program perbaikan gizi.

Analisa dalam penelitian ini menggunakan uji Mann-Whitney Test dan Wilcoxon Signed Ranks Test untuk
ada tidaknya pengaruh konseling gizi terhadap tindakan ibu dalam pemberian MP-ASI dan berat badan
balita.

HASIL PENELITIAN
Karakteristik Responden dan Sampel
Responden dalam penelitian ini merupakan ibu balita gizi kurang usia 6-24 bulan. Karakteristik responden
berdasarkan umur baik dikelompok perlakuan dan non perlakuan dengan jumlah terbanyak yaitu 20-23 tahun
(83,3%). Distribusi umur dapat dilihat pada tabel 1 berikut ini :

139
ISSN : 2656 - 2480 (Online)
ISSN : 2355 - 1364 (Print)

Tabel 1. Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Kelompok Umur dan Tingkat Pendidikan
di Desa Sesela Kecamatan Gunungsari Tahun 2017
Perlakuan Non Perlakuan Total
Katagori
n % n % n %
Kelompok Umur
20-35 tahun 12 80.0 13 86.7 25 83.3
>35 tahun 3 20.0 2 13.3 5 16.7
Total 15 100 15 100 30 100
Tingkat Pendidikan
Tamat SD 6 40.0 6 40.0 12 40.0
Tamat SMP 9 60.0 9 60.0 18 60.0
Total 15 100 15 100 30 100

Berdasarkan pekerjaan responden baik dikelompok perlakuan dan non perlakuan merupakan seorang ibu
rumah tangga (IRT). Responden dalam penelitian ini dilihat dari tingkat pendidikan terbanyak tamat SMP
sebanyak 18 orang (60%) dapat dilihat pada table 1 di atas.

Baik kelompok perlakuan dan non perlakuan memiliki jumlah distribusi umur dan jenis kelamin yang sama.
Berdasarkan distribusi sampel sebagian besar berumur 12-24 bulan (66,7%) dan sebagian besar berjenis
kelamin laki-laki (60%) yang dijabarkan pada tabel 2 dan 3 berikut ini :

Tabel 2. Ditribusi Frekuensi Sampel Berdasarkan Kelompok Umur di Desa Sesela Tahun 2017
Perlakuan Non Perlakuan Total
Umur (bulan)
n % n % n %
6–9 3 20.0 3 20.0 6 20.0
9 – 12 2 13.3 2 13.3 4 13.3
12 – 24 10 66.7 10 66.7 20 66.7
Total 15 100 15 100 30 100

Tabel 3. Distribusi Frekuensi Sampel Berdasarkan Jenis Kelamin Balita di Desa Sesela Tahun 2017
Perlakuan Non Perlakuan Total
Jenis Kelamin
n % n % n %
Laki - Laki 9 60.0 9 60.0 18 60.0
Perempuan 6 40.0 6 40.0 12 40.0
Total 15 100 15 100 30 100

Pengumpulan data tindakan ibu melalui pretest dan posttest. Sebelumnya setiap dilakukan konseling selalu
diobservasi tindakan ibu dan dievaluasi jika masih ada tindakan yang masih kurang melalui konseling yang
diberikan. Berikut ini distribusi tindakan ibu sebelum dan sesudah data dilihat pada tabel 4 berikut ini :

140
ISSN : 2656 - 2480 (Online)
ISSN : 2355 - 1364 (Print)

Tabel 4. Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Tindakan Ibu Sebelum dan Sesudan Konseling
Gizi Tahun 2017
Perlakuan Non Perlakuan
Tindakan Sebelum Sesudah Sebelum Sesudah
n % n % n % n %
Baik 1 6.7 15 100.0 1 6.7 2 13.3
Kurang 14 93.3 0 0 14 93.3 13 86.7
Total 15 100 15 100 15 100 15 100

Penimbangan dilakukan untuk mengetahui berat badan sampel sebelum dan sesudah intervensi. Berikut ini
merupakan distribusi peningkatan berat badan balita dapat dilihat pada tabel berikut ini :

Tabel 5. Distribusi Frekuensi Peningkatan Berat Badan Balita di Desa Sesela Tahun 2017
Perlakuan Non Perlakuan Jumlah
Berat Badan
n % n % n %
Naik 15 100.0 11 73.3 26 86.7
Tidak Naik 0 0 4 26.7 4 13.3
Total 15 100 15 100 30 100

Rata - rata berat badan balita pada kelompok perlakuan lebih besar dari pada kenaikan berat badan balita
pada kelompok non perlakuan. Kelompok perlakuan sebelum intervensi 7,3400 dan sesudah menjadi 7,7933
dengan kenaikan berat badan mencapai 0,4533, dapat dilihat sebagai berikut :

Tabel 6. Distribusi Frekuensi Berat Badan Balita Sebelum dan Sesudah Konseling Gizi di Desa Sesela
Tahun 2017
Katagori Berat Badan n Min Mak Mean
Kelompok Non Sebelum 15 5,80 9,30 7,8867
Perlakuan Sesudah 15 6,00 9,50 8,0867
Kelompok Sebelum 15 6,00 8,60 7,3400
Perlakuan Sesudah 15 6,40 8,90 7,7933

Pengaruh Konseling Gizi Terhadap Tindakan Ibu dan Berat Badan Balita
Uji statistik yang digunakan untuk mengetahui ada tidaknya pengaruh konseling gizi terhadap tindakan ibu
dan berat badan balita adalah uji Wilxocon dan uji Mann-Whitney. Berdasarkan uji statistik menggunakan uji
Wilcoxon Signed Ranks Test dengan nilai p = 0.00 < 0.05 yang berarti ada pengaruh yang signifikan antara
tindakan ibu sebelum dan sesudah diberikan konseling. Berdasarkan uji statistik menggunakan uji Mann-
Whitney Test dengan nilai p = 0.01 < 0.05 yang berarti ada pengaruh yang signifikan antara tindakan ibu
terhadap peningkatan berat badan balita.

PEMBAHASAN
Karakteristik Responden Berdasarkan Umur
Berdasarkan hasil penelitian, responden terbanyak berumur 20-23 tahun sebanyak 25 orang. Menurut Kozier
dkk (2010), usia 20 - 40 tahun merupakan masa dewasa muda. Pada usia ini berfokus pada diri sendiri dan
keluarga, perubahan kognitif dan psikologis yang terjadi cukup besar sehubungan dengan pendidikan dan
pekerjaan.

Rentang umur 20 - 35 tahun tergolong usia produktif bisa menunjukkan bahwa seseorang bisa dikatakan
dewasa. Selain pendidikan dan pengetahuan, umur ibu akan sangat berperan dalam membentuk pola pikir dan
perilaku ibu terhadap dukungan, perhatian termasuk dalam tindakan pemberian makanan balita.

141
ISSN : 2656 - 2480 (Online)
ISSN : 2355 - 1364 (Print)

Karakteristik Responden Berdasarkan Pekerjaan


Responden dalam penelitian ini semuanya dalam status tidak bekerja atau dapat dikatakan sebagai ibu rumah
tangga (IRT). Semua responden yang berstatus sebagai ibu rumah tangga tentunya dapat meluangkan waktu
untuk mengasuh balita secara lebih baik, termasuk dalam hal tindakan ibu dalam pemberian makan serta
menjaga hygiene dan sanitasi, baik makanan maupun kesehatan lingkungan disekitarnya dengan baik.

Karakteristik Responden Berdasarkan Tingkat Pendidikan


Responden dalam penelitian ini sebanyak 30 orang, dimana sebagian besar responden dengan tingkat
pendidikan tamat SMP 18 orang (60%).

Tingkat pendidikan formal membentuk nilai - nilai progresif bagi seseorang terutama dalam menerima hal-
hal baru. Tingkat pendidikan formal merupakan faktor yang ikut menentukan mudah tidaknya seseorang
menyerap dan menekuni pengetahuan yang diperoleh. Peranan orang tua, khususnya ibu, dalam menyediakan
dan menyajikan makanan yang bergizi bagi keluarga.sangat penting bagi gizi keluarga. (Soekirman, 2000).

Karakteristik Sampel Berdasarkan Umur


Berdasarkan hasil penelitian, sebagian besar sampel dengan jumlah terbanyak terdapat pada umur 12-24
bulan yaitu 20 orang (66,7%). Umur seorang balita berkaitan dengan pola pemberian makan yang akan
berdampak pada asupan gizinya. Apabila asupan gizi pada masa balita tidak tercukupi. Maka balita tersebut
akan mengarah pada penurunan berat badan dan menjadi status gizi kurang. Apabila kebutuhan nutrisi balita
tidak ditangani dengan baik maka akan mengalami tumbuh kembang yang kurang dan mudah terjadi gizi
kurang maupun gizi buruk. (Muaris, 2006).

Karakteristik Sampel Berdasarkan jenis Kelamin


Berdasarkan hasil penelitian, sampel terbanyak merupakan jenis kelamin laki - laki Sebanyak 18 orang
(60%). Menurut Almatsier (2010), Faktor jenis kelamin berpengaruh pada status gizi, dimana kebutuhan laki
- laki lebih banyak dari pada perempuan. Sehingga laki - laki berpeluang lebih tinggi terhadap status gizi
kurang.

Pengaruh Konseling Gizi Terhadap Tindakan Ibu


Berdasarkan penelitian ini yang telah dilakukan didapatkan hasil pretest pada kelompok perlakuan dengan
tindakan ibu dalam kategori baik sebesar 6,7% dan dalam kategori kurang sebesar 93,3%. Pada akhir
penelitian atau post test didapatkan terjadi peningkatan tindakan ibu dalam pemberian MP-ASI sebesar 100%
dalam kategori baik. Apabila dibandingkan dengan hasil pretest dan posttest pada kelompok non perlakuan.
Peningkatan perubahan tindakan ibu kelompok perlakuan lebih tinggi dari pada kelompok non perlakuan.

Berdasarkan hasil statistik dengan menggunakan Uji Wilcoxon Signed Ranks Test menunjukan adanya
pengaruh konseling gizi terhadap tindakan ibu dalam pemberian MP-ASI sebelum dan sesudah intervensi
pada kelompok perlakuan, dengan nilai p < 0.05 yaitu 0.00. Hal ini disebabkan karena di kelompok
perlakuan diberikan intervensi konseling gizi sebanyak 4 kali pada setiap responden dan setiap kegiatan
konseling belangsung selalu diobservasi tindakan ibu dalam pemberian MP-ASI sesuai dengan usia balita,
jenis makanan, tekstur, jumlah, frekuensi, kebersihan serta responsif. Sehingga tindakan ibu selalu di evalusai
dan monitoring yang bertujuan untuk meningkatkan tindakan ibu dalam kategori baik >60 %.

Alat ukur untuk tindakan ibu menggunakan kuesioner (lembar observasi) yang memuat dua puluh tindakan
ibu yang harus dicapai ibu atau >60% sudah dapat dikatakan baik. (Azwar, 2011).

Berdasarkan tindakan ibu pada kelompok perlakuan dari dua puluh pernyataan tindakan ibu didapatkan
tindakan ibu yang masih kurang dilakukan terdapat pada butir pernyataan nomer : 4,5,
6,7,12,13,14,15,16,18,19 dan 20. Pernyataan tindakan ibu yang tidak sama sekali semua ibu lakukan terdapat
pada pernyataan nomer 5,7 dan 20 yang menyebutkan jumlah pemberian makan sesuai dengan usia, makanan
selalu bervariasi, beri pujian kepada anak waktu ia makan.

Pernyataan tindakan ibu dalam kategori baik yang sudah dilakukan ibu sebelum intervensi pada kelompok
perlakuan diantaranya pernyataan tentang : Ibu sampai sekarang masih memberikan ASI (87%), Ibu sampai
sekarang masih memberikan MP-ASI (100%), Tekstur makanan sesuai dengan kelompok umur (87%),
Makanan berasal dari pangan lokal (80%), Ibu membuat MP-ASI sendiri (80%), Ibu mendampingi makan

142
ISSN : 2656 - 2480 (Online)
ISSN : 2355 - 1364 (Print)

anak setiap kali makan (100%), Ibu menyuapi makan anak (87%), Jika anak tidak mau makan ibu tidak
paksakan makanan sampai kemulut, harus tunggu atau tangguhkan sampai ia mau (80%).

Setelah diberikan intervensi pada kelompok perlakuan terjadi peningkatan tindakan ibu yang signifikan,
dimana sebelum intervensi diberikan hanya satu ibu saja yang melakukan tindakan dalam kategori baik atau
>60%. Tindakan ibu pada kelompok perlakuan mengalami peningkatan sehingga >60%.

Tindakan ibu meningkat signifikan dikarenakan konseling gizi yang diberikan sebanyak 4 kali sehingga
terjadi perubahan tindakan ibu yang efektif. Tindakan ibu juga meningkat karena setiap dilakukan observasi
tindakan ibu yang kurang selalu dievaluasi kembali agar mencapai tindakan yang baik. Selain itu
keberhasilan peningkatan tindakan ibu juga karena konseling yang diberikan sesuai dengan masalah yang
dihadapi responden, melalui konseling gizi yang diberikan seputar pemberian makan bayi dan anak dengan
metode diskusi dan pratik membuat responden lebih atusias mengikuti kegiatan tersebut, sehingga responden
dapat mengenali dan mengatasi masalahnya sendiri.

Jika dibandingkan dengan kelompok non perlakuan. Awal tindakan ibu sebagian besar kurang (<60%).
Masih banyak ibu yang belum mencapai tindakan sesuai target, karena dilihat dari dua puluh butir pernyataan
tindakan ibu, dapat diketahui responden pada kelompok non perlakuan masih kurang melakukan tindakan
pada pernyataan nomer 4,5,6,7,12,13,14,15,16,17,18,19 dan 20.

Tindakan yang mampu dilakukan ibu >60% pada pernyataan nomer 1,2,3,8,9,10 dan 11. Pernyataan tindakan
tersebut mengenai ibu masih memberikan ASI (73%), MP-ASI (100%), tekstur makanan sesuai usia (67%) ,
makanan berasal dari pangan lokal (87%), ibu membuat MP-ASI sendiri (87%), ibu mendampingi makan
setiap kali makan (100%), ibu menyuapi dan membantu anak untuk makan (100%). Pada tahap post test
kembali mengobservasi tindakan ibu yang hasilnya tidak jauh berbeda perubahan tindakan ibu awal dan
akhir.

Hasil post test tindakan ibu pada kelompok non perlakuan dapat dikatakan tidak signifikan. Tindakan ibu
dalam pemberian makan dari 15 responden pada kelompok non perlakuan hanya terdapat dua ibu saja yang
mencapai tindakan ibu dalam kategori baik yaitu >60%. Masing - masing ibu tersebut hanya mampu
mencapai 65%. Jika dilihat dari tindakan ibu, rata - rata tindakan sebesar 49,3% terjadi kenaikan tindakan
hanya 1,3% dari awal rata - rata tindakan ibu sebesar 48%.

Hal tersebut dikarenakan tidak ada perlakuan apapun yang mengubah pengetahuan, sikap maupun perilaku
ibu terhadap tindakan dalam pemberian makan kepada anak, melalui adanya konseling gizi diharapkan terjadi
perubahan tindakan ibu yang berdampak pada perubahan berat badan balita yang meningkat sehingga balita
dalam keadaan gizi yang baik.

Penelitian yang dilakuakan Nurhayati (2007), menyebutkan bahwa ibu yang diberikan konseling gizi akan
meningkat pengetahuan, sikap dan tindakan yang mendukung dalam pemberian makan pada anak.

Berdasarkan yang dikemukakan Lubis (2010), anak masih membutuhkan bimbingan seorang ibu dalam
memilih makanan agar pertumbuhan tidak terganggu. Bentuk perhatian/dukungan ibu terhadap anak meliputi
perhatian ketika anak makan dan sikap orangtua dalam memberi makan. Soenardi (2011), mengemukakan
bahwa pada saat mempersiapkan makanan, kebersihan makanan dan peralatan yang dipakai harus
mendapatkan perhatian khusus. Makanan yang kurang bersih dan sudah tercemar dapat menyebabkan diare
atau kecacingan pada anak.

Hasil penelitian yang pernah dilakukan oleh Natalia (2006) pada anak balita di Desa Durian IV Kecamatan
Pantai Labu Kabupaten Deli Serdang menunjukkan juga bahwa konseling gizi yang didapatkan dapat
meningkatkan praktik pemberian makan. Sehingga sebagian besar berada praktik pemberian makan pada
kategori baik yaitu sebesar 65% sedangkan pada kategori tidak baik sebesar 35%.

Pengaruh Tindakatan Ibu Terhadap Peningkatan Berat Badan Balita Akibat Adanya Konseling Gizi
Sampel dalam penelitan ini merupakan balita usia 6-24 bulan dengan status gizi kurang. Berdasarkan hasil
penelitian ini jumlah sampel balita yang mengalami peningkatan berat badan terdapat 26 orang (86,7%) dan
balita dengan berat badan tidak naik terdapat 4 orang (13,3%).

143
ISSN : 2656 - 2480 (Online)
ISSN : 2355 - 1364 (Print)

Berdasarkan hasil rerata berat badan balita kelompok perlakuan sebelum dan sesudah konseling terjadi
peningkatan. Rata - rata berat badan sebelum konseling sebesar 7,3400 dan sesudah konseling sebesar
7,7933. Sehingga terjadi peningkatan sebanyak 0,4533. Jika dibandingkan dengan kelompok non perlakuan
rata - rata berat badan sebelum sebesar 7,8867 dan sesudah 8,0867 yang peningkatan kenaikan berat badan
hanya 0,2. Sehingga dapat dikatakan peningkatan berat badan pada kelompok perlakuan lebih besar dari pada
kelompok non perlakuan dengan selisih rata - rata berat badan balita perlakuan dan non perlakuan sebesar
0,3.

Berdasarkan hasil tindakan ibu terhadap kenaikan berat badan balita didapatkan pada kelompok perlakuan
setelah diberikan intervensi tindakan ibu dalam kategori baik menjadi 100,0% diikuti dengan kenaikan berat
badan juga 100,0% dibandingkan dengan kelompok non perlakaun untuk tindakan ibu kategori baik hanya
(13,3%) dilakukan oleh dua orang dan diikuti dengan kenaikan berat badan balita 11 orang (73,3%).

Dapat disimpulkan tindakan ibu dalam pemberian MP-ASI yang baik akan meningkatkan berat badan balita.
Dilihat dari Uji Mann-Whitney Test diketahui nilai p < 0.05, yaitu 0.01. Ini berarti bahwa ada pengaruh yang
signifikan antara tindakan ibu dalam pemberian MP-ASI dengan terjadinya kenaikan berat badan balita
setelah diberikan intervensi. Pada kelompok perlakuan, semua variabel meliputi tindakan ibu dalam
pemberian MP-ASI terhadap berat badan balita meningkat secara signifikan (p < 0.05) pada awal dan akhir
penelitian. Hal ini disebabkan karena di Desa Sesela khususnya bagi kelompok perlakuan diberikan
intervensi berupa konseling gizi yang mempengaruhi peningkatan tindakan ibu. Sehingga berdampak pada
peningkatan berat badan balita. Konseling gizi yang diberikan meningkatnya pengetahuan ibu yang hasilnya
diaplikasikan dalam tindakan ibu yang selalu dievaluasi dan monitoring. Tindakan ibu yang tepat dalam
pemberian makan anak dari segi umur, jenis, waktu, jumlah, frekuensi, kebersihan, pemberian makan yang
aktif jika diterapkan dengan baik bukan hanya terjadi peningkatan berat badan bahkan menjadi status gizi
baik.

Salah satu cara mengubah perilaku seseorang dengan pemberian informasi dan dukungan untuk
meningkatkan pengetahuan ibu sehingga dapat diterapkan dalam kehidupan yaitu konseling gizi. Prilaku
yang didasari oleh pengetahuan akan bertahan lama dibandingkan dengan prilaku yang tanpa didasari oleh
pengetahuan. Prilaku mengenai kesehatan dipengaruhi oleh pengetahuan, sikap, kepercayaan dan
tradisi.(Soekidjo, 2010).

Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa ada pengaruh yang signifikan antara tindakan ibu
terhadap berat badan balita akibat adanya konseling gizi . Ditandai dengan wujud nyata yaitu terjadinya
peningkatan tindakan ibu yang berdampak pada berat badan balita.

Hasil tersebut menguatkan penelitian yang menyebutkan bahwa konseling gizi sangat berperan penting dalam
memperbaiki kepatuhan diet, karena konseling gizi adalah suatu pendekatan personal yang digunakan untuk
menolong individu memperoleh pengertian yang lebih baik mengenai permasalahan gizi yang dihadapi dan
memotivasi menuju perubahan perilaku. Selanjutnya individu mampu mengambil langkah-langkah dalam
mengatasi permasalahan gizi tersebut, termasuk perubahan praktik pemberian makan. Meningkatnya perilaku
ibu mengenai pemberian makan pada anak, menjadikan berat badan balita juga meningkat. Hal tersebut
menunjukkan bahwa konseling gizi yang dilakukan 4 kali untuk setiap responden terbukti cukup efektif
dalam perubahan perilaku atau praktik pemberian makanan pada balita.

Hasil ini sama dengan penelitian yang dilakukan oleh Noviati (2013), pada kelompok perlakuan, semua
variabel meliputi pengetahuan, sikap dan praktik ibu dalam pemberian makan anak, serta terjadi kenaikan
berat badan meningkat secara signifikan (p < 0,05) pada awal dan akhir penelitian. Meningkatnya perilaku
ibu mengenai pemberian makan pada anak, menjadikan asupan zat gizi anak juga meningkat. Hal tersebut
menunjukkan bahwa konseling gizi yang dilakukan 1 kali tiap minggu terbukti cukup efektif dalam
perubahan perilaku pemberian makan. Konseling gizi yang dilakukan di posyandu terbukti dapat
meningkatkan pengetahuan, sikap, dan praktik ibu secara signifikan pada kelompok perlakuan dibandingkan
kelompok kontrol. Peningkatan perilaku pemberian makan, menyebabkan asupan energi, protein, iron, zinc,
dan kalsium pada anak juga meningkat dengan signifikan (p < 0.05) pada kelompok perlakuan dibandingkan
kelompok kontrol.

144
ISSN : 2656 - 2480 (Online)
ISSN : 2355 - 1364 (Print)

Hal ini sejalan dengan penelitian menurut Hafrida (2011), terdapat kecendrungan antara tindakan pemberian
makan dengan berat badan. Semakin baik tindakan pemberian makan anak maka proporsi gizi baik pada anak
juga akan semakin besar. Dengan kata lain, jika tindakan pemberian makan anak di dalam keluarga semakin
baik tentunya tingkat konsumsi pangan anak juga akan semakin baik dan akhirnya akan mempengaruhi
keadaan gizi anak. Dari hasil penelitiannya dapat diketahui bahwa dari 40 responden terdapat 30 orang (75%)
dengan tindakan pemberian makan terjadi kenaikan berat badan dan 10 orang (25%) dengan tindakan
pemberian makan buruk terjadi berat badan yang tetap dan kenaikan berat berat badan yang tidak begitu
besar apabila dibandingkan dengan pemberian makanan yang baik.

Studi - studi tentang adanya pengaruh tindakan ibu atau praktik dalam pemberian makanan pendamping ASI
dan status gizi pada balita, sesuai dengan pendapat Rika Septiana (2010), yang menyatakan bahwa pemberian
makanan yang kurang tepat dapat menyebabkan terjadinya kekurangan gizi sehingga terjadi penurunan berat
badan dan pemberian yang berlebihan akan terjadi kegemukan. Secara teoritis praktik pemberian MP-ASI
dipengaruhi oleh konseling gizi yang diterima oleh subjek yaitu ibu. berupa pengetahuan sehingga ibu
berperan dalam mengatur konsumsi anak, yang kemudian akan berdampak terhadap berat badan anak.

KESIMPULAN
Umur sebagian besar responden, yaitu 25 orang (83,3%) berumur antara 20-35 tahun. Berdasarkan tingkat
pekerjaan ibu balita gizi kurang semuanya sebagai ibu rumah tangga (IRT). Berdasarkan tingkat pendidikan
ibu balita sebagian besar berpendidikan tamat SMP 18 0rang (60,0%). Berdasarkan pembagian kelompok
umur balita gizi kurang dibagi 3 kelompok umur, yakni 6-9 bulan sebanyak 6 orang (20,0%), 9-12 bulan
sebanyak 4 orang (13,3%) dan 12-24 bulan sebanyak 20 orang (66,7%).

Berdasarkan jenis kelamin balita sebagian besar berjenis kelamin laki - laki 18 orang (60,0%). Berdasarkan
tindakan ibu dalam pemberian MP-ASI pada kelompok perlakuan yang diberikan konseling gizi terjadi
perubahan tindakan ibu, dimana sebelum konseling gizi tindakan ibu dalam kategori baik terdapat 1 orang
(6,7%). Meningkat setelah dilakukan intervensi mencapai 15 orang (100,0%).

Berdasarkan nilai rerata berat badan balita gizi kurang pada kelompok perlakuan sebelum dan sesudah
diberikan intervensi meningkat sebesar 0,4533 dan kelompok non perlakuan meningkat sebesar 0,2 sehingga
selisihnya sebesar 0,3. Ada pengaruh konseling gizi terhadap tindakan ibu dalam pemberian MP-ASI
sebelum dan sesudah intervensi yang signifikan. Hal ini terlihat dari uji statistik Wilcoxon Signed Ranks Test
diperoleh hasil p<0.05 yaitu 0.00.

Ada pengaruh tindakan ibu terhadap peningkatan berat badan balita akibat konseling gizi. Hal ini terlihat dari
hasil uji Mann-WhitneyTest diperoleh hasil p<0.05 yaitu 0.01.

SARAN
Adanya kasus gizi kurang di tingkat posyandu harus ditanggapi cepat dengan sosialisasi tentang resiko gizi
kurang dan pemberian konseling gizi terkait Pemberian Makan Bayi dan Anak yang dilakukan disetiap
posyandu. Sehingga dapat menekan tingginya angka masalah gizi tersebut.

Kepada ibu balita yang sudah menerapkan praktik atau tindakan ibu dalam pemberian MP-ASI yang baik
diharapkan agar tetap mempertahankannya.

DAFTAR PUSTAKA
Adiningsih, Sri. 2010. “Waspadai Gizi Balita Anda”. Jakarta : PT. Elex Media Komputindo.

Akmal, Muhamad. 2014. “Pemberian MP-ASI dan Status Gizi Balita Usia 6-24 Bulan Berdasarkan Indeks
BB/U di Desa Ban Kecamatan Kubu Tahun 2014”. www.muhammadakmalhakim91@gmail.com. Diunduh
pada tanggal 9 agustus 2016.

Almatsier, S. 2010. “ Prinsip Ilmu Dasar Gizi : cetakan ke-10”. Jakarta : PT Gramedia Pustaka Utama.

Azwar, S. 2011. “Sikap Manusia Teori dan Pengukurannya”. Edisi kedua. Yogyakarta : Pustaka Pelajar

145
ISSN : 2656 - 2480 (Online)
ISSN : 2355 - 1364 (Print)

Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Departemen Kesehatan, Republik Indonesia. 2013. “ Riset
Kesehatan Dasar Provinsi Nusa Tenggara Barat Tahun 2013”. Nusa Tenggara Barat : Kementrian Kesehatan
RI.

Desi, etiak. 2014. “Pengaruh Pola Pemberian ASI dan Pola Makanan Pendamping ASI Terhadap Status Gizi
Balita Usia 6-12 Bulan”. Jurnal Delima Harapan. Vol. 2 No. 1 hal 14. Diunduh pada tanggal 23 agustus 2016.
Dinas Kesehatan Kabupaten Lombok Barat. 2015. “Hasil Pemantauan Status Gizi tahun 2015”. Kabupaten
Lombok Barat : Kementrian Kesehatan RI.

Dinas Kesehatan Provinsi NTB. 2015. “ Pemantauan Status Gizi tahun 2015”. Nusa Tenggara Barat :
Kementrian Kesehatan RI.

Direktur Jendral Bina Gizi dan Kesehatan Ibu dan Anak. 2014. “Modul Pelatihan Konseling : Pemberian
Makan Bayi Dan Anak”.

Dwi, Prabintini. 2010. “Makanan Pendamping ASI”. Jakarta : CV. ANDI OFFSET.

Farhat, Yasir., dkk. 2015. “Pengaruh Konseling Gizi Terhadap Pola Makan dan Berat Badan Anak yang
Mengalami Masalah Gizi” Tahun 2014. Jurnal Skala Kesehatan. Vol. 6 No. 1. Di unduh pada tanggal 2
September 2016.

Hafrida. 2011. “Studi Positive Deviance pada Keluarga Miskin yang mempunyai anak Usia 12-24 Bulan di
Kelurahan Belawan Bahari Kecamatan Medan Belawan Medan Tahun 2011”. Skripsi Falkultas Kesehatan
Masyarakat USU Medan.

Husna, Nurul. 2012. “Gambaran Pelaksanaan Konseling Pemberian Makanan Pendamping ASI di Wilayah
Puskesmas”. Skripsi Kesehatan Masyarakat. Diunduh pada tanggal 19 oktober 2016 pukul 11:57 Wita.

Kozier, B., Berman, A., Snyder, S.J. 2010. “Buku Ajar Fundamental Keperawatan : Konsep, Proses, dan
Praktik”.Jakarta : EGC.

Lola Marica, 2012. “Hubungan Pengetahuan, Sikap, dan Tindakan Ibu dalam Pemberian Makanan
Pendamping ASI dengan Status Gizi Bayi Umur 7-12 Bulan di Kelurahan Tengah Sawah Wilayah Kerja
Puskesmas Tengah Sawah Bukit Tinggi”. Skripsi Falkutas Keperawatan. Diunduh pada tanggal 20 oktober
2016.

Lubis, Ritayani. 2010. “Hubungan Pola Asuh Dengan Status Gizi Anak Balita di Wilayah Kerja Pantai
CerminKecamatan Tanjung Pura, Kecamatan Langkat tahun 2010”. Skripsi Falkultas Kesehatan Masyarakat
Universitas Sumatra Utara. Diunduh pada tanggal 15 juni 2017.

Maulana, D. J. Heri. 2013. “Promosi Kesehatan”. Jakarta : Puspa Swara.

Medise B.E., Sekartini R. 2011. “Buku Pintar Bayi”. Jakarta : Puspa Swara.

Natalia, E. 2006. “Pola Asuh dan Pola Penyakit serta Status Gizi Anak Balita pada Keluarga Miskin di desa
Durian Dusun IV Kecamatan Pantai Labu Kabupaten Deli Serdang”. Skripsi FKM USU Medan.

Notoatmodjo, Soekidjo. 2012. “Metodolgi Penelitian Kesehatan”. Jakarta : Rineka Cipta.

Notoatmodjo. 2005. “Promosi Kesehatan Teori dan Aplikasi”. Jakarta : PT Rineka Citra.

Noviati, Susanto J.C., Selina H., Mexitalia M. 2013. “The Influence of Intensive Nutritional Counseling in
Posyandu towards the growth 4-18 month old children”.

PERSAGI. 2013. “Konseling Gizi”. Jakarta : Penabar Plus.

146
ISSN : 2656 - 2480 (Online)
ISSN : 2355 - 1364 (Print)

RISKESDAS. 2013. “Laporan Hasil Riset Kesehatan Dasar Indonesia Tahun 2013”. Jakarta : Departemen
Kesehatan RI.

Prabantini, Dwi. 2010. “Makanan Pendamping ASI”. Yogyakarta : CV ANDI OFFSET.

Primanta, Agung G. 2016. “Pengaruh Pijat Bayi Terhadap Berat Badan Bayi”. Skripsi Falkutas Kedokteran
Universitas Hasanuddin. https://www.google.co.id/?gws_rd=ssl#q=Skripsi+Tentang+Berat+Badan&start=20
Diakses 2 November 2016 pukul 02.00 Wita.

Profil Desa Sesela. 2016. “Laporan Desa Sesela Tahun 2016”. Kecamatan Gunungsari Kabupaten Lombok
Barat.

Salma Sabila, El-Jauza. 2009. “Cara Merawat Bayi”. Yoyakarta : Luna Publisher.

Sekretariat Jenderal. 2015. “Rencana Strategis Kementerian Kesehatan Tahun 2015-2019”. Jakarta :
Kementerian Kesehatan RI.

Septiana, Rika.,dkk. 2010. “Hubungan Tentang Praktik Pemberian Makanan Pendamping ASI (MP-ASI) dan
Status Gizi Balita Usia 6-24 bulan Di Wilayah kerja Puskesmas Gendongtengen Yogyakarta tahun 2010”.
Jurnal Falkutas Kesehatan Masyaratan, Universitas Ahmad Dahlan. Di unduh pada tanggal 15 juni 2017.

Setiadi, 2013. “Konsep dan Praktik Penulisan Riset Keperawatan”. Yogyakarta : Graha Ilmu.

Soekidjo. 2010. “Promosi Kesehatan dan Ilmu Prilaku”. Jakarta : Rineka Cipta.

Soekirman. 2000. “Pengantar Pangan dan Gizi”. Jakarta : Penebar Swadaya.

Soenardi, T. 2011. “Makanan untuk Tumbuh Kembang Bayi”. Jakarta : PT. Gramedia Pustaka Utama.

Sofiana, D. dan Noer, R.E. 2013. “Perbedaan Pengetahuan, Sikap dan Prilaku Ibu Sebelum dan Setelah
Konseling Gizi Pada Balita Gizi Buruk”. Journal of Nutrition College. Vol 2 No.1 hal : www.ejournal-
sl.undip.ac.id. Diakses pada tanggal 2 November 2016 pukul 1:14 Wita.

Suhardjo. 2010. “Pemberian Makanan Pada Bayi dan Anak”. Yogyakarta : Kanisius.

Sulistyoningsih, Hariyani. 2011. “Gizi untuk Kesehatan Ibu dan Anak”. Yogyakarat : Ghaha Ilmu.

Supriasa, Nyoman. 2014. “Pendidikan dan Konsultasi Gizi”. Jakarta : ECG.

UNICHEF, 2013. “Improving Child Nutrition The Achievable Imperative For Global Progress USA”.
www.unicef.org/publications/index.html. Di unduh pada tanggal 20 oktober 2016.

147
Jurnal Gizi Prima Website : http://jgp.poltekkes-mataram.ac.id/index.php/home
Vol.2, Edisi.1, Maret 2017, pp. 7~13
ISSN: 2656 - 2480 (Online)
ISSN: 2355 - 1364 (Print)

KONSUMSI ZAT GIZI MAKRO PADA


BALITA STUNTING (24-59 BULAN)
Desy Zulia Isnainy 1*, Fifi Luthfiyah 1, Lalu Khairul Abdi 1 dan Reni Sofiyatin 1
1
Jurusan Gizi, Poltekkes Kemenkes Mataram, Indonesia
Jl. Praburangkasari Dasan Cermen, Sandubaya Kota Mataram
Telp./Fax. (0370) 633837
Email : jurnalgiziprima1@gmail.com

Article Info ABSTRACT


Article history:
Background. Stunting is very short state of body so that the deficit
Received January 2th, 2017
exceeded -2 SD below the median length or height that became an
Revised February 2th, 2017
international reference population (Gibney, Michael J, et al. 2013).
Accepted March 28th, 2017
Based on the results of RISKESDAS 2013 the proportion of stunting
tends to be high in children 24-59 months. The results of the
Keyword: Nutritional Status Monitoring (PSG) West Lombok in 2013 showed
Gunung Sari is the region with the highest prevalence of stunting in
Macro Nutrient; Stunting; The West Lombok is 58.78%, the prevalence increased from 2012 in the
level of consumption amount of 53.65%.
Research Methods. This study used is descriptive observational
research. Measurement of the level of consumption is done with a 24-
hour recall method and compared with the needs of the sample.
Research Result. Respondents in this study is 16 people. Respondents
aged 20-35 years amounted to 81.25% (13 people), elementary
education level of 37.50% (6 people) and SMP amounted to 37.50%
(6 people). Respondents who worked 56.25% (9 people). Revenue
from family toddler <UMR (62.5%). The samples in this study is 16
samples, consisting of 11 men and 5 women. The highest incidence of
stunting in the age group 48-59 months amounted to 68.75% (11
people) with male gender is 68.75% (11 people). The distribution of
the nutritional status based on the index TB/U are short and very
short categories respectively by 50% (8 people). The incidence of
infection in infants either diarrhea or fever mostly classified namely
diarrhea rarely amounted to 87.5% (14 people) and a fever of
56.25% (9 people). macro nutrients intake does not describe that the
macro-nutrient intake as a risk factor stunting.
Conclusion. macro nutrients intake does not describe that the macro-
nutrient intake as a risk factor stunting.

Copyright © Jurnal Gizi Prima


All rights reserved.

PENDAHULUAN
Keadaan gizi kurang dapat ditemukan pada setiap kelompok masyarakat. Pada hakikatnya keadaan gizi
kurang dapat dilihat sebagai suatu proses kurang asupan makanan ketika kebutuhan normal satu atau
beberapa zat gizi tidak terpenuhi atau zat-zat gizi tersebut hilang dengan jumlah yang lebih besar daripada
yang diperoleh. Kelompok umur yang rawan gizi dan rawan penyakit adalah balita (Notoatmodjo,
Soekidjo. 2012).

Stunting merupakan keadaan tubuh yang sangat pendek hingga melampaui -2 SD dibawah median panjang
atau tinggi badan populasi yang menjadi referensi internasional (Gibney,Michael J,et al.2013). Berdasarkan
hasil RISKESDAS tahun 2013 proporsi stunting cenderung tinggi pada balita usia lebih dari 24 bulan yaitu

7
ISSN : 2656 - 2480 (Online)
ISSN : 2355 - 1364 (Print)

24-59 bulan. Pada masa ini balita perlu memperoleh zat gizi dari makanan sehari-hari dalam jumlah yang
tepat dan kualitas yang baik untuk mendukung pertumbuhan fisik balita (Adriani dan Bambang, 2012).

Data Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS) tahun 2007 prevalensi stunting di Indonesia sebanyak 36,8%
namun data RISKESDAS tahun 2010 mengalami penurunan menjadi 35,6% dan RISKESDAS tahun 2013
meningkat menjadi 37,2%. Prevalensi stunting di NTB tergolong cukup tinggi karena lebih dari nilai
nasional yakni pada tahun 2007 sebesar 43,7% , tahun 2010 mengalami peningkatan menjadi 48,3%.
Namun pada tahun 2013 prevalensi stunting menurun menjadi 46%. Data hasil pemantauan status gizi
(PSG) Dikes NTB, Lombok Barat menduduki urutan kedua stunting tertinggi di NTB setelah Lombok
Utara. Tahun 2012 prevalensi stunting sebesar 49,24%, dan pada tahun 2013 prevalensi menurun menjadi
44,2% namun penurunannya masih lebih dari standar nasional. Adapun hasil Pemantauan Status Gizi (PSG)
Kabupaten Lombok Barat tahun 2013 menunjukkan Daerah Gunung Sari merupakan daerah dengan
prevalensi stunting tertinggi di Lombok Barat yaitu 58,87%, prevalensi tersebut mengalami peningkatan
dari tahun 2012 yaitu sebesar 53,65%. Berdasarkan permasalahan di atas perlu dilakukan penelitian tentang
gambaran konsumsi zat gizi makro pada balita stunting (24-59 bulan) di Wilayah Kerja Puskesmas Gunung
Sari Kabupaten Lombok Barat.

METODE PENELITIAN
Penelitian ini adalah jenis penelitian observasional deskriptif. Observasional deksriptif adalah suatu desain
penelitian yang mengamati objek penelitian tanpa melakukan perlakuan tertentu dan dideksriptifkan dari
fenomena yang dipelajari.

Pengambilan sampel dilakukan dengan teknik purposive sampling artinya pengambilan sampel didasarkan
pada kriteria-kriteria yang telah ditentukan oleh peneliti sendiri (Notoatmodjo, Soekidjo,2012). Berdasarkan
data yang diperoleh dari Puskesmas Gunung Sari didapatkan besar sampel sebanyak 16 orang.

Data tingkat konsumsi makan sampel menggunakan form food recall 24 jam terakhir selama 2 hari tanpa
berurutan. Setelah didapatkan asupan zat gizi makro, asupan dari kedua hari tersebut dirata-ratakan kemudian
dibandingkan dengan kebutuhanan gizi sampel. Hasil dari food recall diolah sesuai kategori tingkat
konsumsi menggunakan standar tingkat konsumsi menurut Depkes RI Tahun 1996 (Anggraeni, Adisty
Cynthia 2012).
Diatas kebutuhan : >120%
Normal : 90-119 %
Defisit ringan : 80-89 %
Defisit sedang : 70-79 %
Defisit berat : <70%

HASIL PENELITIAN
Karakteristik Responden
Tabel 1. Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Kelompok Umur dan Tingkat Pendidikan
Responden
Jumlah
No Kelompok Umur Responden (tahun)
n %
1 20-35 13 81.25
2 >35 3 18.75
Jumlah 16 100
Tingkat Pendidikan Responden
1 Tidak Sekolah 2 12.50
2 SD 6 37.50
3 SMP 6 37.50
4 SMA 1 6.25
5 Perguruan Tinggi 1 6.25
Jumlah 16 100
Berdasarkan tabel 1 diketahui bahwa kelompok umur responden terbanyak yaitu pada kelompok umur 20-35
tahun. Berdasarkan tabel 1 diketahui tingkat pendidikan responden terbanyak adalah SD (37,50%) dan SMP
(37,50%).

8
ISSN : 2656 - 2480 (Online)
ISSN : 2355 - 1364 (Print)

Tabel 2. Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Status Pekerjaan dan Pendapatan/Kapita


Jumlah
No Status Pekerjaan Responden
N %
1 Bekerja 9 56,25
2 Tidak Bekerja 7 43,75
Jumlah 16 100
Pendapatan/Kapita
1 <UMR 10 62,5
2 >UMR 6 37,5
Jumlah 16 100

Berdasarkan Tabel 2 diketahui kategori bekerja sebanyak 9 orang (56,25%), kategori tidak bekerja sebanyak
7 orang (43,75%). Upah Minimum Regional (UMR) Provinsi NTB tahun 2014 adalah sebesar Rp 1.210.000.
Berdasarkan tabel 4 diketahui kategori <UMR sebanyak 10 orang (62,5%), kategori >UMR sebanyak 6 orang
(37,5%).

Karakteristik Sampel
Tabel 3. Disribusi Frekuensi Sampel Berdasarkan Kelompok Umur
Jumlah
No Kelompok Umur Sampel
n %
1 24-35 4 25
2 36-47 1 6.25
3 48-59 11 68.75
Jumlah 16 31.25
Jenis Kelamin Sampel
1 Laki-laki 11 68.75
2 Perempuan 5 31.25
Jumlah 16 100

Berdasarkan tabel 3 diketahui kelompok umur 48 – 59 bulan merupakan kelompok umur yang paling banyak
mengalami stunting yakni sebanyak 11 orang (68,75%). Berdasarkan tabel 3 diketahui sampel dengan jenis
kelamin laki-laki sebanyak 11 orang (68,75%), perempuan sebanyak 5 orang (31,25%).

Tabel 4. Distribusi Frekuensi Sampel Berdasarkan Indeks TB/U


Jumlah
No Indikator TB/U
n %
1 Pendek 8 50
2 Sangat Pendek 8 50
Jumlah 16 100

Berdasarkan tabel 4 diketahui kategori pendek sebanyak 8 orang (50%) dan kategori sangat pendek sebanyak
8 orang (50%).

Tabel 5. Distribusi Frekuensi Infeksi Diare dan Demam Pada Sampel


Jumlah
No Kategori diare
n %
1 Sering 2 12.5
2 Jarang 14 87.5
Jumlah 16 100
Demam
1 Sering 7 43.75
2 Jarang 9 56.25
Jumlah 16 100

9
ISSN : 2656 - 2480 (Online)
ISSN : 2355 - 1364 (Print)

Berdasarkan tabel 5 diketahui bahwa semua sampel pada penelitian ini pernah mengalami infeksi(diare)
dalam enam bulan terakhir dengan kategori jarang sebanyak 14 orang (87,5%) dan kategori sering sebanyak
2 orang (12,5%). Berdasarkan tabel 5 diketahui bahwa semua sampel pada penelitian ini pernah mengalami
infeksi(demam) dalam enam bulan terakhir dengan kategori jarang sebanyak 9 orang (56,25%) dan kategori
sering sebanyak 7 orang (43,75%).

Tingkat Konsumsi Zat Gizi Makro


Tabel 6. Distribusi Frekuensi Tingkat Konsumsi Energi, Protein, Lemak dan Karbohidrat
Kategori Tingkat Konsumsi Zat Gizi Jumlah
No
Makro n %
Energi
1 Diatas kebutuhan 5 31,25
2 Normal 9 56,25
3 Defisit ringan 1 6,25
4 Defisit berat 1 6,25
JUMLAH 16 100
Protein
1 Di atas kebutuhan 11 68,75
2 Normal 4 25
3 Defisit ringan 1 6.25
Jumlah 16 100
Lemak
1 Di atas kebutuhan 12 75
2 Normal 2 12,5
3 Defisit ringan 1 6,25
4 Defisit berat 1 6,25
Jumlah 16 100
Karbohidrat
1 Normal 8 50
2 Defisit ringan 3 18.75
3 Defisit sedang 3 18,75
4 Defisit berat 2 12,5
Jumlah 16 100

Berdasarkan tabel 6 diketahui untuk kategori diatas kebutuhan sebanyak 5 orang (31,25%) normal sebanyak
7 orang (43,75%), kategori defisit ringan dan defisit berat masing-masing sebanyak 1 orang (6.25%).
Berdasarkan tabel 6 diketahui untuk kategori di atas kebutuhan sebanyak 11 orang (68,75%), kategori normal
seanyak 4 orang (25%), kategori defisit ringan 1 orang (6,25%). Berdasarkan tabel 6 diketahui untuk kategori
di atas kebutuhan sebanyak 12 orang (75%), kategori normal sebanyak 2 orang (12,5%), kategori defisit
ringan dan defisit berat masing-masing sebanyak 1 orang (6,25%). Berdasarkan tabel 6 diketahui untuk
kategori normal sebanyak 8 orang (50%), kategori defisit ringan dan defisit sedang masing-masing sebanyak
3 orang (18,75), kategori defisit berat sebanyak 2 orang (12,5%).

PEMBAHASAN
Karakteristik Sampel (Umur Sampel)
Berdasarkan hasil penelitian diketahui umur sampel yang paling banyak mengalami stunting yaitu kelompok
umur 48-59 bulan yakni sebesar 68,75%(11 orang). Pada usia 48-59 bulan merupakan masa prasekolah, pada
usia ini anak merupakan konsumen aktif dimana anak dapat memilih makanan apa yang ingin dikonsumsi.
Selain itu, pada masa ini anak mulai dapat bersosialisasi dengan lingkungannya. Aktifitas fisik anak usia
prasekolah juga semakin meningkat, sehingga kebutuhan akan zat gizi juga semakin meningkat. Apabila
kebutuhan akan zat gizi tidak terpenuhi, risiko malnutrisi dapat terjadi dan apabila terus berlanjut dapat
mengganggu pertumbuhan anak.

10
ISSN : 2656 - 2480 (Online)
ISSN : 2355 - 1364 (Print)

Karakteristik Sampel (Jenis Kelamin Sampel)


Berdasarkan hasil penelitian diketahui sampel yang paling banyak mengalami stunting adalah kelompok
sampel yang berjenis kelamin laki-laki yaitu sebesar 68,75% (11 orang). Penelitian yang dilakukan oleh
Ramli (2009) di Maluku dalam Fitri (2012) menunjukkan laki-laki lebih berisiko mengalami stunting
daripada perempuan. Pada tahun pertama kehidupan laki-laki lebih rentan mengalami malnutrisi daripada
perempuan karena ukuran tubuh laki-laki yang besar dimana membutuhkan asupan energi yang lebih besar
pula sehingga bila asupan makan tidak terpenuhi dan kondisi tersebut terjadi dalam jangka waktu lama, dapat
meningkatkan gangguan pertumbuhan. Namun pada tahun kedua kehidupan, perempuan lebih berisiko
menjadi stunting. Hal ini terkait dengan pola asuh orang tua dalam memberikan makan pada anak.

Karakteristik Sampel (Frekuensi Konsumsi)


Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan, frekuensi infeksi dalam hal ini diare pada balita dengan kategori
sering sebesar 12,5%(2 orang) sedangkan untuk demam kategori sering sebesar 43,75%. Penyakit infeksi
erat kaitannya dengan masalah gizi. Penyakit infeksi seperti diare dan demam. Diare dapat menyebabkan
penderita kehilangan cairan dan zat gizi mikro. Anak yang mendapatkan cukup makan tetapi karena sering
sakit infeksi seperti diare dan demam dapat menyebabkan anak kurang gizi karena terjadi penurunan utilisasi
zat gizi sedangkan kebutuhan anak meningkat. Begitu pula dengan anak yang makan tidak mencukupi
kebutuhan, daya tahan tubuhnya akan lemah dan mudah kena penyakit. Anak yang sakit, nafsu makannya
akan bekurang sehingga asupan makan menjadi rendah dan akhirnya kekurangan gizi. Apabila keadaan gizi
kurang terus menerus terjadi dampaknya akan pertumbuhan anak akan meningkat. (Depkes RI, 2003 dalam
Welasasih,2012).

Penelitian yang dilakukan oleh Nasikhah (2012) di Semarang Timur menyatakan bahwa riwayat diare akut
merupakan faktor risiko terjadinya stunting dimana balita yang sering mengalami diare berisiko 2,3 kali lebih
besar tumbuh menjadi stunting.

Tingkat Konsumsi Zat Gizi Makro (Energi)


sampel, diketahui bahwa sebanyak 6,25% (1 orang) sampel termasuk dalam kategori defisit berat. Adapun
sampel yang termasuk dalam kategori defisit berat tersebut yaitu sampel 07, ditinjau dari status gizi
berdasarkan indeks TB/U diketahui sampel termasuk kategori sangat pendek. Ditinjau dari recall konsumsi
sampel 07 asupan zat gizi sampel tidak bersumber dari makanan utama melainkan bersumber dari makanan
selingan/snack. Sehingga asupan makan sampel tidak memenuhi kebutuhan sampel. Hal ini sejalan pada
kerangka teori UNICEF yang menyatakan konsumsi makanan yang tidak adekuat merupakan salah satu
faktor yang dapat mengakibatkan stunting.

Penelitian yang dilakukan oleh Oktarina (2012) membuktikan adanya hubungan tingkat konsumsi energi
dengan kejadian stunting, dimana balita yang memiliki asupan energi rendah mempunyai risiko 1,28 kali
mengalami stunting dibandingkan dengan balita yang tingkat asupan energinya cukup.

Tingkat Konsumsi Zat Gizi Makro (Protein)


Berdasarkan hasil penelitian diketahui sebanyak 1 orang (6,25%) sampel tingkat konsumsi protein termasuk
kategori defisit ringan dan 11 orang (68,75%) termasuk kategori diatas kebutuhan. Walaupun dilihat dari
tingkat konsumsi protein yang diatas kebutuhan jika ditinjau dari hasil recall konsumsi sampel, diketahui
sampel lebih banyak mengkonsumsi selingan daripada makanan utama, makanan selingan seperti snack
memang memiliki nilai protein, akan tetapi protein yang terkandung dalam jajanan tersebut bukan merupakan
protein yang mengandung asam amino esensial atau bukan merupakan sumber protein dengan nilai biologis
yang tinggi. Menurut Budiyanto (2002) dalam Hapsari 2013 sumber protein yang bernilai biologis tinggi
diperlukan dalam masa pertumbuhan

Tingkat Konsumsi Zat Gizi Makro (Lemak)


Berdasarkan hasil penelitian diketahui sebanyak 12 orang (75%) sampel tingkat konsumsi lemak termasuk
dalam kategori di atas kebutuhan, namun ada 1 orang (6,25%) sampel yang tingkat konsumsi lemak termasuk
kategori defisit berat. Pada penelitian ini diketahui bahwa jenis lemak yang paling banyak dikonsumsi oleh
sampel adalah golongan lemak jenuh, hal ini diketahui dari hasil recall 2x24 jam sampel, ke 16 sampel
mengkonsumsi makanan sumber lemak jenuh seperti makanan yang digoreng setiap kali makan.

11
ISSN : 2656 - 2480 (Online)
ISSN : 2355 - 1364 (Print)

Selain mengkonsumsi lemak jenuh, sebagian besar sampel juga mengkonsumsi makanan yang mengandung
lemak tak jenuh misalnya seperti kacang kedelai dan ikan. Konsumsi lemak tak jenuh khususnya Poly
Unsaturated Fatty Acid (PUFA) memiliki peran penting dalam transport dan metabolisme lemak, fungsi
imun, mempertahankan fungsi dan integritas membran sel (Almatsier,Sunita.2009).

Salah satu akibat konsumsi lemak yang kurang adalah kekurangan vitamin A (KVA) karena vitamin A
merupakan vitamin yang membantu penyerapan karotenoid. Vitamin A berfungsi untuk imunitas, integritas
sel epitel, tumbuh kembang, penglihatan dan reproduksi (Muslimatun, 2012). KVA merupakan faktor risiko
peningkatan keparahan infeksi penyakit dan kematian. Berdasarkan kerangka teori juga menyebutkan bahwa
infeksi merupakan salah satu faktor yang dapat menyebabkan balita mengalami stunting (Unicef,1998).

Tingkat Konsumsi Zat Gizi Makro (Karbohidrat)


Diketahui sebanyak dua orang (12,5%) sampel tingkat konsumsi karbohidrat termasuk dalam kategori defisit
berat. Peranan utama karbohidrat dalam tubuh adalah menyediakan glukosa bagi sel-sel tubuh yang
kemudian diubah menjadi energi, karbondioksida dan air. Bagian-bagian kecil ini dapat pula disusun
menjadi lemak. Agar tubuh selalu memperoleh glukosa untuk keperluan energi. Jika tubuh kekurangan
khususnya karbohidrat dan lemak maka cadangan protein akan dirombak untuk menutupi kekurangan
tersebut dan digunakan sebagai sumber energi. Apabila protein digunakan sebagai sumber energi, maka
protein tidak dapat menjalankan fungsinya secara optimal dimana fungsi dari protein yaitu untuk
pertumbuhan. (Almatsier, Sunita. 2009).
KESIMPULAN
Berdasarkan recall 2x24 jam yang dilakukan diketahui bahwa tingkat konsumsi sampel tidak
menggambarkan bahwa asupan zat gizi makro sebagai salah satu faktor risiko stunting.

SARAN
Bagi peneliti lain, perlu dilakukan penelitian tentang jenis dan pola makan balita stunting dengan metode
FFQ.

DAFTAR PUSTAKA
Adriani, Merryana dan Bambang Wirjatmadi. 2012. Peranan Gizi Dalam Siklus Kehidupan. Kencana
Prenada Media Group. Jakarta

Almatsier, Sunita . 2009. Prinsip Dasar Ilmu Gizi. PT Gramedia Pustaka Utama. Jakarta

Anggraeni, Adisty Cynthia. 2012. Asuhan Gizi Nutritional Care Prosses. Graha Ilmu : Yogyakarta.
Fitri . 2012 . Berat Lahir Sebagai Faktor Dominan Terjadinya Stunting Pada Balita (12 – 59 Bulan) Di
Sumatera (Analisis Data Riskesdas Tahun 2010). Skripsi Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas
Indonesia, Depok.

Gibney(ed), Michael J,Barrie M. Margetts, John M. Kerney dan Lenore Arab. 2008 . Gizi Kesehatan
Masyarakat . EGC. Jakarta

Hapsari, Rachmawati Nila . 2013 . Kontribusi Makanan Jajanan Terhadap Tingkat Kecukupan Asupan
Energi dan Protein Pada Anak Sekolah Yang Mendapat PMT-AS di SDN Plalan Kota Surakarta. Jurnal
Publikasi Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Muhamadiyah Surakarta.

Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. 2007. Riset Kesehatan Dasar 2007. Badan Penelitian dan
Pengembangan Kesehatan. Jakarta.

Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. 2010. Riset Kesehatan Dasar 2010. Badan Penelitian dan
Pengembangan Kesehatan. Jakarta.

Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. 2013. Pokok – pokok hasil RISKESDAS Indonesia 2013.
Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan. Jakarta.

Nasikhah, Roudothun. 2012. Faktor Risiko Kejadian Stunting Pada Balita Usia 24 – 36 Bulan Di Kecamatan
Semarang Timur. Skripsi Fakultas Kedokteran Universitas Dipenogoro, Semarang.

12
ISSN : 2656 - 2480 (Online)
ISSN : 2355 - 1364 (Print)

Oktarina, Zilda. 2012. Hubungan Berat Lahir dan Faktor–Faktor Lainnya Dengan Kejadian Stunting Pada
Balita Usia 24-59 Bulan di Provinsi Aceh, Sumatera Utara, Sumatera Selatan, dan Lampung(Analisis Data
Riskesdas 2010). Skripsi Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia. Depok.

Paramitha, Anisa . 2012 . Faktor – Faktor Yang Berhubungan Dengan Kejadian Stunting Pada Balita Usia 25
– 60 Bulan Di Kelurahan Kalibaru Depok Tahun 2012. Skripsi Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas
Indonesia, Depok.

Notoatmodjo, Soekidjo . 2012 . Metodologi Penelitian Kesehatan . PT. Rineka Cipta, Jakarta.

Welasasih, Bayu Dwi dan R. Bambang Wirjatmadi. 2012. Beberapa Faktor yang Berhubungan dengan Status
Gizi Balita Stunting. Departemen Gizi Kesehatan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Airlangga.
Suraba

13

You might also like