You are on page 1of 18

Kebiasaan jajan berhubungan dengan status gizi siswa …

Kebiasaan jajan berhubungan dengan status gizi siswa anak sekolah di


Kabupaten Gorontalo
Nuryani1, Rahmawati2

ABSTRACT

Background : Adequate of nutrition intakes and indentification of nutrition problem in elementary school are essential for
children growth and development.
Objective : To analyze association between breakfast habit, dietary snacking and frequency consumption of food with
nutritional status in elementary school student.
Methods : Observational study with cross sectional design. The sample was collected with total sampling, included 134
student. The study was conducted in April-May 2016 which was located in Elementary School 11 Limboto, Gorontalo Regency.
Antropometric measurement and nutritional status was colleted by measure of weight and height. Economic status, dietary
snacking, frequency consumption of food and breakfast habit were measured using questionare. Data analysis was used
bivariate with chi square test.
Results : There were 50,7% male and 49,3% female students. Around 64,9% student have accustomed breakfast, 17,9%
students have frequence for eat ≥ 3 time a day and 78,4% students have accustomed snacking at the school. There was
association between nutritional status with dietary snacking (p = 0,030), while dietary breakfast and frequency consumption of
food with p > 0,05 that mean there was not association with nutritional status.
Conclusion : dietary snacking have association with the children nutritional status at the elementary school.

Key words : dietary pattern, nutritional status, children

ABSTRAK

Latar belakang : Pemenuhan konsumsi zat gizi dari konsumsi makanan dan jajanan akan berdampak pada status gizi anak
sekolah dasar.
Tujuan penelitian : Menilai hubungan antara kebiasaan sarapan, frekuensi konsumsi makanan utama dan kebiasaan jajan
dengan status gizi pada anak sekolah dasar.
Metode penelitian : Penelitian observasional dengan pendekatan cross sectional. Pengumpulan sampel secara total sampling
yakni 134 siswa. Penelitian dilakukan pada bulan April – Mei 2016 di Sekolah Dasar Negeri 11 Limboto, Kabupaten
Gorontalo. Pengumpulan data meliputi pengukuran antropometri dan status gizi dilakukan dengan penimbangan berat badan
dan tinggi badan. Data sosial ekonomi, perilaku jajan, konsumsi makanan utama dan kebiasaan sarapan menggunakan
kuesioner penelitian. Analisis data secara bivariat dengan uji chi square.
Hasil : Sebanyak 50,7% siswa laki – laki dan 49,3% siswa perempuan. Sebanyak 64,9% siswa yang memiliki kebiasaan
sarapan pagi, 17,9% siswa yang mempunyai kebiasaan mengonsumsi makanan utama ≥ 3 kali sehari dan 78,4% siswa
memiliki kebiasaan jajan saat di sekolah. Terdapat 13,4% siswa dengan status gizi kurus, 67,9% dengan status gizi normal
dan 18,7% dengan status gizi obesitas. Terdapat hubungan antara status gizi dengan kebiasaan jajan (p = 0,030), sementara
kebiasaan sarapan dan frekuensi konsumsi makanan dengan p > 0,05 menunjukkan tidak adanya hubungan yang signifikan
dengan status gizi.
Simpulan : Perilaku jajan berhubungan dengan status gizi pada siswa sekolah dasar.

Kata kunci : kebiasaan makan, status gizi, anak sekolah

PENDAHULUAN tahun), anak masih tumbuh sehingga kebutuhan zat


gizi juga meningkat. Gizi yang diperoleh seorang anak
Pemenuhan gizi pada anak sekolah sangat melalui konsumsi makanan setiap hari berperan besar
penting dalam mendukung pertumbuhan dan untuk kehidupan anak tersebut. Defisiensi maupun
perkembangan anak. Pada anak usia sekolah (6 – 12 kelebihan konsumsi zat gizi akan berpengaruh pada
1.
aspek fisik dan mental anak.1
Program Studi Ilmu Gizi, Fakultas Kesehatan Obesitas pada anak – anak cenderung
Masyarakat, Universitas Gorontalo. Jl. AA Wahab (eks
mengalami peningkatan pada hampir seluruh negara
Jend Sudirman) no 247, Limboto, Kabupaten Gorontalo.
2.
Program Studi Ilmu Kesehatan Masyarakat, Fakultas
di dunia. Penelitian di New York menunjukkan
Kesehatan Masyarakat, Universitas Gorontalo. Jl. AA terdapat 24% kasus obesitas dan 43% kejadian
Wahab (eks Jend Sudirman) no 247, Limboto, Kabupaten overweight pada anak sekolah.2 Penelitian di Australia
Gorontalo. pada siswa 7 hingga 15 tahun menunjukkan kejadian
*
Korespondensi : e-mail : nuryanigz@gmail.com obesitas 11,8% pada anak laki – laki dan 10,7% anak
perempuan dan persentasenya meningkat 19% pada

Copyright © 2018; Jurnal Gizi Indonesia (The Indonesian Journal of Nutrition), 6 (2), 2018 114
e-ISSN : 2338-3119, p-ISSN: 1858-4942
Nuryani, Rahmawati

laki – laki dan 21% pada perempuan hanya dalam – sayuran, 5,2% soft drink, 3,1% buah – buahan dan
periode 3 tahun.3 Prevalensi obesitas pada anak – anak 2,5% minuman buah. Kebiasaan jajan berdampak
usia 6 – 15 tahun di Indonesia meningkat 5% pada terhadap tingginya asupan energi dibandingkan
tahun 1990 menjadi 16% pada tahun 2001, dengan anak – anak yang tidak memiliki kebiasaan
berdasarkan hasil Riskesdas tahun 2013 menunjukkan jajan.14 Kebiasaan mengonsumsi jajanan berhubungan
prevalensi obesitas pada anak – anak meningkat dengan peningkatan asupan energi dan signifikan
menjadi 18,8%.4 Obesitas pada awal kehidupan berpengaruh terhadap asupan zat gizi. Penelitian di
berpotensi berlanjut hingga ke siklus hidup berikutnya Semarang menunjukkan prevalensi obesitas pada anak
yang akan membawa sejumlah faktor risiko terhadap – anak sekolah dasar 8% dan overweight 11,7%,
permasalahan kesehatan.5 Selain masalah gizi lebih, penelitian tersebut menunjukkan adanya hubungan
asupan energi dan zat gizi siswa sekolah dasar di antara kebiasaan jajan dengan obesitas.15 Meskipun
sejumlah wilayah di Indonesia masih berada di bawah penelitian lain menunjukkan bahwa kebiasaan
Angka Kecukupan Gizi (AKG) yang dianjurkan. mengonsumsi snack berhubungan negatif dengan
Survey world food program (2011)6 yang dilakukan di penimbunan lemak dalam tubuh, menurunkan risiko
Provinsi Nangro Aceh Darussalam menemukan overweigth dan obesitas sentral pada anak sekolah.14,16
bahwa asupan zat gizi makro dan zat gizi mikro pada Penelitian lain juga mendapatkan tidak adanya
anak sekolah dasar belum memenuhi AKG Indonesia, hubungan antara kebiasaan jajan dengan berat badan
terutama asupan energi, besi, seng, kalsium, yodium, pada anak sekolah.17
asam folat, vitamin A dan E. Frekuensi konsumsi makanan utama juga
Sarapan merupakan salah satu waktu makan berpengaruh terhadap total asupan energi dan zat gizi
yang turut menyumbangkan energi dan zat gizi untuk per hari pada anak sekolah. Frekuensi konsumsi
mendukung aktivitas harian anak sekolah dan juga makanan 3 kali per hari dihubungkan dengan status
turut berpengaruh terhadap status gizi. Anak – anak gizi normal, sementara frekuensi makanan >3 kali per
yang memiliki perilaku melewatkan sarapan berisiko hari berkaitan dengan tingginya angka indek massa
tiga kali lebih tinggi untuk mengonsumsi jajanan dan tubuh yakni pada rentang angka overweight.18 Hasil
sulit dalam mengontrol nafsu makan mereka yang temuan pada anak sekolah di Scotland mendapatkan
berdampak terhadap obesitas.7 Penelitian lain adanya kecenderungan anak usia sekolah untuk
mendapatkan 34,83% siswa sekolah dasar memiliki mengonsumsi makanan rata – rata 5,3 kali per hari
kebiasan tidak sarapan dan terdapat hubungan antara yang terdiri dari 3,3 kali per hari untuk makanan
kebiasaan sarapan dengan prestasi belajar.8 Penelitian utama dan 2,0 kali per hari untuk konsumsi snack dan
di Semarang menunjukkan 22,5% siswa sekolah dasar terdapat hubungan negatif antara frekuensi makanan
tidak sarapan pagi dan terdapat hubungan yang utama dengan frekuensi konsumsi snack.11
signifikan antara kebiasaan makan pagi dengan status Berdasarkan data Riskesdas, prevalensi status
gizi anak sekolah.9 Hasil penelitian di Kota gizi pendek di Provinsi Gorontalo pada anak usia
Palangkaraya menunjukkan 37,7% - 38,8% remaja sekolah (usia 5 – 12 tahun) adalah 32,8%, lebih tinggi
SMA juga tidak terbiasa sarapan.10 Sementara, dari prevalensi kejadian status gizi pendek nasional
penelitian di Scotland menemukan terdapat 83% anak yaitu 30,7%.4 Oleh karena itu, peneliti ingin
terbiasa sarapan dalam periode waktu 4 hari berturut – mengetahui tentang hubungan antara kebiasaan
turut, hanya 17% anak yang tidak sarapan setiap sarapan, kebiasaan jajan dan frekuensi konsumsi
hari.11 makanan utama dengan status gizi pada anak sekolah
Sebagian besar waktu anak di siang hari dasar.
berada di sekolah, sehingga berdasarkan survey
BPOM pangan jajanan menyumbang 31,1% energi BAHAN DAN METODE
dan 27,4% protein.12 Konsumsi snack pada anak
sekolah mengalami peningkatan dari 74% pada tahun Jenis penelitian ini merupakan penelitian
1977 – 1978 menjadi 98% pada tahun 2003 – 2006.13 dengan rancangan cross sectional untuk menilai
National health and nutrition examination survey hubungan antara kebiasaan sarapan, kebiasaan jajan
pada anak – anak Amerika menunjukkan bahwa 57% dan frekuensi konsumsi makanan utama dengan status
konsumsi energi bersumber dari snack, hanya 8,4% gizi pada siswa sekolah dasar. Lokasi penelitian di
anak – anak yang tidak memiliki kebiasaan SDN 11 Limboto Kabupaten Gorontalo. Pelaksanaan
mengonsumsi snack, 16,2% anak – anak memiliki penelitian dilakukan pada bulan Mei – Agustus 2016.
kebiasaan jajan dalam bentuk kue dengan kandungan Populasi dalam penelitian ini adalah semua siswa
gula yang tinggi, 13,3% berupa minuman ringan dan yang terdaftar dan aktif di SDN 11 Limboto
produk daging, 10,4% jajanan asin, 9,8% jenis snack Kabupaten Gorontalo. Pengumpulan sampel secara
berupa produk susu, 8,8% berupa produk sereal, 7,1% total sampling pada siswa yang memenuhi kriteria
produk susu rendah lemak, 6,3% snack dengan sayur inklusi yakni seluruh siswa kelas 5 dan kelas 6 dengan

115 Copyright © 2018; Jurnal Gizi Indonesia (The Indonesian Journal of Nutrition), 6 (2), 2018
e-ISSN : 2338-3119, p-ISSN: 1858-4942
Kebiasaan jajan berhubungan dengan status gizi siswa …

jumlah 134 siswa, sementara kriteria eksklusi adalah menunjukkan siswa laki – laki 50,7% lebih besar
siswa kelas 5 dan 6 yang sedang sakit dan tidak dibandingkan dengan jumlah siswa perempuan yakni
bersedia menjadi sampel penelitian. hanya 49,3%. Kategori umur yang paling banyak
Pengukuran status gizi dengan menggunakan adalah 9 – 11 tahun yakni 59,7%. Pekerjaan ibu paling
indikator Indeks Massa Tubuh menurut Umur yang banyak adalah ibu rumah tangga yakni 73,9% dan
kemudian dibandingkan dengan standar deviasi (SD) persentase terendah adalah petani yakni hanya 1,5%,
yang dikelompokkan menjadi kurus (jika < -3 SD), sementara pekerjaan ayah sebanyak 42,5% sebagai
normal (jika -2 SD hingga 1 SD) dan gemuk (jika > 1 wiraswasta dan 11,2% bekerja sebagai pegawai negeri
SD).19 Pengukuran kebiasaan sarapan, frekuensi sipil.
konsumsi makanan dan perilaku jajan dengan Tabel 1. Karakteristik Subjek Penelitian
menggunakan kuesioner. Kebiasaan sarapan Status sosial Total
dikategorikan menjadi dua ketegori yakni sering jika ekonomi n = 134 %
sarapan 4 – 7 kali per minggu dan jarang jika siswa Jenis kelamin
hanya sarapan 0 – 3 kali per minggu. Frekuensi Laki – laki 68 50,7
konsumsi makanan utama merupakan konsumsi Perempuan 66 49,3
makanan berupa nasi ataupun sumber karbohidrat Umur (tahun)
lainnya beserta lauk – pauknya dan dilakukan dalam 9 – 11 80 59,7
setiap waktu makan utama dalam sehari yakni makan 12 – 14 54 40,3
pagi, makan siang dan makan malam, dikategorikan Pekerjaan ibu
PNS 18 13,4
menjadi 2 kali sehari, 3 kali sehari dan lebih dari 3
Pegawai swasta 6 4,5
kali sehari. Kebiasaan jajan merupakan kebiasaan IRT 99 73,9
anak sekolah membeli makanan di lingkungan sekolah Wiraswasta 9 6,7
maupun di lingkungan rumah berupa makanan ringan Petani 2 1,5
maupun minuman ringan yang dikonsumsi di luar Pekerjaan ayah
waktu makan utama.20 Dikategorikan menjadi PNS 26 19,4
memiliki kebiasaan jajan jika dalam sekali Pegawai swasta 15 11,2
pengukuran pernah mengonsumsi jajanan di luar Wiraswasta 57 42,5
waktu makan utama dan dikategorikan tidak memiliki Petani 36 26,9
kebiasaan jajan jika tidak pernah mengonsumsi
jajanan di luar waktu makan utama dalam sekali Tabel 2. Gambaran Kebiasaan Makan dan Status Gizi
Subjek Penelitian
pengukuran.
Pengukuran antropometri meliputi Total
Kebiasaan makan dan status gizi
pengukuran berat badan dan tinggi badan. Pengukuran n %
berat badan menggunakan timbangan digital dengan Sarapan
presisi 0,01 kg, sementara pengukuran tinggi badan Jarang 47 35,1
menggunakan microtoice dengan presisi 0,1 cm. Sering 87 64,9
Frekuensi konsumsi
Analisis data dilakukan secara univariat dan bivariat.
2 kali / hari 36 26,9
Analisis univariat meliputi pengukuran nilai rata – 3 kali / hari 74 55,2
rata dan persentase dari masing – masing variabel ≥ 3 kali / hari 24 17,9
diantaranya data antropometri, status gizi, data sosial Kebiasaan jajan
ekonomi dan perilaku jajan, konsumsi makanan dan Tidak 29 21,6
kebiasaan sarapan. Data sosial ekonomi meliputi Ya 105 78,4
pekerjaan orang tua. Analisis bivariat meliputi analisis Status gizi
tabulasi silang antara dua variabel dengan tujuan Kurus 18 13,4
menjelaskan sebaran data menurut variabel. Uji Chi Normal 91 67,9
Square digunakan menilai hubungan antara variabel Gemuk 25 18,7
perilaku jajan, konsumsi makanan utama dan
kebiasaan sarapan dengan status gizi. Analisis data Kebiasaan Sarapan, Frekuensi Konsumsi
menggunakan software komputer dengan nilai p < Makanan, Kebiasaan Jajan dan Status Gizi Siswa
0,05 dikategorikan berhubungan secara signifikan. Hasil pengukuran antropometri pada
penelitian ini meliputi penimbangan berat badan dan
HASIL pengukuran tinggi badan, sementara pengukuran
variabel kebiasaan makan meliputi kebiasaan sarapan,
Karakterisik Sosial Ekonomi frekuensi konsumsi makan utama dan kebiasaan jajan
Karakteristik subjek penelitian ditunjukkan (Tabel 2). Sebanyak 64,9% siswa sekolah yang
pada Tabel 1. Karakteristik jenis kelamin memiliki kebiasaan sarapan dan hanya 35,1% siswa

Copyright © 2018; Jurnal Gizi Indonesia (The Indonesian Journal of Nutrition), 6 (2), 2018 116
e-ISSN : 2338-3119, p-ISSN: 1858-4942
Nuryani, Rahmawati

yang sering melewatkan waktu sarapannya. Frekuensi kebiasaan sarapan dengan status gizi. Variabel
konsumsi makanan utama 3 kali sehari sebanyak frekuensi konsumsi makanan secara keseluruhan
55,2%, tapi masih terdapat 17,9% siswa yang sebanyak 17,9% siswa memiliki kebiasaan konsumsi
memiliki kebiasaan makan lebih dari tiga kali dalam makan utama lebih dari 3 kali sehari, akan tetapi
sehari. Sebagian besar siswa memiliki kebiasaan jajan sebanyak 26,9% siswa dengan frekuensi konsumsi
baik di sekolah maupun di rumah yakni 78,4%, akan makanan utama hanya 2 kali sehari. Terdapat 8,3%
tetapi masih terdapat 21,6% siswa yang tidak dengan frekuensi makan hanya 2 kali sehari memiliki
memiliki kebiasaan jajan. Analisis status gizi siswa status gizi kurus, namun terdapat juga 8,3% dengan
menunjukkan status gizi kurus 13,4%, normal 67,9% frekuensi makan lebih dari tiga kali per hari dengan
dan gemuk 18,7%. status gizi kurus. Status gizi obesitas ditemukan
sebanyak 25% memiliki frekuensi makan 2 kali per
Hubungan Kebiasaan Makan dengan Status Gizi hari, 14,9% dengan frekuensi makan 3 kali per hari
Analisis statistik antara status gizi dan dan 20,8% dengan frekuensi makan lebih dari 3 kali
kebiasaan makanan meliputi kebiasaan sarapan, per hari. Analisis statistik menunjukkan nilai p =
frekuensi konsumsi makanan utama dan kebiasaan 0,470, yang berarti tidak ada hubungan antara
jajan (Tabel 3). Terdapat 10,6% siswa yang memiliki frekuensi konsumsi makanan utama dengan status gizi
kebiasaan melewatkan sarapan dengan status gizi siswa. Perilaku jajan menunjukkan 21,6% siswa tidak
obesitas, akan tetapi juga terdapat 23,0% siswa yang memiliki kebiasaan jajan dan sebanyak 78,4% siswa
memiliki kebiasaan sarapan dengan status gizi sekolah dasar yang memiliki kebiasaan jajan.
obesitas. Status gizi kurus dengan kebiasaan sarapan Berdasarkan uji chi square diperoleh nilai p = 0,030,
kategori sering sebanyak 13,8% dan yang jarang hal ini menunjukkan bahwa kebiasaan jajan
sarapan 12,8%. Berdasarkan analisis statistik berhubungan dengan status gizi obesitas pada siswa
diperoleh nilai p = 0.190 yang menunjukkan bahwa sekolah dasar.
tidak terdapat hubungan yang signifikan antara

Tabel 3. Hubungan Antara Status Gizi dengan Kebiasaan Makan pada Subjek Penelitian
IMT / U
Total
Kebiasaan makan Kurus Normal Gemuk p
n % n % n % n %
Sarapan
Jarang 6 12,8 36 76,6 5 10,6 47 35,0 0,190
Sering 12 13,8 55 63,2 20 23,0 87 65,0
Frekuensi makan
2 kali / hari 3 8,3 24 66,7 9 25,0 36 26,9
0,470
3 kali / hari 13 17,6 50 67,6 11 14,9 74 55,2
≥ 3 kali / hari 2 8,3 17 70,8 5 20,8 24 17,9
Kebiasaan jajan
Tidak 8 27,6 15 51,7 6 20,7 29 21,6 0,030
Ya 10 9,5 76 72,4 19 18,1 105 78,4
Total 18 13,4 91 67,9 25 18,7 134 100

PEMBAHASAN mendapatkan gambaran status gizi normal 52%, kurus


45,14% dan gemuk 2,86%.21 Survei yang dilakukan di
Status Gizi Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam pada 1920 siswa
Perilaku makan yang salah pada anak – anak sekolah dasar ditemukan masalah gizi underweight
usia sekolah akan berdampak terhadap disproporsi 21,2%, stunting 27,2% dan wasting 7,6% sementara
asupan zat gizi baik itu kelebihan maupun kekurangan pada 480 siswa anak sekolah di Nias menemukan
zat gizi makro maupun zat gizi mikro. Pada penelitian kejadian underweight 22%, stunting 36,3% dan
ini perilaku makan yang dikaji adalah kebiassan wasting 2,2%.6Di Bekasi status gizi anak sekolah
sarapan, konsumsi snack, dan frekuensi konsumsi dasar berdasarkan indikator indeks massa tubuh
makanan utama. Defesiensi zat gizi yang timbul menurut umur menunjukkan 38,7% kurus dan 6,7%
akibat perilaku makan yang salah akan berdampak obesitas.22 Penelitian pada 300 siswa SLTP di
terhada status gizi anak. Kabupaten Bogor mendapatkan status gizi siswa
Gambaran status gizi pada penelitian ini 27,6% pendek, 6,7% sangat pendek dan 14,7% kurus.
menunjukkan siswa dengan status gizi kurus sebesar Analisis asupan menunjukkan rata – rata asupan
13,4%, status gizi normal 67,9% dan obesitas 18,7%. energi dan protein 60% dari angka kecukupan energi
Penelitian di Medan pada 350 anak sekolah dasar dan protein yang dianjurkan, 30% mengalami

117 Copyright © 2018; Jurnal Gizi Indonesia (The Indonesian Journal of Nutrition), 6 (2), 2018
e-ISSN : 2338-3119, p-ISSN: 1858-4942
Kebiasaan jajan berhubungan dengan status gizi siswa …

kekurangan vitamin A dan 41% kekurangan zat Kebiasaan sarapan tidak berhubungan dengan
seng.23 Penelitian terhadap 634 siswa sekolah dasar di status gizi anak sekolah. Analisis statistik
Johor mendapatkan prevalensi kurus 8,2%, pendek menunjukkan nilai p = 0,190 hal ini berarti tidak ada
7,6%, overweight 12,8% dan obesitas 18,6%.24 Hasil hubungan antara kebiasaan sarapan dengan status gizi
penelitian pada 330 anak sekolah dasar di Nakhon Si pada siswa. Hasil penelitian ini sesuai dengan
Thammarat, Thailand mendapatkan 35,0% status gizi penelitian di Semarang yang mendapatkan bahwa
gemuk, 28,9% overweight, 24,6% normal dan 11,5% tidak ada hubungan antara kebiasaan sarapan dengan
dengan berat badan kurang.25 Persentasi gizi kurus status gizi pada anak sekolah.15 Akan tetapi hasil
yang ditemukan pada penelitian ini lebih tinggi penelitian ini tidak sesuai dengan penelitian di SD
dibandingkan dengan hasil penelitian di Ethiopia yang Islam Al – Azhar Semarang yang menemukan adanya
mendapatkan status gizi anak sekolah dasar 11% hubungan yang signifikan antara kebiasaan makan
kurus, 23% stunting dan 21% mengalami berat badan pagi dengan status gizi.9 Penelitian ini tidak terdapat
kurang.26 Persentase stunting 4,9%, 18,4% kurus dan hubungan yang signifikan antara kebiasaan sarapan
5,6% status gizi sangat kurus ditemukan pada anak dengan status gizi anak sekolah dasar, hal ini
sekolah dasar di Dakar, Senegal berdasarkan disebabkan meskipun siswa subjek penelitian
pengukuran pada 604 siswa sekolah dasar, memiliki kebiasaan sarapan, akan tetapi juga memiliki
pengukuran zat gizi mikro menunjukkan 35,9% kecendurungan mengkonsumsi makanan utama lebih
defesiensi vitamin A marginal dan 25,9% defesiensi sering yakni ≥ 3 kali sehari yang dapat memicu
seng.27 Hasil penelitian di Visakhapatnam, India juga obesitas. Sebanyak 23% anak yang terbiasa sarapan
mendapatkan masih tingginya persentase masalah gizi mengalami obesitas, kejadian tersebut lebih tinggi
kurang pada anak usia sekolah yakni 60%.28 dibandingkan siswa yang sering melewatkan sarapan
yakni hanya 10,6%. Namun terdapat 20,8% anak
Hubungan Kebiasaan Sarapan dengan Status Gizi obesitas memiliki frekuensi makan utama ≥ 3 kali
Hasil penelitian ini mendapatkan sebanyak sehari dan 18,1% memiliki kebiasaan mengonsumsi
35,0% siswa jarang melakukan sarapan sebelum snack.
berangkat ke sekolah dan hanya 65,0% siswa yang Melewatkan sarapan kemungkinan akan
terbiasa sarapan. Persentase siswa tidak sarapan pada berdampak terhadap status gizi dan prestasi belajar di
penelitian ini lebih tinggi dibandingkan dengan hasil sekolah. Melewatkan waktu makan dapat menjadi
penelitian oleh Budiyati di Semarang yang salah satu faktor risiko terjadinya obesitas, sebab anak
menunjukkan 22,5% siswa sekolah dasar tidak – anak akan cenderung mengkonsumsi makanan
sarapan pagi.9 Akan tetapi lebih rendah dibandingkan tinggi kalori pada saat mengonsumsi cemilan.32 Anak
dengan hasil penelitian di Kota Palangkaraya yang – anak yang memiliki perilaku melewatkan waktu
menunjukkan 37,7% - 38,8% remaja SMA yang tidak makan berisiko tiga kali lebih tinggi untuk
sarapan.10 Kebiasaan melewatkan sarapan juga mengonsumsi jajanan dan sulit dalam mengontrol
ditemukan sebanyak 15,43% pada remaja di Kota nafsu makan mereka yang akan berdampak terhadap
Bogor.29 Kebiasaan melewatkan waktu sarapan juga obesitas.11 Selain berdampak terhadap status gizi,
ditemukan pada 27,5% remaja di Dhaka dan 4,2% kebiasaan sarapan juga berpengaruh terhadap
remaja di Jamalpur, Bangladesh.30 Penelitian pada konsentrasi belajar pada siswa. Hal ini sebagaimana
anak sekolah dasar di Scotland menemukan terdapat temuan penelitian yang menyatakan terdapat
83% anak terbiasa sarapan dalam periode waktu 4 hari hubungan bermakna antara asupan zat gizi
berturut – turut, hanya 17% anak yang tidak sarapan (karbohidrat, protein, lemak) dari sarapan dengan
setiap hari, 10% anak yang hanya melewatkan waktu kemampuan kosentrasi pada pukul 08.30 pada remaja
sarapan 1 hari dalam tempo 4 hari, 4% anak yang SMA di kota Palangkaraya.10 Sementara hasil
melewatkan waktu sarapan 2 kali, 1% anak yang penelitian pada anak Sekolah Dasar di Batu Pahat
melewatkan sarapan 3 kali. Kebanyakan jenis menu Johor juga mendapatkan adanya hubungan antara
sarapan pada anak sekolah tersebut adalah sereal, kebiasaan sarapan dengan keterampilan kognitif.25
susu, roti dan biskuit.11 Sementara itu, penelitian pada
remaja etnik Melayu di Selangor menemukan Kebiasaan Jajan Berhubungan dengan Status Gizi
kebiasaan melewatkan makan sebesar 51,6%. Angka Kebiasaan konsumsi jajan pada siswa anak
tersebut lebih tinggi dibandingkan dengan jenis etnik sekolah dasar sebesar 78,4% dan ditemukan adanya
lainnya, terdapat perbedaan yang signifikan kebiasaan hubungan antara kebiasaan jajan dengan status gizi (p
melewatkan waktu makan antara siswa laki – laki = 0,030). Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian
dengan siswa perempuan (p < 0,05) dimana siswa Mariza dan Kusumastuti yang menyatakan bahwa
perempuan lebih sering melewatkan waktu makan terdapat hubungan antara perilaku jajan dengan status
dibandingkan dengan siswa laki – laki.31 gizi pada anak sekolah.15 Penelitian tersebut juga
mendapatkan bahwa kebiasaan melewatkan waktu

Copyright © 2018; Jurnal Gizi Indonesia (The Indonesian Journal of Nutrition), 6 (2), 2018 118
e-ISSN : 2338-3119, p-ISSN: 1858-4942
Nuryani, Rahmawati

sarapan berhubungan dengan perilaku jajan.15 sejumlah kondisi seperti perbedaan sosial budaya
Penelitian pada anak Sekolah Dasar di Bogor juga masyarakat dan praktik perilaku sehat yang berbeda di
mendapatkan adanya hubungan antara frekuensi setiap wilayah.
konsumsi fast food dan makanan berlemak dengan Penelitian ini menunjukkan adanya hubungan
kejadian obesitas pada anak.33 Hasil penelitian pada antara konsumsi snack dengan status gizi anak
150 siswa sekolah dasar di Jakarta Selatan juga sekolah. Sebanyak 27,6% subjek yang tidak terbiasa
mendapatkan adanya hubungan antara frekuensi jajan memiliki status gizi kurus, hal tersebut lebih
makanan jajanan (p = 0,036), frekuensi konsumsi fast besar dibandingkan siswa yang tidak jajan yakni
food (p = 0,001) dan kebiasaan minum susu (p = hanya 9,5%. Siswa yang terbiasa jajan juga cenderung
0,001) dengan kejadian obesitas.34 Penelitian Boon et memiliki status gizi normal (72,4%) lebih besar
al. pada anak sekolah di Kuala Lumpur juga dibandingkan dengan yang tidak biasa jajan (51,7%).
mendapatkan bahwa terdapat hubungan antara Secara keseluruhan anak dengan kebiasaan jajan
kebiasaan jajan dengan indeks massa tubuh anak 78,4%. Hasil penelitian pada remaja SMA di Kota
sekolah.35 Demikian juga dengan hasil penelitian Wu Palangkaraya mendapatkan persentase jajan di
et al terhadap 232 siswa Sekolah Dasar di Kuala sekolah 88,7% - 90,3%.10 Sementara hasil penelitian
Lumpur yang menyatakan bahwa konsumsi fast food di Kota Bogor juga mendapatkan 81,48% remaja
paling sedikit satu kali per minggu cenderung memiliki kebiasaan mengkonsumsi fast food.29
memiliki indeks massa tubuh (p < 0,05) dan lingkar Konsumsi snack memberikan kontribusi asupan
pinggang (p < 0,05) yang lebih tinggi dibandingkan energi sebanyak 20 – 27% kkal per hari dari total
dengan anak Sekolah Dasar yang mengonsumsi fast energi pada anak – anak di Amerika Serikat.38
food kurang dari satu kali per minggu.36 Akan tetapi Kebiasaan mengkonsumsi snack pada anak – anak
hasil penelitian ini tidak sesuai dengan hasil penelitian Scotland menunjukkan snack memberikan sumbangan
yang dilakukan pada anak – anak di Amerika yang sebanyak 21% total energi, 22% total asupan lemak,
menyatakan bahwa kebiasaan mengonsumsi snack 24% asupan asam lemak jenuh.11 Sementara
berhubungan dengan penurunan risiko overweight dan berdasarkan survey BPOM menunjukkan bahwa
obesitas sentral. Penelitian tersebut menunjukkan 57% jajanan menyumbang 31,1% energi dan 27,4%
konsumsi total energi bersumber dari konsumsi snack, protein.12 Hasil penelitian pada anak Sekolah Dasar di
16,2% makanan snack bersumber dari makanan Bogor mendapatkan bahwa pilihan snack yang tidak
manis, 13,3% berupa minuman ringan, susu, produk disukai adalah kelompok sumber karbohidrat dari
daging dan 10,4% bersumber dari makanan olahan umbi – umbian, sementara yang disukai adalah jenis
tinggi natrium. Anak – anak dengan kebiasaan roti tawar, roti manis, kentang goreng dan kripik
mengonsumsi snack juga menunjukkan tinggi asupan kentang, sebagian besar siswa menyukai coklat, ayam
serat, vitamin A, C, B12, K, riboflavin, folat, kalium, goreng, ayam panggang, susu segar dan susu kental
kalsium, seng dan magnesium, meskipun kebiasaan manis.39
mengonsumsi jajanan juga berdampak terhadap Kebiasaan jajan merupakan konsumsi
tingginya asupan asam lemak jenuk, lemak total, gula makanan ataupun minuman diantara waktu makan
dan natrium. Hal ini disebabkan oleh pilihan jajan utama. Kebiasaan jajan berpengaruh terhadap kualitas
anak – anak di Amerika berupa buah atau sereal yang diet dan indeks massa tubuh, konsumsi snack dengan
tinggi serat dan memiliki tingkat aktivitas fisik yang porsi yang besar dengan frekuensi sering akan
lebih tinggi.14 Penelitian lainnya juga mendapatkan meningkatkan risiko obesitas, sebaliknya
bahwa tidak ada perbedaan indeks massa tubuh antara mengonsumsi jajanan sebelum merasa lapar akan
anak sekolah dengan kebiasaan jajan dengan mereka meningkatkan kualitas diet pada anak – anak.40 Di
yang tidak terbiasa jajan, dengan jenis jajanan Indonesia, jajanan umumnya terbuat dari pangan kaya
meliputi 77% berupa biskuit, pastry dan cake, 72% energi, lemak jenuh, gula dan garam tetapi cenderung
keripik, 70% makanan manis dan 69% buah.11 sedikit komposisi sayuran, buah – buahan dan
Penelitian pada 810 siswa Sekolah Dasar di Selangor serealia. Asupan zat gizi yang berlebihan tersebut jika
mendapatkan bahwa 38% siswa sekolah dasar tidak disertai dengan pengeluaran energi yang cukup
memiliki kebiasaan mengonsumsi jajanan sehat dan karena rendahnya aktiftas fisik selanjutnya akan
29% yang memilih minuman bebas gula.32 Demikian meningkatkan risiko kegemukan pada anak. Selain
halnya dengan hasil penelitian pada siswa sekolah obesitas, perilaku jajan anak yang tidak sehat menjadi
menengah atas dengan usia 13 – 17 tahun juga masalah utama terutama risiko konsumsi pangan yang
mendapatkan tidak adanya hubungan antara kebiasaan tidak aman dan higienis pada anak – anak.1 Tingginya
jajan (snacking) dengan status berat badan.31 Adanya asupan makanan dari snack akan berdampak terhadap
ketidaksesuaian dengan temuan sejumlah penelitian total asupan energi, zat gizi dan status gizi siswa,
ini mengindikasikan bahwa perilaku jajan merupakan hanya saja pada penelitian ini tidak dilakukan
kajian yang kompleks sebab sangat dipengaruhi oleh pengukuran asupan dalam bentuk recall asupan,

119 Copyright © 2018; Jurnal Gizi Indonesia (The Indonesian Journal of Nutrition), 6 (2), 2018
e-ISSN : 2338-3119, p-ISSN: 1858-4942
Kebiasaan jajan berhubungan dengan status gizi siswa …

sehingga gambaran asupan energi dan zat gizi pada kebiasaan sarapan dan frekuensi konsumsi makanan
subjek penelitian belum dapat diketahui. utama dengan status gizi pada anak sekolah.

Hubungan Frekuensi Konsumsi Makanan dengan SARAN


Status Gizi
Frekuensi konsumsi makanan utama diuji Perlu diadakan kegiatan pendidikan gizi di sekolah
secara statistik dan diperoleh nilai p = 0,470. Hal ini dasar baik secara langsung ke siswa sekolah dasar
menunjukkan bahwa tidak ada hubungan antara maupun melalui edukasi kepada guru di sekolah guna
frekuensi konsumsi makanan utama dengan status gizi memberikan pengetahuan terkait gizi anak usia
pada siswa sekolah dasar. Hasil penelitian ini berbeda sekolah. Selain itu perlu adanya kegiatan pemantauan
dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh McCrory status gizi anak sekolah untuk menilai kecenderungan
et al, yang menemukan bahwa frekuensi konsumsi perkembangan status gizi dan kebiasaan konsumsi
makanan 3 kali per hari dihubungkan dengan status makanan pada anak sekolah dasar.
gizi normal, sementara frekuensi makanan > 3 kali per
hari berkaitan dengan tingginya angka indek massa DAFTAR PUSTAKA
tubuh yakni pada rentang angka overweight, hasil
penelitian tersebut juga menemukan bahwa asupan 1. Briawan D. Gizi pada anak usia sekolah. Dalam
energi yang tidak diperhitungkan setiap kali waktu Hardinsyah dan Supariasa IDN. Ilmu Gizi Teori
makan akan memberikan risiko gangguan regulasi dan Aplikasi. Jakarta: EGC; 2017. 194 – 208.
nafsu makan, termasuk kebiasaan frekuensi makan 2. Lorna ET, Deborah GL, Terry M, Linda M,
lebih dari 6 kali per hari. Selain itu kebiasaan jajan, Steven DH, Thomas RF. Childhood obesity in
makan pada waktu antara makan utama juga new york city elementary school students. Am J
berpengaruh dengan gangguan pengaturan asupan Public Health. 2004; 94(9):1496–500.
energi yang selanjutnya memicu peningkatan berat 3. Centers for Disease Control and Prevention.
badan.18 Physical education curriculum analysis tool.
Frekuensi konsumsi makanan utama ≥ 3 kali United Stated: Centers for Disease Control and
per hari sebanyak 17,9%. Kebiasaan mengonsumsi Prevention; 2006.
makanan utama yang lebih sering dapat berpengaruh 4. Kementerian Kesehatan RI. Riset Kesehatan
terhadap total asupan energi dan berdampak terhadap Dasar. Jakarta: Kementerian Kesehatan RI; 2013.
status gizi. Hasil penelitian lain mendapatkan adanya 5. Aprilia A. Obesitas pada anak sekolah dasar.
kecenderungan anak usia sekolah untuk mengonsumsi Majority. 2015; 4(7): 45-48.
makanan rata – rata 5,3 kali per hari yang terdiri dari 6. World Food Program, SEAMEO – TROPMED
3,3 kali per hari untuk makanan utama dan 2,0 kali per RCCN Universitas Indonesia. Status kesehatan
hari untuk konsumsi snack.11 dan gizi siswa sekolah dasar di Provinsi
Hasil penelitian ini menunjukkan 25% siswa Nanggroe Aceh Darussalam dan Pulau Nias. Info
yang memiliki frekuensi makan utama sebanyak 2 kali pangan dan gizi media penyalur informasi
sehari mengalami obesitas, hal ini dapat disebabkan pangan dan gizi. 2011; XX(1): 2 – 3.
oleh asupan energi selain makanan yang berasal dari 7. Kral TVE, Whiteford, Heo M. Effect of eating
konsumsi snack. Hal tersebut diperkuat dengan breakfast compared with skipping breakfast on
penelitian yang menunjukkan bahwa 18,1% siswa ratings of appetite and intake at subsequent meals
yang terbiasa jajan juga memiliki status gizi obesitas. in 8 to 10 y-old children. Am J Clin Nutr. 2011;
Terdapat 17,6% siswa dengan kebiasaan makan utama 93(2): 284 – 91.
3 kali sehari, memiliki status gizi kurus. Hal ini dapat 8. Triyanti. Association between breakfast with
disebabkan karena status gizi dipengaruhi oleh learning performance in student class V state
sejumlah faktor dan asupan bukan merupakan faktor elementary school Citarum 01-02-03-04
tunggal yang menentukan status gizi seseorang, masih Semarang year 2005. [Thesis] Semarang:
terdapat faktor sosial ekonomi, status kesehatan anak, Semarang State University; 2005.
lingkungan yang belum dikaji dalam penelitian ini. 9. Budiyati. Analisis faktor penyebab obesitas pada
anak usia sekolah di SD Islam Al – Azhar 14
SIMPULAN Kota Semarang. [Tesis]. Depok: Universitas
Indonesia; 2011.
Gambaran status gizi siswa Sekolah Dasar 10. Muchtar M, Julia M, Gamayanti IL. Sarapan dan
sebanyak 13,4% kurus dan 18,7% obesitas. Kebiasaan jajan berhubungan dengan kemampuan
jajan pada siswa sekolah dasar berhubungan dengan konsentrasi pada remaja. Jurnal Gizi Klinik
status gizi, akan tetapi tidak terdapat hubungan antara Indonesia. 2011; 8(1): 28-35.

Copyright © 2018; Jurnal Gizi Indonesia (The Indonesian Journal of Nutrition), 6 (2), 2018 120
e-ISSN : 2338-3119, p-ISSN: 1858-4942
Nuryani, Rahmawati

11. Macdiarmid J, Loe J, Craig LCA, Masson LF, penyalur informasi pangan dan gizi. 2011;
Holmes B, McNeill G. Meal and snacking XX(1): 55 – 56.
patterns of school-aged children in Scotland. Eur 24. Teo CH, Chin YS, Kerk SB, Shahril AHM.
J of Clin Nutr. 2009; 63: 1297-1304. Association between socio-demographic
12. BPOM RI. Pangan jajanan anak sekolah. Jakarta: characteristics, body weight status and eating
BPOM RI; 2009. behaviours with cognitive performance among
13. Piernas C, Popkin B. Trends in snacking among primary school children in Batu Pahat district.
U.S. children. Health Affairs. 2010; 29: 398-404. Malaysian journal of nutrition. 2017; 23 (supp):
14. Nicklas TA, O’Neil CE, Fulgoni VL. S83 – 84.
Relationship between snacking patterns, diet 25. Warasri S, Thitima B, Yaowapa S, Pattaraphorn
quality and risk of overweight and abdominal L, Kanokwan T, Jureeporn N. Nutritional
obesity in children. Int J of child health and nut. knowledge, dietary intake and its association
2013; 2(3): 189-200. with nutritional status of Thai school agechildren
15. Mariza YY dan Kusumastuti AC. Hubungan in Nakhon Si Thammarat province. Malaysian
antara kebiasaan sarapan dan kebiasaan jajan journal of nutrition. 2017; 23 (supp): S107 – 108.
dengan status gizi anak sekolah dasar di 26. Amare B, Moges B, Fantahun B, Tafess K,
Kecamatan Pedurungan Kota Semarang. Woldeyohannes D, Yismaw G, Ayane T,
[Skripsi]. Semarang: Universitas Diponegoro; Yabutani T, Mulu A, Ota F, Kassu A.
2012. Micronutrient levels and nutritional status of
16. Keast D, Nicklas T, O'Neil C. Snacking is school children living in Northwest Ethiopia.
associated with reduced risk of overweight and Nutriton Journal. 2012; 11(108): 1 – 8.
reduced abdominal obesity in adolescents: 27. Fiorentino M, Bastard G, Sembene M, Fortin S,
NHANES 1999-2004. Am J Clin Nutr 2010; 92: Traissac P, Landais E, Icard-Verniere C,
428-35. Wieringa FT, Berger J. Anthropometric and
17. Schunk J, McArthur L, Maahs-Fladung C. micronutrient status ofschool-children in an
Correlates for Healthful Snacking among urban west africa setting: across-sectional study
Middle-income Midwestern Women. J Nutr in Dakar (Senegal). Plos One. 2013; 8(12): 1 – 7.
Educ Behav 2009; 41: 274-80. 28. Errayya D, Kumari PR, Sunita S, Lakshmi GV,
18. Kementerian Kesehatan RI. Keputusan Menteri Naidu SA. A study on nutritional status and
Kesehatan Republik Indonesia Nomor: micronutrient deficiencies among primary school
1995/MENKES/SK/XII/2010 tentang Standar children. Journal of Dental and Medical
Antropometri Penilaian Status Gizi Anak. Sciences. 2014; 12(VIII): 20 – 23.
Jakarta: Kementerian Kesehatan RI; 2011. 29. Syartiwidya and Indriasari M. Relationship of
19. Ziegler PJ, Jonnalagadda SS, Nelson JA, nutrition knowledge with food habits and
Lawrence C, Baciak B. Contribution of meals physical activity of adolescents in Bogor city.
and snacks to nutrient intake of male and female Malaysian J of nutrition. 2017; 23 (supp): S82 –
elite figure skaters during peak competitive 83.
season. J Am Coll Nutr 2002; 21: 114–119. 30. Atker F, Mistry SK, Rahman M. Pattern of
20. McCrory MA, Campbell WW. Effects of eating skipping meals and its determinants among
frequency, snacking, and breakfast skipping on adolescent girls: Bangladesh persepective.
energi regulation: symposium overview. The Malaysian J of nutrition. 2017; 23 (supp): S54.
Journal of Nutrition. 2011; 141: 144–7. 31. Sarina S and Rina SR. Association of socio-
21. Lestari S, Arrasyid NK, Fujiati II. Status gizi, demographic, eating behaviour and self-esteem
Infeksi kecacingan, dan prestasi belajar serta characteristics with body weight status aming
faktor yang berhubungan dengan prestasi belajar secondary school students in Cheras, Selangor.
pada anak sekolah dasar di daerah kumuh Malaysian J of nutrition. 2017; 23 (supp): S78 –
perkotaan kota Medan. Info pangan dan gizi 78.
media penyalur informasi pangan dan gizi. 2010; 32. Utter J, Scragg R, Mhurchu C, Schaaf D. At
XIX (2): 11 – 12. home breakfast consumption among New
22. Syah MNH, Perdana SM, Asna AF. The Zealand children: Association with body mass
knowledge of nutrition at elementary school index and related nutrition behaviors. Journal of
children in Bekasi, Indonesia. Malaysian journal the American dietetic association. 2007; 107:
of nutrition. 2017; 23 (supp): S35. 570-576.
23. Rosmalina Y dan Ernawati F. Hubungan status 33. Pramudita RA. Faktor risiko obesitas pada anak
zat gizi mikro dengan status gizi pada anak sekolah dasar di Kota Bogor. Jejaring informasi
remaja SLTP. Info pangan dan gizi media pangan dan gizi. 2012; XXI (1): 18 – 20.

121 Copyright © 2018; Jurnal Gizi Indonesia (The Indonesian Journal of Nutrition), 6 (2), 2018
e-ISSN : 2338-3119, p-ISSN: 1858-4942
Kebiasaan jajan berhubungan dengan status gizi siswa …

34. Andita SF. Faktor daya beli keluarga terhadap 37. Mohamad F, Fadzilah MN, Nadzimah MN,
pangan, aktivitas fisik, kebiasaan konsumsi fast Aiman F, Farah I, Nurul A, Syazwina, Shakira A.
Food dan faktor lain hubungannya dengan Evaluation of dietary habits in primary school
kejadian obesitas di SD Islam Annajah Jakarta children. Malaysian J of nutrition. 2017; 23
Selatan Tahun 2010. Info pangan dan gizi media (supp): S93.
penyalur informasi pangan dan gizi. 2011; 38. Duffey K, Pereira R, Popkin B. Prevalence and
XX(1): 15 – 16. energi intake from snacking in Brazil: analysis of
35. Boon TY, Sedek R, Kasim ZM. Association the first nationwide individual survey. European
between snacking patterns, energi and nutrient J Clin Nutrition. 2013; 67 (8): 868 – 74.
intakes, and body mass index among school 39. Cahyaningtyas YT. Preferensi pangan anak
adolescents in Kuala Lumpur. Amer J Food Sekolah Dasar di Kota Bogor. Jejaring informasi
Nutrition. 2012; 2(3): 69-77. pangan dan gizi. 2012; XXI (1): 18 – 20.
36. Wu SK, Wong JE, Poh BK. Is fast food 40. Nuru H and Mamang F. Association between
consumption associated with nutritional status of snacking and obesity in children: a review.
primary school children in Kuala Lumpur. Journal community med public health. 2015;
Malaysian J of nutrition. 2017; 23 (supp): S88. 2(3): 196-200.

Copyright © 2018; Jurnal Gizi Indonesia (The Indonesian Journal of Nutrition), 6 (2), 2018 122
e-ISSN : 2338-3119, p-ISSN: 1858-4942
Ermona dan Wirjatmadi. Amerta Nutr (2018) 97-105 97
DOI : 10.2473/amnt.v2i1.2018.97-105

RESEARCH STUDY Open Access

Hubungan Aktivitas Fisik Dan Asupan Gizi Dengan Status Gizi Lebih Pada Anak
Usia Sekolah Dasar Di Sdn Ketabang 1 Kota Surabaya Tahun 2017

Relationship between Physical Activity, Nutrition Intake and Overweight


Status among Elementary School Student in SDN Ketabang 1 Surabaya 2017

Nadya Dayinta N Ermona*1, Bambang Wirjatmadi1

ABSTRAK

Latar Belakang : Masalah gizi lebih yang terjadi di Indonesia masih tergolong tinggi dengan prevalensi
18,8%. Berat badan lebih (overweight) dan obesitas merupakan kondisi sesorang dimana
keabnormalan akumulasi lemak yang berlebih dan dapat menyebabkan gangguan kesehatan.
Beberapa faktor yang dapat menyebabkan kegemukan satu diantaranya yaitu pola aktivitas dan pola
makan.
Tujuan : tujuan dalam penelitian ini adalah untuk menganalisis hubungan antara aktivitas fisik dan
asupan gizi dengan status gizi pada anak sekolah usia 8-12 tahun.
Metode : penelitian ini dilaksanakan dengan metode observasional analitik menggunakan desain
cross-sectional pada 88 sampel dan dipilih dengan menggunakan simple random sampling.
Pengumpulan data terdiri dari pengukuran berat badan, pengukuran tinggi badan, recall 2x24 jam
untuk mengetahui tingkat konsumsi dan wawancara dengan kuesioner Physical Activity
Questionnaire for Children (PAQ-C).
Hasil : penelitian ini menunjukkan bahwa terdapat hubungan antara aktivitas fisik, tingkat asupan
energi, tingkat asupan protein, tingkat asupan karbohidrat dan tingkat asupan lemak dengan status
gizi lebih anak sekolah (p<0,05).
Kesimpulan : aktivitas fisik yang rendah dan asupan gizi merupakan faktor yang dapat menyebabkan
masalah gizi lebih pada anak.

Kata Kunci: gizi lebih, aktivitas fisik, asupan gizi

©2018. Ermona dan Wirjatmadi. Open access under CC BY – SA license.


Received 25-1-2018, Accepted 1-2-2018, Published online: 12-3-2018.
doi: 10.20473/amnt.v2.i1.2018.97-105
Ermona dan Wirjatmadi. Amerta Nutr (2018) 97-105 98
DOI : 10.2473/amnt.v2i1.2018.97-105

ABSTRACT

Background: overnutrition problem in children of school age in Indonesia classified as high with the
prevalence was 18.8%. Overweight and obesity is an abnormal condition of fat accumulation which
caused health problem. There is some of factor caused overweight and obesity are physical activity
and nutrition intake.
Objective: this study was an observasional analytic using cross sectional design, 88 samples 8-12
years were selected using simple ramdom sampling technique. Data were collected by measuring
weight, height, 2x24 hours recall for food intake level, and interview using Physical Activity
Questionnaire for Children (PAQ-C).
Results : the results showed that there was relationship in physical activity, intake of energy, intake of
protein, intake of carbohydrate, and intake of fat with overnutrition of elementary student (p<0.05).
Conclusion: the low of physical activity and nutrition intake is a factor which can cause overnutrition
problem in children.

Keywords: overnutrition, physical activity, nutrition intake

*Koresponden:
nadyachiquitita@gmail.com
1
Departemen Gizi Kesehatan
Fakultas Kesehatan Masyarakat, Universitas Airlangga

PENDAHULUAN
Kegemukan dan obesitas didefinisikan
Obesitas merupakan salah satu yang sebagai kondisi dimana intake kalori
menjadi masalah kesehatan didunia yang seseorang lebih banyak daripada kalori yang
dinyatakan oleh WHO sebagai masalah digunakan. Masalah gizi lebih yang terjadi
epidemi global sehingga memerlukan pada anak-anak usia sekolah ini merupakan
penanganan segera1. Peningkatan prevalensi masalah yang serius yang dapat
kegemukan berdasarkan WHO meningkat mempengaruhi peningkatan resiko beberapa
selama sepuluh tahun terakhir dari tahun penyakit kronik baik dinegara maju maupun
1990 sampai tahun 2010 yaitu sebesar 2,5% berkembang. Apabila seorang anak telah
pada anak dan remaja2. Diperkirakan mengalami masalah gizi lebih diusia muda
sebanyak 35 juta dari 45 juta anak mengalami maka akan cenderung pula akan terus
kegemukan yang berasal dari negara berlanjut sampai usia dewasa dimana dapat
berkembang3. menimbulkan resiko timbulnya penyakit
Indonesia merupakan salah satu negara seperti diabetes dan gangguan kardivaskular
berkembang yang sedang mengalami masalah pada usia muda 1.
gizi ganda. Masalah gizi ganda yang sedang Tren kegemukan di Indonesia
dihadapi Indonesia adalah terjadinya masalah berdasarkan Riskesdas dari tahun 2007 sampai
gizi kurang yang belum terselesaikan dan tahun 2013 untuk usia 5-12 tahun cenderung
bersamaan pula muncul masalah gizi lebih4. mengalami peningkatan. Pada tahun 2007
Berat badan lebih (overweight) dan obesitas prevalensi kegemukan untuk usia 5-12 tahun
merupakan kondisi sesorang dimana adalah sebesar 6,4%. Angka ini meningkat
ketidakseimbangan antara jumlah energi yang pada tahun 2010 menjadi prevalensinya
dikonsumsi dengan yang dibutuhkan oleh adalah 9,2%. Data Riset Kesehatan Dasar
tubuh. Kegemukan dan obesitas adalah tahun 2013 menunjukkan bahwa prevalensi
masalah yang banyak terjadi pada usia obesitas untuk kelompok usia 5-12 tahun, 13-
dewasa, namun tidak menutup kemungkinan 15 tahun dan 16-18 tahun secara berturut-
masalah tersebut juga terjadi pada anak-anak turut adalah 8,8%; 2,5% dan 1,6%. Data
usia sekolah 4. tersebut menunjukkan bahwa prevalensi

©2018. Ermona dan Wirjatmadi. Open access under CC BY – SA license.


Received 25-1-2018, Accepted 1-2-2018, Published online: 12-3-2018.
doi: 10.20473/amnt.v2.i1.2018.97-105
Ermona dan Wirjatmadi. Amerta Nutr (2018) 97-105 99
DOI : 10.2473/amnt.v2i1.2018.97-105

obesitas lebih banyak terjadi pada anak usia malas sehingga menyebabkan kegemukan
sekolah dasar dibandingkan remaja. Masalah pada anak9.
gizi lebih yang terjadi di Indonesia masih Kegemukan terjadi jika adanya
tergolong tinggi dengan prevalensi 18,8% yang ketidakseimbangan antara asupan energi dan
terdiri dari 10,8% berstatus gemuk dan 8,8% keluaran energi dalam jangka waktu yang
berstatus obesitas5. lama sehingga akan ditimbun sebagai lemak
Provinsi Jawa Timur menempati posisi yang berlebihan. Kelebihan konsumsi
kedua diantara 15 provinsi lain dengan makanan menyebabkan asupan energi yang
prevalensi sangat gemuk diatas normal 5. Kota tinggi sebagai sebab oleh rendahnya aktivitas
Surabaya memiliki prevalensi sebesar 8,9% fisik10. Perubahan gaya hidup sejalan dengan
untuk kejadian kegemukan. Hasil prevalensi peningkatan tingkat kemamkuran yang
nasional di Indonesia menunjukkan berat berdampak pula pada kebiasaan makan. Pola
badan berlebih untuk kelompok usia 6-14 makan bergeser menjadi konsumsi makanan
tahun pada laki-laki adalah 9,5% sedangkan dengan tinggi lemak, gula dan garam dimana
untuk perempuan sebesar 6,4%6. makanan tersebut mengabdung sedikit serat
Sekolah Dasar Negeri Ketabang 1 Kota dan vitamin. Hal ini akan menyebabkan
Surabaya merupakan salah satu sekolah dasar ketidakseimbangan mutu gizi yang
yang terletak di kawasan Surabaya Pusat. dikonsumsi11. Penelitian ini bertujuan untuk
Studi pendahuluan telah dilakukan untuk mengetahui hubungan antara aktivitas fisik
memperoleh data kegemukan dan obesitas dan asupan gizi dengan status gizi lebih pada
pada siswa di sekolah tersebut. Hasil anak usia sekolah dasar.
penelitian yang dilakukan adalah screening
terhadap 656 siswa dan didapapatkan hasil METODE
3,75% beresiko tinggi untuk mengalami
Data yang dikumpulkan dalam
obesitas sedangkan sisanya sebanyak 14,6%
penelitian ini diperoleh tanpa adanya
mengalami obesitas7.
perlakuan pada subyek penelitian sehingga
Seorang anak yang mengalami
penelitian ini bersifat observasional analitik.
kegemukan disebabkan oleh beberapa faktor
Variabel yang digunakan dalam penelitian ini
yang diantaranya adalah faktor fisiologis.
adalah aktivitas fisik dan asupan gizi. Variabel
Faktor fisiologis ini berasal dari berbagai
dependen dalam penelitian ini adalah status
variabel baik yang bersifat herediter maupun
gizi lebih responden sedangkan variabel
non herediter. Faktor herediter berasal dari
independen penelitian ini adalah asupan gizi
faktor keturunan, sedangkan faktor non
dan aktivitas fisik. Penelitian ini termasuk ke
herediter meliputi pola makan, tingkat asupan
dalam penelitian cross-sectional dimana
gizi, tingkat aktivitas fisik serta kondisi sosial
variabel penelitian diperoleh dalam suatu
ekonomi8. Salah satu faktor penyebab
periode tertentu. Penelitian ini dilakukan di
kegemukan adalah faktor gaya hidup dimana
SDN Ketabang 1 Kota Surabaya pada bulan
semakin berjamurnya toko yang menyediakan
November 2017. Penelitian ini telah lolos kaji
makanan cepat saji. Hal ini akan menyebabkan
etik dengan No 589-KEPK.
kebiasaan anak untuk mengkonsumsi
Populasi penelitian ini adalah seluruh
makanan tersebut ditambah dengan
anak SD Ketabang 1 umur 8-12 tahun dengan
kesibukan orang tua yang tak sempat
status gizi lebih sebanyak 120 siswa.
memperhatikan asupan makanan anaknya.
Perhitungan besar sampel dalam penelitian ini
Hal ini ditambah dengan perkembangan
didapatkan hasil sebanyak 88 sampel dengan
jaman era globalisasi dengan semua semakin
menggunakan rumus Lemeshow. Kriteria
canggih yang akan mengurangi kesempatan
inklusi dalam penelitian ini adalah siswa usia
anak untuk melakukan aktivitas fisik.
8-12 tahun yang mengalami masalah gizi lebih
Kemudahan transportasi, komputer, film,
(IMT/U >1 SD), bersedia menjadi responden.
televisi, game, dan makanan cepat saji telah
Sampel didapatkan dengan menggunakan
membuat kebiasaan hidup menjadi santai dan
metode simple random sampling.
Pengumpulan meliputi pengukuran berat

©2018. Ermona dan Wirjatmadi. Open access under CC BY – SA license.


Received 25-1-2018, Accepted 1-2-2018, Published online: 12-3-2018.
doi: 10.20473/amnt.v2.i1.2018.97-105
Ermona dan Wirjatmadi. Amerta Nutr (2018) 97-105 100
DOI : 10.2473/amnt.v2i1.2018.97-105

badan dan tinggi badan, wawancara food Children(PAQ-C). Aktivitas fisik responden
recall 2x24 jam dan pengukuran aktivitas fisik dalam penelitian ini kemudian dikelompokkan
dengan mengisi kuesioner Physical Activity menjadi 2, yaitu rendah (skor 1-4) dan tinggi
Questionnaire for Children (PAQ-C). Data (skor ≥ 5). Skor diperoleh dari penilaian
kemudian dianalisis dengan uji chi square berdasarkan lembar kuesioner PAQ-C yang
untuk menganalisis hubungan antara aktivitas telah diisi responden kemudian dihitung skor
fisik dan asupan gizi dengan status gizi lebih. masing-masing baru kenudian dikategorikan.
Angka kecukupan energi untuk anak
usia 7-9 tahun adalah sebesar 1850 kkal
Tabel 1. Distribusi Responden Menurut Umur
sedangkan untuk anak usia 10-12 tahun pada
Di SDN Ketabang 1 Kota Surabaya
laki-laki sebesar 2100 dan pada anak
Tahun 2017
perempuan sebesar 2000 kkal. Angka
Karakteristik n %
kecukupan karbohidrat untuk anak usia 7-9
Responden
tahun adalah sebesar 245 gram, sedangkan
Umur
untuk anak usia 10-12 tahun pada laki-laki
8 Tahun 1 1,1
sebesar 289 gram dan perempuan sebesar
9 Tahun 10 11,4
275 gram. Angka kecukupan lemak untuk anak
10 Tahun 37 42,0
usia 7-9 tahun adalah sebesar 72 gram,
11 Tahun 32 36,4
sedangkan untuk anak usia 10-12 tahun pada
12 Tahun 7 8,0
laki-laki sebesar 70 gram dan perempuan
Jenis Kelamin
sebesar 67 gram. Angka kecukupan protein
Laki-Laki 46 52,3
untuk anak usia 7-9 tahun adalah sebesar 49
Perempuan 42 47,7
gram, sedangkan untuk anak usia 10-12 tahun
pada laki-laki sebesar 56 gram dan perempuan
sebesar 60 gram. Masukan makanan total Tabel 2. Distribusi Responden Menurut
ditaksir dari jumlah makanan yang dikonsumsi Status Gizi di SDN Ketabang 1 Kota
oleh anak sekolah dasar dalam waktu 2 x 24 Surabaya Tahun 2017
jam dengan menggunakan metode food recall. Kategori n %
Hasil penaksiran makanan diubah dalam Obesitas 48 54,5
satuan gram kemudian dikonversikan dengan Gemuk 40 45,5
program nutrisurvey lalu dibandingkan dengan
Estimated Average Recommended (EAR). HASIL DAN PEMBAHASAN
Pengkategorian untuk energi dan protein
adalah dikategorikan cukup apabila ≥ 77% AKG Karakteristik Responden
sedangkan dikategorikan kurang apabila < Karakteristik responden meliputi umur,
77% AKG. Sedangkan untuk karbohidrat dan jenis kelamin dan status gizi di SDN Ketabang
lemak dibandingkan dengan Acceptable 1 Kota Surabaya Tahun 2017. Berdasarkan
Macronutrient Distribution Ranges (AMDR) tabel 1 dapat diketahui bahwa sebagian besar
kemudian dikategorikan kurang dari range umur reponden adalah berada pada kelompok
normal, pada range normal, dan di atas range usia 10 tahun yaitu sebanyak 42%. Sebagian
normal. Range normal untuk karbohidrat besar responden dalam penelitian ini adalah
adalah 45 – 65% AKG, kategori kurang dari berjenis kelamin laki-laki yaitu sebanyak
range untuk karbohidrat apabila < 45% AKG 52,3%. Tabel 2 menunjukkan bahwa status gizi
dan diatas range normal apabila 45% AKG. responden yang mengalami obesitas yaitu
Range normal untuk lemak adalah 20 – 35% sebesar 54,5% sedangkan untuk sisanya
energi dari lemak, kategori kurang dari range sebesar 45,5% berstatus gizi gemuk. Penelitian
untuk lemak apabila < 20% energi dari lemak ini menunjukkan bahwa sebagian besar
dan diatas range normal bila > 35% energi dari respondennya sebagian besar berusia 10
lemak. tahun mengalami obesitas. Hal ini disebabkan
Aktivitas fisik dinilai menggunakan bahwa diusia 8-10 tahun baik siswa laki-laki
instrumen Physical Activity Questionnaire for maupun perempuan mempunyai nafsu makan
yang cenderung meningkat sebagai persiapan

©2018. Ermona dan Wirjatmadi. Open access under CC BY – SA license.


Received 25-1-2018, Accepted 1-2-2018, Published online: 12-3-2018.
doi: 10.20473/amnt.v2.i1.2018.97-105
Ermona dan Wirjatmadi. Amerta Nutr (2018) 97-105 101
DOI : 10.2473/amnt.v2i1.2018.97-105

Tabel 3. Hubungan Aktivitas Fisik dengan Status Gizi Lebih di SDN Ketabang 1 Kota Surabaya Tahun
2017
Overweight Obesitas
Aktivitas Fisik P value
n % n %
Rendah 33 82,5 29 60,4
Tinggi 7 17,5 19 39,6 0,024
Total 40 100 48 100

Tabel 4. Hubungan Asupan Gizi dengan Status Gizi Lebih di SDN Ketabang 1 Kota Surabaya Tahun
2017
Status Gizi
Tingkat P value
Overweight Obesitas
konsumsi energi
n % n %
Cukup 35 87,5 34 70,8
0,05
Kurang 5 12,5 14 29,2
Total 40 100 48 100
Tingkat Status Gizi
P value
konsumsi Overweight Obesitas
protein n % n %
Cukup 34 85 32 66,7
0,048
Kurang 6 15 16 33,3
Total 40 100 48 100
Tingkat Status Gizi
P value
konsumsi Overweight Obesitas
karbohidrat n % n %
< range normal 0 0 0 0
Range normal 2 5 9 18,7 0.05
> range normal 38 95 39 81,3
Total 40 100 48 100
Status Gizi
Tingkat
Overweight Obesitas P value
konsumsi lemak
n % n %
<range normal 0 0 0 0
Range normal 19 47,5 13 27 0,047
>range normal 21 52,5 35 73
Total 40 100 48 100

menuju usia remaja. Dalam hal ini responden berada dalam kategori rendah.
pertumbuhan anak laki-laki cenderung lebih Sebagian besar responden dengan status gizi
meningkat dibandingkan anak perempuan12. gemuk mempunyai presentase aktivitas fisik
Pernyataan tersebut sejalan penelitian lain yang rendah sebanyak 82,5% sedangkan
yang mengungkapkan bahwa anak laki-laki sebagian besar responden dengan status gizi
lebih sering mengalami gizi lebih dibandingkan obesitas mempunyai presentase aktivitas fisik
anak perempuan13. yang rendah sebanyak 60.4%. Hasil uji statistik
dengan menggunakan uji chi square dengan α
Aktivitas Fisik
= 0,05 diperoleh nilai p 0,024, dimana nilai p
Berdasarkan tabel 3 dapat diketahui
lebih kecil dari α. Hal ini menunjukkan bahwa
bahwa sebagian besar aktivitas fisik

©2018. Ermona dan Wirjatmadi. Open access under CC BY – SA license.


Received 25-1-2018, Accepted 1-2-2018, Published online: 12-3-2018.
doi: 10.20473/amnt.v2.i1.2018.97-105
Ermona dan Wirjatmadi. Amerta Nutr (2018) 97-105 102
DOI : 10.2473/amnt.v2i1.2018.97-105

ada hubungan antara aktivitas fisik dengan Selain itu mereka menghabiskan waktu
status gizi lebih di SDN Ketabang 1 Kota istirahat dengan bercengkrama dengan
Surabaya tahun 2017. sesama teman didalam kelas. Diluar jam
Hasil penelitian ini senada dengan sekolah sebagian besar responden
penelitian yang menyebutkan bahwa anak menghabiskan waktu dengan menonton
dengan tingkat aktivitas yang rendah memiliki televisi, bermain game maupun belajar. Hal
indeks massa tubuh yang lebih dari nilai ini sejalan dengan penelitian yang
normal dan beresiko mengalami masalah gizi menyatakan bahwa Adanya peningkatan
lebih14,15. Aktivitas fisik dapat mempengaruhi prevalensi obesitas yang terjadi pada anak
kejadian gizi lebih pada anak. Hal ini sekolah ini disebabkan oleh salah satunya
dikarenakan ketidakseimbangan antara intake bahwa anak lebih cenderung menghasbiskan
energi yang dimasukkan ke dalam tubuh waktu luangnya untuk menonton televisi dan
dengan energi yang dikeluarkan dari tubuh16. kegiatan lain yang tidak mengeluarkan
Gaya hidup yang berubah menyebabkan energi19. Hal inilah yang menyebabkan
terjadinya perubahan pula pada pola makan aktivitas fisik mereka tergolong rendah
yang tinggi kalori, lemak dan kolesterol yang sehingga berdampak pada keseimbangan
sayangnya tidak diimbangi dengan aktivitas asupan makanan yang mereka konsumsi.
fisik sehingga akan menimbulkan masalah gizi
lebih. Pola makan dengan tinggi kalori, lemak ASUPAN GIZI
dan kolesterol tersebut haruslah diimbangi Tabel 4 dapat diketahui bahwa asupan
dengan aktivitas fisik agar terjadi energi sebagian besar responden dengan
keseimbangan asupan gizi. Keaktifan anak status gizi gemuk berada pada kategori cukup
dalam melakukan aktivitas fisik akan yaitu sebesar 87,5% dan sebagian besar
mempengaruhi indeks massa tubuhnya responden dengan status gizi obesitas pun
sehingga akan berdampak pada kurangnya berada pada kategori cukup yaitu sebesar
resiko timbulnya masalah gizi lebih. Hal ini 70,8%. Asupan protein sebagian besar
dikarenakan adanya keseimbangan antara responden dengan status gizi gemuk berada
asupan yang dimakan dengan asupan yang pada kategori cukup yaitu sebesar 85% dan
dikeluarkan. Manfaat dari aktivitas fisik ini sebagian besar responden dengan status gizi
adalah dapat berkurangnya massa lemak obesitas berada pada kategori cukup sebesar
tubuh dan meningkatkan kekuatan otot 66,7%. Asupan karbohidrat sebagian besar
sehingga dapat mencegah penimbunan lemak untuk responden dengan status gizi gemuk
yang berlebihan didalam tubuh17. Aktivitas berada pada range diatas normal sebesar 95%
fisik merupakan kegiatan sehari hari yang dan sebagian besar responden dengan status
dilakukan selama 7 hari dengan dihitung gizi obesitas juga berada pada kategori range
menggunakan durasi menit. Menurut hasil diatas normal yaitu sebesar 81,3%. Asupan
penelitian pengkategorian aktivitas fisik ini lemak sebagian besar responden dengan
adalah apabila melakukan kegiatan < 45 status gizi gemuk berada pada range diatas
menit/hari tergolong dalam aktivitas sedang normal yaitu sebesar 52,3% dan sebagian
hingga berat, dan bila melakukan aktivitas fisik besar responden dengan status gizi obesitas
selama ≥ 45 menit/ hari tergolong sebagai juga berada pada kategori range diatas normal
aktivitas fisik yang tinggi18. yaitu sebesar 73%.
Pada penelitian ini didominasi oleh Hasil uji statistik menggunakan uji chi
rendahnya aktivitas fisik yang dilakukan square dengan α = 0,05 diperoleh nilai p
responden. Hal ini dikarenakan sebagian besar secara berturut-turut untuk asupan energi,
dari responden melakukan aktivitas fisik yang protein, karbohidrat dan lemak adalah 0,05;
diselenggarakan oleh sekolah setiap satu 0,048; 0,05; dan 0,047. Hal ini menunjukkan
minggu sekali yaitu pada saat jam pelajaran bahwa nilai p<0,05 sehingga dapat
olahraga. Waktu istirahat dimanfaatkan oleh disimpulkan bahwa adanya hubungan antara
responden untuk membeli jajanan yang asupan gizi dengan status gizi lebih pada anak
tersedia didalam maupun diluar sekolah. di SDN Ketabang 1 Kota Surabaya tahun 2017.

©2018. Ermona dan Wirjatmadi. Open access under CC BY – SA license.


Received 25-1-2018, Accepted 1-2-2018, Published online: 12-3-2018.
doi: 10.20473/amnt.v2.i1.2018.97-105
Ermona dan Wirjatmadi. Amerta Nutr (2018) 97-105 103
DOI : 10.2473/amnt.v2i1.2018.97-105

Hasil penelitian ini serupa dengan yang tidak terbatas. Kelebihan lemak yang
penelitian yang menyatakan bahwa adanya tidak diiringi dengan oksidasi lemak dapat
hubungan antara asupan energid an zat gizi menyebabkan 96% lemak disimpan dalam
makro dengan status gizi20. tubuh27. Karbohidrat berperan vital sebagai
Ketidakseimbangan pola konsumsi pemelihara kesehatan fungsi usus selain
mengakibatkan kurangnya maupun lebihnya sebagai sumber karbohidrat. Konsumsi
zat gizi yang masuk dalam tubuh. Hal ini karbohidrat hendaknya diberikan selang
ditambah dengan kebiasaan anak yang lebih waktu tertentu, hal ini bertujuan agar tubuh
menyukai jajan dan dapat memilih jajanan selalu memperoleh glukosa untuk keperluan
yang mereka sukai. Jenis jajanan yang energi karena persediaan glikogen hanya
kebanyakan dikonsumsi anak-anak adalah bertahan untuk keperluan beberapa jam.
jenis jajanan yang banyak mengandung lemak Apabila konsumsi karbohidrat berlebih maka
dan energi 8. Asupan energi yang cukup tinggi akan diubah menjadi lemak di dalam hati 24.
dari asupan makanan maka akan disimpan
sebagai lemak oleh tubuh. Asupan tinggi KESIMPULAN
energi dan lemak ini akan menyebabkan
peningkatan berat badan pada anak. Beberapa Berdasarkan hasil penelitian dapat
penelitian menyebutkan bahwa adanya disimpulkan bila terdapat hubungan asupan
hubungan antara asupan energi dengan gizi dan aktvitas fisik dengan gizi lebih pada
kejadian obesitas. Hal ini sejalan dengan anak usia sekolah dasar di Sekolah Dasar
penelitian yang menyebutkan bahwa adanya Negeri Ketabang 1 Kota Surabaya. Disarankan
hubungan antara asupan energi dengan untuk responden penelitian agar lebih
kejadian obesitas21,22. memperbanyak aktivitas fisik yaitu dengan
Kecukupan asupan protein nabati olahraga agar terjadi keseimbang antara kalori
adalah 60-80% kebutuhan protein sedangkan yang masuk dengan kalori yang dipergunakan
kecukupan asupan hewani adalah 20-40% untuk aktivitas serta memperbanyak konsumsi
kebutuhan protein. Tubuh manusia tidak makan buah dan sayur untuk keseimbangan
dapat menampung kelebihan protein, gizi.
sehingga akan di simpan dalam bentuk Keterbatasan penelitian ini adalah
trigliserida oleh tubuh. Hal inilah yang belum dianalisis secara lebih lanjut tentang
menyebabkan kenaikan jaringan lemak apakah ada perbedaan antara responden
sehingga menyebabkan kegemukan23. Protein dengan status gizi gemuk dan obesitas
sangatlah penting dan dibutuhkan pada masa terhadap setiap variabel independen.
pertumbuhan terutama bagi anak usia Penelitian ini hanya menganalisis hubungan
sekolah. Namun kelebihan protein dapat antara status gizi lebih dengan variabel
mengakibatkan kelebihan berat badan pada independennya.
seseorang. Apabila terjadi kelebihan protein
maka akan disimpan sebagai lemak24. Hal ini ACKNOWLEDGEMENT
juga disampaikan beberapa penelitan yang
menyebutkan bahwa kelebihan asupan Peneliti mengucapakan terimakasih
protein didalam tubuh maka akan disimpan kepada SDN Ketabang 1 Kota Surabaya yang
sebagai lemak25,26. Lemak merupakan salah telah memberikan izin sehingga penelitian ini
satu zat gizi makro yang merupakan sumber dapat terlaksana, siswa-siswa yang menjadi
energi bagi tubuh seperti halnya protein. responden pada penelitian ini, serta teman-
Lemak yang berlebihan akan menyebabkan teman yang telah membantu dalam penelitian
timbulnya resiko masalah gizi lebih. Makanan ini.
yang mengandung lemak biasaya akan terasa
lezat dengan tingkat kekenyangan yang REFERENSI
rendah sehingga membuat seseorang untuk
mengkonsumsinya secara terus menerus. 1. Permatasari, I.R.I., Mayulu, N., Hamel, R.
Penyimpanan lemak mempunyai kapasitas Analisa Riwayat Orang Tua sebagai Faktor

©2018. Ermona dan Wirjatmadi. Open access under CC BY – SA license.


Received 25-1-2018, Accepted 1-2-2018, Published online: 12-3-2018.
doi: 10.20473/amnt.v2.i1.2018.97-105
Ermona dan Wirjatmadi. Amerta Nutr (2018) 97-105 104
DOI : 10.2473/amnt.v2i1.2018.97-105

Resiko Obesitas pada Anak SD di Kota Obesitas Pada Anak Usia 8-10 Tahun Di
Manado. Ejournal Keperawatan 1, 1–7 Sd Katolik 03 Frater Don Bosco Manado.
(2013). J. Keperawatan 2, 1–7 (2014).
2. WHO. Global prevalence and trends of 13. Ogden, C. L., Carroll, M. D., Kit, B. K. &
overweight and obesity among preschool Flegal, M. Prevalence of Childhood and
children. WHO (2011). Adult Obesity in the United States, 2011–
3. de Onis, M., Blössner, M. & Borghi, E. 2012. Jama 311, 806–814 (2016).
Global prevalence and trends of 14. Lisbeth, N. Hubungan Kejadian Obesitas
overweight and obesity among preschool paada Anak dengan Kebiasaan
children. Am. J. Clin. Nutr. 92, 1257–1264 Mengkonsumsi Makanan Siap Saji di SDIT
(2010). Ulul Albab Bekasi Tahun 2013. J. Ilm.
4. Sartika, R. A. . Faktor Risiko Obesitas pada Keperawatan STIKes Med. Cikarang 4,
Anak 5-15 Tahun di Indonesia. Makara, (2014).
Kesehat. 15, 37–43 (2011). 15. Octari, C., Liputo, N. I. & Edison.
5. Badan Penelitian dan Pengembangan Hubungan Status Sosial Ekonomi dan
Kesehatan. Riset Kesehatan Dasar Gaya Hidup dengan Kejadian Obesitas
(RISKESDAS) 2013. Lap. Nas. 2013 1–384 pada Siswa SD Negeri 08 Alang Lawas
(2013). doi:1 Desember 2013 Padang. J. Kesehat. Andalas 3, 131–135
6. Departemen Kesehatan RI. Obesitas dan (2014).
Kurangnya Aktivitas Fisik Menyumbang 16. Colley, R. C. et al. Physical activity and
30% Kanker. 18 Februari 2009 (2009). sedentary behavior during the early years
Available at: in Canada: a cross-sectional study. Int. J.
http://www.kemkes.go.id/development/ Behav. Nutr. Phys. Act. 10, 54 (2013).
site/jkn/index.php?cid=137&id=obesitas- 17. Salbe, A. D. et al. Relation between
dan-kurang-aktivitas-fisik-menyumbang- physical activity and obesity. Am. J. Clin.
30%25-kanker.html. Nutr. 78, 193–194 (2003).
7. Anggraeni, A. . Hubungan Pola Konsumsi 18. Farpour-Lambert, N. J. et al. Physical
Buah dan Sayur Dengan Risiko Obesitas Activity Reduces Systemic Blood Pressure
Pada Anak Usia Sekolah Di SDN Ketabang and Improves Early Markers of
1 Surabaya. (Universitas Airlangga, 2016). Atherosclerosis in Pre-Pubertal Obese
8. Utomo, G. T., Junaidi, S. & Rahayu, S. Children. J. Am. Coll. Cardiol. 54, 2396–
Latihan Senam Aerobik Untuk 2406 (2009).
Menurunkan Berat Badan, Lemak dan 19. Carson, V., Iannotti, R. J., Pickett, W. &
Kolesterol. J. Sport. Sci. Fit. 1, 6–10 Janssen, I. Urban and rural differences in
(2012). sedentary behavior among American and
9. Yaqin, M.K., Nurhayati, F. Prevalensi Canadian youth. Health Place 17, 920–
Obesitas Pada Anak Usia Sd Menurut 928 (2011).
Imt/U Di Sd Negeri Ploso Ii No 173 20. Restuastuti, T., Jihadi, M. & Ernalia, Y.
Surabaya. J. Pendidik. Olahraga dan Hubungan Pola Makan dan Aktivitas Fisik
Kesehat. 2, 114–118 (2014). terhadap Obesitas pada Remaja di SMA
10. D’Addesa, D. et al. Dietary Intake and Negeri 5 Pekanbaru. J. Online Mhs. Fak.
Physical Activity of Normal Weight and Kedokt. Univ. Riau 3, 1–20 (2016).
Overweight/Obese Adolescents. Int. J. 21. Wulandari, N. W. M., Muniroh, L. &
Pediatr. 2010, 1–9 (2010). Nindya, T. S. Asupan Energi Dan Aktivitas
11. Pramono, A., Sulchan, M. Kontribusi Fisik Berhubungan Dengan Z-Score IMT/U
Makanan Jajan Dan Aktivitas Fisik Anak Sekolah Dasar di Daerah Perdesaan.
Terhadap Kejadian Obesitas Pada Remaja Media Gizi Indones. 10, 51–56 (2015).
Di Kota Semarang. Gizi Indones. 37, 129– 22. Maidelwita, Y. Pengaruh Faktor Genetik,
136 (2014). Pola Konsumsi dan Aktivitas Fisik dengan
12. Bidjuni, H., Rompas, S. & Bambuena, M. . Kejadian Obesitas pada Anak Kelas 4-6 SD
Hubungan Pola Makan Dengan Kejadian SBI Percobaan Ujung Gurun Padang. J.

©2018. Ermona dan Wirjatmadi. Open access under CC BY – SA license.


Received 25-1-2018, Accepted 1-2-2018, Published online: 12-3-2018.
doi: 10.20473/amnt.v2.i1.2018.97-105
Ermona dan Wirjatmadi. Amerta Nutr (2018) 97-105 105
DOI : 10.2473/amnt.v2i1.2018.97-105

Mercubaktijaya 1–12 (2012). Jakarta ( Analisis Data Sekunder Riskesdas


23. Suryandari, B. D. & Widyastuti, N. 2010 ). Nutr. Diaita 7, 16–23 (2015).
Hubungan Asupan Protein Dengan 26. Mestuti, K. & Fitranti, D. . Faktor Risiko
Obesitas Pada Remaja. J. Nutr. Collage 4, Kejadian Overweight Pada Anak Stunting
492–498 (2015). Usia Sekolah Dasar Di Semarang Timur. J.
24. Almatsier, S. Prinsip Dasar Ilmu Gizi. (PT Nutr. Coll. 3, 134–141 (2014).
Gramedia Pustaka Utama, 2009). 27. Dewi, PLP., Kartini, A. Hubungan
25. Sasmito, P. . Hubungan Asupan Zat Gizi Pengetahuan Gizi, Aktivitas Fisik, Asupan
Makro ( Karbohidrat , Protein , Lemak ) Energi Dan Asupan Lemak Dengan
Dengan Kejadian Obesitas Pada Remaja Kejadian Obesitas Pada Remaja Sekolah
Umur 13- 15 Tahun Di Propinsi Dki Menengah Pertama. J. Nutr. Collage 6,
257–261 (2017).

©2018. Ermona dan Wirjatmadi. Open access under CC BY – SA license.


Received 25-1-2018, Accepted 1-2-2018, Published online: 12-3-2018.
doi: 10.20473/amnt.v2.i1.2018.97-105

You might also like