You are on page 1of 13

Jurnal Gizi Prima Website : http://jgp.poltekkes-mataram.ac.id/index.

php/home
Vol.2, Edisi.2, September 2017, pp. 154~160
ISSN: 2656 - 2480 (Online)
ISSN: 2355 - 1364 (Print)

HUBUNGAN PEMBERIAN ASI EKSKLUSIF DENGAN


PERKEMBANGAN MOTORIK KASAR BAYI
UMUR 7-12 BULAN DI WILAYAH KERJA
PUSKESMAS TANJUNG KARANG KOTA MATARAM
Baiq Tinda Partipa Sari 1 dan Abdul Salam 2
1
Alumni Jurusan Gizi, Poltekkes Kemenkes Mataram, Indonesia
Email : baiqtindapartipasari@yahoo.co.id
2
Dosen Jurusan Gizi, Poltekkes Kemenkes Mataram, Indonesia
Jl. Praburangkasari Dasan Cermen, Sandubaya Kota Mataram
Telp./Fax. (0370) 633837
Email : jurnalgiziprima1@gmail.com

Article Info ABSTRACT


Article history:
Background. Based on data Riskesdas 2013 showed that the
Received July 2th, 2017
percentage of breast-feeding only in the last 24 hours decreased with
Revised August 2th, 2017
increasing age of the baby with the lowest percentage of children
Accepted September 28th, 2017
aged 6 months (30.2%). The data show in Mataram city only
(65.96%) of all mothers breastfeeding Exclusive breastfeeding apply.
Keyword: Coverage of exclusive breastfeeding in the Puskesmas Tanjung
Karang in 2012, exclusive breastfeeding in the working area of the
Exclusive Breastfeeding; Motor health center Tanjung karang (59.40%) is still below the target of
Development Rough 80% and the expectation is ranked third highest of ten health centers
in the region Mataram city.
Research Methods. Based on the type, this study is an observational
analytic studies and in terms of the time these are cross-sectional
study in which all variables were collected in same time. Gross motor
development of infants aged 7-12 months were collected first, then
ask for a history of exclusive breastfeeding at age 0-6 months.
Research Result. From 85 samples based on those age, the average
age most babies are 9 months old is as much as 24.8%. Based on
those sex most (56.5%) male sex. Exclusive breastfeeding bulk of the
sample (64.7%) received exclusive breastfeeding and the
development of gross motor bulk of the sample (70.6%) in the normal
category. Based on statistical tests showed no significant relationship
p = 0.558 for the higher value of α = 0.05, meaning that there is no
relationship between the Exclusive Breastfeeding Babies With gross
motor development Age 7-12 Months On The area of health center
Tanjung Karang, Mataram City.
Conclusion. exclusive breastfeeding has no relationship with gross
motor development because apart from exclusive breastfeeding motor
development can be caused by several things including the lack of
stimulation can also cause irregularities grow and develop even
disorders that are settled.
Copyright © Jurnal Gizi Prima
All rights reserved.

PENDAHULUAN
Keberhasilan pembangunan nasional suatu bangsa ditentukan oleh ketersediaan Sumber Daya Manusia
(SDM) yang berkualitas, yaitu SDM yang memiliki fisik yang tangguh, mental yang kuat dan kesehatan

154
ISSN : 2656 - 2480 (Online)
ISSN : 2355 - 1364 (Print)

yang prima disamping penguasaan terhadap ilmu pengetahuan dan tehnologi. Pembangunan bangsa,
peningkatan kualitas manusia dimulai sejak dini yaitu sejak masih bayi, salah satu faktor yang memegang
peranan dalam peningkatan kualitas tumbuh kembang adalah pemberian Air Susu Ibu (ASI). Pemberian
ASI yang maksimal merupakan hal penting dalam pemeliharaan, pertumbuhan dan perkembangnan anak.
(Soedjatmiko, 2012).

Perkembangan menyangkut adanya proses diferensiasi dari sel-sel tubuh, jaringan tubuh, organ-organ dan
sistem organ yang berkembang sedemikian rupa sehingga masing-masing dapat memenuhi fungsi
didalamnya termasuk pula perkembangan emosi, intelektual, dan tingkah laku sebagai hasil interaksi
dengan lingkungannya (Supariasa, dkk 2012).

Data Riskesdas tahun 2013 menunjukan bahwa persentase pemberian ASI saja dalam 24 jam terakhir
semakin menurun seiring meningkatnya umur bayi dengan persentase terendah pada anak umur 6 bulan
(30,2 %) (Riskesdas, 2013).

Berdasarkan hasil cakupan pemberian ASI Ekslusif di wilayah kerja Puskesmas Tanjung Karang tahun
2012, pemberian ASI Ekslusif di wilayah kerja Puskesmas Tanjung Karang yaitu (59,40%) masih dibawah
target harapan yaitu 80% dan berada pada urutan ketiga paling tinggi dari sepuluh Puskesmas yang ada di
wilayak Kota Mataram

METODE PENELITIAN
Berdasarkan jenisnya, penelitian ini merupakan studi Observasional analitik dan dari segi waktu penelitian
ini bersifat Crossectional dimana semua variabel dikumpulkan secara bersamaan. Perkembangan motorik
kasar bayi umur 7-12 bulan dikumpulkan terlebih dahulu, baru kemudian menanyakan riwayat pemberian
ASI Eksklusif saat umur 0-6 bulan.

Analisisi statistik pada peneltian ini digunakan untuk mengetahui hubungan pemberian ASI Ekslusif dengan
perkembangan motorik kasar bayi umur 7-12 bulan, yaitu dengan menggunakan uji chi square dengan alat
bantu software SPSS.

HASIL PENELITIAN
Analisis dari penelitian ini meliputi umur, jenis kelamin, pemberian ASI Eksklusif dan perkembangan
motorik yang akan disajikan sebagai berikut :

Tabel 1. Distribusi Frekuensi Menurut Kelompok Umur Bayi Umur 7-12 Bulan Di Wilayah Kerja
Puskesmas Tanjung Karang

No Umur Bayi Jumlah %


1 7 Bulan 15 17.6
2 8 Bulan 15 17.6
3 9 Bulan 21 24.8
4 10 Bulan 12 14.1
5 11 Bulan 17 20.0
6 12 Bulan 5 5.9
Total 85 100

Berdasarkan tabel 1 di atas rata-rata umur bayi yang paling banyak yaitu yang berumur 9 bulan sebanyak
24,8 %, dan yang paling sedikit yaitu berumur 12 bulan sebanyak 5,9 %.

Tabel 2. Distribusi Frekuensi Menurut Jenis Kelamin Bayi Umur 7-12 Bulan Di Wilayah Kerja
Puskesmas Tanjung Karang
No Jenis Kelamin Jumlah %
1 Laki-laki 48 56.5
2 Perempuan 37 43.5
Total 85 100

155
ISSN : 2656 - 2480 (Online)
ISSN : 2355 - 1364 (Print)

Berdasarkan tabel di atas, diketahui bahwa sampel yang berumur 7-12 bulan yang ada di wilayah kerja
Puskesmas Tanjung Karang, sebagian besar (56,5 %) berjenis kelamin laki-laki.

Tabel 3. Distribusi Frekunsi Bayi Yang Mendapatkan ASI Eksklusif Umur 0-6 Bulan Di Wilayah
Kerja Puskesmas Tanjung Karang
No Status pemberian Asi Eksklusif Jumlah %
1 ASI Eksklusif 55 64,7
2 Tidak ASI Eksklusif 30 35,3
Total 85 100

Berdasarkan tabel 3 di atas sebagian besar sampel (64,7 %) mendapatkan ASI Eksklusif

Tabel 4. Distribusi Frekuensi Perkembangan Motorik Kasar Bayi Umur 7-12 Bulan
Di Wilayahkerja Puskesmas Tanjung Karang
Status Perkembangan Motorik
No Jumlah %
Kasar
1 Normal 60 70,6
2 Suspect 25 29,4
Total 85 100,0

Berdasarkan tabel 4 di atas menunjukkan perkembangan motorik kasar bayi umur 7-12 bulan di wilayah
kerja Puskesma Tanjung sebagian besar sampel (70,6 %) dalam kategori normal.

Tabel 5. Hubungan Pemberian ASI Eksklusif Dengan Perkembangan Motorik Kasar Bayi
Umur 7-12 Bulan
Perkembangan Motorik Kasar
Status Pemberian ASI Total
No Normal Suspect
Eksklusif
n % n % n %
1 ASI Eksklusif 40 66,7 15 64,7 55 64,7
2 Tidak ASI Eksklusif 20 33,3 10 35,3 30 35,3
Total 60 100,0 25 100,0 85 100,0

Dari 60 sampel sebagian besar (66,7 %) mendapatkan ASI Eksklusif dengan perkembangan motorik kasarnya
normal, sedangkan dari 25 sampel sebagian besar (64,7 %) juga mendapatkan ASI Eksklusif dengan
perkembangan motorik kasarnya suspect.

Tabel di atas menunjukkan kecenderungan antara bayi yang mendapatkan ASI Eksklusif atau tidak
mendapatkan ASI Eksklusif tidak berhubungan dengan perkembangan motorik kasar. Hal ini terlihat dari
data diatas menunjukkan pemberian ASI Eksklusif dengan kategori normal lebih besar yaitu (66,7 %),
sedangkan bayi yang mendapatkan ASI Eksklusif dengan kategori suspect juga lebih besar yaitu (64,7 %).

Hal ini secara uji statistik juga menunjukkan adanya hubungan yang tidak signifikan p = 0,558 karena nilai
tersebut lebih tinggi dari α = 0,05.

156
ISSN : 2656 - 2480 (Online)
ISSN : 2355 - 1364 (Print)

Tabel 6. Hubungan Pemberian ASI Eksklusif Dengan Perkembangan Motorik Kasar Dengan Jenis
Kelamin Sebagai Variabel Pengganggu (Confounding Variabel)
Perkembangan_Motorik
Jenis_Kelamin Total
Suspect (3) Normal (5)
n 10 18 28
TIDAK
% 62.5% 56.2% 58.3%
ASI Eksklusif
n 6 14 20
L YA
% 37.5% 43.8% 41.7%
n 16 32 48
Total
% 100.0% 100.0% 100.0%
n 6 15 21
TIDAK
% 66.7% 53.6% 56.8%
ASI Eksklusif
n 3 13 16
P YA
% 33.3% 46.4% 43.2%
n 9 28 37
Total
% 100.0% 100.0% 100.0%

Berdasarkan tabel diatas sampel dengan jenis kelamin laki-laki yang tidak mendapatkan ASI Eksklusif
sebagian besar (62,5 %) perkembangan motorik kasarnya suspect dan sampel yang mendapatkan ASI
Eksklusif sebagian besar (43,8 %) perkembangan motorik kasarnya normal. Sedangkan sampel dengan jenis
kelamin perempuan yang tidak mendapatkan ASI Eksklusif sebagian besar (66,7 %) perkembangan motorik
kasarnya suspect dan sampel yang mendapatkan ASI Eksklusif sebagian besar (46,4 %) perkembangan
motorik kasarnya normal.

Berdasarkan uji koefesien kontigensi menunjukkan OR sampel dengan jenis kelamin perempuan lebih besar
(1,7) dibandingkan dengan sampel dengan jenis kelamin laki-laki (1,2). Hal ini menunjukkan kecenderungan
antara perkembangan motorik kasar bayi umur 7-12 bulan lebih besar sampel dengan jenis kelamin
perempuan daripada sampel dengan jenis kelamin laki-laki.

Karena OR sampel dengan jenis kelamin laki-laki tidak sama dengan OR sampel dengan jenis kelamin
perempuan maka jenis kelamin merupakan variabel pengganggu yang mempengaruhi pemberian ASI
Eksklusif dengan perkembangan motorik kasar bayi umur 7-12 bulan. Dari nilai coefisien contigensi yaitu
0,083 menurut Sugiono anatar 0,0-0,2 ada hubungan tetapi sangat lemah.

Hasil secara uji statistik juga menunjukkan nilai p=0,444 dimana nilai p lebih besar dari nilai α=0,05 yang
tidak signifikan. Walaupun ada hubungan tetapi sangat lemah dan tidak signifikan. Artinya hubungan yang
terjadi antara pemberian ASI Eksklusif dengan perkembangan motorik kasar hanya sebatas pada 85 sampel
pada penelitian ini dan tidak dapat digeneralisasi di populasi.

PEMBAHASAN PENELITIAN
Kelompok Umur Sampel
Umur sampel adalah umur pada saat dilakukan pemantauan perkembangan motorik kasar dan dihitung dalam
bulan penuh. Berdasarkan data yang diperoleh maka distribusi umur bayi dikelompokkan dengan umur 7-12
bulan. Berdasarkan hasil penelitian karakteristik kelompok umur sampel menunjukkan rata-rata umur bayi
yang paling banyak yaitu yang berumur 9 bulan.

Berdasarkan umur, perkembangan yang harus dicapai oleh bayi sesuai dengan usianya yaitu pada bulan
ketujuh bayi mampu melonjak-lonjak bila ia dipegang oleh orang dewasa di ketiaknya, pada bulan kedelapan
bayi mampu duduk sendiri selama beberapa detik, pada bulan kesembilan bayi mampu duduk tanpa di topang
selama satu menit, bulan kesepuluh bayi mampu beridi dengan berpegangan pada perabot rumah, bulan
kesebelas bayi mampu berdiri selama dua detik dan pada bulan keduabelas bayi mampu berjalan bila kedua
tangannya di pegang (Ari Sulistyawati, 2014).

157
ISSN : 2656 - 2480 (Online)
ISSN : 2355 - 1364 (Print)

Jenis Kelamin Sampel


Berdasarkan hasil penelitian karakteristik jenis kelamin sampel sebagian besar dengan jenis kelamin laki-
laki. Dari hasil uji statistik menunjukkan bahwa perkembangan motorik dengan kategori normal lebih banyak
perempuan daripada laki-laki.

Hal ini berbeda dengan teori yang pada dasarnya perkembangan motorik kasar antara anak laki-laki dan anak
perempuan sama, namun anak laki-laki cenderung lebih memperlihatkan keaktifan motoriknya. Anak laki-
laki akan melakukan gerakan seperti menendang, melompat, atau berputar lebih banyak dibandingkan anak
perempuan.

Pemberian ASI Eksklusif


Air Susu Ibu merupakan makanan pertama, utama dan terbaik bagi bayi yang bersifat alamiah, dan
mengandung berbagai zat gizi yang dibutuhkan dalam proses pertumbuhan dan perkembangan bayi (Marmi,
2012). Berdasarkan hasil penelitian di wilayah kerja Puskesmas Tanjung Karang dari 85 sampel sebagian
besar sampel (64,7 %) mendapatkan ASI Eksklusif.

Hal ini sedikit lebih rendah dengan Cakupan pemberian ASI Eksklusif di Kota Mataram yang menunjukkan
pemberian ASI Eksklusif pada tahun 2012 yaitu 65,96 % yang lebih tinggi dibandingkan dengan hasil
penelitian.

Rendahnya pemberian ASI dapat menjadi ancaman bagi tumbuh kembang anak (TKA). Padahal kandungan
ASI kaya akan karetonoid dan selenium sehingga ASI berperan dalam sistem pertahanan tubuh bayi untuk
mencegah berbagai penyakit (Rodiah 2011).

Perkembangan Motorik Kasar Sampel


Berdasarkan hasil penelitian di wilayah kerja Puskesmas Tanjung Karang, dari 85 sampel sebagian besar
sampel (70,6 %) perkembangan motorik kasar dalam kategori normal.

Motorik kasar adalah bagian dari aktifitas motor yang melibatkan keterampilan otot-otot besar. Gerakan-
gerakan seperti tengkurap, duduk, merangkak, dan mengangkat leher. Gerakan inilah yang pertama terjadi
pada tahun pertama usia anak (Dian Adriana, 2011).

Hubungan Pemberian ASI Eksklusif Dengan Perkembangan Motorik Kasar Bayi Umur 7-12 Bulan
ASI Eksklusif merupakan makanan terbaik yang harus diberikan kepada bayi karena didalamnya terkandung
hampir semua zat gizi yang dibutuhkan oleh bayi.

Air Susu Ibu sangat diperlukan untuk pertumbuhan dan perkembangan kecerdasan anak. Menurut penelitian
anak yang diberikan ASI mempunyai IQ (intellectual quotient) lebih rendah 7-8 poin dibandingkan dengan
anak-anak yang diberi ASI secara eksklusif.

Hasil analisis statistik dengan menggunakan uji Chi Square, ternyata antara pemberian ASI Eksklusif dengan
perkembangan motorik kasar bayi umur 7-12 bulan menunjukkan adanya hubungan yang tidak signifikan p =
0,444 karena nilai tersebut lebih tinggi dari α = 0,05. Artinya pemberian ASI Eksklusif tidak berhubungan
dengan perkembangan motorik kasar bayi.

Hal ini berbeda dengan pendapat Yuliarti (2010), pedoman internasional yang menganjurkan pemberian ASI
Eksklusif selama 6 bulan pertama didasarkan pada bukti ilmiah tentang manfaat ASI bagi daya tahan tubuh
bayi, pertumbuhan dan perkembangannya.

Hal ini juga berbeda dengan hasil penelitian oleh Rodiah (2011) yang menelitia tentang hubungan pemberian
ASI Eksklusif dengan kembang pada anak usia 3 samapai 6 bulan menunjukkan hasil ada hubungan yang
signifikan pemberian ASI Eksklusif dengan tumbuh kembang pada anak umur 3 sampai 6 bulan.

Hasil penelitian di wilayah kerja puskesmas Tanjung Karang dengan alat bantu form DDST di dapatkan hasil
bahwa tidak adanya hubungan pemberian ASI Eksklusif dengan perkembangan motorik kasar karena selain
dari pemberian ASI Eksklusif perkembangan motorik dapat disebabkan oleh beberapa hal.

158
ISSN : 2656 - 2480 (Online)
ISSN : 2355 - 1364 (Print)

Salah satu penyebabnya adalah faktor lingkungan serta keperibadian anak juga dapat mempengaruhi
keterlambatan dalam perkembangan motorik. Anak yang tidak mempunyai kesempatan belajar seperti sering
digendong atau diletakkan di baby walker dapat mengalami keterlambatan dalam mencapai kemampuan
motorik.

Kurangnya stimulasi juga dapat menyebabkan penyimpangan tumbuh kembang bahkan gangguan yang
bersifat menetap. Stimulasi perkembangan anak dilakukan oleh ibu, ayah, pengasuh anak, anggota keluarga
lain dan kelompok masyarakat di lingkungan sekitarnya.

Selain itu, kadang secara otomatis anak juga terstimulasi oleh teman bermainnya ketika dalam permainan
yang bermanfaat juga untuk proses tumbuh kembangnya.

Dengan demikian, mengupayakan anak untuk berinteraksi dengan lingkungan sekitar merupakan salah satu
kegiatan untuk stimulasi tumbuh kembang anak (Ari Sulistyawati, 2014).

KESIMPULAN
Rata-rata umur bayi yang paling banyak yaitu yang berumur 9 bulan sebanyak 24,8 %, dan yang paling
sedikit yaitu berumur 12 bulan sebanyak 5,9 %. Sampel yang berumur 7-12 bulan yang ada di wilayah kerja
Puskesmas Tanjung Karang, sebagian besar sampel (56,5 %) dengan jenis kelamin laki-laki. Sebagian besar
sampel (64,7 %) mendapatkan ASI Eksklusif pada umur 0-6 bulan.

Perkembangan motorik kasar bayi umur 7-12 bulan di wilayah kerja Puskesma Tanjung sebagian besar
sampel (70,6 %) dalam kategori normal. Hubungan pemberian ASI Eksklusif dengan perkembangan motorik
kasar bayi umur 7-12 bulan menunjukkan dari 60 sampel sebagian besar (66,7 %) mendapatkan ASI
Eksklusif dengan perkembangan motorik kasarnya normal, sedangkan dari 25 sampel sebagian besar (64,7
%) juga mendapatkan ASI Eksklusif dengan perkembangan motorik kasarnya suspect.

SARAN
Perlu adanya penyuluhan tentang manfaat ASI Eksklusif untuk pertumbuhan dan perkembangan bayi. Para
ibu juga perlu diberikan penyuluhan tentang perkembangan yang harus dicapai oleh bayi sesuai dengan
usianya.

DAFTAR PUSTAKA
Adriana, Dian. 2011. Tumbuh Kembang Dan Terapi Bermain Pada Anak. Jakarta: Salemba Medika

Arif, Nurhaeni. 2009. Panduan ibu cerdas ASI dan tumbuh kembang bayi. Yogyakarta : Media Pressindo

Hellbrugge, theodor dan von wimpffen,dkk.2005. 365 hari pertama perkembangan bayi sehat. Jakarta : CV
Muliasari

Indiarti, MT. 2009. Your Baby, Day By Day (Perkembangan Bayi Sehat 0-3 Tahun). Yogyakarta: CV. ANDI
OFFSET

Marmi. 2012. ASI Saja Mama (Berilah Aku Asi Karena Aku Bukan Anak Sapi). Yogyakarta: PUSTAKA
PELAJAR

Maryunani, Anik. 2012. Inisiasi Menyusu Dini, Asi Ekslusif Dan Manajemen Laktasi. Jakarta: CV. Trans
Info Media

Purwanto, dkk.2012. Hubungan Antara Status Gizi Dengan Perkembangan Motorik Kasar Anak Usia 1 – 5
Tahun Di Posyandu Buah Hati Ketelan Banjarsari Surakarta.
http://publikasiilmiah.ums.ac.id/bitstream/handle/123456789/3285/8. DESMIKA.pdf. Diakses pada tanggal
26 oktober 2013

Rosdiah, dkk. 2011. Hubungan Pemberian Asi Eksklusif Dengan Kembang Pada Anak Usia 3 Sampai 6
Bulan Di Puskesmas Karanganyar

159
ISSN : 2656 - 2480 (Online)
ISSN : 2355 - 1364 (Print)

http://ejurnal.mithus.ac.id/index.php/maternal/article/viewFile/157/142.pdf. diakses pada tanggal 26 oktober


2013

Riskesda , 2010 . Pola Pemberian ASI

Riskesda , 2013 . Pola Pemberian ASI

Soedjatmiko. 2009. Cara Praktis Membentuk Anak Sehat, Tumbuh Kembang Optimal, Kreatif, Dan Cerdas
Multipel. Jakarta: PT. Kompas Media Nusantara

Soetjiningsih, Christiana Hari. 2012. Perkembangan Anak (Sejak Pembuahan Sampai Dengan Kanak-Kanak
Akhir). Jakarta: PRENADA MEDIA GROUP

Supariasa, dkk.2012. Penilaian Status Gizi. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC

Yuliarti, Nurheti. 2010. Keajaiban ASI (Makanan Terbaik Untuk Kesehatan, Kecerdasan, Dan Kelincahan Si
Kecil). Yogyakarta:

160
Daya  Terima  dan  Kandungan  Zat  Gizi  ...  

Research  Article  
 
DAYA  TERIMA  DAN  KANDUNGAN  ZAT  GIZI  BISKUIT  BAYI  SEBAGAI  MAKANAN  
PENDAMPING  ASI  DENGAN  SUBSTITUSI  TEPUNG  LABU  KUNING  (CUCURBITA  
MOSHCHATA)  DAN  TEPUNG  IKAN  PATIN  (PANGASIUS  SPP)  
 
N.  Rustanti,  E.  R.  Noer  dan  Nurhidayati  

ABSTRAK:  Pemberian  makanan  pendamping  ASI  (MP-­‐ASI)  dalam  bentuk  biskuit  diharapkan  dapat  mendampingi  
ASI   untuk   memenuhi   kebutuhan   gizi   bayi   dan   merangsang   keterampilan   makan   bayi.   Biskuit   bayi   dapat  
disubstitusi   dengan   bahan   yang   kaya   betakaroten   yaitu   labu   kuning   dan   bahan   yang   kaya   protein   seperti   ikan  
patin  untuk  mendapatkan  MP-­‐ASI  yang  tinggi  protein  dan  betakaroten.  Penelitian  ini  dilakukan  untuk  mengetahui  
pengaruh   perbandingan   tepung   labu   kuning   dan   tepung   ikan   patin   yang   disubstitusikan   pada   biskuit   bayi  
terhadap   daya   terima   meliputi     warna,   rasa,   tekstur,   aroma,   serta   kandungan   zat   gizi   meliputi   lemak,   protein,   air,  
abu,  karbohidrat,  serat  total  dan  betakaroten.Penelitian  ini  merupakan  penelitian  eksperimental  rancangan  acak  
lengkap  satu  faktor  yaitu  perbandingan  substitusi  tepung  labu  kuning  dan  tepung  ikan  patin  (1:3,  1:1,  3:1)  dengan  
3   ulangan.   Analisis   statistik   menggunakan   uji   One   Way   ANOVA   CI   95%   dilanjutkan   dengan   uji   Tukey.   Hasil  
penelitian   menunjukkan   perbandingan   tepung   labu   kuning   dan   tepung   ikan   patin   yang   disubstitusikan   pada  
biskuit   bayi   berpengaruh   nyata   terhadap   kadar   lemak,   protein,   air,   karbohidrat,   dan   betakaroten,   tetapi   tidak  
berpengaruh   nyata   terhadap   daya   terima   meliputi   warna,   rasa,   tekstur,   aroma   serta   kadar   abu   dan   serat   total.  
Konsumsi   satu   takaran   saji   (60   g)   biskuit   bayi   yang   disubstitusi   dengan   perbandingan   tepung   labu   kuning   dan  
tepung  ikan  patin  1:3  dapat  memenuhi  241,6%  AKG  protein  dan  67,9%  AKG  vitamin  A.  
Kata  kunci:  Biskuit  bayi,  labu  kuning,  tepung  ikan  patin  
 
PENDAHULUAN   mata,   bagian   dalam   mulut,   serta   saluran   pencernaan   dan  
Konsumsi  makanan  dalam  jumlah  dan  kandungan  gizi   pernafasan   (Trahms   et   al.,   2008;   Parizkova,   2010).  
yang   cukup   sangat   diperlukan   untuk   tumbuh   kembang   bayi   Departemen   Kesehatan   RI   menetapkan   persyaratan  
dan  balita.  Sesudah  bayi  berusia  enam  bulan,  kandungan  gizi   kandungan  gizi  yang  harus  dipenuhi  dalam  100  g  bubur  bayi  
ASI   tidak   lagi   mencukupi   sementara   kebutuhan   energi   bayi   instan,   antara   lain   kandungan   energi   minimal   400   Kkal,  
meningkat  sebesar  24-­‐30%  dibandingkan  dengan  kebutuhan   kandungan  protein  sebesar  15-­‐22  g,  dan    vitamin  A  sebesar  
 
saat   usia   3-­‐5   bulan   (World   Health   Organization,   2000;   250-­‐350   µg   (MenKes,   2007). Pemilihan   bahan   MP-­‐ASI  
Trahms   et   al.,   2008).   Untuk   memenuhi   kebutuhan   zat   gizi   penting   untuk   memenuhi   persyaratan   tersebut.   Pada  
yang   meningkat,   Makanan   Pendamping   ASI   (MP-­‐ASI)   perlu   umumnya   MP-­‐ASI   bubur   bayi   instan   terbuat   dari   campuran  
diberikan   pada   bayi   sesudah   berusia   6   bulan.   Masyarakat   tepung   beras,   susu   skim,   gula   halus,   dan   minyak   nabati  
mengenal  adanya  dua  jenis  MP-­‐ASI,  yaitu  MP-­‐ASI  tradisional   (Yoanasari,   2003;   Andarwulan   et   al.,   2004;   Larasati   et   al.,  
dan  pabrikan.  Pengolahan  MP-­‐ASI  tradisional  seringkali  tidak   2008).   Untuk   meningkatkan   kandungan   gizi,   bahan-­‐bahan  
memenuhi   prinsip   higiene   sanitasi   makanan   sehingga   tersebut   dapat   disubstitusi   dengan   bahan   pangan   sumber  
memungkinkan   terjadinya   kontaminasi   mikroorganisme   protein  dan  vitamin  A.    
penyebab   diare   pada   bayi   (Kusumawardani,   2010).   Salah   satu   bahan   pangan   lokal   sumber   protein   yang  
Sementara  itu  MP-­‐ASI  pabrikan  menghasilkan  makanan  bayi   dapat  dimanfaatkan  sebagai  bahan  MP-­‐ASI  adalah  ikan  patin  
yang   relatif   lebih   higienis   dan   praktis   disajikan.   Kandungan   (Pangasius   spp).   Ikan   patin   merupakan   ikan   air   tawar   yang  
gizi   dalam   MP-­‐ASI   pabrikan   juga   dapat   diformulasikan   mudah  dijumpai  dan  mempunyai  kandungan  protein  sebesar  
berdasarkan   angka   kecukupan   gizi   bayi   (Hadiningsih,   2004).   68,6   %   (Khairuman   et   al.,     2009).   Salah   satu   bentuk  
Salah  satu  bentuk  MP-­‐ASI  pabrikan  yang  dikenal  masyarakat   pengolahan   ikan   patin   yang   sesuai   untuk   MP-­‐ASI   adalah  
adalah  bubur  bayi  instan.     penepungan.   Dalam   100   g   tepung   ikan   terkandung   60-­‐75   g  
Zat  gizi  yang  penting  untuk  dipenuhi  pada  masa  bayi   protein,   sementara   kandungan   protein   dalam   100   g   susu  
diantaranya   protein   dan   vitamin   A.   Protein   untuk   bayi   skim   hanya   sebesar   30   g   (Andarwulan   et   al.,   2004;  
berperan   dalam   pertumbuhan   dan   pemeliharaan   sel,   Moeljanto,  1994).    
sedangkan   vitamin   A   berperan   dalam   fungsi   sistem   imun,   Bahan   pangan   yang   kaya   akan   vitamin   A   juga   perlu  
melindungi   integritas   sel-­‐sel   epitel   lapisan   kulit,   permukaan   digunakan  untuk  memenuhi  persyaratan  kandungan  vitamin  
 
Dikirim   12/5/2012,   diterima   6/7/2012.   Para   Penulis   adalah   dari   A   pada   MP-­‐ASI.   Labu   kuning   (Cucurbita   moschata)  
Program   Studi   Ilmu   Gizi   Fakultas   Kedokteran   Universitas   merupakan  salah  satu  bahan  pangan  lokal  yang  mengandung  
Diponegoro  Semarang.  Kontak  langsung  melalui  email:  N.  Rustanti   betakaroten  cukup  tinggi  yaitu  sebesar  1.569  µg/100  g  (Mien  
(ninik.rustanti@yahoo.com).  

59  
Vol.  1  No.  3,  2012  –  Jurnal  Aplikasi  Teknologi  Pangan
Daya  Terima  dan  Kandungan  Zat  Gizi  ...  

et   al.,   2009).   Labu   kuning   dapat   diolah   menjadi   tepung   Kandungan   zat   gizi   yang   dianalisis   antara   lain   kadar  
sehingga   dapat   digunakan   sebagai   bahan   MP-­‐ASI.   Sebuah   protein   dengan   metode   Kjeldahl,   kadar   lemak   dengan  
penelitian   di   Malaysia   menunjukkan   bahwa   bubur   bayi   metode  soxhlet,  kadar  air  dengan  metode  oven,  kadar  serat  
berbahan   dasar   beras   yang   diperkaya   dengan   kombinasi   kasar   dengan   metode   gravimetri,   dan   kadar   abu   dengan  
tepung   pisang   dan   labu   kuning   mengandung   betakaroten   metode   drying   ash.   Selanjutnya   dilakukan   analisis   kadar  
tertinggi   dibanding   bubur   bayi   yang   diperkaya   tepung   karbohidrat   dengan   metode   perhitungan   karbohidrat   by  
kacang-­‐kacangan,   tepung   kacang-­‐kacangan   yang   difference.   Kadar   betakaroten   dianalisis   dengan  
 
dikecambahkan   selama   48   jam,   atau   tepung   susu   skim   menggunakan   metode   spektrofotometri. Penilaian   daya  
(Hashim   et   al,.   2000).   Selain   itu,   protein   yang   terkandung   terima   warna,   aroma,   tekstur,   dan   rasa   menggunakan   uji  
dalam  tepung  labu  kuning  memiliki  daya  cerna  sebesar  99%   hedonik.   Data   yang   terkumpul   dianalisis   menggunakan  
   
sehingga  sesuai  untuk  dikonsumsi  bayi  (Hendrasty,  2003). program   SPSS   11.5   for   Windows.   Pengaruh   variasi  
Berdasarkan  sifat  fisiknya,  MP-­‐ASI  tidak  boleh  bersifat   persentase   substitusi   tepung   ikan   patin   dan   tepung   labu  
kamba   agar   lambung   bayi   yang   berkapasitas   kecil   tidak   kuning   terhadap   kandungan   zat   gizi,   densitas   kamba,   dan  
penuh   dengan   bahan   kurang   bergizi   (Hadiningsih,             daya  terima  MP-­‐ASI  bubur  bayi  instan  diuji  dengan  one  way  
2004;Yoanasari,  2003;Larasati  et  al.,  2008  ).  Komposisi  serta   Anova   dengan   derajat   kepercayaan   95%   yang   dilanjutkan  
metode   pengolahan   yang   tepat   diharapkan   akan   dengan   posthoc   test   Tukey   untuk   mengetahui   beda   nyata  
menghasilkan  MP-­‐ASI  yang  bergizi  tinggi  dan  dapat  diterima   antar  perlakuan.  
oleh  konsumen.      
Berdasarkan   latar   belakang   tersebut   maka   dilakukan   HASIL  DAN  PEMBAHASAN  
penelitian   mengenai   kandungan   zat   gizi,   densitas   kamba,   Kandungan  Zat  Gizi  Bahan  Baku  
dan  daya  terima  MP-­‐ASI  bubur  bayi  instan  dengan  substitusi   Tepung   ikan   yang   bermutu   memiliki   kandungan  
tepung   ikan   patin   dan   tepung   labu   kuning   untuk   lemak   sebesar   5-­‐12%   dan   protein   sebanyak   60-­‐75%  
menghasilkan   bubur   bayi   instan   yang   tinggi   protein   dan   (Moeljanto,   1994).   Tepung   ikan   patin   yang   dihasilkan  
vitamin  A.   mengandung   lemak   lebih   tinggi   yaitu   sebesar   20,10%.  
  Kandungan   protein   tepung   ikan   patin   lebih   tinggi  
MATERI  DAN  METODE   dibandingkan   susu   skim   sehingga   substitusi   susu   skim  
Penelitian   ini   merupakan   penelitian   eksperimental   dengan   tepung   ikan   patin   dapat   meningkatkan   kandungan  
dengan   rancangan   acak   lengkap   satu   faktor   untuk   protein   MP-­‐ASI.   Tepung   labu   kuning   selain   mengandung  
mengetahui  perbedaan  kandungan  zat  gizi,  densitas  kamba,   betakaroten   yang   tinggi,   juga   mengandung   karbohidrat   yang  
dan   daya   terima   MP-­‐ASI   bubur   bayi   instan   pada   berbagai   mendekati  tepung  beras  tergelatinisasi..  Hasil  analisis  bahan  
variasi   persentase   substitusi   tepung   ikan   patin   (Pangasius   baku  dapat  dilihat  pada  Tabel  1.  
spp)  dan  tepung  labu  kuning  (Cucurbita  moschata).  Terdapat   Berdasarkan   perhitungan   dari   hasil   analisis  
empat   perlakuan   berupa   kombinasi   substitusi   susu   skim   kandungan   zat   gizi   bahan   baku,   ditentukan   substitusi   tepung  
dengan   tepung   ikan   patin   dan   substitusi   tepung   beras   ikan   patin   sebesar   15%   dan   20%   serta   substitusi   tepung   labu  
tergelatinisasi   dengan   tepung   labu   kuning.   Substitusi   yang   kuning   sebesar   10%   dan   15%   dari   total   seluruh   bahan.     Pada  
dilakukan   bertujuan   untuk   meningkatkan   nilai   gizi   MP-­‐ASI   Tabel   2,   persentase   susu   skim   pada   formula   A1B1   dan   A1B2  
sehingga  persentase  substitusi  tepung  ikan  patin  dan  tepung   berkurang   dari   50%   menjadi   35%   dengan   adanya   substitusi  
labu   kuning   ditentukan   berdasarkan   hasil   analisis   zat   gizi   15%   tepung   ikan   patin,     sementara   substitusi   20%   tepung  
bahan   baku.   Setiap   perlakuan   dilakukan   3   kali   pengulangan   ikan   patin   pada   formula   A2B1   dan   A2B2   menjadikan  
dan   pengukuran   daya   terima   dilakukan   sebanyak   1   kali   persentase  susu  skim  berkurang  menjadi  30%.    
pengujian.      
Pembuatan   bubur   bayi   instan   dengan   substitusi   Kandungan  Zat  Gizi  Bubur  Bayi  Instan  
tepung  ikan  patin  dan  tepung  labu  kuning  dilakukan  dengan   Kadar  Protein  
metode   dry   mixing.   Komposisi   awal   bubur   bayi   instan   Dalam   spesifikasi   MP-­‐ASI   bubuk   instan   untuk   bayi  
sebelum   disubstitusi   yaitu     35%   tepung   beras,   50%   susu   usia  6-­‐12  bulan,  disyaratkan  kandungan  protein  sebesar  15-­‐
skim,   10%   minyak   nabati,   dan   5%   gula   halus.   Pengolahan   22   g   dalam   100   g   MP-­‐ASI   (MenKes   RI,   2007).   Rerata  
pati   pada   tepung   beras   menjadi   bahan   yang   siap   pakai   kandungan   protein   dalam   bubur   bayi   instan   formula   A2B1  
dilakukan   dengan   proses   gelatinisasi.     Tepung   ikan   patin   sedikit   melebihi   persyaratan   sementara   ketiga   formula  
yang   digunakan   adalah   hasil   penepungan   ikan   patin   lainnya  telah  sesuai  dengan  spesifikasi.  Terdapat  perbedaan  
(Pangasius   spp)   segar   yang   berasal   dari   Wonogiri,   Jawa   kadar   protein   antar   formula   bubur   bayi   instan   (p=0.007).  
Tengah,   dengan   berat   250-­‐350   g/ekor.   Sementara   tepung   Bubur   bayi   instan   dengan   substitusi   tepung   ikan   patin   20%  
labu   kuning   yang   digunakan   merupakan   hasil   penepungan   memiliki  kandungan  protein  lebih  tinggi  dibandingkan  bubur  
labu  kuning  (Cucurbita  moschata)  matang  segar  yang  berasal   bayi  instan  dengan  substitusi  tepung  ikan  patin  15%.  Adapun  
dari   Gunungpati   Semarang.   Tepung   beras   tergelatinisasi,   kandungan  protein  bubur  bayi  instan  formula  A2B1  dan  A2B2  
tepung   ikan   patin,   dan   tepung   labu   kuning   diayak   dengan   yang  disubstitusi  tepung  ikan  patin  20%  tidak  berbeda  nyata  
ayakan  60  mesh  dan  pengeringan  dilakukan  dengan  cabinet   (Tabel  3).  
0
dryer  pada  suhu  ±50 C  selama  ±12  jam.    

60  
Vol.  1  No.  3,  2012  –  Jurnal  Aplikasi  Teknologi  Pangan
Daya  Terima  dan  Kandungan  Zat  Gizi  ...  

Tabel  1.  Hasil  Analisis  Kandungan  Zat  Gizi  Bahan-­‐bahan  MP-­‐ASI  Bubur  Bayi  Instan  
Kandungan  Zat  Gizi  
Bahan   Air   Abu   Lemak   Protein     Karbohidrat   Serat  kasar   Betakaroten  
(%)   (%)   (%)   (%)   (%)   (%)   (mg/100  g)  
Tepung    beras  
6,92   0,59   0,63   8,93   82,94   3,63   -­‐  
tergelatinisasi  
Tepung    labu  kuning   11,57   4,47   2,11   6,82   75,03   5,15   44,05  
Susu    skim   5,24   5,99   1,18   24,72   62,87   4,11   -­‐  
Tepung    ikan  patin   3,58   5,37   20,10   68,12   2,83   -­‐   4,65  
Gula    halus   0,11   -­‐   0,48   0,43   98,99   0,72   -­‐  
Minyak    kelapa  sawit   -­‐   -­‐   100*   -­‐   -­‐   -­‐   1,58  
*berdasarkan  kemasan  produk  
 
Tabel  2.  Komposisi  Formula  MP-­‐ASI  Bubur  Bayi  Instan  
Komposisi  awal   Formula  
Bahan   (%)   A1B1   A1B2   A2B1   A2B2  
(%)   (%)   (%)   (%)  
Tepung  beras  tergelatinisasi   35   25   20   25   20  
Tepung  labu  kuning   -­‐   10   15   10   15  
Susu  skim   50   35   35   30   30  
Tepung  ikan  patin   -­‐   15   15   20   20  
Minyak  kelapa  sawit   10   10   10   10   10  
Gula  halus   5   5   5   5   5  
Jumlah   100   100   100   100   100  
 
 
Tabel  3.  Hasil  Analisis  Kandungan  Zat  Gizi  Bubur  Bayi  Instan  dengan  Substitusi  Tepung  Ikan  Patin  dan  Tepung  Labu  Kuning  
Rerata  Kandungan  Zat  Gizi  
Formula   Protein   Betakaroten   Lemak   Air   Abu     Serat  Kasar   Karbohidrat  
(%)   (mg/100  g)   (%)    (%)   (%)   (%)   (%)  
b   d   c   b   b    a   a  
A1B1   19,72  ±  0,20  9,22  ±  0,11 11,34  ±  0,03 5,44  ±  0,11 2,76  ±  0,18 5,18  ±  0,10 60,74  ±  0,09
b   b   b   ab   a    a   a  
A1B2   19,28  ±  0,81 14,79  ±  0,05 12,02  ±  0,13 5,62  ±  0,22 3,30  ±  0,12 5,93  ±  0,69 59,78  ±  0,93
a   c   a   b    b   a   b  
A2B1   22,45  ±  1,20  9,69  ±  0,05 14,97  ±  0,15 5,36  ±  0,05 2,87  ±  0,08 5,24  ±  0,12 54,34  ±  0,97
ab   a   c   a    b   b   a  
A2B2   21,47  ±  0,97 19,62  ±  0,21 11,41  ±  0,40 5,81  ±  0,03 2,84  ±  0,11 1,69  ±  1,24 58,48  ±  1,43
Keterangan:  Angka  yang  diikuti  dengan  huruf  superscript  berbeda  (a,b,c,  d)  menunjukkan  beda  nyata.  
 
 
Tabel  4.  Hasil  Perhitungan  Kandungan  Energi  Bubur  Bayi  Instan  dengan  Substitusi  Tepung  Ikan  Patin  dan  Tepung  Labu  Kuning  
Formula   Kandungan  Energi  (Kkal/100  g)  
A1B1   423,90±0,65  
A1B2   424,42±1,74  
A2B1   441,89±0,57  
A2B2   422,49±1,70  
Keterangan:  Diperoleh  dengan  perhitungan  4  Kkal/g  protein  +  9  Kkal/g  lemak  +  4  Kkal/g  karbohidrat  
 
 
Tabel  5.  Hasil  Analisis  Densitas  Kamba  MP-­‐ASI  Bubur  Bayi  Instan  dengan  Substitusi  Tepung  Ikan  Patin  dan  Tepung  Labu  Kuning  
Formula   Densitas  Kamba  (g/ml)  
A1B1   0,47  ±  0,02  
A1B2   0,46  ±  0,02  
A2B1   0,48  ±  0,02  
A2B2   0,48  ±  0,01  

61  
Vol.  1  No.  3,  2012  –  Jurnal  Aplikasi  Teknologi  Pangan
Daya  Terima  dan  Kandungan  Zat  Gizi  ...  

Kadar  Betakaroten   2007).   Terdapat   perbedaan   kadar   lemak   antar   formula   MP-­‐
Kadar   betakaroten   bubur   bayi   instan   dengan   ASI   bubur   bayi   instan   (p=0.000).   Bubur   bayi   instan   formula  
substitusi   tepung   ikan   patin   dan   tepung   labu   kuning   berkisar   A2B1   dengan   substitusi   tepung   ikan   patin   20%   dan   tepung  
antara   9,22-­‐19,62   mg/100   g.   Kadar   betakaroten   antar   labu  kuning  10%  mengandung  lemak  tertinggi  secara  nyata.  
formula   MP-­‐ASI   bubur   bayi   instan   berbeda   secara   nyata    
(p=0.000).  Bubur  bayi  instan  formula  A2B2  dengan  substitusi   Kadar  Air  
20%   tepung   ikan   patin   dan   15%   tepung   labu   kuning   Kadar  air  bubur  bayi  instan  dengan  substitusi  tepung  
mengandung   betakaroten   tertinggi   secara   signifikan   ikan   patin   dan   tepung   labu   kuning   berkisar   antara   5,36-­‐
dibandingkan  tiga  formula  lainnya.   5,81%.  Kadar  air  keempat  formula  lebih  tinggi  dibandingkan  
  persyaratan,   yaitu   4   g/100   g   MP-­‐ASI.6   Kadar   air   berbagai  
Kadar  Lemak   formula   bubur   bayi   instan   berbeda   secara   nyata   (p=0.009).  
Bubur  bayi  instan  dengan  substitusi  tepung  ikan  patin   Formula  A1B2  dan  A2B2  dengan  substitusi  15%  tepung  labu  
dan  tepung  labu  kuning  memiliki  kadar  lemak  sebesar  11,34-­‐ kuning   memiliki   kadar   air   lebih   tinggi   dibandingkan   formula  
14,97%.   Keempat   formulasi   bubur   bayi   instan   yang   A1B1   dan   A2B1   yang   disubstitusi   dengan   10%   tepung   labu  
dihasilkan   mengandung   lemak   dalam   rentang   yang   kuning
disyaratkan   yaitu   10-­‐15   g   dalam   100   g   MP-­‐ASI   (MenKes   RI,  
.
 
Tabel  6.  Rekapitulasi  Hasil  Penelitian  
  A1B1   A1B2   A2B1   A2B2  
Kandungan  Zat  Gizi          
•    Protein  (%)   19,72   19,28   22,45   21,47  
•    Betakaroten  (mg/100  g)   9,22   14,79   9,69   19,62  
•    Lemak  (%)   11,34   12,02   14,97   11,41  
•    Air  (%)   5,44*   5,62*   5,36*   5,81*  
•    Abu  (%)   2,76   3,30   2,87   2,84  
•    Serat  Kasar  (%)   5,18*   5,93*   5,24*   1,69  
•    Karbohidrat    (%)   60,74   59,78   54,34   58,48  
•    Energi  (Kkal/100  g)   423,9   424,42   441,89   422,49  
Sifat  Fisik          
•    Densitas  Kamba  (g/ml)   0,81   0,82   0,81   0,87  
Daya    Terima          

•    Warna   Agak  suka   Agak  suka   Agak  suka   Agak  suka  


   Aroma   Netral   Netral   Netral   Agak  tidak  suka  
•    Tekstur   Agak  suka   Agak  suka   Netral   Agak  suka  
•    Rasa   Netral     Netral   Netral   Netral  
Keterangan:  *tidak  sesuai  dengan  spesifikasi  MP-­‐ASI  bubuk  instan  untuk  bayi  usia  6-­‐12  bulan,  kadar  air  maksimal  4  g/100  g,  kadar  serat  
kasar  maksimal  5  g/100  g
 
  Kadar  Abu  
Tabel  7.  Sumbangan  Kecukupan  Gizi  per  Takaran  Saji  Bubur  Bayi   Kadar   abu   suatu   bahan   pangan   mempunyai  
Instan  dengan  Substitusi  Tepung  Ikan  Patin  dan  Tepung  Labu   hubungan   dengan   kadar   mineral.   Bubur   bayi   instan   dengan  
Kuning   substitusi   tepung   ikan   patin   dan   tepung   labu   kuning  
Kandungan  per   mengandung   abu   2,76-­‐3,30%.   Dalam   SNI   01-­‐7111.4-­‐2005,  
  Takaran  Saji   AKG   %  AKG   kadar   abu   disyaratkan   tidak   lebih   dari   3,5   g   per   100   gram  
(25  g)   produk   MP-­‐ASI   (Gallagher,   2008).   Keempat   formula   yang  
Energi  (Kkal)   105,62   625   16,90   dihasilkan   masih   memenuhi   persyaratan   tersebut.   Tabel   5  
Protein  (g)   5,37   16     33,56   menunjukkan   adanya   perbedaan   kadar   abu   antar   formula  
Vitamin  A  (µg)   408,75   400   102,2  
bubur  bayi  instan  (p=0.004).  Bubur  bayi  instan  formula  A1B2  
dengan   substitusi   tepung   ikan   patin   15%   dan   tepung   labu  
Keterangan:  Berdasarkan  kecukupan  energi,  protein,  dan  vitamin  A   kuning   15%   memiliki   kadar   abu   tertinggi   secara   signifikan  
2
bayi  usia  9  bulan  dengan  BB  8,5  Kg  dan  TB  71  cm   diantara  keempat  formula.  
 

62  
Vol.  1  No.  3,  2012  –  Jurnal  Aplikasi  Teknologi  Pangan
Daya  Terima  dan  Kandungan  Zat  Gizi  ...  

Kadar  Serat  Kasar   tepung   labu   kuning   dapat   diterima   panelis   dengan   tingkat  
Kadar  serat  kasar  bubur  bayi  instan  dengan  substitusi   kesukaan   netral.   Variasi   persentase   substitusi   tepung   ikan  
tepung   ikan   patin   dan   tepung   labu   kuning   berkisar   antara   patin  dan  tepung  labu  kuning  pada  berbagai  formula  bubur  
1,69-­‐5,93%.  Kandungan  serat  kasar  dalam  makanan  bayi  dan   bayi   instan   tidak   mempengaruhi   tingkat   kesukaan   panelis  
balita   disyaratkan   tidak   lebih   dari   5   g   per   100   g   makanan   baik   pada   warna   (p=0.861),   aroma   (p=0.747),   tekstur  
 
(Hadiningsih,   2004)   . Formula   A2B2   merupakan   satu-­‐satunya   (p=0.662),  maupun  rasa  (p=0.759).  
formula  yang  mengandung  serat  kasar  sesuai  persyaratan.    
Terdapat   perbedaan   kadar   serat   kasar   antar   formula   Kontribusi  Terhadap  Kecukupan  Gizi  
bubur   bayi   instan   seperti   terlihat   pada   Tabel   5   (p=0.000).   Keempat   formula   bubur   bayi   instan   yang   dihasilkan  
Bubur   bayi   instan   formula   A2B2   dengan   kandungan   tepung   memiliki  kandungan  protein,  lemak,  karbohidrat,  dan  energi  
beras   tergelatinisasi   20%,   susu   skim   30%,   dan   tepung   labu   yang   sesuai   dengan   spesifikasi   (Tabel   8).   Rerata   kandungan  
kuning   15%   memiliki   kadar   serat   kasar   terendah   secara   protein   yang   tinggi   ada   pada   formula   yang   disubstitusi  
signifikan  dibandingkan  tiga  formula  lainnya.   tepung   ikan   patin   20%,   yaitu   formula   A2B1   dan   A2B2.  
  Kandungan   betakaroten   tertinggi   ada   pada   formula   A2B2.  
Kadar  Karbohidrat   Sementara   itu   kandungan   air   keempat   formula   tersebut  
Kadar   karbohidrat   bubur   bayi   instan   dengan   lebih   tinggi   dibanding   dengan   persyaratan.   Demikian   juga  
substitusi   tepung   ikan   patin   dan   tepung   labu   kuning   berkisar   dengan   kandungan   serat,   hanya   formula   A2B2   yang  
antara  54,34-­‐60,74%.  Kadar  karbohidrat  antar  formula  bubur   mengandung   serat   kasar   kurang   dari   5   g/100   g.   Adapun  
bayi   instan   berbeda   secara   nyata   (p=0.000)   di   mana   bubur   densitas   kamba   dan   daya   terima   keempat   formula   bubur  
bayi   instan   formula   A2B1   yang   mengandung   25%   tepung   bayi  instan  tidak  berbeda  bermakna  secara  statistik  sehingga  
beras  tergelatinisasi,  10%  tepung  labu  kuning,  dan  30%  susu   formula   manapun   dapat   dipilih.   Berdasarkan   pertimbangan  
skim  memiliki  kadar  karbohidrat  terendah  secara  signifikan.   tersebut,   bubur   bayi   instan   yang   disarankan   untuk  
  dikonsumsi  adalah  bubur  bayi  formula  A2B2.  
Kandungan  Energi   Berdasarkan   data   kandungan   zat   gizi   yang   telah  
Setelah   diperoleh   data   kandungan   karbohidrat,   diperoleh,   dapat   ditentukan   takaran   saji   MP-­‐ASI   bubur   bayi  
protein,   dan   lemak,   maka   kandungan   energi   dapat   instan   formula   A2B2.   Pada   penentuan   takaran   saji,   yang  
ditentukan   dengan   perhitungan.   Tabel   4   menunjukkan   menjadi   pertimbangan   utama   adalah   pemenuhan  
bahwa   kandungan   energi   dalam   100   g   bubur   bayi   instan   kecukupan   protein   bayi.   Penentuan   takaran   saji   bertujuan  
dengan  substitusi  tepung  ikan  patin  dan  tepung  labu  kuning   untuk   menentukan   besar   porsi   MP-­‐ASI   bubur   bayi   instan  
berkisar   antara   422,49-­‐441,89   Kkal.   Kandungan   energi   yang   dapat   memenuhi   1/3   kecukupan   protein   bayi   dalam  
 
minimal   yang   disyaratkan   dalam   spesifikasi   adalah   400   satu   kali   konsumsi   (Andarwulan   et   al.,   2004). Kecukupan  
kkal/100g   sehingga   semua   formula   bubur   bayi   instan   telah   protein   untuk   bayi   usia   9   bulan   dengan   berat   badan   8,5   kg  
memenuhi  syarat  tersebut  (MenKes  RI,    2007).   sebesar   16   g   (1,9   g/Kg   BB).(Deweyat   et   al.,   2003;   LIPI,   2004).  
  Berdasarkan   perhitungan   dengan   menggunakan   acuan  
Densitas  Kamba   formula  A2B2,  diperoleh  takaran  saji  sebesar  25  g.  
Densitas   kamba   bubur   bayi   instan   dengan   substitusi   Konsumsi  satu  takaran  saji  bubur  bayi  instan  formula  
tepung   ikan   patin   dan   tepung   labu   kuning   berkisar   antara   A2B2   dapat   memenuhi   33,75%   kecukupan   protein   dan  
0,46-­‐0,48   g/ml   seperti   pada   tabel   5.   Nilai   tersebut   berada   102,2%  kecukupan  vitamin  A  bayi  usia  9  bulan  dengan  berat  
pada   rentang   densitas   kamba   bubur   komersial,   yaitu   0,37-­‐ badan   8,5   Kg.   Berdasarkan   penelitian   WHO,   pemberian   ASI  
4  
0,50   g/ml. Variasi   persentase   substitusi   tepung   ikan   patin   yang   cukup   pada   bayi   usia   6-­‐12   bulan   menyumbang   energi  
dan   tepung   labu   kuning   tidak   berpengaruh   pada   densitas   sebesar   413   Kkal   sehingga   kebutuhan   energi   bayi   dapat  
kamba  bubur  bayi  instan  (p=0.287).   terpenuhi  dengan  pemberian  ASI  dan  konsumsi  dua  takaran  
  saji  bubur  bayi  instan  formula  A2B2  (Dewey  et  al.,  2003).  
Daya  Terima    
Bubur  bayi  instan  dengan  substitusi  tepung  ikan  patin   KESIMPULAN    
dan  tepung  labu  kuning  yang  dihasilkan  berupa  bubuk  halus   Keempat   formula   bubur   bayi   instan   dengan  
berwarna  kuning  dan  siap  santap  setelah  diseduh  dengan  air   substitusi   tepung   ikan   patin   dan   tepung   labu   kuning   telah  
0
panas  ±60 C  dengan  perbandingan  1:1.   memenuhi   persyaratan   kandungan   zat   gizi   berdasarkan  
Warna   semua   formula   bubur   bayi   instan   dengan   spesifikasi   MP-­‐ASI   bubuk   instan   dan   SNI   01-­‐7111.4-­‐2005.  
substitusi   tepung   ikan   patin   dan   tepung   labu   kuning   dinilai   Kandungan   protein   yang   tinggi   terdapat   pada   formula   yang  
agak   suka   oleh   panelis.   Demikian   juga   dengan   rasa   bubur   disubstitusi   tepung   ikan   patin   20%,   yaitu   formula   A2B1   dan  
bayi   instan,   semua   formula   dapat   diterima   panelis   dengan   A2B2.   Kandungan   betakaroten   tertinggi   dan   serat   kasar  
tingkat   kesukaan   netral.   Sementara   itu   aroma   bubur   bayi   terendah  terdapat  pada  formula  A2B2.    
instan   formula   A2B2   dengan   kandungan   tepung   ikan   patin   1. Densitas   kamba   MP-­‐ASI   bubur   bayi   instan   dengan  
20%   dan   tepung   labu   kuning   15%   mendapat   penilaian   agak   substitusi   tepung   ikan   patin   dan   tepung   labu   kuning   sesuai  
tidak   suka   dari   panelis.   Tekstur   bubur   bayi   instan   formula   dengan  rentang  densitas  kamba  bubur  bayi  komersial.    
A2B1   yang   mengandung   20%   tepung   ikan   patin   dan   15%  

63  
Vol.  1  No.  3,  2012  –  Jurnal  Aplikasi  Teknologi  Pangan
Daya  Terima  dan  Kandungan  Zat  Gizi  ...  

2. Warna,   aroma,   tekstur,   dan   rasa   MP-­‐ASI   bubur   bayi   Husain   H,   Muchtadi   TR,   Sugiyono,   Haryanto   B.   Pengeringan  
instan  dengan  substitusi  tepung  ikan  patin  dan  tepung  labu   Santan  Menggunakan  Pengering  Drum  dan  Pengering  
kuning  dapat  diterima  oleh  panelis  dewasa.   Semprot.   Forum   Pascasarjana   Vol.   29   No.3   Juli  
3. Konsumsi   satu   takaran   saji   bubur   bayi   instan   formula   2006:249·∙260.  Bogor.  
A2B2   sebesar   25   g   dapat   memberikan   kontribusi   33,56%   Khairuman,   Sudenda   D.   Budidaya   Patin   Secara   Intensif.  
kecukupan   protein   dan   102,2%   kecukupan   vitamin   A   bayi   Jakarta:  Agromedia  Pustaka.  2009.  
usia  9  bulan  dengan  berat  badan  8,5  Kg.   Kusumawardani   B.   Hubungan   Praktik   Higiene   Sanitasi  
Bubur   bayi   instan   yang   direkomendasikan   untuk   Makanan   Pendamping   Air   Susu   Ibu   (MP-­‐ASI)  
dikonsumsi   adalah   bubur   bayi   instan   formula   A2B2   dengan   Tradisional  Dengan  Kejadian  Diare  Pada  Anak  Usia  6-­‐
kandungan  protein  dan  betakaroten  yang  tinggi  serta  kadar   24   Bulan   Di   Kota   Semarang   [Skripsi].   Universitas  
serat  kasar  yang  rendah.     Diponegoro.  2010.  
  Larasati   D,   Wahjuningsih   SB,   Pratiwi   E.   Kajian   Formulasi  
DAFTAR  PUSTAKA   Bubur   Bayi   Instan   Berbahan   Dasar   Pati   Garut  
Ambarsari   I,   Sarjana,   Choliq   A.   Rekomendasi   dalam   (Maranta   arundinaceae   L)   Sebagai   Makanan  
Penetapan  Standar  Mutu  Tepung  Ubi  Jalar.  Ungaran:   Pendamping   ASI   Terhadap   Sifat   Fisik   dan  
Balai  Pengkajian  Teknologi  Pertanian  (BPTP).  2009.   Organoleptik.   Jurnal   Teknologi   Pangan   dan   Hasil  
Amirullah,   TC.   Fortifikasi   Tepung   Ikan   Tenggiri   Pertanian   Vol.   5   No.2   Halaman   112-­‐118.   Semarang:  
(Scomberomorus   Sp.)   dan   Tepung   Ikan   Swangi   Universitas  Negeri  Semarang.  
(Priacanthus   Tayenus)   dalam   Pembuatan   Bubur   Bayi   LIPI.   Angka   Kecukupan   Gizi   yang   Dianjurkan.   Widyakarya  
Instan  [Skripsi].  2008.  Bogor:  Institut  Pertanian  Bogor.   Nasional  Pangan  dan  Gizi.  2004.  
Andarwulan   N,   Fatmawati   S.   Formulasi   Bubur   Bayi   Menteri   Kesehatan   Republik   Indonesia.   Keputusan   Menteri  
Berprotein   Tinggi   dan   Kaya   Antioksidan   dari   Tepung   Kesehatan   Republik   Indonesia   Nomor:  
Kecambah   Kacang   Tunggak   (Vigna   unguilucata)   untuk   224/Menkes/SK/II/2007   Tentang   Spesifikasi   Teknis  
Makanan   Pendamping   ASI.   Prosiding   Seminar   Makanan  Pendamping  Air  Susu  Ibu  (MP-­‐ASI).  Jakarta.  
Nasional   dan   Kongres   Perhimpunan   Ahli   Teknologi   2007.  
Pangan  Indonesia.  2004.   Mien   K.   Mahmud,   Hermana,   Nils   Aria   Z,   Rossi   Rozanna   A,  
Badan  Standardisasi  Nasional.  SNI  01-­‐7111.4-­‐2005  Makanan   Iskari   Ngadiarti,   Budi   Hartati.   Tabel   Komposisi   Pangan  
Pendamping   Air   Susu   Ibu   (MP-­‐ASI)   Bagian   4:   Siap   Indonesia  (TKPI).  Jakarta:  PT  Elex  Media  Komputindo.  
Santap   [Serial   Online].   2005.   [Dikutip   12   Februari   2009.  
2011].   Available   from   URL   Moeljanto.   Pengawetan   dan   Pengolahan   Hasil   Perikanan.  
http://websisni.bsn.go.id/index.php?/sni_main/sni/d Jakarta:  Penebar  Swadaya.  1994.  
etail_sni/7105.   Parízková   J.   Nutrition,   Physical   Activity,   and   Health   in   Early  
nd
Baxter   SD.   Introducing   Solid   Foods   to   Infants.   In   Bhatia   J,   Life  2  edition.  USA:  CRC  Press.  2010.  
Perinatal   Nutrition   Optimizing   Infant   Health   and   PJ   Fellows.   Food   Processing   Technology   Principle   and  
Development.  New  York:  Marcel  Dekker.  2005.   Practice.   Cambridge   England:   Wood   Publishing   in  
Britton   G,   Liaaen-­‐Jensen   S,   Pfander   H.   Carotenoids   Volume   Food  Science  and  Technology.  2000.  
5:   Nutrition   and   Health.   Switzerland:   Birkhäuser   Soekarto,  Soewarno  T.  Penilaian  Organoleptik,  untuk  Industri  
Verlag.  2009.   Pangan   dan   Hasil   Pertanian.   Bogor:   PUSBANGTEPA   /  
Dewey   KG,   Brown   KH.   Update   on   Technical   Issues   Food   Technology   Development   Center,   Institut  
Concerning   Complementary   Feeding   of   Young   Pertanian  Bogor.  1981  
Children  in  Developing  Countries  and  Implications  for   Trahms  CM,  McKean  KN.  Nutrition  During  Infancy.  In:  Mahan  
Intervention   Programs.   Food   and   Nutrition   Bulletin,   LK,   Escott-­‐Stump   S.   Krause’s   Food   and   Nutrition  
th
vol.  24,  no.  1.  The  United  Nations  University.  2003.   Theraphy  12  ed.  Canada:  Elsevier.  2008.  
Gallagher   ML.   The   Nutrients   and   Their   Metabolism.   In:   Whitney   EN,   Rolfes   SR.   Understanding   Nutrition.   USA:  
Mahan   LK,   Escott-­‐Stump   S.   Krause’s   Food   and   Wadsworth  Publishing.  2004.  
th
Nutrition  Theraphy  12  ed.  Canada:  Elsevier.  2008.   Winarno.   Kimia   Pangan   dan   Gizi.   Jakarta:   PT   Gramedia  
Hadiningsih   N.   Optimasi   Formula   Makanan   Pendamping   ASI   Pustaka  Utama;  2002.  
dengan   Menggunakan   Response   Surface   World  Health  Organization.  Complementary  Feeding:  Family  
Methodology   [Tesis].   Sekolah   Pascasarjana   Institut   Foods   for   Breastfed   Children.   Department   of  
Pertanian  Bogor.  2004.     Nutrition  and  Development.  Geneva:  WHO.  2000.  
Hashim   N,   Pongjata   J.   Vitamin   A   Activity   of   Rice-­‐based   Yoanasari   QT.   Pembuatan   Bubur   Bayi   Instan   dari   Pati   Garut  
Weaning   Foods   Enriched   with   Germinated   Cowpea   [skripsi].  2003.  Bogor:  Institut  Pertanian  Bogor.  
Flour,  Banana,  Pumpkin  and  Milk  Powder.  Mal  J  Nutr  
6  :  65-­‐73,  2000.  
Hendrasty   HK.   Tepung   Labu   Kuning:   Pembuatan   dan  
Pemanfaatannya.  Yogyakarta:  Kanisius;  2003.  

64  
Vol.  1  No.  3,  2012  –  Jurnal  Aplikasi  Teknologi  Pangan

You might also like