Professional Documents
Culture Documents
php/home
Vol.2, Edisi.2, September 2017, pp. 154~160
ISSN: 2656 - 2480 (Online)
ISSN: 2355 - 1364 (Print)
PENDAHULUAN
Keberhasilan pembangunan nasional suatu bangsa ditentukan oleh ketersediaan Sumber Daya Manusia
(SDM) yang berkualitas, yaitu SDM yang memiliki fisik yang tangguh, mental yang kuat dan kesehatan
154
ISSN : 2656 - 2480 (Online)
ISSN : 2355 - 1364 (Print)
yang prima disamping penguasaan terhadap ilmu pengetahuan dan tehnologi. Pembangunan bangsa,
peningkatan kualitas manusia dimulai sejak dini yaitu sejak masih bayi, salah satu faktor yang memegang
peranan dalam peningkatan kualitas tumbuh kembang adalah pemberian Air Susu Ibu (ASI). Pemberian
ASI yang maksimal merupakan hal penting dalam pemeliharaan, pertumbuhan dan perkembangnan anak.
(Soedjatmiko, 2012).
Perkembangan menyangkut adanya proses diferensiasi dari sel-sel tubuh, jaringan tubuh, organ-organ dan
sistem organ yang berkembang sedemikian rupa sehingga masing-masing dapat memenuhi fungsi
didalamnya termasuk pula perkembangan emosi, intelektual, dan tingkah laku sebagai hasil interaksi
dengan lingkungannya (Supariasa, dkk 2012).
Data Riskesdas tahun 2013 menunjukan bahwa persentase pemberian ASI saja dalam 24 jam terakhir
semakin menurun seiring meningkatnya umur bayi dengan persentase terendah pada anak umur 6 bulan
(30,2 %) (Riskesdas, 2013).
Berdasarkan hasil cakupan pemberian ASI Ekslusif di wilayah kerja Puskesmas Tanjung Karang tahun
2012, pemberian ASI Ekslusif di wilayah kerja Puskesmas Tanjung Karang yaitu (59,40%) masih dibawah
target harapan yaitu 80% dan berada pada urutan ketiga paling tinggi dari sepuluh Puskesmas yang ada di
wilayak Kota Mataram
METODE PENELITIAN
Berdasarkan jenisnya, penelitian ini merupakan studi Observasional analitik dan dari segi waktu penelitian
ini bersifat Crossectional dimana semua variabel dikumpulkan secara bersamaan. Perkembangan motorik
kasar bayi umur 7-12 bulan dikumpulkan terlebih dahulu, baru kemudian menanyakan riwayat pemberian
ASI Eksklusif saat umur 0-6 bulan.
Analisisi statistik pada peneltian ini digunakan untuk mengetahui hubungan pemberian ASI Ekslusif dengan
perkembangan motorik kasar bayi umur 7-12 bulan, yaitu dengan menggunakan uji chi square dengan alat
bantu software SPSS.
HASIL PENELITIAN
Analisis dari penelitian ini meliputi umur, jenis kelamin, pemberian ASI Eksklusif dan perkembangan
motorik yang akan disajikan sebagai berikut :
Tabel 1. Distribusi Frekuensi Menurut Kelompok Umur Bayi Umur 7-12 Bulan Di Wilayah Kerja
Puskesmas Tanjung Karang
Berdasarkan tabel 1 di atas rata-rata umur bayi yang paling banyak yaitu yang berumur 9 bulan sebanyak
24,8 %, dan yang paling sedikit yaitu berumur 12 bulan sebanyak 5,9 %.
Tabel 2. Distribusi Frekuensi Menurut Jenis Kelamin Bayi Umur 7-12 Bulan Di Wilayah Kerja
Puskesmas Tanjung Karang
No Jenis Kelamin Jumlah %
1 Laki-laki 48 56.5
2 Perempuan 37 43.5
Total 85 100
155
ISSN : 2656 - 2480 (Online)
ISSN : 2355 - 1364 (Print)
Berdasarkan tabel di atas, diketahui bahwa sampel yang berumur 7-12 bulan yang ada di wilayah kerja
Puskesmas Tanjung Karang, sebagian besar (56,5 %) berjenis kelamin laki-laki.
Tabel 3. Distribusi Frekunsi Bayi Yang Mendapatkan ASI Eksklusif Umur 0-6 Bulan Di Wilayah
Kerja Puskesmas Tanjung Karang
No Status pemberian Asi Eksklusif Jumlah %
1 ASI Eksklusif 55 64,7
2 Tidak ASI Eksklusif 30 35,3
Total 85 100
Berdasarkan tabel 3 di atas sebagian besar sampel (64,7 %) mendapatkan ASI Eksklusif
Tabel 4. Distribusi Frekuensi Perkembangan Motorik Kasar Bayi Umur 7-12 Bulan
Di Wilayahkerja Puskesmas Tanjung Karang
Status Perkembangan Motorik
No Jumlah %
Kasar
1 Normal 60 70,6
2 Suspect 25 29,4
Total 85 100,0
Berdasarkan tabel 4 di atas menunjukkan perkembangan motorik kasar bayi umur 7-12 bulan di wilayah
kerja Puskesma Tanjung sebagian besar sampel (70,6 %) dalam kategori normal.
Tabel 5. Hubungan Pemberian ASI Eksklusif Dengan Perkembangan Motorik Kasar Bayi
Umur 7-12 Bulan
Perkembangan Motorik Kasar
Status Pemberian ASI Total
No Normal Suspect
Eksklusif
n % n % n %
1 ASI Eksklusif 40 66,7 15 64,7 55 64,7
2 Tidak ASI Eksklusif 20 33,3 10 35,3 30 35,3
Total 60 100,0 25 100,0 85 100,0
Dari 60 sampel sebagian besar (66,7 %) mendapatkan ASI Eksklusif dengan perkembangan motorik kasarnya
normal, sedangkan dari 25 sampel sebagian besar (64,7 %) juga mendapatkan ASI Eksklusif dengan
perkembangan motorik kasarnya suspect.
Tabel di atas menunjukkan kecenderungan antara bayi yang mendapatkan ASI Eksklusif atau tidak
mendapatkan ASI Eksklusif tidak berhubungan dengan perkembangan motorik kasar. Hal ini terlihat dari
data diatas menunjukkan pemberian ASI Eksklusif dengan kategori normal lebih besar yaitu (66,7 %),
sedangkan bayi yang mendapatkan ASI Eksklusif dengan kategori suspect juga lebih besar yaitu (64,7 %).
Hal ini secara uji statistik juga menunjukkan adanya hubungan yang tidak signifikan p = 0,558 karena nilai
tersebut lebih tinggi dari α = 0,05.
156
ISSN : 2656 - 2480 (Online)
ISSN : 2355 - 1364 (Print)
Tabel 6. Hubungan Pemberian ASI Eksklusif Dengan Perkembangan Motorik Kasar Dengan Jenis
Kelamin Sebagai Variabel Pengganggu (Confounding Variabel)
Perkembangan_Motorik
Jenis_Kelamin Total
Suspect (3) Normal (5)
n 10 18 28
TIDAK
% 62.5% 56.2% 58.3%
ASI Eksklusif
n 6 14 20
L YA
% 37.5% 43.8% 41.7%
n 16 32 48
Total
% 100.0% 100.0% 100.0%
n 6 15 21
TIDAK
% 66.7% 53.6% 56.8%
ASI Eksklusif
n 3 13 16
P YA
% 33.3% 46.4% 43.2%
n 9 28 37
Total
% 100.0% 100.0% 100.0%
Berdasarkan tabel diatas sampel dengan jenis kelamin laki-laki yang tidak mendapatkan ASI Eksklusif
sebagian besar (62,5 %) perkembangan motorik kasarnya suspect dan sampel yang mendapatkan ASI
Eksklusif sebagian besar (43,8 %) perkembangan motorik kasarnya normal. Sedangkan sampel dengan jenis
kelamin perempuan yang tidak mendapatkan ASI Eksklusif sebagian besar (66,7 %) perkembangan motorik
kasarnya suspect dan sampel yang mendapatkan ASI Eksklusif sebagian besar (46,4 %) perkembangan
motorik kasarnya normal.
Berdasarkan uji koefesien kontigensi menunjukkan OR sampel dengan jenis kelamin perempuan lebih besar
(1,7) dibandingkan dengan sampel dengan jenis kelamin laki-laki (1,2). Hal ini menunjukkan kecenderungan
antara perkembangan motorik kasar bayi umur 7-12 bulan lebih besar sampel dengan jenis kelamin
perempuan daripada sampel dengan jenis kelamin laki-laki.
Karena OR sampel dengan jenis kelamin laki-laki tidak sama dengan OR sampel dengan jenis kelamin
perempuan maka jenis kelamin merupakan variabel pengganggu yang mempengaruhi pemberian ASI
Eksklusif dengan perkembangan motorik kasar bayi umur 7-12 bulan. Dari nilai coefisien contigensi yaitu
0,083 menurut Sugiono anatar 0,0-0,2 ada hubungan tetapi sangat lemah.
Hasil secara uji statistik juga menunjukkan nilai p=0,444 dimana nilai p lebih besar dari nilai α=0,05 yang
tidak signifikan. Walaupun ada hubungan tetapi sangat lemah dan tidak signifikan. Artinya hubungan yang
terjadi antara pemberian ASI Eksklusif dengan perkembangan motorik kasar hanya sebatas pada 85 sampel
pada penelitian ini dan tidak dapat digeneralisasi di populasi.
PEMBAHASAN PENELITIAN
Kelompok Umur Sampel
Umur sampel adalah umur pada saat dilakukan pemantauan perkembangan motorik kasar dan dihitung dalam
bulan penuh. Berdasarkan data yang diperoleh maka distribusi umur bayi dikelompokkan dengan umur 7-12
bulan. Berdasarkan hasil penelitian karakteristik kelompok umur sampel menunjukkan rata-rata umur bayi
yang paling banyak yaitu yang berumur 9 bulan.
Berdasarkan umur, perkembangan yang harus dicapai oleh bayi sesuai dengan usianya yaitu pada bulan
ketujuh bayi mampu melonjak-lonjak bila ia dipegang oleh orang dewasa di ketiaknya, pada bulan kedelapan
bayi mampu duduk sendiri selama beberapa detik, pada bulan kesembilan bayi mampu duduk tanpa di topang
selama satu menit, bulan kesepuluh bayi mampu beridi dengan berpegangan pada perabot rumah, bulan
kesebelas bayi mampu berdiri selama dua detik dan pada bulan keduabelas bayi mampu berjalan bila kedua
tangannya di pegang (Ari Sulistyawati, 2014).
157
ISSN : 2656 - 2480 (Online)
ISSN : 2355 - 1364 (Print)
Hal ini berbeda dengan teori yang pada dasarnya perkembangan motorik kasar antara anak laki-laki dan anak
perempuan sama, namun anak laki-laki cenderung lebih memperlihatkan keaktifan motoriknya. Anak laki-
laki akan melakukan gerakan seperti menendang, melompat, atau berputar lebih banyak dibandingkan anak
perempuan.
Hal ini sedikit lebih rendah dengan Cakupan pemberian ASI Eksklusif di Kota Mataram yang menunjukkan
pemberian ASI Eksklusif pada tahun 2012 yaitu 65,96 % yang lebih tinggi dibandingkan dengan hasil
penelitian.
Rendahnya pemberian ASI dapat menjadi ancaman bagi tumbuh kembang anak (TKA). Padahal kandungan
ASI kaya akan karetonoid dan selenium sehingga ASI berperan dalam sistem pertahanan tubuh bayi untuk
mencegah berbagai penyakit (Rodiah 2011).
Motorik kasar adalah bagian dari aktifitas motor yang melibatkan keterampilan otot-otot besar. Gerakan-
gerakan seperti tengkurap, duduk, merangkak, dan mengangkat leher. Gerakan inilah yang pertama terjadi
pada tahun pertama usia anak (Dian Adriana, 2011).
Hubungan Pemberian ASI Eksklusif Dengan Perkembangan Motorik Kasar Bayi Umur 7-12 Bulan
ASI Eksklusif merupakan makanan terbaik yang harus diberikan kepada bayi karena didalamnya terkandung
hampir semua zat gizi yang dibutuhkan oleh bayi.
Air Susu Ibu sangat diperlukan untuk pertumbuhan dan perkembangan kecerdasan anak. Menurut penelitian
anak yang diberikan ASI mempunyai IQ (intellectual quotient) lebih rendah 7-8 poin dibandingkan dengan
anak-anak yang diberi ASI secara eksklusif.
Hasil analisis statistik dengan menggunakan uji Chi Square, ternyata antara pemberian ASI Eksklusif dengan
perkembangan motorik kasar bayi umur 7-12 bulan menunjukkan adanya hubungan yang tidak signifikan p =
0,444 karena nilai tersebut lebih tinggi dari α = 0,05. Artinya pemberian ASI Eksklusif tidak berhubungan
dengan perkembangan motorik kasar bayi.
Hal ini berbeda dengan pendapat Yuliarti (2010), pedoman internasional yang menganjurkan pemberian ASI
Eksklusif selama 6 bulan pertama didasarkan pada bukti ilmiah tentang manfaat ASI bagi daya tahan tubuh
bayi, pertumbuhan dan perkembangannya.
Hal ini juga berbeda dengan hasil penelitian oleh Rodiah (2011) yang menelitia tentang hubungan pemberian
ASI Eksklusif dengan kembang pada anak usia 3 samapai 6 bulan menunjukkan hasil ada hubungan yang
signifikan pemberian ASI Eksklusif dengan tumbuh kembang pada anak umur 3 sampai 6 bulan.
Hasil penelitian di wilayah kerja puskesmas Tanjung Karang dengan alat bantu form DDST di dapatkan hasil
bahwa tidak adanya hubungan pemberian ASI Eksklusif dengan perkembangan motorik kasar karena selain
dari pemberian ASI Eksklusif perkembangan motorik dapat disebabkan oleh beberapa hal.
158
ISSN : 2656 - 2480 (Online)
ISSN : 2355 - 1364 (Print)
Salah satu penyebabnya adalah faktor lingkungan serta keperibadian anak juga dapat mempengaruhi
keterlambatan dalam perkembangan motorik. Anak yang tidak mempunyai kesempatan belajar seperti sering
digendong atau diletakkan di baby walker dapat mengalami keterlambatan dalam mencapai kemampuan
motorik.
Kurangnya stimulasi juga dapat menyebabkan penyimpangan tumbuh kembang bahkan gangguan yang
bersifat menetap. Stimulasi perkembangan anak dilakukan oleh ibu, ayah, pengasuh anak, anggota keluarga
lain dan kelompok masyarakat di lingkungan sekitarnya.
Selain itu, kadang secara otomatis anak juga terstimulasi oleh teman bermainnya ketika dalam permainan
yang bermanfaat juga untuk proses tumbuh kembangnya.
Dengan demikian, mengupayakan anak untuk berinteraksi dengan lingkungan sekitar merupakan salah satu
kegiatan untuk stimulasi tumbuh kembang anak (Ari Sulistyawati, 2014).
KESIMPULAN
Rata-rata umur bayi yang paling banyak yaitu yang berumur 9 bulan sebanyak 24,8 %, dan yang paling
sedikit yaitu berumur 12 bulan sebanyak 5,9 %. Sampel yang berumur 7-12 bulan yang ada di wilayah kerja
Puskesmas Tanjung Karang, sebagian besar sampel (56,5 %) dengan jenis kelamin laki-laki. Sebagian besar
sampel (64,7 %) mendapatkan ASI Eksklusif pada umur 0-6 bulan.
Perkembangan motorik kasar bayi umur 7-12 bulan di wilayah kerja Puskesma Tanjung sebagian besar
sampel (70,6 %) dalam kategori normal. Hubungan pemberian ASI Eksklusif dengan perkembangan motorik
kasar bayi umur 7-12 bulan menunjukkan dari 60 sampel sebagian besar (66,7 %) mendapatkan ASI
Eksklusif dengan perkembangan motorik kasarnya normal, sedangkan dari 25 sampel sebagian besar (64,7
%) juga mendapatkan ASI Eksklusif dengan perkembangan motorik kasarnya suspect.
SARAN
Perlu adanya penyuluhan tentang manfaat ASI Eksklusif untuk pertumbuhan dan perkembangan bayi. Para
ibu juga perlu diberikan penyuluhan tentang perkembangan yang harus dicapai oleh bayi sesuai dengan
usianya.
DAFTAR PUSTAKA
Adriana, Dian. 2011. Tumbuh Kembang Dan Terapi Bermain Pada Anak. Jakarta: Salemba Medika
Arif, Nurhaeni. 2009. Panduan ibu cerdas ASI dan tumbuh kembang bayi. Yogyakarta : Media Pressindo
Hellbrugge, theodor dan von wimpffen,dkk.2005. 365 hari pertama perkembangan bayi sehat. Jakarta : CV
Muliasari
Indiarti, MT. 2009. Your Baby, Day By Day (Perkembangan Bayi Sehat 0-3 Tahun). Yogyakarta: CV. ANDI
OFFSET
Marmi. 2012. ASI Saja Mama (Berilah Aku Asi Karena Aku Bukan Anak Sapi). Yogyakarta: PUSTAKA
PELAJAR
Maryunani, Anik. 2012. Inisiasi Menyusu Dini, Asi Ekslusif Dan Manajemen Laktasi. Jakarta: CV. Trans
Info Media
Purwanto, dkk.2012. Hubungan Antara Status Gizi Dengan Perkembangan Motorik Kasar Anak Usia 1 – 5
Tahun Di Posyandu Buah Hati Ketelan Banjarsari Surakarta.
http://publikasiilmiah.ums.ac.id/bitstream/handle/123456789/3285/8. DESMIKA.pdf. Diakses pada tanggal
26 oktober 2013
Rosdiah, dkk. 2011. Hubungan Pemberian Asi Eksklusif Dengan Kembang Pada Anak Usia 3 Sampai 6
Bulan Di Puskesmas Karanganyar
159
ISSN : 2656 - 2480 (Online)
ISSN : 2355 - 1364 (Print)
Soedjatmiko. 2009. Cara Praktis Membentuk Anak Sehat, Tumbuh Kembang Optimal, Kreatif, Dan Cerdas
Multipel. Jakarta: PT. Kompas Media Nusantara
Soetjiningsih, Christiana Hari. 2012. Perkembangan Anak (Sejak Pembuahan Sampai Dengan Kanak-Kanak
Akhir). Jakarta: PRENADA MEDIA GROUP
Supariasa, dkk.2012. Penilaian Status Gizi. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC
Yuliarti, Nurheti. 2010. Keajaiban ASI (Makanan Terbaik Untuk Kesehatan, Kecerdasan, Dan Kelincahan Si
Kecil). Yogyakarta:
160
Daya
Terima
dan
Kandungan
Zat
Gizi
...
Research
Article
DAYA
TERIMA
DAN
KANDUNGAN
ZAT
GIZI
BISKUIT
BAYI
SEBAGAI
MAKANAN
PENDAMPING
ASI
DENGAN
SUBSTITUSI
TEPUNG
LABU
KUNING
(CUCURBITA
MOSHCHATA)
DAN
TEPUNG
IKAN
PATIN
(PANGASIUS
SPP)
N.
Rustanti,
E.
R.
Noer
dan
Nurhidayati
ABSTRAK:
Pemberian
makanan
pendamping
ASI
(MP-‐ASI)
dalam
bentuk
biskuit
diharapkan
dapat
mendampingi
ASI
untuk
memenuhi
kebutuhan
gizi
bayi
dan
merangsang
keterampilan
makan
bayi.
Biskuit
bayi
dapat
disubstitusi
dengan
bahan
yang
kaya
betakaroten
yaitu
labu
kuning
dan
bahan
yang
kaya
protein
seperti
ikan
patin
untuk
mendapatkan
MP-‐ASI
yang
tinggi
protein
dan
betakaroten.
Penelitian
ini
dilakukan
untuk
mengetahui
pengaruh
perbandingan
tepung
labu
kuning
dan
tepung
ikan
patin
yang
disubstitusikan
pada
biskuit
bayi
terhadap
daya
terima
meliputi
warna,
rasa,
tekstur,
aroma,
serta
kandungan
zat
gizi
meliputi
lemak,
protein,
air,
abu,
karbohidrat,
serat
total
dan
betakaroten.Penelitian
ini
merupakan
penelitian
eksperimental
rancangan
acak
lengkap
satu
faktor
yaitu
perbandingan
substitusi
tepung
labu
kuning
dan
tepung
ikan
patin
(1:3,
1:1,
3:1)
dengan
3
ulangan.
Analisis
statistik
menggunakan
uji
One
Way
ANOVA
CI
95%
dilanjutkan
dengan
uji
Tukey.
Hasil
penelitian
menunjukkan
perbandingan
tepung
labu
kuning
dan
tepung
ikan
patin
yang
disubstitusikan
pada
biskuit
bayi
berpengaruh
nyata
terhadap
kadar
lemak,
protein,
air,
karbohidrat,
dan
betakaroten,
tetapi
tidak
berpengaruh
nyata
terhadap
daya
terima
meliputi
warna,
rasa,
tekstur,
aroma
serta
kadar
abu
dan
serat
total.
Konsumsi
satu
takaran
saji
(60
g)
biskuit
bayi
yang
disubstitusi
dengan
perbandingan
tepung
labu
kuning
dan
tepung
ikan
patin
1:3
dapat
memenuhi
241,6%
AKG
protein
dan
67,9%
AKG
vitamin
A.
Kata
kunci:
Biskuit
bayi,
labu
kuning,
tepung
ikan
patin
PENDAHULUAN
mata,
bagian
dalam
mulut,
serta
saluran
pencernaan
dan
Konsumsi
makanan
dalam
jumlah
dan
kandungan
gizi
pernafasan
(Trahms
et
al.,
2008;
Parizkova,
2010).
yang
cukup
sangat
diperlukan
untuk
tumbuh
kembang
bayi
Departemen
Kesehatan
RI
menetapkan
persyaratan
dan
balita.
Sesudah
bayi
berusia
enam
bulan,
kandungan
gizi
kandungan
gizi
yang
harus
dipenuhi
dalam
100
g
bubur
bayi
ASI
tidak
lagi
mencukupi
sementara
kebutuhan
energi
bayi
instan,
antara
lain
kandungan
energi
minimal
400
Kkal,
meningkat
sebesar
24-‐30%
dibandingkan
dengan
kebutuhan
kandungan
protein
sebesar
15-‐22
g,
dan
vitamin
A
sebesar
saat
usia
3-‐5
bulan
(World
Health
Organization,
2000;
250-‐350
µg
(MenKes,
2007). Pemilihan
bahan
MP-‐ASI
Trahms
et
al.,
2008).
Untuk
memenuhi
kebutuhan
zat
gizi
penting
untuk
memenuhi
persyaratan
tersebut.
Pada
yang
meningkat,
Makanan
Pendamping
ASI
(MP-‐ASI)
perlu
umumnya
MP-‐ASI
bubur
bayi
instan
terbuat
dari
campuran
diberikan
pada
bayi
sesudah
berusia
6
bulan.
Masyarakat
tepung
beras,
susu
skim,
gula
halus,
dan
minyak
nabati
mengenal
adanya
dua
jenis
MP-‐ASI,
yaitu
MP-‐ASI
tradisional
(Yoanasari,
2003;
Andarwulan
et
al.,
2004;
Larasati
et
al.,
dan
pabrikan.
Pengolahan
MP-‐ASI
tradisional
seringkali
tidak
2008).
Untuk
meningkatkan
kandungan
gizi,
bahan-‐bahan
memenuhi
prinsip
higiene
sanitasi
makanan
sehingga
tersebut
dapat
disubstitusi
dengan
bahan
pangan
sumber
memungkinkan
terjadinya
kontaminasi
mikroorganisme
protein
dan
vitamin
A.
penyebab
diare
pada
bayi
(Kusumawardani,
2010).
Salah
satu
bahan
pangan
lokal
sumber
protein
yang
Sementara
itu
MP-‐ASI
pabrikan
menghasilkan
makanan
bayi
dapat
dimanfaatkan
sebagai
bahan
MP-‐ASI
adalah
ikan
patin
yang
relatif
lebih
higienis
dan
praktis
disajikan.
Kandungan
(Pangasius
spp).
Ikan
patin
merupakan
ikan
air
tawar
yang
gizi
dalam
MP-‐ASI
pabrikan
juga
dapat
diformulasikan
mudah
dijumpai
dan
mempunyai
kandungan
protein
sebesar
berdasarkan
angka
kecukupan
gizi
bayi
(Hadiningsih,
2004).
68,6
%
(Khairuman
et
al.,
2009).
Salah
satu
bentuk
Salah
satu
bentuk
MP-‐ASI
pabrikan
yang
dikenal
masyarakat
pengolahan
ikan
patin
yang
sesuai
untuk
MP-‐ASI
adalah
adalah
bubur
bayi
instan.
penepungan.
Dalam
100
g
tepung
ikan
terkandung
60-‐75
g
Zat
gizi
yang
penting
untuk
dipenuhi
pada
masa
bayi
protein,
sementara
kandungan
protein
dalam
100
g
susu
diantaranya
protein
dan
vitamin
A.
Protein
untuk
bayi
skim
hanya
sebesar
30
g
(Andarwulan
et
al.,
2004;
berperan
dalam
pertumbuhan
dan
pemeliharaan
sel,
Moeljanto,
1994).
sedangkan
vitamin
A
berperan
dalam
fungsi
sistem
imun,
Bahan
pangan
yang
kaya
akan
vitamin
A
juga
perlu
melindungi
integritas
sel-‐sel
epitel
lapisan
kulit,
permukaan
digunakan
untuk
memenuhi
persyaratan
kandungan
vitamin
Dikirim
12/5/2012,
diterima
6/7/2012.
Para
Penulis
adalah
dari
A
pada
MP-‐ASI.
Labu
kuning
(Cucurbita
moschata)
Program
Studi
Ilmu
Gizi
Fakultas
Kedokteran
Universitas
merupakan
salah
satu
bahan
pangan
lokal
yang
mengandung
Diponegoro
Semarang.
Kontak
langsung
melalui
email:
N.
Rustanti
betakaroten
cukup
tinggi
yaitu
sebesar
1.569
µg/100
g
(Mien
(ninik.rustanti@yahoo.com).
59
Vol.
1
No.
3,
2012
–
Jurnal
Aplikasi
Teknologi
Pangan
Daya
Terima
dan
Kandungan
Zat
Gizi
...
et
al.,
2009).
Labu
kuning
dapat
diolah
menjadi
tepung
Kandungan
zat
gizi
yang
dianalisis
antara
lain
kadar
sehingga
dapat
digunakan
sebagai
bahan
MP-‐ASI.
Sebuah
protein
dengan
metode
Kjeldahl,
kadar
lemak
dengan
penelitian
di
Malaysia
menunjukkan
bahwa
bubur
bayi
metode
soxhlet,
kadar
air
dengan
metode
oven,
kadar
serat
berbahan
dasar
beras
yang
diperkaya
dengan
kombinasi
kasar
dengan
metode
gravimetri,
dan
kadar
abu
dengan
tepung
pisang
dan
labu
kuning
mengandung
betakaroten
metode
drying
ash.
Selanjutnya
dilakukan
analisis
kadar
tertinggi
dibanding
bubur
bayi
yang
diperkaya
tepung
karbohidrat
dengan
metode
perhitungan
karbohidrat
by
kacang-‐kacangan,
tepung
kacang-‐kacangan
yang
difference.
Kadar
betakaroten
dianalisis
dengan
dikecambahkan
selama
48
jam,
atau
tepung
susu
skim
menggunakan
metode
spektrofotometri. Penilaian
daya
(Hashim
et
al,.
2000).
Selain
itu,
protein
yang
terkandung
terima
warna,
aroma,
tekstur,
dan
rasa
menggunakan
uji
dalam
tepung
labu
kuning
memiliki
daya
cerna
sebesar
99%
hedonik.
Data
yang
terkumpul
dianalisis
menggunakan
sehingga
sesuai
untuk
dikonsumsi
bayi
(Hendrasty,
2003). program
SPSS
11.5
for
Windows.
Pengaruh
variasi
Berdasarkan
sifat
fisiknya,
MP-‐ASI
tidak
boleh
bersifat
persentase
substitusi
tepung
ikan
patin
dan
tepung
labu
kamba
agar
lambung
bayi
yang
berkapasitas
kecil
tidak
kuning
terhadap
kandungan
zat
gizi,
densitas
kamba,
dan
penuh
dengan
bahan
kurang
bergizi
(Hadiningsih,
daya
terima
MP-‐ASI
bubur
bayi
instan
diuji
dengan
one
way
2004;Yoanasari,
2003;Larasati
et
al.,
2008
).
Komposisi
serta
Anova
dengan
derajat
kepercayaan
95%
yang
dilanjutkan
metode
pengolahan
yang
tepat
diharapkan
akan
dengan
posthoc
test
Tukey
untuk
mengetahui
beda
nyata
menghasilkan
MP-‐ASI
yang
bergizi
tinggi
dan
dapat
diterima
antar
perlakuan.
oleh
konsumen.
Berdasarkan
latar
belakang
tersebut
maka
dilakukan
HASIL
DAN
PEMBAHASAN
penelitian
mengenai
kandungan
zat
gizi,
densitas
kamba,
Kandungan
Zat
Gizi
Bahan
Baku
dan
daya
terima
MP-‐ASI
bubur
bayi
instan
dengan
substitusi
Tepung
ikan
yang
bermutu
memiliki
kandungan
tepung
ikan
patin
dan
tepung
labu
kuning
untuk
lemak
sebesar
5-‐12%
dan
protein
sebanyak
60-‐75%
menghasilkan
bubur
bayi
instan
yang
tinggi
protein
dan
(Moeljanto,
1994).
Tepung
ikan
patin
yang
dihasilkan
vitamin
A.
mengandung
lemak
lebih
tinggi
yaitu
sebesar
20,10%.
Kandungan
protein
tepung
ikan
patin
lebih
tinggi
MATERI
DAN
METODE
dibandingkan
susu
skim
sehingga
substitusi
susu
skim
Penelitian
ini
merupakan
penelitian
eksperimental
dengan
tepung
ikan
patin
dapat
meningkatkan
kandungan
dengan
rancangan
acak
lengkap
satu
faktor
untuk
protein
MP-‐ASI.
Tepung
labu
kuning
selain
mengandung
mengetahui
perbedaan
kandungan
zat
gizi,
densitas
kamba,
betakaroten
yang
tinggi,
juga
mengandung
karbohidrat
yang
dan
daya
terima
MP-‐ASI
bubur
bayi
instan
pada
berbagai
mendekati
tepung
beras
tergelatinisasi..
Hasil
analisis
bahan
variasi
persentase
substitusi
tepung
ikan
patin
(Pangasius
baku
dapat
dilihat
pada
Tabel
1.
spp)
dan
tepung
labu
kuning
(Cucurbita
moschata).
Terdapat
Berdasarkan
perhitungan
dari
hasil
analisis
empat
perlakuan
berupa
kombinasi
substitusi
susu
skim
kandungan
zat
gizi
bahan
baku,
ditentukan
substitusi
tepung
dengan
tepung
ikan
patin
dan
substitusi
tepung
beras
ikan
patin
sebesar
15%
dan
20%
serta
substitusi
tepung
labu
tergelatinisasi
dengan
tepung
labu
kuning.
Substitusi
yang
kuning
sebesar
10%
dan
15%
dari
total
seluruh
bahan.
Pada
dilakukan
bertujuan
untuk
meningkatkan
nilai
gizi
MP-‐ASI
Tabel
2,
persentase
susu
skim
pada
formula
A1B1
dan
A1B2
sehingga
persentase
substitusi
tepung
ikan
patin
dan
tepung
berkurang
dari
50%
menjadi
35%
dengan
adanya
substitusi
labu
kuning
ditentukan
berdasarkan
hasil
analisis
zat
gizi
15%
tepung
ikan
patin,
sementara
substitusi
20%
tepung
bahan
baku.
Setiap
perlakuan
dilakukan
3
kali
pengulangan
ikan
patin
pada
formula
A2B1
dan
A2B2
menjadikan
dan
pengukuran
daya
terima
dilakukan
sebanyak
1
kali
persentase
susu
skim
berkurang
menjadi
30%.
pengujian.
Pembuatan
bubur
bayi
instan
dengan
substitusi
Kandungan
Zat
Gizi
Bubur
Bayi
Instan
tepung
ikan
patin
dan
tepung
labu
kuning
dilakukan
dengan
Kadar
Protein
metode
dry
mixing.
Komposisi
awal
bubur
bayi
instan
Dalam
spesifikasi
MP-‐ASI
bubuk
instan
untuk
bayi
sebelum
disubstitusi
yaitu
35%
tepung
beras,
50%
susu
usia
6-‐12
bulan,
disyaratkan
kandungan
protein
sebesar
15-‐
skim,
10%
minyak
nabati,
dan
5%
gula
halus.
Pengolahan
22
g
dalam
100
g
MP-‐ASI
(MenKes
RI,
2007).
Rerata
pati
pada
tepung
beras
menjadi
bahan
yang
siap
pakai
kandungan
protein
dalam
bubur
bayi
instan
formula
A2B1
dilakukan
dengan
proses
gelatinisasi.
Tepung
ikan
patin
sedikit
melebihi
persyaratan
sementara
ketiga
formula
yang
digunakan
adalah
hasil
penepungan
ikan
patin
lainnya
telah
sesuai
dengan
spesifikasi.
Terdapat
perbedaan
(Pangasius
spp)
segar
yang
berasal
dari
Wonogiri,
Jawa
kadar
protein
antar
formula
bubur
bayi
instan
(p=0.007).
Tengah,
dengan
berat
250-‐350
g/ekor.
Sementara
tepung
Bubur
bayi
instan
dengan
substitusi
tepung
ikan
patin
20%
labu
kuning
yang
digunakan
merupakan
hasil
penepungan
memiliki
kandungan
protein
lebih
tinggi
dibandingkan
bubur
labu
kuning
(Cucurbita
moschata)
matang
segar
yang
berasal
bayi
instan
dengan
substitusi
tepung
ikan
patin
15%.
Adapun
dari
Gunungpati
Semarang.
Tepung
beras
tergelatinisasi,
kandungan
protein
bubur
bayi
instan
formula
A2B1
dan
A2B2
tepung
ikan
patin,
dan
tepung
labu
kuning
diayak
dengan
yang
disubstitusi
tepung
ikan
patin
20%
tidak
berbeda
nyata
ayakan
60
mesh
dan
pengeringan
dilakukan
dengan
cabinet
(Tabel
3).
0
dryer
pada
suhu
±50 C
selama
±12
jam.
60
Vol.
1
No.
3,
2012
–
Jurnal
Aplikasi
Teknologi
Pangan
Daya
Terima
dan
Kandungan
Zat
Gizi
...
Tabel
1.
Hasil
Analisis
Kandungan
Zat
Gizi
Bahan-‐bahan
MP-‐ASI
Bubur
Bayi
Instan
Kandungan
Zat
Gizi
Bahan
Air
Abu
Lemak
Protein
Karbohidrat
Serat
kasar
Betakaroten
(%)
(%)
(%)
(%)
(%)
(%)
(mg/100
g)
Tepung
beras
6,92
0,59
0,63
8,93
82,94
3,63
-‐
tergelatinisasi
Tepung
labu
kuning
11,57
4,47
2,11
6,82
75,03
5,15
44,05
Susu
skim
5,24
5,99
1,18
24,72
62,87
4,11
-‐
Tepung
ikan
patin
3,58
5,37
20,10
68,12
2,83
-‐
4,65
Gula
halus
0,11
-‐
0,48
0,43
98,99
0,72
-‐
Minyak
kelapa
sawit
-‐
-‐
100*
-‐
-‐
-‐
1,58
*berdasarkan
kemasan
produk
Tabel
2.
Komposisi
Formula
MP-‐ASI
Bubur
Bayi
Instan
Komposisi
awal
Formula
Bahan
(%)
A1B1
A1B2
A2B1
A2B2
(%)
(%)
(%)
(%)
Tepung
beras
tergelatinisasi
35
25
20
25
20
Tepung
labu
kuning
-‐
10
15
10
15
Susu
skim
50
35
35
30
30
Tepung
ikan
patin
-‐
15
15
20
20
Minyak
kelapa
sawit
10
10
10
10
10
Gula
halus
5
5
5
5
5
Jumlah
100
100
100
100
100
Tabel
3.
Hasil
Analisis
Kandungan
Zat
Gizi
Bubur
Bayi
Instan
dengan
Substitusi
Tepung
Ikan
Patin
dan
Tepung
Labu
Kuning
Rerata
Kandungan
Zat
Gizi
Formula
Protein
Betakaroten
Lemak
Air
Abu
Serat
Kasar
Karbohidrat
(%)
(mg/100
g)
(%)
(%)
(%)
(%)
(%)
b
d
c
b
b
a
a
A1B1
19,72
±
0,20
9,22
±
0,11 11,34
±
0,03 5,44
±
0,11 2,76
±
0,18 5,18
±
0,10 60,74
±
0,09
b
b
b
ab
a
a
a
A1B2
19,28
±
0,81 14,79
±
0,05 12,02
±
0,13 5,62
±
0,22 3,30
±
0,12 5,93
±
0,69 59,78
±
0,93
a
c
a
b
b
a
b
A2B1
22,45
±
1,20
9,69
±
0,05 14,97
±
0,15 5,36
±
0,05 2,87
±
0,08 5,24
±
0,12 54,34
±
0,97
ab
a
c
a
b
b
a
A2B2
21,47
±
0,97 19,62
±
0,21 11,41
±
0,40 5,81
±
0,03 2,84
±
0,11 1,69
±
1,24 58,48
±
1,43
Keterangan:
Angka
yang
diikuti
dengan
huruf
superscript
berbeda
(a,b,c,
d)
menunjukkan
beda
nyata.
Tabel
4.
Hasil
Perhitungan
Kandungan
Energi
Bubur
Bayi
Instan
dengan
Substitusi
Tepung
Ikan
Patin
dan
Tepung
Labu
Kuning
Formula
Kandungan
Energi
(Kkal/100
g)
A1B1
423,90±0,65
A1B2
424,42±1,74
A2B1
441,89±0,57
A2B2
422,49±1,70
Keterangan:
Diperoleh
dengan
perhitungan
4
Kkal/g
protein
+
9
Kkal/g
lemak
+
4
Kkal/g
karbohidrat
Tabel
5.
Hasil
Analisis
Densitas
Kamba
MP-‐ASI
Bubur
Bayi
Instan
dengan
Substitusi
Tepung
Ikan
Patin
dan
Tepung
Labu
Kuning
Formula
Densitas
Kamba
(g/ml)
A1B1
0,47
±
0,02
A1B2
0,46
±
0,02
A2B1
0,48
±
0,02
A2B2
0,48
±
0,01
61
Vol.
1
No.
3,
2012
–
Jurnal
Aplikasi
Teknologi
Pangan
Daya
Terima
dan
Kandungan
Zat
Gizi
...
Kadar
Betakaroten
2007).
Terdapat
perbedaan
kadar
lemak
antar
formula
MP-‐
Kadar
betakaroten
bubur
bayi
instan
dengan
ASI
bubur
bayi
instan
(p=0.000).
Bubur
bayi
instan
formula
substitusi
tepung
ikan
patin
dan
tepung
labu
kuning
berkisar
A2B1
dengan
substitusi
tepung
ikan
patin
20%
dan
tepung
antara
9,22-‐19,62
mg/100
g.
Kadar
betakaroten
antar
labu
kuning
10%
mengandung
lemak
tertinggi
secara
nyata.
formula
MP-‐ASI
bubur
bayi
instan
berbeda
secara
nyata
(p=0.000).
Bubur
bayi
instan
formula
A2B2
dengan
substitusi
Kadar
Air
20%
tepung
ikan
patin
dan
15%
tepung
labu
kuning
Kadar
air
bubur
bayi
instan
dengan
substitusi
tepung
mengandung
betakaroten
tertinggi
secara
signifikan
ikan
patin
dan
tepung
labu
kuning
berkisar
antara
5,36-‐
dibandingkan
tiga
formula
lainnya.
5,81%.
Kadar
air
keempat
formula
lebih
tinggi
dibandingkan
persyaratan,
yaitu
4
g/100
g
MP-‐ASI.6
Kadar
air
berbagai
Kadar
Lemak
formula
bubur
bayi
instan
berbeda
secara
nyata
(p=0.009).
Bubur
bayi
instan
dengan
substitusi
tepung
ikan
patin
Formula
A1B2
dan
A2B2
dengan
substitusi
15%
tepung
labu
dan
tepung
labu
kuning
memiliki
kadar
lemak
sebesar
11,34-‐ kuning
memiliki
kadar
air
lebih
tinggi
dibandingkan
formula
14,97%.
Keempat
formulasi
bubur
bayi
instan
yang
A1B1
dan
A2B1
yang
disubstitusi
dengan
10%
tepung
labu
dihasilkan
mengandung
lemak
dalam
rentang
yang
kuning
disyaratkan
yaitu
10-‐15
g
dalam
100
g
MP-‐ASI
(MenKes
RI,
.
Tabel
6.
Rekapitulasi
Hasil
Penelitian
A1B1
A1B2
A2B1
A2B2
Kandungan
Zat
Gizi
•
Protein
(%)
19,72
19,28
22,45
21,47
•
Betakaroten
(mg/100
g)
9,22
14,79
9,69
19,62
•
Lemak
(%)
11,34
12,02
14,97
11,41
•
Air
(%)
5,44*
5,62*
5,36*
5,81*
•
Abu
(%)
2,76
3,30
2,87
2,84
•
Serat
Kasar
(%)
5,18*
5,93*
5,24*
1,69
•
Karbohidrat
(%)
60,74
59,78
54,34
58,48
•
Energi
(Kkal/100
g)
423,9
424,42
441,89
422,49
Sifat
Fisik
•
Densitas
Kamba
(g/ml)
0,81
0,82
0,81
0,87
Daya
Terima
62
Vol.
1
No.
3,
2012
–
Jurnal
Aplikasi
Teknologi
Pangan
Daya
Terima
dan
Kandungan
Zat
Gizi
...
Kadar
Serat
Kasar
tepung
labu
kuning
dapat
diterima
panelis
dengan
tingkat
Kadar
serat
kasar
bubur
bayi
instan
dengan
substitusi
kesukaan
netral.
Variasi
persentase
substitusi
tepung
ikan
tepung
ikan
patin
dan
tepung
labu
kuning
berkisar
antara
patin
dan
tepung
labu
kuning
pada
berbagai
formula
bubur
1,69-‐5,93%.
Kandungan
serat
kasar
dalam
makanan
bayi
dan
bayi
instan
tidak
mempengaruhi
tingkat
kesukaan
panelis
balita
disyaratkan
tidak
lebih
dari
5
g
per
100
g
makanan
baik
pada
warna
(p=0.861),
aroma
(p=0.747),
tekstur
(Hadiningsih,
2004)
. Formula
A2B2
merupakan
satu-‐satunya
(p=0.662),
maupun
rasa
(p=0.759).
formula
yang
mengandung
serat
kasar
sesuai
persyaratan.
Terdapat
perbedaan
kadar
serat
kasar
antar
formula
Kontribusi
Terhadap
Kecukupan
Gizi
bubur
bayi
instan
seperti
terlihat
pada
Tabel
5
(p=0.000).
Keempat
formula
bubur
bayi
instan
yang
dihasilkan
Bubur
bayi
instan
formula
A2B2
dengan
kandungan
tepung
memiliki
kandungan
protein,
lemak,
karbohidrat,
dan
energi
beras
tergelatinisasi
20%,
susu
skim
30%,
dan
tepung
labu
yang
sesuai
dengan
spesifikasi
(Tabel
8).
Rerata
kandungan
kuning
15%
memiliki
kadar
serat
kasar
terendah
secara
protein
yang
tinggi
ada
pada
formula
yang
disubstitusi
signifikan
dibandingkan
tiga
formula
lainnya.
tepung
ikan
patin
20%,
yaitu
formula
A2B1
dan
A2B2.
Kandungan
betakaroten
tertinggi
ada
pada
formula
A2B2.
Kadar
Karbohidrat
Sementara
itu
kandungan
air
keempat
formula
tersebut
Kadar
karbohidrat
bubur
bayi
instan
dengan
lebih
tinggi
dibanding
dengan
persyaratan.
Demikian
juga
substitusi
tepung
ikan
patin
dan
tepung
labu
kuning
berkisar
dengan
kandungan
serat,
hanya
formula
A2B2
yang
antara
54,34-‐60,74%.
Kadar
karbohidrat
antar
formula
bubur
mengandung
serat
kasar
kurang
dari
5
g/100
g.
Adapun
bayi
instan
berbeda
secara
nyata
(p=0.000)
di
mana
bubur
densitas
kamba
dan
daya
terima
keempat
formula
bubur
bayi
instan
formula
A2B1
yang
mengandung
25%
tepung
bayi
instan
tidak
berbeda
bermakna
secara
statistik
sehingga
beras
tergelatinisasi,
10%
tepung
labu
kuning,
dan
30%
susu
formula
manapun
dapat
dipilih.
Berdasarkan
pertimbangan
skim
memiliki
kadar
karbohidrat
terendah
secara
signifikan.
tersebut,
bubur
bayi
instan
yang
disarankan
untuk
dikonsumsi
adalah
bubur
bayi
formula
A2B2.
Kandungan
Energi
Berdasarkan
data
kandungan
zat
gizi
yang
telah
Setelah
diperoleh
data
kandungan
karbohidrat,
diperoleh,
dapat
ditentukan
takaran
saji
MP-‐ASI
bubur
bayi
protein,
dan
lemak,
maka
kandungan
energi
dapat
instan
formula
A2B2.
Pada
penentuan
takaran
saji,
yang
ditentukan
dengan
perhitungan.
Tabel
4
menunjukkan
menjadi
pertimbangan
utama
adalah
pemenuhan
bahwa
kandungan
energi
dalam
100
g
bubur
bayi
instan
kecukupan
protein
bayi.
Penentuan
takaran
saji
bertujuan
dengan
substitusi
tepung
ikan
patin
dan
tepung
labu
kuning
untuk
menentukan
besar
porsi
MP-‐ASI
bubur
bayi
instan
berkisar
antara
422,49-‐441,89
Kkal.
Kandungan
energi
yang
dapat
memenuhi
1/3
kecukupan
protein
bayi
dalam
minimal
yang
disyaratkan
dalam
spesifikasi
adalah
400
satu
kali
konsumsi
(Andarwulan
et
al.,
2004). Kecukupan
kkal/100g
sehingga
semua
formula
bubur
bayi
instan
telah
protein
untuk
bayi
usia
9
bulan
dengan
berat
badan
8,5
kg
memenuhi
syarat
tersebut
(MenKes
RI,
2007).
sebesar
16
g
(1,9
g/Kg
BB).(Deweyat
et
al.,
2003;
LIPI,
2004).
Berdasarkan
perhitungan
dengan
menggunakan
acuan
Densitas
Kamba
formula
A2B2,
diperoleh
takaran
saji
sebesar
25
g.
Densitas
kamba
bubur
bayi
instan
dengan
substitusi
Konsumsi
satu
takaran
saji
bubur
bayi
instan
formula
tepung
ikan
patin
dan
tepung
labu
kuning
berkisar
antara
A2B2
dapat
memenuhi
33,75%
kecukupan
protein
dan
0,46-‐0,48
g/ml
seperti
pada
tabel
5.
Nilai
tersebut
berada
102,2%
kecukupan
vitamin
A
bayi
usia
9
bulan
dengan
berat
pada
rentang
densitas
kamba
bubur
komersial,
yaitu
0,37-‐ badan
8,5
Kg.
Berdasarkan
penelitian
WHO,
pemberian
ASI
4
0,50
g/ml. Variasi
persentase
substitusi
tepung
ikan
patin
yang
cukup
pada
bayi
usia
6-‐12
bulan
menyumbang
energi
dan
tepung
labu
kuning
tidak
berpengaruh
pada
densitas
sebesar
413
Kkal
sehingga
kebutuhan
energi
bayi
dapat
kamba
bubur
bayi
instan
(p=0.287).
terpenuhi
dengan
pemberian
ASI
dan
konsumsi
dua
takaran
saji
bubur
bayi
instan
formula
A2B2
(Dewey
et
al.,
2003).
Daya
Terima
Bubur
bayi
instan
dengan
substitusi
tepung
ikan
patin
KESIMPULAN
dan
tepung
labu
kuning
yang
dihasilkan
berupa
bubuk
halus
Keempat
formula
bubur
bayi
instan
dengan
berwarna
kuning
dan
siap
santap
setelah
diseduh
dengan
air
substitusi
tepung
ikan
patin
dan
tepung
labu
kuning
telah
0
panas
±60 C
dengan
perbandingan
1:1.
memenuhi
persyaratan
kandungan
zat
gizi
berdasarkan
Warna
semua
formula
bubur
bayi
instan
dengan
spesifikasi
MP-‐ASI
bubuk
instan
dan
SNI
01-‐7111.4-‐2005.
substitusi
tepung
ikan
patin
dan
tepung
labu
kuning
dinilai
Kandungan
protein
yang
tinggi
terdapat
pada
formula
yang
agak
suka
oleh
panelis.
Demikian
juga
dengan
rasa
bubur
disubstitusi
tepung
ikan
patin
20%,
yaitu
formula
A2B1
dan
bayi
instan,
semua
formula
dapat
diterima
panelis
dengan
A2B2.
Kandungan
betakaroten
tertinggi
dan
serat
kasar
tingkat
kesukaan
netral.
Sementara
itu
aroma
bubur
bayi
terendah
terdapat
pada
formula
A2B2.
instan
formula
A2B2
dengan
kandungan
tepung
ikan
patin
1. Densitas
kamba
MP-‐ASI
bubur
bayi
instan
dengan
20%
dan
tepung
labu
kuning
15%
mendapat
penilaian
agak
substitusi
tepung
ikan
patin
dan
tepung
labu
kuning
sesuai
tidak
suka
dari
panelis.
Tekstur
bubur
bayi
instan
formula
dengan
rentang
densitas
kamba
bubur
bayi
komersial.
A2B1
yang
mengandung
20%
tepung
ikan
patin
dan
15%
63
Vol.
1
No.
3,
2012
–
Jurnal
Aplikasi
Teknologi
Pangan
Daya
Terima
dan
Kandungan
Zat
Gizi
...
2. Warna,
aroma,
tekstur,
dan
rasa
MP-‐ASI
bubur
bayi
Husain
H,
Muchtadi
TR,
Sugiyono,
Haryanto
B.
Pengeringan
instan
dengan
substitusi
tepung
ikan
patin
dan
tepung
labu
Santan
Menggunakan
Pengering
Drum
dan
Pengering
kuning
dapat
diterima
oleh
panelis
dewasa.
Semprot.
Forum
Pascasarjana
Vol.
29
No.3
Juli
3. Konsumsi
satu
takaran
saji
bubur
bayi
instan
formula
2006:249·∙260.
Bogor.
A2B2
sebesar
25
g
dapat
memberikan
kontribusi
33,56%
Khairuman,
Sudenda
D.
Budidaya
Patin
Secara
Intensif.
kecukupan
protein
dan
102,2%
kecukupan
vitamin
A
bayi
Jakarta:
Agromedia
Pustaka.
2009.
usia
9
bulan
dengan
berat
badan
8,5
Kg.
Kusumawardani
B.
Hubungan
Praktik
Higiene
Sanitasi
Bubur
bayi
instan
yang
direkomendasikan
untuk
Makanan
Pendamping
Air
Susu
Ibu
(MP-‐ASI)
dikonsumsi
adalah
bubur
bayi
instan
formula
A2B2
dengan
Tradisional
Dengan
Kejadian
Diare
Pada
Anak
Usia
6-‐
kandungan
protein
dan
betakaroten
yang
tinggi
serta
kadar
24
Bulan
Di
Kota
Semarang
[Skripsi].
Universitas
serat
kasar
yang
rendah.
Diponegoro.
2010.
Larasati
D,
Wahjuningsih
SB,
Pratiwi
E.
Kajian
Formulasi
DAFTAR
PUSTAKA
Bubur
Bayi
Instan
Berbahan
Dasar
Pati
Garut
Ambarsari
I,
Sarjana,
Choliq
A.
Rekomendasi
dalam
(Maranta
arundinaceae
L)
Sebagai
Makanan
Penetapan
Standar
Mutu
Tepung
Ubi
Jalar.
Ungaran:
Pendamping
ASI
Terhadap
Sifat
Fisik
dan
Balai
Pengkajian
Teknologi
Pertanian
(BPTP).
2009.
Organoleptik.
Jurnal
Teknologi
Pangan
dan
Hasil
Amirullah,
TC.
Fortifikasi
Tepung
Ikan
Tenggiri
Pertanian
Vol.
5
No.2
Halaman
112-‐118.
Semarang:
(Scomberomorus
Sp.)
dan
Tepung
Ikan
Swangi
Universitas
Negeri
Semarang.
(Priacanthus
Tayenus)
dalam
Pembuatan
Bubur
Bayi
LIPI.
Angka
Kecukupan
Gizi
yang
Dianjurkan.
Widyakarya
Instan
[Skripsi].
2008.
Bogor:
Institut
Pertanian
Bogor.
Nasional
Pangan
dan
Gizi.
2004.
Andarwulan
N,
Fatmawati
S.
Formulasi
Bubur
Bayi
Menteri
Kesehatan
Republik
Indonesia.
Keputusan
Menteri
Berprotein
Tinggi
dan
Kaya
Antioksidan
dari
Tepung
Kesehatan
Republik
Indonesia
Nomor:
Kecambah
Kacang
Tunggak
(Vigna
unguilucata)
untuk
224/Menkes/SK/II/2007
Tentang
Spesifikasi
Teknis
Makanan
Pendamping
ASI.
Prosiding
Seminar
Makanan
Pendamping
Air
Susu
Ibu
(MP-‐ASI).
Jakarta.
Nasional
dan
Kongres
Perhimpunan
Ahli
Teknologi
2007.
Pangan
Indonesia.
2004.
Mien
K.
Mahmud,
Hermana,
Nils
Aria
Z,
Rossi
Rozanna
A,
Badan
Standardisasi
Nasional.
SNI
01-‐7111.4-‐2005
Makanan
Iskari
Ngadiarti,
Budi
Hartati.
Tabel
Komposisi
Pangan
Pendamping
Air
Susu
Ibu
(MP-‐ASI)
Bagian
4:
Siap
Indonesia
(TKPI).
Jakarta:
PT
Elex
Media
Komputindo.
Santap
[Serial
Online].
2005.
[Dikutip
12
Februari
2009.
2011].
Available
from
URL
Moeljanto.
Pengawetan
dan
Pengolahan
Hasil
Perikanan.
http://websisni.bsn.go.id/index.php?/sni_main/sni/d Jakarta:
Penebar
Swadaya.
1994.
etail_sni/7105.
Parízková
J.
Nutrition,
Physical
Activity,
and
Health
in
Early
nd
Baxter
SD.
Introducing
Solid
Foods
to
Infants.
In
Bhatia
J,
Life
2
edition.
USA:
CRC
Press.
2010.
Perinatal
Nutrition
Optimizing
Infant
Health
and
PJ
Fellows.
Food
Processing
Technology
Principle
and
Development.
New
York:
Marcel
Dekker.
2005.
Practice.
Cambridge
England:
Wood
Publishing
in
Britton
G,
Liaaen-‐Jensen
S,
Pfander
H.
Carotenoids
Volume
Food
Science
and
Technology.
2000.
5:
Nutrition
and
Health.
Switzerland:
Birkhäuser
Soekarto,
Soewarno
T.
Penilaian
Organoleptik,
untuk
Industri
Verlag.
2009.
Pangan
dan
Hasil
Pertanian.
Bogor:
PUSBANGTEPA
/
Dewey
KG,
Brown
KH.
Update
on
Technical
Issues
Food
Technology
Development
Center,
Institut
Concerning
Complementary
Feeding
of
Young
Pertanian
Bogor.
1981
Children
in
Developing
Countries
and
Implications
for
Trahms
CM,
McKean
KN.
Nutrition
During
Infancy.
In:
Mahan
Intervention
Programs.
Food
and
Nutrition
Bulletin,
LK,
Escott-‐Stump
S.
Krause’s
Food
and
Nutrition
th
vol.
24,
no.
1.
The
United
Nations
University.
2003.
Theraphy
12
ed.
Canada:
Elsevier.
2008.
Gallagher
ML.
The
Nutrients
and
Their
Metabolism.
In:
Whitney
EN,
Rolfes
SR.
Understanding
Nutrition.
USA:
Mahan
LK,
Escott-‐Stump
S.
Krause’s
Food
and
Wadsworth
Publishing.
2004.
th
Nutrition
Theraphy
12
ed.
Canada:
Elsevier.
2008.
Winarno.
Kimia
Pangan
dan
Gizi.
Jakarta:
PT
Gramedia
Hadiningsih
N.
Optimasi
Formula
Makanan
Pendamping
ASI
Pustaka
Utama;
2002.
dengan
Menggunakan
Response
Surface
World
Health
Organization.
Complementary
Feeding:
Family
Methodology
[Tesis].
Sekolah
Pascasarjana
Institut
Foods
for
Breastfed
Children.
Department
of
Pertanian
Bogor.
2004.
Nutrition
and
Development.
Geneva:
WHO.
2000.
Hashim
N,
Pongjata
J.
Vitamin
A
Activity
of
Rice-‐based
Yoanasari
QT.
Pembuatan
Bubur
Bayi
Instan
dari
Pati
Garut
Weaning
Foods
Enriched
with
Germinated
Cowpea
[skripsi].
2003.
Bogor:
Institut
Pertanian
Bogor.
Flour,
Banana,
Pumpkin
and
Milk
Powder.
Mal
J
Nutr
6
:
65-‐73,
2000.
Hendrasty
HK.
Tepung
Labu
Kuning:
Pembuatan
dan
Pemanfaatannya.
Yogyakarta:
Kanisius;
2003.
64
Vol.
1
No.
3,
2012
–
Jurnal
Aplikasi
Teknologi
Pangan