Professional Documents
Culture Documents
ABSTRACT
The purposes of this research were to identify and to analyze behaviour of school-food
vendor related to nutrition and food safety in Jakarta and Sukabumi. This research used
secondary data from Survey “National Monitoring and Verification Food Safety of Elementary
Student Street-food 2008” by SEAFAST and BPOM RI. The subjects of this research are 79
school-food vendors in Jakarta and 29 school-food vendors in Sukabumi. Descriptive
statistical method is used to process all the data. Most of the subjects were elementary
school graduated (46.3%) and used handcart as tool for sale of street-foods (31.5%). Only
35.2% had attended a food safety education/training program. As the result of it, 48.1% of
the subjects had sufficient nutrition and food safety knowledge. There were significant
differentiation of nutrition and food safety knowledge between the subjects which had been
classified by vendor group, level of education, and participation in food safety education/
training program. As many as 74.1% of the subjects lack of food safety practices. There were
significant differentiation of food safety practices between the subjects which had been
classified by vendor group, region, and level of education. Spearman’s correlative test shows
that there a positive correlation between level of education with nutrition and food safety
knowledge, level of education with food safety practices. Pearson correlative test shows that
there was no significant correlation between nutrition and food safety knowledge with food
safety practices.
Key words: Behaviour, school-food Vendor, food safety.
148
Journal of Nutrition and Food, 2010, 5(3): 148–157 Jurnal Gizi dan Pangan, 2010, 5(3): 148–157
149
Jurnal Gizi dan Pangan, 2010, 5(3): 148–157 Journal of Nutrition and Food, 2010, 5(3): 148–157
finisi pangan jajanan. Pada pertanyaan me- penjaja luar dengan pengelola kantin. Hal ter-
ngenai pengetahuan terkait keamanan pa- sebut diduga karena tingkat pendidikan penge-
ngan, sebanyak 97.2% contoh dapat menjawab lola kantin yang lebih baik daripada penjaja
dengan benar pertanyaan mengenai kebiasaan luar.
cuci tangan yang baik. Namun, hanya 39.8%
Berdasarkan wilayah, perbedaan rata-
contoh yang dapat menjawab dengan benar
rata skor pengetahuan gizi dan keamanan
pertanyaan mengenai jenis pangan jajanan
pangan tidak berbeda nyata (p>0.05). Hal ter-
yang sering menyebabkan sakit.
sebut diduga karena rata-rata skor pengetahu-
Sebaran tingkat pengetahuan gizi dan an gizi dan keamanan pangan yang tidak ter-
keamanan contoh berdasarkan kelompok pen- lalu berbeda jauh. Walaupun contoh di
jaja dan wilayah disajikan pada Tabel 2. Ber- Sukabumi memiliki tingkat pendidikan dan ke-
dasarkan Tabel 2, bagian terbesar contoh me- ikutsertaan dalam penyuluhan yang lebih baik
miliki pengetahuan gizi dan keamanan pangan daripada contoh di Jakarta, tetapi tidak ber-
berkategori sedang dengan persentase sebesar beda jauh diantara keduanya. Salah satu sum-
48.1%. ber pengetahuan adalah informasi yang diper-
oleh seseorang. Diduga, akses informasi con-
Rata-rata skor pengetahuan gizi dan ke-
toh di Sukabumi maupun Jakarta tidak berbe-
amanan pangan pengelola kantin dan contoh di
da jauh sehingga pengetahuan yang dimiliki-
Sukabumi lebih baik daripada penjaja luar dan
nya pun tidak berbeda nyata. Sebaran tingkat
contoh di Jakarta. Berdasarkan uji t, terdapat
pengetahuan gizi dan keamanan pangan berda-
perbedaan rata-rata skor pengetahuan gizi dan
sarkan karakteristik contoh disajikan pada
keamanan pangan yang nyata (p<0.05) antara
Tabel 3.
Tabel 1. Sebaran Contoh berdasarkan Jawaban Benar pada Pertanyaan Pengetahuan terkait Gizi
dan Keamanan Pangan
Sukabumi Jakarta total
Pengetahuan Gizi dan Keamanan Pangan (n=29) (n=79) (n=108)
n % n % n %
Pengetahuan gizi
1 Pangan yang bergizi 26 89.7 58 73.4 84 77.8
2 4 sehat 5 sempurna 27 93.1 70 88.6 97 89.8
3 Kandungan makanan penghasil tenaga 19 65.5 51 64.6 70 64.8
4 Jenis makanan penghasil tenaga 24 82.8 64 81.0 88 81.5
5 Kandungan sayur dan buah 23 79.3 53 67.1 76 70.4
6 Definisi pangan jajanan 13 44.8 24 30.4 37 34.3
Pengetahuan keamanan pangan
1 Akibat mengkonsumsi pangan jajanan tidak bersih dan sehat 28 96.6 72 91.1 100 92.6
2 Arti dari ditemukan sehelai rambut pada es cendol 19 65.5 56 70.9 75 69.4
3 Kebiasaan cuci tangan yang baik 29 100.0 76 96.2 105 97.2
Zat yang ditambahkan dalam es jika es sirup terasa manis tetapi
4 24 82.8 61 77.2 85 78.7
agak pahit sesaat setelah ditelan
Bahan tambahan yang diijinkan digunakan untuk
5 17 58.6 38 48.1 55 50.9
mengolah/mengawetkan pangan
6 Akibat dari es batu yang dibuat dari air mentah 18 62.1 37 46.8 55 50.9
7 Pangan jajanan yang sering menyebabkan sakit 12 41.4 31 39.2 43 39.8
8 Contoh bahan bukan BTP 13 44.8 32 40.5 45 41.7
Tabel 2. Sebaran Tingkat Pengetahuan Gizi dan Keamanan Contoh berdasarkan Kelompok Penjaja
dan Wilayah
kelompok penjaja wilayah Total
Kategori Pengetahuan penjaja luar pengelola kantin Sukabumi Jakarta (n=108)
n % n % n % n % n %
kurang 25 38.5 9 20.9 4 13.8 30 38.0 34 31.5
sedang 33 50.8 19 44.2 19 65.5 33 41.8 52 48.1
Baik 7 10.8 15 34.9 6 20.7 16 20.3 22 20.4
Total 65 100.0 43 100.0 29 100.0 79 100.0 108 100.0
Rata-rata 63.6 72.4 71.9 65.4 67.1
p=0.004 p=0.056
150
Journal of Nutrition and Food, 2010, 5(3): 148–157 Jurnal Gizi dan Pangan, 2010, 5(3): 148–157
Rata-rata skor pengetahuan gizi dan ke- setelah melayani pembeli. Contoh juga masih
amanan pangan contoh dengan tingkat pendi- banyak yang memegang uang selama mengo-
dikan PT (Diploma/S1) paling baik dibanding- lah dan menyajikan makanan. Pada praktik
kan contoh dengan tingkat pendidikan yang penanganan dan penyimpanan pangan, hampir
lebih rendah. Seseorang dengan tingkat pen- 90% contoh tidak terdapat bahan-bahan bera-
didikan yang lebih tinggi akan lebih baik dalam cun di area penjualannya. Namun, hanya
menerima, memproses, menginterpretasikan, 11.1% contoh yang menggunakan Bahan Tam-
dan menggunakan informasi (Contento, 2007). bahan Pangan (BTP) sesuai dengan petunjuk
Informasi tersebut dapat mempengaruhi pe- dan ketentuan yang berlaku.
ngetahuan yang diperoleh seseorang (WHO,
Tabel 5 menunjukkan bahwa praktik sa-
2000).
rana dan fasilitas masih kurang dalam hal ter-
Berdasarkan keikutsertaan penyuluhan sedia tempat pencucian peralatan dengan
keamanan pangan, contoh yang pernah mengi- suplai air mengalir, tempat cuci tangan, dan
kuti suatu penyuluhan keamanan pangan me- lap peralatan. Hal tersebut menjelaskan me-
miliki rata-rata skor pengetahuan gizi dan ngapa sebagian besar contoh tidak mencuci
keamanan pangan yang lebih baik dibanding- tangan sebelum dan setelah melayani pem-
kan dengan contoh yang tidak pernah mengi- beli. Sarana dan fasilitas merupakan faktor
kuti maupun tidak tahu mengenai penyuluhan pemungkin terbentuknya atau berubahnya pe-
keamanan pangan. Penyuluhan merupakan sa- rilaku seseorang (Notoatmodjo 2007). Bagian
lah satu bentuk pendidikan non-formal yang terbesar contoh (66.7%) telah menggunakan
dapat mempengaruhi tingkat pengetahuan tempat/wadah yang bersih untuk menjual
seseorang. PJAS. Pada praktik pengendalian hama, sani-
tasi tempat dan peralatan menunjukkan hanya
Berdasarkan uji one-way Anova terda-
9.3% contoh yang memiliki lap bersih dan
pat perbedaan rata-rata skor pengetahuan gizi
kering untuk mengeringkan peralatan.
dan keamanan pangan yang nyata (p<0.05)
berdasarkan tingkat pendidikan. Berdasarkan Sebaran praktik keamanan pangan con-
keikutsertaan penyuluhan keamanan pangan, toh berdasarkan kelompok penjaja dan wila-
perbedaan rata-rata skor pengetahuan gizi yah disajikan pada Tabel 6. Sebagian besar
dan keamanan pangan juga berbeda nyata contoh dengan persentase sebesar 74.1% me-
(p<0.05). miliki praktik keamanan pangan berkategori
kurang. Hanya 4.6% contoh yang berkategori
Praktik Gizi dan Keamanan Pangan Contoh baik.
Pada analisis ini, praktik gizi contoh Rata-rata skor praktik higiene contoh,
dapat dilihat dari profil PJAS yang dijual oleh penanganan dan penyimpanan pangan, sarana
contoh. Berdasarkan hasil analisis profil PJAS, dan fasilitas, serta pengendalian hama, sani-
buah-buahan hanya tersedia sebanyak 2% di tasi tempat dan peralatan pengelola kantin
Sukabumi dan 3% di Jakarta dari keseluruhan lebih baik daripada penjaja luar. Sama halnya
PJAS yang dijual. Hal tersebut menunjukkan dengan contoh berdasarkan kelompok penja-
jenis PJAS yang dijual oleh penjaja belum ja, praktik higiene contoh, penanganan dan
beragam. penyimpanan pangan, serta pengendalian ha-
ma, sanitasi tempat dan peralatan contoh di
Berdasarkan Tabel 4, lebih dari 90%
Sukabumi lebih baik daripada contoh di Jakar-
contoh tidak mempunyai luka terbuka. Na-
ta. Namun, praktik sarana dan fasilitas contoh
mun, praktik higiene contoh masih sangat ku-
di Jakarta lebih baik daripada di Sukabumi.
rang dalam hal mencuci tangan sebelum dan
Tabel 3. Sebaran Tingkat Pengetahuan Gizi dan Keamanan Pangan berdasarkan Karakteristik
Contoh
tingkat pendidikan keikutsertaan penyuluhan
Total (n=108)
kategori pengetahuan SD SMP SMA PT pernah tidak pernah tidak tahu
n % n % n % n % n % n % n % n %
Kurang 22 44.0 11 39.3 1 4.5 0 0.0 8 21.1 23 34.3 3 100.0 34 31.5
Sedang 21 42.0 14 50.0 13 59.1 4 50.0 18 47.4 34 50.7 0 0.0 52 48.1
Baik 7 14.0 3 10.7 8 36.4 4 50.0 12 31.6 10 14.9 0 0.0 22 20.4
Total 50 100.0 28 100.0 22 100.0 8 100.0 38 100.0 67 100.0 3 100.0 108 100.0
rata-rata 63.3 64.0 75.6 78.6 72.6 65.7 31.0 67.1
p=0.002 p=0.000
151
Jurnal Gizi dan Pangan, 2010, 5(3): 148–157 Journal of Nutrition and Food, 2010, 5(3): 148–157
Tabel 4. Sebaran Contoh berdasarkan Praktik Higiene serta Penanganan dan Penyimpanan Pangan
yang Benar
Sukabumi Jakarta Total
No Praktik Keamanan Pangan (n=29) (n=79) (n=108)
n % n % N %
Higiene
1 Contoh menangani makanan/minuman dengan bersih dan sehat 28 96.6 65 82.3 93 86.1
2 Contoh menggunakan baju yang bersih 29 100.0 67 84.8 96 88.9
3 Contoh tidak mempunyai luka yang terbuka 29 100.0 70 88.6 99 91.7
Contoh tidak memegang (menerima/mengembalikan) uang selama
4 2 6.9 13 16.5 15 13.9
mengolah/menyajikan pangan
Contoh tidak menyentuh pangan langsung dengan tangan saat
5 7 24.1 39 49.4 46 42.6
menyajikan melainkan menggunakan sendok atau alat lain
Contoh tidak makan dan minum atau merokok, selama melayani
6 25 86.2 69 87.3 94 87.0
pembeli
Contoh tidak menggaruk-garuk badan dan bersin atau batuk selama
7 26 89.7 69 87.3 95 88.0
melayani pembeli
8 Sebelum melayani pembeli, contoh mencuci tangan 1 3.4 2 2.5 3 2.8
9 Setelah melayani pembeli, contoh mencuci tangan 3 10.3 2 2.5 5 4.6
Penanganan dan Penyimpanan Makanan/Minuman
Bahan minuman yang cepat rusak seperti susu atau santan disimpan di
1 4 13.8 20 25.3 24 22.2
dalam lemari es/kulkas atau termos es
2 Bahan-bahan kering seperti gula dipisahkan dari bahan-bahan basah 24 82.8 23 29.1 47 43.5
Tidak terdapat bahan-bahan beracun (misalnya : obat nyamuk cair) di
3 29 100.0 68 86.1 97 89.8
area penjualan
Makanan/minuman disajikan atau dikemas dalam pengemas yang
4 24 82.8 65 82.3 89 82.4
bersih
5 Plastik bekas tidak digunakan sebagai kemasan makanan/minuman 25 86.2 68 86.1 93 86.1
6 Makanan/minuman yang dijual selalu ditutup 12 41.4 44 55.7 56 51.9
Bahan tambahan kimia atau alami yang ditambahkan ke dalam
7 9 31.0 26 32.9 35 32.4
minuman adalah bahan yang diijinkan
Penggunaan bahan tambahan kimia atau alami yang ditambahkan ke
8 6 20.7 6 7.6 12 11.1
dalam minuman sesuai dengan petunjuk dan ketentuan yang berlaku
Tabel 5. Sebaran Contoh berdasarkan Praktik Sarana dan Fasilitas serta Pengendalian Hama,
Sanitasi Tempat dan Peralatan yang Benar
sukabumi jakarta total
No praktik keamanan pangan (n=29) (n=79) (n=108)
n % n % n %
Sarana dan Fasilitas
Tempat (wadah) untuk menjual makanan/minuman dalam keadaan
1 28 96.6 44 55.7 72 66.7
bersih
2 Tersedia tempat cuci tangan 3 10.3 35 44.3 38 35.2
3 Tersedia lap tangan 21 72.4 40 50.6 61 56.5
4 Tersedia lap peralatan 5 17.2 33 41.8 38 35.2
5 Tersedia tempat sampah 22 75.9 44 55.7 66 61.1
6 Tersedia tempat pencucian peralatan dengan suplai air mengalir 2 6.9 32 40.5 34 31.5
Pengendalian Hama, Sanitasi Tempat dan Peralatan
Tidak ada binatang pengerat, serangga dan binatang lainnya di
1 25 86.2 55 69.6 80 74.1
tempat penjualan makanan/minuman
2 Ada upaya untuk mencegah masuknya hama (kecoak, semut, dll) 26 89.7 21 26.6 47 43.5
3 Tidak terdapat bahan pangan yang berserakan 22 75.9 59 74.7 81 75.0
4 Tidak terdapat air tergenang di sekitar tempat penjualan 28 96.6 59 74.7 87 80.6
5 Sampah dibuang secara teratur 13 44.8 30 38.0 43 39.8
Pencucian peralatan dengan menggunakan air mengalir/selalu
6 8 27.6 36 45.6 44 40.7
diganti
Tidak terdapat tumpukan sampah atau kotoran di dekat tempat
7 26 89.7 54 68.4 80 74.1
berjualan
8 Tidak berdekatan dengan saluran pembuangan air 25 86.2 33 41.8 58 53.7
9 Tempat penjualan (gerobak, meja, dll) terawat dan bersih 23 79.3 39 49.4 62 57.4
10 Deterjen disimpan terpisah dan diberi label 11 37.9 14 17.7 25 23.1
11 Peralatan tersimpan dalam keadaan bersih dan kering 9 31.0 58 73.4 67 62.0
12 Jika peralatan dikeringkan dengan lap, tersedia lap bersih dan kering 8 27.6 2 2.5 10 9.3
Gelas/mangkok/sendok selalu dikeringkan dengan lap yang bersih
13 7 24.1 7 8.9 14 13.0
sebelum digunakan untuk menyajikan minuman
152
Journal of Nutrition and Food, 2010, 5(3): 148–157 Jurnal Gizi dan Pangan, 2010, 5(3): 148–157
Tabel 6. Sebaran Praktik Keamanan Pangan Contoh berdasarkan Kelompok Penjaja dan Wilayah
kelompok penjaja wilayah Total
kategori (n=108)
praktik penjaja luar pengelola kantin sukabumi jakarta
n % n % n % n % n %
Higiene
Kurang 41 63.1 29 67.4 21 72.4 49 62.0 70 64.8
Sedang 23 35.4 12 27.9 7 24.1 28 35.4 35 32.4
Baik 1 1.5 2 4.7 1 3.4 2 2.5 3 2.8
Total 65 100.0 43 100.0 29 100.0 79 100.0 108 100.0
Rata-rata 55.9 56.6 57.5 55.7 56.2
Penanganan dan Penyimpanan Pangan
Kurang 35 53.8 26 60.5 15 51.7 46 58.2 61 56.5
Sedang 28 43.1 14 32.6 11 37.9 31 39.2 42 38.9
Baik 2 3.1 3 7.0 3 10.3 2 2.5 5 4.6
Total 65 100.0 43 100.0 29 100.0 79 100.0 108 100.0
Rata-rata 51.7 53.5 57.3 50.6 52.4
Sarana dan Fasilitas
Kurang 51 78.5 23 53.5 23 79.3 51 64.6 74 68.5
Sedang 4 6.2 5 11.6 3 10.3 6 7.6 9 8.3
Baik 10 15.4 15 34.9 3 10.3 22 27.8 25 23.1
Total 65 100.0 43 100.0 29 100.0 79 100.0 108 100.0
Rata-rata 41.8 56.6 46.6 48.1 47.7
Pengendalian Hama, Sanitasi Tempat dan Peralatan
Kurang 54 83.1 20 46.5 13 44.8 61 77.2 74 68.5
Sedang 10 15.4 17 39.5 12 41.4 15 19.0 27 25.0
Baik 1 1.5 6 14.0 4 13.8 3 3.8 7 6.5
Total 65 100.0 43 100.0 29 100.0 79 100.0 108 100.0
Rata-rata 45.3 56.4 61.3 45.5 49.7
Praktik keamanan pangan total
Kurang 55 84.6 25 58.1 19 65.5 61 77.2 80 74.1
Sedang 9 13.8 14 32.6 7 24.1 16 20.3 23 21.3
Baik 1 1.5 4 9.3 3 10.3 2 2.5 5 4.6
Total 65 100.0 43 100.0 29 100.0 79 100.0 108 100.0
rata-rata 48.8 55.8 57.0 49.6 51.6
p=0.021 p=0.028
153
Jurnal Gizi dan Pangan, 2010, 5(3): 148–157 Journal of Nutrition and Food, 2010, 5(3): 148–157
kan pada Tabel 7. Contoh yang berpendidikan praktik higiene contoh yang tidak pernah
PT (Diploma/S1) memiliki rata-rata skor prak- mengikuti penyuluhan keamanan pangan lebih
tik higiene contoh serta penanganan dan pe- baik daripada contoh yang pernah mengikuti
nyimpanan pangan yang lebih baik dibanding- penyuluhan keamanan pangan. Hal tersebut
kan contoh dengan tingkat pendidikan yang diduga disebabkan oleh pengalaman mengenai
lebih rendah. Praktik sarana dan fasilitas, pe- praktik higiene contoh yang tidak pernah me-
ngendalian hama, sanitasi tempat dan pera- ngikuti penyuluhan keamanan pangan lebih
latan serta praktik keamanan pangan total banyak daripada yang pernah mengikuti pe-
contoh yang berpendidikan SMA lebih baik nyuluhan keamanan pangan. Pengalaman da-
dibandingkan contoh dengan kategori tingkat pat secara langsung mempengaruhi perilaku
pendidikan lainnya. individu (Institute of Medicine National Re-
search Council, 1998).
Praktik penanganan dan penyimpanan
pangan, sarana dan fasilitas, pengendalian ha- Berdasarkan hasil uji one-way Anova,
ma, sanitasi tempat dan peralatan, serta rata-rata skor praktik keamanan pangan con-
praktik keamanan pangan total contoh yang toh berdasarkan tingkat pendidikan menun-
pernah mengikuti penyuluhan keamanan pa- jukkan perbedaan nyata (p<0.05). Rata-rata
ngan lebih baik daripada contoh yang tidak skor praktik keamanan pangan contoh berda-
pernah mengikuti ataupun tidak tahu menge- sarkan keikutsertaan dalam penyuluhan kea-
nai penyuluhan keamanan pangan. Namun, manan pangan tidak berbeda nyata (p>0.05).
154
Journal of Nutrition and Food, 2010, 5(3): 148–157 Jurnal Gizi dan Pangan, 2010, 5(3): 148–157
Hubungan Tingkat Pendidikan dengan (p<0.05). Menurut Atmarita dan Fallah (2004),
Pengetahuan Gizi dan Keamanan Pangan seseorang dengan tingkat pendidikan yang baik
akan lebih mudah mengimplementasikan infor-
Berdasarkan hasil uji korelasi Spear-
masi dan pengetahuan yang dimilikinya dalam
man, terlihat bahwa terdapat hubungan po-
perilaku serta gaya hidup sehari-hari.
sitif yang nyata antara tingkat pendidikan de-
ngan pengetahuan gizi dan keamanan pangan
Hubungan Pengetahuan Gizi dan Keamanan
(p<0.05). Hal ini berarti semakin tinggi tingkat
Pangan dengan Praktik Keamanan Pangan
pendidikan contoh, semakin baik tingkat pe-
ngetahuan gizi dan keamanan pangan. Pengetahuan atau kognitif merupakan
domain yang sangat penting untuk terbentuk-
Tingkat pendidikan adalah salah satu
nya tindakan seseorang (overt behaviour)
faktor yang memudahkan seseorang atau ma-
(Notoatmodjo, 2007). Berdasarkan hasil uji ko-
syarakat untuk menyerap informasi (Atmarita
relasi Pearson, hubungan antara pengetahuan
& Fallah, 2004). Hal senada juga dinyatakan
gizi dan keamanan pangan dengan praktik kea-
oleh Contento (2007) yaitu seseorang dengan
manan pangan tidak menunjukkan hubungan
tingkat pendidikan yang lebih tinggi akan lebih
yang nyata (p>0.05).
baik dalam menerima, memproses, menginter-
pretasikan, dan menggunakan informasi yang Namun, berdasarkan Tabel 10 terdapat
diperolehnya. kecenderungan semakin baik pengetahuan gizi
dan keamanan pangan semakin baik praktik
Hubungan Tingkat Pendidikan dengan Praktik keamanan pangan contoh. Hal tersebut dibuk-
Keamanan Pangan tikan dengan tidak ada contoh yang memiliki
pengetahuan gizi dan keamanan pangan ber-
Berdasarkan hasil uji korelasi Spearman,
kategori kurang yang praktik keamanan pa-
hubungan antara tingkat pendidikan dengan
ngannya baik.
praktik keamanan pangan sangat nyata
Tabel 8. Hubungan antara Tingkat Pendidikan dengan Pengetahuan Gizi dan Keamanan Pangan
Pengetahuan Tingkat Pendidikan
Total (n=108)
Gizi dan SD SMP SMA PT
Keamanan Pangan n % n % n % n % n %
kurang 22 44.0 11 39.3 1 4.5 0 0.0 34 31.5
sedang 21 42.0 14 50.0 13 59.1 4 50.0 52 48.1
baik 7 14.0 3 10.7 8 36.4 4 50.0 22 20.4
total 50 100.0 28 100.0 22 100.0 8 100.0 108 100.0
p=0.000;r=0.360
Tabel 10. Hubungan antara Pengetahuan Gizi dan Keamanan Pangan dengan Praktik Keamanan
pangan
Pengetahuan Gizi dan Keamanan Pangan
Total (n=108)
Praktik Keamanan Pangan kurang sedang baik
n % n % n % n %
kurang 30 88.2 35 67.3 15 68.2 80 74.1
sedang 4 11.8 13 25.0 6 27.3 23 21.3
Baik 0 0.0 4 7.7 1 4.5 5 4.6
Total 34 100.0 52 100.0 22 100.0 108 100.0
p=0.060;r=0.182
155
Jurnal Gizi dan Pangan, 2010, 5(3): 148–157 Journal of Nutrition and Food, 2010, 5(3): 148–157
Hubungan yang tidak nyata antara ting- rata-rata skor pengetahuan gizi dan keamanan
kat pengetahuan gizi dan keamanan pangan pangan yang lebih baik.
dengan praktik keamanan pangan diduga kare-
Sebagian besar contoh (74.1%) memiliki
na tingkat pengetahuan bukan merupakan sa-
praktik keamanan pangan berkategori kurang.
tu-satunya hal yang mempengaruhi praktik ke-
Sebagian besar contoh masih sangat kurang
amanan pangan contoh. Menurut Notoatmodjo
dalam praktik mencuci tangan sebelum dan
(2007), dalam proses pembentukan dan atau
setelah melayani pembeli, penggunaan BTP
perubahan, perilaku dipengaruhi oleh bebera-
yang tidak sesuai ketentuan, kurangnya sarana
pa faktor yang berasal dari dalam dan luar in-
dan fasilitas untuk mencuci peralatan dan
dividu itu sendiri. Tingkat pengetahuan gizi
tangan dengan air mengalir, serta ketersedia-
dan keamanan pangan merupakan faktor dari
an lap bersih dan kering untuk mengeringkan
dalam individu. Dengan demikian faktor dari
peralatan yang sangat sedikit. Pengelola kan-
luar individu dapat mempengaruhi perilaku
tin, contoh di Sukabumi, contoh yang berpen-
contoh terkait keamanan pangan. Faktor dari
didikan SMA, dan contoh yang pernah meng-
luar individu tersebut meliputi lingkungan seki-
ikuti penyuluhan memiliki rata-rata skor prak-
tar, baik fisik maupun non-fisik seperti: iklim,
tik keamanan pangan yang lebih baik.
manusia, sosial-ekonomi, kebudayaan, dan
sebagainya. Berdasarkan hasil uji beda (uji t dan
one-way Anova), terdapat perbedaan pengeta-
Berdasarkan hasil analisis, sebagian be-
huan gizi dan keamanan contoh yang nyata
sar contoh memiliki tingkat pengetahuan gizi
berdasarkan kelompok penjaja, tingkat pendi-
dan keamanan pangan yang termasuk dalam
dikan, dan keikutsertaan penyuluhan keaman-
kategori baik, tetapi praktik keamanan pa-
an pangan. Terdapat perbedaan praktik kea-
ngannya termasuk dalam kategori kurang. Me-
manan pangan yang nyata berdasarkan kelom-
nurut Notoatmodjo (2007), tindakan atau prak-
pok penjaja, wilayah, dan tingkat pendidikan.
tik seseorang tidak harus didasari oleh penge-
tahuan atau sikap. Hal senada juga diungkap- Berdasarkan hasil uji korelasi Spearman,
kan oleh Sumintarsih et al. (2000) bahwa mes- terdapat hubungan positif yang nyata antara
kipun seseorang memiliki pengetahuan belum tingkat pendidikan dengan pengetahuan gizi
menjamin seseorang akan bertindak sesuai de- dan keamanan pangan serta praktik keamanan
ngan apa yang diketahui dan dipahaminya. pangan. Berdasarkan hasil uji korelasi Pearson,
Green (2008) menyatakan beberapa studi peri- tidak ada hubungan yang nyata antara penge-
laku termasuk perilaku keamanan pangan tahuan gizi dan keamanan pangan dengan
mengindikasikan walaupun pengetahuan meru- praktik keamanan pangan.
pakan komponen yang dibutuhkan untuk peru-
bahan perilaku, tetapi hal tersebut tidak selalu
cukup. Egan et al. (2006) juga mengungkapkan DAFTAR PUSTAKA
bahwa pengetahuan saja tidak cukup untuk da-
pat menghasilkan perubahan dalam praktik Andarwulan N, Madanijah S, & Zulaikhah.
penanganan makanan. 2009. Laporan Penelitian: Monitoring
dan Verifikasi Profil Keamanan Pangan
Jajanan Anak Sekolah (PJAS) Nasional
KESIMPULAN Tahun 2008. Southeast Asian Food and
Agricultural Science and Technology
Bagian terbesar contoh (46.3%) berpen- (SEAFAST) Center IPB dan Direktorat
didikan SD/sederajat. Hanya sebanyak 7.4% Surveilan dan Penyuluhan Keamanan Pa-
contoh berpendidikan PT (Diploma/S1). Bagian ngan BPOM RI, Bogor.
terbesar contoh (31.5%) menggunakan gerobak
dorong sebagai sarana penjualan PJAS. Seba- Atmarita dan Fallah TS. 2004. Analisis situasi
nyak 63.9% contoh menjual makanan seping- gizi dan kesehatan masyarakat. Dalam
gan, 61.1% contoh menjual makanan ringan, Soekirman et al. (Ed.), Ketahanan Pa-
dan 52.8% contoh menjual minuman. Sebanyak ngan dan Gizi di Era Otonomi Daerah
62.0% contoh tidak pernah mengikuti penyu- dan Globalisasi. Prosiding Widyakarya
luhan keamanan pangan. Nasional Pangan dan Gizi VIII (hlm. 153),
17-19 Mei. LIPI, Jakarta.
Bagian terbesar (48.1%) pengetahuan gi-
zi dan keamanan pangan contoh berkategori
Contento IR. 2007. Nutrition Education: Link-
sedang. Pengelola kantin, contoh di Sukabumi,
ing Research, Theory, and Practice.
contoh yang berpendidikan PT, dan contoh
Jones and Bartlett Publishers, Sudbury.
yang pernah mengikuti penyuluhan memiliki
156
Journal of Nutrition and Food, 2010, 5(3): 148–157 Jurnal Gizi dan Pangan, 2010, 5(3): 148–157
157
Jurnal Pengabdian Kepada Masyarakat Vol. 1, No. 4, Agustus 2017: 232 - 235
ISSN 1410 - 5675
ABSTRAK. Program kesehatan sekolah sangat penting untuk diaplikasikan karena siswa sekolah sebagai kelompok khusus
membutuhkan perlindungan dari berbagai bahaya lingkungan. Siswa sekolah juga membutuhkan kesehatan agar dapat belajar secara
maksimal dan efektif, sehingga dapat menghasilkan sumber daya manusia atau orang dewasa yang sehat dan cerdas di masa yang akan
datang. Tujuan dari program pengabdian kepada masyarakat ini adalah untuk meningkatkan pelayanan kesehatan primer pada kelompok
anak sekolah di Pangandaran dalam mencapai kualitas hidup yang optimal. Di wilayah Kabupaten Pangandaran terdapat 3.037 siswa
SD yang tersebar di 24 SD. Pengabdian masyarakat ini difokuskan di SDN 2 Cikembulan kelas 4 dan 5 dengan jumlah siswa sebanyak
51 orang. Mengingat besarnya jumlah siswa SD di kecamatan Pangandaran maka perlu dilakukan upaya peningkatan kesehatan anak
SD melalui pendekatan asuhan keperawatan sekolah. Keperawatan kesehatan sekolah merupakan salah satu area dalam keperawatan
komunitas yang lebih difokuskan dalam upaya pencegahan dan penatalaksanaan penyakit menular dengan menekankan upaya preventif
dan promotif. Kegiatan pengabdian masyarakat ini mengidentifikasi permasalahan kesehatan anak usia sekolah adalah pada status gizi
berlebih, masalah ketajaman penglihatan, masalah kesehatan gigi, dan pernah mengalami kekerasan baik di rumah maupun di sekolah.
Intervensi keperawatan langsung diberikan pada anak-anak dengan masalah kesehatan. Dampak dari adanya kegiatan pengabdian pada
masyarakat ini adalah diketahuinya permasalahan utama yang terjadi pada kelompok anak usia sekolah. Sebagai tindak lanjut untuk PPM
adalah pembentukan upaya kesehatan sekolah (UKS) di kedua kelompok tersebut.
ABSTRACT. School health program is very important to be implemented for primary school children because they are specific groups
that need protection from environmental hazards. School age children also need to healthy so that they can learn effectively and optimally,
thus they can become high quality human resources for the next generations. The aim of this community service project was to improve
the primary health care services towards school age children in Pangandaran so that they can achieve the highest quality of life. In
Pangandaran Regency, there are 3,307 primary school children which spread ini 24 schools. This community service focused on SDN 2
Cikembulan year 4 and 5 with total number was 51 children. Considering the big number of school age children in Pangandaran, it is
important to perform activities to improve the health of school age children using school health nursing approach. School health nursing
is an area of community health nursing whis is focused more on prevention and health promotion. This community service activity, found
some health problem among the children which including obesity, sights problems, tooth decays, and history of physical, psychological
and verbal abuse at home or at school. Nursing interventions were given for children with health related problems. The impact of this
community service is that health problems among children can be identified early and prompt treatments were give. It is recommended
that the school and public health centre collaborate to establish UKS (School Health Services) so that the health of children can be
monitored regularly.
keluarga dan masyarakat (Underwood et al., 2009). Di dalam mencapai kualitas hidup yang optimal.
sebagian besar negara di dunia, jumlah perawat meliputi Tujuan Khusus:
60-80% dari total tenaga kesehatan, dan memberikan 90% 1. Teridentifikasinya data kesehatan anak SD di
pelayanan kesehatan dalam Primary Health Care (WHO, wilayah kerja Puskesmas Pangandaran Kabupaten
2008). Keterlibatan perawat dengan jumlah yang besar ini Pangandaran
memiliki potensi yang sangat besar untuk meningkatkan 2. Meningkatnya pengetahuan, sikap dan perilaku
status kesehatan masyarakat (Kurtzman, 2010). Perawat anak SD dalam perilaku hidup bersih dan sehat
yang memiliki orientasi ke masyarakat dapat memberikan
dampak positive dalam meningkatkan kemandirian METODE
masyarakat dan memberdayakan masyarakat untuk
memelihara kesehatannya melalui pendidikan kesehatan Metode pelaksanaan kegiatan adalah melalui
dan pencegahan penyakit dan mengurangi kejadian penyuluhan pada siswa SD dan pelatihan kader kesehatan
penyakit serta hospitalisasi (Swiadek, 2009). Dengan sekolah, dan advokasi pada pengambil kebijakan. Data
demikian, perawat merupakan profesi yang sangat dianalisa dengan analisis deskriptif.
strategis dalam membantu pemerintah mensukseskan
Tabel 1. Kegiatan Pengabdian Masyarakat yang telah
Program Indonesia Sehat yang menekankan pada
Dilakukan
paradigm sehat.
Pendekatan paradigm sehat ini juga penting Keterlibatan dalam kegiatan
No Kegiatan
diterapkan bagi kelompok anak usia sekolah untuk Dosen Mahasiswa Masyarakat
meningkatkan kondisi kesehatannya. Upaya mening- Menyiapkan
modul
katkan kesehatan anak sekolah melalui Upaya Kesehatan pelatihan,
Menyebarkan Calon
Pelatihan pre-test dan kader
Sekolah (UKS). Berdasarkan data dari Kementerian kader
menyiapkan
post test, kesehatan
Pendidikan dan Kebudayaan (2017), terdapat 3.037 1. soal pretest
kesehatan membantu mengikuti
dan post
siswa SD di wilayah Kecamatan Pangandaran yang sekolah
test, dan
proses kegiatan
pelatihan pelatihan
tersebar di 24 SD. Mengingat besarnya jumlah siswa memberikan
pelatihan
SD di kecamatan Pangandaran maka perlu dilakukan
Menyiapkan Menyebarkan Kader
upaya peningkatan kesehatan anak SD melalui materi pre-test dan kesehatan
pendekatan asuhan keperawatan sekolah. Penyuluhan penyuluhan, post test, membantu
Keperawatan kesehatan sekolah merupakan salah kesehatan menyiapkan membantu dalam
pada anak soal pretest proses pelatihan.
satu area dalam keperawatan komunitas yang lebih 2
SD dan post penyuluhan, Anak SD
difokuskan dalam upaya pencegahan dan penatalaksanaan test, dan pemeriksaan mengikuti
penyakit menular dengan menekankan upaya preventif memberikan fisik kesehatan kegiatan
pelatihan anak SD penyuluhan
dan promotif. Prespektif dalam keperawatan sekolah
adalah bagaimana mengintegrasikan konsep kesehatan HASIL DAN PEMBAHASAN
dalam kurikulum sekolah melalui berbagai usaha dalam
penemuan dini gangguan kesehatan (case finding), upaya Pengabdian pada masyarakat di wilayah Pangan-
pemeliharaan kesehatan dan lingkungan sekolah. Perawat daran ini dilakukan pada kelompok anak sekolah
kesehatan sekolah berperan dalam melaksanakan EPSDT dasar karena kelompok ini kurang terperhatikan dalam
(Early and Periodic Screening, Diagnosis and Treathment pelayanan kesehatan primer. Jumlah sampel yang
health problem) (Anderson & McFarlane, 2011). terkumpul adalah sebanyak 51 orang anak SD. Berikut ini
Program kesehatan sekolah sangat penting untuk adalah data kesehatan pada kelompok anak sekolah dasar.
diaplikasikan karena siswa sekolah sebagai kelompok
Tabel 2. Data Demografi Responden Anak SD (n=51)
khusus membutuhkan perlindungan dari berbagai bahaya.
Siswa sekolah juga membutuhkan kesehatan agar dapat Data Demografi F %
belajar secara maksimal dan efektif, sehingga dapat Usia
menghasilkan sumber daya manusia atau orang dewasa 8 tahun 3 5,9
9 tahun 13 25,5
yang sehat dan cerdas di masa yang akan datang. Tujuan 10 tahun 23 45,1
kesehatan sekolah difokuskan pada upaya peningkatan 11 tahun 12 23,5
Jenis Kelamin
kesehatan dan pencegahan penyakit, mengidentifikasikan Laki-laki 24 47,1
masalah kesehatan dan mencari upaya pemecahan Perempuan 27 52,9
masalah kesehatan yang ada, serta memberikan pendi- Kelas
4 30 58,8
dikan kesehatan tentang pola hidup yang bersih dan sehat 5 21 41,2
kepada siswa dan keluarga (Stanhope & Lancaster, 2012).
Tujuan dari program pengabdian kepada masyarakat Berdasarkan tabel 2, usia anak SD yang mengikuti
ini adalah untuk meningkatkan pelayanan kesehatan kegiatan berusia 9 – 11 tahun, dengan jumlah terbanyak
primer pada kelompok anak sekolah di Pangandaran berusia 10 tahun (45,1%), berjenis kelamin perempuan
234 Neti Juniarti, Hartiah Haroen dan Desy Indra Yani
Karakteristik F %
Keluhan saat ini
Tidak ada keluhan 32 62,7
Ada keluhan 19 37,3
Jenis keluhan
Batuk, flu, demam 12 24 Foto 5. Pemberian Kenang-Kenagan pada Kepala Sekolah
Flu 5 9,8 dan Guru-guru
Sakit perut 1 2
Sakit telinga 1 2 Setelah dilakukan penyuluhan kesehatan pada
Gangguan ketajaman penglihatan kelompok anak usia SD yang meliputi topik Perilaku
Ya 2 3,9 Hidup Bersih dan Sehat, cuci tangan 7 langkah dan Usaha
Tidak 49 96,1
Gigi kotor, caries dan berlubang Kesehatan Sekolah (UKS), semua anak dapat menjawab
Ya 24 47,1 cara melakukan perilaku hidup bersih dan sehat. Evaluasi
Tidak 27 52,9
dilakukan dengan cara menilai praktik cuci tangan di
Status Gizi
Normal 3 5,8 sekolah, dan hasil evaluasi menunjukkan bahwa semua
Gemuk 16 31,4 anak telah mampu melakukan cuci tangan dengan benar.
Obesitas 32 62,7
Asuhan keperawatan kelompok khusus merupakan
Pernah mengalami kekerasan di
rumah 6 11,7 asuhan keperawatan pada kelompok masyarakat rawan
Ya 45 88,3 kesehatan yang memerlukan perhatian khusus, baik
Tidak
dalam suatu institusi maupun non institusi. Fokus kelom-
Pernah mengalami kekerasan di
sekolah 5 9,8 pok khusus pada pengabdian masyarakat ini adalah
Ya 46 90,2 kelompok anak usia SD (Stanhope & Lancaster, 2012).
Tidak
Kegiatannya meliputi antara lain:
Berdasarkan tabel 3, sebanyak 37,3% anak 1) Identifikasi faktor-faktor resiko terjadinya masalah
mengalami keluhan yang terkait kesehatan. Jenis kesehatan di kelompok.
keluhan terbesar adalah batuk, flu dan deman (24%). 2) Pendidikan/penyuluhan kesehatan sesuai kebutuhan.
Permasalahan kesehatan anak yang lain antara lain status 3) Pelayanan keperawatan langsung (direct care) pada
obesitas (62,7%), masalah ketajaman penglihatan, (3,9%), penghuni yang memerlukan keperawatan.
dan masalah kesehatan gigi (47,1%). Selain masalah 4) Memotivasi pembentukan, membimbing, dan
kesehatan fisik, anak-anak tersebut juga ada yang pernah memantau kader-kader kesehatan sesuai jenis
mengalami kekerasan baik di rumah (11,7%) maupun di kelompoknya.
sekolah (9,8%). Adanya anak yang pernah mengalalami 5) Dokumentasi keperawatan.
kekerasan baik secara fisik, psikologis maupun verbal
dapat mempengaruhi kesehatan mental anak-anak. Kegiatan yang dilakukan berupa pelatihan cuci
tangan dengan tujuh langkah seperti gambar 1 berikut ini
Foto 3 dan 4. Penyuluhan kesehatan pada anak SD Gambar 1. Cuci tangan 7 langkah
Upaya Penguatan Pelayanan Kesehatan Primer pada Anak Sekolah di Pangandaran 235
Setelah dilakukan penyuluhan kesehatan pada Anderson, E. T., & McFarlane, J. (2011). Community
kelompok anak usia SD yang meliputi topik Perilaku as Partner: Theory and Practice in Nursing
Hidup Bersih dan Sehat, cuci tangan 7 langkah dan Usaha (Sixth ed.). Philadelphia: Wolter Kluwer Health
Kesehatan Sekolah (UKS), semua anak dapat menjawab Lippincott Williams & Wilkins.
cara melakukan perilaku hidup bersih dan sehat. Evaluasi Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. (2013).
dilakukan dengan cara menilai praktik cuci tangan di Riset kesehatan dasar 2013.
sekolah, dan hasil evaluasi menunjukkan bahwa semua
Kementerian Kesehatan RI. (2015). Rencana
anak telah mampu melakukan cuci tangan dengan benar.
Pembangunan Jangka Menengah dalam Bidang
Dari hasil pengabdian pada masyarakat ini
Kesehatan. Jakarta: Kementerian Kesehatan RI.
ditemukan satu anak yang matanya telah buta sebelah
kanan karena pada saat pemeriksaan tidak dapat melihat Kurtzman, J. (2010). Common Purpose : How Great
huruf pada Snellen Chart yang terbesar. Kemudian juga Leaders Get Organizations to Achieve the
ditemukan anak usia 10 tahun yang mengalami obesitas Extraordinary. Hoboken, NJ, USA: Jossey-Bass.
dan sering mendapatkan cemoohan dari teman-temannya. Stanhope, M., & Lancaster, J. (2012). Public Health
Dua kasus yang ditemukan ini langsung diintervensi oleh Nursing: Population-Centred Health Care in
ketua Pengabdian pada masyarakat, diinformasikan pada the Community (Sixth ed.). Maryland Heights,
guru dan kepala sekolah serta dirujuk ke Puskesmas Missouri: Mosby.
untuk mendapatkan tindakan selanjutnya. Swiadek, J. W. (2009). The impact of healthcare issues on
Kegiatan pengabdian pada masyarakat ini the future of the nursing profession: The resulting
menunjukkan bahwa pelayanan kesehatan primer increased influence of community-based and
yang dilakukan pada kelompok khusus, terutama pada public health nursing. Nursing Forum, 44(1), 19-
kelompok anak usia SD dapat mendeteksi berbagai 24. doi:10.1111/j.1744-6198.2009.00123.x
masalah kesehatan sejak usia dini sehingga dapat Underwood, J. M., Mowat, D. L., Meagher-Stewart, D.
dilakukan penanganan yang tepat. Pelibatan mahasiswa M., Deber, R. B., Baumann, A. O., MacDonald,
dalam kegiatan pengabdian pada masyarakat ini M. B., Munroe, V. J. (2009). Building community
juga memberikan manfaat positif bagi mahasiswa and public health nursing capacity: A synthesis
keperawatan karena mereka dapat segera mempraktikkan report of the national community health nursing
cara pemeriksaan fisik anak usia SD yang sudah diajarkan study. Canadian Journal of Public Health,
di kelas dan juga menumbuhkan kepedulian mahasiswa 100(5), I-1(24).
terhadap lingkungan di sekitanya.
WHO. (2008). The World Health Report 2008: Primary
Health Care (Now More than Ever). Retrieved
from Geneva, Switzerland: