You are on page 1of 14

Jurnal Gizi dan Pangan, 2010, 5(3): 148–157 Journal of Nutrition and Food, 2010, 5(3): 148–157

PERILAKU PENJAJA PANGAN JAJANAN ANAK SEKOLAH TERKAIT GIZI DAN


KEAMANAN PANGAN DI JAKARTA DAN SUKABUMI
(Behaviour of School-food Vendor Related to Nutrition and Food Safety in Jakarta and Sukabumi)

Ghaida Yasmin1 dan Siti Madanijah1*


1
Departemen Gizi Masyarakat, Fakultas Ekologi Manusia, Institut Pertanian Bogor, Bogor 16680.
* Alamat korespondensi: Departemen Gizi Masyarakat, Fakultas Ekologi Manusia, Institut Pertanian
Bogor, Bogor 16680. Telp: 0251-8621258; Fax: 0251-8622276, Email: smadanijah@yahoo.co.id

ABSTRACT

The purposes of this research were to identify and to analyze behaviour of school-food
vendor related to nutrition and food safety in Jakarta and Sukabumi. This research used
secondary data from Survey “National Monitoring and Verification Food Safety of Elementary
Student Street-food 2008” by SEAFAST and BPOM RI. The subjects of this research are 79
school-food vendors in Jakarta and 29 school-food vendors in Sukabumi. Descriptive
statistical method is used to process all the data. Most of the subjects were elementary
school graduated (46.3%) and used handcart as tool for sale of street-foods (31.5%). Only
35.2% had attended a food safety education/training program. As the result of it, 48.1% of
the subjects had sufficient nutrition and food safety knowledge. There were significant
differentiation of nutrition and food safety knowledge between the subjects which had been
classified by vendor group, level of education, and participation in food safety education/
training program. As many as 74.1% of the subjects lack of food safety practices. There were
significant differentiation of food safety practices between the subjects which had been
classified by vendor group, region, and level of education. Spearman’s correlative test shows
that there a positive correlation between level of education with nutrition and food safety
knowledge, level of education with food safety practices. Pearson correlative test shows that
there was no significant correlation between nutrition and food safety knowledge with food
safety practices.
Key words: Behaviour, school-food Vendor, food safety.

PENDAHULUAN nya antara Jakarta dan Sukabumi dapat mem-


pengaruhi perilaku penjaja PJAS. Jakarta seba-
Pangan jajanan merupakan salah satu gai kota metropolitan yang mewakili wilayah
jenis makanan yang sangat dikenal dan umum perkotaan dan Sukabumi yang mewakili wila-
di masyarakat, terutama anak usia sekolah. yah pedesaan memiliki kondisi lingkungan sosi-
WHO (1996) mengartikan pangan jajanan seba- al, ekonomi, dan budaya yang berbeda yang
gai makanan dan minuman yang dipersiapkan selanjutnya dapat mempengaruhi perilaku
dan/atau dijual oleh pedagang kaki lima di penjaja PJAS.
jalanan dan tempat-tempat keramaian umum
Perilaku gizi dan keamanan pangan pen-
lain yang langsung dimakan atau dikonsumsi
jaja PJAS yang baik sangat penting dalam me-
kemudian tanpa pengolahan atau persiapan
nentukan pangan jajanan yang aman dan sehat
lebih lanjut. Anak sekolah biasanya membeli
bagi anak sekolah. Namun dengan adanya per-
pangan jajanan pada penjaja pangan jajanan
bedaan karakteristik penjaja dan wilayah ma-
di sekitar sekolah atau di kantin sekolah. Oleh
ka perlu dikaji lebih lanjut perilaku penjaja
karena itu, penjaja berperan penting dalam
PJAS yang terkait dengan gizi dan keamanan
penyediaan pangan jajanan yang sehat dan
pangan.
bergizi serta terjamin keamanannya.
Penelitian ini dilakukan dengan tujuan
Berdasarkan hasil Monitoring dan Verifi-
untuk mengetahui dan menganalisis perilaku
kasi Profil Keamanan Pangan Jajanan Anak Se-
penjaja pangan jajanan anak sekolah di
kolah (PJAS) Nasional tahun 2008 yang dilaku-
Jakarta dan Sukabumi, serta menganalisis per-
kan oleh SEAFAST dan Badan POM RI, sebagian
bedaan pengetahuan serta praktik gizi dan
besar (>70%) penjaja PJAS menerapkan praktik
keamanan pangan berdasarkan kelompok pen-
keamanan pangan yang kurang baik
jaja, wilayah, dan karakteristik penjaja PJAS
(Andarwulan, Madanijah, & Zulaikhah, 2009).
(tingkat pendidikan dan keikutsertaan dalam
Perbedaan wilayah sekolah dasar seperti misal-

148
Journal of Nutrition and Food, 2010, 5(3): 148–157 Jurnal Gizi dan Pangan, 2010, 5(3): 148–157

penyuluhan keamanan pangan). Selain itu, Pengolahan dan Analisis Data


penelitian ini juga bertujuan untuk menganali
Pengolahan data sekunder meliputi
sis hubungan antara tingkat pendidikan dengan
coding dan cleaning data kemudian data dita-
pengetahuan gizi dan keamanan pangan; ting-
bulasi dan dianalisis secara statistik dengan
kat pendidikan dengan praktik keamanan pa-
program Microsoft Excell 2007 dan SPSS 17.0
ngan; serta pengetahuan gizi dan keamanan
for Windows. Data pengetahuan dan praktik
pangan dengan praktik keamanan pangan
gizi dan keamanan pangan penjaja PJAS diku-
antifikasikan berdasarkan skor. Pengetahuan
dan praktik gizi dan keamanan pangan dikate-
METODE PENELITIAN
gorikan kurang jika skor <60%, sedang jika skor
60-80%, dan baik jika skor >80% (Khomsan,
Desain, Tempat, dan Waktu
2000). Uji statistik yang digunakan yaitu uji t
Desain penelitian ini yaitu cross-secti- sampel bebas dan uji One-way Anova untuk
onal study. Penelitian ini menggunakan data mengetahui perbedaan rata-rata skor pengeta-
sekunder yang berasal dari Survei “Monitoring huan serta praktik gizi dan keamanan pangan,
dan Verifikasi Profil Keamanan Pangan Jajanan serta uji korelasi Spearman dan Pearson untuk
Anak Sekolah (PJAS) Nasional Tahun 2008” mengetahui hubungan berbagai variabel.
yang dilakukan oleh SEAFAST dan Badan POM
RI. Data yang digunakan pada penelitian ini
berasal dari SD di Jakarta dan Sukabumi. Ana- HASIL DAN PEMBAHASAN
lisis data sekunder dilakukan bulan Juni 2010.
Karakteristik Contoh
Jumlah dan Cara Pemilihan Subjek
Sebagian besar contoh berpendidikan SD
Penelitian ini mengkhususkan pada wila- (46.3%) sedangkan hanya 7.4% contoh berpen-
yah Jakarta dan Sukabumi dengan total 65 SD didikan PT (Diploma/S1). Tingkat pendidikan
dengan rincian 18 SD di Sukabumi dan 47 SD di pengelola kantin cenderung lebih baik daripa-
Jakarta. Contoh dalam penelitian ini adalah da penjaja luar. Tingkat pendidikan contoh di
penjaja PJAS baik yang berada di kantin (pe- Sukabumi juga cenderung lebih baik dibanding-
ngelola kantin) maupun yang berada di sekitar kan dengan contoh di Jakarta.
SD (penjaja luar). Jumlah total contoh yaitu
Bagian terbesar contoh (31.5%) menggu-
sebanyak 108 contoh dengan rincian 29 orang
nakan gerobak dorong sebagai sarana penjual-
penjaja PJAS di Sukabumi dan 79 orang penja-
an PJAS sedangkan sebanyak 27.8% dan 24.1%
ja PJAS di Jakarta. Pemilihan penjaja luar se-
contoh menggunakan meja dan warung. Seba-
bagai unit contoh dipilih berdasarkan jenis ke-
nyak 63.9% contoh menjual makanan seping-
lompok PJAS sedangkan pemilihan pengelola
gan, 61.1% contoh menjual makanan ringan,
kantin sebagai unit contoh dilakukan secara
dan 52.8% contoh menjual minuman.
purposive sampling.
Sebanyak 62.0% contoh tidak pernah me-
Jenis dan Cara Pengumpulan Data ngikuti suatu penyuluhan keamanan pangan.
Penjaja luar (73.8%) lebih banyak yang tidak
Data yang dikumpulkan berupa data se-
pernah mengikuti penyuluhan keamanan pa-
kunder. Dalam survei tersebut, dilakukan wa-
ngan dibandingkan dengan pengelola kantin
wancara dengan teknik face-to-face interview
(44.2%). Sebanyak 44.8% contoh di Sukabumi
dan observasi langsung terhadap penjaja PJAS
pernah mengikuti penyuluhan keamanan pa-
di lingkungan sekolah dasar dengan menggu-
ngan sedangkan hanya 31.6% contoh di Jakarta
nakan instrumen pengumpulan data berupa
yang sudah pernah mengikuti penyuluhan kea-
kuesioner. Data sekunder tersebut meliputi da-
manan pangan.
ta umum yang meliputi karakteristik penjaja
PJAS (pendidikan terakhir, jenis PJAS yang di-
Pengetahuan Gizi dan Keamanan Pangan
jual, sarana penjualan, dan keikutsertaan da-
Contoh
lam penyuluhan keamanan pangan); pengeta-
huan gizi dan keamanan pangan penjaja PJAS; Sebaran contoh berdasarkan jawaban
serta praktik penjaja PJAS meliputi higiene yang benar pada pertanyaan pengetahuan ter-
penjual atau penyaji makanan atau minuman, kait gizi dan keamanan pangan disajikan pada
penanganan dan penyimpanan makanan atau Tabel 1. Berdasarkan Tabel 1, sebanyak 89.8%
minuman, sarana dan fasilitas, pengendalian contoh dapat menjawab benar mengenai 4 se-
hama dan sanitasi tempat serta peralatan. hat 5 sempurna sedangkan hanya 34.3% con-
toh yang dapat menjawab benar mengenai de-

149
Jurnal Gizi dan Pangan, 2010, 5(3): 148–157 Journal of Nutrition and Food, 2010, 5(3): 148–157

finisi pangan jajanan. Pada pertanyaan me- penjaja luar dengan pengelola kantin. Hal ter-
ngenai pengetahuan terkait keamanan pa- sebut diduga karena tingkat pendidikan penge-
ngan, sebanyak 97.2% contoh dapat menjawab lola kantin yang lebih baik daripada penjaja
dengan benar pertanyaan mengenai kebiasaan luar.
cuci tangan yang baik. Namun, hanya 39.8%
Berdasarkan wilayah, perbedaan rata-
contoh yang dapat menjawab dengan benar
rata skor pengetahuan gizi dan keamanan
pertanyaan mengenai jenis pangan jajanan
pangan tidak berbeda nyata (p>0.05). Hal ter-
yang sering menyebabkan sakit.
sebut diduga karena rata-rata skor pengetahu-
Sebaran tingkat pengetahuan gizi dan an gizi dan keamanan pangan yang tidak ter-
keamanan contoh berdasarkan kelompok pen- lalu berbeda jauh. Walaupun contoh di
jaja dan wilayah disajikan pada Tabel 2. Ber- Sukabumi memiliki tingkat pendidikan dan ke-
dasarkan Tabel 2, bagian terbesar contoh me- ikutsertaan dalam penyuluhan yang lebih baik
miliki pengetahuan gizi dan keamanan pangan daripada contoh di Jakarta, tetapi tidak ber-
berkategori sedang dengan persentase sebesar beda jauh diantara keduanya. Salah satu sum-
48.1%. ber pengetahuan adalah informasi yang diper-
oleh seseorang. Diduga, akses informasi con-
Rata-rata skor pengetahuan gizi dan ke-
toh di Sukabumi maupun Jakarta tidak berbe-
amanan pangan pengelola kantin dan contoh di
da jauh sehingga pengetahuan yang dimiliki-
Sukabumi lebih baik daripada penjaja luar dan
nya pun tidak berbeda nyata. Sebaran tingkat
contoh di Jakarta. Berdasarkan uji t, terdapat
pengetahuan gizi dan keamanan pangan berda-
perbedaan rata-rata skor pengetahuan gizi dan
sarkan karakteristik contoh disajikan pada
keamanan pangan yang nyata (p<0.05) antara
Tabel 3.

Tabel 1. Sebaran Contoh berdasarkan Jawaban Benar pada Pertanyaan Pengetahuan terkait Gizi
dan Keamanan Pangan
Sukabumi Jakarta total
Pengetahuan Gizi dan Keamanan Pangan (n=29) (n=79) (n=108)
n % n % n %
Pengetahuan gizi
1 Pangan yang bergizi 26 89.7 58 73.4 84 77.8
2 4 sehat 5 sempurna 27 93.1 70 88.6 97 89.8
3 Kandungan makanan penghasil tenaga 19 65.5 51 64.6 70 64.8
4 Jenis makanan penghasil tenaga 24 82.8 64 81.0 88 81.5
5 Kandungan sayur dan buah 23 79.3 53 67.1 76 70.4
6 Definisi pangan jajanan 13 44.8 24 30.4 37 34.3
Pengetahuan keamanan pangan
1 Akibat mengkonsumsi pangan jajanan tidak bersih dan sehat 28 96.6 72 91.1 100 92.6
2 Arti dari ditemukan sehelai rambut pada es cendol 19 65.5 56 70.9 75 69.4
3 Kebiasaan cuci tangan yang baik 29 100.0 76 96.2 105 97.2
Zat yang ditambahkan dalam es jika es sirup terasa manis tetapi
4 24 82.8 61 77.2 85 78.7
agak pahit sesaat setelah ditelan
Bahan tambahan yang diijinkan digunakan untuk
5 17 58.6 38 48.1 55 50.9
mengolah/mengawetkan pangan
6 Akibat dari es batu yang dibuat dari air mentah 18 62.1 37 46.8 55 50.9
7 Pangan jajanan yang sering menyebabkan sakit 12 41.4 31 39.2 43 39.8
8 Contoh bahan bukan BTP 13 44.8 32 40.5 45 41.7

Tabel 2. Sebaran Tingkat Pengetahuan Gizi dan Keamanan Contoh berdasarkan Kelompok Penjaja
dan Wilayah
kelompok penjaja wilayah Total
Kategori Pengetahuan penjaja luar pengelola kantin Sukabumi Jakarta (n=108)
n % n % n % n % n %
kurang 25 38.5 9 20.9 4 13.8 30 38.0 34 31.5
sedang 33 50.8 19 44.2 19 65.5 33 41.8 52 48.1
Baik 7 10.8 15 34.9 6 20.7 16 20.3 22 20.4
Total 65 100.0 43 100.0 29 100.0 79 100.0 108 100.0
Rata-rata 63.6 72.4 71.9 65.4 67.1
p=0.004 p=0.056

150
Journal of Nutrition and Food, 2010, 5(3): 148–157 Jurnal Gizi dan Pangan, 2010, 5(3): 148–157

Rata-rata skor pengetahuan gizi dan ke- setelah melayani pembeli. Contoh juga masih
amanan pangan contoh dengan tingkat pendi- banyak yang memegang uang selama mengo-
dikan PT (Diploma/S1) paling baik dibanding- lah dan menyajikan makanan. Pada praktik
kan contoh dengan tingkat pendidikan yang penanganan dan penyimpanan pangan, hampir
lebih rendah. Seseorang dengan tingkat pen- 90% contoh tidak terdapat bahan-bahan bera-
didikan yang lebih tinggi akan lebih baik dalam cun di area penjualannya. Namun, hanya
menerima, memproses, menginterpretasikan, 11.1% contoh yang menggunakan Bahan Tam-
dan menggunakan informasi (Contento, 2007). bahan Pangan (BTP) sesuai dengan petunjuk
Informasi tersebut dapat mempengaruhi pe- dan ketentuan yang berlaku.
ngetahuan yang diperoleh seseorang (WHO,
Tabel 5 menunjukkan bahwa praktik sa-
2000).
rana dan fasilitas masih kurang dalam hal ter-
Berdasarkan keikutsertaan penyuluhan sedia tempat pencucian peralatan dengan
keamanan pangan, contoh yang pernah mengi- suplai air mengalir, tempat cuci tangan, dan
kuti suatu penyuluhan keamanan pangan me- lap peralatan. Hal tersebut menjelaskan me-
miliki rata-rata skor pengetahuan gizi dan ngapa sebagian besar contoh tidak mencuci
keamanan pangan yang lebih baik dibanding- tangan sebelum dan setelah melayani pem-
kan dengan contoh yang tidak pernah mengi- beli. Sarana dan fasilitas merupakan faktor
kuti maupun tidak tahu mengenai penyuluhan pemungkin terbentuknya atau berubahnya pe-
keamanan pangan. Penyuluhan merupakan sa- rilaku seseorang (Notoatmodjo 2007). Bagian
lah satu bentuk pendidikan non-formal yang terbesar contoh (66.7%) telah menggunakan
dapat mempengaruhi tingkat pengetahuan tempat/wadah yang bersih untuk menjual
seseorang. PJAS. Pada praktik pengendalian hama, sani-
tasi tempat dan peralatan menunjukkan hanya
Berdasarkan uji one-way Anova terda-
9.3% contoh yang memiliki lap bersih dan
pat perbedaan rata-rata skor pengetahuan gizi
kering untuk mengeringkan peralatan.
dan keamanan pangan yang nyata (p<0.05)
berdasarkan tingkat pendidikan. Berdasarkan Sebaran praktik keamanan pangan con-
keikutsertaan penyuluhan keamanan pangan, toh berdasarkan kelompok penjaja dan wila-
perbedaan rata-rata skor pengetahuan gizi yah disajikan pada Tabel 6. Sebagian besar
dan keamanan pangan juga berbeda nyata contoh dengan persentase sebesar 74.1% me-
(p<0.05). miliki praktik keamanan pangan berkategori
kurang. Hanya 4.6% contoh yang berkategori
Praktik Gizi dan Keamanan Pangan Contoh baik.
Pada analisis ini, praktik gizi contoh Rata-rata skor praktik higiene contoh,
dapat dilihat dari profil PJAS yang dijual oleh penanganan dan penyimpanan pangan, sarana
contoh. Berdasarkan hasil analisis profil PJAS, dan fasilitas, serta pengendalian hama, sani-
buah-buahan hanya tersedia sebanyak 2% di tasi tempat dan peralatan pengelola kantin
Sukabumi dan 3% di Jakarta dari keseluruhan lebih baik daripada penjaja luar. Sama halnya
PJAS yang dijual. Hal tersebut menunjukkan dengan contoh berdasarkan kelompok penja-
jenis PJAS yang dijual oleh penjaja belum ja, praktik higiene contoh, penanganan dan
beragam. penyimpanan pangan, serta pengendalian ha-
ma, sanitasi tempat dan peralatan contoh di
Berdasarkan Tabel 4, lebih dari 90%
Sukabumi lebih baik daripada contoh di Jakar-
contoh tidak mempunyai luka terbuka. Na-
ta. Namun, praktik sarana dan fasilitas contoh
mun, praktik higiene contoh masih sangat ku-
di Jakarta lebih baik daripada di Sukabumi.
rang dalam hal mencuci tangan sebelum dan

Tabel 3. Sebaran Tingkat Pengetahuan Gizi dan Keamanan Pangan berdasarkan Karakteristik
Contoh
tingkat pendidikan keikutsertaan penyuluhan
Total (n=108)
kategori pengetahuan SD SMP SMA PT pernah tidak pernah tidak tahu
n % n % n % n % n % n % n % n %
Kurang 22 44.0 11 39.3 1 4.5 0 0.0 8 21.1 23 34.3 3 100.0 34 31.5
Sedang 21 42.0 14 50.0 13 59.1 4 50.0 18 47.4 34 50.7 0 0.0 52 48.1
Baik 7 14.0 3 10.7 8 36.4 4 50.0 12 31.6 10 14.9 0 0.0 22 20.4
Total 50 100.0 28 100.0 22 100.0 8 100.0 38 100.0 67 100.0 3 100.0 108 100.0
rata-rata 63.3 64.0 75.6 78.6 72.6 65.7 31.0 67.1
p=0.002 p=0.000

151
Jurnal Gizi dan Pangan, 2010, 5(3): 148–157 Journal of Nutrition and Food, 2010, 5(3): 148–157

Tabel 4. Sebaran Contoh berdasarkan Praktik Higiene serta Penanganan dan Penyimpanan Pangan
yang Benar
Sukabumi Jakarta Total
No Praktik Keamanan Pangan (n=29) (n=79) (n=108)
n % n % N %
Higiene
1 Contoh menangani makanan/minuman dengan bersih dan sehat 28 96.6 65 82.3 93 86.1
2 Contoh menggunakan baju yang bersih 29 100.0 67 84.8 96 88.9
3 Contoh tidak mempunyai luka yang terbuka 29 100.0 70 88.6 99 91.7
Contoh tidak memegang (menerima/mengembalikan) uang selama
4 2 6.9 13 16.5 15 13.9
mengolah/menyajikan pangan
Contoh tidak menyentuh pangan langsung dengan tangan saat
5 7 24.1 39 49.4 46 42.6
menyajikan melainkan menggunakan sendok atau alat lain
Contoh tidak makan dan minum atau merokok, selama melayani
6 25 86.2 69 87.3 94 87.0
pembeli
Contoh tidak menggaruk-garuk badan dan bersin atau batuk selama
7 26 89.7 69 87.3 95 88.0
melayani pembeli
8 Sebelum melayani pembeli, contoh mencuci tangan 1 3.4 2 2.5 3 2.8
9 Setelah melayani pembeli, contoh mencuci tangan 3 10.3 2 2.5 5 4.6
Penanganan dan Penyimpanan Makanan/Minuman
Bahan minuman yang cepat rusak seperti susu atau santan disimpan di
1 4 13.8 20 25.3 24 22.2
dalam lemari es/kulkas atau termos es
2 Bahan-bahan kering seperti gula dipisahkan dari bahan-bahan basah 24 82.8 23 29.1 47 43.5
Tidak terdapat bahan-bahan beracun (misalnya : obat nyamuk cair) di
3 29 100.0 68 86.1 97 89.8
area penjualan
Makanan/minuman disajikan atau dikemas dalam pengemas yang
4 24 82.8 65 82.3 89 82.4
bersih
5 Plastik bekas tidak digunakan sebagai kemasan makanan/minuman 25 86.2 68 86.1 93 86.1
6 Makanan/minuman yang dijual selalu ditutup 12 41.4 44 55.7 56 51.9
Bahan tambahan kimia atau alami yang ditambahkan ke dalam
7 9 31.0 26 32.9 35 32.4
minuman adalah bahan yang diijinkan
Penggunaan bahan tambahan kimia atau alami yang ditambahkan ke
8 6 20.7 6 7.6 12 11.1
dalam minuman sesuai dengan petunjuk dan ketentuan yang berlaku

Tabel 5. Sebaran Contoh berdasarkan Praktik Sarana dan Fasilitas serta Pengendalian Hama,
Sanitasi Tempat dan Peralatan yang Benar
sukabumi jakarta total
No praktik keamanan pangan (n=29) (n=79) (n=108)
n % n % n %
Sarana dan Fasilitas
Tempat (wadah) untuk menjual makanan/minuman dalam keadaan
1 28 96.6 44 55.7 72 66.7
bersih
2 Tersedia tempat cuci tangan 3 10.3 35 44.3 38 35.2
3 Tersedia lap tangan 21 72.4 40 50.6 61 56.5
4 Tersedia lap peralatan 5 17.2 33 41.8 38 35.2
5 Tersedia tempat sampah 22 75.9 44 55.7 66 61.1
6 Tersedia tempat pencucian peralatan dengan suplai air mengalir 2 6.9 32 40.5 34 31.5
Pengendalian Hama, Sanitasi Tempat dan Peralatan
Tidak ada binatang pengerat, serangga dan binatang lainnya di
1 25 86.2 55 69.6 80 74.1
tempat penjualan makanan/minuman
2 Ada upaya untuk mencegah masuknya hama (kecoak, semut, dll) 26 89.7 21 26.6 47 43.5
3 Tidak terdapat bahan pangan yang berserakan 22 75.9 59 74.7 81 75.0
4 Tidak terdapat air tergenang di sekitar tempat penjualan 28 96.6 59 74.7 87 80.6
5 Sampah dibuang secara teratur 13 44.8 30 38.0 43 39.8
Pencucian peralatan dengan menggunakan air mengalir/selalu
6 8 27.6 36 45.6 44 40.7
diganti
Tidak terdapat tumpukan sampah atau kotoran di dekat tempat
7 26 89.7 54 68.4 80 74.1
berjualan
8 Tidak berdekatan dengan saluran pembuangan air 25 86.2 33 41.8 58 53.7
9 Tempat penjualan (gerobak, meja, dll) terawat dan bersih 23 79.3 39 49.4 62 57.4
10 Deterjen disimpan terpisah dan diberi label 11 37.9 14 17.7 25 23.1
11 Peralatan tersimpan dalam keadaan bersih dan kering 9 31.0 58 73.4 67 62.0
12 Jika peralatan dikeringkan dengan lap, tersedia lap bersih dan kering 8 27.6 2 2.5 10 9.3
Gelas/mangkok/sendok selalu dikeringkan dengan lap yang bersih
13 7 24.1 7 8.9 14 13.0
sebelum digunakan untuk menyajikan minuman

152
Journal of Nutrition and Food, 2010, 5(3): 148–157 Jurnal Gizi dan Pangan, 2010, 5(3): 148–157

Tabel 6. Sebaran Praktik Keamanan Pangan Contoh berdasarkan Kelompok Penjaja dan Wilayah
kelompok penjaja wilayah Total
kategori (n=108)
praktik penjaja luar pengelola kantin sukabumi jakarta
n % n % n % n % n %
Higiene
Kurang 41 63.1 29 67.4 21 72.4 49 62.0 70 64.8
Sedang 23 35.4 12 27.9 7 24.1 28 35.4 35 32.4
Baik 1 1.5 2 4.7 1 3.4 2 2.5 3 2.8
Total 65 100.0 43 100.0 29 100.0 79 100.0 108 100.0
Rata-rata 55.9 56.6 57.5 55.7 56.2
Penanganan dan Penyimpanan Pangan
Kurang 35 53.8 26 60.5 15 51.7 46 58.2 61 56.5
Sedang 28 43.1 14 32.6 11 37.9 31 39.2 42 38.9
Baik 2 3.1 3 7.0 3 10.3 2 2.5 5 4.6
Total 65 100.0 43 100.0 29 100.0 79 100.0 108 100.0
Rata-rata 51.7 53.5 57.3 50.6 52.4
Sarana dan Fasilitas
Kurang 51 78.5 23 53.5 23 79.3 51 64.6 74 68.5
Sedang 4 6.2 5 11.6 3 10.3 6 7.6 9 8.3
Baik 10 15.4 15 34.9 3 10.3 22 27.8 25 23.1
Total 65 100.0 43 100.0 29 100.0 79 100.0 108 100.0
Rata-rata 41.8 56.6 46.6 48.1 47.7
Pengendalian Hama, Sanitasi Tempat dan Peralatan
Kurang 54 83.1 20 46.5 13 44.8 61 77.2 74 68.5
Sedang 10 15.4 17 39.5 12 41.4 15 19.0 27 25.0
Baik 1 1.5 6 14.0 4 13.8 3 3.8 7 6.5
Total 65 100.0 43 100.0 29 100.0 79 100.0 108 100.0
Rata-rata 45.3 56.4 61.3 45.5 49.7
Praktik keamanan pangan total
Kurang 55 84.6 25 58.1 19 65.5 61 77.2 80 74.1
Sedang 9 13.8 14 32.6 7 24.1 16 20.3 23 21.3
Baik 1 1.5 4 9.3 3 10.3 2 2.5 5 4.6
Total 65 100.0 43 100.0 29 100.0 79 100.0 108 100.0
rata-rata 48.8 55.8 57.0 49.6 51.6
p=0.021 p=0.028

Praktik keamanan pangan pengelola kan- Menurut Notoatmodjo (2007), dalam


tin maupun contoh di Sukabumi yang lebih baik proses pembentukan dan atau perubahan, pe-
diduga disebabkan tingkat pengetahuan gizi rilaku dipengaruhi oleh beberapa faktor yang
dan keamanan pangan yang lebih baik diban- berasal dari dalam dan luar individu itu sen-
dingkan dengan penjaja luar maupun contoh di diri. Selain pengetahuan dan persepsi sebagai
Jakarta. Selain itu, tingkat pendidikan penge- faktor internal yang mempengaruhi terbentuk-
lola kantin dan contoh di Sukabumi lebih baik nya perilaku, terdapat pula faktor eksternal
dibandingkan dengan penjaja luar dan contoh meliputi lingkungan sekitar, baik fisik maupun
di Jakarta. non-fisik seperti: iklim, manusia, sosial-eko-
nomi, kebudayaan, dan sebagainya. Hal ini
Berdasarkan hasil uji t, rata-rata skor
mendukung hasil analisis yang menyatakan
praktik keamanan pangan pengelola kantin de-
terdapat perbedaan praktik keamanan pangan
ngan penjaja luar menunjukkan perbedaan
yang nyata diantara Sukabumi dan Jakarta.
yang nyata (p<0.05) dengan rata-rata skor pe-
Sukabumi sebagai daerah pedesaan dan Jakar-
ngelola kantin yang lebih baik dibandingkan
ta sebagai kota metropolitan memiliki keada-
dengan penjaja luar. Begitu pula halnya de-
an iklim, manusia, sosial-ekonomi, dan kebu-
ngan rata-rata skor praktik keamanan pangan
dayaan yang berbeda. Hal tersebut dapat
contoh di Sukabumi berbeda nyata dengan
menjadi faktor eksternal yang cukup kuat un-
contoh di Jakarta (p<0.05). Rata-rata skor
tuk mempengaruhi proses pembentukan mau-
praktik keamanan pangan contoh di Sukabumi
pun perubahan perilaku.
lebih baik daripada contoh di Jakarta.
Sebaran tingkat praktik keamanan pa-
ngan berdasarkan karakteristik contoh disaji-

153
Jurnal Gizi dan Pangan, 2010, 5(3): 148–157 Journal of Nutrition and Food, 2010, 5(3): 148–157

kan pada Tabel 7. Contoh yang berpendidikan praktik higiene contoh yang tidak pernah
PT (Diploma/S1) memiliki rata-rata skor prak- mengikuti penyuluhan keamanan pangan lebih
tik higiene contoh serta penanganan dan pe- baik daripada contoh yang pernah mengikuti
nyimpanan pangan yang lebih baik dibanding- penyuluhan keamanan pangan. Hal tersebut
kan contoh dengan tingkat pendidikan yang diduga disebabkan oleh pengalaman mengenai
lebih rendah. Praktik sarana dan fasilitas, pe- praktik higiene contoh yang tidak pernah me-
ngendalian hama, sanitasi tempat dan pera- ngikuti penyuluhan keamanan pangan lebih
latan serta praktik keamanan pangan total banyak daripada yang pernah mengikuti pe-
contoh yang berpendidikan SMA lebih baik nyuluhan keamanan pangan. Pengalaman da-
dibandingkan contoh dengan kategori tingkat pat secara langsung mempengaruhi perilaku
pendidikan lainnya. individu (Institute of Medicine National Re-
search Council, 1998).
Praktik penanganan dan penyimpanan
pangan, sarana dan fasilitas, pengendalian ha- Berdasarkan hasil uji one-way Anova,
ma, sanitasi tempat dan peralatan, serta rata-rata skor praktik keamanan pangan con-
praktik keamanan pangan total contoh yang toh berdasarkan tingkat pendidikan menun-
pernah mengikuti penyuluhan keamanan pa- jukkan perbedaan nyata (p<0.05). Rata-rata
ngan lebih baik daripada contoh yang tidak skor praktik keamanan pangan contoh berda-
pernah mengikuti ataupun tidak tahu menge- sarkan keikutsertaan dalam penyuluhan kea-
nai penyuluhan keamanan pangan. Namun, manan pangan tidak berbeda nyata (p>0.05).

Tabel 7. Sebaran Praktik Keamanan Pangan berdasarkan Karakteristik Contoh


tingkat pendidikan keikutsertaan penyuluhan Total
kategori (n=108)
praktik SD SMP SMA PT pernah tidak pernah tidak tahu
n % n % n % n % n % n % n % n %
Higiene
Kurang 34 68.0 17 60.7 13 59.1 6 75.0 29 76.3 39 58.2 2 66.7 70 64.8
Sedang 16 32.0 11 39.3 7 31.8 1 12.5 8 21.1 26 38.8 1 33.3 35 32.4
Baik 0 0.0 0 0.0 2 9.1 1 12.5 1 2.6 2 3.0 0 0.0 3 2.8
Total 50 100.0 28 100.0 22 100.0 8 100.0 38 100.0 67 100.0 3 100.0 108 100.0
Rata-rata 54.4 55.2 59.6 61.1 54.4 57.7 44.4 56.2
Penanganan dan Penyimpanan Pangan
Kurang 30 60.0 15 53.6 11 50.0 5 62.5 22 57.9 37 55.2 2 66.7 61 56.5
Sedang 20 40.0 12 42.9 8 36.4 2 25.0 13 34.2 28 41.8 1 33.3 42 38.9
Baik 0 0.0 1 3.6 3 13.6 1 12.5 3 7.9 2 3.0 0 0.0 5 4.6
Total 50 100.0 28 100.0 22 100.0 8 100.0 38 100.0 67 100.0 3 100.0 108 100.0
Rata-rata 50.3 50.9 57.4 57.8 53.6 51.9 50.0 52.4
Sarana dan Fasilitas
Kurang 36 72.0 23 82.1 10 45.5 5 62.5 22 57.9 50 74.6 2 66.7 74 68.5
Sedang 6 12.0 0 0.0 3 13.6 0 0.0 6 15.8 3 4.5 0 0.0 9 8.3
Baik 8 16.0 5 17.9 9 40.9 3 37.5 10 26.3 14 20.9 1 33.3 25 23.1
Total 50 100.0 28 100.0 22 100.0 8 100.0 38 100.0 67 100.0 3 100.0 108 100.0
Rata-rata 44.3 40.5 62.1 54.2 55.3 43.0 55.6 47.7
Pengendalian Hama, Sanitasi Tempat dan Peralatan
Kurang 36 72.0 22 78.6 10 45.5 6 75.0 25 65.8 48 71.6 1 33.3 74 68.5
Sedang 14 28.0 5 17.9 7 31.8 1 12.5 9 23.7 16 23.9 2 66.7 27 25.0
Baik 0 0.0 1 3.6 5 22.7 1 12.5 4 10.5 3 4.5 0 0.0 7 6.5
Total 50 100.0 28 100.0 22 100.0 8 100.0 38 100.0 67 100.0 3 100.0 108 100.0
Rata-rata 45.4 48.1 60.1 53.8 53.0 47.9 48.7 49.7
praktik keamanan pangan total
Kurang 42 84.0 22 78.6 10 45.5 6 75.0 25 65.8 53 79.1 2 66.7 80 74.1
Sedang 8 16.0 6 21.4 8 36.4 1 12.5 11 28.9 11 16.4 1 33.3 23 21.3
Baik 0 0.0 0 0.0 4 18.2 1 12.5 2 5.3 3 4.5 0 0.0 5 4.6
Total 50 100.0 28 100.0 22 100.0 8 100.0 38 100.0 67 100.0 3 100.0 108 100.0
rata-rata 48.6 49.2 59.7 56.6 53.9 50.4 49.1 51.6
p=0.022 p=0.530

154
Journal of Nutrition and Food, 2010, 5(3): 148–157 Jurnal Gizi dan Pangan, 2010, 5(3): 148–157

Hubungan Tingkat Pendidikan dengan (p<0.05). Menurut Atmarita dan Fallah (2004),
Pengetahuan Gizi dan Keamanan Pangan seseorang dengan tingkat pendidikan yang baik
akan lebih mudah mengimplementasikan infor-
Berdasarkan hasil uji korelasi Spear-
masi dan pengetahuan yang dimilikinya dalam
man, terlihat bahwa terdapat hubungan po-
perilaku serta gaya hidup sehari-hari.
sitif yang nyata antara tingkat pendidikan de-
ngan pengetahuan gizi dan keamanan pangan
Hubungan Pengetahuan Gizi dan Keamanan
(p<0.05). Hal ini berarti semakin tinggi tingkat
Pangan dengan Praktik Keamanan Pangan
pendidikan contoh, semakin baik tingkat pe-
ngetahuan gizi dan keamanan pangan. Pengetahuan atau kognitif merupakan
domain yang sangat penting untuk terbentuk-
Tingkat pendidikan adalah salah satu
nya tindakan seseorang (overt behaviour)
faktor yang memudahkan seseorang atau ma-
(Notoatmodjo, 2007). Berdasarkan hasil uji ko-
syarakat untuk menyerap informasi (Atmarita
relasi Pearson, hubungan antara pengetahuan
& Fallah, 2004). Hal senada juga dinyatakan
gizi dan keamanan pangan dengan praktik kea-
oleh Contento (2007) yaitu seseorang dengan
manan pangan tidak menunjukkan hubungan
tingkat pendidikan yang lebih tinggi akan lebih
yang nyata (p>0.05).
baik dalam menerima, memproses, menginter-
pretasikan, dan menggunakan informasi yang Namun, berdasarkan Tabel 10 terdapat
diperolehnya. kecenderungan semakin baik pengetahuan gizi
dan keamanan pangan semakin baik praktik
Hubungan Tingkat Pendidikan dengan Praktik keamanan pangan contoh. Hal tersebut dibuk-
Keamanan Pangan tikan dengan tidak ada contoh yang memiliki
pengetahuan gizi dan keamanan pangan ber-
Berdasarkan hasil uji korelasi Spearman,
kategori kurang yang praktik keamanan pa-
hubungan antara tingkat pendidikan dengan
ngannya baik.
praktik keamanan pangan sangat nyata

Tabel 8. Hubungan antara Tingkat Pendidikan dengan Pengetahuan Gizi dan Keamanan Pangan
Pengetahuan Tingkat Pendidikan
Total (n=108)
Gizi dan SD SMP SMA PT
Keamanan Pangan n % n % n % n % n %
kurang 22 44.0 11 39.3 1 4.5 0 0.0 34 31.5
sedang 21 42.0 14 50.0 13 59.1 4 50.0 52 48.1
baik 7 14.0 3 10.7 8 36.4 4 50.0 22 20.4
total 50 100.0 28 100.0 22 100.0 8 100.0 108 100.0
p=0.000;r=0.360

Tabel 9. Hubungan antara Tingkat Pendidikan dengan Praktik Keamanan Pangan


Tingkat Pendidikan
Praktik Total (n=108)
SD SMP SMA PT
Keamanan pangan
n % n % n % n % n %
kurang 42 84.0 22 78.6 10 45.5 6 75.0 80 74.1
sedang 8 16.0 6 21.4 8 36.4 1 12.5 23 21.3
baik 0 0.0 0 0.0 4 18.2 1 12.5 5 4.6
total 50 100.0 28 100.0 22 100.0 8 100.0 108 100.0
p=0.004;r=0.274

Tabel 10. Hubungan antara Pengetahuan Gizi dan Keamanan Pangan dengan Praktik Keamanan
pangan
Pengetahuan Gizi dan Keamanan Pangan
Total (n=108)
Praktik Keamanan Pangan kurang sedang baik
n % n % n % n %
kurang 30 88.2 35 67.3 15 68.2 80 74.1
sedang 4 11.8 13 25.0 6 27.3 23 21.3
Baik 0 0.0 4 7.7 1 4.5 5 4.6
Total 34 100.0 52 100.0 22 100.0 108 100.0
p=0.060;r=0.182

155
Jurnal Gizi dan Pangan, 2010, 5(3): 148–157 Journal of Nutrition and Food, 2010, 5(3): 148–157

Hubungan yang tidak nyata antara ting- rata-rata skor pengetahuan gizi dan keamanan
kat pengetahuan gizi dan keamanan pangan pangan yang lebih baik.
dengan praktik keamanan pangan diduga kare-
Sebagian besar contoh (74.1%) memiliki
na tingkat pengetahuan bukan merupakan sa-
praktik keamanan pangan berkategori kurang.
tu-satunya hal yang mempengaruhi praktik ke-
Sebagian besar contoh masih sangat kurang
amanan pangan contoh. Menurut Notoatmodjo
dalam praktik mencuci tangan sebelum dan
(2007), dalam proses pembentukan dan atau
setelah melayani pembeli, penggunaan BTP
perubahan, perilaku dipengaruhi oleh bebera-
yang tidak sesuai ketentuan, kurangnya sarana
pa faktor yang berasal dari dalam dan luar in-
dan fasilitas untuk mencuci peralatan dan
dividu itu sendiri. Tingkat pengetahuan gizi
tangan dengan air mengalir, serta ketersedia-
dan keamanan pangan merupakan faktor dari
an lap bersih dan kering untuk mengeringkan
dalam individu. Dengan demikian faktor dari
peralatan yang sangat sedikit. Pengelola kan-
luar individu dapat mempengaruhi perilaku
tin, contoh di Sukabumi, contoh yang berpen-
contoh terkait keamanan pangan. Faktor dari
didikan SMA, dan contoh yang pernah meng-
luar individu tersebut meliputi lingkungan seki-
ikuti penyuluhan memiliki rata-rata skor prak-
tar, baik fisik maupun non-fisik seperti: iklim,
tik keamanan pangan yang lebih baik.
manusia, sosial-ekonomi, kebudayaan, dan
sebagainya. Berdasarkan hasil uji beda (uji t dan
one-way Anova), terdapat perbedaan pengeta-
Berdasarkan hasil analisis, sebagian be-
huan gizi dan keamanan contoh yang nyata
sar contoh memiliki tingkat pengetahuan gizi
berdasarkan kelompok penjaja, tingkat pendi-
dan keamanan pangan yang termasuk dalam
dikan, dan keikutsertaan penyuluhan keaman-
kategori baik, tetapi praktik keamanan pa-
an pangan. Terdapat perbedaan praktik kea-
ngannya termasuk dalam kategori kurang. Me-
manan pangan yang nyata berdasarkan kelom-
nurut Notoatmodjo (2007), tindakan atau prak-
pok penjaja, wilayah, dan tingkat pendidikan.
tik seseorang tidak harus didasari oleh penge-
tahuan atau sikap. Hal senada juga diungkap- Berdasarkan hasil uji korelasi Spearman,
kan oleh Sumintarsih et al. (2000) bahwa mes- terdapat hubungan positif yang nyata antara
kipun seseorang memiliki pengetahuan belum tingkat pendidikan dengan pengetahuan gizi
menjamin seseorang akan bertindak sesuai de- dan keamanan pangan serta praktik keamanan
ngan apa yang diketahui dan dipahaminya. pangan. Berdasarkan hasil uji korelasi Pearson,
Green (2008) menyatakan beberapa studi peri- tidak ada hubungan yang nyata antara penge-
laku termasuk perilaku keamanan pangan tahuan gizi dan keamanan pangan dengan
mengindikasikan walaupun pengetahuan meru- praktik keamanan pangan.
pakan komponen yang dibutuhkan untuk peru-
bahan perilaku, tetapi hal tersebut tidak selalu
cukup. Egan et al. (2006) juga mengungkapkan DAFTAR PUSTAKA
bahwa pengetahuan saja tidak cukup untuk da-
pat menghasilkan perubahan dalam praktik Andarwulan N, Madanijah S, & Zulaikhah.
penanganan makanan. 2009. Laporan Penelitian: Monitoring
dan Verifikasi Profil Keamanan Pangan
Jajanan Anak Sekolah (PJAS) Nasional
KESIMPULAN Tahun 2008. Southeast Asian Food and
Agricultural Science and Technology
Bagian terbesar contoh (46.3%) berpen- (SEAFAST) Center IPB dan Direktorat
didikan SD/sederajat. Hanya sebanyak 7.4% Surveilan dan Penyuluhan Keamanan Pa-
contoh berpendidikan PT (Diploma/S1). Bagian ngan BPOM RI, Bogor.
terbesar contoh (31.5%) menggunakan gerobak
dorong sebagai sarana penjualan PJAS. Seba- Atmarita dan Fallah TS. 2004. Analisis situasi
nyak 63.9% contoh menjual makanan seping- gizi dan kesehatan masyarakat. Dalam
gan, 61.1% contoh menjual makanan ringan, Soekirman et al. (Ed.), Ketahanan Pa-
dan 52.8% contoh menjual minuman. Sebanyak ngan dan Gizi di Era Otonomi Daerah
62.0% contoh tidak pernah mengikuti penyu- dan Globalisasi. Prosiding Widyakarya
luhan keamanan pangan. Nasional Pangan dan Gizi VIII (hlm. 153),
17-19 Mei. LIPI, Jakarta.
Bagian terbesar (48.1%) pengetahuan gi-
zi dan keamanan pangan contoh berkategori
Contento IR. 2007. Nutrition Education: Link-
sedang. Pengelola kantin, contoh di Sukabumi,
ing Research, Theory, and Practice.
contoh yang berpendidikan PT, dan contoh
Jones and Bartlett Publishers, Sudbury.
yang pernah mengikuti penyuluhan memiliki

156
Journal of Nutrition and Food, 2010, 5(3): 148–157 Jurnal Gizi dan Pangan, 2010, 5(3): 148–157

kap, Keyakinan, dan Perilaku di Kalang-


Egan MB et al. 2006. A review of food safety an Generasi Muda Berkenaan dengan
and food higiene training studies in the Tatakrama di Kota Semarang, Jawa Te-
commercial sector. Food Control, 18, ngah. Departemen Pendidikan Nasional,
1180-1190. Direktorat Jenderal Budaya, Proyek
Pengkajian dan Pembinaan Nilai-nilai
Green LR. 2008. Behavioral science and food Budaya, Yogyakarta.
safety. J of Environmental Health, 71,
47-49. [WHO] World Health Organization, Food Safety
Unit. 1996. Persyaratan Utama Keaman-
Institute of Medicine National Research Coun- an Makanan Jajanan Kaki Lima. SEAMEO
cil. 1998. Ensuring Safe Food: From Pro- TROPMED Regional Center for Commu-
duction to Consumption. National Aca- nity Nutrition, penerjemah. Terjemahan
demy Press, Washington DC. dari: Essential Safety Requirements for
Street-vended Foods. SEAMEO Tropmed
Khomsan A. 2000. Teknik Pengukuran Pengeta- RCCN UI, Jakarta.
huan Gizi. Jurusan Gizi Masyarakat dan
Sumberdaya Keluarga, Fakultas Pertani- . 2000. Penyakit Bawaan Makanan:
an, IPB, Bogor. Fokus Pendidikan Kesehatan. (Hartono A,
penerjemah). Widyastuti P (Ed.), Food-
Notoatmodjo S. 2007. Kesehatan Masyarakat: borne Disease: A Focus for Health Edu-
Ilmu dan Seni. Rineka Cipta, Jakarta. cation. EGC Penerbit Buku Kedokteran,
Jakarta.
Sumintarsih, Herawati I, Murtala SA, Salamun,
& Albilladiyah SI. 2000. Pengetahuan, Si-

157
Jurnal Pengabdian Kepada Masyarakat Vol. 1, No. 4, Agustus 2017: 232 - 235
ISSN 1410 - 5675

UPAYA PENGUATAN PELAYANAN KESEHATAN PRIMER PADA ANAK SEKOLAH


DI PANGANDARAN

Neti Juniarti, Hartiah Haroen dan Desy Indra Yani


Fakultas Keperawatan Universitas Padjadjaran
Email : neti.juniarti@unpad.ac.id

ABSTRAK. Program kesehatan sekolah sangat penting untuk diaplikasikan karena siswa sekolah sebagai kelompok khusus
membutuhkan perlindungan dari berbagai bahaya lingkungan. Siswa sekolah juga membutuhkan kesehatan agar dapat belajar secara
maksimal dan efektif, sehingga dapat menghasilkan sumber daya manusia atau orang dewasa yang sehat dan cerdas di masa yang akan
datang. Tujuan dari program pengabdian kepada masyarakat ini adalah untuk meningkatkan pelayanan kesehatan primer pada kelompok
anak sekolah di Pangandaran dalam mencapai kualitas hidup yang optimal. Di wilayah Kabupaten Pangandaran terdapat 3.037 siswa
SD yang tersebar di 24 SD. Pengabdian masyarakat ini difokuskan di SDN 2 Cikembulan kelas 4 dan 5 dengan jumlah siswa sebanyak
51 orang. Mengingat besarnya jumlah siswa SD di kecamatan Pangandaran maka perlu dilakukan upaya peningkatan kesehatan anak
SD melalui pendekatan asuhan keperawatan sekolah. Keperawatan kesehatan sekolah merupakan salah satu area dalam keperawatan
komunitas yang lebih difokuskan dalam upaya pencegahan dan penatalaksanaan penyakit menular dengan menekankan upaya preventif
dan promotif. Kegiatan pengabdian masyarakat ini mengidentifikasi permasalahan kesehatan anak usia sekolah adalah pada status gizi
berlebih, masalah ketajaman penglihatan, masalah kesehatan gigi, dan pernah mengalami kekerasan baik di rumah maupun di sekolah.
Intervensi keperawatan langsung diberikan pada anak-anak dengan masalah kesehatan. Dampak dari adanya kegiatan pengabdian pada
masyarakat ini adalah diketahuinya permasalahan utama yang terjadi pada kelompok anak usia sekolah. Sebagai tindak lanjut untuk PPM
adalah pembentukan upaya kesehatan sekolah (UKS) di kedua kelompok tersebut.

Keywords: Usaha kesehatan sekolah, pelayanan kesehatan primer, anak SD

ABSTRACT. School health program is very important to be implemented for primary school children because they are specific groups
that need protection from environmental hazards. School age children also need to healthy so that they can learn effectively and optimally,
thus they can become high quality human resources for the next generations. The aim of this community service project was to improve
the primary health care services towards school age children in Pangandaran so that they can achieve the highest quality of life. In
Pangandaran Regency, there are 3,307 primary school children which spread ini 24 schools. This community service focused on SDN 2
Cikembulan year 4 and 5 with total number was 51 children. Considering the big number of school age children in Pangandaran, it is
important to perform activities to improve the health of school age children using school health nursing approach. School health nursing
is an area of community health nursing whis is focused more on prevention and health promotion. This community service activity, found
some health problem among the children which including obesity, sights problems, tooth decays, and history of physical, psychological
and verbal abuse at home or at school. Nursing interventions were given for children with health related problems. The impact of this
community service is that health problems among children can be identified early and prompt treatments were give. It is recommended
that the school and public health centre collaborate to establish UKS (School Health Services) so that the health of children can be
monitored regularly.

PENDAHULUAN kesehatan dan pemberdayaan masyarakat yang didukung


dengan perlindungan finansial dan pemeratan pelayanan
Masalah kesehatan di Indonesia masih cukup kesehatan (Kementerian Kesehatan RI, 2015). Program
kompleks. Selama dua dekade terakhir ini, telah terjadi Indonesia Sehat dilaksanakan dengan 3 pilar utama yaitu
transisi epidemiologis yang signifikan, penyakit tidak paradigma sehat, penguatan pelayanan kesehatan dan
menular telah menjadi beban utama, meskipun beban jaminan kesehatan nasional: 1) pilar paradigma sehat
penyakit menular masih berat juga. Indonesia sedang di lakukan dengan strategi pengarusutamaan kesehatan
mengalami double burden penyakit, yaitu penyakit dalam pembangunan, penguatan promotif preventif dan
tidak menular dan penyakit menular sekaligus kejadian pemberdayaan masyarakat; 2) penguatan pelayanan
penyakit menular juga masih tinggi (Kementerian kesehatan dilakukan dengan strategi peningkatan akses
Kesehatan Republik Indonesia, 2013). Dengan adanya pelayanan kesehatan, optimalisasi sistem rujukan dan
berbagai masalah kesehatan ini maka pemerintah telah peningkatan mutu pelayanan kesehatan, menggunakan
mencanangkan rencana strategis untuk periode 2015- pendekatan continuum of care dan intervensi berbasis
2019 (Kementerian Kesehatan RI, 2015). risiko kesehatan; 3) sementara itu jaminan kesehatan
Untuk mengatasi berbagai masalah kesehatan nasional dilakukan dengan strategi perluasan sasaran dan
yang kompleks, Kementerian Kesehatan Republik benefit serta kendali mutu dan kendali biaya (Kementerian
Indonesia telah mencanangkan rencana pembangunan Kesehatan RI, 2015).
kesehatan pada periode 2015-2019 berupa Program Untuk mensukseskan Program Indonesia Sehat
Indonesia Sehat dengan sasaran meningkatkan derajat maka perlu adanya pergeseran perawatan kesehatan dari
kesehatan dan status gizi masyarakat melalui upaya rumah sakit pada tingkat pelayanan kesehatan primer,
Upaya Penguatan Pelayanan Kesehatan Primer pada Anak Sekolah di Pangandaran 233

keluarga dan masyarakat (Underwood et al., 2009). Di dalam mencapai kualitas hidup yang optimal.
sebagian besar negara di dunia, jumlah perawat meliputi Tujuan Khusus:
60-80% dari total tenaga kesehatan, dan memberikan 90% 1. Teridentifikasinya data kesehatan anak SD di
pelayanan kesehatan dalam Primary Health Care (WHO, wilayah kerja Puskesmas Pangandaran Kabupaten
2008). Keterlibatan perawat dengan jumlah yang besar ini Pangandaran
memiliki potensi yang sangat besar untuk meningkatkan 2. Meningkatnya pengetahuan, sikap dan perilaku
status kesehatan masyarakat (Kurtzman, 2010). Perawat anak SD dalam perilaku hidup bersih dan sehat
yang memiliki orientasi ke masyarakat dapat memberikan
dampak positive dalam meningkatkan kemandirian METODE
masyarakat dan memberdayakan masyarakat untuk
memelihara kesehatannya melalui pendidikan kesehatan Metode pelaksanaan kegiatan adalah melalui
dan pencegahan penyakit dan mengurangi kejadian penyuluhan pada siswa SD dan pelatihan kader kesehatan
penyakit serta hospitalisasi (Swiadek, 2009). Dengan sekolah, dan advokasi pada pengambil kebijakan. Data
demikian, perawat merupakan profesi yang sangat dianalisa dengan analisis deskriptif.
strategis dalam membantu pemerintah mensukseskan
Tabel 1. Kegiatan Pengabdian Masyarakat yang telah
Program Indonesia Sehat yang menekankan pada
Dilakukan
paradigm sehat.
Pendekatan paradigm sehat ini juga penting Keterlibatan dalam kegiatan
No Kegiatan
diterapkan bagi kelompok anak usia sekolah untuk Dosen Mahasiswa Masyarakat
meningkatkan kondisi kesehatannya. Upaya mening- Menyiapkan
modul
katkan kesehatan anak sekolah melalui Upaya Kesehatan pelatihan,
Menyebarkan Calon
Pelatihan pre-test dan kader
Sekolah (UKS). Berdasarkan data dari Kementerian kader
menyiapkan
post test, kesehatan
Pendidikan dan Kebudayaan (2017), terdapat 3.037 1. soal pretest
kesehatan membantu mengikuti
dan post
siswa SD di wilayah Kecamatan Pangandaran yang sekolah
test, dan
proses kegiatan
pelatihan pelatihan
tersebar di 24 SD. Mengingat besarnya jumlah siswa memberikan
pelatihan
SD di kecamatan Pangandaran maka perlu dilakukan
Menyiapkan Menyebarkan Kader
upaya peningkatan kesehatan anak SD melalui materi pre-test dan kesehatan
pendekatan asuhan keperawatan sekolah. Penyuluhan penyuluhan, post test, membantu
Keperawatan kesehatan sekolah merupakan salah kesehatan menyiapkan membantu dalam
pada anak soal pretest proses pelatihan.
satu area dalam keperawatan komunitas yang lebih 2
SD dan post penyuluhan, Anak SD
difokuskan dalam upaya pencegahan dan penatalaksanaan test, dan pemeriksaan mengikuti
penyakit menular dengan menekankan upaya preventif memberikan fisik kesehatan kegiatan
pelatihan anak SD penyuluhan
dan promotif. Prespektif dalam keperawatan sekolah
adalah bagaimana mengintegrasikan konsep kesehatan HASIL DAN PEMBAHASAN
dalam kurikulum sekolah melalui berbagai usaha dalam
penemuan dini gangguan kesehatan (case finding), upaya Pengabdian pada masyarakat di wilayah Pangan-
pemeliharaan kesehatan dan lingkungan sekolah. Perawat daran ini dilakukan pada kelompok anak sekolah
kesehatan sekolah berperan dalam melaksanakan EPSDT dasar karena kelompok ini kurang terperhatikan dalam
(Early and Periodic Screening, Diagnosis and Treathment pelayanan kesehatan primer. Jumlah sampel yang
health problem) (Anderson & McFarlane, 2011). terkumpul adalah sebanyak 51 orang anak SD. Berikut ini
Program kesehatan sekolah sangat penting untuk adalah data kesehatan pada kelompok anak sekolah dasar.
diaplikasikan karena siswa sekolah sebagai kelompok
Tabel 2. Data Demografi Responden Anak SD (n=51)
khusus membutuhkan perlindungan dari berbagai bahaya.
Siswa sekolah juga membutuhkan kesehatan agar dapat Data Demografi F %
belajar secara maksimal dan efektif, sehingga dapat Usia
menghasilkan sumber daya manusia atau orang dewasa 8 tahun 3 5,9
9 tahun 13 25,5
yang sehat dan cerdas di masa yang akan datang. Tujuan 10 tahun 23 45,1
kesehatan sekolah difokuskan pada upaya peningkatan 11 tahun 12 23,5
Jenis Kelamin
kesehatan dan pencegahan penyakit, mengidentifikasikan Laki-laki 24 47,1
masalah kesehatan dan mencari upaya pemecahan Perempuan 27 52,9
masalah kesehatan yang ada, serta memberikan pendi- Kelas
4 30 58,8
dikan kesehatan tentang pola hidup yang bersih dan sehat 5 21 41,2
kepada siswa dan keluarga (Stanhope & Lancaster, 2012).
Tujuan dari program pengabdian kepada masyarakat Berdasarkan tabel 2, usia anak SD yang mengikuti
ini adalah untuk meningkatkan pelayanan kesehatan kegiatan berusia 9 – 11 tahun, dengan jumlah terbanyak
primer pada kelompok anak sekolah di Pangandaran berusia 10 tahun (45,1%), berjenis kelamin perempuan
234 Neti Juniarti, Hartiah Haroen dan Desy Indra Yani

(52,9%) dan berada pada kelas 4 SD (58,8%). Anak


kelas 4 dan 5 di SD Cikembulan memiliki berbagai
masalah kesehatan baik fisik maupun mental. Tabel
berikut ini menunjukkan kondisi kesehatan anak.

Tabel 3 Permasalahan Kesehatan pada Anak (n=51)

Karakteristik F %
Keluhan saat ini
Tidak ada keluhan 32 62,7
Ada keluhan 19 37,3
Jenis keluhan
Batuk, flu, demam 12 24 Foto 5. Pemberian Kenang-Kenagan pada Kepala Sekolah
Flu 5 9,8 dan Guru-guru
Sakit perut 1 2
Sakit telinga 1 2 Setelah dilakukan penyuluhan kesehatan pada
Gangguan ketajaman penglihatan kelompok anak usia SD yang meliputi topik Perilaku
Ya 2 3,9 Hidup Bersih dan Sehat, cuci tangan 7 langkah dan Usaha
Tidak 49 96,1
Gigi kotor, caries dan berlubang Kesehatan Sekolah (UKS), semua anak dapat menjawab
Ya 24 47,1 cara melakukan perilaku hidup bersih dan sehat. Evaluasi
Tidak 27 52,9
dilakukan dengan cara menilai praktik cuci tangan di
Status Gizi
Normal 3 5,8 sekolah, dan hasil evaluasi menunjukkan bahwa semua
Gemuk 16 31,4 anak telah mampu melakukan cuci tangan dengan benar.
Obesitas 32 62,7
Asuhan keperawatan kelompok khusus merupakan
Pernah mengalami kekerasan di
rumah 6 11,7 asuhan keperawatan pada kelompok masyarakat rawan
Ya 45 88,3 kesehatan yang memerlukan perhatian khusus, baik
Tidak
dalam suatu institusi maupun non institusi. Fokus kelom-
Pernah mengalami kekerasan di
sekolah 5 9,8 pok khusus pada pengabdian masyarakat ini adalah
Ya 46 90,2 kelompok anak usia SD (Stanhope & Lancaster, 2012).
Tidak
Kegiatannya meliputi antara lain:
Berdasarkan tabel 3, sebanyak 37,3% anak 1) Identifikasi faktor-faktor resiko terjadinya masalah
mengalami keluhan yang terkait kesehatan. Jenis kesehatan di kelompok.
keluhan terbesar adalah batuk, flu dan deman (24%). 2) Pendidikan/penyuluhan kesehatan sesuai kebutuhan.
Permasalahan kesehatan anak yang lain antara lain status 3) Pelayanan keperawatan langsung (direct care) pada
obesitas (62,7%), masalah ketajaman penglihatan, (3,9%), penghuni yang memerlukan keperawatan.
dan masalah kesehatan gigi (47,1%). Selain masalah 4) Memotivasi pembentukan, membimbing, dan
kesehatan fisik, anak-anak tersebut juga ada yang pernah memantau kader-kader kesehatan sesuai jenis
mengalami kekerasan baik di rumah (11,7%) maupun di kelompoknya.
sekolah (9,8%). Adanya anak yang pernah mengalalami 5) Dokumentasi keperawatan.
kekerasan baik secara fisik, psikologis maupun verbal
dapat mempengaruhi kesehatan mental anak-anak. Kegiatan yang dilakukan berupa pelatihan cuci
tangan dengan tujuh langkah seperti gambar 1 berikut ini

Foto 1 dan 2. Lingkungan Sekolah dan Murid SD

Foto 3 dan 4. Penyuluhan kesehatan pada anak SD Gambar 1. Cuci tangan 7 langkah
Upaya Penguatan Pelayanan Kesehatan Primer pada Anak Sekolah di Pangandaran 235

Selain cuci tangan 7 langkah juga dijelaskan tentang SIMPULAN


PHBS di sekolah. PHBS di sekolah adalah kebiasaan/
Pelaksanaan kegiatan PPM telah memberikan dampak
perilaku sehat yang dilakukan oleh setiap siswa, guru,
bagi kesehatan anak usia sekolah karena dari hasil
penjaga sekolah, petugas kantin sekolah, dan orang tua
kegiatan ini telah dideteksi permasalahan kesehatan
untuk mencegah penyakit, meningkatkan kesehatannya
yang harus segera ditangani pada anak SD. UKS
serta aktif dalam menjaga lingkungan sehat di sekolah.
merupakan salah satu strategi dalam peningkatan
PHBS ini meliputi:
pelayanan kesehatan primer di sekolah. Oleh karena
1. Mencuci tangan dengan air bersih yang mengalir
itu, pendirian UKS perlu segera dilaksanakan agar
dan memakai sabun
dapat meningkatkan kesehatan anak SD dengan
2. Jajan di kantin sekolah yang sehat.
optimal.
3. Membuang sampah pada tempatnya. 4. Mengikuti
kegiatan olah raga di sekolah. UCAPAN TERIMAKASIH
4. Menimbang berat badan dan mengukur tinggi
badan secara teratur setiap 6 bulan. Penulis mengucapkan terima kasih kepada Universitas
5. Bebaskan dirimu dari asap rokok Padjadjaran yang telah memberikan dukungan dana
6. Memberantas jentik nyamuk sehingga kegiatan Pengabdian Pada Masyarakat ini
7. Buang air kecil dan buang air besar di jamban dapat terlaksana dengan baik.
sekolah
DAFTAR PUSTAKA

Setelah dilakukan penyuluhan kesehatan pada Anderson, E. T., & McFarlane, J. (2011). Community
kelompok anak usia SD yang meliputi topik Perilaku as Partner: Theory and Practice in Nursing
Hidup Bersih dan Sehat, cuci tangan 7 langkah dan Usaha (Sixth ed.). Philadelphia: Wolter Kluwer Health
Kesehatan Sekolah (UKS), semua anak dapat menjawab Lippincott Williams & Wilkins.
cara melakukan perilaku hidup bersih dan sehat. Evaluasi Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. (2013).
dilakukan dengan cara menilai praktik cuci tangan di Riset kesehatan dasar 2013.
sekolah, dan hasil evaluasi menunjukkan bahwa semua
Kementerian Kesehatan RI. (2015). Rencana
anak telah mampu melakukan cuci tangan dengan benar.
Pembangunan Jangka Menengah dalam Bidang
Dari hasil pengabdian pada masyarakat ini
Kesehatan. Jakarta: Kementerian Kesehatan RI.
ditemukan satu anak yang matanya telah buta sebelah
kanan karena pada saat pemeriksaan tidak dapat melihat Kurtzman, J. (2010). Common Purpose : How Great
huruf pada Snellen Chart yang terbesar. Kemudian juga Leaders Get Organizations to Achieve the
ditemukan anak usia 10 tahun yang mengalami obesitas Extraordinary. Hoboken, NJ, USA: Jossey-Bass.
dan sering mendapatkan cemoohan dari teman-temannya. Stanhope, M., & Lancaster, J. (2012). Public Health
Dua kasus yang ditemukan ini langsung diintervensi oleh Nursing: Population-Centred Health Care in
ketua Pengabdian pada masyarakat, diinformasikan pada the Community (Sixth ed.). Maryland Heights,
guru dan kepala sekolah serta dirujuk ke Puskesmas Missouri: Mosby.
untuk mendapatkan tindakan selanjutnya. Swiadek, J. W. (2009). The impact of healthcare issues on
Kegiatan pengabdian pada masyarakat ini the future of the nursing profession: The resulting
menunjukkan bahwa pelayanan kesehatan primer increased influence of community-based and
yang dilakukan pada kelompok khusus, terutama pada public health nursing. Nursing Forum, 44(1), 19-
kelompok anak usia SD dapat mendeteksi berbagai 24. doi:10.1111/j.1744-6198.2009.00123.x
masalah kesehatan sejak usia dini sehingga dapat Underwood, J. M., Mowat, D. L., Meagher-Stewart, D.
dilakukan penanganan yang tepat. Pelibatan mahasiswa M., Deber, R. B., Baumann, A. O., MacDonald,
dalam kegiatan pengabdian pada masyarakat ini M. B., Munroe, V. J. (2009). Building community
juga memberikan manfaat positif bagi mahasiswa and public health nursing capacity: A synthesis
keperawatan karena mereka dapat segera mempraktikkan report of the national community health nursing
cara pemeriksaan fisik anak usia SD yang sudah diajarkan study. Canadian Journal of Public Health,
di kelas dan juga menumbuhkan kepedulian mahasiswa 100(5), I-1(24).
terhadap lingkungan di sekitanya.
WHO. (2008). The World Health Report 2008: Primary
Health Care (Now More than Ever). Retrieved
from Geneva, Switzerland:

You might also like