You are on page 1of 27

1 Jurnal Akuntansi dan Keuangan Indonesia, Desember 2016, Vol. 13, No.

2, hal 194 -
220

Jurnal Akuntansi dan Keuangan Indonesia


Volume 13 Nomor 2, Desember 2016

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMENGARUHI PROCUREMENT FRAUD:


SEBUAH KAJIAN DARI PERSPEKTIF PERSEPSIAN AUDITOR
EKSTERNAL
(Factors Affecting Procurement Fraud: A Study from the Perceived Perspective of External
Auditor)

Zulaikha
Universitas Diponegoro
zulaikha2505@gmail.com

Paulus Th Basuki Hadiprajitno


Universitas Diponegoro
basuki@undip.ac.id

Abstract

This study examines factors affecting fraud in the procurement of government’s goods and services
from the independent auditor’s point of view. Based on fraud triangles and theory of planned
behavior, this study proposes seven hypotheses which were tested using structural equation model
(SEM)-partial least square. This study used primary data gathered by survey to auditors of Audit
Board of the Republic of Indonesia in its head office and several selected representative offices.
Respondents were asked to provide their answer/perception for questions in questionnaire
regarding factors influencing the procurement fraud of government’s goods and services. The
results show that the procurement frauds are significantly influenced by weaknesses in
procurement system, lack of procurement committe’s quality, and the intention to engage fraud.
Furthermore, the intention to engage fraud are influenced by attitude, subjective norms, and the
perceived behavioral control. These findings suggest that procurement frauds are associated with
individual factors as rationalization and opportunities. These factors could be considered when
designing internal control structure to restrain fraud behavior.

Keywords: procurement fraud, system weakness, subjective norms, attitude, perceived


behavioral control, intention to engage fraud

Abstrak

Penelitian ini menguji faktor-faktor memengaruhi perilaku fraud dalam pengadaan barang dan jasa
pemerintah ditinjau dari perspektif persepsian auditor independen. Mengacu pada fraud triangle
dan teori planned behavior, penelitian ini mengusulkan tujuh hipotesis yang diuji dengan structural
equation model (SEM)-partial least square. Penelitian ini menggunakan data primer yang
dikumpulkan dengan metode survei kepada auditor Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) pusat dan
beberapa kantor perwakilan terpilih. Responden diminta untuk memberikan jawaban/persepsinya
atas pertanyaan dalam kuesioner terkait faktor-faktor yang memengaruhi fraud atas pengadaan
barang dan jasa pemerintah. Hasil penelitian menunjukkan bahwa fraud pengadaan barang dan jasa
pemerintah dipengaruhi secara signifikan oleh adanya kelemahan dalam sistem pengadaan,
kurangnya kualitas pelaksana pengadaan, serta adanya niat fraud dari pelaksana pengadaan.
Sementara itu, niat berbuat fraud dipengaruhi oleh attitude, norma subjektif, dan perceived
behavioral control pelaksana fraud. Penelitian ini menyimpulkan bahwa fraud dalam pengadaan
barang dan jasa pemerintah dapat dikaitkan dengan faktor individual yang tercermin dalam
rasionalisasi dan adanya peluang. Kedua faktor ini dapat dipertimbangkan dalam mendesain
struktur pengendalian intern yang efektif dengan tujuan untuk mencegah fraud.

Kata kunci: fraud dalam pengadaan, kelemahan sistem, norma subjektif, sikap, perceived
behavioral control, niat melakukan fraud

PENDAHULUAN yang ujungnya memerlukan tambahan dana.


Schuchter dan Levi (2015) menyatakan bah-
Tindak pidana korupsi di Indonesia wa tekanan bisa juga terjadi secara eksternal,
sampai saat ini masih banyak terjadi. Pengelo- atau dari luar pelaku fraud, misalnya suasana
laan keuangan negara masih saja diwarnai kerja yang kurang menyenangkan. Menyimak
dengan penyimpangan. Hal ni terlihat dari penelitian Schuchter dan Levi (2015) tersebut,
laporan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) maka suasana yang kurang menyenangkan
RI semester II tahun 2012 yang menemukan tersebut dapat terjadi di Indonesia misalnya
indikasi 12.947 kasus penyimpangan keuang- adanya tekanan/kebutuhan biaya organisasi
an negara hingga Rp 9,72 triliun (Poernomo yang harus dikeluarkan, namun tidak ada
2013a). Temuan indikasi penyimpangan uang dalam pos anggaran. Tekanan lainnya dapat
negara tersebut bukan jumlah yang kecil, dan terjadi dari lingkungan eksternal seperti yang
hal itu terjadi berulang-ulang setiap tahun dikemukakan oleh Akkeren dan Buckby
sehingga harus ada dorongan kuat untuk (2015):
menindaklanjuti dan menanggulanginya
Poernomo (2013a). “These findings suggest that coercive
Selanjutnya, Hehamahua (2011) menye- forces at the macrolevel increased
butkan bahwa penyebab penyimpangan strain, that is, the more pressure that is
(fraud) atas pengadaan barang dan jasa pada placed on individual due to political
tingkat panitia pengadaan adalah integritas decisions made by the State or from the
yang lemah, proses pengadaan yang tidak economic climate, the more likely fraud
transparan, panitia pengadaan yang memihak, will occur.”
dan panitia pengadaan yang tidak independen.
Dalam hal fraud, Cressey (1973) menyatakan Faktor kedua adalah opportunities.
bahwa fraud dapat terjadi karena dipicu tiga Faktor tersebut memungkinkan seseorang
faktor, yaitu adanya tekanan (pressure), melakukan fraud atau penyalahgunaan
peluang (opportunities), dan rasionalisasi wewenang yang memungkinkan tidak mudah
(rationalization), yang dikenal dengan fraud diketahui atau terdeteksi. Peluang ini dapat
triangle. terjadi karena sistem pengendalian intern
Pressure sering diidentikkan sebagai yang lemah, etika, dan lingkungan pengadaan
financial pressure yang sering menjadikan yang mendukung dan menganggap seseorang
seseorang berbuat financial fraud. yang dipercaya tidak melakukan kecurangan.
Rijckeghem dan Weder (1997) serta Poernomo (2013b) menyatakan bahwa adanya
Lambsdorff (1999) menunjukkan bahwa ter- sistem pengendalian yang lemah memberikan
dapat pengaruh positif dari penghasilan yang peluang para pejabat yang diberi wewenang
kurang memadai terhadap tingkat korupsi. untuk melakukan penyimpangan. Hal ini juga
Rendahnya penghasilan aparatur pemerintah didukung oleh penelitian Schuchter dan Levi
dianggap sebagai salah satu kondisi yang (2015) yang menyatakan bahwa opportunities
menjadi “pemicu” terjadinya penyimpangan dapat terjadi karena kelemahan pengendalian
dan korupsi (BPKP 1999). Selain tekanan internal organisasi, tidak adanya transparansi,
finansial, tekanan lain dapat terjadi akibat dan juga kurang efektifnya pengendalian
adanya beban utang yang memberatkan, intern sehingga menjadikan kecurangan
ketergantungan obat, dan tekanan-tekanan mudah terjadi.
Faktor ketiga dari fraud triangle adalah sebuah pandangan bahwa pada dasarnya orang
rationalization. Rationalization merupakan itu dapat dipercaya; kalaupun yang bersangkutan
berbuat kecurangan atau fraud, hal tersebut oleh Ajzen (1991) bahwa ketiga variabel
tidak membuat yang bersang- kutan tersebut memengaruhi perilaku lebih dahulu
menganggap dirinya sebagai fraudster melalui niat (intent to engage behavior).
sehingga apabila tertangkap karena kecurang- Fraud dalam pengadaan barang dan jasa
annya, mereka menganggap bahwa mereka sering menjadi temuan auditor independen
adalah korban dari sistem atau lingkungan pemerintah yaitu Badan Pemeriksa Keuangan
yang tidak baik atau lingkungan yang meng- (BPK). Penelitian ini menggunakan auditor
anggap perbuatan fraud adalah biasa. Faktor independen pemerintah sebagai responden
ketiga ini sangat menarik untuk dikaji selain untuk memberikan persepsi mereka terkait
kedua faktor di atas. Faktor rasionalisasi faktor-faktor apa saja yang dapat memengaru-
(rationalization) terkait dengan komponen hi tindakan fraud dalam pengadaan barang
moral dan psychological yang sangat penting dan jasa pemerintah Indonesia. Penggunaan
untuk dipahami apa yang menyebabkan auditor BPK sebagai responden berdasarkan
tindakan tidak etis yang dapat menuju pada pertimbangan bahwa auditor BPK sebagai
tindakan fraud (Cohen et al. 2010). auditor independen sering mendapatkan
Dalam literatur social psychology, temuan adanya kecurangan pengadaan barang
Ajzen (1991) menekankan pada peranan niat dan jasa yang tercantum dalam Ikhtisar Hasil
(intentions) dalam menjelaskan perilaku; dan Pemeriksaan Tahunan BPK dalam pos
menempatkan niat berperilaku tersebut Pengelolaan Belanja yang tidak mematuhi
dipengaruhi oleh: sikap (attitude), norma undang-undang dan mengindikasikan adanya
subjektif (subjective norms), dan perceived kerugian negara, baik pada pemerintah pusat
behavioral control. Hal ini dikenal dengan maupun pemerintah daerah. Penelitian ini
theory of planned behavior (Ajzen 1991). tidak menggunakan staf/panitia pengadaan
Attitude merupakan sebuah pernyataan, sebagai responden dengan pertimbangan
perasaan, atau judgment terhadap suatu objek, bahwa mereka belum tentu pelaku fraud
masyarakat, atau sebuah kejadian (Robbins sehingga dikhawatirkan jawaban mereka tidak
1996). Norma subjektif merupakan sistem sesuai dengan kondisi pelaku fraud. Jawaban
nilai yang dimiliki individu untuk berniat responden tersebut dianalisis dan dikaji
berperilaku atau tidak berperilaku, sedangkan dengan pendekatan fraud triangle dan teori
perceived behavioral control adalah pengen- planned behavior (TPB) dari perspektif
dalian perilaku oleh individu sesuai dengan persepsi auditor independen pemerintah.
persepsian atas suatu perilaku. Dalam TPB, niat merupakan variabel yang
Penelitian ini mengadopsi dua teori memediasi attitude, subjective norms, dan
tersebut yaitu fraud triangle (Cressey 1973) perceived behavioral control dengan actual
dan teori planned behavior (Ajzen 1991) behavior. Untuk menggali variabel niat,
untuk mengkaji faktor opportunity, financial auditor tersebut diminta untuk memberikan
pressure, dan rationalization yang menekan- persepsi dengan pertanyaan-pertanyaan yang
kan aspek moral dan psychological. Dengan menjadi indikator faktor individual dengan
mengadopsi teori planned behavior, peneliti- mengaitkannya dengan adanya indikasi bahwa
an ini mengembangkan faktor rasionalisasi fraud dalam pengadaan barang dan jasa
tersebut diproksikan ke dalam faktor: (1) dilakukan dengan adanya niat dan pelaku
attitudes toward the behavior, (2) subjective mempunyai siasat untk menutupi kecurangan
norms, dan (3) perceived behavioral control tersebut secara formal.
(Ajzen 1991; Cohen et al. 2010). Ketiga Pengadaan barang dan jasa merupakan
variabel tersebut memengaruhi fraud yang porsi pengeluaran pemerintah terbesar, namun
dimediasi oleh niat berbuat fraud (intention to justru rentan terhadap terjadinya penyalah-
engage fraud), sebagaimana dikemukakan gunaan dan penyelewengan serta menjadi
sumber korupsi terbesar. Mengapa fenomena
ini terus terjadi? Mengacu pada fraud triangle
(Cressey 1973), ada beberapa faktor yang
memengaruhinya, yaitu tekanan (pressure),
opportunites, dan rationalization. Financial memengaruhi fraud (Cressey 1973;
pressure telah banyak dibuktikan dapat Rijckeghem dan Weder 1997; Lambsdorff
1999). Mungkinkah kasus fraud pengadaan mendorong adanya niat berbuat fraud. Penting
barang dan jasa di Indonesia dipengaruhi oleh untuk mengkaji dan memahami faktor-faktor
adanya tekanan finansial? Hal ini menarik yang memengaruhi fraud (Albrecht et al.
untuk dikaji. 2004), dengan demikian seorang auditor
Faktor kedua adalah kesempatan pemeriksa keuangan dapat mempertimbang-
(opportunity). Dalam penelitian ini, kesempat- kan faktor-faktor tersebut untuk mendeteksi
an diproksikan dengan dua variabel yaitu kemungkinan terjadinya fraud pada auditee.
kurang efektifnya sistem dan prosedur serta Pentingnya penelitian ini dilakukan dengan
kurangnya kualitas panitia pengadaan. Faktor harapan hasilnya memberikan manfaat dalam
ketiga adalah rationalization. Penelitian ini menjelaskan fraud triangle dan Theory of
mengacu pada theory of planned behavior Planned Behavior (TPB) secara empiris.
(TPB) untuk mengadopsi variabel: (1) Faktor individual perlu dipertimbangkan
attitudes toward the behavior, (2) subjective dalam merumuskan sebuah kebijakan dalam
norms, dan (3) perceived behavioral control merekrut panitia pengadaaan serta mengem-
sebagai proksi dari rationalization. Ketiga bangkan sebuah sistem dan peraturan guna
variabel ini diprediksikan berpengaruh terha- mencegah, menghilangkan, atau mengurangi
dap niat berbuat fraud (intention to terjadinya fraud dalam pengadaan barang dan
engage fraud) dan selanjutnya niat ini jasa oleh pemerintah.
direalisasikan ke dalam tindakan/perilaku
fraud (Ajzen 1991; Cohen et al. 2010).
Tujuan penelitian ini adalah untuk TELAAH LITERATUR DAN
menganalisis faktor-faktor yang memengaruhi PENGEMBANGAN HIPOTESIS
fraud dalam pengadaan barang dan jasa
pemerintah dengan mengadopsi fraud Fraud Triangle dan Theory of Planned
triangle sebagaimana dikemukakan oleh Behavior
Cressey (1973) dan teori planned behavior Fraud atau kecurangan merupakan
(Ajzen 1991) dari sudut pandang auditor salah satu bentuk risiko dalam sebuah organi-
independen pemerintah. Secara rinci, tujuan sasi. Fraud memberi keuntungan bagi pihak
penelitian ini adalah: (1) menganalisis apakah yang melakukannya, namun merugikan atau
faktor financial pressure berpengaruh membawa dampak kerugian bagi tempat
terhadap tindakan fraud dalam pengadaan bekerja atau kerugian bagi keuangan negara.
barang dan jasa pemerintah; (2) menganalisis Terdapat berbagai hal yang mendorong
apakah kesempatan (opportunity), yang terjadinya fraud. Cressey (1973) mengemuka-
diproksikan dengan adanya kelemahan dalam kan teori fraud triangle yang mendorong
sistem dan prosedur serta kurangnya kualitas terjadinya sebuah upaya fraud yaitu:
panitia pengadaan, berpengaruh terhadap
tindakan fraud, (3) menganalisis apakah “Trusted persons become trust
faktor rationalization, yang diproksikan violators when they conceive of
dengan: sikap atas perilaku fraud (attitudes themselves as having a financial
toward the behavior for fraud), norma problem which is non-shareable, are
subjektif, dan kontrol perilaku yang aware this problem can be secretly
dipersepsikan, berpe- ngaruh terhadap niat resolved by violation of the position of
untuk berbuat fraud; serta (4) menganalisis financial trust, and are able to apply to
apakah niat berbuat fraud berpengaruh their own conduct in that situation
terhadap tindakan fraud. verbalizations which enable them to
Penelitian ini diharapkan dapat membe- adjust their conceptions of themselves
rikan wacana pentingnya memperhatikan as trusted persons with their
faktor individual dan peluang yang dapat conceptions of themselves as users of
the entrusted funds or property.”

Cressey (1973) menyatakan bahwa


fraud terjadi karena tiga hal yang mendasari-
nya terjadi secara bersama, yaitu pressure (tekanan), opportunity (peluang), dan
rationalization (rasionalisasi). Pressure dapat nya pengawasan, dan/atau penyalahgunaan
menjadi motivasi pada seseorang atau wewenang. Terbukanya kesempatan ini juga
individu yang mendorong yang bersangkutan dapat menggoda individu atau kelompok yang
mencari kesempatan untuk melakukan fraud. sebelumnya tidak memiliki motivasi untuk
Beberapa contoh pressure dapat timbul kare- melakukan fraud menjadi termotivasi melaku-
na masalah keuangan pribadi, seperti temuan kannya.
penelitian Lambsdorff (1999); dan berutang Faktor ketiga adalah rationalization.
berlebihan, serta tenggat waktu dan target Rationalization terjadi karena seseorang
kerja yang tidak realistis, seperti dikemukakan mencari pembenaran atas aktivitasnya yang
oleh Cohen et al. (2010) dan juga Lambsdorff mengandung fraud. Rasionalisasi menjadi
(1999). Pada umumnya, yang mendorong elemen penting dalam terjadinya fraud, yang
terjadinya fraud adalah kebutuhan atau mana pelaku mencari pembenaran atas
masalah finansial. Namun, banyak juga yang tindakannya, misalnya adanya kondisi pelaku
hanya terdorong oleh keserakahan. Faktor tergoda untuk melakukan fraud karena merasa
berikutnya adalah opportunity. Opportunity rekan kerjanya juga melakukan hal yang sama
biasanya muncul sebagai akibat lemahnya dan tidak menerima sanksi atas tindakan
pengendalian internal di organisasi, kurang- fraud tersebut. Ketiga elemen tersebut
digambarkan oleh Cressey (1973)
sebagaimana disajikan pada Gambar 1.

PRESSURE
MOTIVATION

FRAUD RISK
ATTITUDE
OPPORTUNITY RATIONALIZATION

Gambar 1
Fraud Triangle: Faktor-Faktor Pemicu Kecurangan (Fraud)
Sumber: Cressey (1973)

Pada Gambar 1, dapat dilihat bahwa berperilaku pada gilirannya dapat memenga-
pada elemen fraud triangle, rationalization ruhi target perilaku, yang dalam penelitian ini
merupakan elemen yang berkaitan dengan adalah perilaku fraud.
sikap atau attitude. Oleh karena itu, dengan Attitudes toward the behavior merupa-
mengadopsi teori planned behavior, variabel kan proses evaluasi positif atau negatif terha-
tersebut dijelaskan lebih lanjut ke dalam dap perilaku individu (Xiao dan Wu 2008).
variabel: (1) attitudes toward the behavior, Sementara itu, subjective norms merupakan
(2) subjective norms, dan (3) perceived persepsi individu apakah yang bersangkutan
behavioral control (Cohen et al. 2010). setuju atau tidak setuju akan sebuah perilaku.
Theori planned behavior dikembangkan Norma subkektif (subjective norms) merupa-
oleh Ajzen (1991). Teori ini mengusulkan kan komponen niat untuk berperilaku yang
sebuah model yang digunakan untuk meng- pada gilirannya memengaruhi perilaku seba-
ukur bagaimana seseorang/individu bertindak/ gaimana dikemukakan dalam Theory of
berperilaku. Teori ini memprediksi terjadinya Planned Behavior atau TPB (Ajzen 1991).
suatu perilaku disebabkan adanya sebuah niat. TPB ini banyak diaplikasikan dalam literatur
Niat untuk berperilaku mempunyai anteseden kesehatan, manajemen, pemasaran, dan peri-
yang memengaruhinya yaitu: (1) attitudes laku konsumen (Xiao dan Wu 2008). TPB
toward the behavior, (2) subjective norms, juga digunakan untuk menjelaskan faktor-
dan (3) perceived behavioral controls. Niat faktor yang memengaruhi fraud sebagaimana
diadopsi oleh Cohen et al. (2010) yang dari press (berita media masa).
meneliti perilaku fraud manajer dengan data Variabel ketiga yang memengaruhi niat
berperilaku adalah perceived behavioral temuan dalam auditnya yang di dalamnya ada
controls. Variabel kontrol perilaku yang indikasi kecurangan/fraud, kemudian respon-
dipersepsikan (perceived behavioral control) den dimintai persepsinya tentang indikasi-
ini menggambarkan persepsi individu akan indikasi fatktor-faktor yang memengaruhi
tingkat kesulitan untuk berperilaku (Xiao dan fenomena fraud tersebut.
Wu 2008) atau persepsi akan mudah tidaknya Penelitian yang menggunakan respon-
melakukan suatu tindakan/berperilaku. Apa- den bukan pelaku fraud lainnya dilakukan
bila seseorang memandang atau mempersepsi- oleh Othman et al. (2014). Othman et al.
kan mudah melakukan fraud, maka yang (2014) meneliti terjadinya fraud dengan
bersangkutan akan mempunyai niat berbuat menggunakan pendekatan interpretive
fraud (intention to engage fraud), yang pada epistemology yaitu menginvestigasi faktor-
gilirannya akan berbuat fraud. faktor yang memberikan kontribusi terjadinya
Cohen et al. (2010) menggunakan data korupsi di Malaysia dengan menggunakan
publikasi media massa (press) yang memuat responden para praktisi, pegawai pemerintah
kasus-kasus fraud yang dikaji berdasarkan (government officials), dan wakil dari
content analysis. Untuk penelitian di bidang lembaga pemerintah (representative of
fraud, sulit dilakukan untuk mengeksplorasi government agencies). Hasil penelitiannya
data langsung kepada pelaku fraud. Apabila menunjukkan bahwa korupsi di Malaysia
pelaksana pengadaan dijadikan responden, lebih disebabkan oleh individual factors.
bisa jadi mereka bukan pelaku fraud, ataupun Hasil ini sesuai dengan temuan penelitian
kalau responden sebagai pelaku fraud, belum Griger (2005) dalam Rabl (2011). Daigle et
tentu pelaku tersebut “mau” memberikan al. (2014) juga menggunakan mahasiswanya
kejujuran bahwa mereka mempunyai niat sebagai subjek untuk menjelaskan perilaku
berbuat fraud. fraud dengan mengacu pada fraud triangle.
Penelitian ini menggunakan auditor Hasil penelitian Daigle et al. (2014) menyata-
independen pemerintah (BPK) yang mela- kan bahwa red flag yang mengindikasikan
kukan audit independen maupun audit pressure, opportunity, dan rationalization
khusus/investigasi, dan mendapatkan temuan- sebagai elemen fraud triangle menyebabkan
temuan fraud dalam pengadaan barang dan terjadinya penyalahgunaan asset (asset
jasa atau pada pos belanja yang menyebabkan misappropriation).
kerugian atau potensi kerugian negara, atau Penelitian lain dilakukan oleh Akkeren
pelanggaran aturan/undang-undang terkait. dan Buckby (2015) yang mengkaji penyebab
Auditor independen pemerintah tersebut individual fraud dan fraudulent co-offenders
diminta untuk memberikan jawaban seberapa dari sudut pandang persepsi forensic
setuju terhadap pertanyaan yang diajukan accountants. Hasilnya menunjukkan bahwa
yang menggambarkan persepsinya atas ada tiga penyebab fraud yaitu faktor interper-
variabel-variabel penelitian yang mencermin- sonal (seperti keinginan untuk memperkaya
kan perilaku fraud secara umum dengan diri sendiri) dan impersonal (seperti
mengadopsi fraud triangle dan TPB atas dasar menurunnya nilai-nilai moral individu dan
pengalaman mereka dalam temuan-temuan masyarakat), serta kurangnya praktik tata
fraud. Sebagai auditor eksternal, auditor BPK kelola pemerintah yang baik. Selanjutnya,
juga melakukan audit investigatif. Oleh Murphy dan Free (2016) melakukan survei
karena itu, dalam pengumpulan data, kuesio- kepada auditor yang melakukan audit investi-
ner penelitian ini disertai kalimat pengantar gasi, karyawan yang melakukan fraud, serta
bahwa ketika auditor melaksanakan audit para pelaku fraud. Hasil penelitian mereka
pada instansi pemerintah/lembaga/badan usa- mendukung bahwa fraud triangle signifikan
ha milik negara dan mendapatkan temuan- berpengaruh terhadap perilaku fraud.
Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah dan Peraturan Presiden Nomor 35 Tahun 2011 dan
Fraud Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor
Pengadaan barang dan jasa Pemerintah 70 Tahun 2012. Dalam peraturan tersebut,
diatur dalam Peraturan Presiden Nomor 54 diberikan pengertian bahwa Pengadaan
Tahun 2010 tentang Pengadaan Barang/Jasa Barang/Jasa Pemerintah adalah kegiatan untuk
Pemerintah sebagaimana telah diubah dengan memperoleh Barang/Jasa oleh
Kementerian/Lembaga/Satuan Kerja Perang- pendapatan/honor sebagai panitia pengadaan
kat Daerah/Institusi yang prosesnya dimulai barang/jasa yang kecil tidak sebanding
dari perencanaan kebutuhan sampai diselesai- dengan beratnya beban kerja dan tingginya
kannya seluruh kegiatan untuk memperoleh risiko, maka sering menjadi pembenaran
barang/jasa. dalam melakukan fraud (Cressey 1973).
Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun Rezaee (2005) juga menyatakan bahwa insen-
2010 sebagaimana terakhir diubah dengan tif yang kurang memadai dapat berpengaruh
Peraturan Presiden Nomor 70 Tahun 2012 terhadap fraud dalam penyajian pelaporan
merupakan pedoman dan tuntunan internal keuangan. Cohen et al. (2010) menguji bahwa
dalam pelaksanaan pengadaan barang dan jasa perilaku fraud juga didorong oleh financial
oleh pemerintah yang harus dilaksanakan dan pressure. Mengacu pada fraud triangle theory
ditaati oleh pihak-pihak yang terkait dengan yang dikembangkan oleh Cressey (1973),
pengadaan barang dan jasa oleh pemerintah. financial pressure merupakan faktor yang
Dalam pelaksanaannya, tuntutan tersebut dapat memicu adanya perilaku fraud.
sering tidak terpenuhi karena adanya Dari pemikiran di atas, dirumuskan
penyimpangan (fraud) sehingga tidak proposisi bahwa penghasilan yang kurang
tercapainya tujuan yang hendak dicapai oleh memadai merupakan cerminan financial
sistem pengadaan barang/jasa pemerintah. pressure yang dapat berpengaruh terhadap
Fraud dalam pengadaan barang dan jasa tindakan fraud yang dapat merugikan negara,
sering menjadi temuan auditor indenpenden maka hipotesis pertama diusulkan sebagai
pemerintah, seperti Ikhtisar Hasil Pemerik- berikut:
saan (IHP) BPK pada Semester II 2014 H1: Financial pressure berpengaruh positif
menyatakan bahwa ada 7.950 temuan dan terhadap tindakan fraud dalam penga-
diantaranya 3.293 kasus berdampak finansial daan barang/jasa pemerintah.
kerugian negara senilai Rp14,74 triliun.
Dengan banyaknya temuan BPK tersebut, Tersedianya sistem dan prosedur yang
maka penelitian ini menggunakan BPK baik akan memberikan panduan para pihak
sebagai responden untuk menggali persepsian/ yang terlibat dalam proses pengadaan barang/
penilaian auditor BPK terhadap penyimpang- jasa bekerja secara terarah dalam mencapai
an pengadaan barang dan jasa pemerintah atau tujuan pengadaan yang ekonomis, efektif, dan
Badan Usaha Milik Negara. efisien. Thai (2001) menyatakan bahwa
sistem dan prosedur pengadaan barang/jasa
Kerangka Pemikiran Teoretis dan berpengaruh dalam keberhasilan suatu sistem
Pengembangan Hipotesis pengadaan barang/jasa pemerintah dalam
Financial pressure panitia pengadaan mencapai tujuan yang telah ditetapkan.
dapat menjadi faktor yang memengaruhi Sebaliknya, lack of corporate governance
tindakan fraud. Penghasilan yang kurang seperti lemahnya sistem pengendalian intern
memadai dapat menimbulkan financial dan kurangnya pengawasan, mendorong atau
pressure (Lambsdorff 1999). Apabila memberikan peluang terjadinya fraud
(Akkeren dan Buckby 2015).
Penelitian Sartono (2006) menyatakan
bahwa sistem dan prosedur yang tidak efektif,
dan ketiadaan atau kurangnya pengawasan,
memungkinkan untuk memberikan peluang
tindakan fraud. Meskipun sistem pengendali-
an sudah diatur dalam sebuah perundang-
undangan, namun apabila tidak diikuti dengan
sebuah pengawasan dan praktik yang sehat
dalam struktur pengendalian intern, maka
dapat menjadi peluang untuk berbuat fraud.
Dengan mengadopsi fraud triangle (Cressey
1973), lemahnya sistem pengendalian intern good corporate governance) dapat menjadi
dan adanya praktik yang kurang sehat (lack of peluang (opportunity) yang menjadi faktor
untuk terjadinya fraud. Berdasarkan pemi- fraud dalam pengadaan barang dan
kiran di atas, banyaknya fraud yang terjadi jasa pemerintah.
diprediksikan dipengaruhi oleh masih ada
kelemahan dalam sistem dan prosedur Kurangnya kualitas pelaksana penga-
pengadaan barang dan jasa. Dengan demikian, daan mencerminkan kualitas pelaksanaan
maka hipotesis alternatif kedua yang pengadaan barang dan jasa yang kurang, hal
diusulkan adalah: ini ditandai dengan kurangnya integritas,
H2: Lemahnya Sistem dan prosedur kurangnya memahami peraturan, kurang
pengadaan berpengaruh positif terha- objektifnya hubungan antara pelaksana
dap tindakan penyimpangan (fraud) dengan supplier, dan ada indikasi hubungan
dalam pengadaan barang/jasa peme- istimewa (hubungan kekeluargaan, kepemilik-
rintah. an saham/modal, dan hubungan penguasaan
manajerial yang sama). Variabel kurangnya
Panitia pengadaan merupakan salah satu kualitas panitia pengadaan dan lemahnya
pihak yang terkait dalam pengadaan barang/ sistem merupakan proksi dari peluang
jasa pemerintah yang menentukan proses (opportunity). Variabel tersebut dan variabel
penawaran pengadaan barang/jasa/pekerjaan. financial pressures langsung berpengaruh
Output dari panitia pengadaan adalah dengan fraud, dan tidak melalui niat lebih
penentuan rekanan penyedia barang/jasa yang dahulu karena variabel opportunity dan
akan melaksanakan pekerjaan, dan berbagai financial pressure bukan merupakan variabel
kesepakatan yang akan dituangkan dalam yang terkait dengan aspek psychological.
kontrak pekerjaan (Celentani dan Ganuza Aspek ketiga dari fraud triangle adalah
2001). Agar dapat melaksanakan tugas rationalization (rasionalisasi). Rasionalisasi
dengan baik, maka pelaksana pengadaan merupakan aspek moral dan psychological
harus memiliki kualitas yang dapat dilihat dari dari pelaku fraud. Cohen et al. (2010)
beberapa dimensi, yaitu integritas, kompe- mengkaji aspek rasionalisasi ini ke dalam tiga
tensi, independensi, dan objektivitas mereka variabel yaitu sikap (attitude), norma subjektif
(Arrowsmith 2010). Apabila panitia (subjective norms), dan kontrol perilaku yang
pengadaan kurang dalam memiliki integritas, dipersepsikan individu (perceived behavioral
independensi, dan objektivitas, maka tata control). Sikap merupakan sebuah cerminan
kelola pengadaan menjadi kurang berkualitas pernyataan atau judgment yang berkaitan
sehingga menimbulkan peluang (opportunity) dengan suatu objek, kejadian, atau masyarakat
untuk individu atau kelompok untuk (Robbins 1996). Sikap memiliki unsur kognisi
berperilaku fraud. Hal ini juga didukung oleh dan niat untuk berperilaku, demikian juga
penelitian Akkeren dan Buckby (2015) yang norma subjektif dan pengendalian perilaku
menunjukkan bahwa kurang memadainya tata yang dipersepsikan, sehingga Cohen et al.
kelola perusahaan dapat menjadi peluang (2010) berpendapat bahwa rasionalisasi
(opportunity) individu untuk berperilaku diproksikan ke dalam ketiga variabel yang
fraud. bersangkutan yang akan memengaruhi niat
Dengan mengadopsi fraud triangle yang (intention to engage fraud).
dikembangkan Cressey (1973), maka Telgen et al. (2007) mengungkapkan
kurangnya kualitas panitia pengadaan menjadi karakteristik dalam pengadaan barang dan
peluang (opportunity) yang menjadi pemicu jasa di sektor publik biasanya terjadi adanya
terjadinya fraud. Dari pemikiran tersebut, tuntutan sikap teladan perilaku bagi aparat
maka hipotesis ketiga yang diusulkan adalah: pemerintah yang terkait dengan pengadaan
H3: Kurang kualitasnya panitia pengadaan barang jasa. Seorang pemimpin perlu untuk
berpengaruh positif terhadap perilaku memberi contoh, tidak hanya dalam hal
standar etika, tetapi juga dalam hal efisiensi
dan efektivitas operasi mereka. Namun, sikap
yang memberikan toleransi terhadap fraud
akan mendorong individu memiliki niat untuk et al. (2010) menyatakan bahwa sikap terha-
berbuat dan berperilaku pada tindakan fraud. dap fraud (attitude toward the behavior)
Tentang sikap terhadap fraud ini, Cohen adalah sikap yang mendukung tindakan yang
mengarah pada tindakan fraud. Sebaliknya, Variabel yang diprediksikan berikutnya
apabila individu memiliki sikap yang cende- memengaruhi fraud adalah kontrol perilaku
rung anti fraud maka sikap tersebut akan me- yang dipersepsikan (perceived behavioral
miliki pengaruh negatif atau dapat memitigasi control) oleh individu. Norma subjektif dapat
perilaku fraud. Penelitian ini menggunakan mengandung nilai positif atau negatif. Dalam
asumsi sikap yang mendukung fraud sehingga penelitian ini, norma subjektif diukur dengan
arah hubungan variabel adalah positif. Dari indikator yang cenderung negatif sehingga
pemikiran di atas, maka hipotesis keempat arah hubungan dengan niat berbuat fraud
yang diusulkan dalam penelitian ini adalah: menjadi positif. Variabel ini menggambarkan
H4: Sikap yang mendukung fraud berpe- persepsi individu akan mudah tidaknya
ngaruh positif terhadap niat berbuat melakukan sesuatu (Cohen et al. 2010).
fraud dalam pengadaan barang/jasa Apabila seseorang memandang atau memper-
pemerintah sepsikan mudah melakukan fraud dan
lingkungan yang mendukung fraud, maka
Variabel berikutnya adalah norma yang bersangkutan akan mempunyai niat
subjektif (the subjective norms). Variabel ini berbuat fraud, yang pada gilirannya akan
merupakan komponen teori Planned Behavior berbuat fraud. Faktor ini dapat disebut self-
(TPB) yang menggambarkan opini atau efficacy beliefs (keyakinan potensi diri) dari
norma yang bersifat subjektif yang dimiliki para pelaku fraud yang menjadi niat untuk
oleh individu (Cohen et al. 2010; Beck dan berbuat fraud. Norma tersebut memengaruhi
Ajzen 1991b). Dalam beberapa kasus, banyak individu untuk berbuat fraud (Beck and Ajzen
dijumpai bahwa seseorang berbuat fraud 1991a). Apabila kontrol perilaku individu
karena dipengaruhi oleh pihak lain dalam lemah dalam lingkungan yang toleran
lingkungannya. Norma subjektif individu ini terhadap fraud, maka diprediksikan hal
menjadi personality yang bersangkutan yang tersebut akan mendorong berpengaruh positif
dapat mendorong untuk berperilaku. terhadap perilaku fraud. Hipotesis keenam
Kumpulan norma subjektif ini dapat mem- yang diusulkan adalah:
bentuk sebuah lingkungan yang dapat H6: Kontrol perilaku yang dipersepsikan
merasionalisasi sebuah tindakan, dalam hal ini (perceived behavioral control) berpe-
adalah tindakan fraud. ngaruh positif terhadap niat berbuat
Thai (2001) dalam penelitiannya fraud dalam pengadaan barang/jasa
menyebutkan bahwa lingkungan merupakan pemerintah.
salah satu faktor yang memengaruhi kemam-
puan suatu sistem pengadaan barang/jasa Kontrol perilaku dapat berpengaruh
untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan. positif atau negatif tergantung indikator yang
Akkeren dan Buckby (2015) menemukan digunakan, apabila indikator pengendaliannya
bahwa rendahnya nilai-nilai moral sosial, negatif maka diprediksikan akan berpengaruh
poor corporate culture juga menjadi penye- positif terhadap niat untuk melakukan fraud.
bab terjadinya fraud. Dari pemikiran di atas, Penelitian ini menggunakan indikator
maka hipotesis yang diusulkan adalah: perceived behavioral control yang negatif
H5: Norma subjektif berpengaruh positif sehingga pengaruh variabel tersebut terhadap
terhadap niat berbuat fraud dalam fraud memiliki arah positif.
pengadaan barang/jasa pemerintah. Teori planned behavior (Ajzen 1991)
menyatakan bahwa ada tiga faktor yang
memengaruhi seseorang berbuat/berperilaku
yaitu: sikap, subjective norms, dan perceived
behavior control dengan melalui lebih dulu
dengan niat untuk berbuat (the intention to
engage) sesuatu. Mengacu pada teori planned
behavior, maka variable sikap, subjective
norms, dan perceived behavior control meme-
ngaruhi perilaku fraud melalui niat berbuat tekanan (finansial dan lainnya). Model
fraud dan disertai dengan adanya peluang dan demikian juga dikemukakan oleh Cohen et al.
(2010) bahwa faktor rasionalisasi yang INTENT = α + β1 ATTITUDE + β2
diproksikan dengan variabel sikap, subjective NORMS + β3 CONTROL + ε
norms, dan perceived behavior control dapat …… (2)
memicu ke dalam perilaku fraud melalui
sebuah niat (Cohen et al. 2010). Dari Keterangan:
pemikiran di atas, maka hipotesis ketujuh PRESSURE : Financial pressure panitia
yang diusulkan dalam penelitian ini adalah: pengadaan
H7: Niat berbuat fraud (intention to engage SYSWEAK : Kelemahan sistem dan prose-
fraud) berpengaruh positif terhadap dur pengadaan barang dan
perilaku fraud dalam pengadaan jasa pemerintah
barang/jasa pemerintah QUALITY : Kurangnya kualitas panitia
pengadaan
Penelitian ini merupakan sebuah model ATTITUDE : Sikap terhadap tindakan fraud
penelitian kausalitas, yaitu satu variabel NORMS : Norma subjektif
endogen (fraud) yang dipengaruhi 5 (lima) CONTROL : Kontrol perilaku yang
variabel eksogen satu variabel intervening dipersepsikan/perceived
(niat untuk berbuat/intentions to engage behavioral control
fraud). Dari Gambar 2, dapat dirumuskan dua INTENT : Niat berbuat fraud (intention
persamaan statistik model penelitian sebagai to engage fraud)
berikut:
FRAUD = a + b1 PRESSURE + b2 Kedua model tersebut dianalisis dengan
SYSWEAK + b3 QUALITY + structural equation model dengan gambar
b4 INTENT + e …… (1) kerangka pemikiran sebagaimana disajikan
pada Gambar 2.

Pressure:
Financial pressure H1
Penyimpangan dalam Pengadaan Barang/jasa (FRAUD)
Opportunity:
H2
Sistem weakness

H3
Kualitas panitia pengadaan

Rationalization: H7
H4
Sikap terhadap perilaku fraud
Niat berbuat Fraud (Intentions to engage fraud)
Norma subyektif akan tindakan H5
fraud
H6
Kontrol perilaku yang dipersepsikan

Gambar 2
Model Kerangka Pemikiran Teorits Penelitian
Sumber: Cressey (1973); Ajzen (1991); dan Cohen et al. (2010)
METODE PENELITIAN an Jawa Timur, Jawa Tengah, Jawa Barat, dan
DKI Jakarta, serta auditor kantor pusat. Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian ini menggunakan responden auditor independen
lapangan/survei dengan menggunakan instru- pemerintah; mereka adalah pihak yang
men kuesioner yang dikirimkan langsung melakukan audit atau pemeriksaan independen
melalui contact person dan melalui pos. dan investigatif terhadap keuang- an negara, dan
Penelitian ini mengambil sampel auditor banyak mendapatkan temuan- temuan akan
independen pemerintah dari kantor perwakil- penyimpangan (fraud) yang merugikan negara
dalam pengadaan barang jasa oleh atau tidak langsung merugikan keuangan
pemerintah. negara. Pengukuran variabel ini dilakukan
Dengan desain sebagaimana dijelaskan dengan menggunakan 9 item pernyataan
di atas, maka populasi penelitian ini adalah sebagai indikator penyimpangan/fraud dalam
auditor independen atau eksternal pemerintah pengadaan barang/jasa yang dipersepsikan
yaitu auditor di lingkungan Badan Pemeriksa oleh auditor, yang diukur dengan skala Likert
Keuangan (BPK) baik pusat maupun wilayah 1-5, 1 = sangat tidak setuju hingga 5 = sangat
yang menurut Poernomo (2013b) berjumlah setuju. Indikator tercermin dalam kuesioner
2.717 orang. Dengan jumlah populasi tersebut (Lampiran). Sebelum digunakan survei, telah
akan diambil sampel sejumlah +300 (Sekaran dilakukan pre-test kuesioner kepada 30
2003). Dari 400 kuesioner yang dikirim, yang mahasiswa S2 Program Beasiswa STAR-
kembali sebanyak 302 responden. Pendidikan BPKP kerja sama Program Magister
responden minimal D3 dan tertinggi S2 dan Akuntansi Undip Batch I dan Batch II pada
auditor yang pernah mendapat tugas audit. bulan April 2014 guna menguji reliabilitas
Pemilihan responden dengan kriteria tersebut dan validitasnya. Hasil uji dengan SPSS
disampaikan kepada contact person bagian menunjukkan reliabel dengan Cronbach
human resources development di kantor BPK Alpha di atas 0,60.
yang bersangkutan. Kuesioner disebarkan
kepada contact person ini dengan memberita- Variabel Independen/Endogen
hukan kriteria pegawai yang memenuhi
kriteria responden tersebut. Kurangnya Kualitas Panitia Pengadaan
Kurangnya kualitas panitia pengadaan
Definisi Operasional Variabel adalah suatu kondisi yang menunjukkan
adanya kualitas yang kurang pada panitia
Variabel Dependen/Eksogen pengadaan barang dan jasa. Variabel ini
Variabel dependen pada penelitian ini diproksikan dengan persepsi responden yaitu
adalah penyimpangan dalam pengadaan sejauh mana penilaian responden terhadap
barang/jasa (fraud) yaitu serangkaian ketidak- kualitas personel panitia pengadaan auditee
beresan (irregularities) mengenai: perbuatan- yang melakukan penyimpangan pada saat
perbuatan melawan hukum (illegal act), yang responden melakukan audit secara umum
dilakukan oleh orang-orang dari dalam dengan beberapa indikator: tingkat integritas,
ataupun dari luar organisasi dengan sengaja kompetensi, independensi, dan objektivitas
dalam pengadaan barang/jasa untuk tujuan sebagai panitia pengadaan barang/jasa dalam
tertentu yang menguntungkan diri sendiri menjalankan tugasnya. Pengukuran variabel
maupun orang/pihak lain, dan secara langsung ini dilakukan dengan menggunakan 4 item
pernyataan. Variabel ini diukur dengan skala
Likert 1-5 yang berarti 1= sangat tidak setuju
sampai dengan 5 = sangat setuju.

Financial Pressure Panitia Pengadaan


Financial pressure panitia pengadaan
adalah kelayakan penghasilan sah (resmi)
yang diterima oleh panitia pengadaan barang/
jasa menurut penilaian responden apakah
dapat memenuhi gaya hidup dan sesuai
dengan tanggung jawab para pelaku fraud,
serta adanya pengeluaran instansi yang tidak
dapat dipertanggungjawabkan secara adminis-
tratif yang dipersepsikan responden.
Pengukuran variabel ini dilakukan dengan
menggunakan 3 item pertanyaan. Pengukuran
dilakukan dengan memberikan tingkat perse-
tujuan dengan skala Likert dari skala 1-5. Lemahnya Sistem dan Prosedur Pengadaan
Kelemahan sistem dan prosedur dalam oleh responden. Variabel ini diukur dengan 3
pengadaan barang dan jasa adalah kondisi pertanyaan tentang norma dan sistem nilai
yang menunjukkan masih adanya berapa yang secara umum dapat dimiliki oleh panitia
kelemahan dalam sistem dan prosedur pengadaan barang/jasa pemerintah dengan
pengadaan barang/jasa menurut penilaian skala Likert 1-5.
responden. Pengukuran variabel ini dilakukan
dengan menggunakan 5 item pertanyaan Kontrol Perilaku Panitia Pengadaan Barang
dengan pengukuran skala Likert 1-5. dan Jasa yang Dipersepsikan
Perceived behavioral control (kontrol
Sikap atas Perilaku Fraud perilaku yang dipersepsikan) menggambarkan
Sikap atas perilaku fraud merupakan keyakinan akan potensi diri dari para pelaku
sebuah cerminan pernyataan atau judgment fraud untuk bertindak fraud. Variabel ini
yang berkaitan dengan suatu objek, kejadian, diukur dengan 5 item pertanyaan tentang
atau masyarakat yang memiliki unsur kognisi penilaian auditor atas seberapa jauh panitia
dan afektif para pelaku fraud yang pengadaan memiliki potensi diri untuk
dipersepsikan oleh responden. Variabel ini melakukan fraud. Variabel ini diukur dengan
diukur dengan 3 komponen sikap yaitu aspek skala Likert 1-5.
kognitif, afektif, dan behavioral. Variabel ini
diukur dengan skala Likert 1-5. Niat untuk Berperilaku Fraud (Intention to
Engage Fraud)
Norma Subjektif pada Tindakan Fraud Niat merupakan aspek kognitif dan
Norma subjektif pada tindakan fraud afektif untuk berbuat sesuatu tindakan.
merupakan gambaran opini atau norma yang Variabel niat untuk berperilaku fraud
bersifat subjektif yang dimiliki oleh individu merupakan aspek kognitif (niat) dan afektif
tentang perbuatan fraud yang dipersepsikan (mampu/mudahnya menutupi kecurangan)
pelaku fraud yang dapat memicu berbuat
fraud yang dipersepsikan oleh responden.
Variabel ini diukur dengan 2 pertanyaan
dengan skala Likert 1-5.

Tabel 1
Hasil Uji Reliability Statistics
Cronbach's Alpha atas Dasar
Variabel Jumlah Item
Standardized Items
Fraud 0,756 9
Financial pressure 0,634 3
System weakness 0,602 5
Lack of quality of
0,607 4
procurement committe
Attitude 0,717 3
Subjective norms 0,785 5
Perceived behioral control 0,781 5
Intent to engage fraud 0,702 2

Atas data yang terkumpul, kemudian dikeluarkan dari analisis. Dari prosedur
dilakukan pengujian-pengujian berikut: tersebut diperoleh jumlah pengamatan (n)
1. Dari 297 data yang siap diolah, terdapat 7 = 290. Uji outlier dilakukan dengan
data yang menjadi outlier sehingga mengkonversi variabel ke dalam
standard-
ized value (z-score) mengacu pada Hair (1998) sebagaimana dikemukakan oleh
Ghozali (2005). Jika nilai standardized HASIL PENELITIAN DAN
value as variables ini lebih dari 3, maka PEMBAHASAN
dikeluarkan dari sampel karena 3 menun-
jukkan standar error yang tinggi dari rata- Pengumpulan data dilakukan selama 3
rata variabel. bulan dari bulan Juni sampai dengan Agustus
2. Statistik deskriptif, dilakukan dengan 2014. Dari kuesioner yang dikirimkan kepada
program SPSS. contact person pada Kantor Pusat, Perwakilan
3. Uji reliabilitas dilakukan dengan skala DKI Jakarta, Bandung, Semarang, dan
reliabilitas dan validitas dengan korelasi Surabaya dengan jumlah total 400 eksemplar,
bivariate untuk semua indikator pengu- diperoleh 302 eksemplar kuesioner yang
kuran variabel. Hasil uji validitas dengan kembali (response rate 75,5%). Dari kuesio-
analisis korelasi bivariate diperoleh hasil ner yang dikembalikan, kuesioner yang terisi
bahwa seluruh item pengukuran variabel dengan lengkap sejumlah 297 eksemplar,
valid dalam arti setiap item variabel yang 5 eksemplar tidak terisi dengan lengkap,
mempunyai korelasi signifikan terhadap sehingga data yang siap diolah sebanyak 297.
variabel yang diukur. Semenatara itu, hasil eksemplar. Dari data tersebut dilakukan
uji reliabilitas menunjukkan semua indika- screening, data yang diindikasikan outlier
tor pengukuran variabel reliabel dengan (data yang memiliki nilai ekstrem) sebanyak 7
Cronbach alpha > 0,60 (Ghozali 2005). kuesioner tidak diikutkan untuk analisis
Tabel 1 menyajikan hasil pengujian berikutnya, karena nilai ekstrem diasumsikan
reliabilitas indikator variabel. tidak mewakili populasi. Selanjutnya,
dilakukan analisis statistik deskriptif dengan
program SPSS dan uji hipotesis dengan
structural equation model dengan program
WarpPLS versi 4.0.

Tabel 2
Statistik Deskriptif Variabel Penelitian
Kisaran Teoretis Hasil Empiris
Variabel N
Min Max Mean Min Max Mean Std. Dev.
FRAUD 290 9 45 27 9 45 35,26 4,922
PRESSURE 290 3 15 9 3 15 9,92 2,485
QUALITY 290 4 20 12 6 20 12,12 2,289
SYSWEAK 290 5 25 15 12 25 19,34 2,420
INTENT 290 2 10 6 5 10 8,16 1,050
ATTITUDE 290 3 15 9 7 15 11,43 1,805
NORMS 290 5 25 15 5 25 18,39 3,148
CONTROL 290 5 25 15 5 25 18,30 3,074
Valid N (listwise) 290
Tabel 3
Demografi Responden
Jumlah Persentase
GENDER
Perempuan 115 39.7
Laki-laki 175 60.3
Total 290 100.0
PENGALAMAN
1-3 tahun 45 15.5
> 3 s.d. 6 tahun 104 35.9
> 6 s.d. 9 tahun 79 27.2
> 9 s.d. 12 tahun 25 8.6
> 12 s.d. 15 tahun 16 5.5
> 15 tahun 21 7.2
Total 290 100.0
KELOMPOK UMUR
24 s.d. 30 tahun 140 48,3
> 30 s.d. 35 tahun 84 29,0
> 35 s.d. 40 tahun 47 16,2
> 40 s.d. 45 tahun 13 4,5
> 12 s.d. 15 tahun 2 0,7
> 15 tahun 4 1,4
Jumlah 290 100
MARITAL STATUS
Tidak/belum menikah 58 20
Menikah 232 80
Jumlah 290 100
PENDIDIKAN
D3 70 24,2
S1 179 61,7
S2 41 14,1
Jumlah 290 100,0

Statistik Deskriptif teoretis. Hal ini menunjukkan bahwa respon-


Statisik deskriptif variabel penelitian den cenderung setuju dengan pernyataan
disajikan pada Tabel 2. Semua variabel dalam pengukuran variabel. Tingginya nilai
memiliki nilai rata-rata di atas nilai rata-rata fraud mempunyai makna bahwa responden
cenderung setuju atas berbagai fenomena kecuali untuk variabel financial pressure
fraud yang terjadi. Semua variabel menunjuk- (PRESSURE) dan kualitas panitia pengadaan
kan nilai rata-rata di atas satu standar deviasi, (QUALITY). Nilai kedua variabel ini sedikit di
atas rata-rata yang selisihnya tidak sampai kan nilai koefisien determinasi (Average
sebesar deviasi standar. Variabel presure dan Adjusted R-Square) 0,405 dengan nilai p <
quality menunjukkan jawaban responden yang 0,01. Dari Gambar 3, dapat disajikan 2 (dua)
netral, sedangkan variabel lainnya menunjuk- persamaan, yaitu: (1) Fraud = a + b1 Pressure
kan nilai rata-rata yang tinggi. Nilai INTENT + b2 Quality+ b3 Sysweak + b4 Intent + e; dan
(niat berperilaku fraud) yang tinggi menun- (2) Intent = α + β1 Attitude + β2 Norms + β3
jukkan bahwa sebagian besar responden
Control + ε. Dari kedua persamaan tersebut,
setuju bahwa fraud terjadi berangkat dari niat.
diperoleh koefisien determinasi pertama (R2)
Nilai ATTITUDE (sikap) tinggi menunjukkan
= 0,38 dan kedua R2 = 0,43. Koefisien
bahwa responden cenderung setuju bahwa
determinasi tersebut dapat diintepretasikan
rata-rata panitia pengadaan memiliki sikap
bahwa variabilitas variabel eksogen dalam
yang merasionalisasi perilaku fraud; demikian
memengaruhi variabel endogen pada persa-
pula nilai NORMA (norma subjektif) yang
maan pertama sebesar 38%, dan persamaan
tinggi menunjukkan bahwa norma subjektif
kedua 43%, sisanya dipengaruhi oleh variabel
yang dimiliki pelaku fraud cenderung permi-
lain. Hasil uji model fit and quality indices
sif terhadap perilaku fraud. Sementara itu,
lainnya dapat dilihat bahwa seluruh skor
nilai rata-rata CONTROL (kontrol perilaku
menunjukkan nilai model fit dan quality
yang dipersepsikan) yang tinggi menunjukkan
indices yang diterima (accepted).
adanya sikap serakah dan sikap mensiasati
Hasil pengujian hipotesis dengan
lebih mengendalikan para pelaku fraud.
program WarpPLS yang disajikan pada
Statisik yang menggambarkan demo-
Gambar 3 disajikan kembali pada Tabel 4.
grafi responden disajikan pada Tabel 3. Dari
Pada Tabel 4, dapat diinterpretasikan bahwa
tabel tersebut, dapat dilihat bahwa responden
hasil pengujian hipotesis pertama sampai
memiliki pengalaman sebagai auditor paling
dengan hipotesis ketujuh (H1, H2, H3, H4, H5,
singkat 1 tahun dan paling lama 27 tahun, dan
H6, H7) diterima karena nilai p < 0,05
rata-rata 7,5 tahun. Sementara itu, dari sisi
umur, responden paling muda 24 tahun dan (diterima pada tingkat signifikansi 5%);
paling tua 57 tahun, rata-rata umur responden kecuali hipotesis pertama (H1) yang
32 tahun. Angka rata-rata pengalaman kerja menyatakan bahwa financial pressure
7,5 tahun sebagai auditor, dan rata-rata umur berpengaruh posistif terhadap tindakan fraud
32 tahun menunjukkan responden cukup dalam pengadaan barang dan jasa, dikarena-
matang untuk memberikan persepsi perilaku kan arah hubungannya negatif dan nilai
fraud. Distribusi frekuensi demografi respon- signifikansinya lebih besar dari 0,05. Hasil
den lainnya dapat dilihat pada Tabel 3 yang pengujian hipotesis tersebut dibahas pada sub
menyajikan distribusi frekuensi atas dasar bab Pembahasan.
gender, kelompok pengalaman, kelompok
umur, dan pendidikan. Pembahasan

Hasil Uji Hipotesis Pengaruh Financial Pressure terhadap


Hasil uji WarpPLS version 4.0 Perilaku Fraud
digambarkan pada Gambar 3. Dari analisis Hasil pengujian menunjukkan bahwa
model fit and quality indices, diperoleh hasil pengaruh financial pressure (pressure)
yang menunjukkan model cukup fit dengan terhadap fraud (fraud) dalam pengadaan
nilai rata-rata koefisien 0,233 dengan nilai barang dan jasa adalah negatif dan tidak
probabilitas 0,001. Hasil analisis menunjuk- signifikan sehingga dapat diinterpretasikan
bahwa hipotesis pertama ditolak. Hal ini
didukung dengan hasil uji dalam Tabel 4 yang
menunjukkan nilai t = - 0,07 dan 0,08. Nilai
ini lebih besar dari 0,05. Sebagian responden
menjawab setuju dan cenderung netral bahwa
insentif sebagai pelaksana pengadaan (dapat
dilihat dari Standar Biaya Umum yang
diterbitkan oleh Kementerian Keuangan) tidak hidup, adanya kegiatan yang tidak ada dalam
sebanding dengan tanggung jawab dan biaya anggaran, namun hal demikian tidak
berpengaruh signifikan terhadap terjadinya finansial tidak berpengaruh signifikan
fraud. Menurut fraud triangle, pressure terhadap perilaku fraud. Oleh karena kurang
merupakan salah satu elemen pemicu adanya tekanan finansial tersebut, maka hasil
terjadinya fraud terutama tekanan dalam hal penelitian ini tidak mendukung fraud triangle
kebutuhan keuangan (Cressey 1973). Hal sebagaimana dikemukakan oleh Cressey
penellitin ini dapat disimpulkan bahwa (1973). Tekanan financial dalam penelitian ini
pesepsi responden menunjukkan tidak ada bukan menjadi pemicu procurement fraud.
kecenderungan tekanan finansial yang terjadi Cohen et al. (2010) serta Rijckeghem dan
pada panitia pengadaan sehingga tekanan Weder (1997) dalam penelitiannya menyebut-
kan bahwa tekanan finansial internal juga
bukan pemicu fraud, namun pemicu fraud
lebih pada keserakahan.

Gambar 3
Hasil Uji dengan SEM WarpPLS

Keterangan:
Model fit and quality indices:
Average path coefficient (APC) = 0.233, P < 0.001
Average R-squared (ARS) = 0.405, P < 0.001
Average adjusted R-squared (AARS) = 0.397, P <0.001
Average block VIF (AVIF) =1.402, acceptable if <= 5, ideally <= 3.3
Average full collinearity VIF (AFVIF) =1.544, acceptable if <= 5, ideally <= 3.3
Tenenhaus GoF (GoF) = 0.474, small >= 0.1, medium >= 0.25, large >= 0.36
Sympson's paradox ratio (SPR) = 1.000, acceptable if >= 0.7, ideally = 1
R-squared contribution ratio (RSCR) = 1.000, acceptable if >= 0.9, ideally = 1
Statistical suppression ratio (SSR) = 1.000, acceptable if >= 0.7
Nonlinear bivariate causality direction ratio (NLBCDR) = 0.929, acceptable if >= 0.7
Tabel 4
Ringkasan Hasil Pengujian Hipotesis
Diterima/
P-
No. H Hipotesis β Ditolak pada
Value sig. = 5%
H1 Pressure → Fraud -0,07 0,08 Ditolak
Financial pressure berpengaruh positif terhadap
tindakan fraud dalam pengadaan barang/jasa
pemerintah
H2 Sysweak → Fraud 0,17 0,01 Diterima
Lemahnya Sistem dan prosedur pengadaan
berpengaruh positif terhadap tindakan penyimpangan
(fraud) dalam pengadaan barang/jasa pemerintah
H3 Quality → Fraud 0,29 0,01 Diterima
Kurang kualitasnya panitia pengadaan berpengaruh
positif terhadap perilaku fraud dalam pengadaan
barang/jasa pemerintah
H4 Attitude → Intent 0,23 0,01 Diterima
Sikap yang mendukung fraud berpengaruh positif
terhadap niat berbuat fraud dalam pengadaan
barang/jasa pemerintah
H5 Norms → Intent 0,25 0,01 Diterima
Norma subjektif berpengaruh positif terhadap niat
berbuat fraud (intention to engage fraud) dalam
pengadaan barang/jasa pemerintah
H6 Perceived Behavioral Control → Intent 0,31 0,01 Diterima
Kontrol perilaku yang dipersepsikan (perceived
behavioral control) berpengaruh positif terhadap niat
berbuat fraud (intention to engage fraud) dalam
pengadaan barang/jasa pemerintah
H7 Intent → Fraud 0,30 0,01 Diterima
Niat berbuat fraud (intentions to engage fraud)
berpengaruh positif terhadap fraud dalam pengadaan
barang/jasa pemerintah

Dalam penelitian ini, responden juga rasionalisasi yang tercermin dalam niat
cenderung setuju pada adanya pengeluaran melakukan fraud yang mengalahkan integritas
instansi yang belum ada dalam pos anggaran. individu, sehingga pelaku fraud “harus mela-
Penelitian ini mengadopsi financial pressure kukan fraud” meskipun yang bersangkutan
dengan menggunakan instrumen tekanan sebenarnya tidak ingin melakukannya
finansial baik internal (sistem remunerasi dan (Schuchter dan Levi 2015).
gaya hidup) maupun eksternal (pos pengelu-
aran yang tidak ada dalam pos anggaran). Pengaruh Lemahnya Sistem dan Prosedur
Hasil penelitian ini mendukung penelitian Barang dan Jasa terhadap Fraud
Schuchter dan Levi (2015) bahwa tekanan Sistem dan prosedur yang mengandung
finansial sendiri/internal bukan merupakan kelemahan merupakan peluang untuk diman-
faktor utama fraud. Hasil penelitian ini faatkan individu yang terkait dalam
menunjukkan bahwa variabel yang berpenga- pengadaan barang dan jasa untuk melakukan
ruh terbesar dilihat dari koefisien betanya fraud (Cohen et al. 2010). Dalam fraud
adalah Intent (niat) diikuti Sysweak triangle, sistem pengendalian yang
(kelemahan pengendalian yang dapat menjadi mengandung kele- mahan merupakan elemen
peluang untuk berperilaku fraud). Adanya yang dapat memicu terjadinya fraud (Cressey
peluang yang kuat disertai dengan faktor 1973). Hasil analisis data empiris pada Tabel
4 menunjukkan
bahwa untuk variabel lemahnya sistem dan (β) = 0,17 dengan p < 0,01. Nnilai p ini lebih
prosedur (Sysweak) memiliki koefisien beta kecil dari 0,05, hal ini menunjukkan bahwa
secara empiris sistem dan prosedur pengadaan Dengan demikian, hipotesis ke tiga yang
yang lemah (peluang fraud) berpengaruh menyatakan bahwa kurang kualitasnya panitia
positif signifikan terhadap tindakan pengadaan berpengaruh positif terhadap
penyimpangan (fraud) dalam pengadaan penyimpangan (fraud) dalam pengadaan
barang/jasa pemerintah. Dengan demikian, barang/jasa pemerintah tidak dapat ditolak.
hipotesis ke dua tidak dapat ditolak. Variabel kurangnya kualitas juga
Hasil analisis penelitian ini menunjuk- memproksikan elemen opportunity dalam
kan bahwa kelemahan sistem dan prosedur fraud triangle (Cressey 1973; Cohen et al.
berpengaruh signifikan terhadap fraud 2010). Hal ini dapat diinterpretasikan bahwa
pengadaan barang dan jasa pemerintah, dan peluang untuk terjadinya fraud lebih
arah hubungannya positif signifikan. Sistem dimungkinkan terjadi oleh faktor peluang
dan prosedur pengadaan secara jelas sudah akibat adanya perilaku, misalnya kurang
diatur oleh Peraturan Presiden Nomor 54 integritasnya pelaksana atau pejabat terkait,
Tahun 2010 sebagaimana diubah dengan adanya hubungan istimewa antar pejabat/
Peraturan Presiden Nomor 25 Tahun 2011 dan pelaksana, dan kurangnya objektivitas para
Peraturan Presiden Nomor 70 Tahun 2012. pejabat/pelaksana pengadaan barang dan jasa.
Dalam peraturan pengadaan barang dan jasa Sementara itu, peluang karena adanya
tersebut telah diatur dengan lengkap. Namun, kelemahan pada sistem terbukti berpengaruh
sering peraturan tersebut kurang dilaksanakan signifikan sebagaimana dibuktikan dalam
atau masih terjadinya praktik yang kurang pengujian hipotesis kedua. Hasil penelitian ini
sehat, dan perangkat lain yang kurang juga mendukung secara empiris pernyataan
mendukung. Hasil penelitian ini mendukung Hehamahua (2011) bahwa modus penyim-
fraud triangle (Cressey 1973). Hasil empiris pangan (fraud) atas pengadaan barang dan
menunjukkan bahwa masih ada kelemahan jasa pada tingkat panitia pengadaan adalah
dalam sistem dan prosedur, yaitu masih integritas yang lemah, proses pengadaan yang
adanya celah yang dapat disiasati, dan adanya tidak transparan, panitia pengadaan yang
praktik yang kurang sehat menjadi elemen memihak, dan panitia pengadaan yang tidak
yang memicu fraud dalam pengadaaan barang independen. Hasil penelitian ini konsisten
dan jasa. dengan penelitian Schuchter dan Levi (2015)
yang menyatakan bahwa adanya sistem
Pengaruh Kurang Kualitasnya Panitia pengendalian yang lemah mendorong individu
Pengadaan terhadap Fraud untuk berbuat fraud karena kurang integritas
Kurangnya kualitas panitia pengadaan individu yang bersangkutan, yang tidak
dalam penelitian ini juga merupakan variabel mampu bertahan dalam lingkungan yang
proksi opportunity dalam fraud triangle. memaksa pelaku fraud untuk melakukannya
Dalam penelitian ini, pengukuran kualitas meskipun yang bersangkutan tidak ingin
panitia pengadaan menggunakan indikator melakukannya.
sejauh mana tingkat integritas, kompetensi,
independensi, dan objektivitas sebagai Pengaruh Attitude terhadap Niat Berbuat
personel panitia pengadaan barang/jasa dalam Fraud
menjalankan tugasnya dengan skala Sikap atas tindakan fraud (Attitude)
pengukuran kualitas yang kurang positif. Dari mempunyai makna bagaimana individu
hasil analisis, diperoleh hasil bahwa kurang membuat rasionalisasi atas tindakan fraud.
kualitasnya panitia pengadaan (Quality) Dalam fraud triangle, rationalization juga
berpengaruh signifikan terhadap perilaku merupakan salah satu elemen faktor
fraud dengan koefisien beta (β) 0,29 dengan p terjadinya fraud. Dalam penelitian ini, sikap
< 0,01. Nilai p ini lebih kecil dari 0,05. terhadap fraud yang diwakili dengan 3
variabel merupakan proksi dari rationaliza-
tion yang dikembangkan dengan mengacu
pada teori planned behavior (Cohen et al.
2010; Beck dan Ajzen 1991a). Rasionalisasi
memengaruhi fraud dengan melalui variabel engage fraud). Hasil pengujian pada Tabel 4
niat untuk bertindak fraud (intention to menunjukkan bahwa sikap yang mendukung
tindakan fraud terbukti berpengaruh posistif penelitian Rabl (2011) dan Othman et al.
signifikan terhadap niat untuk berbuat fraud (2014), hasil penelitian ini konsisten dengan
dengan koefisien beta (β) = 0,23 dengan nilai hasil penelitian mereka yang menunjukkan
p < 0,01. Dengan demikian hipotesis ke empat bahwa sikap yang toleran terhadap fraud
tidak dapat ditolak. dapat memengaruhi niat untuk berbuat fraud.
Elemen ketiga dari fraud triangle adalah
rationalization, yang merupakan aspek moral Pengaruh Norma Subjektif terhadap Niat
dan psychological dari pelaku fraud. Berbuat Fraud
Penelitian ini mengacu pada Cohen et al. Norma subjektif dalam penelitian ini
(2010), yang mengembangkan elemen (Norm) juga merupakan proksi dari
rasionalisasi ini ke dalam tiga variable, yaitu: rationalization sebagaimana disebut dalam
sikap terhadap fraud (attitude toward fraud triangle yang dikembangkan dengan
behavior), subjective norms, dan perceived mengadopsi teori planned behavior (Cohen et
behavioral control yang akan memengaruhi al. 2010). Variabel ini diprediksikan meme-
fraud melalui intention to engage fraud. Hasil ngaruhi fraud melalui niat berbuat fraud
penelitian ini mendukung penelitian Telgen et (intention to engage fraud) lebih dahulu.
al. (2007) dan Cohen et al. (2010) yang Hasil analisis pada Tabel 4 menunjukkan
mengungkapkan bahwa sikap yang memberi- bahwa norma subjektif berpengaruh signifi-
kan toleransi terhadap fraud akan mendorong kan positif terhadap niat berbuat fraud
individu memiliki niat untuk berbuat dan (intention to engage fraud). Hal ini ditunjuk-
berperilaku pada tindakan fraud. kan dengan nilai p < 0,01 dengan nilai beta
Sebagaimana dijelaskan bahwa peneliti- (β) = 0,25. Nilai p ini lebih kecil dari 0,05
an ini menggunakan persepsi auditor untuk sehingga hipotesis ke lima tidak dapat
mengekspresikan jawaban mereka bagaimana ditolak.
sikap panitia pengadaan secara umum terha- Norma subjektif yang dipersepsikan
dap fraud, berupa indikasi-indikasi, antara dalam penelitian ini menjadi proksi kedua dari
lain sikap bagaimana panitia pengadaan faktor rationalization sebagaimana dijelaskan
merasionalisasikan bahwa melanggar dengan dalam fraud triangle (Cressey 1973). Norma
mensiasati pengadaan adalah hal biasa. ini merupakan komponen Theory of Planned
Gambaran sikap tersebut merupakan gambar- Behavior (TPB) yang menggambarkan norma
an persepsian responden sebagai auditor yang yang dipersepsikan yang bersifat subjektif
telah memperoleh pengalaman memeriksa yang dimiliki oleh individu (Cohen et al.
pengadaan barang/jasa dengan tujuan khusus. 2010). Norma subjektif dalam penelitian ini
Jawaban responden cenderung menggambar- menggambarkan bagaimana auditor eksternal
kan para pelaku atau pejabat pengadaan mempersepsikan ada indikasi bahwa ada
barang dan jasa yang melakukan fraud nilai-nilai yang kurang positif, seperti: mere-
memiliki sikap di atas rata-rata/cenderung kayasa laporan pertanggungjawaban, supplier
setuju atau toleran terhadap fraud. Hasil memberi gratifikasi, dan nilai-nilai tidak
analisis menunjukkan bahwa sikap panitia merasa bersalah melakukan fraud adalah hal-
pengadaan pada tindakan fraud berpengaruh hal atau fenomena yang biasa terjadi dalam
signifikan terhadap niat berbuat fraud. Hasil lingkungan pengadaan barang dan jasa.
penelitian ini juga mendukung penelitian Hubungan positif menunjukkan bahwa sema-
Cohen et al. (2010). Penelitian lain yang kin kurang positif nilai-nilai yang dimiliki
dilakukan Rabl (2011) dan Othman et al. oleh individu dan lingkungannya, serta
(2014) menjelaskan bahwa korupsi lebih adanya persepsi bahwa melakukan fraud itu
disebabkan determinant person (faktor indivi- mudah, maka hal demikian dapat memicu
dual) dan situational behavior. Mengacu pada terjadinya fraud.
Pengaruh Perceived Behavioral Control niat berbuat fraud. Dari hasil analisis yang
terhadap Niat Berbuat Fraud disajikan pada Tabel 4, dapat dilihat bahwa
Variabel perceived behavioral control perceived behavioral control (Control)
(Control) juga merupakan proksi dari berpengaruh signifikan positif terhadap niat
rationalization. Variabel ini diduga untuk berperilaku fraud. Hal ini dapat dilihat
berpengaruh terhadap fraud melalui variabel nilai p < 0,01 dengan beta (β) = 0,31 Nilai p ini
lebih kecil dari 0,05, dengan demikian perilaku untuk berbuat fraud. Hal ini dapat
hipotesis keenam tidak dapat ditolak. menjadi motivasi atau niat untuk berbuat
Variabel perceived behavioral control fraud karena keserakahan atau integritas yang
diukur dengan lima instrumen dan juga rendah.
merupakan proksi dari rationalization, yang
berpengaruh terhadap fraud melalui variabel Pengaruh Niat Berbuat Fraud terhadap
intention to engage fraud. Dari hasil analisis, Fraud dalam Pengadaan Barang dan Jasa
terbukti bahwa pengendalian perilaku yang Pemerintah
dipersepsikan oleh individu berpengaruh Dari Tabel 4, dapat dilihat bahwa
signifikan terhadap niat untuk berbuat fraud. variabel niat berbuat fraud (the intention to
Temuan ini mendukung teori planned engage fraud) dalam penelitian ini berpenga-
behavior yang dikembangkan oleh Ajzen ruh signifikan positif terhadap fraud behavior
(1991). Menurut Beck dan Ajzen (1991), dengan nilai p < 0,01 dan koefisien beta (β) =
variabel perceived behavioral control mencer- 0,30. Hal ini dapat disimpulkan bahwa
minkan seberapa jauh seseorang mampu hipotesis ke tujuh yang menyatakan bahwa
mengendalikan diri untuk berperilaku. Dalam niat untuk bertindak fraud berpengaruh positif
penelitian ini ditemukan bahwa ada indikasi terhadap fraud dalam pengadaan barang dan
para pelaku fraud pengadaan barang/jasa jasa pemerintah tidak dapat ditolak.
pemerintah kurang dalam mengendalikan Dalam penelitian ini dijelaskan bahwa
perilaku serakah, menghalalkan cara untuk niat berbuat fraud merupakan variabel yang
mencapai tujuan (memperkaya diri atau orang dipersepsikan oleh responden tentang adanya
lain), kurang menjaga informasi yang indikasi niat pelaku fraud untuk memperkaya
seharusnya dirahasiakan, dan ada indikasi diri sendiri atau orang lain, dan adanya siasat
terjadi persekongkolan antara panitia penga- atau mudahnya upaya menutupi tindakan
daan dengan penyedia barang dan jasa atau fraud secara formal yang sebenarnya berbeda
antar penyedia barang dan jasa. dengan substansinya. Niat berperilaku terse-
Indikasi kurangnya pengendalian peri- but pada gilirannya berpengaruh terhadap
laku tersebut terbukti berpengaruh positif perilaku fraud behavior. Hal ini dapat
signifikan terhadap intention to fraud (niat diinterpretasikan bahwa niat berbuat fraud ini
untuk berbuat fraud). Temuan ini menerima disertai dengan adanya peluang, kurangnya
hipotesis keenam yang menyatakan bahwa integritas, serakah, persekongkolan dapat
perceived behavioral control berpengaruh memicu ke dalam perbuatan fraud (Cohen et
positif terhadap the intention to engage fraud, al. 2010; Beck and Ajzen 1991a).
dan mendukung teori planned behavior (Beck
dan Ajzen 1991a) serta mendukung temuan
Cohen et al. (2010) dan Schuchter dan Levi SIMPULAN
(2015). Schuchter dan Levi (2015) serta
Othman et al. (2014) menyatakan bahwa para Penelitian ini menggunakan responden
pelaku fraud kurang memiliki pengendalian auditor independen pemerintah yang diharap-
kan dalam melaksanakan tugas auditnya
banyak menjumpai temuan-temuan adanya
fraud dalam pengadaan barang dan jasa
pemerintah. Dalam penelitian ini, auditor
diminta persepsinya terhadap para perilaku
fraud melalui kuesioner yang diberikan dalam
survei. Hasil analisis data yang telah
dilakukan atas pengujian hipotesis dapat
disimpulkan bahwa fraud dalam penelitian ini
dipengaruhi secara signifikan oleh masih
kurang efektifnya sistem pengendalian,
kurang kualitasnya pelaksana pengadaan, dan
niat berbuat fraud. Faktor niat merupakan dengan penelitian Othman et al. 2014 serta
faktor personal/individu. Hal ini sejalan Schuchter dan Levi 2015, bahwa aspek
psychological berperan signifikan dalam norma subjektif, dan kontrol perilaku yang
memprediksi perilaku fraud. Sementara itu,memengaruhi perilaku fraud melalui niat
tekanan finansial tidak berpengaruh signifikan
lebih dahulu. Dengan demikian, faktor yang
terhadap perilaku fraud. Hal ini konsistenmemengaruhi fraud berkaitan dengan faktor
dengan persepsi responden bahwa nilai rata-
peluang dan faktor perilaku (rasionalization)
rata variabel tekanan finansial secara internal
Hal ini menunjukkan bahwa variabel sistem
tidak terlalu tinggi sehingga pengaruhnya dan prosedur yang kurang efektif, dan
terhadap perilaku fraud tidak signifikan. kurangnya kualitas panitia pengadaan
Faktor niat berbuat fraud secara signifikan
(sebagai faktor peluang) bersama faktor
dipengaruhi oleh sikap (attitude), norma rasionalisasi yang bepengaruh terhadap fraud.
subjektif (subjective norms), dan pengendali-
Sementara itu, faktor financial pressure tidak
an perilaku yang dipersepsikan (perceived berpengaruh signifikan terhadap fraud.
behavioral control) oleh individu atas fraud.
Kedua, temuan di atas memiliki implikasi
Penelitian ini memiliki keterbatasankebijakan untuk mencegah fraud antara lain:
antara lain: (1) Bagi sebagian peneliti (1) Financial pressure tidak berpengaruh
dimungkinkan penggunaan external auditor signifikan terhadap fraud. Temuan ini mem-
kurang bisa diterima untuk mempersepsikan berikan makna bahwa kebijakan remunerasi
intention to engage para fraudsters. Namun,
dan insentif untuk panitia pengadaan dan
penelitian ini sudah memberikan justifikasi
standar biaya pengadaan, bukan pemicu
mengapa digunakannya auditor eksternal perilaku fraud. Saat ini bahwa insentif kepada
pemerintah untuk memberikan persepsinya para auditor telah dipersepsikan cukup, dan
pada para pelaku fraud pengadaan barang dan
tidak menjadi tekanan finansial yang signifi-
jasa. Idealnya, penelitian untuk mengeksplo-
kan sehingga tidak bepengaruh signifikan
rasi variabel anteseden fraud dan niat terhadap perilaku fraud.; (2) Faktor opportu-
dilakukan dengan kajian kualitatif dengan nity, yang diproksi dengan kurang kualitasnya
responden pelaku riil yang sudah divonis panitia pengadaan dan adanya kelemahan
bersalah melakukan fraud; (2) Model yang sistem pengendalian, berpengaruh signifikan
diperoleh memiliki nilai kefisien determinasi
terhadap fraud. Temuan ini memberikan
(adjusted R Square) tidak terlalu tinggi yaitu
implikasi kebijakan bahwa perlu adanya fit
0,38 untuk persamaan 1 dan 0,43 untuk and proper test dalam rekrutmen pelaksana
persamaan 2 untuk sebuah model. Variabel pengadaan barang/jasa untuk menguji integri-
lain yang dapat dikembangkan adalah tekanan
tas, sikap objektivitas, nilai-nilai kejujuran,
eksternal (Schuchter dan Levi 2015). kontrol perilaku yang dimiliki oleh panitia
Dari kesimpulan di atas dapat diusulkan
pengadaan untuk mengurangi atau memitigasi
implikasi kebijakan sebagai berikut. Pertama,
adanya perilaku fraud. Sebagai faktor peluang
dari perspektif fraud triangle, variabel yang
akibat lemahnya sistem pengendalian atas
signifikan memengaruhi fraud dalam peneli-pengadaan barang dan jasa, maka perlu
tian ini adalah peluang yang diproksi kurang
kebijakan pengujian terhadap ada tidaknya
berkualitasnya panitia pengadaaan (integritas
hubungan istimewa dalam proses pelelangan
yang lemah, adanya hubungan istimewa pengadaan barang dan jasa pemerintah perlu
panitia pengadaan dengan penyedia barang/ desain secara kontinyu update sistem
jasa, kurangnya objektivitas panita), dan informasi yang dipandang masih memiliki
masih kurang efektifnya sistem pengendalian
kelemahan sebagai praktik yang sehat sebuah
(adanya praktik yang tidak sehat/pelanggaran
sistem pengadaan barang dan jasa untuk
peraturan, adanya bukti asli tapi fiktif, penalty
mencegah/mendeteksi fraud; serta (3)
pidana yang tidak membuat pelaku jera); serta
Temuan adanya pengaruh faktor rationaliza-
rasionalisasi yang diproksi dengan sikap, tion yang diproksi dengan variabel sikap,
norma subjektif, dan kontrol perilaku yang
dipersepsikan yang signifikan terhadap niat
dan perilaku fraud. Implikasi kebijakan yang
dapat disampaikan dalam penelitian ini adalah
bahwa sikap yang cenderung mendukung/ cenderung menerima/permisif terhadap fraud;
mensiasati fraud, norma subjektif yang dan kontrol perilaku yang rendah (seperti
terjadi persekongkolan antara panitia dan Arrowsmith, S. 2010. Public Procurement
penyedia barang dan jasa, kurangnya menjaga Regulation: An Introduction. Diakses
kerahasiaan informasi penawaran) terhadap tanggal 9 April 2012,
fraud membawa implikasi perlunya sebuah http://www.nottingham.ac.uk.
kebijakan untuk mengantisipasi risiko adanya Badan Pemeriksa Keuangan. 2012. Kerugian
fraud pengadaan barang dan jasa pemerintah. Negara dalam Kasus Hambalang
Kebijakan untuk kontrol perilaku tersebut Rp
dapat berupa diimplementasikannya sistem 243 Milyar. Diakses tanggal 12 April
fraud reporting policy, fraud hotlines, 2013,
whistleblowing policy, ethics training, dan http://www.merdeka.com/peristiwa/bpk
kebijakan pencegahan fraud lainnya (Othman -kerugian-negara-dalam-kasus-
et al. 2015). hambalang-rp-243-m.html.
Badan Pemeriksa Keuangan. 2013. BPK
Temukan Ribuan
TERIMA KASIH/PENGHARGAAN Indikasi
Penyimpangan. Diakses tanggal 4 April
Pada kesempatan ini, penulis 2013,
menyampaikan terima kasih kepada LPPM http://www.bpk.go.id/web/?p=14476.
Undip yang mendukung pendanaan ke Badan Pemeriksa Keuangan. 2015. 10.527
lapangan dengan Skim Hibah Bersaing Dana Kasus Kerugian Negara/Daerah Senilai
BOPTN Undip 2014. Terima kasih juga Rp1,02 Triliun Belum Terselesaikan.
penulis sampaikan kepada Kepala Humas Diunduh tanggal 12 Januari 2016,
BPK Perwakilan Surabaya, Yogyakarta, http://www.bpk.go.id/news/.
Semarang, Bandung, Jakarta, dan Pusat yang Badan Pengawasan Keuangan dan
telah membantu terselenggaranya penelitian Pembangunan (BPKP). 1999. Strategi
ini. Semoga Allah yang Maha Kuasa Pemberantasan Korupsi Nasional
membalas kebaikan mereka dengan balasan (SPKN). Jakarta: Badan Pengawasan
yang lebih baik Keuangan dan Pembangunan.
Beck, L. and I. Ajzen. 1991a. Predicting
Dishonest Actions Using the Theory of
DAFTAR PUSTAKA Planned Behavior. Journal of Research
in Personality, 25 (3), 285-301.
Ajzen, I. 1991. The Theory of Planned Beck L. and I. Ajzen. 1991b. The Theory of
Behavior. Organizational Behavior and Planned Behavior. Organizational
Human Decision Process, 50 (2), 179- Behavior and Human Decision
211. Processes, 50 (2), 179-211.
Akkeren, J. V. and S. Buckby. 2015. Celentani, M. and J. J. Ganuza. 2001.
Perceptions on the Causes of Individual Corruption and Competition in
and Fraudulent Co-offending: Views of Procurement. Diakses tanggal 12 April
Forensic Accountants. Journal of 2012, http://www.ssrn.com.
Business Ethics, 1-22. Cohen, J., Y. Ding, C. Lesage, and H.
Albrecht, W. S., C. C. Albrecht, and C. O. Stolowy. 2010. Corporate Fraud and
Albrecht. 2004. Fraud and Corporate Managers' Behavior: Evidence from the
Executives: Agency, Stewardship and Press. Journal of Business Ethics, 95
Broken Trust. Journal of Forensic (Supplemen 2), 271-315.
Accounting, 5, 109-130. Cressey, D. R. 1973. Other People's Money:
A Study in the Social Psychology of
Embezzlement. Montclair, NJ: Patterson
Smith.
Daigle, R. J., D. C. Hayes, and P. W. Morris.
2014. Dr. Phil and Montel Help AIS
Students “Get Real” with the Fraud
Triangle. Journal of Accounting Education, 32 (2), 146-159.
Ghozali, I. 2005. Aplikasi Analisis Perubahan Kedua atas Peraturan
Multivariat dengan Program SPSS. Presiden Nomor 54 Tahun 2010 tentang
Semarang: Badan Penerbit Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah.
Universitas Diponegoro. Hehamahua, A. Jakarta: Republik Indonesia.
2011. Pengadaan Barang dan Jasa, Korupsi, Rezaee, Z. 2005. Causes, Consequences, and
dan Reformasi Birokrasi. Deterence of Financial Statement Fraud.
Diakses tanggal 13 Maret 2012, Critical Perspectives on Accounting, 16
http://www.lkpp.go.id. (3), 277-298.
Lambsdorff, J. G. 1999. Corruption in Rijckeghem, C. V. and B. Weder. 1997.
Empirical Research — A Review. Corruption and the Rate of Temptation
Diakses tanggal 12 Maret 2012, - Do Low Wages in the Civil Service
http://www.transparency.org. Cause Corruption? Working Paper,
Murphy, P. R. and C. Free. 2016. Broadening International Monetary Fund.
the Fraud Triangle: Instrumental Robbins, S. P. 1996. Organizational
Climate and Fraud. Behavioral Behavior: Concept, Controversies,
Research in Accounting, 28 (1), 41-56. Applications, 7th Edition. New Jersey:
Othman, Z., S. Rohami and F. Z. A. Hamid. Prentice Hall International Inc.
2014. Corruption — Why Do They Do Sartono. 2006. Analisis Faktor–Faktor yang
It? Procedia – Social and Behavioral Mempengaruhi Terjadinya Penyim-
Sciences, 164, 248-257. pangan dalam Pengadaan Barang/Jasa
Othman, R. et al. 2015. Fraud Detection and di Lingkungan Instansi Pemerintah.
Prevention Methods in the Malaysian Tesis, Universitas Indonesia.
Public Sector: Accountants’ and Schuchter, A. and M. Levi. 2015. Beyond the
Internal Auditors’ Perceptions. Fraud Triangle: Swiss and Austrian
Procedia Economics and Finance, 28, Elite Fraudsters. Accounting Forum, 39
59-67. (3), 176-187.
Poernomo, H. 2013a. BPK RI Serahkan IHPS Sekaran, U. 2003. Research Methods for
II Tahun 2012 ke DPR RI. Diakses Business: A Skill Building Approach.
tanggal 8 April 2013, New York: John Wiley & Sons, Inc.
http://www.bpk.go.id/web/?p=14466. Telgen, J., C. Harland, and L. Knight. 2007.
Poernomo, H. 2013b. Hasil Pemeriksaan Public Procurement in Perspective.
BPK Semester II Tahun 2012. Diakses Abingdon: Routledge.
tanggal 15 April 2013, Thai, K. V. 2001. Public Procurement Re-
http://www.bpk.go.id/web/?p=14447. Examined. Journal of Public
Rabl, T. 2011. The Impact of Situational Procurement, 1 (1), 9-50.
Influence on Corruption in Xiao, J. J. and J. Wu. 2008. Completing Debt
Organizations. Journal of Business Management Plans in Credit
Ethics, 100, 85-101. Counseling: An Application of the
Republik Indonesia. 2012. Peraturan Theory of Planned Behavior. Financial
Presiden Nomor 70 Tahun 2012 Counseling and Planning, 19 (2), 29-45.
tentang
LAMPIRAN: KUESIONER

Petunjuk Pengisian Kuesioner

BAGIAN A
Pada bagian A, mohon Bapak/Ibu dapat menjawab pertanyaan berikut dengan memberi tanda
silang pada kotak yang tersedia atau mengisi titik-titik yang ada.

Nama responden..................................................................................................(boleh tidak diisi)


Jenis kelamin : □ Laki-laki □ Perempuan
Umur..........................................................................tahun
Status perkawinan : □ Menikah □ Tidak menikah
Masa kerja................................................................tahun
Pendidikan : □ D3 □ S1 □ S2 □ S3

Jabatan struktural/fungsional : ..........................................................................


BPK Perwakilan/Pusat : ..........................................................................

Pernah mendapatkan temuan kecurangan yang berpotensi menimbulkan kerugaian negara:


□ Belum pernah □ Satu kali □ Dua kali □ Tiga kali atau lebih

BAGIAN B
Pernyataan berikut merupakan gambaran persepsi Bapak/Ibu sebagai auditor pemerintah
khususunya terhadap pengadaan barang dan jasa yang dibiayai oleh keuangan negara. Ketika
melaksanakan audit, Bapak/Ibu mendapatkan temuan-temuan yang diindikasikan terdapat
kecurangan (fraud) sehingga ada potensi kerugian negara. Mohon dijawab dengan memberi
tanda silang (pada kertas) atau diblok dengan warna pada angka 1/2/3/4/5 yang Bapak/Ibu pilih.
Angka tersebut menunjukkan seberapa jauh Bapak/Ibu setuju terhadap pernyataan-pernyataan di
kolom samping sebelah kirinya:
1 = sangat tidak setuju; 2 = tidak setuju; 3 = netral; 4 = setuju; 5 = sangat setuju

Apabila telah selesai terisi dengan lengkap mohon disampaikan kepada contact person/dikirim
via email: zulaikha2505@gmail.com

PERTANYAAN
Menurut Bapak/Ibu seberapa jauh Bapak /Ibu setuju pada pernyataan-pernyataan berikut?

No PERNYATAAN JAWABAN
SIKAP TERHADAP PERILAKU FRAUD
1. Ada persepsi rasionalitas para pelaku fraud bahwa risiko 1 2 3 4 5
kecurangan yang rendah dibanding dengan manfaat
ekonomis yang diperoleh oleh para pelaku fraud.
2. Ada indikasi bahwa pelaku fraud merasa nyaman atau 1 2 3 4 5
tidak merasa bersalah bila melakukan fraud.
3. Sikap “menyiasati” pengadaan barang/jasa untuk meng- 1 2 3 4 5
”goal”kan tujuan memperkaya diri/orang lain
merupakan hal yang biasa terjadi.
TEKANAN/FINANCIAL PRESSURE
1. Penghasilan/remunerasi resmi para pelaku fraud tidak 1 2 3 4 5
cukup dalam memenuhi kebutuhan gaya hidup pelaku
fraud.
2. Ada tekanan kebutuhan pengeluaran instansi yang harus 1 2 3 4 5
dikeluarkan namun tidak ada dalam pos anggaran.
3. Insentif panitia pengadaan yang tidak sepadan dengan 1 2 3 4 5
tanggung jawab dengan tugas yang bersangkutan.

KUALITAS PANITIA PENGADAAN


1. Ada indikasi kurangnya integritas parta pejabat terkait 1 2 3 4 5
dengan pengadaan barang/jasa dan atau rekanan/
penyedia barang/jasa.
2. Ada indikasi para pejabat dan pelaksana pengadaan 1 2 3 4 5
barang/jasa kurang memahami peraturan yang ada.
3. Ada indikasi hubungan istimewa (dalam manajemen, 1 2 3 4 5
keluarga sedarah/semenda, dan/atau kepemilikan
saham) antara penyedia barang/jasa dengan pejabat/
panitia pengadaan barang/jasa.
4. Ada indikasi kurangnya objektivitas parta pejabat terkait 1 2 3 4 5
dengan pengadaan barang/jasa terhadap penyedia
barang/jasa.

SISTEM DAN PROSEDUR KURANG EFEKTIF


1. Ada indikasi celah atau kurang efektifnya sistem 1 2 3 4 5
pengendalian intern pengadaan barang/jasa.
2. Kurangnya implementasi praktik yang sehat dalam 1 2 3 4 5
sistem dan prosedur pengadaan barang dan jasa.
3. Ada indikasi memungkinkannya pengunggahan 1 2 3 4 5
dokumen pengadaan barang/jasa asli tapi fiktif oleh para
penyedia barang dan jasa pada e-procurement.
4. Sanksi pidana yang tidak menyebabkan efek jera bagi 1 2 3 4 5
para pelaku fraud.
5. Tidak ada penghargaan/reward bagi para pejabat/panitia 1 2 3 4 5
pengadaan yang jujur.

NORMA SUBJEKTIF
1. Ada persepsi bahwa perilaku merekayasa laporan 1 2 3 4 5
pertanggung jawaban keuangan dengan bukti asli tapi
fiktif merupakan hal yang biasa terjadi.
2. Ada persepsi bahwa adalah hal yang biasa/wajar 1 2 3 4 5
rekanan penyedia barang/jasa memberikan gratifikasi
kepada pejabat atau panitia pengadaan.
3. Sedikit melanggar aturan atau permisif dalam 1 2 3 4 5
penyimpangan merupakan hal yang dapat diterima.
4. Ada fenomena bahwa pelaku transaksi pengadaan 1 2 3 4 5
dengan penunjukan langsung yang dilakukan oleh
beberapa rekanan dengan berbagai nama perusahaan
ternyata substansinya pelaksananya sama, dan ini
diketahui/seizin oleh panitia.
5. Ada persepsi bahwa menghalalkan segala cara untuk 1 2 3 4 5
mecapai tujuan pribadi adalah hal yang biasa terjadi.

KONTROL PERILAKU
1. Ada indikasi perilaku “serakah” para pelaku fraud. 1 2 3 4 5

2. Ada persepsi bahwa menghalalkan segala cara untuk 1 2 3 4 5


mecapai tujuan adalah hal yang biasa terjadi dalam
masyarakat.

3. Terjadi moral hazard atau sikap aji mumpung pada 1 2 3 4 5


pejabat terkait, panitia pengadaan, atau pada rekanan/
penyedia barang dan jasa.
4. Kurang dijaganya kerahasiaan dokumen pengadaan 1 2 3 4 5
barang/jasa yang menurut sifatnya harus dirahasiakan

5. Ada indikasi terjadi persekongkolan antara pengguna 1 2 3 4 5


barang/jasa dengan penyedia barang/jasa untuk
mengatur harga penawaran di luar prosedur.

NIAT BERBUAT FRAUD


1. Ada indikasi bahwa perilaku fraud dilakukan dengan 1 2 3 4 5
niat untuk menguntungkan diri sendiri atau pihak lain.
2. Ada indikasi bahwa pelaku fraud mempunyai siasat dan 1 2 3 4 5
dapat menutupi kecurangan secara formal sesuai
peraturan yang kadang substansinya berbeda.

FRAUD/PENYIMPANGAN
1. Tindakan fraud/penyimpangan yang Bapak/Ibu temukan 1 2 3 4 5
ketika melaksanakan audit dilakukan oleh orang dalam
instansi dengan sengaja dalam pengadaan barang/jasa
untuk tujuan menguntungkan diri sendiri atau
orang/pihak lain.
2. Tindakan fraud juga dapat dilakukan oleh rekanan 1 2 3 4 5
pengadaan barang/jasa untuk tujuan menguntungkan diri
sendiri atau orang/pihak lain.
3. Rekanan memberikan gratifikasi kepada pejabat 1 2 3 4 5
instansi/ panitia Pengadaan merupakan kebiasaan.
4. Rekanan meminjam nama penyedia barang/jasa yang 1 2 3 4 5
lain menjadi pemenang dalam proses seleksi penyedia
barang/jasa melalui sistem yang ada.
5. Penetapan Harga Perkiraan Sendiri yang terlalu tinggi 1 2 3 4 5
dibanding harga pasar yang wajar/ada indikasi mark up
harga barang/jasa.
6. Bukti pembelian barang dan jasa asli tapi fiktif atau 1 2 3 4 5
tidak berdasar pengeluaran yang sebenarnya.
7. Spesifikasi barang/jasa yang diselesaikan oleh rekanan 1 2 3 4 5
tidak memenuhi standar teknis yang telah ditentukan
dalam kontrak/perjanjian.
8. Terdapat keterlambatan penyelesaian pekerjaan oleh 1 2 3 4 5
rekanan yang tidak sesuai dengan waktu yang
ditentukan dalam kontrak/perjanjian.
9. Pengadaaan barang/jasa yang tidak sesuai dengan 1 2 3 4 5
kebutuhan instansi dan/atau masyarakat.

You might also like