You are on page 1of 12

http://journal.trunojoyo.ac.

id/jurnalkelautan Jurnal Kelautan

Volume 14, No. 2, 2021

ISSN: 1907-9931 (print), 2476-9991 (online)

ASPEK EKOLOGI DAN PERTUMBUHAN KERANG BULU (Anadara antiquata) DI


PERAIRAN LETMAN, KABUPATEN MALUKU TENGGARA
ECOLOGICAL ASPECTS AND GROWTH OF FEATHER SHELLS (Anadara antiquata) IN LETMAN
WATERS, SOUTHEAST MALUKU REGENCY

Rosita Silaban1*, Dortje Thedora Silubun2, Ahmad Ade Rifandi Jamlean3


1,2
Dosen Program Studi Teknologi Kelautan Politeknik Perikanan Negeri Tual, Maluku Tenggara
3
Mahasiswa Sarjana Terapan (D4) Program Studi Teknologi Kelautan
Politeknik Perikanan Negeri Tual, Maluku Tenggara

*Corresponden author email: rosita.silaban@polikant.ac.id

Submitted: 07 April 2021 / Revised: 19 May 2021 / Accepted: 22 July 2021

http://doi.org/10.21107/jk.v14i2.10325

ABSTRACT

Feather shells are an important commodity that has the potential to be developed. Feather shells are a
fishery resource that has been exploited for thousands of years for consumption. The objectives of this
study were 1) to examine individual density, 2) relative density, 3) distribution pattern, 4) relationship
of length and weight and 5) condition factors of feather shells. Sampling was carried out using the belt
transect method. The sample of feather shells was then measured for the length, width and height of
the body and weighed. Based on the transect, the individual density of feather clams (Anadara
antiquata) was found on transect 4, which was 0.338 ind / m2, while the lowest density was found on
transect 2, which was 0.05 ind / m2. The highest relative density of feather shells was on transect 4 at
19% and the lowest was on transects 1 and 2 at 1%. The distribution of feather shells was obtained
that the feather shells had a clustered distribution pattern with an Id value of 1.30 (Id> 1). The
correlation between length and weight of feather shells was found to have a b value of 2.60 so that the
growth pattern was classified as positive allometric (b> 2.50). The condition factor obtained an
average value of 1.25 indicating that the environmental conditions were good enough for the organism
(Kn> 1).

Keywords: feather shells, ecological aspects, growth, Letman

ABSTRAK

Kerang bulu merupakan salah satu komoditas penting yang sangat potensial dikembangkan. Kerang
bulu menjadi salah satu sumber daya perikanan yang telah dieksploitasi sejak beribu-ribu tahun yang
lalu untuk dikonsumsi. Tujuan dari penelitian ini yaitu 1) mengkaji kepadatan individu, 2) kepadatan
relatif, 3) pola distribusi, 4) hubungan panjang dan berat serta 5) faktor kondisi kerang bulu.
Pengambilan sampel dilakukan dengan menggunakan metode belt transek. Sampel kerang bulu
kemudian dilakukan pengukuran panjang, lebar dan tinggi tubuh serta ditimbang beratnya. Kepadatan
individu kerang bulu (Anadara antiquata) berdasarkan transek diperoleh kepadatan tertinggi terdapat
pada transek 4 yaitu sebesar 0,338 ind/m 2 sedangkan kepadatan terendah terdapat pada transek 2
yaitu sebesar 0,05 ind/m2. Kepadatan relatif tertinggi kerang bulu terdapat pada transek 4 sebesar
19% dan terendah pada transek 1 dan 2 sebesar 1%. Distribusi kerang bulu diperoleh kerang bulu
memiliki pola penyebaran mengelompok dengan nilai Id sebesar 1,30 (Id>1). Hubungan panjang dan
berat kerang bulu didapati nilai b sebesar 2.60 sehingga pola pertumbuhan tergolong allometrik positif
(b>2.50). Faktor kondisi diperoleh nilai rata-rata sebesar 1.25 menunjukan kondisi lingkungan cukup
baik bagi organisme (Kn>1).

Kata kunci: kerang bulu, aspek ekologi, pertumbuhan, Letman

120
Jurnal Kelautan, 14(2), 120-131 (2021)
PENDAHULUAN Perairan Letman merupakan salah satu
daerah di Kecamatan Kei Kecil dan
Kerang bulu (Anadara antiquata) merupakan berbatasan langsung dengan wilayah Kota
salah satu sumber daya hayati non ikan, Tual. Perairan Letman memiliki tipe perairan
termasuk dalam famili Arcidae dan kelas semi tertutup sehingga kondisi perairannya
Bivalvia. Kerang bulu ini hidup dengan cara tergolong cukup tenang. Daerah ini memiliki
membenamkan diri dalam pasir atau lumpur topografi pantai berupa karang-karang besar
mempunyai tabung yang disebut sifon, yang berbentuk unik di sepanjang pesisir, sehingga
terdiri dari saluran untuk memasukkan air dan masyarakat setempat menjadikannya sebagai
saluran lainnya untuk mengeluarkan tempat wisata pantai yang banyak dikunjungi
(Nsumaja, 2001 dalam Arwin et al., 2016). oleh masyarakat Kota Tual maupun
Kerang bulu merupakan hewan bentos yang Kabupaten Maluku Tenggara. Selain dijadikan
memenuhi kebutuhan nutrisinya dengan cara kawasan wisata pantai, pantai ini juga
menyaring air media hidupnya (filter feeder). merupakan lokasi untuk berbagai usaha
Hewan ini senang membenamkan diri dalam perikanan, antara lain usaha penangkapan
sedimen dan menyaring air media di ikan, teripang, rajungan dan penangkapan
sekitarnya dengan menggunakan sifon. kerang-kerangan. Kerang-kerangan yang
Penurunan mutu sedimen oleh polusi atau dijumpai di daerah ini berasal dari jenis yang
kontaminasi bahan-bahan beracun, dapat beragam dengan jenis yang mendominasi
menurunkan preferensi biota bentos seperti adalah kerang bulu. Penduduk di daerah ini
kerang bulu untuk membenamkan diri dalam menyebut jenis kerang ini dengan nama “buin”.
sedimen.
Dalam satu dasawarsa terakhir ini, kerang bulu
Kerang bulu merupakan salah satu komoditas sudah menjadi menu kuliner penting di Pulau
penting yang sangat potensial dikembangkan. Kei khususnya daerah Letman. Hal ini terlihat
Hal ini disebabkan oleh kerang bulu memiliki dari begitu banyaknya cangkang kerang bulu
nilai ekonomis tinggi dan memiliki kandungan yang dibuang oleh masyarakat di sekitar
gizi tinggi yaitu: protein, asam amino, asam pesisir pantai dan juga ada yang dimanfaatkan
lemak, vitamin dan mineral. Salah satu sebagai pengganti batu atau kerikil di halaman
kandungan gizi yang khas pada hasil laut rumah maupun kebun masyarakat setempat.
adalah asam lemak. Asam lemak tak jenuh Penangkapan kerang bulu oleh masyarakat
yang terkandung pada berbagai jenis kerang tidak memperhitungkan ukuran, terutama jika
tergolong tinggi (Imre dan Sahgk, 1997 dalam ukuran yang diambil tersebut sedang aktif
Arwin et al., 2016). Kerang bulu ini menjadi berkembang biak, apabila ditangkap terus
salah satu sumber daya andalan yang menerus, lama kelamaan ketersediaannya
dimanfaatkan oleh masyarakat perairan akan semakin berkurang. Tingginya aktivitas
Bungkutoko Kota Kendari. Satu liter daging masyarakat di perairan Letman dan adanya
kerang bulu masyarakat memberikan harga penangkapan yang intensif diduga dapat
berkisar Rp. 10.000–20.000 yang dijual di mempengaruhi pola pertumbuhan dan faktor
pasar setempat (Arwin et al., 2016). kondisi, yang akan mempengaruhi laju
pertumbuhan dari kerang bulu. Selama ini
Bivalvia merupakan salah satu sumber daya potensi hasil perikanan di perairan Letman
perikanan yang telah dieksploitasi sejak belum banyak tereksplorasi secara luas.
beribu-ribu tahun yang lalu untuk dikonsumsi Tujuan dari penelitian ini yaitu 1) mengkaji
(Voultsiadou et al., 2009). Di Kota Langsa, kepadatan individu, 2) kepadatan relatif, 3)
salah satu bivalvia atau kerang-kerangan yang pola distribusi, 4) pola pertumbuhan serta 5)
memiliki nilai ekonomi tinggi adalah Anadara faktor kondisi kerang bulu.
antiquata (kerang bulu) yang terus menerus
mengalami penurunan pada pendaratan hasil BAHAN DAN METODE
tangkapan (Azmi et al., 2018b). Studi Lokasi Penelitian
mengenai dinamika populasi pada satu-
satunya fishing ground kerang bulu (Anadara Penelitian ini dilakukan pada bulan Desember
antiquata) di Kota Langsa, yakni kawasan 2020 yang berlokasi di perairan Letman,
Ujung Perling menunjukkan telah terjadi Kabupaten Maluku Tenggara (Gambar 1).
eksploitasi secara berlebihan yang Perairan Letman merupakan tipe pantai pasir
menyebabkan terus menurunnya stok di berkarang. Masyarakat sekitar pesisir
daerah tersebut, disamping juga dilaporkan biasanya melakukan aktivitas bameti yaitu
bahwa populasi kerang bulu tersebut juga mengumpulkan organisme laut diantaranya
mengalami pembalikan kelamin (sex reversal) spesies gastropoda dan bivalvia untuk
di alam (Azmi et al., 2018a). dijadikan sebagai bahan makanan, dijual ke

121
Silaban et al., Aspek Ekologi dan Pertumbuhan Kerang
pasar dan untuk memancing ikan. Lokasi ini Letman adalah patahan karang mati, pasir,
termasuk dalam wilayah Kecamatan Kei Kecil karang, batu, kerikil dan lumpur. Vegetasi
yang secara geografis sebelah utara pohon ketapang dan kelapa berada di tepian
berbatasan dengan Desa Dullah Laut, sebelah pantai, sementara ke arah subtidal terdapat
selatan dengan Desa Ohoililir, barat ekosistem terumbu karang yang sangat luas.
berbatasan dengan Desa Dunwahan, dan Ekosistem mangrove yang tidak terlalu padat
sebelah timur berbatasan dengan Desa Fair. juga berada di sekitar daerah intertidal
Substrat yang mendominasi perairan pantai perairan Letman.

Gambar 1. Lokasi penelitian


Bahan dan Alat kerang bulu yang membenamkan diri dalam
sedimen. Tali transek ditarik tegak lurus garis
Alat yang digunakan dalam penelitian ini pantai ke arah laut dari batas ditemukannya
antara lain GPS, kuadran berukuran 10x10 m, lamun sampai surut terendah dengan jarak
termometer, refraktometer, pHmeter, antar transek 35 m, ukuran kuadran 10x10 m,
timbangan digital, kaliper, meter rol, tali nilon, jumlah total transek 8 buah dengan jumlah
parang, pisau, kamera, alat tulis dan buku kuadran 32 buah (Gambar 2). Sampel kerang
identifikasi. Bahan yang dipakai yaitu kantong bulu yang telah didapatkan kemudian
plastik ukuran 1 kg, karet gelang, spidol dibersihkan dan dimasukan ke dalam kantong
permanen, aquades, tissue dan aplikasi tide plastik, kemudian sampel tersebut dibawa ke
times. daratan untuk mengukur panjang, lebar, tinggi
dan berat total kerang bulu. Sampel kerang
Prosedur Penelitian bulu kemudian dilakukan pengukuran panjang,
lebar dan tinggi tubuh dengan menggunakan
Pengambilan sampel dilakukan dengan kaliper serta ditimbang beratnya dengan
menggunakan metode belt transek (Krebs, timbangan digital.
1999) pada zona intertidal selama satu bulan.
Metode ini dipakai karena kebiasaan hidup

Gambar 2. Penempatan transek pengambilan sampel kerang bulu (Anadara antiquata)

122
Jurnal Kelautan, 14(2), 120-131 (2021)
Panjang total kerang bulu yang diukur adalah secara lateral. Tinggi umbo kedua cangkang
panjang cangkang kerang dari ujung anterior diukur dari jarak antara kedua umbo pada
hingga ujung posterior, lebar cangkang diukur cangkang yang berpasangan satu sama lain
dari jarak vertikal terjauh antara bagian atas dan diukur dengan menggunakan kaliper
dan bawah cangkang apabila kerang diamati (Gambar 3).

Gambar 3. Dimensi cangkang kerang bulu (Anadara antiquata)


Sampel lamun juga diambil di tempat Pola Distribusi Kerang Bulu (Anadara
ditemukannya kerang bulu dengan bagian- antiquata)
bagian yang diambil yaitu bagian akar, batang
dan daun. Lamun tersebut selanjutnya Pola distribusi kerang bulu digunakan indeks
diidentifikasi jenisnya menurut Den Hartog dan penyebaran Morisita (Soegianto, 1994) yang
Kuo (2001). Parameter fisik kimia perairan didasarkan pada rumus:
yang diukur meliputi nilai suhu dengan
𝑛[∑𝑛 2
𝑖=1 𝑋𝑖 ]−𝑁
menggunakan termometer batang, nilai Id = ………………………….….. (3)
𝑁(𝑁−1)
salinitas dengan menggunakan refraktometer,
dan nilai pH dengan menggunakan pH meter. Keterangan :
Pengukuran nilai parameter fisik kimia perairan Id = indeks distribusi Morisita
dilakukan di sekitar daerah ditemukannya n = jumlah plot
kerang bulu, sehingga dapat diketahui kondisi N = jumlah individu dalam total plot
perairan di lokasi pengambilan sampel. Σ Xi = kuadrat jumlah individu per plot
untuk total plot
Analisis Data
Kepadatan Kerang Bulu (Anadara Dimana : I < 1 menunjukan pola sebaran jenis
antiquata) individu bersifat seragam; I = 1 menunjukan
pola sebaran jenis individu bersifat acak ; I > 1
Perhitungan kepadatan kerang bulu diperoleh
menunjukan pola sebaran jenis individu
dari jumlah individu suatu jenis per luasan
bersifat mengelompok.
daerah pengambilan sampel yang dapat
dirumuskan sebagai berikut (Miranto, 2013) : Pola Pertumbuhan Kerang Bulu (Anadara
𝑛𝑖 antiquata)
𝐾= …………………………..………………(1) …….. (1)
𝐴
Untuk menganalisis pola pertumbuhan suatu
Dimana : kerang bulu dapat dipakai analisis hubungan
K = kepadatan jenis (ind/ m2) panjang-berat dengan rumus umum yang
ni = jumlah individu suatu jenis (ind) dikemukakan oleh Effendie (1997) yaitu:
A = luasan daerah pengambilan sampel (m2)
W = aLb……………………………………….. (4)
Kepadatan Relatif Kerang Bulu (Anadara
antiquata) Dimana:
W = berat kerang bulu (gr)
Kepadatan relatif kerang bulu dihitung dengan L = panjang kerang bulu (cm)
menggunakan rumus (Miranto, 2013) : a dan b = konstanta
𝑛𝑖 Persamaan linier yang digunakan adalah
KR (%) = ∑ 𝑁 𝑥 100 %…………………….….. (2)
persamaan sebagai berikut:
Dimana : Log W = Log a + b Log L………………….....(5)
KR = kepadatan relatif (%)
ni = jumlah individu Parameter a dan b, digunakan analisis regesi
ΣN = total seluruh individu dengan Log W sebagai ‘y’ dan Log L sebagai
‘x’, maka didapatkan persamaan regesi:

123
Silaban et al., Aspek Ekologi dan Pertumbuhan Kerang
y = a + bx………………………………….….. (6) KTL = 105W / L3………………………………...(7)

Menurut Bahtiar (2012) dalam Setiawan (2016) Faktor kondisi kerang bulu bersifat allometrik
Ho : b = 2,5 hubungan panjang dengan berat (b≠2,5) maka dinyatakan dalam persamaan
adalah isometrik H1 : b ≠ 2,5 hubungan rumus (Effendie, 1997):
panjang dengan berat adalah allometrik,
 Allometrik positif, jika b>2,5 (pertambahan Kn = W/(aLn) ……………………….………….(8)
berat lebih cepat dibandingkan
pertambahan panjang). Keterangan :
 Allometrik negatif, jika b<2,5 (pertambahan Kn = faktor kondisi relatif
panjang lebih cepat dibandingkan W = bobot individu yang teramati (g)
pertambahan berat). L = panjang cangkang
a n = konstanta
Faktor Kondisi Kerang Bulu (Anadara
antiquata) HASIL DAN PEMBAHASAN

Salah satu derivat penting dari pertumbuhan Kerang bulu atau yang lebih dikenal “buin”
adalah faktor kondisi atau indeks ponderal dan bagi masyarakat Letman (Gambar 4), sudah
sering disebut faktor K. Faktor kondisi dikenal sejak zaman dulu dan menjadi sumber
menunjukkan keadaan baik dari kerang dilihat protein selain ikan. Hewan ini dapat dijumpai
dari segi kapasitas fisik untuk survival dan setiap saat (tidak tergantung musim) ketika air
reproduksi. Faktor kondisi dihitung dengan laut surut di daerah pasir yang berlamun dan
menggunakan persamaan Ponderal Index, daerah pasir yang terdapat sedikit patahan
untuk pertumbuhan isometrik (b=2,5) faktor karang. Walaupun dapat ditemukan cukup
kondisi (KTL) dengan menggunakan rumus banyak di daerah pesisir, namun sulit untuk
(Effendie, 1979): mengenali habitatnya karena hewan ini
dominan membenamkan diri di dalam substrat.

Gambar 4. Kerang bulu (Anadara antiquata) yang ditangkap di perairan Letman


Dari hasil wawancara dan pengamatan di lamun Thalassia hemprichii tergolong jenis
lapangan, kerang bulu cenderung meliang di lamun yang memiliki daun yang lebar dan
dalam substrat. Kerang bulu cenderung sistem perakaran yang tidak terlalu rapat
menyukai tinggal menetap di daerah pasir sehingga memungkinkan kerang bulu
sedimen yang bagian atasnya ditumbuhi oleh melubangi substrat untuk meliang. Kebiasaan
jenis lamun Thalassia hemprichii dan meliang, mempermudah terjadinya sirkulasi
Thalassodendron ciliatum yang padat dan oksigen (O2) di dalam liang sehingga oksigen
dominan serta sedikit Enhalus acoroides dan cukup tersedia dalam substrat untuk proses
Syringodium isoetifolium. Hal ini diduga dapat pernapasan sewaktu berada di dalam liang
memudahkan kerang bulu untuk menggali (Gambar 5).
sedimen. Hal ini disebabkan karena jenis
A B C D

Gambar 5. Jenis lamun yang disukai kerang bulu (Anadara antiquata) (A. Thalassia hemprichii;
B. Thalassodendron ciliatum; C. Enhalus acoroides; D. Syringodium isoetifolium)

124
Jurnal Kelautan, 14(2), 120-131 (2021)
Penangkapan kerang bulu biasanya dilakukan membentur parang atau pisau, maka sedimen
dengan menggunakan parang atau pisau dapat digali. Jika menggunakan tangan, maka
bahkan dapat dengan menggunakan tangan. sedimen perlu dikorek untuk dapat merasakan
Jika menggunakan parang atau pisau maka keberadaan kerang bulu. Kedalaman kerang
dapat dilakukan dengan menggaris parang bulu meliang diperkirakan ± 5 cm di dalam
atau pisau ke substrat untuk dapat merasakan substrat (Gambar 6).
keberadaan kerang bulu. Jika terasa ada yang

Gambar 6. Teknik menangkap kerang bulu (Anadara antiquata)


Berdasarkan pengamatan terhadap kegiatan dengan ukuran yang kecil dapat merusak dan
penangkapan kerang bulu yang berlangsung di memusnahkan kerang bulu tersebut. Hasil
lokasi penelitian terlihat masyarakat cukup tangkapan kerang bulu selain dimanfaatkan
selektif dalam melakukan kegiatan untuk konsumsi (makanan) keluarga, biasanya
penangkapan terhadap kerang bulu. Jika juga akan dibawa ke pasar untuk dijual.
kerang bulu yang tertangkap ukuran panjang Sementara cangkang kerang bulu biasanya
cangkangnya > 3 cm dan lebar cangkangnya > langsung dibuang di pesisir pantai atau ada
4 cm, maka kerang bulu akan dikembalikan juga yang memanfaatkan sebagai bahan
lagi ke alam atau habitatnya. Masyarakat pengganti kerikil untuk memperkokoh tanah
berpendapat bahwa hasil penangkapan (Gambar 7).
A B

Gambar 7. Cangkang kerang bulu (Anadara antiquata) yang dibuang (A)


dan masih dimanfaatkan sebagai pengganti kerikil (B)
Kondisi Hidrologi Perairan Letman Salinitas perairan menunjukan nilai yang
cukup bervariasi disebabkan oleh lokasi
Hasil pengukuran suhu, salinitas dan pH pada penangkapan kerang bulu merupakan
lokasi penelitian diperoleh suhu berkisar kawasan vegetasi lamun yang tidak adanya
antara 30,4-34°C atau 31,45±1,58, salinitas masukan air tawar dari sungai maupun curah
berkisar antara 26-31‰ atau 29,30±2,11 dan hujan sehingga secara langsung
pH berkisar antara 7.1-8.24 atau 7.87±0.47. mempengaruhi nilai salinitas. Nilai pH di lokasi
Nilai suhu perairan cukup tinggi diperkirakan penelitian masih ada dalam batas toleransi
disebabkan oleh waktu penangkapan kerang dari kerang bulu. Faktor-faktor yang
bulu yaitu pada pagi sampai dengan siang hari mempengaruhi nilai suhu dan salinitas adalah
dengan kondisi cuaca yang cerah. Suhu air curah hujan, evaporasi, run-off sungai, dan
juga akan menentukan kehadiran dari spesies- musim (Tarigan dan Sapulete, 1987 dalam
spesies akuatik, mempengaruhi pemijahan Silaban, 2010). Menurut Nontji (1987), sebaran
dan penetasan serta aktivitas dan rangsangan salinitas di laut dipengaruhi oleh berbagai
yang dapat menghambat pertumbuhan faktor seperti pola sirkulasi air, penguapan,
spesies (NTAC, 1968 in Koesoebiono, 1979). curah hujan, dan aliran sungai. Salinitas di
lokasi penelitian masih dapat mendukung

125
Silaban et al., Aspek Ekologi dan Pertumbuhan Kerang
pertumbuhan kerang bulu karena masih dalam transek 2 yaitu sebesar 0,05 ind/m2 (Gambar
batas salinitas yang optimal bagi pertumbuhan 8). Tingginya nilai kepadatan pada transek 4
kerang bulu. Pathansali (1966) menyatakan disebabkan karena banyaknya lamun yang
bahwa A. granosa L. dapat ditemukan di hidup di sekitar transek 4 terutama jenis
perairan yang memiliki salinitas 18-30‰. Thalassia hemprichii dan Thalassodendron
Penelitian Baquiero pada tahun 1980 di ciliatum. Jenis ini diduga sangat disukai oleh
Mexico, menemukan A. tuberculosa dapat kerang bulu sebagai habitatnya sehingga
hidup pada kisaran salinitas 30-40‰ (Broom, menyebabkan kepadatan di transek 4 lebih
1985). Bervariasinya nilai salinitas dapat tinggi dibanding transek yang lain. Selain itu
mempengaruhi pola adaptasi dan kelimpahan substrat yang mendominasi transek 4 adalah
hewan bentik. Organisme yang cukup adaptif pasir kasar yang menjadi karakteristik habitat
dan mampu bertahan dengan baik terhadap bagi lamun jenis Thalassia hemprichii.
perubahan adalah organisme yang berasal
dari kelas Polychaeta, Bivalvia, dan Crustacea Rendahnya kepadatan kerang bulu di transek
(Nybakken, 1988). 2 disebabkan karena jenis lamun Enhalus
acoroides menjadi jenis yang mendominasi
Organisme perairan mempunyai kemampuan sekitar transek ini. Substrat di transek 2 juga
yang berbeda dalam mentoleransi pH dominannya adalah pasir berlumpur yang
perairan. Nilai pH pada lokasi penelitian masih menjadi karakteristik habitat bagi lamun jenis
dapat mendukung pertumbuhan kerang bulu Enhalus acoroides. Berdasarkan hasil
karena masih dalam batas pH yang optimal penelitian Nurdin et al., (2006), rendahnya
bagi pertumbuhan kerang bulu. Menurut kepadatan populasi kerang bulu dapat
Tebbut (1992) dalam Effendi (2003), sebagian disebabkan oleh toleransi kerang bulu yang
besar spesies akuatik menyukai pH yang kurang terhadap salinitas dan substrat dasar,
mendekati nilai netral yaitu berkisar antara 7- serta lokasi dekat hutan mangrove dengan
8.5. Keanekaragaman bentos mulai menurun salinitas yang rendah dan substrat yang
pada pH 6-6.5 (Effendi, 2003). Pada penelitian sangat halus serta berlumpur. Kerang bulu
Setyobudiandi et al. di perairan Marunda habitatnya perairan laut pada daerah sublitoral
ditemukan bahwa kerang lamis dapat dan substrat pasir berlumpur. Sehingga
ditemukan pada perairan yang memiliki rendahnya kepadatan kerang bulu pada
kisaran pH antara 6.5-7.5 (Setyobudiandi et transek 2 dibandingkan dengan transek
al., 2004). lainnya dapat disebabkan karna lokasi
pengambilan sampel yang dekat dengan
Kepadatan Individu dan Kepadatan Relatif kawasan mangrove. Pada transek 1 dan 2,
Kerang Bulu (Anadara antiquata) hanya ditemukan lamun jenis Enhalus
acoroides sedangkan pada transek 3 sampai 8
Kepadatan individu kerang bulu berdasarkan dijumpai lamun jenis Thalassia hemprichii dan
transek diperoleh kepadatan tertinggi terdapat Thalassodendron ciliatum yang mendominasi.
pada transek 4 yaitu sebesar 0,338 ind/m2
sedangkan kepadatan terendah terdapat pada
0,4 0,338 0,316
Kepadatan (ind/m²)

0,284 0,274 0,282


0,3 0,232
0,2
0,11
0,1 0,05

0
1 2 3 4 5 6 7 8
Transek

Gambar 8. Kepadatan kerang bulu (Anadara antiquata) di tiap transek


Kepadatan relatif kerang bulu di tiap transek transek 4 dapat disebabkan oleh kondisi
menunjukan adanya perbedaan. Kepadatan hidrologi perairan yang mendukung
relatif tertinggi kerang bulu terdapat pada pertumbuhan kerang bulu. Selain itu, hal yang
transek 4 sebesar 19% dan terendah pada dapat mendukung pertumbuhan kerang bulu
transek 1 dan 2 sebesar 1% (Gambar 9). pada transek ini juga dikarenakan banyaknya
Tingginya kepadatan relatif kerang bulu di lamun yang hidup di sekitar transek 4

126
Jurnal Kelautan, 14(2), 120-131 (2021)
terkhusunya jenis Thalassia hemprichii dan komunitas hewan bentos, pasir cenderung
Thalassodendron ciliatum. memudahkan biota untuk bergeser dan
bergerak ke tempat yang lain. Substrat berupa
Secara ekologis, perairan di wilayah padang lumpur biasanya mengandung sedikit oksigen
lamun memiliki beberapa fungsi penting di dan oleh karena itu organisme yang hidup di
perairan pantai. Fungsi lamun diantaranya dalamnya harus dapat beradaptasi pada
adalah sebagai penyedia tempat berlindung keadaan ini. Selain itu berdasarkan hasil
bagi organisme-organisme laut yang hidup di pengukuran pH di lokasi penelitian
dalamnya. Menurut Colles et al., (1993), menunjukan nilai pH berkisar antara 7.1-8.24
padang lamun merupakan daerah asuhan atau 7.87±0.47 yang dapat dikategorikan
(nursery ground) bagi beberapa spesies biota normal bagi kelangsungan hidup kerang bulu.
laut seperti kelompok krustacea, polychaeta, Hal ini sesuai dengan pernyataan Yonvitner
echinodermata, bivalvia (kerang-kerangan), (2001), bahwa sebagian besar biota akuatik
gastropoda dan kelompok ikan-ikan baik sensitif terhadap perubahan pH dan menyukai
juvenil maupun dewasa. Jenis dari substrat ini nilai pH sekitar 7,0-8,5.
sangat penting dalam perkembangan
1% 1%
T1
T2
16% 16%
T3

13% T4
19% T5
T6
18%
16% T7
T8

Gambar 9. Kepadatan relatif kerang bulu (Anadara antiquata) di tiap transek


Distribusi Kerang Bulu (Anadara antiquata) meskipun terdapat kemiripan pada beberapa
parameter yang diukur. Suatu organisme akan
Hasil perhitungan terhadap distribusi kerang menyebar mengelompok apabila kemampuan
bulu diperoleh kerang bulu memiliki pola adaptasi terhadap lingkungan rendah,
penyebaran mengelompok dengan nilai Id sehingga ada kecenderungan suatu organisme
sebesar 1,30 (Id>1) (Tabel 1). Bivalvia untuk mencari tempat tertentu yang sesuai
memiliki pola penyebaran mengelompok dengan kebutuhannya.
dikarenakan kondisi lingkungan perairan
seperti suhu dan salinitas sudah agak berbeda
Tabel 1. Pola penyebaran kerang bulu (Anadara antiquata)
Lokasi n N Id Pola Penyebaran
Perairan Letman 8 879 1.30 Mengelompok
Keterangan: n (jumlah plot), N (jumlah individu), Id (Indeks Morisita)
Rudi (1999), menyatakan bahwa pola suatu habitat serta tersedianya makanan bagi
penyebaran mengelompok menandakan hewan yang hidup di dalamnya sangat
bahwa organisme tersebut hanya dapat hidup menentukan hewan tersebut hidup
pada habitat tertentu dengan kondisi berkelompok. Distribusi suatu organisme
lingkungan yang cocok dan kondisi lingkungan selain dipengaruhi oleh faktor lingkungan juga
yang berfluktuasi maka moluska akan dipengaruhi oleh faktor biologi organisme
ditemukan mengelompok. Pola penyebaran tersebut. Tipe distribusi yang mengelompok
seragam diduga karena terdapat kemiripan diduga sangat ditentukan oleh kepadatan rata-
parameter lingkungan diantaranya pH air, pH rata yang tertangkap pada saat pengambilan
substrat dan tipe substrat. Sedangkan untuk sampel. Hal ini sesuai dengan pernyataan La
organisme dengan pola penyebaran secara Sara (1995), bahwa organisme dengan pola
acak diduga karena faktor lingkungan yang mengelompok dimaksudkan untuk melindungi
seragam seperti nilai pH air. Suin (1989) diri dari proses pemangsaan.
dalam Prasojo et al., (2012) menyatakan
bahwa faktor fisik dan kimia yang merata pada

127
Silaban et al., Aspek Ekologi dan Pertumbuhan Kerang
Tekstur substrat adalah salah satu faktor pertumbuhan kerang bulu di perairan Letman.
ekologi yang mempengaruhi kandungan bahan Hasil analisis menunjukan bahwa kerang bulu
organik, distribusi bentos, morfologi dan perairan Letman memiliki nilai b sebesar 2.60
tingkah laku (Afiati, 2007). Tipe substrat dan koefisien determinasi 0.97 yang
sangat menentukan penyebaran bivalvia yang menunjukan bahwa pola pertumbuhan kerang
hidup dan membenamkan diri di dalam bulu tergolong allometrik positif (b>2.5) yang
substrat, sehingga sering disebut sebagai berarti pertambahan berat tubuh lebih cepat
faktor pendukung kehidupan organisme dasar dibandingkan pertambahan panjang cangkang
perairan. Karakteristik sedimen dapat (Gambar 10).
mempengaruhi distribusi, kelimpahan dan
keberhasilan reproduksi bivalvia. Menurut Effendie (1997) pola pertumbuhan
allometrik negatif mengindikasikan bahwa
Hasil pengamatan substrat di perairan Letman suplai makanan di perairan kurang sehingga
diperoleh tipe substrat yang bervariasi yaitu lebih dominan pertambahan panjang
pasir halus sampai lumpur. Tipe substrat pasir dibandingkan berat. Hubungan panjang-berat
halus dan lumpur merupakan habitat yang merupakan faktor terpenting dalam
disukai oleh bivalvia. Hal ini berhubungan pertumbuhan dan persamaan produksi.
dengan kemampuan substrat dalam Adanya perbedaan pola pertumbuhan yang
menangkap bahan organik yang dibutuhkan terjadi dapat disebabkan oleh dua faktor, yaitu
oleh bivalvia sebagai sumber makanan. Selain faktor internal seperti keturunan (gen) dan
itu, dalam keadaan seperti ini memudahkan kelamin, serta faktor eksternal yaitu parasit,
bivalvia dalam membenamkan diri ke dalam penyakit, makanan, dan suhu. Suhu perairan
substrat. Hal ini didukung oleh Woodin (1976), Letman mendukung bagi pertumbuhan kerang
menjelaskan bahwa bivalvia lebih cenderung bulu yaitu dengan kisaran 30,4-34°C. hal ini
terdapat melimpah pada perairan pesisir sesuai dengan hasil penelitian yang dilakukan
pantai yang memiliki sedimen lumpur dan oleh Wicaksono (2002) mengungkapkan
sedimen lunak, karena bivalvia merupakan bahwa perlakuan suhu 30°C dan 32°C
kelompok hewan pemakan suspensi, penggali mengakibatkan laju metabolisme meningkat
dan pemakan deposit. Mathlubi (2006) sehingga akan meningkatkan faktor lain
menyatakan bahwa jenis substrat dan diantaranya laju pertumbuhan, kebutuhan
ukurannya merupakan salah satu faktor makanan dan kebutuhan oksigen. Silalahi
ekologi yang mempengaruhi bahan organik (2009) menambahkan bahwa perubahan suhu
dan penyebaran organisme makrozoobentos. yang mendadak atau kejadian suhu yang
Semakin halus tekstur substrat maka semakin ekstrim akan mengganggu kehidupan
besar kemampuannya untuk menjebak bahan organisme bahkan dapat menyebabkan
organik. Selain itu makrozobentos yang kematian.
mempunyai sifat penggali pemakan deposit
cenderung melimpah pada sedimen lumpur Berdasarkan hasil analisis hubungan panjang
dan sedimen lunak yang merupakan daerah dan berat menunjukan terdapat korelasi yang
yang mengandung bahan organik yang tinggi. erat antara hubungan panjang cangkang dan
berat total kerang bulu yang didapatkan. Nilai
Pola Pertumbuhan Kerang Bulu (Anadara koefisien determinasi (R2) sebesar 97% yang
antiquata) berarti hubungan antara panjang cangkang
dan berat total adalah sangat erat. Ukuran
Pola pertumbuhan kerang bulu dapat dianalisis cangkang kerang bulu sangat menentukan laju
dari hubungan panjang-berat. Hubungan pertumbuhan individu kerang bulu (Nurdin et
panjang-berat merupakan dua ukuran penting al., 2006). Faktor reproduksi dapat
dalam bidang biologi perikanan yang dipakai memengaruhi pertumbuhan bivalvia (Gimin et
untuk menduga pertumbuhan dari suatu al., 2004). Pola pertumbuhan kerang bulu juga
organisme. Pendugaan stok ikan biasanya dipengaruhi oleh kualitas perairan (suhu,
menggunakan ukuran panjang-berat dengan salinitas dan pH) dan ketersediaan makanan.
menggunakan perkiraan berat. Selain itu untuk Selain itu terdapat pula hubungan yang kuat
menduga biomassa dari distribusi frekuensi antara kadar air dan ukuran panjang kerang
panjang biasanya digunakan untuk bulu (Arnanda et al., 2005). Pada umumnya
menghitung faktor kondisi. Hubungan panjang- nilai parameter b dipengaruhi oleh berbagai
berat bisa berbeda antar spesies, antar stok faktor, termasuk kondisi fisiologis, kualitas air,
dari area penangkapan berbeda, dan bahkan ketersediaan pakan dan perkembangan gonad
antar jenis kelamin dari spesies yang sama (Muchlisin & Dewiyanti, 2012). Pola
(Kuriakose, 2014). Hubungan panjang dan pertumbuhan terus meningkat seiring dengan
berat yang didapatkan merupakan bentuk pola pertambahan ukuran cangkang yang terus

128
Jurnal Kelautan, 14(2), 120-131 (2021)
berubah. Setyobudiandi et al., (2004) maksimum, maka kerang akan mengalami
menambahkan bahwa kerang mampu tumbuh penurunan percepatan pertumbuhan
mencapai laju 1 sampai ukuran 48.90 mm. (pertumbuhan akan berhenti).
Setelah mencapai panjang rata-rata
80,0
70,0
Berat total (gr) 60,0 y = 1.1496x2.6094
50,0 R2 = 0.974
40,0
30,0
20,0
10,0
0,0
0,0 1,0 2,0 3,0 4,0 5,0 6,0
Panjang cangkang (cm)

Gambar 10. Hubungan panjang-berat kerang bulu (Anadara antiquata) di perairan Letman
Faktor Kondisi Kerang Bulu (Anadara lebih besar dan didominasi oleh kerikil
antiquata) (Malvarez et al., 2001 dalam Islami, 2014).

Faktor kondisi merupakan dua ukuran penting Faktor kondisi merupakan salah satu aspek
dalam bidang biologi perikanan, selain dalam pertumbuhan suatu biota menunjukan
hubungan panjang-berat. Berdasarkan hasil keadaan atau kegemukan (kemontokan)
perhitungan panjang-berat kerang bulu yang dinyatakan dari segi kapasitis fisiknya untuk
menunjukan pola pertumbuhan allometrik melakukan proses reproduksi (Effendie, 1997).
positif (b>2.5), dengan demikian faktor kondisi Mzighami (2005) menyatakan bahwa semakin
yang digunakan untuk menentukan status banyak jenis makanan yang dikonsumsi oleh
kesejahteraan kerang bulu dianalisis suatu organisme maka akan meningkatkan
menggunakan persamaan (7) dan diperoleh ukuran gonad, sehingga akan mempengaruhi
faktor kondisi minimum sebesar 0.14, faktor ukuran tubuh organisme tersebut. Widyastuti
kondisi maksimum sebesar 3.55 dan rata-rata (2011), mengungkapkan bahwa perbedaan
faktor kondisi sebesar 1.25. Dari persamaan kondisi lingkungan yang mencolok dapat
tersebut dapat ditarik hubungan bahwa faktor memberikan perbedaan nyata terhadap
kondisi merupakan rasio dari bobot pertumbuhan kerang dan dapat memengaruhi
sebenarnya dengan bobot prediktif. Nilai faktor proses reproduksi kerang.
kondisi yang lebih besar dari 1 (Kn>1),
menunjukkan bahwa bobot sebenarnya lebih KESIMPULAN DAN SARAN
besar dari pada bobot prediktif, yang
mencerminkan kondisi lingkungan yang cukup Kepadatan individu dan kepadatan relatif
baik bagi suatu organisme, dan demikian pula kerang bulu tertinggi pada transek 4. Pola
sebaliknya. Sehingga, jika ditinjau dari nilai distribusi kerang bulu menunjukan penyebaran
faktor kondisi, perairan Letman masih mengelompok. Pola pertumbuhan kerang bulu
merupakan habitat yang baik bagi kerang bulu menunjukan pola pertumbuhan allometrik
untuk tumbuh. positif. Faktor kondisi menunjukan kondisi
lingkungan yang cukup baik bagi pertumbuhan
Tingginya nilai Kn yang didapatkan pada kerang bulu.
perairan Letman juga diduga dipengaruhi oleh
tingginya kecepatan arus yang didapatkan DAFTAR PUSTAKA
pada perairan ini. Hal ini dapat dilihat dengan
tipe substrat yang mendominasi yaitu pasir. Afiati, N. (2007). Hermaphroditism in Anadara
Tingginya kecepatan arus dapat membawa granosa (L.) and Anadara antiquata
partikel-partikel pasir maupun lumpur menjadi (L.)(Bivalvia: Arcidae) from central Java.
lebih besar, sehingga secara tidak langsung Journal of Coastal Development, 10(3),
akan memengaruhi ketersediaan makanan 171-179.
bagi kerang dan akan memengaruhi pola Arnanda, A. D., Ambariyanto, A., & Ridlo, A.
pertumbuhan. Arus yang relatif besar (2005). Fluktuasi kandungan proksimat
menyebabkan ukuran partikel sedimen juga kerang bulu (Anadara inflata Reeve) di
perairan pantai Semarang. ILMU

129
Silaban et al., Aspek Ekologi dan Pertumbuhan Kerang
KELAUTAN: Indonesian Journal of Marine Koesoebiono. (1979). Dasar-dasar ekologi
Sciences, 10(2), 78-84. umum. Bagian IV (Ekologi Perairan).
Arwin, Bahtiar dan Oetama, D., (2016). Pola Sekolah Pasca Sarjana. PSL. Institut
Pertumbuhan dan Faktor Kondisi Kerang Pertanian Bogor. Bogor. 124p.
Bulu (Anadara antiquata) di Perairan Kuriakose, S. (2014). Estimation of length
Bungkutoko Kota Kendari. Jurnal weight relationship in fishes. In: Training
Manajemen Sumber Daya Perairan, 2(1), Manual on Fish Stock Assessment and
89-100. Management. Fishery Resources
Azmi, F., Febri, S.P., Haser, T.F. (2018a). Assesment Division, ICAR-Central Marine
Laporan Penelitian: Dinamika Populasi Fisheries Research Institute, p 215–220.
Anadara antiquata di Ujung perling, La Sara. (1995). Hubungan Distribusi
Kecamatan Langsa Barat, Kota Langsa. Kelimpahan Kepiting Bakau (Scylla spp)
Kota Langsa. dengan Kualitas Habitat di Perairan
Azmi, F., Febri, S.P., Haser, T.F. (2018b). Segara Anakan, Cilacap. MS. Thesis.
Nisbah Kelamin Anadara antiquata Institut Pertanian Bogor. Bogor. 47 Hal.
Berdasarkan Data Sebaran Panjang Dari Mathlubi. (2006). Studi Karakteristik Kerupuk
Populasi Di Ujung Perling, Kota Langsa. Kijing Taiwan (Anadonta woodian).
In: Perubahan Iklim: Menentukan Arah Skripsi. Departemen Teknologi Hasil
Pertanian dan Perikanan Indonesia.p Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu
243–251. Kelautan, IPB. 67 hal
Broom, M.J. (1985). The biology and culture of Miranto, A., Efrizal, T., Zen, W.L. (2013).
marine bivalve molluska of the genus Tingkat kepadatan kepiting bakau
Anadara. International Centre for Living disekitar hutan mangrove di Kelurahan
Aquatic Resources Management. Manila. Tembeling, Kecamatan Teluk Bintan,
37p. Kepulauan Riau. Thesis. Universitas
Coles, R. G., Long, W. L., Watson, R. A., & Maritim Raja Ali Haji.
Derbyshire, K. J. (1993). Distribution of Muchlisin, Z.A. dan Dewiyanti, I. (2012).
seagrasses, and their fish and penaeid Hubungan panjang berat dan faktor
prawn communities, in Cairns Harbour, a kondisi tiga jenis ikan yang tertangkap di
tropical estuary, northern Queensland, perairan Kuala Gigieng, Aceh Besar,
Australia. Marine and Freshwater Provinsi Aceh. 1:1–9.
Research, 44(1), 193-210. Mzighani, S. (2005). Fecundity and population
Den Hartog dan Kuo, J. (2001). Global structure of cockles, Anadara antiquata L.
Seagrass Research Methods. Elsevier 1758 (Bivalvia: Arcidae) from a
Science B. V. Amsterdam. sandy/muddy beach near Dar es Salaam,
Effendie, M.I. (1979). Metode Biologi Tanzania. Western indian ocean journal of
Perikanan. Yayasan Dewi Sri. Bogor. 112 marine science, 4(1), 77-84.
hal. Nontji, A. (1987). Laut Nusantara. Djambatan.
Effendie. (1997). Biologi Perikanan. Yayasan Jakarta. 368p.
Pustaka Nusatama. Yogyakarta. 163 hal. Nurdin, J., Marusin, N., Asmara, A., Deswandi,
Effendi, H. (2003). Telaah kualitas air. R., & Marzuki, J. (2006). Kepadatan
Kanisius. Yogyakarta. Populasi dan Pertumbuhan Kerang Darah
Gimin, R., Mohan, R., Thinh, L. V., & Griffiths, Anadara antiquata L. (Bivalvia: Arcidae) di
A. D. (2004). The relationship of shell Teluk Sungai Pisang, Kota Padang,
dimensions and shell volume to live Sumatera Barat. Jurusan Biologi. FMIPA.
weight and soft tissue weight in the Universitas Andalas. Padang. Makara
mangrove clam, Polymesoda erosa Sains, 10(2), 96-101.
(Solander, 1786) from northern Australia. Nybakken, J.W. (1988). Biologi laut suatu
NAGA, WorldFish Center Quarterly, 27(3- pendekatan ekologis, diterjemahkan oleh
4), 32-35. M. Eikman, Koesoebiyono dan D.G
Islami, M.M. (2014). Bioekologi Kerang Kerek Bengen. PT. Gramedia. Jakarta. 480p.
Gaffarium tumidum Rӧding, 1798 Pathansali, D. (1966). Notes on the biology of
(Bivalvia: Veneridae) di Perairan Teluk the cockle, Anadara granosa L.
Ambon, Maluku. Tesis. Sekolah Pasca Proceedings of the Indo-Pacific Fisheries
Sarjana. Institut Pertanian Bogor. Bogor. Council, 11(2), 84-98.
37 hal. Rudi, E. (1999). Beberapa Aspek Biologi,
Krebs, C. J. (1999). Ecological Methodology. Morfologi dan Makanan Kerang Tahu
Second Edition. Addison Wesley (Matrix-matrix Linnaeus) di Teluk Miskan.
Longman, Inc. New York. Penimbangan Selat Sunda Jawa Barat.
Tesis. IPB. Bogor.

130
Jurnal Kelautan, 14(2), 120-131 (2021)
Setiawan, A., Bahtiar dan Nurgayah, W.
(2016). Pola Pertumbuhan dan Rasio
Bobot Daging Kerang Bulu (Anadara
antiquata) di Perairan Bungkutoko Kota
Kendari. Jurnal Manajemen Sumber Daya
Perairan, 1(2), 115-129.
Prasojo, S. A., Irwani, I., & Suryono, C. A.
(2012). Distribusi dan Kelas Ukuran
Panjang Kerang Darah (Anadara
granosa) di Perairan Pesisir Kecamatan
Genuk, Kota Semarang. Journal of Marine
research, 1(1), 137-145.
Setyobudiandi, I., Soekendarsih, E., &
Setiawati, R. (2004). Bio-ecologi Kerang
Lamis (Meretrix meretrix) di Perairan
Marunda. Jurnal Ilmu-Ilmu Perairan dan
Perikanan Indonesia, 11(1), 61-66.
Silaban, R. (2010). Struktur Komunitas Makro
Alga di Perairan Pantai Dusun Seri.
Skripsi. Fakultas Perikanan dan Ilmu
Kelautan, Universitas Pattimura. Ambon.
(tidak dipublikasikan).
Silalahi, J. (2009). Analisis Kualitas Air dan
Hubungannya dengan Keanekaragaman
Vegetasi Akuatik di Perairan Balige
Danau Toba. Tesis. Universitas Sumatera
Utara. Medan. 77 hal.
Soegianto, A. (1994). Ekologi Kuantitatif.
Usaha Nasional. Surabaya.
Voultsiadou, E., Koutsoubas, D., Achparaki, M.
(2009). Bivalve mollusc exploitation in
Mediterranean coastal communities: an
historical approach. J Biol Res, 12, 1–11.
Wicaksono, C.W. (2002). Studi Beberapa
Aspek Biologi Reproduksi Keong Macan
(Babylonia Spirata spirata, L.) yang
dipelihara pada Substrat, Suhu, dan
Salinitas yang Berbeda. Skripsi. Jurusan
Ilmu dan Teknologi Kelautan. Fakultas
Perikanan dan Ilmu Kelautan. Institut
Pertanian Bogor. Bogor. 87 hal.
Widyastuti, A. (2011). Perkembangan gonad
kerang darah (Anadara antiquata) di
perairan Pulau Auki, Kepulauan Padaido,
Biak, Papua. Oseanologi dan Limnologi di
Indonesia, 37(1), 1-17.
Woodin, S.A. (1976). Abdul Larval Interactions
in Dense Infaunal. Asesemblages: Pattern
of abudance. Jour. Mar. Res, 43(1), 25 –
4.
Yonvitner. (2001). Struktur Komunitas
Makrozoobenthos dan Pertumbuhan
Kerang Hijau (Perna viridis, Linn, 1758) di
Perairan Muara Kamal dan Bojonegoro.
Tesis. Program Pasca Sarjana, Institut
Petanian Bogor. Bogor.

131

You might also like