You are on page 1of 12

Jurnal Konseling GUSJIGANG Vol. 3 No.

2 (Juli-Desember 2017)
Print ISSN 2460-1187, Online ISSN 2503-281X

PELAKSANAAN KODE ETIK PROFESI GURU BIMBINGAN DAN


KONSELING SMP/MTS KABUPATEN KUDUS

Susilo Rahardjo
Agung Slamet Kusmanto

Program Studi Bimbingan dan Konseling


Universitas Muria Kudus
e-mail: susilo.rahardjo@umk.ac.id
agung.slamet@umk.ac.id

Info Artikel Abstrak


Diterima: 23 Juli 2017 Kode etik profesional adalah landasan moral dan pedoman perilaku
Direvisi: 19 Agustus profesional yang dijunjung tinggi, diterapkan, dan dijamin oleh setiap anggota
2017 organisasi profesional bimbingan dan konseling Indonesia, termasuk Guru
Dipublikasikan: 31 Bimbingan dan Konseling SMP / MTs di Kudus Kabupaten. Hasil survei
Desember 2017 tentang implementasi kode etik profesi terhadap Guru Bimbingan dan
Kata Kunci: kode etik, Konseling Sekolah Menengah di Kabupaten Kudus menunjukkan bahwa skor
bimbingan dan dan kategori adalah sebagai berikut: Pendahuluan 85% (Sangat Tinggi);
konseling, guru Kualifikasi, Kompetensi, dan Aktivitas 84% (Sangat Tinggi); Implementasi
bimbingan dan Layanan 78% (Tinggi); Pelanggaran dan Sanksi 33% (Sangat Rendah); dan
konseling, konselor Total skor rata-rata adalah 74,22% (Tinggi). Kode Etika Profesional Penasihat
di Sekolah Menengah Pertama (MTs / SMP) di Kabupaten Kudus telah
Keyword : ethic codes, dilaksanakan dengan baik oleh guru yang berarti bahwa guru Bimbingan dan
guidance and counseling, Konseling di sekolah telah menerapkan dan mematuhi Kode Etika Profesional.
teachers of guidance and
counseling, counselor
Abstract
The professional ethic codes is the moral basis and guidance of professional behavior
that is upheld, implemented and secured by every member of the professional
organization of guidance and counseling of Indonesia, including the Guidance and
Counseling’s Teacher of SMP/MTs (Secondary Schools) in Kudus Regency. The result
of the survey on the implementation of the professional ethic codes towards the
Guidance and Counseling’s Teachers of Secondary Schools in Kudus Regency shows
that the scores and categories are as follows: Introduction 85% (Very High);
Qualifications, Competencies, and Activities 84% (Very High); Implementation of
Service 78% (High); Violations and Sanctions 33% (Very Low); and The total score
average is 74.22% (High). The Professional Ethic Codes of Counselor in Secondary
Schools (MTs/SMP) in Kudus Regency have been well implemented by teachers which
means that teachers of Guidance and Counseling at schools have applied and obey the
Professional Ethic Codes.
DOI: https://doi.org/10.24176/jkg.v3i2.1740
© 2017 Universitas Muria Kudus
Print ISSN 2460-1187
Online ISSN 2503-281X

Dipublikasikan oleh: Program Studi Bimbingan dan Konseling FKIP Universitas Muria Kudus 185
Jurnal Konseling GUSJIGANG Vol. 3 No. 2 (Juli-Desember 2017)
Print ISSN 2460-1187, Online ISSN 2503-281X

PENDAHULUAN yang tercantum dalam kode etik profesi ini


Kode etik profesi bimbingan dan berisi apa yang tidak boleh, apa yang seharusnya
konseling merupakan bagian yang tidak dilakukan, dan apa yang diharapkan dari tenaga
terpisahkan dari kehidupan dan pekerjaan profesi konselor. Substansi yang mencakup
guru bimbingan dan konseling (konselor). tiga hal sebagaimana dimaksudkan itu melekat
Setiap konselor sejak di bangku kuliah sudah pada tenaga profesional dalam bidang
dibekali kode etik profesi konselor baik secara bimbingan dan konseling, yaitu Konselor.
teoretik dan praktik. Ketika calon konselor Kinerja konselor dalam pelayanan bimbingan
praktik di kelas, di laboratorium, di sekolah, di dan konseling, dan juga aspek-aspek
luar sekolah; mereka harus melaksanakan kode kependidikan dan kepribadian konselor yang
etik tersebut sehingga terinternalisasikan terkait langsung dengan pelayanan bimbingan
dalam setiap kegiatan pelayanan bimbingan dan konseling, sepenuhnya berada dalam
dan konseling. fokus diberlakukannya kode etik profesi yang
Suatu profesi, di dalamnya dimaksudkan.
mengandung makna khusus, yaitu adanya Pelayanan bimbingan dan konseling
suatu kompetensi tertentu yang dapat berada dalam lingkup dan wilayah upaya
membedakannya dengan orang lain, profesi pendidikan dan konselor termasuk ke dalam
lain, atau pun masyarakat umum. Seorang kualifikasi pendidik. Hal itu telah ditegaskan
yang profesional harus memiliki keahlian dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003
khusus yang didukung oleh pendidikan, tentang Sistem Pendidikan Nasional. Pasal 1
keterampilan dan kemampuan khusus yang ayat 6 disebutkan bahwa, “Pendidik adalah
terencana. Keahlian dan kemampuan khusus tenaga kependidikan yang berkualifikasi
itu harus ada bukti formalnya yang diberikan sebagai guru, dosen, konselor, pamong
oleh lembaga atau organisasi profesi, dan belajar, widyaiswara, tutor, instruktur,
diakui, diterima serta dihormati oleh profesi- fasilitator, dan sebutan lain yang sesuai
profesi lain. Di sini diperlukan program dengan kekhususannya, serta berpartisipasi
pengembangan sekaligus pengawasan dari dalam menyelenggarakan pendidik-an”
organisasi profesi terhadap praktik-praktik (Departemen Pendidikan Nasional, 2004). Oleh
profesional yang dilakukan oleh anggota karenanya, pelayanan konselor terhadap klien
profesi. Untuk itu diperlukan sertifikasi ijin pada dasarnya adalah pelayanan pembelajaran
praktik yang mengesahkan seorang anggota agar klien lebih terarah dan berhasil
profesi telah memenuhi segala persyaratan mengembangkan potensi dirinya dan dapat
untuk menjalankan praktik profesional. memahami serta menangani masalah-masalah
Munculnya kekurangpercayaan dalam kehidupannya, sehingga mampu
masyarakat terhadap suatu profesi adalah menjalani kehidupan kesehariannya secara
karena dilakukannya praktik-praktik efektif (KES, yaitu kehidupan efektif sehari-
profesional yang menyimpang dari kaidah dan hari) dan terhindar dari gangguan terhadap
misi profesi. Akibatnya dalam pelaksanaan kehidupan yang efektif itu (KEST, yaitu
praktik pemberian layanan terjadi persaingan kehidupan efektif sehari-hari yang terganggu).
yang tidak sehat antarprofesi dan/atau Pelayanan pendidikan yang mencakup
interprofesi, dan mengabaikan kode etik segenap aspek kehidupan individu itu
profesional. Hal ini menjadi suatu tantangan menuntut pelayanan oleh konselor, sebagai
untuk profesi bimbingan dan konseling, karena pendidik, yang dilandaskan pada empat
masyarakat pada dasarnya mengharapkan kompetensi dasar, yaitu kompetensi
agar para konselor bersikap profesional, jujur, pedagogik, kompetensi kepribadian,
dan terus berlatih untuk mengembangkan diri. kompetensi sosial, dan kompetensi profesional.
Untuk menjaga standar mutu Implementasi keempat kompetensi dasar itu
pelayanan bimbingan dan konseling telah sepenuhnya diwarnai oleh substansi kode etik
ditetapkan Kode Etik Profesi Bimbingan dan profesi bimbingan dan konseling sebagaimana
Konseling di Indonesia (Pengurus Besar tertuang dalam kode etik profesi bimbingan
Asosiasi Bimbingan dan Konseling Indonesia, dan konseling Indonesia. Konselor sejatinya
2010). Ia merupakan norma-norma yang harus juga harus memiliki resiliensi sebagai bentuk
diindahkan dan dipatuhi oleh setiap konselor kerangka dasar konselor yang tahan uji.
dalam menjalankan tugas profesinya dalam Ketahan ujian konselor yang dimaksud adalah
kehidupannya di masyarakat. Norma-norma ketahanan pada tekanan-tekanan pekeerjaan

Dipublikasikan oleh: Program Studi Bimbingan dan Konseling FKIP Universitas Muria Kudus 186
Jurnal Konseling GUSJIGANG Vol. 3 No. 2 (Juli-Desember 2017)
Print ISSN 2460-1187, Online ISSN 2503-281X

yang secara professional membebani fisik dan Tujuan ditetapkannya kode etik adalah
psikologis konselor berikut permasalahan- menjunjung tinggi martabat profesi,
permasalahan pribadi yang bias saja sewaktu- melindungi pelanggan dari perbuatan
waktu muncul dalam proses layanan yang malpraktik, meningkatkan mutu profesi,
diberikan kepada siswa (Zamroni, 2016). menjaga standar mutu dan status profesi, dan
Pelayanan konselor dalam menegakkan ikatan antara tenaga profesi dan
membelajarkan sasaran layanan atau klien profesi yang disandangnya.
terarah, atau diwarnai oleh dan tidak boleh Sejalan dengan perspektif dan urgensi
menyimpang dari kode etik profesi yang pemerolehan pemahaman esensi dan spektrum
menjadi tolok ukur utama kemartabatan permasalahan kode etik profesi konselor beserta
profesi bimbingan dan konseling. analisis-analisis cerdas pengembangan
Pertanggungjawaban konselor atas kinerjanya solusinya, tujuan kajian ini adalah:
sangat ditentukan oleh sejauh mana ia 1) Konselor memahami berbagai hal
menjalankan pelayanan terhadap klien dalam menyangkut kemartabatan profesi
nuansa kode etik profesinya. bimbingan dan konseling, baik secara
Setiap konselor diwajibkan memahami
teoritik, strategik, maupun praktiknya.
dan mengaplikasikan sepenuhnya substansi
kode etik profesi bimbingan dan konseling 2) Konselor ma mpu berperan serta
Indonesia. Pengurus Besar, Pengurus Daerah dalam mengembangkan dan
dan Pengurus Cabang ABKIN secara umum meningkatkan kemartabatan profesi
memantau kegiatan konselor dalam pelayanan bimbingan dan konseling serta
bimbingan dan konseling terhadap sasaran mempraktikkan sendiri.
layanan atau klien, baik yang berstatus sebagai 3) Membandingkan dan memahami kode
peserta didik dalam satuan-satuan pendidikan
etik profesi bimbingan dan konseling
(jenjang pendidikan dasar, menengah, dan
tinggi), maupun warga masyarakat pada dari profesi lain yang telah eksis di
umumnya yang tergabung dalam dinas masyarakat, untuk pengembangan
pemerintahan dan swasta, organisasi sosial- profesi bimbingan dan konseling.
kemasyarakatan, keluarga, ataupun Profesi bimbingan dan konseling
perorangan tanpa keterkaitan dengan adalah sebuah penemuan abad ke-20 sebagai
kelembagaan tertentu. Secara khusus, Dewan profesi bantuan (helping profession). Kita
Kode Etik Tingkat Pusat dan Daerah akan sekarang hidup dalam dunia yang kompleks,
menangani permasalahan berkenaan dengan sibuk, dan terus berubah. Di dunia ini, ada
pelanggaran kode etik yang terkait dengan banyak pengalaman yang sulit dihadapi oleh
kinerja dan diri konselor. Sangat diharapkan seseorang. Memang biasanya kita terus
para konselor, sebagai tenaga profesional yang menjalani hidup ini, namun ada saatnya kita
bermandat menerapkan sepenuhnya substansi terhenti oleh sebuah peristiwa atau situasi yang
kode etik yang ada dan terhindar dari tidak dapat kita pecahkan pada saat itu.
terjadinya penyimpangan ataupun Biasanya, dalam menghadapi masalah seperti
pelanggaran. Pelanggaran terhadap norma- ini, kita akan membicarakannya dengan
norma yang tertuang dalam kode etik tersebut keluarga, teman, tetangga, atau dokter
akan mendapat sanksi dari organisasi profesi, keluarga kita. Sayangnya, seringkali saran
dalam hal ini adalah Asosisi Bimbingan dan mereka tidak cukup memuaskan, atau kita
Konseling Indonesia (ABKIN). terlalu malu dan segan untuk memberitahukan
Implikasi profesional dari kerangka mereka apa yang mengganggu, atau bisa saja
pikir di atas adalah setiap konselor harus benar- kita memang tidak memiliki orang yang tepat
benar memahami esensi dan spektrum untuk membicarakan masalah kita.
permasalahan kode etik profesi bimbingan dan Pada saat itulah, bimbingan dan
konseling beserta analisis-analisis cerdas konseling merupakan pilihan yang sangat
pengembangan solusinya, sehingga terbangun berguna. Bimbingan dan konseling tersedia di
suasana terlaksananya pelayanan bimbingan banyak tempat dan murah biayanya, bahkan
dan konseling yang bermanfaat, tersedianya terkadang gratis. Konselor tak akan
pelaksanaan bimbingan dan konseling yang mendiagnosis atau memberikan cap kepada
bermandat, dan terkembangkannya pengakuan klien. Konselor berusaha sebaik mungkin
profesi bimbingan dan konseling yang sehat mendengarkan dan kemudian bekerja sama
oleh pemerintah dan masyarakat. dengan klien untuk menemukan cara terbaik

Dipublikasikan oleh: Program Studi Bimbingan dan Konseling FKIP Universitas Muria Kudus 187
Jurnal Konseling GUSJIGANG Vol. 3 No. 2 (Juli-Desember 2017)
Print ISSN 2460-1187, Online ISSN 2503-281X

memahami dan memecahkan masalah klien. di perguruan tinggi dan pengalaman kerja
Bagi banyak orang, lima hingga enam sesi dalam bidang tersebut. Istilah “profesi” selalu
konseling sudah cukup untuk membuat menyangkut pekerjaan, tetapi tidak semua
perbedaan nyata berkaitan dengan hal yang pekerjaan dapat disebut profesi. Konsep-
mengganggu mereka. Sesi-sesi tersebut dapat konsep pokok yang berkaitan dengan profesi
menjadi jam-jam yang tak ternilai harganya. Di bimbingan dan konseling yang perlu dipahami
mana lagi —dalam masyarakat kita— terdapat oleh setiap calon konselor dan konselor, yaitu
kesempatan untuk didengar, diperhatikan, profesional, profesionalisme, profesionalitas,
dipahami, dan memperoleh kepedulian profesionalisasi, sertifikasi, akreditasi, lisensi,
terhadap orang lain dalam satu waktu tanpa dan organisasi profesi.
pamrih? Bimbingan dan konseling sebagai
Bimbingan dan konseling adalah profesi yaitu pekerjaan atau karier yang
sebuah aktivitas yang muncul ketika seseorang bersifat pelayanan keahlian dengan tingkat
yang bermasalah mengundang dan ketepatan yang tinggi untuk kebahagiaan
mengizinkan orang lain untuk memasuki individu (pengguna pelayanan bimbingan dan
hubungan tertentu di antara mereka. Seseorang konseling) berdasarkan norma-norma yang
mencari hubungan jenis ini ketika menemukan berlaku. Individu sebagai pengguna layanan
“problem dalam kehidupan” yang tidak dapat bimbingan dan konseling yang disebut klien
mereka pecahkan dengan sumber daya atau konseli adalah manusia yang memiliki
keseharian mereka, dan hal tersebut membuat karakteristik pembeda tertentu yang
mereka terasing dari beberapa aspek memperoleh layanan bantuan. Di sisi lain,
kehidupan sosial. Seseorang yang pemberi layanan adalah konselor yaitu tenaga
membutuhkan layanan bimbingan dan profesional yang menyediakan basis profesi
konseling mengundang orang lain untuk bimbingan dan konseling serta lembaga dan
menyediakan ruang dan waktu untuknya, institusi yang melalui profesi ini
ditandai dengan sejumlah fitur yang tidak mengkontribusikan pengetahuan dan
selalu tersedia dalam kehidupan sehari-hari, keterampilan khususnya tanpa pamrih dan
seperti izin untuk berbicara, menghargai keuntungan materi.
perbedaan, kerahasiaan, dan afirmasi. Dari sudut pandang profesi bantuan
Profesi adalah suatu jabatan atau (helping profession) pelayanan bimbingan dan
pekerjaan yang menuntut keahlian khusus dari konseling diabdikan bagi peningkatan harkat
para penyandang profesi. Artinya, pekerjaan dan martabat kemanusiaan dengan cara-cara
yang disebut profesi itu tidak bisa dilakukan menfasilitasi perkembangan individu atau
oleh sembarang orang yang tidak terlatih dan kelompok individu sesuai dengan kekuatan,
tidak disiapkan secara khusus terlebih dahulu kemampuan potensial dan aktual serta
untuk melakukan pekerjaan itu. Profesi itu peluang-peluang yang dimilikinya, dan
berbeda dari pekerjaan-pekerjaan yang lain membantu mengatasi kelemahan dan
karena mempunyai fungsi sosial, yaitu hambatan serta kendala yang dihadapi dalam
pengabdian kepada masyarakat dan di perkembangan dirinya. Pandangan terhadap
dalamnya tersimpul suatu keharusan manusia dari segi potensinya yang positif
kompetensi agar profesi tersebut menjalankan adalah sesuatu yang memberikan ciri
fungsinya sebaik-baiknya. Hal ini dengan pelayanan bimbingan dan konseling dalam
sendirinya mengimplikasikan supaya konteks pendidikan yang membedakan dari
terpenuhinya tuntutan adanya pengetahuan perspektif pelayanan medis/klinis yang
dan keterampilan yang khusus menjalankan cenderung melihat dari sudut patologi.
fungsi itu dan pula adanya cara atau alat untuk Bimbingan dan konseling sebagai
mengadakan verifikasi terhadap tuntutan profesi yang bersifat membantu memiliki
pengetahuan landasan ilmu dan teknologi serta wilayah
khusus. praktik yang jelas, yang dapat dibedakan
Profesi ialah suatu pekerjaan yang dengan profesi-profesi lain yang bersifat
dipegang oleh orang-orang yang mempunyai membantu. Ilmu dan teknologi merupakan
dasar pengetahuan, keterampilan dan sikap dasar dan andalan bagi terselenggaranya
khusus tertentu dan pekerjaan itu diakui oleh pelayanan profesi bimbingan dan konseling,
masyarakat sebagai suatu keahlian. Keahlian yang diarahkan, dibimbing dan dijaga oleh
tersebut menunjukkan dipenuhinya standar kode etik yang secara khusus disusun untuk
persiapan profesi melalui pendidikan khusus profesi tersebut. Bimbingan dan konseling

Dipublikasikan oleh: Program Studi Bimbingan dan Konseling FKIP Universitas Muria Kudus 188
Jurnal Konseling GUSJIGANG Vol. 3 No. 2 (Juli-Desember 2017)
Print ISSN 2460-1187, Online ISSN 2503-281X

sebagai profesi bantuan, fondasi bagi profesi? Dari sudut pribadi konselor,
bimbingan dan konseling sebagai disiplin ilmu pertanyaan ini didasari atas kesadaran bahwa
diperoleh dari disiplin keilmuan psikologi. sebagai tenaga profesional yang menunaikan
Kontribusi psikologi meliputi teori dan proses tugas dan tanggung jawab profesi yang
konseling, asesmen standar, teknik konseling dituntutkan kepadanya dengan sebaik-
individu dan kelompok, dan pengembangan baiknya, dan ingin menyumbangkan bagi
karier serta teori-teori pengambilan keputusan. pertumbuhan dan perkembangan bidang
Wilayah spesialisasi bidang psikologi pekerjaannya.
memiliki kontribusi lebih jauh untuk bangunan Secara garis besar ciri-ciri suatu profesi
pengetahuan yang di atasnya para konselor menurut Kementerian Pendidikan dan
bekerja. Utamanya, bangunan ini dibentuk oleh Kebudayaan (2012:12-13) dapat dirangkumkan
psikologi pendidikan dan studi-studinya sebagai berikut:
tentang teori belajar, pertumbuhan dan a. Tugas yang dijalankan anggota suatu
perkembangan manusia dan implikasinya bagi profesi bersifat layanan
lingkup pendidikan. Psikologi sosial kemasyarakatan.
membantu konselor mengerti pengaruh- b. Tugas itu bersifat khas dan jelas,
pengaruh situasi sosial bagi individu, termasuk dijalankan dengan menggunakan cara
pengaruh lingkungan dan perilaku tertentu. atau teknik ilmiah, dijalankan oleh
Psikologi ekologis menyoroti studi lingkungan petugas khusus yang mempunyai
dan bagaimana individu menyerap, dibentuk kewenangan diakui oleh badan resmi
dan mempengaruhi lingkungannya. Psikologi pemberi pengakuan.
perkembangan membantu c. Ada sistem ilmu tertentu hasil
konselor memahami mengapa dan pengembangan melalui proses ilmiah.
bagaimana individu tumbuh dan berubah Ilmu dan pengetahuan itu dipelajari
sepanjang hidup mereka. melalui pendidikan tinggi.
Kita harus mengakui jika ikatan d. Untuk memperoleh kewenangan
disipliner terkuat bagi profesi konselor adalah dalam menjalankan tugas profesi
dengan bidang psikologi. Namun kita juga dipersyaratkan pendidikan keahlian
harus mengakui kontribusi penting ilmu-ilmu khusus tingkat tinggi yang memakan
lain bagi profesi bimbingan dan konseling. waktu panjang.
Dalam konteks ini, sosiologi memberi e. Anggota profesi harus memiliki
kontribusi bagi pengertian tentang kelompok- kecakapan minimum yang ditetapkan
kelompok manusia dan pengaruhnya terhadap dengan menerapkan standar seleksi,
pranata dan perubahan sosial. Antropologi pendidikan, dan perizinan (sertifikat)
menyediakan bagi para konselor pemahaman untuk dapat menjalankan praktek.
tentang budaya-budaya manusia, yang pada f. Dalam menjalankan tugas layanan
gilirannya menyediakan rambu-rambu bagi kemasyarakatan anggota profesi (a)
cara bersikap dan memandang anggota- lebih mengutamakan kepentingan
anggotanya. Biologi membantu konselor umum, atau pihak yang memerlukan
memahami organisme manusia dan layanan bantuan, dari pada
keunikannya. Sedangkan profesi kesehatan kepentingan pribadi (memperoleh
membuat kita sadar pentingnya kesejahteraan keuntungan material atau mencari
hidup dan pencegahan dari penyakit, popularitas pribadi), dan (b) selalu
penyimpangan dan gangguan baik mental memperhatikan dan mematuhi
maupun fisik (Gibson & Mitchel 2011: 46-47). ketentuan-ketentuan tentang aturan
Bimbingan dan konseling merupakan sopan-santun bertingkah laku (kode
profesi yang baru tumbuh di negara kita; ia etik) ketika menjalankan tugas
anggota baru dalam keluarga profesi-profesi profesinya.
yang ada di Indonesia. Barangkali dapat g. Para anggota profesi bergabung di
dikatakan bahwa bimbingan dan konseling di dalam satu himpunan dan berperan
Indonesia ibarat masih pada tahap serta aktif di dalamnya. Himpunan ini
perkembangan kanak-kanak. Namun begitu, merupakan wadah para anggota untuk
dari sudut tinjauan tolok ukur yang ketat, saling bertukar pikiran dan berbagi
khususnya menurut sosiologi pekerjaan satu pengalaman dengan tujuan
dua pertanyaan masih perlu diajukan. Apakah memajukan kemampuan dan
konselor sekolah itu merupakan pekerjaan keterampilan menjalankan tugas.

Dipublikasikan oleh: Program Studi Bimbingan dan Konseling FKIP Universitas Muria Kudus 189
Jurnal Konseling GUSJIGANG Vol. 3 No. 2 (Juli-Desember 2017)
Print ISSN 2460-1187, Online ISSN 2503-281X

h. Para anggota profesi terus menerus tersebut mencakup kompetensi paedagogik,


memajukan diri dengan melakukan kompetensi kepribadian, komepetensi sosial
bacaan teknis ilmiah (seperti jurnal), dan kompetensi profesional. Keempat
kegiatan penelitian, dan keikutsertaan kompetensi tersebut secara khas membedakan
di dalam pertemuan-pertemuan ilmiah dengan kompetensi guru mata pelajaran, lebih-
profesional, seperti konvensi, seminar, lebih dengan kompetensi di luar bidang
simposium, lokakarya, yang pendidikan; di mana ekspektasi kinerja guru
diselenggarakan oleh organisasi. bimbingan dan konseling senantiasa
Semuanya itu dilakukan dengan digerakkan oleh motif altruistik, sikap
maksud agar anggota profesi dapat
empatik, menghormati keragaman, serta
mengikuti perkembangan ilmu dan
teknologi mutakhir bidang profesinya
mengutamakan kepentingan konseli,
dan ini selanjutnya berdampak dengan selalu mencermati dampak
meluaskan wawasan serta jangka panjang dari pelayanan yang
meningkatkan kemampuan dan diberikan.
keterampilan profesionalnya. Kompetensi utama yang
Memperhatikan ciri-ciri suatu profesi dikembangkan melalui pendidikan profesi
tersebut nampak jelas bahwa, guru bimbingan konselor (Kementerian Pendidikan dan
dan konseling profesional tidak bisa diampu Kebudayaan, 2012:17) adalah:
oleh sembarang orang. Namun realitanya a. Mengembangkan perilaku yang beriman dan
masih ada sekolah/madrasah yang bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa,
menugaskan lulusan bukan Sarjana (S1) berbudi pekerti luhur, berkepribadian
Bimbingan dan Konseling sebagai guru BK mantap, mandiri dan mempunyai rasa
(konselor). Sudah barang tentu hal ini tidak tanggung jawab dan motivasi altruistik
sejalan dengan Peraturan Menteri Pendidikan dalam pelayanan profesi konseling dan
Nasional Nomor 27 Tahun 2008 tentang kehidupan kemasyarakatan pada
Standar Kualifikasi Akademik dan Kompetensi umumnya;
Konselor (Departemen Pendidikan Nasional, b. Menguasai landasan keilmuan dan
2008). keterampilan keahlian profesional yang
Kompetensi utama seorang konselor relevan dengan bidang ilmu yang diperoleh
diperoleh melalui pendidikan program sarjana pada program sarjana sebagai landasan
(S1) dan pendidikan profesi konselor (PPK). keterampilan keahlian khusus dalam
Kompetensi utama yang dikembangkan profesi konselor yang dibangun;
melalui program sarjana bimbingan dan c. Mengembangkan pelayanan keahlian
konseling (Kementerian Pendidikan dan profesional berkenaan dengan praktik
Kebudayaan, 2012:16) adalah: keahlian khusus profesional dengan
a. menguasai dasar-dasar ilmiah disiplin ilmu penguasaan keahlian yang tinggi;
dan bidang ilmu bimbingan dan konseling, d. Mengembangkan perilaku pelayanan
sehingga mampu mengidentifikasi, profesional konseling berkenaan dengan
memahami, menjelaskan, mengevaluasi berkehidupan dan kegiatan pelayanan
dan menganalisis secara kritis dan profesional berlandaskan dasar keilmuan
merumuskan cara penyelesaian masalah dan substansi profesi sesuai dengan karir
yang ada dalam cakupan disiplin ilmunya; profesi konselor yang dipilih, terutama
b. menerapkan pengetahuan dan keterampilan berkenaan dengan etika profesional, riset
di masyarakat tentang pelayanan dalam bidang profesi, dan organisasi
bimbingan dan konseling; profesi bimbingan dan konseling;
c. bersikap dan berperilaku dan berkarya e. Mengembangkan kehidupan bermasyarakat
dalam karir tertentu sesuai dengan norma profesi konselor, berkenaan dengan kaidah-
kehidupan masyarakat; kaidah kerjasama profesional dalam
d. mengikuti perkembangan ilmu berkehidupan masyarakat profesi sesuai
pengetahuan, teknologi dan/atau seni. dengan karir profesi yang dipilih, terutama
Kompetensi yang dimiliki oleh sarjana dalam hubungan antarindividu dan
bimbingan dan konseling bersifat spesifik, baik hubungan kolaboratif antaranggota profesi
teoretik maupun praktik yang diperoleh konseling dan profesi lain, yaitu dalam
melalui serangkaian studi di perguruan tinggi pembentukan tim kerjasama, pelaksanaan
dalam mata kuliah yang khas. Kompetensi

Dipublikasikan oleh: Program Studi Bimbingan dan Konseling FKIP Universitas Muria Kudus 190
Jurnal Konseling GUSJIGANG Vol. 3 No. 2 (Juli-Desember 2017)
Print ISSN 2460-1187, Online ISSN 2503-281X

kerjasama dan tanggung jawab bersama tentang apa yang akan dilakukan berkenaan
profesional. dengan penyelenggaraan pelayanan
Berdasarkan penjabaran poin a sampai profesional yang dimaksud.
dengan poin e di atas, nampak bahwa h. Para anggotanya, baik perorangan maupun
pendidikan profesi konselor bermasksud kelompok, lebih mementingkan pelayanan
mengembangkan kompetensi yang sudah yang bersifat sosial dari pada pelayanan
diperoleh guru bimbingan dan konseling yang mengejar keuntungan yang bersifat
ketika menempuh pendidikan sarjana (S1). Di ekonomi.
sini penekanan praktik dan profesionalisme i. Standar tingkah laku bagi anggotanya
lebih diutamakan. Oleh karena itu praktik dirumuskan secara tersurat (eksplisit)
lapangan lebih banyak, sekitar 75%, dari pada melalui kode etik yang benar-benar
teori. Hal itu dimaksudkan agar penyandang diterapkan; setiap pelanggaran atas kode
gelar profesi konselor (Kons) lebih kompeten etik dapat dikenakan sanksi tertentu.
dalam bidang bimbingan dan konseling. j. Selama berada dalam pekerjaan itu, para
Suatu jabatan atau pekerjaan disebut anggotanya terus menerus berusaha
profesi jika memiliki syarat-syarat atau ciri-ciri menyegarkan dan meningkatkan
tertentu. Sejumlah ahli seperti McCully (1963), kompetensinya dengan jalan mengikuti
Tolbert (1972), dan Nugent (1981) telah secara cermat literatur dalam bidang
merumuskan syarat-syarat atau ciri-ciri suatu pekerjaan itu, menyelenggarakan dan
profesi yang selanjutnya disimpulkan oleh memahami hasil-hasil riset, serta berperan
Prayitno & Erman Amti (2004: 339-340) sebagai serta secara aktif dalam pertemuan-
berikut: pertemuan sesama anggota.
a. Suatu profesi merupakan suatu jabatan atau Mencermati ciri-ciri suatu profesi
pekerjaan yang memiliki fungsi dan sebagaimana diuraikan di atas, jelaslah bahwa
kebermaknaan sosial yang sangat bimbingan dan konseling merupakan suatu
menentukan. profesi yang memiliki landasan keilmuan yang
b. Untuk mewujudkan fungsi tersebut pada jelas dan mantap. Sebagai profesi bantuan
butir di atas para anggotanya (petugas (helping profession) bimbingan dan konseling
dalam pekerjaan itu) harus menampilkan dilaksanakan berdasarkan sikap dan perilaku
pelayanan yang khusus yang didasarkan altruistik. Semua itu diatur dalam suatu kode
atas teknik-teknik intelektual, dan etik profesi konselor.
keterampilan-keterampilan tertentu yang Kode etik profesi merupakan norma-
unik. norma yang harus dipatuhi dan diindahkan
c. Penampilan pelayanan tersebut bukan hanya oleh setiap tenaga profesi dalam menjalankan
dilakukan secara rutin saja, melainkan tugas profesi dan dalam kehidupannya di
bersifat pemecahan masalah atau masyarakat. Norma-norma itu berisi apa yang
penanganan situasi kritis yang menuntut tidak boleh dilakukan, apa yang seharusnya
pemecahan dengan menggunakan teori dan dilakukan, dan apa yang diharapkan dari tenaga
metode ilmiah. profesi.
d. Para anggotanya memiliki kerangka ilmu Profesi konselor, keberadaannya
yang sama yaitu didasarkan atas ilmu yang merupakan profesi yang belum banyak
jelas, sistematis, dan eksplisit; bukan hanya dikenal masyarakat. Profesi konselor lebih
didasarkan atas akal sehat (common sense) banyak dikenal di lingkungan sekolah
belaka. dengan nama layanan Bimbingan dan
e. Untuk dapat menguasai kerangka ilmu itu Konseling. Pemberi layanan bimbingan dan
diperlukan pendidikan dan latihan dalam konseling di sekolah yang dilakukan oleh
jangka waktu yang cukup lama. konselor sekolah (Guru Bimbingan dan
f. Para anggotanya secara tegas dituntut Konseling), merupakan bagian dari profesi
memiliki kompetensi minimum melalui konselor.
prosedur seleksi, pendidikan dan latihan, Dalam praktik pemberian layanan
serta lisensi atau sertifikasi. bimbingan dan konseling di sekolah, masih
g. Dalam menyelenggarakan pelayanan sering terdengar kesan yang kurang baik
kepada pihak yang dilayani, para anggota terhadap pelayanan guru bimbingan dan
memiliki kebebasan dan tanggung jawab konseling. Hal ini nampak banyaknya simbol-
pribadi dalam memberikan pendapat dan simbol negatif yang diberikan kepada guru
pertimbangan serta membuat keputusan bimbingan dan konseling seperti polisi

Dipublikasikan oleh: Program Studi Bimbingan dan Konseling FKIP Universitas Muria Kudus 191
Jurnal Konseling GUSJIGANG Vol. 3 No. 2 (Juli-Desember 2017)
Print ISSN 2460-1187, Online ISSN 2503-281X

sekolah, pengisi jam kosong, petugas METODE PENELITIAN


ketertiban sekolah, dan sebutan lainnya yang Penelitian ini dirancang sebagai
menjadikan kekurang percayaan penelitian survei, yaitu suatu teknik
masyarakat terhadap profesi guru bimbingan pengumpulan informasi yang dilakukan
dan konseling dalam pemberian layanan yang dengan cara menyusun daftar pertanyaan
profesional. Hal ini lebih disebabkan karena
(kuesioner) yang diajukan kepada
pemberian layanan yang menyimpang dari
kaidah dan misi profesi konselor, serta responden. Penelitian survei ini merupakan
mengabaikan kode etik profesi bimbingan salah satu pendekatan penelitian yang pada
dan konseling. Ini menjadi suatu tantangan umumnya digunakan untuk pengumpulan
untuk profesi bimbingan dn konseling. data yang luas dan banyak.
Berbagai upaya pengembangan profesi Penelitian ini dilakukan pada populasi
bimbingan dan konseling memerlukan besar maupun kecil, tetapi datanya dari sampel
evaluasi dan tindak lanjut yang mengarah yang diambil dari populasi tersebut (Kerlinger,
kepada terwujudnya standardisasi profesi 2014: 660). Hasil penelitian survei menurut
bimbingan dan konseling. Upaya dan tindak Shaughnessy, Zechmeister & Zechmeister
lanjut tersebut dilakukan baik oleh LPTK, (2007:154) sering digunakan untuk
maupun asosiasi profesi (ABKIN) dalam porsi mendeskripsikan pendapat, sikap, dan
kewenangan dan tanggung jawab masing- preferensi orang-orang yang menjadi
masing. responden. Tujuan penelitian survei adalah
Ruang lingkup kode etik profesi untuk mengetahui gambaran umum
bimbingan dan konseling meliputi hal-hal karakteristik dari populasi. Penelitian survei
yang bersangkut paut dengan kompetensi yang digunakan untuk mengumpulkan informasi
dimiliki, kewenangan dan kewajiban tenaga berbentuk opini dari sejumlah besar orang
profesi bimbingan dan konseling, serta cara- terhadap topik atau isu tertentu. Misalnya
cara pelaksanaan layanan yang dilakukan survei kinerja guru bimbingan dan konseling
dalam kegiatan profesi. untuk mengetahui pelaksanaan kode etik
Dari ruang lingkup tersebut, hal-hal profesi konselor dalam pemberian layanan
pokok yang harus diperhatikan oleh seorang bimbingan dan konseling.
konselor antara lain : Penelitian ini dilakukan dengan subjek
1) Pemahaman terhadap esensi dan semua guru bimbingan dan konseling (guru
BK/konselor) SMP dan MTs yang tergabung
spektrum permasalahan kode etik
dalam Musyawarah Guru Bimbingan dan
profesi bimbingan dan konseling beserta Konseling (MGBK SMP/MTs) Kabupaten
analisis pengembangan solusinya; Kudus. Guru bimbingan dan konseling yang
2) Kemartabatan profesi bimbingan dan menjadi populasi penelitian berjumlah 147.
konseling baik teoritik, strategik, maupun Karena penelitian ini penelitian survai maka
praktiknya, meliputi pelayanan yang setiap guru BK ditetapkan sebagai responden
bermanfaat, pelaksanaan yang dan diberi kuesioner.
Peneliti menetapkan semua guru BK
bermandat dan pengakuan yang sehat
SMP dan MTs Kabupaten Kudus menjadi
yang terinci dalam kompetensi konselor, responden (populasi). Sampel penelitian
fasilitas praktik, menejemen praktik adalah Guru BK adalah mereka yang aktif
beserta kelembagaannya. mengikuti kegiatan-kegiatan pertemuan
Kode etik profesi ini seharusnya MGBK SMP/MTs. Pada semester genap tahun
menjadi panduan dan landasan kerja setiap 2015/2016 MGBK SMP/MTs Kabupaten
konselor dalam memberikan pelayanan kepada Kudus menyelenggarakan Pelatihan Penelitian
setiap kliennya. Sehingga setiap perilaku dan Tindakan Kelas (PTK) dalam beberapa
kegiatan layanan yang diberikan konselor pertemuan. Mereka yang mengikuti kegiatan
bersumber pada kode etik profesi bimbingan pelatihan ini ditetapkan sebagai sampel
dan konseling. Penelitian ini dimaksudkan penelitian, yaitu sejumlah 40 orang. Guru BK
untuk mengungkap sejauh mana pelaksanaan tersebut diberi kuesioner penelitian, dan
kode etik profesi bimbingan dan konseling mereka diminta untuk mengisi pada hari itu
pada guru bimbingan dan konseling SMP/MTs pula. Teknik sampling yang digunakan adalah
di kabupaten Kudus. purposive sampling (Danim, 2004:98), yaitu
menentukan sampel penelitian atas dasar

Dipublikasikan oleh: Program Studi Bimbingan dan Konseling FKIP Universitas Muria Kudus 192
Jurnal Konseling GUSJIGANG Vol. 3 No. 2 (Juli-Desember 2017)
Print ISSN 2460-1187, Online ISSN 2503-281X

pertimbangan peneliti bahwa yang Pengumpulan data dilakukan di Aula


bersangkutan mudah ditemui, mengisi SMP NU Alma’ruf Kudus pada hari Selasa 14
kuesioner, dan segera mengembalikan April 2015 jam 09.00-13.00. Hasil survei
kuesioner kepada peneliti. terhadap 40 orang Guru BK SMP/MTs
Kabupaten Kudus peneliti sajikan dalam Tabel
HASIL DAN PEMBAHASAN 1.
Tabel 1 Analisis Butir Kode Etik Profesi Guru BK SMP/MTs Kabupaten Kudus

No. Jumlah No. Jumlah No. Jumlah


% % %
Item skor Item skor Item skor
1 161 81% 36 167 84% 71 150 75%
2 177 89% 37 151 76% 72 173 87%
3 173 87% 38 170 85% 73 161 81%
4 165 83% 39 166 83% 74 176 88%
5 179 90% 40 160 80% 75 173 87%
6 173 87% 41 167 84% 76 161 81%
7 176 88% 42 162 81% 77 160 80%
8 171 86% 43 161 81% 78 153 77%
9 176 88% 44 163 82% 79 161 81%
10 167 84% 45 150 75% 80 166 83%
11 175 88% 46 156 78% 81 161 81%
12 187 94% 47 157 79% 82 163 82%
13 181 91% 48 150 75% 83 168 84%
14 181 91% 49 152 76% 84 171 86%
15 166 83% 50 145 73% 85 168 84%
16 171 86% 51 141 71% 86 75 38%
17 167 84% 52 131 66% 87 65 33%
18 177 89% 53 141 71% 88 70 35%
19 171 86% 54 132 66% 89 66 33%
20 170 85% 55 148 74% 90 65 33%
21 174 87% 56 160 80% 91 72 36%
22 172 86% 57 156 78% 92 68 34%
23 168 84% 58 156 78% 93 68 34%
24 167 84% 59 156 78% 94 65 33%
25 166 83% 60 125 63% 95 64 32%
26 154 77% 61 163 82% 96 64 32%
27 160 80% 62 160 80% 97 67 34%
28 151 76% 63 175 88% 98 65 33%
29 161 81% 64 110 55% 99 60 30%
30 153 77% 65 141 71% 100 62 31%
31 164 82% 66 155 78% 101 0 0%
32 160 80% 67 151 76% 102 0 0%
33 168 84% 68 143 72% 103 60 30%
34 184 92% 69 151 76%
35 178 89% 70 153 77% Skor Rata-rata 74,22%

Dipublikasikan oleh: Program Studi Bimbingan dan Konseling FKIP Universitas Muria Kudus 193
Jurnal Konseling GUSJIGANG Vol. 3 No. 2 (Juli-Desember 2017)
Print ISSN 2460-1187, Online ISSN 2503-281X

Dari tabel 3.3 di atas dapat dijelaskan nomor 5. Kode etik profesi konselor Indonesia
bahwa ada lima item yang memperoleh berlandaskan Pancasila, Undang-undang
persentase jawaban tertinggi yaitu; (1) Item Dasar 1945 Negara Kesatuan Republik
nomor 18. Konselor wajib menghormati harkat, Indonesia, dan Bhineka Tunggal Ika: 90%. Dua
martabat, integritas dan keyakinan klien: 94%, item yang tidak dijawab oleh semua responden
(2) Item nomor 34. Konselor menghargai klien (0%) yaitu; (1) Item nomor 101. Tidak
sesuai dengan harkat dan martabat mengikuti kebijakan dan aturan yang telah
kemanusiaannya: 92%, (3) Item nomor 13. ditetapkan oleh organisasi profesi dan (2) Item
Konselor wajib menempatkan kepentingan nomor 102. Mencemarkan nama baik profesi
klien di atas kepentingan pribadi konselor: dan organisasi profesinya.
91%, (4) Item nomor 14. Konselor tidak Diketahui bahwa capaian setiap
diperkenankan melakukan diskriminasi atas variabel yang diukur diperoleh gambaran
suku, bangsa, warna kulit, agama, atau status sebagaimana disajikan dalam Grafik 1 berikut
sosial tertentu terhadap klien: 91%, dan (5) Item ini.

Grafik 1 Capaian Setiap Variabel Kode Etik Profesi Guru BK SMP/MTs Kabupaten Kudus

Berdasarkan Grafik 1 nampak bahwa kode etik profesi konselor dengan baik, yaitu
urutan jawaban 40 responden yang memahami teeori dan praktik BK sejak kuliah.
mengembalikan kuesioner adalah; (1) Variabel Kualifikasi, Kompetensi dan Kegiatan
Pendahuluan: 86% (Tinggi Sekali), (2) yang diperoleh Guru BK SMP/MTS Kabupaten
Kualifikasi, kompetensi dan kegiatan: 84% Kudus adalah 84% berada pada kategori Tinggi
(Tinggi Sekali), (3) Pelaksanaan Pelayanan: 78% Sekali. Berdasarkan latar belakang pendidikan
(Tinggi), (4) Pelanggaran dan Sanksi: 33% dan pekerjaannya sekarang sebagaimana
(Rendah Sekali), dan (5) Rata-rata skor : 74,22% disebutkan pada poin 2.1 di atas, nampak
(Tinggi). Dari data tersebut di atas nampak adanya kontribusi pendidikan terhadap skor
bahwa konselor sudah memenuhi kualifikasi, yang diperoleh Guru BK SMP/MTs Kabupaten
kompetensi dan melaksanakan layanan dengan Kudus pada variabel Kualifikasi, Kompetensi
baik sebagaimana merujuk pada Tabel 1. dan Kegiatan.
Pada variabel Pendahuluan Kode Etik Pelaksanaan pelayanan merupakan
Profesi ABKIN yang meliputi aspek Pengantar, variabel yang berada kategori Tinggi, yaitu
Pengertian, dan Dasar Legal; Guru BK Guru BK SMP/MTs Kabupaten Kudus
SMP/MTs Kabupaten Kudus memperoleh skor memperoleh 78%. Dengan demikian dapat
86% (Tinggi Sekali). Hal ini mempunyai makna diasumsikan bahwa pelaksanaan pelayanan
bahwa pemahaman Guru BK SMP Kabupaten bimbingan dan konseling yang dilakukan
Kudus pada variabel pendahuluan dan aspek- berada pada nilai tengah 73% dari rentangan
aspeknya sangat baik. Bisa jadi hal ini karena sekor 68% - 83%. Pada variabel Pelanggaran
Guru BK SMP/MTs Kabupaten Kudus 99% dan Sanksi, Guru BK SMP/MTs Kabupaten
lulusan S1 BK. Sehingga mereka memahamai Kudus memperoleh skor 33% (Kurang Sekali).

Dipublikasikan oleh: Program Studi Bimbingan dan Konseling FKIP Universitas Muria Kudus 194
Jurnal Konseling GUSJIGANG Vol. 3 No. 2 (Juli-Desember 2017)
Print ISSN 2460-1187, Online ISSN 2503-281X

Variabel pelanggaran dan sanksi dapat Bimbingan dan Konseling Indonesia (ABKIN)
dimaknai terbalik dibandingkan dengan 2010 Bab: II menetapkan kualifikasi konselor
variabel yang lain. Artinya skor yang besar minimal Sarjana Pendidikan (S.1) dalam
bermakna lebih besar melakukan pelanggaran bidang Bimbingan dan Konseling dan tamatan
dibandingkan dengan skor yang lebih rendah. Pendidikan Profesi Konselor (PPK) tetapi di
Dengan demikian Guru BK SMP/MTs masyarakat luas konselor sebagai suatu profesi
Kabupaten Kudus rendah sekali dalam belum dipahami sepenuhnya dan menjadi
melakukan pelanggaran etika profesi. kabur. Hal ini nampak masih ada beberapa
Rata-rata sekor yang diperoleh dari konselor yang bukan berasal dari S1 Bimbingan
pelaksanaan kode etik profesi konselor Guru dan Konseling; bukan dilatih di LPTK
BK SMP/MTs Kabupaten Kudus adalah 74,22 sebagaimana syarat konselor yang
(Tinggi). Hal ini dapat dimaknai bahwa secara dikemukakan oleh McCully (1963); Tolbert
umum Guru BK SMP/MTs Kabupaten Kudus (1972); dan Nugent (1981); serta Prayitno &
telah melaksanakan kode etik profesi konselor Amti (2004). Sudah barang tentu konselor yang
dengan baik. Jika melihat latar belakang tidak berlatar belakang S1 BK belum sesuai
pendidikan dan statusnya sekarang, ini hal dengan ketentuan Undang-Undang Nomor 20
yang wajar terjadi. Karena Guru BK SMP/MTs Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan
Kabupaten Kudus lebih “mapan” dalam Nasional.
melaksanakan tugas sesuai pendidikan yang Kedua, kode etik profesi merupakan
mereka peroleh, partisipasi aktif kegiatan rutin seperangkat sistem nilai yang menjadi
MGBK yang dilakukan sebulan sekali (minimal pedoman pengurus dan anggota profesi dalam
setahun delapan kali pertemuan MGBK), melaksanakan tugas secara profesional
sering mengikuti kegiatan bimbingan dan sehingga menjadi profesi yang bermartabat
konseling seperti workshop dan seminar. dan diakui kemanfaatannya oleh pemerintah
Penelitian ini sudah dirancang dengan dan masyarakat. Namun demikian belum
baik: mulai dari menyusun proposal, semua Guru BK SMP/MTs Kabupaten Kudus
mengkomunikasikan dengan pihak terkait menjadi anggota ABKIN. Oleh karena itu, bisa
(Lembaga Penelitian Universitas Muria Kudus; jadi mereka belum memahami dan belum
Dinas Pendidikan, Pemuda dan Olahraga melaksanakan kode etik profesi dengan
Kabupaten Kudus; dan MGBK SMP/MTs semestinya.
Kabupaten Kudus), menyusun instrumen,
mengumpulkan data, mengolah data, dan
menganalisis data. Namun demikian hasil SIMPULAN
yang dicapai dirasakan belum sepenuhnya Pelaksanaan hasil survai kode etik
memenuhi harapan karena beberapa profesi konselor pada Guru Bimbingan
keterbatasan yang ditemui. Keterbatasan Konseling SMP/MTs di Kabupaten Kudus,
pertama Konselor sebagai suatu profesi sudah dapat disimpulkan bahwa; (1)
diperjuangkan melalui organisasi sejak tahun Pelaksanaan/penerapan kode etik profesi
1975 atau 40 tahun yang lalu dan diakui oleh konselor di sekolah sudah berjalan dengan balk,
pemerintah dalam hukum formal pada tahun artinya guru bimbingan dan konseling di
2003. Secara legal formal pengakuan profesi sekolah sudah menerapakan dan mematuhi kode
konselor terdapat dalam; (1) Ikatan Petugas etik profesi konselor, meski ada beberapa hal yang
Bimbingan Indonesia (IPBI) atau yang perlu mendapatkan perhatian. (2) Meskipun dari
kemudian disebut Asosiasi Bimbingan dan hasil survai yang dilakukan melalui angket
Konseling Indonesia (ABKIN), dalam kongres (kuesioner) kepada guru bimbingan dan
IPBI: I pada tahun 1975 telah menetapkan konseling hasilnya cenderung baik, perlu ada
petugas “Penyuluh” yang kemudian disebut: pengkajian lebih teliti di lapangan, melalui
“Konselor” sebagai suatu profesi. (2) Dalam metode lain untuk memperoleh hasil kajian yang
Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 lebih utuh dan menyeluruh, misalnya dengan
tentang: Sistem Pendidikan Nasional Pasal: 39 metode wawancara, studi dokumentasi, observasi,
Ayat: 2 menjelaskan Pendidik adalah tenaga studi kasus, dan lain-lain. (3) Kode etik profesi
kependidikan yang bekualifikasi sebagai guru, bimbingan dan konseling secara material
dosen, konselor, pamong belajar, widyaiswara, masih harus banyak disempumakan, agar dalam
tutor, instruktur, fasilitator …. merupakan praktik layanan di lapangan ke depan dapat lebih
tenaga profesional (Departemen Pendidikan baik, baik bagi konselor selaku penyelenggara
Nasional, 2004). (3) Dalam Kode Etik Profesi layanan maupun bagi klien dan pengguna lain

Dipublikasikan oleh: Program Studi Bimbingan dan Konseling FKIP Universitas Muria Kudus 195
Jurnal Konseling GUSJIGANG Vol. 3 No. 2 (Juli-Desember 2017)
Print ISSN 2460-1187, Online ISSN 2503-281X

selaku penerima layanan. Dan (4) Penegakan Kompetensi Konselor. Jakarta: Badan
kode etik profesi konselor perlu ada aturan yang Standar Nasional Pendidikan.
jelas, sehingga lebih memantapkan konselor dalam
Prayitno dan Erman Amti. 2004. Dasar-dasar
memberikan layanan.
Bimbingan dan Konseling. Jakarta: Rineka
Cipta.
DAFTAR PUSTAKA
Azwar, Saifuddin. 1999. Penyusunan Skala Prayitno. 2005. Konseling Pancawaskita. Padang :
Psikologi. Yogyakaarta: Pustaka Pelajar. Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas
Negeri Padang.
Danim, Sudarwan. 2004. Metode Penelitian
untuk Ilmu-ilmu Perilaku. Cetakan ketiga. Rofiah, Fikrotur. 2015. Penelitian Survei.
Jakarta: Bumi Aksara. Tersedia online di
http://www.eurekapendidikan.com/20
Departemen Pendidikan Nasional 2004.
15/01/penelitian-survei.html. Diunduh
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor
30 Maret 2017.
20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan
Nasional. Jakarta: Depdikbud. Saughnessy, John J., Zechmeister, Eugene B. &
--------. 2008. Peraturan Menteri Pendidikan Zechmeister, Jeanne S. 2007. Metodologi
Nasional Nomor 27 Tahun 2008 Tentang Penelitian Psikologi. Edisi Ketujuh.
Standar Kualifikasi Akademik dan Terjemahan Helly Prajitno Soetjipto dan
Kompetensi Konselor. Tersedia di Sri Muljantini Soetjipto. Yogyakarta:
http://www.scribd.com/doc/8695600/ Pustaka Pelajar.
STANDAR-KUALIFIKASI
AKADEMIK-DAN-KOMPETENSI- Tolbert, E.L. 1972. Introduction to Counseling.
New York: McGraw-Hill.
KONSELOR. diunduh 4 Januari 2009.
Gibson, Robert L. dan Mitchell, Marianne H. Yusuf, A. Muri. (2015). Asesmen dan Evaluasi
Pendidikan. Pilar Penyedia Informasi dan
2011. Bimbingan dan Konseling. Cetakan 1.
Kegiatan Pengendalian Mutu Pendidikan.
Alih bahasa Yudi Santoso. Yogyakarta:
Jakarta: Prenada Media Grup.
Pustaka Pelajar.
Zamroni, E. (2016). Self Resilience Pada
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan.
Konselor: Konstruksi Konselor Tahan Uji
2012. Profesionalisasi Kode Etik Profesi
Sebagai Pribadi Efektif Dalam Melayani
Bimbingan dan Konseling. Jakarta: Pusat
Konseli. G-COUNS Jurnal Bimbingan dan
Pengembangan dan Pemberdayaan
Konseling, 1(1)
Pendidikan dan Tenaga Kependidikan
Pendidikan Jasmani dan Bimbingan
Konseling.
Kerlinger, Freed N. 2014. Asas-asas Penelitian
Behavioral. Cetakan keduabelas.
Terjemahan Landung R. Simatupang
dan H. J. Koesoemanto. Yogyakarta:
Gajah Mada University Press.
McCully, C.H. 1963. Challenge for Change in
Counselor Education. Minneapolis:
Buergess Publishing Company.
Nugent, F.A. 1981. Professional Counseling.
Monterey, California: Brooks/Cole
Publishing.
Pengurus Besar Asosiasi Bimbingan dan
Konseling Indonesia. 2010. Kode Etik
Profesi Bimbingan dan Konseling Indonesia
(ABKIN. Semarang: PB ABKIN.
Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 27
Tahun 2008 tentang Standar Kualifikasi dan

Dipublikasikan oleh: Program Studi Bimbingan dan Konseling FKIP Universitas Muria Kudus 196

You might also like