Professional Documents
Culture Documents
Abstract
The writing of this journal is entitled "Financial Performance Analysis, the Impact of the Merger of 3 State-Owned
Sharia Banks and the Strategy of Indonesian Sharia Banks (BSI) in National Economic Development". As an effort
to develop the market share of the sharia economy in Indonesia, the government combines three state-owned
sharia banks, namely BNI Syariah, BRI Syariah and Bank Mandiri Syariah to expand the Islamic banking market.
This raises the question of whether Islamic banking is able to drive the economy or whether economic growth can
increase due to Islamic banking. The results of this study were written using a qualitative descriptive approach.
Based on the discussion that refers to the data obtained, it is concluded that the existence of a syariah bank merger,
the capital problem in Islamic banks has been resolved and Islamic banks will be able to expand more widely to
meet and facilitate the needs of the community. The existence of large capital will also encourage Islamic banks to
provide greater financing to the public.
Abstrak
Penulisan Jurnal ini berjudul “Analisis Kinerja Keuangan, Dampak Merger 3 Bank Syariah BUMN dan Strategi
Bank Syariah Indonesia (BSI) Dalam Pengembangan Ekonomi Nasional”. Sebagai salah satu usaha
mengembangkan pangsa pasar ekonomi syariah di Indonesia, pemerintah menggabungkan tiga bank syariah
BUMN, yakni BNI Syariah, BRI Syariah dan Bank Mandiri Syariah guna mengekspansi pasar perbankan syariah.
Hal tersebut memunculkan pertanyaan apakah perbankan syariah mampu menggerakkan ekonomi ataupun apakah
pertumbuhan ekonomi dapat meningkat karena perbankan syariah. Hasil penelitian ini ditulis dengan
menggunakan metode pendekatan deskriptif kualitatif. Berdasarkan pembahasan yang mengacu pada data yang
diperoleh, disimpulkan bahwa adanya merger bank syariah, masalah permodalan pada bank syariah telah
terselesaikan dan bank syariah akan mampu melakukan ekspansi lebih luas untuk memenuhi dan memfasilitasi
kebutuhan masyarakat. Adanya modal yang besar juga akan mendorong bank syariah untuk memberikan
pembiayaan yang lebih besar kepada masyarakat.
1. PENDAHULUAN
Perkembangan perbankan syariah di negara-negara Islam kemudian diikuti oleh Indonesia. Lahirnya
perbankan syariah di Indonesia diawali dengan berdirinya Bank Muamalat Indonesia (BMI) pada 1991.
Sebelumnya, di Indonesia juga telah didirikan lembaga-perbankan nonbank yang dalam kegiatannya
menerapkan sistem syariah. Pemerintah kemudian membuat peraturan untuk pelaksanaan bank syariah melalui
UU No. 7 tahun 1992 tentang perbankan dan dijelaskan pada PP No. 72 tahun 1992. (Hasyim, Tamin Umairoh
2016)
Kondisi ekonomi global di bawah sistem ekonomi konvensional yang kurang sejahtera mendorong umat
Islam di seluruh dunia untuk mengungkap kearifan ajaran Islam yang berkaitan dengan sistem ekonomi dan
menerapkannya sesuai kondisi saat ini. Perkembangan konseptual perbankan syariah awalnya dimulai pada
tahun 1940-an sebagai konsep abstrak (Khan, M Mansoor. Bhatti 2008). Industri perbankan syariah telah
berkembang pesat dengan 505 bank syariah dari 69 negara yang terlibat dalam industri yang berkembang.
Apalagi, industri perbankan syariah global memiliki asset lancar senilai USD 1,7 triliun pada tahun 2017 dan
tingkat pertumbuhan rata-rata 5% sejak 2012 yang mewakili 71% asset industri keuangan syariah global.
Industri perbankan syariah global diproyeksikan bernilai US $ 2,4 triliun pada 2023 (Indrawan and Rahman
2020). Berdasarkan data Global Islamic Finance Report (GIFR) pada tahun 2019, Indonesia berhasil
mendapatkan skor 81,93 pada Islamic Finance Country Index (IFCI). Skor tersebut merupakan skor tertinggi,
artinya Indonesia menempati peringkat pertama di pasar keuangan syariah global. Peringkat ini naik lima
tingkat, yang mana pada tahun 2018, Indonesia menduduki peringkat keenam. Aktivitas perbankan syariah di
Indonesia dimulai pada tahun 1991, dengan lahirnya bank syariah pertama di Indonesia yaitu Bank Muamalat
dengan modal pertama sebesar 106 milyar rupiah (Nurdany 2016).
Ketahanan industri perbankan syariah telah berhasil dan berkontribusi pada pertumbuhan ekonomi
nasional, bahkan di tengah ketidakstabilan kondisi ekonomi (Kassim 2016). Selain itu, terdapat empat faktor
yang berkontribusi pada pertumbuhan industri perbankan syariah, yaitu: (1) adanya permintaan yang besar dari
berbagai negara Islam untuk produk yang sesuai dengan prinsip Islam; (2) adanya penguatan kerangka hukum
dan kebijakan di sektor keuangan syariah; (3) adanya peningkatan permintaan dari investor perbankan
konvensional, termasuk untuk tujuan diversifikasi produk; dan (4) adanya kapasitas industri untuk
mengembangkan sejumlah instrumen keuangan guna memenuhi kebutuhan investor perusahaan ataupun
perorangan (Hasan and Dridi 2010).
Ketahanan, pertumbuhan, dan stabilitas perbankan syariah masih tetap terjaga di tengah perlambatan laju
pertumbuhan ekonomi, sehingga memunculkan pertanyaan besar berkenaan dengan sejauh mana kontribusi
perbankan syariah terhadap pertumbuhan ekonomi. Sebuah studi sebelumnya yang dilakukan oleh (Furqani,
Hafas. Mulyany 2009); (Majid, M Shabri Abd. Kassim 2015); dan (Kassim 2016) menemukan bahwa terdapat
hubungan ekuilibrium dua arah antara perbankan syariah dan pertumbuhan ekonomi pada tingkat agregat.
Menariknya, (Kassim 2016) menggarisbawahi aspek pembiayaan perbankan syariah pada temuannya. Meskipun
pembiayaan perbankan syariah berkontribusi besar dalam jangka pendek dan jangka panjang, namun jangka
panjang terbukti berdampak lebih kuat daripada dampak jangka pendek, sehingga perbankan perlu
menyeimbangkan alokasi dana untuk keperluan ekspansi bisnis dan investasi.
Perbankan syariah memiliki pangsa pasar yang relatif lebih rendah jika dibandingkan dengan perbankan
konvensional. Namun, kontribusi perbankan syariah berdampak lebih besar terhadap perkonomian dari sisi
sektor ekonomi yang ada untuk menunjukkan pertumbuhan ekonomi dan perbankan syariah. Adapun
berdasarkan data Otoritas Jasa Keuangan (OJK) per Juli 2020, jumlah Bank Umum Syariah (BUS) mencapai 14
BUS dan jumlah Unit Usaha Syariah (UUS) mencapai 20 UUS dengan total asset BUS dan UUS sebesar
529.063 milyar rupiah. Dengan jumlah asset yang dimiliki saat ini, BUS dan UUS dinilai belum cukup tangguh
untuk bersaing dengan bank konvensional karena market share dari bank syariah masih jauh dibawah bank
konvensional, yaitu sebesar 6,18 persen pada Juni 2020 (OJK 2021).
Dalam upaya memperbesar market share perbankan syariah yang berdaya saing global, Menteri BUMN –
Erick Thohir melebur (merger) bank syariah yang berada di bawah naungan BUMN, yaitu BNI Syariah, BRI
Syariah dan Bank Syariah Mandiri. Berdasarkan Laporan Keuangan Tahunan masing-masing bank tersebut,
tahun 2020 aset BRIS hanya Rp 49,5 triliun, Bank BNI Syariah dengan aset Rp 50,7 triliun dan BSM menjadi
pemilik aset paling besar yaitu mencapai Rp 114,4 triliun. Sehingga dari latar belakang tersebut, penulis
merumuskan :
1) Bagaimanakah kinerja keuangan dan dampak adanya peleburan (merger) tiga bank syariah BUMN
tersebut?
2) Apakah strategi Bank Syariah Indonesia (BSI) dalam pengembangan ekonomi nasional
2. METODE PENELITIAN
Jenis penelitian ini merupakan penelitian dengan metode kualitatis menggunakan pendekatan deskriptif.
Penelitian ini menggunakan data time series selama kurun waktu 2017-2020 dengan data bulanan sebagai basis
datanya. Data-data tersebut diperoleh dari Laporan Keuangan Tahunan masing-masing bank tersebut, BRI
Syariah, BNI Syariah, BSM dari tahun 2017 sampai 2020. Metode analisis dalam penelitian ini adalah
menggunakan rasio Non Performing Financing (NPF), Capital Adequacy Ratio (CAR), Return on Asset (ROA),
Return on Equity (ROE), Financing to Deposit Ratio (FDR), Net Interest Margin (NIM) dan Beban Operasional
dan Pendapatan Operasional (BOPO).
Tabel 1.1 NPF Net BRI Syariah, BNI Syariah, Bank Syariah periode 2017-2020
Nama 2017 2018 2019 2020
Sumber: Annual Report PT. BRI Syariah, PT. BNI Syariah, dan PT. BSM 2017-2020 (data diolah
April 2021)
persen, yang mana angka ini merupakan presentase tertinggi dari dua bank BUMN syariah lainnya.
Artinya, Bank BRI Syariah memiliki dukungan modal yang kuat dari pemerintah sebagai pemilik
mayoritas dari bank ini. Namun di tahun 2020 mengalami penurunan tetapi tetap menjadi persentasi
tertinggi diantara Bank Syariah lainnya. Sementara itu, rasio CAR BNI Syariah pada 2020 mencapai
18,26 persen mengalami penurunan dari tahun sebelumnya dan Bank Syariah Mandiri mencapai 19,83
persen mengalamikenaikan dari tahun sebelumnya.
Tabel 1.2 CAR BRI Syariah, BNI Syariah, Bank Syariah periode 2017-2020
Nama 2017 2018 2019 2020
Sumber: Annual Report PT. BRI Syariah, PT. BNI Syariah, dan PT. BSM 2017-2020 (data diolah
April 2021)
Tabel 1.3 ROA BRI Syariah, BNI Syariah, Bank Syariah periode 2017-2020
Nama 2017 2018 2019 2020
Sumber: Annual Report PT. BRI Syariah, PT. BNI Syariah, dan PT. BSM 2017-2020 (data diolah
April 2021)
ditahun 2020 mengalami kenaikan 2,03%. Semakin tinggi nilai ROE, maka semakin baik pula kinerja
suatu bank dalam menghasilkan laba bersih setelah dikurangi pajak. Pada perbankan, ROE juga
mampu mencerminkan ukuran efektivitas manajemen dalam menggunakan biaya ekuitas untuk
aktivitas operasi dan pengembangan suatu bank. Dari tabel tersebut bisa dilihat bahwa ROE yang baik
ada pada Bank Syariah Mandiri.
Tabel 1.4 ROE BRI Syariah, BNI Syariah, Bank Syariah periode 2017-2020
Nama 2017 2018 2019 2020
Sumber: Annual Report PT. BRI Syariah, PT. BNI Syariah, dan PT. BSM 2017-2020 (data diolah
April 2021)
Tabel 1.5 FDR BRI Syariah, BNI Syariah, Bank Syariah periode 2017-2020
Nama 2017 2018 2019 2020
Sumber: Annual Report PT. BRI Syariah, PT. BNI Syariah, dan PT. BSM 2017-2020 (data diolah
April 2021)
Tabel 1.6 NIM BRI Syariah, BNI Syariah, Bank Syariah periode 2017-2020
Nama 2017 2018 2019 2020
Sumber: Annual Report PT. BRI Syariah, PT. BNI Syariah, dan PT. BSM 2017-2020 (data diolah
April 2021)
Tabel 1.7 BOPO BRI Syariah, BNI Syariah, Bank Syariah periode 2017-2020
Nama 2017 2018 2019 2020
Sumber: Annual Report PT. BRI Syariah, PT. BNI Syariah, dan PT. BSM 2017-2020 (data diolah
April 2021)
2. Dampak Merger 3 Bank Syariah BUMN
Perbankan merupakan lembaga keuangan yang memiliki fungsi intermediasi dalam menghimpun dana
dari pihak yang kelebihan dana dan menyalurkan kembali dana tersebut pada pihak yang membutuhkan
(Jaya, Rindayati, and Ali 2015). Secara empiris, bank syariah berperan penting dalam pertumbuhan
ekonomi pada sektor riil. Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh (Levine, Loayza, and Beck
2000) dan (Bencivenga et al. 2003) yang menemukan adanya hubungan positif dalam jangka panjang antara
perkembangan perbankan syariah dan pertumbuhan ekonomi. (Furqani, Hafas. Mulyany 2009); (Majid, M
Shabri Abd. Kassim 2015); dan (Kassim 2016) menjelaskan bahwa terdapat hubungan keseimbangan dua
arah antara perbankan syariah dengan pertumbuhan ekonomi pada tingkat agregat. Peneliti (Indrawan and
Rahman 2020) juga menjelaskan bahwa pembiayaan perbankan syariah pada periode kuartal pertama pada
tahun 2007 hingga kuartal keempat tahun 2018 memiliki hubungan yang positif dan signifikan terhadap
pertumbuhan ekonomi di Malaysia pada tiga sektor utama ekonomi, yaitu pertanian, industri, dan jasa.
Menariknya, (Kassim 2016) menggarisbawahi aspek pembiayaan perbankan syariah pada temuannya.
Meskipun pembiayaan perbankan syariah berkontribusi besar dalam jangka pendek dan jangka panjang,
namun jangka panjang terbukti berdampak lebih kuat daripada dampak jangka pendek, sehingga perbankan
perlu menyeimbangkan alokasi dana untuk keperluan ekspansi bisnis dan investasi. Hal tersebut
memunculkan pertanyaan apakah perbankan syariah mampu menggerakkan ekonomi ataupun apakah
pertumbuhan ekonomi dapat meningkat karena perbankan syariah, meskipun perbankan syariah erat
kaitannya dengan pertumbuhan ekonomi. Berkenaan dengan temuan tersebut, untuk menyelesaiakan
masalah permodalan pada perbankan syariah, pemerintah Indonesia yang didorong oleh Menteri BUMN
yaitu Erick Thohir melebur (merger) bank syariah yang berada di bawah naungan BUMN, yaitu BRI
Syariah, BNI Syariah, dan Bank Syariah Mandiri.
Upaya peleburan (merger) bank syariah dapat meningkatkan kapasitas perbankan syariah yang
seringkali terkendala oleh adanya keterbatasan modal. Peleburan tiga bank syariah BUMN tersebut juga
diharapkan mampu menghimpun asset yang besar, sehingga peleburan ini akan mampu menjadikan bank
syariah menjadi BUKU IV yang sejajar atau bahkan di atas bank konvensional yang rata-rata sudah menjadi
BUKU IV. BUKU bank erat kaitannya dengan tingkat imbal hasil yang diharapkan oleh nasabah pemilik
dana. Umumnya, semakin tinggi BUKU suatu bank, maka akan diasumsikan lebih aman, sehingga pemilik
dana berkenan untuk menempatkan dananya dengan rate yang lebih rendah. Sedangkan bank dengan
BUKU kecil, pada umumnya, memberikan insentif lebih agar pemilik dana menempatkan dananya di bank
tersebut.
Melalui peleburan ini, maka bank syariah BUMN akan mampu sejajar dengan Bank Mandiri dan BNI
46 yang telah masuk menjadi BUKU IV. Setelah adanya merger bank syariah, masalah permodalan pada
bank syariah telah terselesaikan dan bank syariah akan mampu melakukan ekspansi lebih luas untuk
memenuhi dan memfasilitasi kebutuhan masyarakat. Adanya modal yang besar juga akan mendorong bank
syariah untuk memberikan pembiayaan yang lebih besar kepada masyarakat. Merger bank syariah juga
akan mewujudkan efisiensi arah kebijakan strategis perbankan syariah di masa mendatang. Selain itu,
merger bank syariah juga akan menjadikan inklusi perbankan syariah lebih terfokus yang disesuaikan
dengan karakteristiknya masing-masing. Apabila perbankan syariah semakin inklusif, maka literasi
keuangan syariah pun juga akan semakin meningkat. Selama ini, dalam praktiknya banyak masyarakat yang
masih mempertanyakan perbedaan bank syariah dengan bank konvensional, bahkan tidak jarang masyarakat
engga menggunakan bank syariah karena biaya layanannya yang masih lebih mahal jika dibandingkan
dengan bank konvensional. Bank syariah akan lebih kompetitif jika dana yang dihimpun dari masyarakat
lebih banyak.
Dampak adanya peleburan (merger) bank syariah selain bertambahnya asset adalah adanya gerakan
saling mendukung dan kerja sama antarbank syariah BUMN. Bersatunya bank syariah BUMN akan
menghasilkan sinergi, sehingga mampu menyamai bahkan melebihi bank konvensional. Asset yang
bertambah akan mendorong perbankan syariah untuk memberikan pembiayaan lebih banyak kepada
masyarakat, sehingga pertumbuhan ekonomi juga akan semakin meningkat. Adanya peleburan (merger)
akan mampu meningkatkan perekonomian Indonesia pasca COVID-19. BSI akan menjadi bank syariah
terbesar di Indonesia dan perkiraan kapitalisasi pasarnya mencapai 40% bahkan bisa mencapai 50% apabila
Unit Usaha Syariah Bank BTN ikut serta bergabung. kapitalisasi pasar yang besar itu tidak serta merta
meningkatkan perekonomian syariah Indonesia, terlebih dalam literasinya karena beban BSI juga akan
besar. Total dari aset tiap-tiap bank yang melakukan penggabungan jika ditotal akan setara dengan 46,46%
dari total aset perbankan syariah di seluruh Indonesia, sementara sisa asetnya dimiliki oleh bank syariah lain
(Anika, Nabilah. Chairunnisa, Nabila Indah. Saputra 2021).
Dampak lain dari adanya peleburan (merger) adalah adanya peningkatan aktivitas ekonomi di bidang
pasar modal syariah. Adanya kebijakan merger ini akan menjadikan BRI Syariah sebagai survivor entity
karena BRI Syariah adalah satusatunya bank syariah yang telah listing dalam pasar modal syariah, yang
mana setelah adanya informasi mengenai peleburan ini minat masyarakat untuk membeli sahamnya pun
semakin tinggi. Namun, investor juga perlu menganalisa terlebih dahulu apakah tindakan membeli saham di
pasar modal merupakan tindakan spontan mengikuti tren ataukah memang tindakan yang sudah
diperhitungkan. Karena setelah adanya peleburan (merger) dan BRI Syariah menjadi survivor entity, maka
nilai saham tersebut akan terdelusi karena kepemilikannya tidak lagi dimiliki satu bank saja, melainkan tiga
bank sekaligus yang disesuaikan dengan persentase asset yang dimiliki.
Hasil merger bank juga sejalan dengan upaya pemerintah untuk menciptakan ekosistem yang halal,
keberadaannya secara besar-besaran. Bank syariah akan menjadi pilar penting dalam keberhasilan integrasi
keuangan syariah di Indonesia (BNIS 2019). Banyak bank konvensional telah mendukung industri halal
karena jangkauan yang lebih luas dan fleksibilitas produk. Potensi industri halal sangat besar. Keberadaan
bank syariah yang besar dan kuat dalam likuiditas akan membantu akses dana dari 4,12 juta Usaha Kecil
dan Menengah (UMKM) yang berbadan hukum (BPS 2020). Apalagi, infrastruktur jaringan lebih dari
1.200 kantor bank hasil merger di seluruh Indonesia akan memudahkan masyarakat dalam melakukan
transaksi. Industri halal sebagai bagian dari ekosistem ekonomi syariah mendukung perekonomian nasional.
Hal tersebut berperan penting dalam mewujudkan aspirasi bangsa sebagai negara yang adil, sejahtera, dan
berdaulat (Bappenas 2018). Padahal, efek yang muncul adalah memantau satu sub ekosistem dan banyak
sub ekosistem lainnya. Ekosistem ekonomi syariah di Indonesia dapat menjadi penopang utama
pembangunan ekonomi nasional.
Penggabungan akan menghasilkan modal bank syariah yang kuat, jadilah masuk dalam 10 besar
peringkat perbankan nasional, dan bersaing dengan bank nasional lainnya. Modal yang kuat akan menarik
sumber daya jangka panjang yang dibutuhkan bank untuk ekspansi bisnis. Bank hasil merger akan lebih
efisien secara operasional, memiliki jaringan yang lebih luas, memiliki produk yang beragam untuk
melayani segmen korporasi, komersial, konsumer dan UMKM. Potensi pasar global di sektor ekonomi
Islam: makanan halal, keuangan Islam, perjalanan, pakaian muslim, farmasi dan kosmetik, media dan
rekreasi, menjanjikan peluang untuk menggerakkan perekonomian nasional selama pandemi Covid-19
(Bencivenga et al. 2003).
3. Strategi Bank Syariah Indonesia (BSI) Dalam Pengembangan Ekonomi Nasional
Peleburan Bank Syariah Mandiri, Bank BRI Syariah, dan Bank BNI Syariah menjadi Bank Syariah
Indonesia (BSI) memiliki peran strategis bagi ekonomi syariah di Indonesia. Peran strategis tersebut dapat
dilihat dari dua perspektif. Peran strategis yang pertama berkaitan dengan peran dakwah dan syiar syariah
Islam yang menghasilkan penguatan muamalah syariah di Indonesia dan memungkinkan pengembangan
pasar serta peningkatan akses ekonomi dan keuangan syariah sehingga mengurangi potensi riba, gharar, dan
dzalim dalam muamalah di Indonesia. Peran strategis kedua adalah peran ekonomi terkait penguatan
ekonomi nasional yang disebabkan oleh perkembangan modal dan dana dari Bank Syariah Indonesia yang
mampu meningkatkan pembiayaan dalam usaha dan pembangunan nasional. Pada perspektif muamalah,
keberadaan Bank Syariah Indonesia (BSI) memiliki peran syiar dakwah muamalah syariah yang
berlandaskan Al-Quran dan as-Sunnah (Mahargiyantie 2021).
Beberapa strategi bisnis bank hasil merger diantaranya: (1) di segmen ritel bank hasil merger akan
memiliki ragam solusi keuangan dalam ekosistem islam seperti terkait keperluan ZISWAF, pendidikan,
kesehatan, remintasi internasional, dan layanan keuangan lainnya yang berlandaskan prinsip syariah yang
didukung oleh kualitas digital banking dan layanan kelas dunia; (2) di segmen korporasi dan wholesale
bank akan memiliki kemampuan untuk masuk ke dalam sektor-sektor industry yang belum terpenetrasi
maksimal oleh perbankan syariah; (3) di sektor UMKM dan mikro, bank akan terus memberikan dukungan
kepada para pelaku UMKM melalui produk dan layannan keuangan syariah yang sesuai dengan kebutuhan
UMKM baik secara langsung maupun melalui sinergi dengan bank-bank Himbara dan Pemerintah
Indonesia. Bank hasil peleburan tersebut diyakini dapat turut membiayai proyek-proyek infrastruktur yang
berskala besar dan sejalan dengan rencana Pemerintah dalam pembangunan infrastuktur di Indonesia. Selain
itu, bank hasil peleburan tersebut akan menyasar investor global lewat produk-produk syariah yang
kompetitif dan inovatif (Ayu Artanti 2020).
Strategi pengembangan ekonomi syariah di Indonesia sebagaimana dinyatakan oleh Bappenas 2019
terdiri atas empat rumusan strategi yaitu (1) penguatan rantai nilai halal, (2) penguatan sektor keuangan
Islam, (3) penguatan usaha mikro, kecil, dan menengah, dan (4) pengembangan dan penguatan ekonomi
digital. Keempat strategi tersebut perlu mendapatkan perhatian pemerintah dan seluruh pemangku
kepentingan dalam ekonomi dan keuangan syariah agar memberikan kemaslahatan bagi umat Islam dan
bangsa Indonesia. (Mahargiyantie 2021). Strategi penguatan sektor keuangan islam dalam pengembangan
ekonomi islam di Indonesia meliputi diversifikasi produk dan layanan perbankan syariah, integrasi antar
sektor (riil dan keuangan), peningkatan insentif pada perbankan syariah, pendirian Keuangan Halal
Nasional (National Halal Fund), penguatan nilai perbankan syariah, serta penguatan proses manajemen
perbankan syariah (Bappenas 2019).
Untuk mengantisipasi persaingan global, SDM bank syariah harus memiliki kompetensi global dan
bersertifikat. Ancaman penggabungan untuk BUS dan UUS lainnya. Menjelang 2023 akan ada banyak
proses spin-off, merger, dan akuisisi untuk memenuhi ketentuan OJK dan memperkuat perbankan syariah
nasional (OJK 2021). Ekonomi Islam merupakan pasar yang berbeda dengan ekonomi konvensional karena
didasarkan pada nilai-nilai universal dan prinsip syariah. Pertumbuhan anorganik ini merupakan lompatan
kuantum bagi industri perbankan syariah Indonesia untuk mencapai visi global.(Hartanto and Fatwa 2020)
4. KESIMPULAN
Berdasarkan hasil analisis dan pembahasan yang telah dilakukan pada pembahasan sebelumnya, maka
kesimpulan yang dapat diambil adalah sebagai berikut:
a) Berdasarkan Laporan Keuangan Tahunan masing-masing bank tersebut, tahun 2020 aset BRIS hanya
Rp 49,5 triliun, Bank BNI Syariah dengan aset Rp 50,7 triliun dan BSM menjadi pemilik aset paling
besar yaitu mencapai Rp 114,4 triliun.
b) Bersatunya bank syariah BUMN akan menghasilkan sinergi, sehingga mampu menyamai bahkan
melebihi bank konvensional. Asset yang bertambah akan mendorong perbankan syariah untuk
memberikan pembiayaan lebih banyak kepada masyarakat, sehingga pertumbuhan ekonomi juga akan
semakin meningkat. Adanya peleburan (merger) akan mampu meningkatkan perekonomian Indonesia
pasca COVID-19.
c) Strategi pengembangan ekonomi syariah di Indonesia sebagaimana dinyatakan oleh Bappenas 2019
terdiri atas empat rumusan strategi yaitu (1) penguatan rantai nilai halal, (2) penguatan sektor
keuangan Islam, (3) penguatan usaha mikro, kecil, dan menengah, dan (4) pengembangan dan
penguatan ekonomi digital. Keempat strategi tersebut perlu mendapatkan perhatian pemerintah dan
seluruh pemangku kepentingan dalam ekonomi dan keuangan syariah agar memberikan kemaslahatan
bagi umat Islam dan bangsa Indonesia.
5. REFERENSI
Anika, Nabilah. Chairunnisa, Nabila Indah. Saputra, Aditya Wahyu. 2021. “Potensi Praktik Monopoli
Dalam Merger Bank Syariah Indonesia: Tinjauan Hukum Ekonomi Islam Dan Hukum Larangan
Monopoli.” Jurnal Hukum Islam 2 (2): 174–94.
Ayu Artanti, Annisa. 2020. “Strategi Merger 3 Bank BUMN Syariah.”
Bappenas. 2018. “Masterplan Ekonomi Syariah Indonesia 2019-2024.”
Bappenas. 2019. “Strategi Penguatan Sector Keuangan Islam Dalam Pengembangan Ekonomi Islam Di
Indonesia.” Jakarta.
Bencivenga, Valerie R, Bruce D Smith, More Finance, Growth More Finance, More Growth, Ross Levine,
Peter L Rousseau, et al. 2003. “Federal R Eserve Bank of ST. Louis Review.” Review 85 (4): 1–150.
BNIS. 2019. “Laporan Keuangan Juni 2019.” PT. Bank BNI Syariah.
BPS. 2020. “Jumlah Perusahaan Menurut 2-Digit KBLI (Unit).” Badan Pusat Statistik.
Furqani, Hafas. Mulyany, Ratna. 2009. “Islamic Banking and Economic Growth: Empirical Evidence from
Malaysia.” Journal Of Economic Cooperation and Development 2 (30): 59–74.
Hartanto, Agus, and Nur Fatwa. 2020. “The Geostrategy of Sharia Banking Merger in Indonesia.” Scientific
Research Journal (SCIRJ) 3 (12): 60–66. https://doi.org/10.31364/SCIRJ/v8.i12.2020.P1220829.
Hasan, Maher, and Jemma Dridi. 2010. “The Effects of the Global Crisis on Islamic and Conventional Bank:
A Comparative Study.” International Monetery Fund 10: 201.
Hasyim, Tamin Umairoh, Linda. 2016. “Peran Perbankan Syariah Terhadap Pertumbuhan Ekonomi Sektor
Riil Di Indonesia.” Jurnal Akuntansi 8 (7): 11–27.
Hidayat, Muhamad Manarul, Manajemen Keuangan Syariah, Usep Deden Suherman, Manajemen
Keuangan Syariah, and Hendra Safri. 2020. “Analisis Tingkat Kesehatan PT . Bank Rakyat Indonesia
(BRI) Syariah Berdasarkan Metode RGEC.” Journal of Sharia Financial Management 1 (1): 21–29.
Indrawan, Imam Wahyudi, and Maya Puspa Rahman. 2020. “Sectoral Analysis on The Impact of Islamic
Banks on The Malaysian Economy.” Journal of Islamic Monetary Economics and Finance 6 (1): 163–
88.
Jaya, Yozar Putra, Wiwiek Rindayati, and Khalifah Muhammad Ali. 2015. “The Analysis of Determinant
Factors in Islamic Banking on Financing of Transportation and Communication Sectors in Indonesia.”
Jurnal Al-Muzara’ah 3 (1): 62–76.
Kassim, Salina. 2016. “Islamic Finance and Economic Growth : The Malaysian Experience.” Global
Finance Journal 11 (30): 1–11. https://doi.org/10.1016/j.gfj.2015.11.007.
Khan, M Mansoor. Bhatti, M Ishaq. 2008. “Islamic Banking and Finance : On Its Way to Globalization” 34
(10): 708–25. https://doi.org/10.1108/03074350810891029.
KNEKS. 2019. “Kajian Konversi, Merger, Holding, Dan Pembentukan Bank BUMN Syariah.”
Levine, Ross, Norman Loayza, and Thorsten Beck. 2000. “Financial Intermediation and Growth : Causality
and Causes.” Journal of Monetary Economics 46: 31–77.
Mahargiyantie, Sri. 2021. “Peran Strategis Bank Syariah Indonesia Dalam Ekonomi Syariah Di Indonesia.”
Juournal of Islamic Economics 1 (2): 83–94.
Majid, M Shabri Abd. Kassim, Salina H. 2015. “Assessing The Contribution of Islamic Finance to
Economic Growth Empirical Evidence From Malaysia.” Journal of Islamic Accounting and Business
Research 6 (2): 292–310. https://doi.org/10.1108/JIABR-07-2012-0050.
Nurdany, Achmad. 2016. “Pengaruh Pembiayaan, Aset, Dan FDR Perbankan Syariah Terhadap
Kesejahteraan Masyarakat Di Indonesia.” Jurnal Ekonomi Dan Keuangan Islam 2 (2): 1–9.
https://doi.org/10.20885/JEKI.vol2.iss2.art1.
OJK. 2021. “Statistik Perbankan Syariah.” Jakarta.
Olson, and Zoubi. 2017. “Convergence in Bank Performance for Commercial and Islamic Banks during and
after the Global Financial Crisis.” Quarterly Review of Economics and Finance 65: 71–87.
PT. Bank Syariah Mandiri. Laporan Keuangan (Online).