You are on page 1of 9

Nento et.

al: Parameter Ekologis Sebagai Dasar Pengelolaan Bivalvia p-ISSN 2550-1232


e-ISSN 2550-0929

PARAMETER EKOLOGIS SEBAGAI DASAR


PENGELOLAAN BIVALVIA DI EKOSISTEM LAMUN DI
KECAMATAN PONELO KEPULAUAN KABUPATEN
GORONTALO UTARA
Ecological Parameters as the Basis of Bivalvia Management in the Peace
Ecosystem in Ponelo District, Islands North Gorontalo District

Riskawati Nento1, Hasim1*, Ramli2


1
Magister Ilmu Kelautan dan Perikanan, Universitas Negeri Gorontalo, Gorontalo, 96128,
Indonesia
2
Biologi, Universitas Negeri Gorontalo, Gorontalo, 96128, Indonesia
*Korespondensi: hasim@ung.ac.id

ABSTRACT

This research was conducted in May-September 2019. This study aimed to examine
ecological parameters as a basis for the management of bivalves in seagrass ecosystems.
The method used in determining the observation point is the quadratic linear transect
method with a systematic perpendicular direction using a 1x1 m transect. All bivalves
found in transects / quadrants are counted and identified. The sampling locations were
divided into 4 (four) stations, namely Station I representing Otiola Village, Station II
representing Ponelo Village, Station III representing Malambe Village, and Station IV
representing Tihengo Village. Observations at the study site found several types of seagrass
ecosystems including Enhalus acoroides, Halodule pinifolia, Thalassia hemprichii, and
Cymodocea raotundata. Furthermore, 8 (eight) types of bivalves were found which were
divided into 4 (four) stations namely Isognomon isognomum, Pinna muricata, Semele
crenulata, Tellina virgata, Trachycardium subrugosum, Spondylus tenellus, Tapes
sulcarius, Anadara pilula. The highest abundance index is Tellina virgata found at station
I with a value of 77.78%. Dominance index for the highest at station II with a value of 0.88
in the high category. Diversity index (D ') with a value of 0.63 is in the medium category
III station. The results of measurements of water quality parameters contained in each
station are Station I has a temperature of 300C, 31 ppt salinity, pH 7, brightness 2.1 m/%,
sandy substrate conditions. Station II has a temperature of 290C, salinity 30 ppt, pH 7.4,
brightness 2.0 m/%, sandy substrate conditions. Station III has a temperature of 290C,
salinity 35 ppt, pH 7.4, brightness 2.5 m/%, sandy substrate conditions. Station IV has a
temperature of 280C, salinity 35 ppt, pH 7, brightness 2.7 m/%, sandy substrate conditions.
Water quality parameters in Ponelo Kepulauan District is said to be still normal for bivalve
life and is still above the water quality standard.

Keywords: Bivalvia, Seagrass, Abundance, Dominance, Diversity

ABSTRAK

Penelitian ini dilakukan pada bulan Mei-September 2019. Penelitian ini bertujuan
untuk mengkaji parameter ekologis sebagai dasar pengelolaan bivalvia di ekosistem lamun.
Metode yang digunakan dalam penentuan titik pengamatan adalah metode transek linier
kuadrat dengan arah tegak lurus sistematis menggunakan transek berukuran 1x1 m. Semua
bivalvia yang ditemukan dalam transek/kuadran dihitung dan diidentifikasi. Lokasi
pengambilan sampel dibagi menjadi 4 (empat) stasiun yaitu stasiun I mewakili desa Otiola,
stasiun II mewakili desa Ponelo, stasiun III mewakili desa Malambe, dan stasiun IV

©Jurnal Sumberdaya Akuatik Indopasifik, Vol. 3 No. 2 November 2019, www.ejournalfpikunipa.ac.id 141
Nento et.al: Parameter Ekologis Sebagai Dasar Pengelolaan Bivalvia p-ISSN 2550-1232
e-ISSN 2550-0929

mewakili desa Tihengo. Hasil pengamatan di lokasi penelitian ditemukan beberapa jenis
ekosistem lamun diantaranya Enhalus acoroides, Halodule pinifolia, Thalassia hemprichii,
dan Cymodocea raotundata. Selanjutnya, ditemukan 8 (delapan) jenis bivalvia yang terbagi
atas 4 (empat) stasiun yaitu Isognomon isognomum, Pinna muricata, Semele crenulata,
Tellina virgata, Trachycardium subrugosum, Spondylus tenellus, Tapes sulcarius, Anadara
pilula. Indeks kelimpahan tertinggi yaitu Tellina virgata yang terdapat di stasiun I dengan
nilai 77,78%. Indeks dominansi untuk yang tertinggi di stasiun II dengan nilai 0,88 kategori
tinggi. Indeks keanekaragaman (D’) dengan nilai 0,63 terdapat di stasiun III kategori
sedang. Adapun hasil pengukuran parameter kualitas air yang terdapat di masing-masing
stasiun yaitu stasiun I memiliki suhu 300C, salinitas 31 ppt, pH 7, kecerahan 2.1 m/%,
kondisi substrat berpasir. Stasiun II memiliki suhu 290C, salinitas 30 ppt, pH 7.4, kecerahan
2.0 m/%, kondisi substrat berpasir. Stasiun III memiliki suhu 290C, salinitas 35 ppt, pH 7.4,
kecerahan 2.5 m/%, kondisi substrat berpasir. Stasiun IV memiliki suhu 280C, salinitas 35
ppt, pH 7, kecerahan 2.7 m/%, kondisi substrat berpasir. Parameter kualitas air di
Kecamatan Ponelo Kepulauan dikatakan masih normal untuk kehidupan bivalvia dan
masih diatas baku mutu air.

Kata Kunci : Bivalvia, Lamun, Kelimpahan, Dominansi, Keanekaragaman

PENDAHULUAN dengan luas wilayah Kecamatan Ponelo


Kepulauan sebesar 7,89 km2. Kecamatan
Purba et al. (2012), lamun dapat
ini dibentuk dari pemekaran Kecamatan
berbentuk vegetasi tunggal maupun
Kwandang pada tahun 2012 (BPS
vegetasi campuran lebih dari 2 spesies
Kabupaten Gorontalo Utara, 2019).
sampai 12 spesies yang tumbuh bersama-
Kecamatan Ponelo Kepulauan
sama pada satu substrat dan spesies
diketahui sebagian besar masyarakatnya
lamun yang biasanya tumbuh dengan
merupakan nelayan. Selain itu, potensi
vegetasi tunggal.
sumberdaya hayati laut yang dimiliki pun
Bivalvia merupakan salah satu
beragam. Sumberdaya hayati yang
sumberdaya yang dimanfaatkan oleh
dimiliki antara lain bivalvia (DKP
masyarakat yang ada di pesisir Ponelo
Kabupaten Gorontalo Utara, 2019).
Kepulauan adalah bivalvia. Meskipun
Aktivitas yang berlebihan yang
tergolong organisme invertebrata yang
dilakukan oleh masyarakat di Ponelo
hidup di daerah intertidal, bivalvia
Kepulauan mengakibatkan turunnya
memiliki adaptasi untuk bertahan
produktivitas perairan dan secara tidak
terhadap arus dan gelombang. Namun,
langsung mempengaruhi kondisi biota-
bivalvia tidak memiliki kemampuan
biota yang hidup di kawasan ekosistem
untuk berpindah tempat secara cepat
lamun khususnya bivalvia. Harapannya
sehingga menjadi organisme yang mudah
jika bivalvia yang ada di Ponelo
untuk dimanfaatkan.
Kepulauan di kelola dengan baik dan
Keberadaan sumberdaya bivalvia
mendapatkan perhatian dari pemerintah
inilah yang telah dimanfaatkan oleh
maupun masyarakat sekitar sesuai cara
masyarakat diwilayah tersebut dengan
pemanfaatannya, maka kelestarian dan
berbagai cara karena memiliki nilai
populasi bivalvia itu sendiri maupun
ekonomis diantaranya dijadikan sebagai
ekosistem lamun yang ada di perairan
bahan kerajinan tangan. Namun,
tersebut akan tetap terjaga. Oleh karena
pemanfaatan biota bivalvia yang tidak
itu, perlu dilakukan kajian tentang
didukung dengan upaya pelestarian akan
pengelolaan bivalvia dengan dasar
mengakibatkan berkurangnya populasi
parameter ekologis mengingat bivalvia
ataupun ukuran bivalvia yang semakin
mempunyai peranan penting baik itu dari
mengecil.
segi ekonomi dan segi lingkungan
Ponelo Kepulauan adalah sebuah
perairan.
kecamatan di Kabupaten Gorontalo Utara

142 ©Jurnal Sumberdaya Akuatik Indopasifik, Vol. 3 No. 2 November 2019, www.ejournalfpikunipa.ac.id
Nento et.al: Parameter Ekologis Sebagai Dasar Pengelolaan Bivalvia p-ISSN 2550-1232
e-ISSN 2550-0929

METODE PENELITIAN kuadran yang berukuran 1 x 1 meter.


Jarak antar masing-masing
Waktu dan Tempat
plot/transek yaitu ± 5 meter dan terdiri
Penelitian dilakukan pada bulan dari 3 (tiga) sub stasiun dengan jarak
Mei s/d September 2019 di Perairan antar sub stasiun yaitu ± 50 meter.
Kecamatan Ponelo Kepulauan, Selanjutnya, bivalvia yang terdapat
Kabupaten Gorontalo Utara. didalam transek tersebut dihitung
masing-masing jenisnya. Selanjutnya,
diidentifikasi dengan mencocokkan
bentuk cangkang dan warnanya
menggunakan beberapa jurnal
peneltian dan buku tentang moluska
lamun penerbit LIPI UPT-Lokal
Konservasi Biota Laut.
3. Pengukuran parameter kualitas air
(suhu, salinitas, pH, kecerahan,
substrat) perairan lokasi pengamatan
dilakukan pada saat pengambilan
sampel.
Data yang diperoleh akan
Gambar 1. Lokasi penelitian (Citra ditabulasikan dan dianalisis yaitu :
SASPlanet, 2018) 1. Analisis indeks kelimpahan spesies
Rangan (2000) suatu spesies
Secara administratif, Kecama-tan
ditentukan berdasarkan jumlah individu
Ponelo Kepulauan yang merupakan
spesies yang dominan pada suatu
salah satu kecamatan yang memiliki
ekosistem dan ditemukan pada suatu
empat (4) desa yaitu desa Otiola, desa
perairan disebut sebagai kelimpahan.
Ponelo, desa Malambe dan desa Tihengo
Indeks kelimpahan spesies (Abundance
yang cukup potensial untuk
index) dengan menggunakan formulasi
dikembangkan dengan potensi ekonomi
Ludwig et al., (1981) :
sumberdaya perikanan dan kelautan yang
dimilikinya. 𝑐𝑎𝑐𝑎ℎ 𝑖𝑛𝑑𝑖𝑣𝑖𝑑𝑢 𝑗𝑒𝑛𝑖𝑠 𝑘𝑒−𝑖
𝐷 = 𝑐𝑎𝑐𝑎ℎ 𝑖𝑛𝑑𝑖𝑣𝑖𝑑𝑢 𝑠𝑒𝑙𝑢𝑟𝑢ℎ 𝑗𝑒𝑛𝑖𝑠 x 100
Metode yang digunakan %
Metode pengambilan data yang Ket :
digunakan adalah metode deskriptif D = kelimpahan spesies
dengan teknik observasi. Tehnik ni = jenis pertama yang ditemukan
observasi dilakukan untuk memperoleh N = total cacah individu dalam sampel
gambaran umum objek yang diteliti
secara langsung dilapangan. Adapun 2. Analisis indeks dominansi
tahap-tahap pengambilan data yaitu Indeks dominansi dihitung dengan
sebagai berikut : Rumus Simpson (Krebs, 1989) sebagai
1. Penentuan stasiun penelitian berikut :
Penentuan stasiun dilakukan dengan D=∑𝑠𝑖=1(𝑃𝑖)²
menggunakan metode transek linier
kuadrat dengan pengambilan sampel Dimana, untuk menghitung Pi
ditentukan secara sengaja dengan arah menggunakan rumus:
tegak lurus sistematis. 𝑛𝑖
Pi=
𝑁
2. Pengambilan sampel Ket :
Pengambilan sampel bivalvia D = indeks dominansi
dilakukan pada saat air laut surut N = total cacah individu dalam sampel
dengan menggunakan transek ni = cacah individu spesies-i

©Jurnal Sumberdaya Akuatik Indopasifik, Vol. 3 No. 2 November 2019, www.ejournalfpikunipa.ac.id 143
Nento et.al: Parameter Ekologis Sebagai Dasar Pengelolaan Bivalvia p-ISSN 2550-1232
e-ISSN 2550-0929

biasanya hidup dengan membenamkan


3. Analisis Indeks keanekaragaman dirinya di pasir, lumpur atau permukaaan
spesies subtrat. Tetapi ada juga yang hidup
Indeks keanekaragaman/diversitas dengan menempel di permukaan benda
menunjukkan hubungan antara jumlah yang keras.
spesies dengan jumlah individu yang Hasil penelitian menunjukkan
menyusun suatu komunitas. Indeks bahwa jenis bivalvia yang ditemukan di
diversitas dihitung menurut rumus setiap stasiun menyukai permukaan yang
simpson (Krebs, 1989 ; Waite, 2000) berpasir. Kelimpahan dan distribusi
sebagai berikut : bivalvia dipengaruhi oleh beberapa
faktor yakni kondisi lingkungan,
𝐷′ = 1 − 𝐷 ketersediaan makanan, pemangsaan dan
Ket : kompetisi (Susiana, 2011). Tekanan dan
D’= indeks keanekaragaman perubahan lingkungan juga dapat
D = indeks dominansi mempengaruhi jumlah jenis dan
perbedaan struktur dari bivalvia
HASIL DAN PEMBAHASAN (Susiana, 2011). Kehidupan bivalvia
sering ada di perairan yang
Berdasarkan hasil penelitian di dipermukaannya terdapat substrat pasir
peroleh jenis-jenis bivalvia yang atau lumpur. Bivalvia biasanya hidup
ditemukan di masing-masing stasiun dengan membenamkan dirinya di pasir,
penelitian yang disajikan pada Tabel 1. lumpur atau permukaaan subtrat. Tetapi
Jenis bivalvia yang diidentifikasi ada juga yang hidup dengan menempel di
di lokasi pengamatan berjumlah 8 permukaan benda yang keras seperti
(delapan) jenis yaitu Isognomon karang.
isognomum, Pinna muricata, Semele
crenulata, Tellina virgata, 1. Analisis indeks kelimpahan
Trachycardium subrugosum, Spondylus
tenellus, Tapes sulcarius, Anadara Berdasarkan hasil penelitian
pilula. Kehidupan bivalvia sering ada di diperoleh nilai kelimpahan dari bivalvia
perairan yang dipermukaannya terdapat yaitu sebagaimana ditampilkan pada
substrat pasir atau lumpur. Bivalvia Tabel 2.

Tabel 1. Jenis-jenis bivalvia yang ditemukan pada masing-masing stasiun


Lokasi Penelitian
No. Spesies Stasiun Stasiun Stasiun Stasiun
I II III IV
1 Isognomon isognomum - + - -
2 Pinna muricata - + - -
3 Semele crenulata - + - -
4 Tellina virgata + + + +
5 Trachycardium subrugosum + + + +
6 Spondylus tenellus - + - -
7 Tapes sulcarius + - + +
8 Anadara antiquata + + + +
Jumlah Total Individu 45 119 36 23
Ket :
+ = bivalvia yang ditemukan
- = bivalvia yang tidak ditemukan

144 ©Jurnal Sumberdaya Akuatik Indopasifik, Vol. 3 No. 2 November 2019, www.ejournalfpikunipa.ac.id
Nento et.al: Parameter Ekologis Sebagai Dasar Pengelolaan Bivalvia p-ISSN 2550-1232
e-ISSN 2550-0929

Tabel 2. Indeks Kelimpahan (%)


Lokasi
Rata-
No. Spesies Stasiun Stasiun Stasiun Stasiun rata
I II III IV
1 Isognomon isognomum 0 18,49 0 0 4,62
2 Pinna muricata 0 17,65 0 0 4,41
3 Semele crenalata 0 3,36 0 0 0,84
4 Tellina virgata 77,78 27,73 63,89 34,78 42,35
5 Trachycardium subrugosum 4,44 13,45 13,89 21,74 13,38
6 Spondylus tenellus 0 3,36 0 0 0,84
7 Tapes sulcarius 2,22 0 0 13,04 0,56
8 Anadara antiquata 15,56 15,97 13,89 30,43 11,36

Tabel 3. Indeks dominansi dan indeks keanekaragaman


Lokasi Penelitian
No. Spesies Stasiun Stasiun Stasiun Stasiun
I II III IV
1 Isognomon isognomum 0,00 2,44 0,00 0,00
2 Pinna muricata 0,00 2,33 0,00 0,00
3 Semele crenalata 0,00 0,44 0,00 0,00
4 Tellina virgata 3,89 3,67 2,56 1,00
5 Trachycardium subrugosum 0,22 1,78 0,56 0,56
6 Spondylus tenellus 0,00 0,44 0,00 0,00
7 Tapes Sulcarius 0,11 0,00 0,00 0,33
8 Anadara antiquata 0,78 2,11 0,56 0,78
Total individu (N) 8 8 8 8
Total Spesies (ni) 4 7 3 4
Indeks Dominansi (D) 0,50 0,88 0,38 0,50
Indeks Keanekaragaman (D') 0,50 0,13 0,63 0,50

Data pada Tabel 2, menunjukkan pendapat Wagey, et.al (2013) bahwa


bahwa jenis bivalvia yang memiliki nilai lamun jenis Enhalus acoroides
indeks kelimpahan tertinggi yaitu Tellina merupakan spesies lamun cepat tumbuh
virgata yang terdapat di stasiun I dengan dan mampu berkolonisasi dengan cepat
nilai 77,78%. Jenis ini lebih banyak di daerah yang mengalami gangguan.
ditemukan pada lamun dengan jenis
Enhalus acoroides. Sedangkan bivalvia 2. Analisis indeks dominansi dan indeks
yang memiliki indeks kelimpahan keanekaragaman
terendah yaitu Tapes sulcarius yang Dominansi dan keanekaragaman
terdapat di stasiun I dengan nilai 2,22% yang diperoleh berdasarkan hasil
ditemukan pada lamun jenis Cymodocea penelitian yaitu disajikan pada Tabel 3.
raotundata. Jenis bivalvia Tellina virgata Bedasarkan data tersebut, diperoleh hasil
ini lebih banyak ditemukan karena lamun indeks dominansi (D) bervariasi. Nilai
yang terdapat distasiun I memiliki indeks dominansi untuk yang tertinggi di
kerapatan yang lebih banyak stasiun II dengan nilai 0,88 kategori
dibandingkan stasiun lain. Hal ini sesuai tinggi. Selanjutnya di stasiun I dengan

©Jurnal Sumberdaya Akuatik Indopasifik, Vol. 3 No. 2 November 2019, www.ejournalfpikunipa.ac.id 145
Nento et.al: Parameter Ekologis Sebagai Dasar Pengelolaan Bivalvia p-ISSN 2550-1232
e-ISSN 2550-0929

nilai 0,50 kategori sedang, di stasiun IV stasiun II memiliki nilai indeks


dengan nilai 0,50 dan di stasiun III dominansi tertinggi dan nilai indeks
dengan nilai 0,38 kategori rendah atau keanekaragamannnya rendah.
hampir tidak ada spesies yang Sedangkan, di stasiun IV memiliki nilai
mendominansi. indeks dominansi rendah dan nilai indeks
Menurut Odum (1996), indeks keanekaragamannya sedang.
dominansi ≤ 0,50 berarti hampir tidak Hal ini sesuai dengan pendapat
ada spesies yang mendominasi (rendah), Soegianto (1999), jika komunitas itu
nilai indeks dominansi ≥ 0,50 - ≤ 0,75 disusun oleh banyak spesies. Maka,
berarti indeks dominansinya sedang, suatu komunitas mempunyai keanekara-
sedangkan ≥ 0,75 sampai mendekati 1 gaman jenis yang tinggi, sebaliknya jika
berarti indeks dominansinya tinggi. keanekaragaman jenisnya rendah maka
Menurut (Kharisma et al., 2012), komunitas itu disusun oleh sangat sedikit
indeks dominansi digunakan untuk spesies dan hanya sedikit saja spesies
mengetahui jenis bivalvia yang yang dominan.
mendominasi pada suatu komunitas dan Jenis lamun yang ditemukan
untuk mengetahui pengaruh kualitas dengan bivalvia di lokasi penelitian dapat
lingkungan terhadap komunitas suatu dilihat pada Tabel 4. Dari hasil penelitian
individu. ditemukan 4 (empat) jenis lamun di
Indeks keanekaragaman (D’) Ponelo Kepulauan yaitu di stasiun I
dengan nilai 0,63 terdapat di staiun III ditemukan. Di stasiun II ditemukan 2
masuk kategori sedang, di stasiun I dan di jenis lamun Enhalus acoroides dan
stasiun IV dengan nilai 0,50 kategori Cymodocea raotundata. Di stasiun III
sedang, dan di stasiun II dengan nilai 0,13 ditemukan 4 jenis diantaranya Enhalus
kategori rendah atau keanekaragamannya acoroides, Halodule pinifolia, Thalassia
rendah. hemprichii dan Cymodocea raotundata.
Hal ini sesuai dengan pendapat Di stasiun IV ditemukan 2 jenis lamun
Soegianto (1994), jika komunitas itu yaitu Thalassia hemprichii dan
disusun oleh banyak spesies maka suatu Cymodocea raotundata. Di stasiun IV
komunitas mempunyai keanekaragaman ditemukan 2 jenis lamun yaitu Enhalus
jenis yang tinggi. Sebaliknya jika acoroides yaitu Thalassia hemprichii.
komunitas itu disusun oleh sangat sedikit Dapat dilihat bahwa kelimpahan dan
spesies dan hanya sedikit saja spesies kepadatan jenis lamun di masing-masing
yang dominan. Maka dapat dikatakan stasiun mengalami penurunan yang di
keanekaragaman jenisnya rendah. akibatkan oleh semakin meningkatnya
Selanjutnya, Odum (1996), aktivitas masyarakat itu sendiri.
menyatakan indeks keanekaragaman Selain itu factor-faktor yang
≤0,50 berarti keanekaragamannya mempengaruhi yaitu substrata atau
rendah, nilai indeks keanekaragaman ≥ sedimen, kedalaman dan ombak.
0,50 sampai ≤0,75 berarti indeks Transplantasi lamun bisa menjadi solusi
keanekaragamannya sedang, sedangkan untuk dilakukan di perairan Ponelo
≥0,75 sampai mendekati 1 berarti indeks Kepulauan. Hal ini sesuai dengan
keanekaragamannya tinggi. pendapat Riniatsih et al (2017) bahwa
Tinggi rendahnya nilai indeks tekanan yang sering di alami oleh
keanekaragaman bukan hanya tergantung ekosistem padang lamun adalah adanya
pada perbedaan karakteristik atau aktifitas masyarakat pesisir yang banyak
tergantung pada jumlah jenis yang di memanfaatkan lamun sebagai tempat
temukan, namun juga ditentukan oleh menangkap ikan dan sebagai jalur lalu
kesamarataan populasi dalam komunitas lintas kapal nelayan.
(Nurdin et al., 2008).
Hasil perhitungan dari nilai indeks
keanekaragaman menunjukkan bahwa di

146 ©Jurnal Sumberdaya Akuatik Indopasifik, Vol. 3 No. 2 November 2019, www.ejournalfpikunipa.ac.id
Nento et.al: Parameter Ekologis Sebagai Dasar Pengelolaan Bivalvia p-ISSN 2550-1232
e-ISSN 2550-0929

Tabel 4. Jenis lamun yang ditemukan


Lokasi Penelitian
No. Jenis Lamun Stasiun Stasiun Stasiun Stasiun
I II III IV
1 Enhalus acoroides + + − +
2 Halodule pinifolia - + − −
3 Thalassia hemprichii - + + +
4 Cymodocea raotundata + + + −

Tabel 5. Parameter Kualitas Air


Lokasi Penelitian
Parameter Kualitas Air Stasiun Stasiun Stasiun Stasiun Rata-rata
I II III IV
Suhu (ºC) 30 29 29 28 29,0
Salinitas (ppt) 31 30 35 35 32,8
pH 7 7,4 7,4 7 7,2
Kecerahan m/% 2,1 2,0 2,5 2,7 2,33

3. Parameter kualitas air Salinitas


Hasil pengukuran salinitas
Ginting et al. (2017) kondisi fisika
diperoleh nilai salinitas tertinggi yaitu di
dan kimia perairan sangat mendukung
stasiun III dan stasiun IV 35 ppt,
keberadaan bivalvia, selain dari
sedangkan di stasiun I yaitu 31 ppt dan
ketersedian makanan, unsur hara dan
stasiun II yaitu 30 ppt. Nilai ini masih
bahan organik maupun kemampuan biota
dalam kisaran normal untuk kehidupan
untuk dapat beradaptasi terhadap
bivalvia. Hal ini seseuai pernyataan
kondisi fisik lingkungan yang selalu
Islami, (2013) bahwa salinitas optimum
berubah bahkan terhadap tekanan
bagi kelangsungan hidup bivalvia yang
ekologis seperti pemangsan oleh
dapat di toleransi hingga 31 ppt.
organisme lain bahkan memperebut
tempat demi kelangsungan hidupnya.
pH
Parameter kualitas air (suhu,
Hasil pengukuran pH pada lokasi
salinitas, pH yang ada masing-masing
penelitian seperti pada tabel diatas
stasiun penelitian dapat dilihat pada
memiliki nilai tertinggi terdapat di
Tabel 5.
stasiun II dan di stasiun III dengan nilai
7,4. Sedangkan di stasiun dan stasiun II
Suhu
memiliki pH dengan nilai 7. Kisaran
Hasil pengukuran suhu pada
pengukuran pH untuk bivalvia pada
masing-masing stasiun berkisar 28ºC-
eksoistem lamun masih dikatakan layak
30ºC yaitu masih berada pada kisaran
untuk keberadaan bivalvia. Hal ini sesuai
normal untuk kehidupan biota laut sesuai
dengan pernyataan Riniatsih et, al (2007)
standar baku mutu yang di tetapkan oleh
pH untuk kelangsungan hidup bivalvia
Kementerian Lingkungan Hidup (2004)
berkisar antara >5 dan >9.
yakni antara 28°C-30°C. Menurut Islami
Hutabarat et al. (2014), nilai pH
(2013) pada kenaikan suhu air yang lebih
sangat mempengaruhi proses biokimiawi
tinggi memberikan hasil pertumbuhan
perairan, pada kisaran pH <4,00,
yang lebih baik.
sebagian besar tumbuhan akuatik akan
mati karena tidak dapat bertoleransi pada
pH rendah.

©Jurnal Sumberdaya Akuatik Indopasifik, Vol. 3 No. 2 November 2019, www.ejournalfpikunipa.ac.id 147
Nento et.al: Parameter Ekologis Sebagai Dasar Pengelolaan Bivalvia p-ISSN 2550-1232
e-ISSN 2550-0929

Kecerahan KESIMPULAN
Hasil yang diperoleh secara umum Berdasarkan penelitian yang
tingkat kecerahan yang terdapat dilokasi dilakukan, maka dapat disimpulkan
pengamatan yang dilakukan secara visual bahwa ekologi bivalvia di Ponelo
dengan menggunakan secchi disk Kepulauan terdiri dari aspek kelimpahan
diperoleh hasil masih diatas baku mutu yang diperoleh dengan indeks
air laut untuk biota laut dalam keputusan kelimpahan tertinggi yaitu Tellina
Menteri Negara Lingkungan Hidup No. virgata yang terdapat di stasiun I dengan
51 Tahun 2004 dengan tingkat kecerahan nilai 77,78%. Nilai indeks dominansi
hanya 2 meter. untuk yang tertinggi di stasiun II dengan
Menurut Davis (1995) nilai 0,88 kategori tinggi. Indeks
kemampuan cahaya matahari untuk keanekaragaman (D’) dengan nilai 0,63
menembus sampai ke dasar perairan terdapat di stasiun III kategori sedang.
dipengaruhi oleh kekeruhan (turbidity) Parameter kualitas air yang terdapat pada
air. Oleh karena itu, tingkat kecerahan masing-masing stasiun pengamatan yaitu
dan kekeruhan air laut sangat stasiun I suhu 300C, salinitas 31 ppt, pH
berpengaruh pada pertumbuhan biota 7, kecerahan 2.1 dan substrat berpasir.
laut. Tingkat kecerahan air laut sanagt Stasiun II suhu 290C, salinitas 30 ppt, pH
menentukan tingkat fotosintesis biota 7.4, kecerahan 2 dan substrat berpasir.
yang ada di perairan laut. Stasiun III suhu 290C, salinitas 35 ppt, pH
Tingkat kecerahan suatu perairan 7.4, kecerahan 2.5 dan substrat berpasir.
berbanding terbalik dengan tingkat Stasiun IV suhu 280C, salinitas 35 ppt,
kekeruhan. Air yang tidak terlampau pH 7, kecerahan 2.7 dan substrat berpasir.
jernih dan tidak pula terlampau keruh
baik untuk kehidupan suatu populasi UCAPAN TERIMA KASIH
(Ghufron, 2007).
Penulis mengucapkan terima kasih
kepada Bapak Prof. Ramli Utina, M.Pd
Substrat
dan Bapak Dr. Hasim, M.Si selaku
Berdasarkan hasil pengamatan pembimbing dalam penyusunan tesis.
langsung tipe substrat yang terdapat di
masing-masing stasiun memiliki tipe DAFTAR PUSTAKA
substrat berpasir yang merupakan
Dharmawan., A. (1995). Studi
substrat yang disukai oleh berbagai jenis
Komunitas Moluska Di Hutan
bivalvia di ekosistem lamun. Hal ini
Mangrove Laguna Segara Anak
sesuai pendapat Zarkasyi et,al (2016)
Taman Nasional Alas Purwo
salah satu faktor yang dapat
Banyuwangi. Yogyakarta:
mempengaruhi pola penyebaran hewan
Universitas Gajah Mada.
makrozobentos termasuk bivalvia
Ghufron, M. K. (2007). Pengelolaan
merupakan substrat dasar karena selain
kualitas air dalam budidaya
berperan sebagai tempat tinggal juga
perairan. Jakarta: rineka cipta.
berfungsi sebagai penimbun unsur hara,
Ginting, E. D. D., Susetya, I. E.,
tempat perlindungan
Patana, P., Desrita. 2017.
organisme dari ancaman predator serta
Identifikasi Jenis-jenis Bivalvia di
tempat berkumpulnya bahan organik.
Perairan Tanjung Balai Provinsi
Menurut Lindawaty et., al (2016) jenis
Sumatera Utara. Aquatic Sciences
substrat sangat mempengaruhi
Journal. 4 (1) : 13 - 20.
penyebaran untuk biota akuatik, substrat
Hutabarat, S., Suprapto., Bahari, C., M.
pasir dan berlumpur cenderung
2014. Pengaruh Suhu dan Salinitas
memudahkan biota untuk bergerak
terhadap Penetasan Kista Artemia
ketempat-tempat yang lain.
Salina Skala Laboratorium. Jurnal
Maquares. 3 (4) : 188-194.

148 ©Jurnal Sumberdaya Akuatik Indopasifik, Vol. 3 No. 2 November 2019, www.ejournalfpikunipa.ac.id
Nento et.al: Parameter Ekologis Sebagai Dasar Pengelolaan Bivalvia p-ISSN 2550-1232
e-ISSN 2550-0929

komunitas. Jakarta: usaha


Islami, M. (2013). Pengaruh Suhu dan nasional.
Salinitas terhadap Bivalvia. Jurnal Odum, E. P. (1993). Fundamental of
oseana , 1-10. Ecology Third Editions. Toronto:
Kharisma D., A. C. (2012). Kajian W. B. Sunders company.
Ekologis Bivalvia di Perairan Odum, E. (1996). Dasar-dasar Ekologi.
Semarang bagian Timur. Journal yogyakarta: Edisi ketiga Gajah
of marine research , 216-225 Mada Universitas press
Kim, W.S.H,. (2001). Effect of salinity Wagey, B. T., Sake, W. 2013. Variasi
on endogenous rhythm of the Morfometrik Beberapa Jenis
manila clam, Ruditapes Lamun di Perairan Kelurahan
philippinarum (Bivalvia: Tongkeina Kecamatan Bunaken.
Veneridae). Journal of marine , Jurnal Pesisir dan Laut Tropis. 3
157-162. (1) : 36-44
Lindawaty, Dewiyanti, I., Karina, S. Zarkasyi, M. Z. (2016). Diversitas Pola
2016. Distribusi dan Kepadatan Distribusi Bivalvia di Zona
Kerang Darah (Anadara sp) Intertidal Daerah Pesisir
Berdasarkan Tekstur Substrat di Kecamatan Ujung Pangkah
Perairan Ulee Lheue Banda Aceh. Kabupaten Gresik. Jurnal ilmiah
Jurnal Ilmiah Mahasiswa biosainstropis , 1-10.
Kelautan dan Perikanan
Unsyiah. 1(1): 114-123.
Ludwig, J. A. and Reynold J. F (1988).
Statistical Ecology: a Primer on
Methods and Computing. New
york: John Wiley and Sons.
Nurdin J., M. N. (2006). Kepadatan
Populasi dan Pertumbuhan Kerang
Darah (Anadara antiquata).
(Bivalvia : Arcidae) di Teluk
Sungai Pisang Kota Padang
Sumatra Barat. Sumatera barat:
Universitas Andalas : Padang
makara, Sains.
Purba, P. N., Djunaedi, O. Christon.
2012. Pengaruh Tinggi Pasang
Surut terhadap Pertumbuhan dan
Biomassa Daun Lamun di Pulau
Pari Kepulauan Seribu Jakarta.
Jurnal Perikanan dan Kelautan. 3
(3) : 288 – 294.
Rais. (2010). Laporan survey dan
penentuan jumlah pulau-pulau di
indonesia. presentasi kepada
sekretariat timnas pembakuan
nama rupabumi bakosurtanal.
Riniatsih, I., Widianingsih,. (2007).
Kelimpahan dan Pola Sebaran
Kerang-kerangan di Ekosistem
Padang Lamun, Perairan Jepara.
Jurnal ilmu kelautan , 53-58.
Soegianto, A. (1994). Ekologi kuantitatif
: metode analisis populasi dan

©Jurnal Sumberdaya Akuatik Indopasifik, Vol. 3 No. 2 November 2019, www.ejournalfpikunipa.ac.id 149

You might also like