You are on page 1of 11

P-ISSN 0216-8138 | E-ISSN 2580-0183

MKG Vol. 21, No.1, Juni 2020 (52 - 62)


© 2020 FHIS UNDIKSHA dan IGI
DOI: http://dx.doi.org/10.23887/mkg.v21i1.24236

Morfometri Dan Tipologi Lorong Gua Di Kabupaten Malang


Mohammad Ainul Labib, Agung Suprianto, Dwi Fitriani, Alfi Sahrina, Khoirul
Hidayat, Prasetyo Adi Irianto, Andika Aulya A.
Masuk: 29 03 2020 / Diterima: 23 06 2020 / Dipublikasi: 30 06 2020
© 2020 Fakultas Hukum dan Ilmu Sosial UNDIKSHA dan IGI

Abstract Caves can form a complicated passage. The formed passage is the result of a long process
on a geological scale. The current appearance comes from the regional conditions that shape it. Each
landscape condition has different cave passages. Detailed identification is made by looking at the
condition of the cave passage in detail and seeing as a whole. This study wants to find out the
passage patterns that develop in caves in Malang Regency. The data collection method uses primary
data in the form of cave units. The caves are recorded as many as 48 cave maps, which will then be
analyzed by division, including curvilinear passage of 22 samples, the linear passage of 12 samples,
a niche of 5 samples, and wells of 9 samples. The analysis was performed with a quantitative
approach using the ArcGis, Spss, and XLSTAT software. The calculation and identification results
give an overview of the patterns that develop in the karst of Malang Regency, which has three
conditions, namely curvilinear, linear passage, and wells. The existence of these three conditions will
have different characteristics. Curvilinear will form vadose, epipreatic, and phreatic zones. The linear
passage has vadose and epipreatic conditions, while wells form vadose conditions.

Key words: Morphometry; Typology; Cave Passage

Abstrak Gua dapat membentuk lorong-lorong yang rumit. Lorong yang terbentuk tersebut hasil
proses yang panjang dalam skala geologi. Kenampakan yang ada saat ini berasal dari kondisi
regional yang membentuknya. Tiap kondisi bentangalam memiliki bentukan lorong gua yang berbeda-
beda. Identifikasi secara terperinci dilakukan dengan melihat kondisi lorong gua secara detail serta
melihat secara keseluruhan. Kajian ini bertujuan untuk mengetahui pola lorong yang berkembang
pada gua-gua di Kabupaten Malang. Metode pengumpulan data menggunakan data primer berupa
unit-unit gua. Gua yang didata sebanyak 48 peta gua yang selanjutnya akan dilakukan analisis
dengan pembagian, diantaranya curvilinear passage sebanyak 22 sampel, linear passage sebanyak
12 sampel, ceruk sebanyak 5 sampel, dan sumuran sebanyak 9 sampel. Analisis dilakukan dengan
pendekatan kuantitatif dengan menggunakan softwere ArcGis, Spss, dan XLSTAT. Dari hasil
perhitungan dan identifikasi tersebut, memberikan gambaran mengenai pola yang berkembang di
karst Kabupaten Malang yang memiliki 3 kondisi yaitu curvilinear, linier passage dan sumuran.
Adanya tiga kondisi tersebut akan memiliki karakteristik yang berbeda, curvilinear akan membentuk
zona vadose, epifreatik, dan freatik. Linier passage memiliki kondisi vadose dan epifreatik, sedangkan
sumuran membentuk kondisi vadose.

Kata kunci: Morfometri; Tipologi; Lorong Gua

1. Pendahuluan Kabupaten Malang. Dimana pada daerah


Kabupaten Malang terdiri dari tersebut berupa bentangalam
berbagai wilayah yang berada pada batugamping. Bentangalam tersebut
pegunungan, perbukitan, dan daerah berada pada Kecamatan Donomulyo,
pesisir. Daerah perbukitan dan pesisir Kecamatan Pagak, Kecamatan Bantur,
dapat dijumpai di bagian selatan Kecamatan Kalipare, dan Kecamatan
Gedengan, dan Kecamatan
Mohammad Ainul Labib, Agung Suprianto, Dwi Fitriani, Sumbermanjing Wetan. Pada daerah
Alfi Sahrina, Khoirul Hidayat, Prasetyo Adi Irianto, Andika tersebut, terbentuk beberapa gua,
Aulya A.
mataair, dan sungai bawahtanah. Hasil
Universitas Negeri Malang, Indonesia
survei yang dilakukan selama ini,
labib@mail.ugm.ac.id kenampakan tersebut ditemukan di
Morfometri Dan Tipologi Lorong Gua Di Kabupaten Malang/Mohammad Ainul Labib, Agung Suprianto, Dwi
Fitriani, Alfi Sahrina, Khoirul Hidayat, Prasetyo Adi Irianto, Andika Aulya A.

Kecamatan Donomulyo, Kecamatan


Bantur, Kecamatan Gedangan, dan
Kecamatan Sumbermanjing Wetan.
Gua yang terbentuk di Kabupaten
Malang sejauh ini sebanyak 118 mulut
gua (Gambar 1) yang telah di data (Fauzi
et al., 2015; Impala, 2013; Labib, 2016;
MPA Jonggring Salaka, 2018) dan gua
telah dipetakan sebanyak 48 peta gua.
Hasil identifikasi mulut gua ini, masih jauh
dari data yang sempurna, mengingat
wilayah batugamping di Kabupaten
Malang sangat luas, namun data yang Gambar 1. Sebaran Mulut Gua di
didapat sudah dapat mewakili sebaran Kabupaten Malang
dan kondisi lorong-lorong gua yang ada
(Labib, Haryono, & Sunarto, 2019). Hasil 2. Metode
dari pemetaan lorong gua menunjukkan Penelitian ini menggunakan data
adanya beberapa karakter yang khas dari primer dari proses pemetaan gua
gua-gua di Kabupaten Malang. Labib (Haryono, 2016; Laksamana, 2015) Gua
(2016) menjelaskan adanya pola yang menjadi sampel sebanyak 48 gua.
curvilinear, ceruk, maupun linear passage. Data hasil pemetaan tersebut selanjutnya
Disamping itu, MPA Jonggring Salaka dilakukan indentifikasi dengan melakukan
(2018) menjelaskan adanya pola yang input data pada software survex dan
hampir sama dengan Labib (2016) dengan compass, selanjutnya dibuat gambaran
adaya bentukan sumurun. Bentukan 2D/3D (Gambar 2). Dari kajian terdahulu,
sumuran sendiri juga terlihat dari peta gua pola lorong gua yang terbentuk di
Labib (2016) namun kondisi tersebut Kabupaten Malang ada 4 yaitu curvilinear
dimasukan pada bentukan linear passage. passage, linear passage, ceruk, dan
Peta gua yang dihasilkan sumuran (Labib, 2016; MPA Jonggring
merupakan hasil survei yang dilakukan Salaka, 2018). Dari hasil data pemetaan
oleh speleologist. Tentunya banyak tersebut, selanjutnya di identifikasi
tantangan dan hambatan yang dialami berdasarkan pola tersebut yang terbentuk
dalam melakukan pemetaan tersebut. diantaranya curvilinear passage sebanyak
Hasil pemetaan tersebut, diolah kembali 22 sampel, linear passage sebanyak 12
dengan pendekatan kuantitatif untuk sampel, ceruk sebanyak 5 sampel, dan
memberikan penilaian terhadap kondisi sumuran sebanyak 9 sampel.
yang telah terbentuk saat ini. Pola-pola
yang ada saat ini merupakan hasil dari
proses masa lampau (Supriatno et al.,
2017). Tujuan dari kajian ini yaitu untuk
mengetahui morfometri dan tipologi lorong
gua di Kabupaten Malang yang
selanjutnya dihubungkan dengan kajian
yang telah ada mengenai kondisi lorong
gua.

53 | Media Komunikasi Geografi, Vol. 21, No. 1, Juni 2020: 52-62


Morfometri Dan Tipologi Lorong Gua Di Kabupaten Malang/Mohammad Ainul Labib, Agung Suprianto, Dwi
Fitriani, Alfi Sahrina, Khoirul Hidayat, Prasetyo Adi Irianto, Andika Aulya A.

Salah satu analisis ini dilakukan dengan


melihat penampang melintang lorong gua,
kelengkungan, percabangan, vertikal
indeks, dan horizontal indeks. Iguzguiza et
al., (2011) membuat 3 klasifikasi dilihat
dari ukuran penampang lorong gua.
Perhitungan ini berdasarkan rasio lebar
dan tinggi atap gua, dengan membagi
menjadi bentuk ngarai (canyon) (WH < 1),
bentuk lingkaran (WH = 1), dan bentuk
setengah lingkaran (WH > 1), hal ini pula
telah dijelaskan sebelumnya menganaik
pengaruh morfologi akibat kontrol hidraulik
pada kondisi freatik (Sweeting, 1972).
Piccini (2011) melakukan
perhitungan indeks lorong gua, berupa
indeks vertikal dan indeks horizontal.
Indeks vertikal didapatkan dari kedalaman
lorong gua (Rv) dibagi dengan panjang
lorong gua termasuk percabangan (Lr)
Vi = Rv/Lr ……………………………… (1)
Gambar 2. Beberapa Gua yang Sedangkan pada indeks horizontal
Digunakan untuk Dianalisis Lebih Lanjut dihitung dari panjang total peta tampak
Pengkalsifikasian lorong gua atas (Lp) dibagi dengan panjang lorong
selanjutnya didasarkan dengan uji statistik gua termasuk percabangan (Lr)
mengenai kondisi lorong gua yang ada. Uji Hi = Lp/Lr ……………………………… (2)
statistik tersebut menggunakan Tes Nilai Vi dan Hi berkisar antara 0
Krusikal-Wallis (KW). Hal ini digunakan sampai 1. Bila Vi mendekati 0, maka
untuk mengungkapkan perbedaan yang lorong tersebut memiliki dominasi lorong
signifikan pada semua parameter yang vertikal, sebaliknya bila nilai mendekati 1
dihitung sebagai fungsi dari pola gua, maka lorong tersebut memiliki bentuk
dengan mempertimbangkan indeks horizontal.
vertikal, indeks horizontal, kelengkungan, Parameter topologi lorong gua
dan WH-rasio. digunakan untuk mengetahui
Untuk melakukan pengelompokan keterhubungan dan stuktur jaringan pada
data yang ada, digunanakan analisis gua. Ada 4 parameter yang digunakan
komponen utama multivariate dengan yaitu derajat keterhubungan node, alpha,
menggunakan XLSTAT yang menjadi Gamma, dan indeks ramification (R)
komponen tambahan di excel. (Collon et al., 2017; Jouves et al., 2017).
Sebelumnya, nilai yang ada berupa Sedangkan 3 parameter yang digunakan
sinousitas, rasio lebar dan tinggi di rata- untuk mengetahui pola gua yaitu
rata terlebih dahulu. Setelah itu, dianalisis keterhubungan node, Gamma, dan indeks
komponen utama tersebut. ramification. Derajat keterhubungan node
Analisis pola gua dilakukan (Ndu) mewakili dari keterhubungan antar
dengan beberapa parameter untuk node melalui edge. Ndu merejuk
menyimpulkan pola gua yang sebenarnya.

54 | Media Komunikasi Geografi, Vol. 21, No. 1, Juni 2020: 52-62


Morfometri Dan Tipologi Lorong Gua Di Kabupaten Malang/Mohammad Ainul Labib, Agung Suprianto, Dwi
Fitriani, Alfi Sahrina, Khoirul Hidayat, Prasetyo Adi Irianto, Andika Aulya A.

persentase total node dengan u Nilai 0 mewakili lorong yang linear.


ketetanggaan. Nd1 untuk ujung garis Dimana Umax adalah node valence
edge, dan Nd3 untuk 3 edge dan maksimum pada grafik
seterusnya (Gambar 3) R = Ndu/Nd1 …………………………… (4)
Indeks grafik diwakili dengan alpha
dan Gamma. Gamma merupakan rasio Untuk memudahkan dalam
jumlah edge (E) dan jumlah edge menghitung jumlah edge dan node
maksimal yang mungkin dalam setiap digunakan alat bantu dari softwere ArcGis,
keterhubungan (seperti dalam grafik yang dimana nilai-nilai tersebut akan muncul
lengkap). Gamma merupakan ukuran dalam data atribut yang telah dipetakan
kerapatan jaringan lorong gua dan sebelumnya. Bagian ini menjelaskan
Gamma [0:1] bagaimana penelitian dilakukan, desain
Gamma = E/Emax ………..…………… (3) penelitian, teknik pengumpulan data,
pengembangan instrumen, dan teknik
Indeks ramification/percabangan analisis data.
(R) mewakili rasio antara persimpangan
dan ujung. Nilai tinggi menjelaskan
jaringan dengan banyak percabangan.

Gambar 3. Penggambaran Peta Gua, Analisis Percabangan dan Kelengkungan

55 | Media Komunikasi Geografi, Vol. 21, No. 1, Juni 2020: 52-62


Morfometri Dan Tipologi Lorong Gua Di Kabupaten Malang/Mohammad Ainul Labib, Agung Suprianto, Dwi
Fitriani, Alfi Sahrina, Khoirul Hidayat, Prasetyo Adi Irianto, Andika Aulya A.

3. Hasil dan Pembahasan Sedangkan distribusi yang besar terdapat


Lorong gua merupakan ruangan pada pola linear. Distribusi tingkat
yang memiliki dimensi berupa panjang, kelengkungan yang besar terdapat pada
lebar dan tinggi. Keberadaan lorong gua pola curvilinear, mengingat banyak
ini memiliki karakteristik yang unik. Pola- lengkungan pada pola tersebut. Pada
pola terbentuk melalui proses yang sangat rasio lebar dan tinggi memiliki rentang
lama, dan menghasilkan bentukan lorong yang tinggi pada pola curvilinear dan
saat ini. Kabupaten Malang memilki linear, sedangkan rentang yang paling
batuan karbonat yang tersebar di bagian
selatan Kabupaten Malang. Gua terbentuk
pada batuan karbnat tersebut, dengan
persebaran gua berada pada batuan
tersebut.
Gua-Gua yang telah didata
tersebut selanjutnya dianalisis lebih lanjut.
Data pemetaan gua yang telah didapatkan
dihitung kembali untuk mengetahui pola
yang terjadi pada lorong gua. Uji
normalitas data dilakukan terlebih dahulu.
Dari kajian terdahulu, pemetaan gua yang
ada memiliki persebaran yang tidak
normal. Sehingga perlu diuji lebih lanjut
dengan menggunakan Kruskal Wallis.
Hasil dari uji statistik ini menunjukkan
bahwa lorong gua yang ada di Kabupaten
Malang memiliki keberagaman dari pola
lorong gua. Dimana Asymp. Sig. memiliki
nilai 0,000 yang dapat diartikan bahwa
ada perbedaan yang signifikan antara
lorong-lorong gua di Kabupaten Malang
(Tabel 1).
Tabel 1. Nilai Uji Statistik Pada Berbagai
Paramater Lorong Gua (Vi, Hi, T, WH-
Rasio)

Perbedaan kondisi lorong gua ini pendek terdapat di pola sumuran


dapat dilihat pada Gambar 4. Pada indeks Gambar 4. Distribusi Boxplot pada
vertikal nilai pola sumuran memiliki nilai Parameter setiap kondisi lorong gua
yang tinggi. Pada indeks horizontal pola
ceruk memiliki nilai yang tinggi.

56 | Media Komunikasi Geografi, Vol. 21, No. 1, Juni 2020: 52-62


Morfometri Dan Tipologi Lorong Gua Di Kabupaten Malang/Mohammad Ainul Labib, Agung Suprianto, Dwi
Fitriani, Alfi Sahrina, Khoirul Hidayat, Prasetyo Adi Irianto, Andika Aulya A.

Gambar 5 menunjukkan beberapa


parameter yang terjadi pada berbagai pola
yang terbentuk di gua-gua Kabupaten
Malang. Pola yang terjadi menunjukkan
lorong berupa sumuran memberikan nilai
indeks vertikal yang tinggi yang mendekati
nilai 1 dengan tingkat kelengkungan yang
kecil atau membentuk pola linear. Pada
pola curvilinear, ceruk, dan linear
menunjukkan indeks vertikal yang lebih
kecil, dan horizontal yang besar, selain itu
pola kelengkungan juga memiliki nilai
yang besar pada pola curvilinear. Pada
kondisi linear, kelengkungan lorong
mendekati nilai 1,5 dan memliki kondisi
yang linear, hal ini juga terjadi pada
bentukan ceruk. Disamping itu, terdapat
nilai indeks vertikal yang tinggi pada pola
liniear dan curvilinear. Hal ini menandakan
terdapat beberapa lorong gua, berupa
lorong vertikal, namun terdapat lorong
yang mempunyai kelengungan tinggi pada
level horizontalnya.
Perkembangan lorong gua pada
indeks vertikal menunjukkan nilai tinggi
pada gua tipe sumuran. Disamping itu,
terdapat lorong gua yang memiliki nilai
tinggi pada kondisi linear dan curvilinear.
Hal ini dapat terjadi, mengingat
perkembangan lorong gua tidak terjadi
dari satu proses, melainkan dari beberapa
proses yang membentuk lorong gua
tersebut. Bentukan yang terjadi pada
bagian lorong tersebut dapat berupa
canyon, chimney, ataupun shaft.
Pola kelengkungan tinggi pada
pada lorong curvilinear, pada sumuran
dan ceruk memiliki kelengkungan yang
kecil dan memiliki variasi lorong yang
beragam.
Hasil perhitungan Indeks
ramification/percabangan (Gambar 6)
Gambar 5. Distribusi Parameter Vertikal
menunjukkan kondisi ceruk dan sumuran
Indeks, Horizontal Indeks, Kelengkungan
memiliki nilai 0, ini menandakan bahwa
dan Rasio Lorong Gua
tidak adanya persimpangan yang
terbentuk pada lorong tersebut. Kondisi Perhitungan Gamma (Gambar 6)
lorong membentuk lurus. Pada kondisi menunjukkan, pada kondisi curvilinear dan
linear, juga ditunjukkan pada nilai 0, yang linear memiliki nilai yang kecil daripada
menandakan ada kesamaan dengan ceruk dan sumuran. Hal ini
kondisi ceruk dan sumuran. Di sisi lain, memperlihatkan adanya kondisi dimana
curvilinear menunjukan nilai yang lebih terdapat banyak stasiun atau perubahan
tinggi, daripada ketiga kondisi tersebut. lorong yang terjadi pada gua. Kondisi
linear memiliki rentang variasi yang lebih

57 | Media Komunikasi Geografi, Vol. 21, No. 1, Juni 2020: 52-62


Morfometri Dan Tipologi Lorong Gua Di Kabupaten Malang/Mohammad Ainul Labib, Agung Suprianto, Dwi
Fitriani, Alfi Sahrina, Khoirul Hidayat, Prasetyo Adi Irianto, Andika Aulya A.

besar dimana kondisi ini mencakup nilai Gambar 8 menunjukkan distribusi


pada kondisi ceruk, sumuran dan dalam bidang faktor F1-F2. Dari plot
curvilinear. Hal ini menandakan, dengan tersebut didapatkan 3 area yang dominan,
terbentuk kondisi linear, tapi memiliki antara lain. Pertama, distribusi curvilinear
bentukan sepertti shaft, lorong tunggal terletak pada sebelas sisi kiri axis (nilai F1
(ceruk), dan kelokan akibat kontrol dan F2 negatif). Pola memiliki nilai sinous
stuktural ataupun hidrologis dan indeks ramification tinggi, dimana 2
nilai ini salaing mempengaruhinya. Pada
F1 terdapat nilai yang positif, dimana
lorong juga berkembang pada pola
vertikal. Kedua, kondisi sumuran berada
pada posisi sebelah kanan bawah dari
scatterplot, yang mewakili lorong
horizontal yang rendah. Pada kondisi ini
nilai indeks vertikal tinggi. Pada posisi
sebelah kanan atas dari scatterplot,
menunjukan pola perkembangan gua
linear. Dan terdapat pula kondisi sumuran
dan ceruk yang berada pada posisi ini.

Tipologi Lorong Gua


Pemetaan gua telah banyak
dilakukan pada saat ini. Data kuantitatif
telah memberikan peran dalam
Gambar 6 Sebaran Boxplot dari Hasil menggambarkan kondisi lorong gua yang
Perhitungan Gamma dan Ramification ada. Deskripsi bentukan lorong dan pola
gua telah diberikan sebelumnya dengan
Gambar 7 menunjukkan pendekatan kuantitatif. Namun, terdapat
keterhubungan antara nilai Gamma dan pula pendekatan yang lain, untuk
ramification, dimana pada kondisi menyimpulkan mengenai kondisi dalam
curvilinear terdapat nilai Gamma sebesar gua, yaitu pendekatan kuantitatif
medekati 0, hal ini memberikan gambaran (morfometri gua). Data yang dihasilkan
walaupun nilai ramification 0 tetapi kondisi dari survei lapangan, diolah lagi untuk
lorong gua sudah cukup berkembang, mengetahui kondisi gua yang ada. Dari
karena sudah banyak terdapat stasiun perhitungan morfometri gua yang ada
lorong gua. Pada kondisi linear, sumuran, digunakan untuk mengetahui kondisi yang
dan ceruk hasil dari peyerderhanaan ada di dalam lorong gua tersebut.
lorong gua tidak memiliki percabangan
yang dominan, sehingga nilai ramification Tiga pola gua di Kabupaten Malang
mendekati 0 dan nilai Gamma yang tinggi Lorong gua terbentuk dari berbagai
menandakan lorong tersebut cukup macam proses yang terjadi, Ford &
sederhana dalam perkembangan lorong Williams (2007) memberikan gambaran
gua. dari sistem alirannya, meteorik, air dalam,
ataupun dari pencampuran air. Pada
aliran meteorik umumnya terdapat pada
kondisi tidak tertekan dan air dalam
berada pada kondisi tertekan. Campuran
air dapat terjadi di daerah kepesisiran
dengan membentuk ceruk. Kabupaten
Malang sendiri memiliki gua yang tidak
tertekan (unconfined) dan ceruk. Adapun
Gambar 7. Pola Ramification dan Gamma
pada Pola Curvilinear, Sumuran, Linear,
dan Ceruk

58 | Media Komunikasi Geografi, Vol. 21, No. 1, Juni 2020: 52-62


Morfometri Dan Tipologi Lorong Gua Di Kabupaten Malang/Mohammad Ainul Labib, Agung Suprianto, Dwi
Fitriani, Alfi Sahrina, Khoirul Hidayat, Prasetyo Adi Irianto, Andika Aulya A.

terdapat lorong gua yang lain sumuran memiliki hal yang berbeda
berupa sumuran. Tentunya dalam dengan linear dan ceruk, ini terlihat dari
melakukan analisa kuantitatif, didapatkan parameternya. Namun, pola linear akan
3 pola gua yang ada di Kabupatan berkembang pada sumuran, mengingat
Malang. Curvilinear memiliki input dari lorong ini merupakan lorong tunggal.
doline-doline dari sungai permukaan yang Kondisi curvilinear memiliki nilai yang
masuk ke dalam gua. Dimana lorong gua beragam akibat banyak proses yang
akan dominan pengaruh kontrol hidrologis terbentuk di dalam lorong gua.
daripada struktural. Sumuran merupakan Adanya pola yang hampir sama
pola yang terbentuk dari perbedaan level antara ceruk dan linear tentunya terlihat
yang membentuk shaft tunggal, dimana pada Gambar 8. Dimana antara ceruk dan
lorong guanya hanya terhenti beberapa linear berkumpul menjadi satu. Ini
meter saja. Liniear dan ceruk membentuk menandakan adanya kesamaan nilai atau
lorong tunggal yang tidak bercabang. bentukan yang terjadi, walaupun proses
Ceruk umumnya lorong yang pendek, yang menyertai akan berbeda-beda. Pada
hanya beberapa meter. Terbentuk oleh kondisi sumuran sendiri memiliki indeks
proses struktural ataupun runtuhan atau vertikal yang tinggi sehingga gua yang
mixing air. ada akan berpisah dengan gua yang lain.
Kondisi terlihat mengelompok
Identifikasi morfometri gua di Kabpaten menandakan adanya kesamaan pola pada
Malang gua-gua tersebut.
Lorong gua yang diidentifikasi
secara kualitatif selanjutnya dianalisis Perkembangan gua di Kabupaten Malang
mengenai morfotri guanya. Pola yang Perkembangan lorong gua yang
terbentuk pada gua-gua di Kabupaten kompleks di Kabupaten Malang berada
Malang memiliki perbedaan, yang terlihat pada pola curvilinear dengan tingginya
dari nilai signifikaisnya yang menjadikan keberagaman lorong gua, baik
tidak sama. Hasil parameter morfometri kelengkungan, rasio lebar dan tinggi,
gua juga menunjukan perbedaan baik indeks horizontal dan vertikal. Gua yang
pada kelengkungan, rasio lebar dan tinggi, membentuk curvilinear umumnya memiliki
indeks horizontal dan indeks vertikal. kompleksitas lorong yang lebih tinggi dari
Pada kondisi linear dan ceruk, pada linear atau sumuran. Lorong lorong
mimiliki parameter yang hampir sama, hal akan berkelok-kelok mengikuti aliran
ini menandakan adanya persamaan dalam sungai bawahtanah atau mengikuti arah
pola lorong gua tersebut. Pada kondisi dari kontrol struktural yang ada.

Gambar 8. Beberapa Parameter yang Digunakan dalam Analisis Pola Lorong Gua

59 | Media Komunikasi Geografi, Vol. 21, No. 1, Juni 2020: 52-62


Morfometri Dan Tipologi Lorong Gua Di Kabupaten Malang/Mohammad Ainul Labib, Agung Suprianto, Dwi
Fitriani, Alfi Sahrina, Khoirul Hidayat, Prasetyo Adi Irianto, Andika Aulya A.

Hasil perhitungan yang ada pasagge. Namun, kenampakan lorong


memperlihatkan antara ceruk dan linear sinous lebih dijadikan sebagai lorong pola
berada kelompok yang sama, tentunya ini curvilinear karean terkait dengan adanya
akan menjadi normal dan sesuai, bila aliran bawahtanah (Palmer, 1991) sama
perkembangan lorong gua yang terbentuk halnya dengan proses sinous. Anggulate
akibat hidrologis atau struktural bukan passage yang dominan membentuk gua,
akibat pencampuran air yang tidak ditemukan pada gua-gua di
menyebabkan pelarutan pada batuan. Kabupaten Malang. Sedangakan linear
Dari interpetasi lorong gua yang ada, memberikan gambaran tunggal lorong
tentunya dapat dimasukan ke dalam satu gua.
kondisi yang linear Perkembangan lorong gua yang
Kondisi sumuran memiliki berada pada kondisi curvilinear, linear dan
kesamaan dengan linear, terkait planview sumuran akan memberikan konsekuensi
pada gua tersebut yang membuat pola yang ada di dalam lorong. Pada kondisi
linear. Namun, secara bentuk dan nilai curvilinear akan membentuk brancwork.
perhitungan morfometri yang ada pada Brancwork memberikan gambaran dengan
Gambar 8 terlihat pola pengelompokan adanya input dari ponor, doline dan
yang berbeda dengan linear. Disamping adanya aliran. Kondisi epifreatik, vadose,
itu, bentukan lorong gua yang ada, dan freatik berkembang pada kondisi ini
memiliki perbedaan dengan linear, dimana (Audra & Palmer, 2013; Palmer, 1991).
pada kondisi sumuran dominasi yang Pada sumurun, umumnya disebut sebagai
utama yaitu canyon, cimney, ataupun shaft vertical (Audra & Palmer, 2013;
shaft. Baron, 2003), adanya kenampakan
Dari hasil perhitungan dan tersebut akan membentuk zona vadose.
identifikasi tersebut, tentunya Pada linear passage lorong gua akan
perkembangan lorong gua memberikan berada pada Kondisi epifreatik dan
gambaran lebih dalam bahwa lorong yang vadose
ada di Kabupaten Malang memiliki 3
kondisi yaitu curvilinear, linear dan 4. Penutup
sumuran Identifikasi pola gua telah banyak
Perkembangan lorong gua di dianalisis dengan pendekatan kualitatif
Kabupaten Malang memiliki kenampakan dan pendekatan morfologi dengan melihat
yang sama dengan hasil identifikasi di
kondisi gua. Kajian ini memberikan
daerah Karst Gunung Sewu, dengan
berkembangnya lorong curvilinear, linear gambaran yang berbeda dengan melihat
dan sumuran (MacDonalds & Parners, pola gua yang ada dengan pendekatan
1984) pada Basin Wonosari juga kualitatif. Data yang didapatkan berasal
berkembang lorong curvilinear dan linear dari data lapangan. Hasil perhitungan
(Haryono, 2014; Labib, Haryono, Agniy, et memperlihatkan perkembangan lorong
al., 2019) Perkembangan lorong gua yang gua di Kabupaten Malang memiliki 3
yang telah disajikan tersebut sjalan
kondisi yaitu curvilinear, linear dan
dengan kondisi lorong berupa single
counduit passage maupun cave sumuran yang menghasilkan konsekuensi
intergrated passage (Ford & Williams, pada perkembangan lorong masing-
2007). Pada lorong single passage lorong masing. Penelitian ini tentunya
dapat berupa linear passage yang memerlukan data yang banyak untuk
terbentuk di beberapa gua karst di menyimpulkan menganai kondisi lorong
Kabupaten Malang. Pola intergrated
yang lebih spesifik, mengingat sampel ang
passsage dapat membentuk pola
curviliner yang lebih rumit dari sistem digunakan masih sedikit. Maka perlu
single counduit. adanya pendataan dan pemetaan lorong
Sweeting (1972) memberikan gua agar dapat mengetahui kondisi gua
beberapa karakter pada lorong tunggal, secara umum di Kabupaten Malang.
yaitu, sinous, linear, dan anggulate

60 | Media Komunikasi Geografi, Vol. 21, No. 1, Juni 2020: 52-62


Morfometri Dan Tipologi Lorong Gua Di Kabupaten Malang/Mohammad Ainul Labib, Agung Suprianto, Dwi
Fitriani, Alfi Sahrina, Khoirul Hidayat, Prasetyo Adi Irianto, Andika Aulya A.

Karst Inventarisasi dan Pendataan


Ponor, Mata Air, dan Telaga/Danau
Ucapan Terima Kasih Karst Serta Pemetaan Fauna Gua
Dan Studi Masyarakat Di Desa
Kajian ini berdasarkan data-data
Kedungsalam, Kecamatan
yang telah dikumpulkan sebelumnya, olah
Donomulyo, Kabupaten Malang.
anggota MPA Jonggring Salaka
Jouves, J., Viseur, S., Afib, B.,
Universitas Negeri Malang dan Impala
Baudement, C., Camus, H., Collon,
Universitas Brawijaya dari tahun 2012
P., & Guglielmi, Y. (2017).
sampai 2018. Tentunya kami
Speleogenesis, geometry, and
mengucapkan terima kasih untuk
topology of caves: A quantitative
kesempatannya, sehingga kajian ini dapat
study of 3D karst conduits.
terlaksana.
Geomorphology, 298, 86–106.
Labib, M. A. (2016). Speleogeomorfologi
Daftar Pustaka Karst di Kecamatan Donomulyo
Audra, P., & Palmer, A. N. (2013). The Kabupaten Malang. Universitas
vertical dimension of karst: controls Gadjah Mada.
of vertical cave pattern (J. Shorder & Labib, M. A., Haryono, E., Agniy, R. F.,
A. Frumkin (eds.); Treatise o). Sasongko, H. D., Cahyadi, A., Putra,
Academic Press. E. B. ., Danardono, Oktama, R., &
Baron. (2003). Speleogenesis Along Sub- Adji, T. N. (2019). Karakterisasi
Vertical Joints: A Model of Karst Lorong Gua Di Geosite Gua Pindul,
Plateu Development: A case study Geopark Gunungsewu. Seminar
Dolny Vrch Plateu (Slovak Republic). Nasional Geografi III.
Speleogenesis and Evolution of Karst Labib, M. A., Haryono, E., & Sunarto.
Aquifers 1 (2). Journal Czech (2019). The Development of Cave
Republic, 1–8. Passage in Donomulyo, Malang-
Collon, P., Bernasconi, D., Vuilleumier, C., Indonesia. E3S Web of Conferences
& Renard, P. (2017). Statistical 76.
metrics for the characterization of Laksamana, E. E. (2015). Stasiun Nol:
karst network geometry and topology. Teknik-Teknik Pemetaan Dan Survey
Geomorphology, 283, 122–142. Hidrologi Gua. Megalith Books dan
Fauzi, I., Baihaqi, M. R., K.T., D. M., & Acintyacunyata Speleogenesis Club.
Eko, A. (2015). Laporan Pendataan MacDonalds, & Parners. (1984). Greater
Gua, Mata Air dan Telaga di Karst Yogyakarta-Groundwater Resources
Malang Selatan Desa Bandung Rejo Study Vol 3C. Directorate General of
dan Desa Sumber Bening Water Resources Development
Kecamatan Bantur Kabupaten Project (P2AT).
Malang. MPA Jonggring Salaka. (2018). Eksplorasi
Ford, D., & Williams, P. (2007). Karst Kawasan Karst Sendang Biru
Hydrogeology and Geomophology. Kabupaten Malang. CV Komojoyo
British Library. Press.
Haryono, E. (2016). Pedoman Praktis Palmer, A. N. (1991). Origin and
Survei Terintegrasi Kawasan Karst. Morphology of Limestone Caves.
Badan Penerbit Fakultas Geografi Geological Society of America
UGM. Bulletin, 1–25.
Haryono, E. dkk. (2014). Speleogenesis Piccini, L. (2011). Recent Developments
Gua Pindul dan sekitarnya. on Morphometric Analysis of Karst
Iguzguiza, E., Valsero, J. J. D., & Galiano, Caves. ACTA CARSOLOGICA,
V. R. (2011). Morphometric analysis 40(1), 43–52.
of three-dimensional networks of Supriatno, A., Prasetyono, D., Hardianto,
karst conduits. Geomorphology, 132, A. S., Labib, M. A., Efendi, S.,
17–28. Hidayat, K., Triyono, J. A., & Ahmad,
Impala, U. (2013). Studi Potensi Kawasan A. A. (2017). Identifikasi Hubungan

61 | Media Komunikasi Geografi, Vol. 21, No. 1, Juni 2020: 52-62


Morfometri Dan Tipologi Lorong Gua Di Kabupaten Malang/Mohammad Ainul Labib, Agung Suprianto, Dwi
Fitriani, Alfi Sahrina, Khoirul Hidayat, Prasetyo Adi Irianto, Andika Aulya A.

Kelurusan dan Pola Lorong Gua


Karst di Kecamatan Sumbermanjing
Weta Kabupaten Malang. Prosiding
Seminar Nasional Geotik, 2580–
8796.
Sweeting, M. M. (1972). Karst Landforms.
Macmilland.

62 | Media Komunikasi Geografi, Vol. 21, No. 1, Juni 2020: 52-62

You might also like