You are on page 1of 20

LAKAR Volume 01 No 01 (2019), 01 – 20

Jurnal Arsitektur ISSN 2654-3680 (Print) | ISSN 0000-0000

PEMANTAUAN DAN PENGENDALIAN KERUSAKAN LAHAN UNTUK PRODUKSI


BIOMASSA DI KABUPATEN KUNINGAN JAWA BARAT
Andrianto Kusumoarto 1, Ryan Hidayat2
1
Universitas Indraprasta PGRI, Program Studi Arsitektur
andrianto.kusumoarto@unindra.ac.id
2
Universitas Indraprasta PGRI, Program Studi Arsitektur
ryan.hidayat@unindra.ac.id

Abstract:
Soil damage for biomass production occurs in several areas in Kuningan Regency. This study aims
to provide complete information on soil damage for Biomass production in Kuningan Regency
through the Geography Information System (GIS). In addition, it provides information on prevention
efforts and models for preventing land damage. The method of approach to this research is the
survey method. The method of work carried out to assess the criticality of land is based on the
Technical Guidance Document for Preparation of Critical Land Spatial Data in 2004 by the
Directorate General of Land Rehabilitation and Social Forestry (RLPS) and Letter of Director
General RLPS No. S.296 / V-SET / 2004 dated October 5, 2004. Based on the results of GIS analysis,
it can be identified that almost all villages in general experience conditions and damage status that
is included in the potential of "moderate". More villages in moderate potential are Cisantana
Village, Gunungsirah Village, Padabeunghar Village, Puncak Village, Sangkanherang Village,
Sayana Village, Seda Village, Segarahiang Village, Sukamukti Village, Sukasari Village, and
Trijaya Village. Whereas Babakan Mulya Village is more in the potential of minor damage. This
condition is caused by changes in land use and cover conditions. Soil damage can be reduced and
prevented through an effort called land conversion. Land conversion is the maintenance and
protection of land on a regular basis to reduce and prevent damage to land by preservation. Soil
conservation methods are carried out in 3 ways, namely agronomic, mechanical, and chemical
conservation.
Key Words: Land Damage, Biomass Production, Geographic Information Systems, Soil and Land
Conservation

Abstrak :
Kerusakan tanah untuk produksi biomassa terjadi di beberapa kawasan di Kabupaten Kuningan
Penelitian ini bertujuan untuk menyediakan informasi yang lengkap mengenai kerusakan tanah
untuk produksi Biomassa di Kabupaten Kuningan melalui Sistem Informasi Geografi (SIG). Selain
itu, menyediakan informasi upaya penanggulangannya dan model pencegahan kerusakan tanah.
Metode pendekatan penelitian ini adalah metode survai. Metode kerja yang dilakukan untuk
penilaian tingkat kekritisan lahan berdasarkan pada dokumen Petunjuk Teknis Penyusunan Data
Spasial Lahan Kritis tahun 2004 oleh Direktorat Jenderal Rehabilitasi Lahan dan Perhutanan Sosial
(RLPS) dan Surat Direktur Jenderal RLPS No. S.296/V-SET/2004 tanggal 5 Oktober 2004.
Berdasarkan hasil analisis SIG, dapat diidentifikasi bahwa hampir seluruh desa secara umum
mengalami kondisi dan status kerusakan yang masuk dalam potensi “sedang”. Desa-desa yang lebih
banyak berada dalam potensi kerusakan sedang adalah Desa Cisantana, Desa Gunungsirah, Desa
Padabeunghar, Desa Puncak, Desa Sangkanherang, Desa Sayana, Desa Seda, Desa Segarahiang,
Desa Sukamukti, Desa Sukasari, dan Desa Trijaya. Sedangkan Desa Babakan Mulya lebih banyak
berada dalam potensi kerusakan ringan. Kondisi ini diakibatkan oleh kondisi perubahan penggunaan
dan tutupan lahan. Kerusakan tanah dapat dikurangi dan dicegah melalui suatu upaya yang
disebut konversi tanah. Konversi tanah adalah pemeliharaan dan perlindungan terhadap tanah
secara teratur guna mengurangi dan mencegah kerusakan tanah dengan cara pelestarian. Metode
konservasi tanah dilakukan dengan 3 cara, yaitu konservasi secara agronomis, mekanis, dan
kimiawi.
Kata Kunci : Kerusakan Lahan, Produksi Biomassa, Sistem Informasi Geografi, Konservasi tanah
dan Lahan

1
2 PEMANTAUAN DAN PENGENDALIAN KERUSAKAN LAHAN UNTUK PRODUKSI BIOMASSA DI
KABUPATEN KUNINGAN JAWA BARAT

PENDAHULUAN tumbuhan, dan hewan serta hasil kegiatan manusia


Sumber daya tanah di Kabupaten masa lalu dan masa kini yang bersifat mantap atau
Kuningan memiliki peran strategis baik saat ini mendaur (Hardjowigeno, 1992).
maupun pada masa yang akan datang. Kerusakan Melihat dan memahami problematika
tanah untuk produksi biomassa terjadi di beberapa yang terjadi di Kabupaten Kuningan, yang secara
kawasan di Kabupaten Kuningan. Pengendalian topografi dan geografis merupakan kawasan
kerusakan tanah untuk produksi biomassa di dataran tinggi (pegunungan), dengan keragaman
kabupaten ini sangat diperlukan mengingat potensi didalamnya, terutama untuk budidaya
aktivitas penggunaan lahan untuk pertanian sangat tanaman pangan maupun non pangan, maka
intens dalam meningkatkan kesejahteraan pencegahan kerusakan tanah untuk produksi
masyarakat. Kualitas tanah mampu mencerminkan biomassa adalah upaya untuk mempertahankan
tingkat produktivitas dalam mendorong kondisi tanah melalui cara-cara yang tidak
pembangunan (pertanian) untuk memenuhi memberi peluang berlangsungnya kerusakan
kebutuhan pangan dan non pangan (Maier et al., tanah,pengelolaannya bersifat ramah lingkungan,
2015; Laurance, Sayer, dan Cassman 2014; Fahma atau tidak memberi peluang berlangsungnya
dan Kristyanto, 2016). kerusakan tanah. Penanggulangan kerusakan tanah
Tanah merupakan sumber daya alam yang merupakan bagian dari upaya yang terus
terbatas dan senantiasa mendapatkan tekanan yang dilakukan, untuk menghentikan atau minimalisir
semakin besar untuk memenuhi kebutuhan semakin meluasnya kerusakan tanah yang akhir-
penduduk akan sandang, papan dan pangan yang akhir ini terjadi. Proses pemulihan (restorasi
semakin meningkat. Berdasarkan Undang-undang maupun konservasi) kondisi tanah adalah upaya
Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan untuk mengembalikan kondisi tanah ke tingkatan
Pengelolaan Lingkungan Hidup disebutkan bahwa yang lebih optimal atau tidak rusak.
perusakan lingkungan adalah tindakan yang Berdasarkan hal tersebut di atas
menimbulkan perubahan langsung maupun tidak diperlukan data dan informasi tingkat kerusakan
langsung terhadap sifat fisik dan/atau hayatinya tanah yang terjadi melalui Sistem Informasi
yang mengakibatkan lingkungan hidup tidak Geografi (SIG). Hasil analisis tersebut, bagian dari
berfungsi lagi dalam menunjang pembangunan penyediaan data dan informasi, yang penting dan
berkelanjutan. mendukung atau menunjang dalam
Penyebab kerusakan tanah dapat mengidentifikasi dan mengiventarisasi keragaman
disebabkan oleh dua faktor, yaitu bersifat alamiah potensi dan kerentanan, sehingga dapat dilakukan
(tanah) dan kegiatan/aktivitas manusia, dimana langkah pengendalian secara efektif dan efisien,
kedua faktor tersebut, yang menyebabkan tanah dimana sebagai upaya mewujudkan Kabupaten
terganggu/rusak, sehingga tidak mampu lagi Kuningan sebagai kawasan agrobisnis yang handal
berfungsi sebagai media untuk produksi biomassa dengan memperhatikan kelestarian lingkungan.
secara normal dan produktif. Kegiatan biomassa Dengan demikian diharapkan tercipta daya
yang memanfaatkan tanah maupun sumber daya dukung sumberdaya hutan dan lahan yang optimal
alam lainnya bersifat eksploitatif dan tidak dan lestari, secara berkelanjutan.
terkendali, dapat mengakibatkan kerusakan tanah
untuk produksi biomassa. Hal ini berakibat pada METODOLOGI
penurunan produksi biomassa sehingga Penelitian ini dilakukan dengan
menurunkan mutu serta fungsi tanah yang pada pendekatan survai. Tahap penelitian yang
akhirnya dapat mengancam kelangsungan dilakukan adalah tahap persiapan dan
kehidupan manusia dan mahluk hidup lainnya pengumpulan data sekunder, survai lapang dan
(Zhu, 2015). pengukuran, dan analisis data serta penyajian
Tanah merupakan satu komponen lahan hasil. Metode kerja yang dilakukan untuk
berupa lapisan teratas kerak bumi, yang terdiri dari penilaian tingkat kekritisan lahan adalah
bahan mineral dan bahan organik serta mempunyai berdasarkan pada dokumen Petunjuk Teknis
sifat fisik, kimia, biologi dan mempunyai Penyusunan Data Spasial Lahan Kritis tahun 2004
kemampuan menunjang kehidupan manusia dan oleh Direktorat Jenderal Rehabilitasi Lahan dan
mahluk hidup lainnya. Adapun lahan adalah suatu Perhutanan Sosial (RLPS) dan Surat Direktur
wilayah daratan yang ciri-cirinya merangkum Jenderal RLPS No. S.296/V-SET/2004 tanggal 5
semua tanda pengenal biosfer, atmosfir, tanah, Oktober 2004.
geologi, timbulan (relief), hidrologi, populasi

LAKAR| Jurnal Program Studi Arsitektur| Vol. 01 No. 01 (2019), 01-20


Andrianto Kusumoarto 3

Lokasi kegiatan mencakup wilayah barat atributnya. Teknik overlay analisis lahan kritis
Kabupaten Kuningan Provinsi Jawa Barat. Yang dapat dilihat Gambar 1.
terdiri atas lima kecamatan dan sepuluh desa, yaitu
: (1) Kecamatan Darma (Desa Gunungsirah dan
Desa Sagarahiyang); (2) Kecamatan Cigugur
(Desa Puncak, Desa Babakan Mulya dan Desa
Cisantana); (3) Kecamatan Jalaksana (Desa
Sangkanherang, Desa Sayana dan Desa
Sukamukti); (4) Kecamatan Mandirancan (Desa
Seda, Desa Trijaya, dan Desa Sukasari); dan (5)
Kecamatan Pasawahan (Desa Padabeunghar).
Persiapan dan Survai Lapang
Persiapan yang dilakukan meliputi studi
literatur, hasil-hasil penelitian dan sumber-sumber
lain yang relevan. Persiapan ini bertujuan PETA KERUSAKAN LAHAN
mengetahui kondisi umum daerah penelitian dan
langkah-langkah yang perlu dilakukan untuk Gambar 1. Teknik overlay analisis lahan kritis
mencapai tujuan penelitian. Selain itu dilakukan
pengumpulan data sekunder yang terdiri atas data a. Analisis Data Spasial Liputan Lahan
curah hujan tahunan, peta administrasi, peta Informasi tentang liputan lahan dapat
penggunaan lahan, peta kelas lereng dan peta jenis diperoleh dari hasil interpretasi citra dengan
tanah, data kependudukan dan sosek serta data lain penginderaan jauh. Citra satelit dapat digunakan
yang menunjang. sebagai sumber data yang terpercaya untuk
Survei lapangan dilakukan untuk pemetaan liputan lahan pada skala 1: 250.000 atau
mengamati dan mengumpulkan data biofisik di lebih kecil. Hasil interpretasi citra dari Badan
daerah penelitian. Plot pengamatan ditentukan Planologi Dep. Kehutanan yang terbaru
berdasarkan hasil overlay antara peta tanah, peta merupakan sumber data utama liputan lahan
penggunaan lahan dan peta kelas lereng; overlay tersebut, apabila hasil interpretasi citra satelit yang
peta tersebut menghasilkan beberapa satuan lahan. terbaru tidak tersedia di Bappedda atau instansi
Selanjutnya tiap satuan lahan yang diperoleh terkait lainnya. Dalam penentuan kekritisan lahan,
dijadikan plot pengamatan intensif untuk parameter liputan lahan mempunyai bobot 50%,
pengambilan data biofisik. Plot lokasi pengamatan sehingga nilai skor untuk parameter ini merupakan
intensif yang telah ditentukan di peta dicocokkan perkalian antara skor dengan bobotnya (skor x 50).
di lapangan dengan menggunakan GPS. Klasifikasi tutupan lahan dan skor untuk masing-
masing kelas ditunjukkan pada Tabel 1.
Analisis Data Data spasial liputan lahan yang disusun
Teknik utama yang digunakan dalam harus mempunyai data atribut yang menjelaskan
analisis adalah dengan metoda overlay/tumpang tentang kondisi tutupan lahan pada setiap unit
susun dan pengecekan/survey langsung di lapanga pemetaannya (poligon liputan lahan). Untuk
terhadap beberapa data spasial yang merupakan keperluan tersebut, pada data atribut perlu dibuat
parameter penentu kekritisan lahan. Parameter minimal tiga field (kolom) baru dengan spesifikasi
penentu kekritisan lahan berdasarkan SK Dirjen seperti pada Tabel 2.
RRL No. 041/Kpts/V/1998 meliputi: kondisi
tutupan vegetasi, kemiringan lereng, tingkat Tabel 1. Klasifikasi liputan lahan dan skornya
bahaya erosi dan singkapan batuan (outcrop), dan
kondisi pengelolaan (manajemen). Kelas Prosentase Skor Skor x
Data spasial lahan kritis dapat disusun Tutupan Bobot
Tajuk (%) (50)
apabila data spasial tersebut di atas sudah disusun
Sangat > 80 5 250
terlebih dahulu. Data spasial untuk masing-masing Baik
parameter harus dibuat dengan standar tertentu Baik 61 - 80 4 200
guna mempermudah proses analisis spasial untuk Sedang 41 - 60 3 150
menentukan lahan kritis. Standar data spasial Buruk 21 - 40 2 100
untuk masing-masing parameter meliputi Sangat < 20 1 50
kesamaan dalam sistem proyeksi dan sistem Buruk
koordinat yang digunakan serta kesamaan data

LAKAR| Jurnal Program Studi Arsitektur| Vol. 01 No. 01 (2019), 01-20


4 PEMANTAUAN DAN PENGENDALIAN KERUSAKAN LAHAN UNTUK PRODUKSI BIOMASSA DI
KABUPATEN KUNINGAN JAWA BARAT

Tabel 2.. Spesifikasi data atribut pada data spasial Kemiringan String 10 - Diisi nilai
liputan lahan /Characte kemiringan
r lereng
Skor_Ler Number 5 - Diisi skor
Nama Spefisikasi Kolom Keterang /numerik kemiringan
Kolom Tipe Lebar Desim an
al
Kelas_V String 2 - Diisi kelas
c. Analisis Data Spasial Tingkat Erosi
eg /charact 20 tutupan Data spasial tingkat erosi diperoleh dari
er lahan pengolahan data spasial sistem lahan (land
Tutupan C String 2 - Diisi
/charact 10 prosentase
system). Setiap poligon (unit pemetaan) land
er tutupan system mempunyai data atribut yang salah satunya
tajuk berisikan informasi tentang bahaya erosi.
Skor_Ve Number 5 - Diisi skor
g /numeric 5 tutupan Tingkat erosi pada suatu lahan dalam
lahan penentuan lahan kritis di bedakan menjadi 4 kelas
yaitu: ringan, sedang, berat dan sangat berat.
b. Analisis Data Spasial Kemiringan Lahan Klasifikasi tingkat erosi dan skor untuk masing-
Data spasial kemiringan lereng disusun masing kelas tingkat erosi ditunjukkan pada Tabel
dari hasil pengolahan data kontur dalam format 5.
digital. Data kontur terlebih dahulu diolah untuk Untuk penentuan lahan kritis, klasifikasi
menghasilkan model elevasi digital (Digital erosi pada land system harus dikonversi sesuai
Elevation Model/DEM) untuk kemudian diperoses dengan klasifikasi erosi dalam penentuan lahan
guna menghasilkan data kemiringan lereng. Selain kritis menurut SK Dirjen RRL No.
itu data kemiringan lereng juga diperoleh dari data 041/Kpts/V/1998, seperti ditunjukkan pada Tabel
RTL-RLKT yang ada digital kelas kemiringan 6.
lerengnya hal ini untuk menghindari terjadinya Penyesuaian klas erosi tersebut
perbedaan data kelas kemiringan lereng. dimaksudkan untuk memfokuskan lokasi survey
Klasifikasi kemiringan lereng dan skor untuk lapangan untuk identifikasi dan inventarisasi erosi
masing-masing kelas ditunjukkan pada Tabel 3. aktual dan keberadaan batu-batuan (outcrop).
Data spasial kemiringan lereng yang Didalam input data spasial, atribut data spasial
disusun harus mempunyai data atribut yang tingkat erosi harus mempunyai spesifikasi data
berisikan informasi kemiringan lereng dan seperi pada Tabel 7.
klasifikasinya pada setiap unit pemetaannya
(poligon kemiringan lereng), sehingga atribut data Tabel 5. Klasifikasi tingkat erosi dan skornya untuk
spasial kemiringan lereng perlu dibuat dengan penentuan lahan kritis.
spesifikasi seperti pada Tabel 4.
Kelas Besaran / Deskripsi Skor
Ringan Tanah dalam (>60 cm): <25% lapisan 5
Tabel 3. Klasifikasi lereng dan skoringnya untuk tanah atas hilang dan/atau erosi alur
Penentuan pada jarak 20 – 50 m

Kelas Kemiringan Skor Tanah dangkal (<60 cm): <25% lapisan


Lereng (%) tanah atas hilang dan/atau erosi alur
Datar <8 5 pada jarak >50 m
Landai 8 – 15 4 Sedang Tanah dalam 25 – 75 % lapisan tanah 4
atas hilang dan/atau erosi alur pada jarak
Agak Curam 16 – 25 3
kurang dari 20 m
Curam 26 – 40 2
Sangat Curam > 40 1 Tanah dangkal 25 – 50 % lapisan tanah
atas hilang dan/atau erosi alur dengan
Tabel 4. Spesifikasi data atribut pada data spasial jarak 20 - 50 m
kemiringan lereng Berat Tanah dalam Lebih dari 75 % lapisan 3
tanah atas hilang dan/atau erosi parit
dengan jarak 20-50 m
Nama Spefisikasi Kolom Keteranga
Kolom Tipe Leba Desima n
Tanah dangkal 50 – 75 % lapisan tanah
r l atas hilang
Kelas_Leren String 20 - Diisi kelas
g /Characte kemiringan
Sangat Tanah dalam Semua lapisan tanah atas 2
r lereng Berat hilang >25 % lapisan tanah bawah
dan/atau erosi parit dengan kedalaman
sedang pada jarak kurang dari 20 m

LAKAR| Jurnal Program Studi Arsitektur| Vol. 01 No. 01 (2019), 01-20


Andrianto Kusumoarto 5

Tabel 8. Klasifikasi manajemen dan skoringnya untuk


Tanah dangkal >75 % lapisan tanah atas penentuan lahan kritis
telah hilang, sebagian lapisan tanah
bawah telah tererosi
Kelas Besaran/ Skor Skor x
Deskripsi Bobot
Tabel 6.. Reklasifikasi klas erosi menurut land system (10)
menyesuaikan klas erosi menurut SK Dirjen Baik Lengkap *) 5 50
RRL No. 041/Kpts/V/1998. Sedang Tidak 3 30
Lengkap
Buruk Tidak Ada 1 10
Klas Erosi Menurut Klas Erosi Menurut Land System
*) : - Tata batas kawasan ada
SK Dirjen RRL
No. - Pengamanan pengawasan ada
041/Kpts/V/1998 - Penyuluhan dilaksanakan
Ringan Slight erosion hazard
Sedang Moderately severe erosion hazard Tabel 1.10. Spesifikasi data atribut pada data spasial
Berat Severe erosion hazard Manajemen
Sangat Berat Very severe erosion hazard, extremely
severe erosion hazard,dan eroded land
system Nama Spefisikasi Kolom Keterangan
Kolom Tipe Lebar Desimal
Kelas_Mnj String 20 - Diisi kelas
Tabel 7. Spesifikasi data atribut pada data spasial
/Character manajemen
tingkat erosi Deskripsi String 20 - Diisi
/Character deskripsi
Nama Spefisikasi Kolom Keterangan aspek
Kolom Tipe Lebar Desimal manajemen
Kelas_Erosi String 20 - Diisi kelas Skor_Mnj Number 5 - Diisi skor
/Character erosi /numeric aspek
Deskripsi String 50 - Diisi manajemen
/Character keterangan
mengenai e. Analisis Skor Total
erosi
Skor_Erosi Number 5 - Diisi skor Guna memungkinkan analisis yang lebih
/numeric tingkat erosi luas untuk kepentingan rehabilitasi hutan dan
lahan, maka skoring kekritisan lahan dalam SK
d. Analisis Data Spasial Kriteria Manajemen Dirjen RRL No. 041/Kpts/V/1998 perlu diperluas
Manajemen merupakan salah satu kriteria mencakup seluruh fungsi hutan dan di luar
yang dipergunakan untuk menilai kekritisan lahan kawasan hutan sebagai berikut :
di kawasan hutan lindung, yang dinilai 1. Total skor untuk kawasan hutan lindung dapat
berdasarkan kelengkapan aspek pengelolaan yang disetarakan untuk Kawasan Hutan Lindung dan
meliputi keberadaan tata batas kawasan, kawasan hutan konservasi.
pengamanan dan pengawasan serta dilaksanakan 2. Total skor untuk kawasan budidaya pertanian
atau tidaknya penyuluhan. Data tersebut diperoleh dapat disetarakan untuk areal penggunaan lain
melalui checking lapangan dengan sistem (di luar kawasan hutan).
sampling. Data hasil survei tersebut diolah untuk 3. Total skor untuk kawasan lindung di luar
dijadikan sebagai updating data yang sudah ada. kawasan hutan dapat disetarakan untuk
Sesuai dengan karakternya, data tersebut juga kawasan hutan produksi (hutan produksi
merupakan data atribut. Seperti halnya dengan tetap/produksi yang dapat dikonversi dan hutan
kriteria produktivitas, manajemen pada prinsipnya produksi terbatas).
merupakan data atribut yang berisi informasi Metode yang digunakan untuk
mengenai aspek manajemen (Tabel 8). menghasilkan total skor adalah tumpangsusun
Seperti halnya dengan data spasial kriteria (overlay) data spasial, skor dari setiap parameter
penyusuanan lahan kritis yang lain, data spasial tersebut kemudian dijumlahkan. Hasil
kriteria manajemen yang disusun harus penjumlahan skor selanjutnya diklasifikasikan
mempunyai data atribut yang berisikan informasi untuk menentukan tingkat kekritisan lahan.
mengenai aspek manajemen dan klasifikasinya Klasifikasi tingkat kekritisan lahan berdasarkan
pada setiap unit pemetaannya, sehingga atribut jumlah skor parameter kekritisan lahan seperti
data spasial kriteria manajemen perlu dibuat ditunjukkan pada Tabel 10.
dengan spesifikasi seperti ditunjukkan pada Tabel
9.

LAKAR| Jurnal Program Studi Arsitektur| Vol. 01 No. 01 (2019), 01-20


6 PEMANTAUAN DAN PENGENDALIAN KERUSAKAN LAHAN UNTUK PRODUKSI BIOMASSA DI
KABUPATEN KUNINGAN JAWA BARAT

Tabel 10. Klasifikasi tingkat kekritisan lahan lereng < 8 %. Kondisi ini yang menyebabkan
berdasarkan total skor bahwa potensi kerusakan di desa ini relatif ringan
(Gambar 2).
Total Skor Pada : Tingkat Desa Cisantana berada di dalam wilayah
Kawasan Kawasan Kawasan Kekritisan
Hutan Budidaya Lindung di Lahan administratif Kecamatan Cigugur. Lahan di
Lindung Pertanian Luar seluruh desa telah banyak beralih fungsi. Ada
Kawasan beberapa lahan yang diperuntukkan untuk hutan
Hutan lindung banyak yang beralih menjadi kebun
120 - 180 115 - 200 110 - 200 Sangat Kritis
181 - 270 201 - 275 201 - 275 Kritis
campuran dan hutan tanaman rakyat. Selain itu
271 - 360 276 - 350 276 - 350 Agak Kritis juga banyak yang telah beralih fungsi menjadi
361 - 450 351 - 425 351 - 425 Potensial sawah irigasi dan permukiman. Desa ini juga
Kritis
451 - 500 426 - 500 426 - 500 Tidak Kritis
didominasi oleh kelas lereng > 15 %. Kondisi ini
yang menyebabkan bahwa potensi kerusakan di
desa ini dominan sedang (Gambar 3).
HASIL DAN PEMBAHASAN Desa Gunungsirah berada di dalam
Kondisi dan Status Kerusakan Tanah wilayah administratif Kecamatan Darma. Lahan di
Identifikasi kondisi tanah di lokasi
seluruh desa telah banyak beralih fungsi. Lahan di
penelitian juga dilakukan dengan menggunakan
Desa Gunungsirah saat ini banyak didominasi oleh
teknik overlay/tumpang susun terhadap beberapa
sawah irigasi dan ladang/tegalan. Desa ini juga
data spasial sumberdaya yang merupakan
didominasi kelas lereng > 15 %. Kondisi ini
parameter penentu kekritisan lahan. Parameter
menyebabkan bahwa potensi kerusakan di desa ini
penentu kekritisan lahan berdasarkan SK Dirjen
dominan sedang (Gambar 4).
RRL No. 041/Kpts/V/1998 meliputi: kondisi
Desa Padabeunghar berada dalam wilayah
tutupan vegetasi, kemiringan lereng, tingkat
adminstratif Kecamatan Pasawahan. Lahan di
bahaya erosi dan singkapan batuan (outcrop), dan
seluruh desa lebih banyak didominasi oleh lahan
kondisi pengelolaan (manajemen).
terbuka dan kebun/tegalan. Desa ini juga
Data spasial lahan kritis dapat disusun
didominasi oleh kelas lereng > 15 %. Kondisi ini
apabila data spasial tersebut di atas sudah disusun
menyebabkan bahwa potensi kerusakan di desa ini
terlebih dahulu. Data spasial untuk masing-masing
dominan sedang (Gambar 5).
parameter harus dibuat dengan standar tertentu
Desa Puncak berada dalam wilayah
guna mempermudah proses analisis spasial untuk
adminstratif Kecamatan Cigugur. Lahan di seluruh
menentukan lahan kritis. Standar data spasial
desa lebih banyak didominasi oleh hutan, sawah
untuk masing-masing parameter meliputi
irigasi, dan kebun. Desa ini juga didominasi oleh
kesamaan dalam sistem proyeksi dan sistem
kelas lereng > 15 %. Kondisi ini menyebabkan
koordinat yang digunakan serta kesamaan data
bahwa potensi kerusakan di desa ini dominan
atributnya.
sedang (Gambar 6).
Berdasarkan hasil penelitian, dapat
Desa Sangkanherang berada dalam
diidentifikasi bahwa hampir seluruh desa (12 desa
wilayah administratif Kecamatan Jalaksana.
lokasi penelitian) secara umum mengalami kondisi
Lahan di seluruh desa lebih banyak didominasi
dan status kerusakan yang masuk dalam potensi
oleh hutan dan kebun. Desa ini juga didominasi
“sedang”. Desa-desa yang lebih banyak berada
oleh kelas lereng > 25 %. Kondisi ini
dalam potensi kerusakan sedang adalah Desa
menyebabkan bahwa potensi kerusakan di desa ini
Cisantana, Desa Gunungsirah, Desa
dominan sedang (Gambar 7).
Padabeunghar, Desa Puncak, Desa
Desa Sayana berada di wilayah
Sangkanherang, Desa Sayana, Desa Seda, Desa
administratif Kecamatan Jalaksana. Lahan di
Segarahiang, Desa Sukamukti, Desa Sukasari, dan
seluruh desa lebih banyak didominasi oleh hutan
Desa Trijaya. Sedangkan Desa Babakan Mulya
dan kebun. Desa ini juga didominasi oleh kelas
lebih banyak berada dalam potensi kerusakan
lereng > 25 %. Kondisi ini menyebabkan bahwa
ringan. Kondisi ini diakibatkan oleh kondisi
potensi kerusakan di desa ini dominan sedang
perubahan penggunaan dan tutupan lahan.
(Gambar 8).
Desa Babakan Mulya berada di dalam
Desa Seda berada di wilayah administratif
wilayah administratif Kecamatan Cigugur.
Kecamatan Mandirancan. Lahan di seluruh desa
Hampir seluruh desa telah didominasi oleh
lebih banyak didominasi oleh hutan,
penggunaan selain hutan, yakni sawah irigasi dan
ladang/tegalan, lahan terbuka, dan semak belukar.
permukiman. Selain itu juga didominasi oleh kelas

LAKAR| Jurnal Program Studi Arsitektur| Vol. 01 No. 01 (2019), 01-20


Andrianto Kusumoarto 7

Desa ini juga didominasi oleh kelas lereng > 8 %.


Kondisi ini menyebabkan bahwa potensi
kerusakan di desa ini dominan ringan hingga
sedang (Gambar 9).
Desa Sagarahiang berada di wilayah
adminstratif Kecamatan Darma. Lahan di seluruh
desa lebih banyak didominasi oleh hutan,
ladang/tegalan, kebun, dan sawah irigasi. Desa ini
juga didominasi oleh kelas lereng > 15 %. Kondisi
ini menyebabkan bahwa potensi kerusakan di desa
ini dominan ringan hingga sedang (Gambar 10).
Desa Sukamukti berada di wilayah
adminstratif Kecamatan Jalaksana. Lahan di
seluruh desa lebih banyak didominasi oleh hutan Gambar 3. Potensi kerusakan biomassa di Desa
dan kebun. Desa ini juga didominasi oleh kelas Cisantana
lereng > 15 %. Kondisi ini menyebabkan bahwa
potensi kerusakan di desa ini dominan sedang
(Gambar 11).
Desa Sukasari berada di wilayah
adminstratif Kecamatan Mandirancan. Lahan di
seluruh desa lebih banyak didominasi oleh sawah
tadah hujan. Desa ini juga didominasi oleh kelas
lereng < 8 %. Kondisi ini menyebabkan bahwa
potensi kerusakan di desa ini dominan ringan
hingga sedang (Gambar 12).
Desa Trijaya berada di wilayah
adminstratif Kecamatan Mandirancan. Lahan di
seluruh desa lebih banyak didominasi oleh hutan,
sawah tadah hujan, kebun, dan tegalan/ladang.
Desa ini juga didominasi oleh kelas lereng < 8 %. Gambar 4. Potensi kerusakan biomassa di Desa
Kondisi ini menyebabkan bahwa potensi Gunungsirah
kerusakan di desa ini dominan ringan hingga
sedang (Gambar 13).

Gambar 5. Potensi kerusakan biomassa di Desa


Padabeunghar
Gambar 2. Potensi kerusakan biomassa di Desa
Babakan Mulya

LAKAR| Jurnal Program Studi Arsitektur| Vol. 01 No. 01 (2019), 01-20


8 PEMANTAUAN DAN PENGENDALIAN KERUSAKAN LAHAN UNTUK PRODUKSI BIOMASSA DI
KABUPATEN KUNINGAN JAWA BARAT

Gambar 6. Potensi kerusakan biomassa di Desa Gambar 9. Potensi kerusakan biomassa di Desa Seda
Puncak

Gambar 7. Potensi kerusakan biomassa di Desa Gambar 10. Potensi kerusakan biomassa di Desa
Sangkanherang Sagarahiang

Gambar 8. Potensi kerusakan biomassa di Desa Gambar 11. Potensi kerusakan biomassa di Desa
Sayana Sukamukti

LAKAR| Jurnal Program Studi Arsitektur| Vol. 01 No. 01 (2019), 01-20


Andrianto Kusumoarto 9

titik, sedangkan titik sampel yang mempunyai


nilai LS 9,5 ditemui pada dua belas titik sampel.
Hasil perhitungan prediksi erosi tanah,
menunjukkan bahwa besarnya erosi yang terjadi
berkisar antara 0,68 – 1.354,18 ton/ha/tahun.
Prediksi erosi tanah yang besarnya kurang dari 1
ton/ha/tahun terjadi di daerah yang dikelola untuk
hutan kota. Rendahnya erosi di hutan kota
disebabkan hutan kota mempunyai vegetasi yang
rapat dan mempunyai tanaman penutup tanah yang
rapat sehingga gaya untuk memindahkan air
sangat rendah. Erosi terjadi biasanya pada saat
pengolahan dan dilakukan pembalikkan tanah
sehingga beberapa partikel tanah akan terlepas
Gambar 12. Potensi kerusakan biomassa di Desa yang terpindahkan oleh aliran air.
Sukasari
Upaya Penanggulangan Kerusakan Tanah
a. Faktor-Faktor Terjadinya Degradasi Tanah
Degradasi tanah pada umumnya
disebabkan karena 2 hal yaitu faktor alami dan
akibat faktor campur tangan manusia. Degradasi
tanah dan lingkungan, baik oleh ulah manusia
maupun karena ganguan alam, semakin lama
semakin meningkat. Lahan subur untuk pertanian
banyak beralih fungsi menjadi lahan non
pertanian. Sebagai akibatnya kegiatan-kegiatan
budidaya pertanian bergeser ke lahan-lahan kritis
yang memerlukan input tinggi dan mahal untuk
menghasilkan produk pangan yang berkualitas
(Mahfuz, 2003).
Menurut Firmansyah (2003) faktor alami
penyebab degradasi tanah antara lain: areal
Gambar 13. Potensi kerusakan biomassa di Desa
berlereng curam, tanah yang muda rusak, curah
Trijaya
hujan intensif, dan lain-lain. Faktor degradasi
tanah akibat campur tangan manusia baik langsung
Berdasarkan kriteria baku kerusakan tanah
maupun tidak langsung lebih mendominasi
untuk produksi biomassa maka titik-titik sampel
dibandingkan faktor alami, antar lain: perubahan
tersebut tergolong kedalam status rusak dengan
populasi, marjinalisasi penduduk, kemiskinan
frekwensi relatif tanah rusak 100%, skor frekwensi
penduduk, masalah kepemilikan lahan,
4 dan status kerusakan tanah rusak sangat berat.
ketidakstabilan politik dan kesalahan pengelolaan,
Berdasarkan penelitian yang dilakukan,
kondisi sosial dan ekonomi, masalah kesehatan,
menunjukkan bahwa tingkat erodibilitas yang
dan pengembangan pertanian yang tidak tepat.
terjadi didaerah penelitian berada pada rentang
Lima faktor penyebab degradasi tanah
antara 0,20 sampai dengan 0,73. Nilai erodibilitas
akibat campur tangan manusia secara langsung,
tertinggi dijumpai pada titik sampel di Desa Seda,
yaitu : deforestasi, overgrazing, aktivitas
sedangkan nilai erodibilitas terendah dijumpai
pertanian, ekploitasi berlebihan, serta aktivitas
pada titik sampel di Desa Sagarahiyang I,
industri dan bioindustri. Sedangkan faktor
Cisantana I dan Trijaya II.
penyebab tanah terdegradasi dan rendahnya
Berdasarkan penelitian yang dilakukan,
produktivitas, antara lain : deforestasi, mekanisme
dapat dilihat bahwa nilai LS dilokasi penelitian
dalam usaha tani, kebakaran, penggunaan bahan
berkisar antara 4,25 sampai dengan 9,5. Perbedaan
kimia pertanian, dan penanaman secara
nilai LS masing-masing lokasi titik sampel
monokultur (Lal, 2000). Faktor-faktor tersebut di
dipengaruhi oleh persentase kemiringan masing-
Indonesia pada umumnya terjadi secara simultan,
masing titik sampel. Titik sampel yang
sebab deforestasi umumnya adalah langkah
mempunyai nilai LS 4,25 ditemui pada delapan
permulaan degradasi lahan, dan umumnya

LAKAR| Jurnal Program Studi Arsitektur| Vol. 01 No. 01 (2019), 01-20


10 PEMANTAUAN DAN PENGENDALIAN KERUSAKAN LAHAN UNTUK PRODUKSI BIOMASSA DI
KABUPATEN KUNINGAN JAWA BARAT

tergantung dari aktivitas berikutnya apakah rendah kerapatan mikroartropoda, sebaliknya 13%
ditolerenkan, digunakan ladang atau perkebunan lebih tinggi berat isi dan 14% pasir. Nilai pH non
maka akan terjadi pembakaran akibat campur terdegradasi lebih tinggi daripada tanah
tangan manusia yang tidak terkendali terdegradasi. Begitu pula ditemukan bahwa
(Firmansyah, 2003). dekomposisi daun dan pelepasan unsur hara lebih
Umumnya faktor-faktor penyebab rendah pada tanah terdegradasi daripada non
degradasi baik secara alami maupun campur terdegradasi selama 150 percobaan (Firmansyah,
tangan manusia menimbulkan kerusakan dan 2003).
penurunan produktivitas tanah. Pada sistem usaha Kebakaran hutan seringkali terjadi di
tani tebas dan bakar atau perladangan berpindah Indonesia, data menunjukkan bahwa luas
masih tergantung pada lama waktu bera agar kebakaran hutan pada tahun 2002 sebesar 35.496
tergolong sistem usaha yang berkelanjutan secara ha (Dephut, 2003). Kebakaran menyebabkan
ekologis. Secara khusus disebutkan bahwa sistem perubahan warna agregat luar memiliki hue dan
tersebut pada beberapa daerah marjinal dan chroma lebih rendah dan hue menjadi lebih merah
tekanan populas terhdap lahan cukup tinggi, dibandingkan warna dalam agregat. Selama itu
kebutuhan ekonomi makin meningkat terjadi penurunan Cadd dan meningkatkan
mengakibatkan masa bera makin singkat sehingga kejenuhan Al. Penggunaan warna tanah setelah
sangat merusak dan menyebabkan degradasi tanah kebakaran untuk menduga kesuburan tanah sangat
dan lingkungan. Banyak penelitian yang terbatas, sebab kesuburan tanah berubah lebih
menyatakan bahwa setelah 5 tahun sejak cepat darpada warna tanah (Firmansyah, 2003).
pembakaran maka konsentrasi unsur hara Kebakaran juga menyebabkan meningkatnya
menurun, persentase Al tinggi, dan persentase ammonium, P tersedia, Na+, K+, Mg2+,
kejenuhan basa rendah di subsoil setelah 2-5 tahun menurunya nitrat, KTK dan Ca2+, serta bahan
kebakaran. Tanah menjadi subyek erosi, subsoil organik, sedangkan erosi akibat kebakaran dapat
menjadi media tumbuh tanaman, dan tingginya berkisar sekitar 56 dan 45 kali lebih tinggi
konsentrasi Al pada tingkat meracun serta dibandingkan dengan tanah tidak terbakar masing-
rendahnya kejenuhan basa mendorong penurunan masing pada intensitas tinggi dan sedang (Garcia
produksi tanaman (Firmansyah, 2003). et a.l, 2000).
Pengaruh antropogenik terhadap
degradasi tanah akan sangat tinggi apabila tanah 1. Karakteristik Tanah yang Terdegradasi
diusahakan bukan untuk non pertanian. Secara jujur pada umumnya kita lebih
Perhitungan kehilangan tanah yang ditambang senang membanggakan kesuburan tanah kita dan
untuk pembuatan bata merah sangat besar. Akibat keberhasilan pertanian dengan panen melimpah
penimbunan permukaan tanah dengan tanah galian serta lingkungan yang indah dan berkualitas.
sumur tambnag emas di Sukabumi mengakibatkan Sebaliknya kita enggan membicarakan usaha
penurunan status hara, menurunkan populasi pertanian yang suram atau menurunnya
mikroba dan artropoda tanah, dan merubah iklim produkstivitas suatu lahan. Sehingga terkesan,
mikro (Hidayati, 2000). bahwa kita melalaikan pelestarian usaha pertanian.
Laju deforestrasi di Indonesia sebesar 1,6 Padahal kenyataannya lahan pertanian kita terus
juta ha per tahun, sedangkan luas lahan kritis pada terancam oleh degradasi dari segala arah, yang
awal tahun 2000 keseluruhan seluas 23,2 juta ha jauh dari kemampuan kebanyakan para petani
(Dephut, 2003). Deforstasi mengakibatkan untuk menangkalnya (Adi, 2003).
penurunan sifat tanah. Handayani (1999) Kondisi iklim di Indonesia seperti curah
menyatakan bahwa deforestrasi menyebabkan hujan dan suhu yang tinggi, khususnya Indonesia
kemampuan tanah melepas N tersedia (amonium bagian barat, menyebabkan tanah-tanah di
dan nitrat) menurun. Degradasi lahan akibat land Indonesia didominasi oleh tanah marginal dan
clearing dan penggunaan tanah untuk pertanaman rapuh serta mudah terdegradasi menjadi lahan
secara terus-menerus selama 17 tahun memicu kritis. Namun degradasi lebih banyak disebabkan
hilangnya biotan tanah dan memburuknya sifat karena adanya pengaruh intervensi manusia
fisik dan kimia tanah. dengan pengelolaan yang tidak
Dibandingkan tanah non terdegradasi, mempertimbangkan kemampuan dan kesesuian
maka terdegradasi lebih rendah 38% C organik suatu lahan. Kemampuan tanah untuk mendukung
tanah, 55% lebih rendah basa-basa dapat ditukar, kegiatan usaha pertanian atau pemanfaatn tertentu
56% lebih rendah biomass mikroba, 44% lebih bervariasi menurut jenis tanah, tanaman dan faktor

LAKAR| Jurnal Program Studi Arsitektur| Vol. 01 No. 01 (2019), 01-20


Andrianto Kusumoarto 11

lingkungan. Oleh karenanya pemanfaatan tanah ini untuk tanah-tanah tropika basa terdapat tiga proses
harus hati-hati dan disesuaikan dengan penting yang menyebabkan terjadinya degradasi
kemampuannya, agar tanah dapat dimanfaatkan tanah, yaitu: 1) degradasi fisik yang berhubungan
secara berkelanjutan dan tanpa merusak dengan memburuknya struktur tanah sehingga
lingkungan (Subika, 2002). memicu pergerakan, pemadatan, aliran banjir
Karakteristik tanah terdegradasi umumnya berlebihan, dan erosi dipercepat, 2) degradasi
diukur dengan membandingkan dengan tanah non kimia yang berhubungan dengan terganggunya
terdegradasi yaitu tanah hutan. Perbandingan siklus C, N, P, S dan unsur-unsur lainnya, dan 3)
tanah hutan sebagai tanah non terdegradasi karena degradasi biologi yang berhubungan dengan
memiliki siklus tertutup artinya semua unsur hara menurunya kualitas dan kuantitas bahan organik
di dalam sistem tanah hutan berputar dan sangat tanah, aktivitas biotik dan keragaman spesies
sedikit yang hilang atau keluar dari sistem siklus fauna tanah yang juga menurun ikut menurun (Lal,
hutan. Sedangkan selain tanah hutan merupakan 2000).
sistem terbuka dimana siklus hara dapat hilang
dari sistem tersebut. Penurunan sifat pada tanah 3. Klasifikasi Tanah yang Terdegradasi
untuk penggunaan non hutan akan menunjukkan Tanah merupakan faktor lingkungan
memburuknya sifat-sifat dari tanah tersebut penting yang mempunyai hubungan timbal balik
(Firmansyah, 2003). dengan tanaman yang tumbuh di atasnya. Tanah
Handayani (1999) menyatakan bahwa yang produktif harus dapat menyediakan
tanah Ultisol Bengkulu di vegetasi hutan habis lingkungan yang baik seperti udara dan air bagi
tebang 4 bulan dan tanah pertanian yang pertumbuhan akar tanaman disamping harus
diusahakan 3 tahun terjadi penurunan kemampuan mampu menyediakan unsur hara yang cukup bagi
menyediakan N anorganik sebesar 12-13% pertumbuhan tanaman tersebut. Faktor lingkungan
dubandingkan tanah hutan. Selain itu terjadi tersebut menyangkut berbagai sifat fisik tanah
penurunan intensitas mineralisasi N pada lahan seperti ketersediaan air, temperatur, aerasi dan
pertanian sebesar 39% pada kedalaman tanah 0-10 struktur tanah yang baik (Mahfudz, 2003).
cm. Hal ini menunjukkan bahwa tanah hutan Klasipikasi tanah terdegradasi cukup
mempunyai kemampuan yang lebih tinggi banyak dimunculkan oleh para ahli diantaranya
dibandingkan dengan tanah pertanian. Konversi adalah GLASOD (Globall Asessment of Soil
penggunaan lahan hutan ke lahan pertanian telah Degradation), suatu proyek yang dirancang
menyebabkan degradasi pada siklus N. Mengingat UNEP. Klasifikasi GLASOD didasarkan atas
begitu luasnya lahan kritis serta laju degradasi keseimbangan antara kekuatan rusak iklim dan
yang semakin tinggi, maka usaha-usaha restorasi resisensi alami kelerengan terhadap kekuatan
dan menekan laju lahan kritis sudah menjadi merusak akibat intervensi manusia. Sehingga
kebutuhan yang cukup mendesak (Subiksa, 2002). dihasilkan penurunan kapasitas tanah saat ini atau
kedepan untuk mendukung kehidupan manusia
2. Proses terjadinya Degradasi Tanah (Firmansyah, 2003).
Problem degradasi tanah dan lingkungan Tipe degradasi tanah dibagi 2 macam,
umumnya lebih parah di daerah-daerah tropis yaitu : 1) berhubungan dengan displasement bahan
daripada daerah temperate, di daerah kering tanah yang terdiri dari erosi air dan erosi angin, 2)
daripada daerah basah, di daerah iklim panas berdasarkan deterosiasi in situ terdiri dari
daripada daerah dingin. Diperkirakan diseluruh degradasi kimia (hilangnya unsur hara/bahan
dunia tanah terdegradasi sekitar 2 milyar hektar organik, salinasi dan polusi), dan degradasi fisik.
dan 75% berada di daerah tropis. Degradasi tanah Derajat tipe degradasi terbagi menjadi rendah
dapat disebabkan oleh banyak proses, termasuk sedang, kuat dan ektrim, dengan faktor penyebab
erosi tanah yang dipercepat, salinasi, kerusakan adalah deforestasi, overgrazing, kesalahan
karena pertambangan dan aktivitas perkotan, serta pengelolan pertanian, ekspoitasi berlebihan, dan
pengembalaan berlebih dan komtaminasi dari aktivitas industri (Firmansyah, 2003).
polutn industri (Widjaja, 2002).
Lima proses utama yang terjadi akibat 4. Pengaruh Degradasi Tanah terhadap
timbulnya tanah yang terdegradasi, yaitu: Produktivitas
menurunnya bahan kandungan bahan organik Dalam rangka rehabilitasi lahan-lahan
tanah, perpindahan liat, memburuknya struktur kritis yang luasnya semakin besar di Indonesia
dan pemadatan tanah, erosi tanah, deplesi dan serta meningkatnya produktivitas untuk keperluan
pencucian unsur hara (Firmansyah, 2003). Khusus pertanian, perkebunan, kehutanan dan pelestarian

LAKAR| Jurnal Program Studi Arsitektur| Vol. 01 No. 01 (2019), 01-20


12 PEMANTAUAN DAN PENGENDALIAN KERUSAKAN LAHAN UNTUK PRODUKSI BIOMASSA DI
KABUPATEN KUNINGAN JAWA BARAT

alam, maka perlu dilakuakan upaya-upaya yang mendukung indikator mekanisme recovery
dapat yang dapat memodifikasi lingkungan tersebut.
tersebut (Subiksa, 2002). Degradasi tanah Rehabilitasi tanah terdegradasi dapat
berpengaruh terhadap penurunan produktivitas ditinjau dari sifat tanah yang mengalami
tanah. Kehilanagn produktivitas dicirikan dengan penurunan dan diupayakan dilakukan perbaikan
terjadinya erosi akibat tanah terdegradasi dengan menggunakan amelioran. Menurut
diperkirakan 272 juta Mg pangan dunia hilang Firmansyah (2003) bentuk degradasi tanah yang
berdasarkan tingkat produksi tahun 1996 (Lal, terpenting di Kawasan Asia antara lain adalah
2000). adanya erosi tanah, degradasi sifat kimia berupa
Tanah yang mengalami kerusakan baik penurunan bahan organik tanah dan pencucian
kerusakan karena sifat fisik, kimia dan maupun unsur hara. Degradasi tanah oleh proses erosi
biologi memiliki pengaruh terhadap penurunan permukaan (sheet erosion) telah berlangsung
produksi padi mencapai sekitar 22% pada lahan sangat intensif dan meluas di Indonesia. Hal ini
semi kitis, 32 % pada lahan kritis, dan diperkirakan terjadi karena: (1) curah hujan yang tinggi, (2)
sekitar 38% pada lahan sangat kritis. Sedangkan lahan yang berlereng curam, (3) tanah peka erosi,
untuk kacang tanah mengalami penurunan sekitar dan (4) praktek pertanian tanpa disertai dengan
9%, 46%, 58% masing-masing pada tanah semi adanya upaya pengendalian erosi. Di Jawa Barat
kritis, kritis dan tanah yang sangat kritis. Sifat laju erosi mencapai 5.2 mm/thn yang mencakup
tanah yang berkorelasi nyata terhadap produksi areal 322 ribu hektar, di Jawa Tengah 15 mm/thn,
padi adalah kedalaman solum, kandungan bahan di Jawa Timur sekitar 14 mm/thn, dan di Lampung
organik (Sudirman dan Vadari, 2000). ditemukan laju erosi 3 mm/thn. Laju erosi sebesar
1 mm/thn setara dengan kehilangan tanah
5. Pentingnya Rehabilitasi Tanah sebanyak 10/ton/ha. Di beberapa wilayah
Terdegradasi dalam Upaya Memperpendek pertanian, selain erosi permukaan juga sering
Tercapainya Resiliensi dan Meningkatkan terjadi longsor yang sangat merusak tanah
Produktivitas pertanian (Adi, 2003).
Resilensi (resilience) merupakan Berdasarkan penelitian Herrik dan
gambaran ukuran kemampuan sistem tanah untuk Wander resiliensi tanah dapat dilakukan
kembali kepada kondisi asli, sedangkan resiliensi berdasarkan kuantifikasi percobaan melalui
merupakan kemampuan sangga tanah atau pengukuran lajunya, atau dikembangkan menjadi
ketahanan tanah terhadap perubahan. Konsep recovery setelah gangguan, sedangkan resistensi
resiliensi adalah mengevaluasi kemampuan tanah ditunjukkan sebagai perbandingan kapasitas
untuk kembali kepada tingkat penampilan semula, fungsi tanah setelah gangguan dan kapasitasnya
jika tanah tersebut mengalami degradasi atau sebelum terganggu. Resistensi tanah dalam istilah
terjadinya penurunan sifat-sifatnya dalam konteks ini berhubungan dengan kulitas tanah dalam arti
dimensi waktu dan nilai. Resiliensi merupakan recovery fungsi tanah, sedangkan resistensi tanah
upaya dari rehabilitasi (Firmansyah, 2003), berhubungan dengan kualitas tanah dalam arti
sedangkan Lal (2000) menyatakan bahwa derajat perubahan tanah dalam fungsi tanah
resiliensi tanah tergantung pada keseimbangan sebagai hasil gangguan. Selama gangguan,
antara restorasi tanah dan degradasi tanah. Proses kualitas tanah menjadi fungsi resistensi tanah,
degradasi di lahan kering antara lain sedangkan setelah gangguan maka kualitas tanah
memburuknya struktur tanah, gangguan terhadap merupakan fungsi dari resiliensi tanah
siklus air, karbon dan hara, sedangkan restorasinya (Firmansyah, 2003).
meliputi pembentukan mikroagregat mantap,
mekanisme humifikasi dan biomassa C tanah,
meningkatkan cadangan hara dan mekanisme 6. Rehabilitasi pada Degradasi Sifat Fisik
siklus hara, dan keragaman hayati. Tanah
Seybold (1999) menyatakan terdapat 3 Degradasi sifat fisik tanah pada umumnya
pendekatan untuk mengkaji resiliensi tanah antara disebabkan karena memburuknya struktur tanah.
lain: 1) mengukur secara lngsung recovery setelah Kerusakan struktur tanah diawali dengan
terjadinya gangguan, 2) melakukan kuantifikasi penurunan kestabilan agregat tanah sebagai akibat
terpadu mekanisme recovery setelah terjadinya akibat dari pukulan air hujan dan kekuatan
gangguan, dan 3) mengukur sifat-sifat yang limpasan permukaan. Penurunan kestabilan
agregat tanah berkaintan dengan penurunan

LAKAR| Jurnal Program Studi Arsitektur| Vol. 01 No. 01 (2019), 01-20


Andrianto Kusumoarto 13

kandungan bahan organik tanah, aktivitas terdegradasi dapat ditinjau dari sifat tanah yang
perakaran dan mikroorganisme tanah. Penurunan mengalami penurunan dan diupayakan dilakukan
ketiga agen pengikat tanah tersebut, selain perbaikan dengan menggunakan amelioran.
menyebabkan agregat tanah relatif mudah pecah Bentuk degradasi tanah yang terpenting di
juga menyebabkan terbentuknya kerak di kawasan Asia antara lain adalah erosi tanah,
permukaan tanah (soil crusting) yang mempunyai degradasi sifat kimia berupa penurunan bahan
sifat padat dan keras bila kering. Pada saat hujan organik tanah dan pencucian unsur hara
turun, kerak yang terbentuk di permukaan tanah (Firmansyah, 2003).
juga menyebabkan penyumbatan pori tanah.
Akibat proses penyumbatan pori tanah ini, 7. Rehabilitasi terhadap Degradasi Sifat Kimia
porositas tanah, disribusi pori tanah, dan dan Biologi Tanah
kemampuan tanah untuk mengalirkan air Perbaikan terhadap lahan yang
mengalami penurunan dan limpasan permukaan terdegradasi meliputi penanaman dengan vegetasi
akan meningkat. Sehingga upaya perbaikan asal, penanaman tanaman penutup tanah yang
degradasi sifat fisik tanah mengarah terhadap cepat tumbuh, serta dengan penggunaan pupuk
perbaikan struktur tersebut (Suprayogo et al., organik dan anorganik. Rehabilitasi pada tanah
2001). terdegradasi yang dicirikan dengan penurunan
Untuk pengelolaan tanah, tiga strategi sifat kimia dan biologi tanah umumnya tidak
dasar yang perlu untuk disarankan adalah (1) terlepas dari penurunan kandungan bahan organik
eliminasi pengkerakan tanah atas melalui tanah, sehingga amelioran yang umum digunakan
”pengolahan dalam ” secara berkala, (2) berupa bahan organik sebagai agen resiliensi.
meningkatan kandungan bahan organik tanah Pemberian bahan organik jerami atau mucuna
melalui peningkatan jumlah masukan seresah yang sebanyak 10 Mg/ha dapat memperbaiki sifat-sifat
bervariasi kualitasnya, dengan cara menanam tanah, yaitu meningkatkan aktivitas mikroba,
tanaman penutup tanah atau menanam berbagai meningkatkan pH H20, meningkatkan selisih pH,
jenis pohon, dan (3) peningkatan diversitasi meningkatkan pH NaF (mendorong pembentukan
tanaman pohon dalam rangka meningkatkan bahan anoganik tanah yang bersifat amorf),
jumlah dan penyebaran sistem perakaran meningkatkan pH 8,2 atau KTK variabel yang
(Suprayogo et al., 2001). tergantung pH, menurunkan Aldd dan
Firmansyah (2003) menyatakan bahwa meningkatkan C-organik tanah. Penurunan Aldd
penggunaan gambut terhumipikasi rendah dengan selain disebabkan oleh kenaikan pH dan
BD 0,10 Mg m-3 memilki pengaruh lebih besar pengikatan oleh bahan-bahan tanah bermuatan
daripada gambut terhumifikasi tinggi dengan BD negatif, juga disebabkan karena pengkhelatan
0,29 Mg m-3 dalam menurunkan kompaktibilitas senyawa humit. Peranan asam fulvik dalam
tanah. Penelitian tersebut juga menemukan bahwa mengkhelat Al jauh lebih tinggi dibandingkan
behan organik lebih efektif untuk tanah dengan asam humik sekitar tiga kalinya (Widjaja, 2002).
kompaktilitas tinggi, ketahanan penetrsai Lal (2000) menyatakan bahwa dalam
maksimum tanah liat menurun dari 0,64 menjadi pertanian tradisional maka pemanfaatan cover
0,30 Mpa, dan pada tanah berpasir meningkat dari crop pada masa bera dapat meningkatkan
0,64 menjadi 1,08 Mpa. produktivitas tanah berliat aktivitas rendah di
Pemberian bahan tersebut dapat tropika basah diperkirakan dapat memfiksasi 172
memperbaiki sifat fisik tanah berupa peningkatan kg/N dari atmosfir selama siklus 2 tahun.
total ruang pori, perbaikan aerasi tanah, pori air Penelitian lainnya yang menggunakan tanaman
tersedia, permeabilitas tanah dan menurunnya penutup tinggi ybahwa Leucochepphala dan
ketahanan penetrasi. Pemberian dosis 20 Mg/ha Acacia leptocarpa merupakan spesies yang
dapat meningkatkan aerasi diatas 12%, sedangkan menjanjikan untuk ditanam saat masa bera dengan
pada takaran 10 Mg/ha dapat memperbaiki tujuan regenerasi tanah di tropika basah.
ketahanan penetrasi (Firmansyah, 2003). Tingginya polifenol yang dihasilkan dari serasah
Upaya perbaikan terhadap sifat tanah daum mampu mengikat protein selama
adalah dalam pemantapan agregat tanah yang dekomposisi daun, sehingga terjadi immobilisasi
memiliki tekstur lepas dengan menggunakan N, hal tersebut merupakan peranan utama
polimer organik. Polyacrilamide (PAM) berberat polifenol dalam bahan organik tanah dan
molekul tinggi dan bermuatan negatif sedang peningkatan N pada tanah terdegradasi.
mampu memantapkan permukaan tanah, Bahan organik sebagai bahan rehabilitasi
menurunkan run-of dan erosi. Rehabilitasi tanah juga didapat dari limbah, terutama limbah industri

LAKAR| Jurnal Program Studi Arsitektur| Vol. 01 No. 01 (2019), 01-20


14 PEMANTAUAN DAN PENGENDALIAN KERUSAKAN LAHAN UNTUK PRODUKSI BIOMASSA DI
KABUPATEN KUNINGAN JAWA BARAT

kelapa sawit yang banyak diluar pulau Jawa. 2) Pengelolaan Sejajar Garis Kontur (Contour
Manik (2002) menyatakan bahwa tandan kosong Tillage)
kelapa sawit sebanyak 95 Mg/ha mampu Cara ini dilakukan dengan membuat
meningkatkan pH tanah, kandungan P, K, Mg, dan rongga-rongga tanah sejajar kontur dan
KTK tanah, serta meningkatkan produksi tandan membentuk igir-igir. Hal itu dapat memperlambat
buah segar 16,3%. Widhiastuti (2002) aliran permukaan dan memperbesar kemungkinan
pemanfaatan limbah cair kelapa swit atau POME air meresap ke dalam tanah. Umumnya vegetasi
(Palm Oil Mill Efflunt) meningkatkan karbon ditanam dengan sistem tumpang sari.
mikroorganisme C-mic, dengan kecenderungan 3) Pembuatan Pematang/Guludan
makin lama limbah diaplikasikan kandungan C- Pematang/guludan dibuat dengan cara
mic makin meningkat. seperti membuat tanggul-tanggul kecil dan saluran
Amelioran lain yang umum digunakan air sejajar garis kontur. Pematang tersebut
pada tanah-tanah tropika adalah kapur. berfungsi menahan laju air sehingga memperbesar
Pengapuran umumnya ditujukan untuk kemungkinan air meresap ke dalam tanah.
menetralkan Aldd terutama pada tanaman yang 4) Pembuatan Cekdam
peka terhadap keracunan Al. Biasanya Pembuatan cekdam atau bendungan kecil
meningkatkan pH tanah hingga 5,5 sedangkan bila bertujuan membendung aliran air permukaan.
karena keracunan Mn, maka pH perlu dinaikkan Material yang tererosi akan bertahan di parit-parit
hingga 6,0 (Firmansyah, 2003). cekdam sehingga lapisan tanah menebal dan
kesuburan tanah tidak akan hilang terbawa air.
b. Upaya Pencegahan Kerusakan Tanah
Upaya pencegahan dilakukan sebelum 2. Metode Vegetatif
terjadi kerusakan tanah. Pada dasarnya tanah Metode vegetatif adalah upaya yang
memiliki kemampuan untuk memperbaiki dirinya dilakukan untuk menjaga kesuburan tanah dengan
dari suatu kerusakan. Meskipun demikian, pada cara memanfaatkan vegetasi. Metode vegetatif
tahap lebih lanjut tanah memerlukan upaya yang sangat baik untuk upaya pelestarian kesuburan
dapat membantu memperbaikinya. Kerusakan tanah. Metode vegetatif umumnya menggunakan
tanah ditandai dengan berkurangnya tingkat cara-cara sebagai berikut:
kesuburan tanah. Pada wilayah Kabupaten 1) Penghijauan
Kuningan secara umum, khususnya di wilayah Kegiatan penghijaun dilakukan dengan
penelitian kondisi lahan masih cukup memadai cara menanami hutan kembali lahan-lahan yang
secara kualitas (dalam kondisi tidak rusak), namun kehilangan vegetasi penutupnya. Penanaman
tetap diperlukan berbagai upaya untuk mencegah dilakukan dengan cara menanami bibit pepohonan
terjadinya kerusakan tanah mengingat besar yang dapat tumbuh dengan mudah.
pemanfaatan lahan pada wilayah hulu semakin 2) Rotasi Tanaman (Crop Rotation)
progresif sebagai tekanan dari perkembangan Kegiatan rotasi tanaman bertujuan untuk
penduduk serta pemanfaatan bahan kimia dalam mempertahankan kesuburan tanah. Metode ini
kegiatan pertanian menjadi ancaman terhadap dilakukan dengan cara memvariasikan jenis
kerusakan tanah. Oleh karena itu, perlu dilakukan tanaman pada saat pergantian masa tanam. Hal ini
berbagai upaya menjaga tingkat kesuburan tanah efektif untuk mencegah berkurangnya jenis unsur
dapat dilakukan dengan metode mekanik, hara tertentu.
vegetatif, dan kimia. 3) Reboisasi
1. Metode Mekanik Reboisasi dilakukan dengan menanami
Metoda mekanik adalah upaya yang lahan gundul dengan tanaman keras. Kegiatan ini
dilakukan pada tanah (perekayasaan) untuk selain efektif mencegah erosi, hasil kayunya juga
meningkatkan produktivitas tanah itu sendiri. dapat dimanfaatkan.
Metode mekanik yang sering dilakukan 4) Penanaman Tanaman Penutup (Buffering)
diantaranya: Penanaman tanaman penutup adalah
1) Penterasan Lahan Miring (terracering) menanami lahan dengan tanaman keras seperti
Hal ini dlakukan bertujuan untuk pinus dan jati. Hal ini bertujuan untuk
mengurangi panjang lereng dan memperkecil menghambat penghancuran tanah lapisan atas oleh
kemiringan lereng. Pembuatan terasering air hujan, memperkaya bahan organik, dan
bertujuan untuk mengurangi tingkat erosi karena menghambat laju erosi.
dapat memperlambat aliran air permukaan.

LAKAR| Jurnal Program Studi Arsitektur| Vol. 01 No. 01 (2019), 01-20


Andrianto Kusumoarto 15

5) Penanaman Tanaman Berbasis (Strip mikroorganisme tanah. Tindakan untuk


Cropping) memperbaiki kerusakan sifat fisik tanah sebagai
Kegiatan penanaman berbasis adalah berikut :
menanam secara tegak lurus arah aliran atau arah (a) pengolahan tanah secara berkala untuk
angin. Pada daerah landai jarak tanam diperlebar menghindari pergerakan tanah.
sedangkan pada daerah miring tanaman (b) peningkatan kandungan bahan organiktanah
dirapatkan. melalui variasi seresah (dedaunan kering)
6) Penanaman Sejajar Garis Kontur (Contour dari vegetasi penutup lahannaya
Strip Cropping) (c) peningkatan keanekaragaman tanaman untuk
Penanaman sejajar garis kontur adalah memperbaiki sistem persebaran perakaran.
mananami lahan searah dengan garis kontur. Hal
ini dilakukan dengan tujuan memperbesar 2) Rehabilitasi Kerusakan Sifat Kimia dan
kemungkinan air meresap ke dalam tanah dan Biologi Tanah
menghambat laju erosi. Kerusakan tanah pada sifat kimia dan
biologi ditandai dengan penurunan kandungan
3. Metode Kimiawi bahan organik dan kenaikan kadar asam tanah.
Pengawetan tanah dengan metode kimia Tindakan perbaikan dilakukan dengan cara antara
adalah penggunaan bahan kimia untuk lain pemberian jerami dan zat kapur. Pemberian
memperbaiki struktur tanah. Beberapa jenis bahan jerami dapat meningkatkan aktivitas mikroba yang
kimia yang sering digunakan antara lain bitumen, membusukkan bahan-bahan tanah dan
krilium, dan soil conditioner. Ketiga bahan kimia menghasilkan bahan organik. Pemberian zat kapur
tersebut efektif untuk memperbaiki struktur dan dapat membantu menetralisasi kadar keasaman
memperkuat agregat tanah. Bahan-bahan kimia pada tanah.
tersebut memiliki pengaruh berjangka panjang 3) Remediasi Pencemaran tanah
kerena senyawa tersebut tahan terhadap organisme Remediasi adalah kegiatan untuk
tanah. Selain memperkuat struktur tanah, soil membersihkan permukaan tanah.Dalam hal ini
conditioner dapat digunakan untuk meningkatkan remediasi yang di lakukan bertujuan memperbaik
permeabilitas dan mengurangi erosi. lahan atau tanah yang sudah tercemar. Sebelum
dilakukan remediasi, hal yang perlu diketahui
c. Upaya Memperbaiki Kerusakan Tanah adalah: Jenis perusak atau pencemar (organik/
Kerusakan tanah dapat diketahui dari anorganik), terdegredasi/ tidak, berbahaya atau
ketidakmampuan tanah untuk digunakan dalam tidak, berapa banyak zat perusak/ pencemar yang
keperluan manusia. Oleh karena itu, untuk telah merusak/ mencemari tanah tersebut,
mengembalikan kemampuan tanah diperlukan perbandingan Karbon (C), Nitrogen (N), dan
beberapa tindakan yang mampu memperbaiki Fosfat (P), Jenis tanah, Kondisi tanah (basa,
kerusakannya. Kerusakan tanah dapat ditimbulkan kering) dan telah berapa lama zat perusak
sebagai akibat dari aktivitas alamiah maupun terendapkan di lokasi tersebut. Ada dua jenis
aktivitas manusia seperti pertambangan, remediasi tanah :
penggunaan bahan kimia dalam pertanian secara (a) In situ (on-site)
berlebihan atau terus menerus, kegiatan industry In situ adalah pembersihan di
dan aktivitas rumahtangga. Kerusakan dapat lokasi.Pembersihan ini lebih murah dan lebih
ditimbulkan secara perlahan terhadap lahan yang mudah.Jenis remediasi ini terdiri dari
tidak dilakukan recovery setelah memperoleh pembersihan, venting (injeksi), dan bioremediasi.
tekanan dari berbagai aktivitas manusia. Upaya (b) Ex situ (off site)
perbaikan yang dapat dilakukan untuk Ex situ meliputi penggalian tanah yang
memperbaiki kerusakan tanah antara lain melalui : tercemar dan kemudian dibawa ke daerah yang
1) Rehabilitasi Kerusakan Sifat Fisik Tanah aman. Dari daerah aman, tanah tersebut
Kerusakan sifat fisik tanah umumnya dibersihkan dari zat pencemar, caranya: Tanah
diakibatkan oleh memburuknya struktur tanah. tersebut disimpan di bak/ tangki yang kedap.
Kerusakan struktur dimulai dengan penurunan Kemudian pembersih dipompakan ke bak/ tangki
kestabilan agregat tanah. Hal itu diakibatkan oleh tersebut. Selanjutnya zat perusak/ pencemar
kikisan air hujan dan aliran permukaan. dipompakan keluar dari bak yang kemudian
Berkurangnya kualitas kestabilan agregat tanah diolah dengan instalasi pengolah air limbah.
diiringi penurunan kandungan bahan organik, Pembersihan off-site ini jauh lebih mahal dan
aktivitas perakaran vegetasi, dan jumlah rumit.

LAKAR| Jurnal Program Studi Arsitektur| Vol. 01 No. 01 (2019), 01-20


16 PEMANTAUAN DAN PENGENDALIAN KERUSAKAN LAHAN UNTUK PRODUKSI BIOMASSA DI
KABUPATEN KUNINGAN JAWA BARAT

4) Bioremediasi menyebabkan terjadinya polusi di tempat tersebut.


Bioremediasi adalah proses pembersihan Adapun pengendapan bahan tanah yang tererosi
perusakan atau pencemaran tanah dengan dapat menyebabkan hal-hal sebagai berikut.
menggunakan mikroorganisme (jamur, bakteri). (a) Pendangkalan sungai sehingga kapasitas
Bioremediasi bertujuan untuk memecah atau sungai menurun, akibatnya terjadi fenomena
mendegradasi zat pencemar menjadi bahan yang banjir.
kurang beracun atau tidak beracun (b) Tanah-tanah yang subur terkadang menurun
(karbondioksida dan air). kualitasnya dan menjadi rusak karena
Empat teknik dasar yang biasanya tertimbun oleh batu-batuan, pasir, dan kerikil
digunakan dalam bioremediasi: dari tempat lain.
(a) Stimulasi aktivitas mikroorganisme asli (di (c) Jika digunakan untuk air minum, air yang
lokasi tercemar) dengan penambahan kotor tersebut perlu lebih banyak biaya untuk
nutrient, pengaturan kondisi redoks, optimasi membersihkannya.
PH, dan sebagainya. (d) Akibat air yang keruh, akan mengurangi
(b) Inokulasi (penanaman) mikroorganisme di fotosintesis jenis dari tanaman air (karena
lokasi tercemar, yaitu mikroorganisme yang sinar matahari sulit menembus air).
memiliki kemampuan biotransformasi (e) Perubahan-perubahan dalam jumlah bahan
khusus. yang diangkut memengaruhi keseimbangan
(c) Penerapan immobilized enzymes. sungai tersebut.
(d) Penggunaan tanaman (phyroremediation) (f) Polusi sedimen terkadang dapat memberi
Proses bioremediasi harus pengaruh baik, yaitu jika terjadi pengendapan
memperhatikan: tanah-tanah yang subur, misalnya tanah-tanah
(a) Temperatur tanah aluvial di sekitar sungai.
(b) Ketersediaan air
(c) Nutrient (N,P,K) 3. Usaha Mengurangi Erosi Tanah
(d) Perbandingan C:N kurang dari 30:1 Usaha yang dilakukan untuk mengurangi
(e) Ketersediaan oksigen erosi tanah adalah dengan menggunakan metode
pengawetan tanah. Metode pengawetan tanah
d. Upaya Penanggulangan Erosi Tanah pada umumnya dilakukan untuk:
1. Kerusakan di Tempat Terjadinya Erosi (a) melindungi tanah dari curahan langsung air
Kerusakan tanah di tempat terjadinya erosi hujan;
mengakibatkan terjadinya hal-hal sebagai berikut: (b) meningkatkan kapasitas infiltrasi tanah;
(a) Penurunan produktivitas tanah. (c) mengurangi run off (aliran air di permukaan
(b) Kehilangan unsur hara (nutrient) yang tanah); dan
diperlukan tanaman. (d) meningkatkan stabilitas agregat tanah.
(c) Kualitas tanaman mengalami penurunan. Metode pengawetan tanah dibagi menjadi
(d) Laju infltrasi dan kemampuan tanah menahan tiga jenis, yaitu sebagai berikut :
air berkurang. 1) Metode vegetatif, adalah metode pengawetan
(e) Struktur tanah menjadi rusak. tanah dengan cara menanam vegetasi
(f) Lebih banyak tenaga yang diperlukan untuk (tumbuhan) pada lahan yang dilestarikan.
mengolah tanah. Metode ini sangat efektif dalam pengontrolan
(g) Erosi gully dan tebing (longsor) erosi.
menyebabkan lahan terbagi-bagi sehingga
mengurangi luas lahan yang dapat ditanami.
(h) Pendapatan petani senakin berkurang. Ada beberapa cara mengawetkan tanah
melalui metode vegetatif, antara lain sebagai
2. Kerusakan di Tempat Penerima Hasil Erosi berikut.
Erosi dapat memindahkan tanah berikut (a) Penghijauan, yaitu penanaman lahan kosong
senyawa-senyawa kimia yang terdapat di dengan berbagai jenis vegetasi (tanaman).
dalamnya, seperti unsur-unsur hara tanaman (b) Reboisasi, yaitu penanaman kembali hutan
(fosfor atau bahan organik lainnya) atau sisa-sisa gundul dengan jenis tanaman keras, seperti
pestisida dan herbisida (DDT, atau endrin). pinus, jati, rasamala, dan cemara.
Pengendapan bahan-bahan tanah dan (c) Penanaman secara kontur yaitu menanami
senyawa-senyawa kimia yang dikandungnya dapat lahan searah dengan garis kontur. Fungsinya

LAKAR| Jurnal Program Studi Arsitektur| Vol. 01 No. 01 (2019), 01-20


Andrianto Kusumoarto 17

untuk menghambat kecepatan aliran air dan Tanah dengan struktur yang mantap tidak
memperbesar tingkat resapan air ke dalam mudah hancur oleh pukulan air hujan sehingga
tanah. infltrasi tetap besar dan aliran air permukaan
(d) Penanaman tumbuhan penutup tanah (surface run off) tetap kecil. Penggunaan bahan
(bufering), yaitu menanam lahan dengan kimia untuk pengawetan tanah belum banyak
tumbuhan keras, seperti pinus dan jati. dilakukan, walaupun cukup efektif tetapi biayanya
(e) Penanaman tanaman secara berbaris (strip mahal. Pada saat ini umumnya masih dalam
cropping), yaitu melakukan penanaman tingkat percobaan-percobaan. Beberapa jenis
berbagai jenis tanaman secara berbaris bahan kimia yang sering digunakan untuk tujuan
(larikan). Fungsinya untuk mengurangi ini antara lain dengan menggunakan preparat
tingkat kecepatan erosi. kimia sintetis (bitumen dan krilium) atau alami.
(f) Pergiliran tanaman (crop rotation), yaitu Preparat ini disebut Soil Conditioner atau
penanaman jenis tanaman secara bergantian pemantap struktur tanah. Sesuai dengan namanya
(bergilir) dalam satu lahan. Jenis tanamannya Soil Conditioner ini digunakan untuk membentuk
disesuaikan dengan musim. Fungsinya untuk struktur tanah yang stabil. Senyawa yang
menjaga agar tingkat kesuburan tanah tidak terbentuk akan menyebabkan tanah menjadi stabil.
berkurang. Kerusakan tanah dapat dikurangi dan
dicegah melalui suatu upaya yang disebut konversi
2) Metode Mekanik/Teknik, adalah metode tanah. Konversi tanah adalah pemeliharaan dan
pengawetan tanah melalui teknik-teknik perlindungan terhadap tanah secara teratur guna
pengolahan tanah yang dapat memperlambat mengurangi dan mencegah kerusakan tanah
aliran permukaan (run off), menampung, dan dengan cara pelestarian. Metode konservasi tanah
menyalurkan aliran permukaan dengan dilakukan dengan 3 cara, yaitu konservasi secara
kekuatan tidak merusak. agronomis, mekanis, dan kimiawi :
Beberapa cara yang umum dilakukan pada (a) Konservasi secara agronomis adalah
penerapan metode mekanik, antara lain sebagai konservasi dengan memanfaatkan vegetasi
berikut : (tanaman) dan sisa tanaman untuk
(a) Pengolahan tanah menurut garis kontur mengurangi laju perusakan lapisan tanah
(contour village), yaitu pengolahan tanah paling atas.
sejajar garis kontur. Fungsinya untuk (b) Konservasi secara mekanis adalah konservasi
menghambat aliran air dan memperbesar tanah yang prinsipnya berupaya mengurangi
daya resapan air. banyaknya tanah yang hilang akibat erosi.
(b) Pembuatan tanggul atau guludan sejajar Contohnya adalah pembuatan guludan dan
dengan kontur. Fungsinya agar air hujan terasering.
dapat tertampung. (c) Konservasi secara kimiawi adalah konservasi
(c) Pembuatan teras (terrassering), yaitu tanah dengan memanfaatkan bahan-bahan
membuat teras-teras (tangga-tangga) pada kimia. Konservasi kimiawi bertujuan untuk
lahan miring dengan lereng yang panjang. memperbaiki kemantapan struktur tanah.
Fungsinya untuk memperpendek panjang Pada tanah-tanah berlereng, erosi menjadi
lereng, memperbesar resapan air, dan persoalan yang serius. Dimana kemiringan dan
mengurangi tingkat erosi. panjang lereng adalah dua unsur lereng yang
(d) Pembuatan saluran air (drainase). Saluran berpengaruh terhadap aliran permukaan dan erosi.
pelepasan air ini dibuat untuk memotong Jika kecepatan aliran meningkat dua kali, maka
lereng panjang menjadi lereng yang pendek jumlah butir-butir tanah yang tersangkut menjadi
sehingga aliran air dapat diperlambat. 32 kali lipat, bila panjang lereng menjadi dua kali
Metode pengawetan tanah akan sangat lipat, maka umumnya erosi yang terjadi akan
efektif jika metode mekanik dapat dikombinasikan meningkat 1.5 kali. Pengkajian di Indonesia
dengan metode vegetatif misalnya, terrassering menunjukkan untuk tanah gundul tingkat erosi
dan bufering. mencapai 120-400 ton/ha/th, hal ini tentu saja di
bidang jalan akan memberikan dampak turunan
3) Metode Kimia, dilakukan dengan seperi kerusakan prasarana dan sarana jalan.
menggunakan media bahan kimia untuk Adapun tujuan pengkajian teknologi penanganan
memperbaiki struktur tanah, yaitu erosi di ruang milik jalan ini adalah untuk
meningkatkan kemantapan agregat (struktur mengetahui pengaruh kemiringan lereng dan
tanah). kombinasi metode vegetatif terhadap tingkat erosi

LAKAR| Jurnal Program Studi Arsitektur| Vol. 01 No. 01 (2019), 01-20


18 PEMANTAUAN DAN PENGENDALIAN KERUSAKAN LAHAN UNTUK PRODUKSI BIOMASSA DI
KABUPATEN KUNINGAN JAWA BARAT

pada kemiringan diatas atau dibawah 60 derajat Desa Sukamukti); Kecamatan Mandirancan (Desa
dan Kajian pengembangan teknologi penanganan Seda, Desa Sukasari dan Desa Trijaya); dan
erosi lereng dengan metode vegetatif (rumput Kecamatan Pasawahan (Desa Padabeunghar)
vetiver dan rumput bahia). Untuk mencapai tujuan mengalami kerusakan.
itu dilakukan pengkajian dan pembuatan prototype Kondisi lahan masih cukup memadai
skala laboratorium penanganan erosi dengan secara kualitas (dalam kondisi tidak rusak), namun
metode vegetasi (tanaman), dan pengkajian tetap diperlukan berbagai upaya untuk mencegah
pengembangan teknologi penanganan erosi lereng terjadinya kerusakan tanah mengingat
dengan tanaman rumput vetiver yang pemanfaatan lahan pada wilayah hulu semakin
dikombinasikan dengan rumput bahia dan rumput progresif sebagai tekanan dari perkembangan
gajah dalam skala lapangan. Hasil pengkajian penduduk serta pemanfaatan bahan kimia dalam
menunjukkan tingkat erosi akan semakin kegiatan pertanian menjadi ancaman terhadap
berkurang dengan meningkatnya tingkat kerusakan tanah. Oleh karena itu, perlu dilakukan
kerimbunan tanaman, dan kerimbunan tanaman berbagai upaya menjaga tingkat kesuburan tanah
penutup> 70% tanah yang tererosi mendekati nol. dapat dilakukan dengan metode mekanik,
Teknik Penanaman rumput vetiver agar berfungsi vegetatif, dan kimia.
secara optimal di dalam mengurangi tingkat erosi Upaya perbaikan yang dapat dilakukan
dilereng dilakukan secara berbaris dan diantara untuk memperbaiki kerusakan tanah antara lain
baris vetiver ditanamami tanaman penutup rumput melalui rehabilitas kerusakan sifat fisik tanah
bahia. (pengolahan tanah secara berkala untuk
menghindari pergerakan tanah, peningkatan
PENUTUP kandungan bahan organik tanah melalui variasi
Simpulan seresah (dedaunan kering) dari vegetasi penutup
Berdasarkan hasil penelitian, dapat lahannya, peningkatan keanekaragaman tanaman
diidentifikasi bahwa hampir seluruh desa (12 desa untuk memperbaiki sistem persebaran perakaran),
lokasi penelitian) secara umum mengalami kondisi rehabilitasi kerusakan kimia dan biologi tanah
dan status kerusakan yang masuk dalam potensi dilakukan dengan cara pemberian jerami dan zat
“sedang”. Desa-desa yang lebih banyak berada kapur. Pemberian jerami dapat meningkatkan
dalam potensi kerusakan sedang adalah Desa aktivitas mikroba yang membusukkan bahan-
Cisantana, Desa Gunungsirah, Desa bahan tanah dan menghasilkan bahan organik.
Padabeunghar, Desa Puncak, Desa Pemberian zat kapur dapat membantu
Sangkanherang, Desa Sayana, Desa Seda, Desa menetralisasi kadar keasaman pada tanah,
Segarahiang, Desa Sukamukti, Desa Sukasari, dan remediasi pencemaran tanah, bioremediasi
Desa Trijaya. Sedangkan Desa Babakan Mulya (stimulasi aktivitas mikroorganisme asli (di lokasi
lebih banyak berada dalam potensi kerusakan tercemar) dengan penambahan nutrient,
ringan. Kondisi ini diakibatkan oleh kondisi pengaturan kondisi redoks, optimasi PH, dan
perubahan penggunaan dan tutupan lahan. sebagainya, inokulasi (penanaman)
Berdasarkan evaluasi, faktor dominan mikroorganisme di lokasi tercemar, yaitu
yang mendorong laju kerusakan tanah dilokasi mikroorganisme yang memiliki kemampuan
penelitian adalah karena faktor alami dan faktor biotransformasi khusus, penerapan immobilized
manusia. Faktor alami mencakup jenis tanah yang enzymes, penggunaan tanaman
rentan terhadap erosi, curah hujan yang tinggi dan (phyroremediation).
kelas lereng yang dominan diatas 8%. Sedangkan Kerusakan tanah dapat dikurangi dan
faktor manusia yaitu perubahan populasi, dicegah melalui suatu upaya yang disebut konversi
marjinalisasi penduduk, kemiskinan penduduk, tanah. Konversi tanah adalah pemeliharaan dan
masalah kepemilikan lahan, sistem pengelolaan perlindungan terhadap tanah secara teratur guna
lahan yang tidak sesuai dengan kaidah konservasi mengurangi dan mencegah kerusakan tanah
tanah dan air, kondisi sosial dan ekonomi dan dengan cara pelestarian. Metode konservasi tanah
pengembangan pertanian yang tidak tepat. dilakukan dengan 3 cara, yaitu konservasi secara
Semua hal tersebut menyebabkan tanah- agronomis, mekanis, dan kimiawi.
tanah di Kecamatan Darma (Desa Gunungsirah
dan Desa Sagarahiyang); Kecamatan Cigugur Saran
(Desa Puncak dan Desa Cisantana); Kecamatan Berdasarkan hasil penelitian di beberapa
Jalaksana (Desa Sangkanherang, Desa Sayana dan lokasi menunjukkan tingkat kerusakan biomassa

LAKAR| Jurnal Program Studi Arsitektur| Vol. 01 No. 01 (2019), 01-20


Andrianto Kusumoarto 19

yang cukup kritis. Hal yang harus segera dilakukan fire and water erosion in a Mediteranean
adalah segera dilakukan upaya perbaikan dan landscape. European Jornal of Soil
pengendaliannya baik secara kimiawi, teknis, dan Science. 51:201-210.
mekanik. Handayani, I. P. 1999. Kuantitas dan variasi
Untuk mengetahui secara rinci tingkat nitrogen tersedia pada tanah setelah
kerusakan biomassa maka perlu dilakukan penebangan hutan. J. Tanah Trop. 8:215-
penelitian yang lebih mendalam dan detil di setiap 226.
desa dengan skala ruang yang lebih rinci. Selain Hardjowigeno, S. 1992. Ilmu Tanah. Akademika
itu, penelitian ini masih dilakukan di wilayah barat Pressindo. Jakarta.
Kabupaten Kuningan, maka perlu dilakukan Hardjowigeno, S dan Widiatmaka, 2011. Evaluasi
penelitian untuk wilayah lainnya. Selain itu perlu Kesesuaian Lahan dan Perencanaan
dilakukan analisis laboratorium terhadap kondisi Tataguna Lahan. Gadjah Mada University
fisik, biologi, dan kimiawi tanah. Press. Jogyakarta.
Hidayati, N. 2000. Degradasi lahan pasca
UCAPAN TERIMA KASIH penambangan emas dan upaya
Penulis mengucapkan terima kasih kepada reklamasinya: kasus penambangan emas
Badan Pengelolaan Lingkungan Hidup Daerah Jampang-Sukabumi. Prosidng kongres
(BPLHD) Pemerintah Kabupaten Kuningan, Nasional VII HITI: pemanfaatn
Provinsi Jawa Barat yang telah member sumberdaya tanah sesuai dengan
kesempatan untuk melakukan penelitian. Selain itu potensinya menuju keseimbanagan
diucapkan terima kasih kepada Perpustakaan lingkungan hidup dalam rangka
Institut Pertanian Bogor (IPB) yang telah meningkatkan kesejahteraan rakyat.
memberikan kesempatan untuk mengunduh Bandung 2-4 Nopember 1999. Himpunan
jurnal.. tanah Indonesia. Hal: 283-294.
Lal. 2000. Soil management in the developing
DAFTAR PUSTAKA countris. Soil Science. 165(1):57-72
Adi, S. 2003. Degradasi tanah pertanian Indonesia. Latifah, S. 2003. Kegiatan reklamasi tanah pada
http://www.sinar tani-online.co.id. 29 bekas tambang. Tesis USU. Program
Maret 2009 Kehutanan. Jurusan manajemen hutan.
Anas, I. 1989. Biologi Tanah Dalam Praktek. Universitas Sumatera Utara.
Jurusan Ilmu Tanah Fakultas Pertanian Laurance, WF, Sayer, J, dan Cassman, KG. 2014.
Institut Pertanian Bogor. Bogor. Agricultural expansion and its impact
Bols, P.L.1978. The Isoerodent Map of Java and ontropical nature. Trends in ecology and
Madura. Belgium Technical Assistance evolution, 29 (2), 107-116. Available
Project ATA 105. Soil Research Institute. online:
Dephut.Statistik Kehutanan, http://www.sciencedirect.com/science/arti
http://www.dephut.org.id/23 september cle/pii/S0169534713002929.
2003. Mahfuz. 2003. Peningkatan produktivitas lahan
Fahmi, A. dan E. Hanudin. 2008. Pengaruh kritis untuk pemenuhan pangan melalui
Kondisi Redoks terhadap Stabilitas usaha tani konservasi. Makalah Falsafah
Kompleks Organik-Besi Pada Tanah Sains. IPB.
Sulfat Masam. Jurnal Ilmu Tanah dan Maier, D. 2015. The Great Myth : Why poputaion
Lingkungan. 8(1):49-55. growth does not necessarily cause
Fahma, W, dan Kristyanto. 2018. Penguatan environmental degradation and poverty.
home garden sebagai garda ketahanan The Public Sphare, 150-158, Availabel
pangan berbasis peta kesesuaian lahan online:
dengan aplikasi Maxent, di Kota https://pdfs.semanticsecholar.org/8caf/6c
Tangerang Selatan. Laporan hasil 572acb2874189cc7097194d9fda76eb4b7.
penelitian (Unpublished). UIN Jakarta. pdf.
Firmansyah, M. A. 2003. Resiliensi tanah [PP] Peraturan Pemerintah Republik Indonesia
terdegradasi. Makalah pengantar falsapah No. 150 Tahun 2000 tentang Pengendalian
sain. IPB. Kerusakan Tanah untuk Produksi
Garcia, E. G. V. Andreu, dan J. L. Rubio. 2000. Biomassa.
Chanhe in organic matter, nitrogen, [PP] Peraturan Menteri Lingkungan Hidup
phosporous and cations in soil as aresult of Republik Indonesia No. 07 Tahun 2006

LAKAR| Jurnal Program Studi Arsitektur| Vol. 01 No. 01 (2019), 01-20


20 PEMANTAUAN DAN PENGENDALIAN KERUSAKAN LAHAN UNTUK PRODUKSI BIOMASSA DI
KABUPATEN KUNINGAN JAWA BARAT

tentang Tata Cara Pengukuran Kriteria


Baku Kerusakan Tanah Untuk Produksi
Biomassa.
[PPPG] Pusat Penelitian dan Pengembangan
Geologi. 1992. Peta Geologi Indonesia.
Ditjen Geologi dan Sumberdaya Mineral,
Departemen Pertambangan dan Energi
Republik Indonesia. Jakarta.
[PPT] Pusat Penelitian Tanah Bogor. 1994. Sistem
Lahan RePPPrott. Bogor.
[SK] Surat Keputusan Dirjen RRL Kementerian
Kehutanan Republik Indonesia Menurut
SK Dirjen RRL No. 041/Kpts/V/1998
tentang Reklasifikasi Klas Erosi Menurut
Land System Menyesuaikan Klas Erosi
Rencher, AC. 2002. Methods of Multivariate
Analysis. John Wiley & Sons, Inc.Publ. p.
380-404.
Sutanto, R. 2005. Dasar-dasar Ilmu Tanah:
Konsep dan Kenyataan. Penerbit
Kanisius. Yogyakarta. 208 hal.
[UU] Undang-Undang Republik Indonesia No. 32
Tahun 2009 tentang Perlindungan dan
Pengelolaan Lingkungan Hidup.
Zhum YG dan Mcharg, AA. 2015. Protecting
global soil resources for ecosystem
services. Ecosystem Heatlh and
Sustainability, 1(3),1-4. Avaliable online:
http://onlinelibrary.wiley.com/doi/10.189
0/EHS15-0010.1/full.

LAKAR| Jurnal Program Studi Arsitektur| Vol. 01 No. 01 (2019), 01-20

You might also like