You are on page 1of 7

53

DESAIN AGROFORESTRY PADA LAHAN KRITIS


(STUDI KASUS DI KECAMATAN INDRAPURI KABUPATEN ACEH BESAR)
Design of Agroforestry in Critical Land: Case Study in Indrapuri Subdistrict, Aceh Besar District

Bukhari dan Indra Gumay Febryano

ABSTRACT

Design of agroforestry has the objectives of improving the system which has been existing and providing
directives for agribusiness on the basis of physical, economical, and socio-cultural condition. Design of a
system is inevitably related with pre-diagnosis and diagnosis activities which are aimed at discovering the
existing constraints and problems inside the system, followed by technological intervention for system
improvement and determining the best agroforestry system in critical land condition. Method used in this
study was identifying the existing agroforestry system, followed by evaluation of land suitability, financial
analysis and community social analysis. This study found three agroforestry systems based on the existing
components, namely agrisilviculture, silvopasture, and agrisilvopasture. Evaluation of land suitability
showed that in general, land suitability ratings for woody crops and perennial crops were categorized as
moderately suitable (S2), while those for annual crops / non rice food crops were categorized as
marginally suitable (S3). Results of financial analysis showed that all existing agroforestry system are
feasible to be practiced, with highest benefit cost ratio 2.7 was found in agrisilvopasture system. On the
basis of landscape consideration, species of Non-MPTs were more adapted if they were planted in hill
ridge, while that of species of MPTs and perennial crops in slope and valley, and that of annual crops in
valley.

Key words: agroforestry, land suitability, critical land, design

PENDAHULUAN pertumbuhan berbagai jenis tanaman dan


pepohonan adalah struktur dan porositas tanah,
Usaha-usaha pertanian tradisional yang kemampuan menahan air dan laju infiltrasi.
dilakukan dengan mengkonversi lahan hutan Lapisan atas tanah merupakan tempat yang
menjadi lahan pertanian, sering menjadi penyebab mewadahi berbagai proses dan kegiatan kimia,
terjadinya lahan kritis. Di Indonesia praktek-praktek fisik dan biologi yakni organisme makro dan mikro
usaha tani dan pemanfaatan lahan yang tidak atau termasuk perakaran tanaman dan pepohonan.
kurang memperhatikan kaidah-kaidah konservasi Sistem agroforestri dapat mempertahankan sifat-
tanah dan air, serta praktek perladangan berpindah sifat fisik lapisan tanah atas yang diperlukan untuk
menyebabkan timbulnya lahan kritis, erosi, menunjang pertumbuhan tanaman (Widianto et al,
bencana kekeringan, serta penurunan kualitas dan 2003). Meningkatnya intensifikasi pertanian akan
kuantitas hasil pertanian. Statistik Departemen mengubah kondisi tanah suatu agroekosistem
Kehutanan dan Perkebunan (2002), menyebutkan sehingga menyebabkan hilangnya biodiversitas
bahwa Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam organisme tanah. Hal tersebut disebabkan oleh
memiliki luas lahan kritis mencapai 860.659,93 ha, adanya penurunan jumlah dan diversitas masukan
yang digolongkan dalam tingkat sangat kritis organik ke dalam rantai makanannya, dan adanya
seluas 5.777 ha, kritis 320.248 ha, agak kritis penggunaan bahan kimia serta modifikasi iklim
96.738,29 ha, dan potensial kritis 437.896,51 ha. mikro (Van Noordwijk dan Hairiah, 2006).
Sementara berdasarkan data BPS Aceh Besar Agroforestri adalah nama kolektif untuk
(2006), Kabupaten Aceh Besar memiliki luas lahan sistem-sistem dan teknologi-teknologi penggunaan
kritis mencapai 31.319 ha. lahan, yang secara terencana dilaksanakan pada
Produktivitas lahan dapat ditingkatkan melalui satu unit lahan dengan mengkombinasikan
perbaikan sifat fisik tanah (lapisan atas) yang tumbuhan berkayu (pohon, perdu, palem, bambu
paling penting dan dibutuhkan untuk menunjang dll.) dengan tanaman pertanian dan/atau hewan

Jurnal Perennial, 6(1) : 53-59


54

(ternak) dan/atau ikan, yang dilakukan pada waktu melakukan wawancara mendalam dan
yang bersamaan atau bergiliran sehingga observasi.
terbentuk interaksi ekologis dan ekonomis antar Pengambilan sampel tanah diambil secara
berbagai komponen yang ada (Lundgren dan purposive sampling di 3 lokasi lahan kritis terpilih
Raintree, 1982). Sistem agroforestri memiiliki berdasarkan bentuk penggunaan lahan: (1)
perpaduan antara berbagai jenis tanaman, agrisilvikultur), (2) silvopastura, dan (3)
sehingga perlu diketahui potensi lahan atau agrosilvopastura. Pada masing-masing lokasi
kelas/kemampuan lahan untuk tipe penggunaan diambil sampel tanah yang dipilih secara acak
lahan (jenis tanaman dan tingkat pengelolaan) pada beberapa titik yang mewakili, lalu
tertentu (Harjowigeno dan Widiatmaka, 2001). dikompositkan. Sampel tanah kemudian
Untuk itulah diperlukan suatu desain yang dianalisis di laboratorium dan digunakan untuk
merupakan proses merumuskan, secara spasial penilaian kesesuaian lahan.
dan temporal penggunaan lahan dan melihat Pemilihan responden yang merupakan
kemungkinan terbaik dari segi ekonomi, lingkungan informan kunci ditentukan secara snowball
dan sosial (Wojtkowski, 2002). sampling, dengan ketentuan bahwa responden
Berdasarkan permasalahan tersebut diatas, merupakan pemilik lahan kritis. Informan kunci
dilakukan suatu penelitian yang bertujuan untuk dalam penelitian ini diambil 10 orang untuk
menyusun suatu desain agroforestri pada lahan masing-masing lokasi, sehingga total informan
kritis berdasarkan potensi kesesuaian lahan, kunci adalah 30 orang. Wawancara mendalam
sistem agroforestri dan jenis tanaman yang dilakukan dengan mengadopsi diagnosis tool
direkomendasikan, serta aspek sosial ekonominya. yang dikembangkan oleh World Agroforestry
Hasil penelitian ini diharapkan bermanfaat sebagai Centre (ICRAF) dan disesuaikan dengan data
informasi bagi para petani dan penentu kebijakan yang dibutuhkan untuk tujuan penelitian. Data
dalam menetapkan pola usaha tani yang dapat ini diambil untuk analisis sistem agroforestri dan
meningkatkan pendapatan petani dan produktivitas analisis sosial ekonomi.
pertanian. Selain itu dapat menjadi masukan bagi
penentu kebijakan di dalam perencanaaan Analisis Data
pengelolaan lahan kritis dengan menerapkan
sistem agroforestri. Analisis data yang digunakan untuk
menghasilkan desain agroforestri pada lahan
kritis, yaitu: analisis deskriptif, analisis
BAHAN DAN METODE
kesesuaian lahan, analisis finansial (Tabel 1).
Lokasi dan Waktu
HASIL DAN PEMBAHASAN
Penelitian dilaksanakan di Kecamatan
Indrapuri, Kabupaten Aceh Besar, Provinsi Kondisi Lahan Kritis
Nanggroe Aceh Darussalam, pada bulan
Februari sampai Juni 2008. Hasil pengamatan terhadap kriteria tingkat
kekritisan lahan di Kecamatan Indrapuri
Metode Pengumpulan Data berdasarkan kriteria yang telah ditetapkan Dirjen
RRL No. 041/Kpts/V/1998 Departemen
Penelitian ini menggunakan metodologi Kehutanan tahun 1998 disajikan pada Tabel 2.
studi kasus. Menurut Bungin (2003), secara
umum studi kasus memberikan akses dan Sistem Agroforesti pada Lahan Kritis
peluang yang luas kepada peneliti untuk
menelaah secara mendalam, detail, intensif, Berdasarkan komponen penyusunnya,
dan menyeluruh terhadap unit sosial yang terdapat tiga bentuk agroforestri pada lahan
diteliti. Pengumpulan data biofisik, sistem kritis di lokasi pengamatan, yaitu: agrisilvikultur,
agroforestri dan sosial ekonomi dilakukan silvopastura dan agrosilvopastura.
dengan mengambil sampel tanah, serta

Jurnal Perennial, 6(1) : 53-59


55

Table 1. Data Analysis


Data Data analysis
Identifikasi lahan kritis: Bobot/ skoring berdasarkan Departemen Kehutanan
produktivitas, lereng, erosi, batu-batuan dan
manajemen
Model agroforestri yang telah ada: Analisis deskriptif
jenis tanaman, sistem usahatani
Kesesuaian lahan: Kesesuaian lahan Atlas Format procedures FAO dan
temperatur, ketersediaan air, ketersediaan kriteria kesesuaian lahan
oksigen, media perakaran, toksisitas, bahaya erosi BALITBANGTANAK, 2003.
penggunaan lahan, jenis tanaman yang diusahakan
Ekonomi: Analisis finansial
produksi usaha, biaya usaha tani dan pendapatan
petani
Sosial: Analisis deskriptif
tenaga kerja,status lahan, modal, sarana,
kebutuhan rumahtangga, dsb

Tabel 2. Land critical level based on criteria from Dirjen RRL No. 041/Kpts/V/1998
Criteria (%)
Observation location Total
Productivity Slope Erosion Amethyst Management Score Critical level
/Villages
(30) (20) (15) (5) (30)
Ds.Anuek Gle 1 4 3 1 3 250 Kritis
Ds.Reukih Dayah 1 4 3 1 3 250 Kritis
Ds.Kreung Lamkareung 1 4 4 3 3 275 Kritis

Agrisilvikultur kuda-kuda (Spondias dulce) dan pohon Gamal


(Gliricidia sephium). Tanaman tersebut merupakan
Pada bentuk penggunaan lahan dengan komponen tanaman kehutanan yang dijadikan
sistem agrisilvikultur, petani mengkombinasikan pakan ternak. Penanaman tanaman berkayu pada
tanaman berkayu dengan tanaman tahunan dan lokasi-lokasi tertentu juga ditujukan untuk tempat
semusim berdasarkan landscape-nya, dengan ternak berteduh. Pakan ternak dari jenis rumput
tujuan untuk konservasi dan ekonomi (Tabel 3). masih kurang dibudidayakan, karena petani masih
Silvopastura berharap dari rumput liar yang tumbuh di padang
penggembalaan. Selain itu penanaman pakan
Sistem silvopastura di lokasi penelitian masih ternak seperti jenis rumput gajah (Elephant grass)
sangat sederhana (tradisional), di mana lahan membutuhkan input pupuk yang tinggi untuk
penggembalaan umumnya dipagari dengan pohon budidayanya.

Table 3. Component of agrisilviculture system based on landscape


No. Components Position Purposes
Tanaman Berkayu
1. Mahoni (Swietennia sp) Punggung, lereng Konservasi
2. Jati (Tectona grandis) Punggung, lereng Konservasi
3. Rambutan (Nephelium lappaceum) Lereng, lembah Ekonomi/konservasi
4. Pinang (Areca catechu) Lereng, lembah Ekonomi/konservasi
5. Nangka (Artocarpus integra) Punggung, lereng Ekonomi/konservasi
Tanaman Tahunan
1. Pisang (Musa pudeca) Punggung, lereng Ekonomi
Tanaman Semusim
1. Jagung (Zea mays L) Lereng, lembah Ekonomi
2. Cabai (Capsicum annum) Lereng, lembah Ekonomi

Jurnal Perennial, 6(1) : 53-59


56

Agrosilvopastura pengapuran, pengolahan tanah atau sebagainya


yang biasanya dapat diatasi oleh petani.
Pada bentuk penggunaan lahan dengan Sedangkan untuk tanaman semusim yaitu jagung
sistem agrosilvopastura, petani mengkombinasi- (Zea mays) dan cabai merah (Capsicum annum)
kan tanaman berkayu dengan tanaman tahunan, tingkat kesesuaiannya tergolong sesuai marjinal
tanaman semusim, tanaman pakan ternak, serta (S3), dimana faktor pembatasnya yaitu
ternak berdasarkan landscape-nya, dengan tujuan ketersediaan air.
untuk konservasi dan ekonomi (Tabel 4). Sistem silvopastura diperoleh hasil tingkat
kesesuaian tanaman berkayu jati dan mahoni
Evaluasi Kesesuaian Lahan Agroforestri tergolong cukup sesuai (S2). Tanaman tahunan
yaitu pisang tingkat kesesuaian lahan tergolong
Evaluasi kesesuaian lahan untuk jenis cukup sesuai (S2) dan untuk tanaman pakan
tanaman yang penggunaan lahannya berbentuk ternak jenis rumput gajah memiliki tingkat
agrisilvikultur diperoleh hasil tingkat kesesuaian kesesuaian lahan sesuai marjinal (S3).
untuk komponen tanaman berkayu dan tanaman Hasil evaluasi kesesuaian lahan untuk jenis
tahunan tergolong cukup sesuai (S2), dimana yang tanaman yang penggunaan lahannya berbentuk
menjadi faktor pembatas untuk tanaman jenis jati agrosilvopastura diperoleh hasil untuk komponen
(Tectona grandis) dan pisang (Musa pedica) yaitu tanaman berkayu jati (Tectona grandis),
bahaya erosi dan penyiapan lahan karena mahoni(Swietennia sp), kemiri (Aleuritas
banyaknya singkapan batu di permukaan tanah. moluccana), memiliki tingkat kesesuaian lahan
Untuk pohon mahoni (Swietennia sp) faktor tergolong cukup sesuai (S2); sedangkan mangga
pembatas yaitu bahaya erosi. Pohon nangka (Mangifera indica), nangka (Artocarpus integra),
(Artocarpus integra) dengan faktor pembatas yaitu rambutan (Nephelium lappaceum), pinang (Areca
retensi hara, bahaya erosi dan penyiapan lahan. catechu) memiliki tingkat kesesuaian lahan
Rambutan (Nephelium lappaceum) yang menjadi tergolong sesuai marjinal (S3). Selanjutnya
faktor pembatas yaitu ketersediaan air, retensi tanaman tahunan pisang (Musa pudeca) dan
hara, bahaya erosi dan penyiapan lahan. Pinang kakao (Theobroma cacao L) dan pakan ternak
(Areca catechu) yang menjadi faktor pembatas rumput gajah (Pennisetum purpureum), memiliki
yaitu ketersediaan air dan bahaya erosi. Faktor tingkat kesesuaian lahan tergolong sesuai marjinal
pembatas untuk tingkat S2 seperti retensi hara (S3).
dapat diperbaiki dengan pemberian input pupuk,

Table 4. Components of agrosilvopasture system based on landscape


No. Components Position Purposes
Tanaman Berkayu
1. Mahoni (Swietennia sp) Punggung, lereng Konservasi
2. Jati (Tectona grandis) Punggung, lereng Konservasi
3. Kemiri (Aleuritas moluccana) Lereng Ekonomi/konservasi
4. Mangga (Mangifera indica) Lereng Ekonomi/konservasi
5. Nangka (Artocarpus integra) Lereng Ekonomi/konservasi
6. Rambutan (Nephelium lappaceum) Lereng, lembah Ekonomi/konservasi
7. Pinang (Areca catechu) Punggung, lereng Ekonomi/konservasi
Tanaman Tahunan
1. Pisang (Musa pudeca) Punggung, lereng Ekonomi
2. Kakao (Theobroma cacao L) Lereng Ekonomi
Tanaman Semusim
1. Cabai (Capsicum annum) Lembah Ekonomi
2. Terung (Solanum melongena) Lembah Ekonomi
Tanaman Pakan Ternak
1. Rumput Gajah (Pennisetum purpureum) Lereng, lembah Ekonomi/konservasi
Ternak
1. Sapi (Bos taurus sp) Punggung,lereng Ekonomi
2. Itik (Anas plathyrhynchos) Lembah Ekonomi

Jurnal Perennial, 6(1) : 53-59


57

Table 5. Financial analysis of agroforestry system per hectar at Indrapuri Subdistrict


Criteria Agrisilviculture Silvopasture Agrisilvopasture

NPV Rp. 55.374.410,- Rp.84.111.784,- Rp.147.896.794,-


BCR 2,2 1,5 2,7
IRR 31% 38% 46%

Analisis Finansial tergolong cukup sesuai (S2), untuk tanaman MPTs


seperti rambutan, nangka, mangga, pinang dan
Analisis finansial terhadap sistem agroforestri kemiri pada daerah tertentu tergolong sesuai
di Kecamatan Indrapuri dengan jangka waktu marginal (S3), akan tetapi dengan pemberian
pengusahaan 20 tahun dan tingkat suku bunga pupuk dapat ditingkatkan menjadi cukup sesuai
8%, di peroleh, nilai NPV > 0 (positif), dan B/C (S2). Demikian juga halnya untuk tanaman
Ratio ≥ 1 dan nilai IRR≥tingkat suku bunga (i) tahunan seperti pisang dan kakao dengan
untuk semua bentuk penggunaan lahan (Tabel 5). pemberian pupuk dapat ditingkatkan
Hal ini menunjukkan bahwa semua sistem kesesuaiannya menjadi cukup sesuai (S2). Untuk
agroforestri baik yang berbentuk agrisilvikultur, tanaman semusim seperti cabai, terung dan
silvopastura maupun agrisilvopastura layak untuk jagung, tergolong (S3) atau sesuai marginal, ini
dilaksanakan. tentu saja membutuhkan input pupuk yang cukup
tinggi dalam membudidayakannya.
Desain Agroforestri Pada Lahan Kritis Berdasarkan pengamatan dan wawancara,
diperoleh profil komponen penyusun sistem
Untuk mengadopsi teknologi kegiatan usaha agroforestri pada lahan kritis menurut landscape
tani perlu diketahui kendala spesifik yang ada di seperti terlihat pada Gambar 1. Tanaman berkayu
lokasi tersebut. Faktor penghambat itu sendiri, seperti jati dan mahoni akan lebih baik ditanam
ada yang dapat dimanipulasi atau diperbaiki pada daerah punggung bukit, karena lebih adopted
dengan teknologi, akan tetapi ada juga faktor pada kondisi lahan yang ekstrim. Tanaman MPTs,
penghambat yang sulit diperbaiki karena akan tanaman tahunan dan pakan ternak lebih baik
membutuhkan biaya yang tinggi dan sulit diperbaiki ditanam pada bahagian lereng dan lembah,
oleh petani. Untuk itu diperlukan bantuan dari dengan asumsi bahwa tingkat kesuburannya lebih
pihak terkait untuk membantu petani di dalam baik daripada di bahagian punggung bukit.
pengelolaannya. Pada Tabel 6 menunjukkan Keberhasilan agroforestri berbasis pohon salah
kendala yang ada di lokasi penelitan dan teknologi satunya didasarkan pada pemilihan jenis. Prinsip
yang memungkinkan untuk di adopsi di dalam pemilihan jenis pohon dalam agroforestri adalah
kegiatan usaha tani. ketepatan antara lokasi pemapanan dengan
Berdasarkan hasil evaluasi kesesuaian lahan karakteristik jenis terpilih serta nilai peruntukanya
maka direkomendasikan jenis tanaman berkayu (Suryanto et al, 2005).
Non MPTs adalah jati dan mahoni karena

Table 6. Constraint and technology input alternative


No. Constraint Technology input
1. Ketiadaan dana untuk modal Kebijakan pemerintah dalam pemanfaatan lahan
kritis dan bantuan kredit lunak.
2. Kesuburan tanah rendah Penanaman tanaman berkayu dan pemulsaan
3. Rendahnya serasah Pemupukan dan pemulsaan
4. Curah hujan musiman yang tidak mencukupi Penanaman tanaman berkayu dan pembuatan
sumur/sumur resapan
5. Banyaknya batuan Pengolahan tanah
6. Rendahnya mutu makanan ternak Penanaman rumput pakan ternak yang tahan
terhadap kondisi lahan kritis

Jurnal Perennial, 6(1) : 53-59


58

Su
mu
r/
Su
Figure 1. Component profile of agroforestry system
mu
r
Figure 2. Agroforestry design at critical land based
at critical land res on landscape
apa
n

Selanjutnya diketahui bahwa air menjadi bukit, tanaman MPTs dan tanaman tahunan
permasalahan tersendiri bagi petani, oleh karena lebih diarahkan pada daerah lereng dan
itu disarankan agar pada bahagian lembah dari lembah, sedangkan untuk tanaman
kebun dilakukan pembuatan sumur atau sumur semusim/palawija lebih baik ditanam pada
resapan agar pada musim panas ketersedian air bahagian lembah.
mencukupi untuk kebutuhan usahatani. Adapun
desain agroforestri pada lahan kritis menurut Saran
landscape dapat dilihat pada Gambar 2.
1. Pemanfaatan lahan kritis untuk kegiatan usaha
tani yang dilakukan oleh masyarakat,
KESIMPULAN DAN SARAN
merupakan suatu hal yang positif yang harus
digalakkan dan didukung oleh pemerintah
Kesimpulan
daerah, dalam bentuk program-program
1. Berdasarkan komponen penyusunnya terdapat rehabilitasi lahan kritis dengan sistem
tiga sistem agroforestri yang dilakukan oleh agroforestri.
masyarakat pada lahan-lahan kritis, yaitu 2. Sistem agroforestri tradisional yang selama ini
berbentuk agrisilvikultur, silvopastura dan dilakukan oleh masyarakat, harus terus
agrosilvopastura, dimana sistem agroforestri dipertahankan dengan perbaikan teknologi,
yang ada merupakan sistem agroforestri juga memperhatikan kaidah-kaidah konservasi.
tradisional yang dikelola menurut kondisi dan 3. Untuk mengantisipasi kebutuhan air pada
kearifan lokal. musim panas dilakukan pembuatan
2. Lahan di lokasi penelitian tergolong kritis, dan sumur/sumur resapan pada bagian lembah.
berdasarkan evaluasi kesesuaian lahan 4. Perlu dilakukan penelitian lanjutan terutama
terhadap jenis tanaman yang ada di kebun, didalam aplikasi teori dan desain yang ada,
diperoleh tingkat kesesuaian untuk dan melihat sejauh mana sistem dapat berjalan
komponen tanaman berkayu dan tanaman untuk kemudian dilakukan kajian lanjutan
tahunan tergolong cukup sesuai (S2) dan dalam memperbaiki sistem.
komponen tanaman semusim tergolong
sesuai marginal (S3). Analisis finansial DAFTAR PUSTAKA
menunjukkan bahwa secara ekonomi ketiga
sistem agroforestri di lokasi penelitian layak BPS Kabupaten Aceh Besar. 2006. Kabupaten
untuk dilaksanakan. Aceh Besar dalam Angka tahun 2006. Badan
3. Desain agroforestri pada lahan kritis Pusat Statistik.
menurut landscape, direkomendasikan Bungin, B. 2003. Data Penelitian Kualitatif. PT.
untuk jenis tanaman berkayu, jenis Non- Raja Grafindo Persada. Jakarta.
MPTs lebih adopted di daerah punggung

Jurnal Perennial, 6(1) : 53-59


59

Departemen Kehutanan dan Perkebunan. 2002. Suryanto, et al. 2005. Dinamika Sistem Berbagi
Rehabilitasi lahan dan perhutanan sosial. Sumberdaya (Resources Sharing) dalam
(Statistik kehutanan Indonesia 2002). Agroforestri: Dasar Pertimbangan
Htpp://www.dephut.go.id. Penyusunan Strategi Silvikultur. Ilmu
Direktorat RKT. 1997. Kriteria Penetapan lahan Pertanian Vol 12. No 2, 2005 : 165 – 178.
kritis. Direktorat Rehabilitasi dan Konservasi Van Noordwijk dan Hairiah. 2006. Agricultural
Tanah. Ditjen RRL, Departemen Kehutanan. Intesification, Soil Biodiversity and Agro-
Jakarta ecosistem Function. Agrivita volume 28 No 3.
Hardjowigeno dan Widiatmaka. 2001. Kesesuaian Widianto, Utami dan Hairiah. 2003. Agroforestri
Lahan dan Perencanaan Tataguna Tanah. dan ekositem Sehat. International Center for
Jurusan Tanah Fakultas Pertanian IPB. Bogor Research in Agroforestry - ICRAF Southeast
Lundgren, B.O. and J.B. Raintree. 1982. Asia. Bogor, Indonesia.
Suistainabed agroforetry. In: Nestel B (ed.). Wojtkowski, P.A., 2002. Agroecological
1982. Agricultural Research for Development. Perspectives in Agronomi, Forestry, and
Potentials and Challenges in Asia, ISNAR, Agroforestry. Science Publisher, NH, USA
The Hague, The Netherlands. hal 37- 49.

Diterima : 30 September 2009

Bukhari
Dinas Kehutanan Kabupaten Aceh Besar
Jl. Prof. A. Madjid Ibrahim, Jantho
e_mail: bukhari_wana@yahoo.co.id

Indra Gumay Febryano


Jurusan Kehutanan
Fakultas Pertanian, Universitas Lampung
Jl. Prof. Soemantri Brodjonegoro No. 1, Bandar Lampung
e-mail: indragumay@yahoo.com

Jurnal Perennial, 6(1) : 53-59

You might also like