Professional Documents
Culture Documents
(Utilization ofJelutung (Dyera spp.) among Anak Dalam Tribe in Bukit Duabelas National Park)
ABSTRACT
Anak Dalam Tribe (Suku Anak Dalam; SAD) used jelutong in their daily live. But nowadays, jelutong population was reduced. Increase the
forest change area decrease the habitat preference of jelutong. It need the strategy and technique to conservation jelutong without conflict with local
people interest. Traditional management of jelutong among SAD in Bukit Duabelas National Park (Taman Nasional Bukit Duabelas; TNBD) benefits
to understanding technique used of jelutong latex and understanding ecological knowledge SAD for strategy of conservation jelutong, among other
are to described jelutong population status in TNBD. The research was conducted by using focus group discussion and indepth interview 40
respondent to examine management and use of jelutong. In addition, vegetation analysis was also conducted to determine the status of jelutong
population by 8 sampling plots with census technique in 2,88 ha area. It was determined that SAD use latex of jelutong especially for comodity.
Traditional technique applied to all methods tapping, production, and marketing latex. Time latex tapping done in early morning on 5 to 6 am
because sunrise decreased latex production. Latex mixed with samak (Syzygium pyrifolium) or vinegar 61, allowed to stand until thickened and
forming lumps fit the mold. The local management of this species is based on simple maintenance and tapping latex of individuals in the swamp area,
dryland area and homegardens agroforest.The structure of jelutong population in TNBD was destructed which are distribution number of jelutong
per ha young stage less than mature stage.
ABSTRAK
Suku Anak Dalam (SAD) Taman Nasional Bukit Duabelas memanfaatkan jelutung (Dyera spp.) dalam kehidupan sehari-hari. Namun saat
ini populasi jelutung mengalami penurunan. Perubahan lahan hutan mengurangi preferensi habitat jelutung. Diperlukan strategi dan teknik dalam
konservasi jelutung tanpa menimbulkan konflik dengan kepentingan masyarakat lokal. Pengelolaan tradisonal jelutung SAD di Taman Nasional Bukit
Duabelas (TNBD) perlu diketahui mengenai teknik memanen jelutung dan pengetahuan ekologi SAD dalam konservasi jelutung untuk
mendeskripsikan populasi jelutung di TNBD. Metode pengumpulan data berupa grup diskusi terarah atau FGD (focuss group discussion) dan
wawancara mendalam (indepth interview) terhadap 40 responden dan informan kunci untuk mengetahui pengelolaan dan penggunaan jelutung. Selain
itu, dilakukan analisis vegetasi untuk mengetahui status populasi jelutung dengan 8 plot sampling pada areal seluas 2,88 ha. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa penggunaan getah jelutung digunakan terutama sebagai komoditi. Teknik tradisional digunakan pada semua metode mulai dari
penyadapan, produksi dan pemasaran. Waktu penyadapan getah dilakukan pada pagi hari pukul 5-6 karena sinar matahari dapat menurunkan produksi
getah. Getah dicampur dengan samak (Syzygium pyrifolium) atau cuka 61, didiamkan sampai mengental dan membentuk sesuai dengan cetakan.
Pengelolaan tradisional spesies ini dilakukan berdasarkan perawatan sederhana dengan penydapan getah di areal rawa, daerah lahan kering dan
pekarangan rumah. Strktur populasi jelutung di TNBD mengalami kerusakan karena distribusi anakan jelutung lebih rendah dibandingkan dengan
tahap dewasa.
Kata kunci: bioprospeksi, Dyera spp., etnobotani, konservasi, Suku Anak Dalam (SAD)
168
Media Konservasi Vol. 21 No. 2 Agustus 2016: 168-173
SAD sudah lama memanfaatkan getah jelutung dari bersifat tidak mengelompok dengan jarak antar pohon
alam, dilakukan jauh sebelum era transmigrasi 1984. jelutung sangat lebar dapat mencapai 400m. Ukuran plot
Pengusahaan getah jelutung di Jambi sudah tercatat sejak 60m x 60m pada titik ditemukan jelutung (modifikasi
1903, namun produksi semakin menurun mulai 1918 Birnie et al. 2006, Soerianegara dan Indrawan 1998).
karena adanya penawaran karet (Hevea brasiliensis) dan Pengamatan jelutung tingkat semai, pancang, tiang,
akibat eksploitasi besar-besaran dari hutan alam (Heyne pohon dilakukan secara sensus. Definisi untuk masing-
1987). Penyadapan getah jelutung berhenti sejak tahun masing tingkat pertumbuhan pohon adalah sebagai
2005 (Tata et al. 2015). Tata et al. (2015) menyebutkan berikut: (1) semai adalah regenerasi awal pohon dengan
penyebabnya adalah aturan yang kurang mendukung. ukuran tinggi kurang dari 1,5 m, (2) pancang adalah
Agar populasi jelutung tetap terjaga dan mendorong regenerasi pohon dengan ukuran lebih tinggi dari 1,5 m
industri pengolahan getah jelutung berkembang dan dan diameter batang kurang dari 10 cm, (3) tiang adalah
dalam rangka menghidupkan pasar, diperlukan regenerasi pohon dengan diameter 10–20 cm, dan (4)
pengetahuan mengenai pemanfaatan dan pengelolaan pohon adalah tumbuhan berkayu dengan diameter batang
jelutung yang lestari. Pengetahuan tradisional SAD > 20 cm (Soerianegara dan Indrawan 1998). Penempatan
tentang pemanfaatan jelutung merupakan hasil plot dilakukan secara random pada hamparan yang
kristalisasi pengalaman turun temurun, sehingga perlu terdapat jelutung yang dimanfaatkan masyarakat yang
digali secara mendalam. terletak terdekat dengan pemukiman (Monteiro et al.
Penelitian pemanfaatan jelutung SAD di TNBD 2006). Penempatan plot di 4 komunitas berbeda yaitu 1
Jambi bertujuan untuk : 1) mengidentifikasi pengetahuan plot di hutan rawa (HR), 4 plot di hutan dataran rendah
pemanfaatan jelutung oleh SAD; 2) menggambarkan (HD), 1 plot di kebun campuran sawit (CS) dan 2 plot di
struktur populasi jelutung pada lokasi pemanfaatan SAD kebun campuran karet (CK). Total luasan plot penelitian
di TNBD. Manfaat penelitian terkait potensi 2,88 ha. Penghitungan kerapatan (H) jumlah individu per
pengembangan dan pengelolaan jelutung ke depan. hektar berdasar Soerianegara dan Indrawan 1998
METODE PENELITIAN
169
Pemanfaatan Jelutung (Dyera spp.)
(2000) melakukan penelitian mengenai getah jelutung antui atau meranti. Sekarang bambu diganti dengan
menyebutkan penyadapan dilakukan di pagi hari karena kantong plastik untuk memudahkan menampung. Getah
pemanenan getah sulit dilakukan di siang hari, getah diangkut menggunakan ambung dari rotan. Sekarang
sudah tidak mengalir lagi/berhenti. sering digunakan galon plastik sebagai tempat
Observasi lapang dilakukan bersama SAD menampung getah dari plastik untuk memudahkan
menyadap getah jelutung di pagi hari sekitar pukul 8.00. membawa. Kemudian dituang ke dalam lubang tanah
Getah mengalir deras setelah kulit pohon dilukai dan untuk mengentalkan. Dinding lubang tanah tersebut
berhenti setelah beberapa menit. Penyadapan getah yang dihaluskan dengan digiling menggunakan botol kaca agar
dilakukan di siang hari sekitar pukul 13.00 tidak tidak berpori sehingga getah tidak meresap. Sekarang
mendapatkan hasil yang baik. Getah sedikit dan langsung digunakan derigen/drum plastik sebagai tempat
berhenti setelah disadap. Menurut Sahwalita (2009) mengolah untuk mengentalkan. Pisau sadap, galon
penyadapan dilakukan pada pagi hari supaya getah tidak plastik wadah penampung getah dan lubang tanah tempat
cepat membeku. Dyera costulata memiliki mutu getah mengolah getah dapat dilihat pada Gambar 1.
terbaik dibanding jenis jelutung lainnya, karena memiliki Penyadapan getah dilakukan pada ketinggian 1,5 m
kandungan karet (perca) yang tinggi. Selain itu juga jenis dari tanah, kemudian disadap arah ke atas dan ke bawah
ini menghasilkan getah lebih banyak sekitar 2,5 seperti huruf V. Getah terbanyak adalah pada ketinggian
kg/pohon. Hasil wawancara dengan SAD menyatakan sadapan 4m dari tanah. Dalam satu batang besar
bahwa jelutung mandi atau jelutung rawa menghasilkan menghasilkan 5-10 kg. Apabila batang kecil 10-20
getah lebih banyak dibanding jelutung darat. batang menghasilkan 10 kg getah dalam sehari.
Menyadap menggunakan alat khusus yang dipesan Maksimal 20 pohon sadap menghasilkan getah 35 liter.
ditukang kempa besi dengan lebar 2 jari orang dewasa. Pohon jelutung lebar 1,5 m menghasilkan getah 5 kg.
Pisau jelutung lebih lebar dibandingkan pisau sadap karet Menyadap 30 batang menghasilkan getah jelutung 60 kg.
karena kulit jelutung lebih tebal dan keras. Alat Banyak cabang dan jumlah daun jelutung mempengaruhi
penampung getah dari bambu betung. Setelah penuh produksi getah. Jelutung yang rimbun daunnya lebih
bambu diambil dan ditutup menggunakan kulit kayu banyak getahnya.
a b c
Gambar 1 c. Alat sadap; b Galon plastik wadah penampung getah; c Lubang tanah pengolahan getah
Getah jelutung mentah yang diambil dari alam kemudian didiamkan. Perbedaannya, SAD menyebutkan
mengalami proses pengolahan sebelum dijual ke tidak menggunakan minyak tanah dan kapur sebagai
penampung/tokeh. Bagan berikut menggambarkan proses bahan pencampur getah. Mereka menggunakan getah
perlakuan getah pada rantai pasar dapat dilihat pada kulit kayu samo atau samak atau cuko jelutung (cuko
Gambar 2. Berbeda dengan Sahwalita (2009) yang 61). Hasil pembekuan memiliki perbedaan warna.
menyebutkan teknik pengolahan getah jelutung setelah Apabila menggunakan getah kulit samak hasilnya
terkumpul selanjutnya ditambahkan air sebanyak berwarna merah atau tidak putih, sedangkan
sepertiga dari getah yang dihasilkan supaya tidak menggunakan cuko lebih putih. Sehingga umumnya lebih
membeku. Setelah ditempatkan dipenampungan getah disukai memakai campuran cuko 61. Getah yang telah
diencerkan kembali dengan menambah air, minyak tanah beku disimpan di tempat kering karena jika direndam di
dan batu kapur. Selanjutnya diaduk selama 2 jam dan air harganya menjadi lebih murah.
170
Media Konservasi Vol. 21 No. 2 Agustus 2016: 168-173
2. Budidaya dan Pemeliharaan Jelutung secara jelutung dilakukan sekitar 10 hari di dalam hutan.
Tradisional Hasilnya getah dibekukan berupa bongkahan persegi
dengan menambahkan cuka 61 atau getah samak. Getah
Budidaya jelutung sudah dilakukan oleh beberapa
padat ditimbang oleh tokeh di desa (sekitar TNBD).
responden SAD dengan menanam secara agroforestry di
Tokeh menjual ke penampung besar di Jambi untuk
ladang dekat pondok. Anakan jelutung bersumber dari
kemudian di ekspor. Harga beli saat ini di tingkat
hasil cabutan alam dan dari penaburan biji. Jelutung di
pengumpul Rp.25.000,00/kg dan supplier US$10-12/kg
tanam di ladang campuran bersama karet dan di tanah
(Riau 2016). Harga ditentukan pedagang (tokeh) akibat
berawa ladang campuran dipinggiran kebun sawit.
dari sistem pinjaman uang sebagai modal untuk
Pemeliharaan pohon dilakukan SAD pada pohon
menyadap ke hutan. Rendahnya daya tawar tersebut
jelutung yang akan dipanen berupa pembersihan pohon
karena ketidaktahuan penyadap akan harga jual di pasar.
dari lumut dan liana. Pembersihan juga area di bawah
pohon. Penjelasan PIK Jambi 2016 bahwa selama masa
pertumbuhannya itu hanya sedikit memerlukan 4. Struktur Populasi Dyera spp. pada Lokasi
penyiangan dan pendangiran pada pangkal batangnya Pemanfaatan SAD
(PIK Jambi 2016) Pada lokasi lahan hutan TNBD berdasar
Pengelolaan pohon jelutung oleh SAD adalah tetap pemanfaatan SAD terdiri dari lokasi hutan alam yang
dibiarkan berdiri dan dijaga tidak ditebang dalam hutan berada di perbukitan dan tidak tergenang air yang
maupun ladang SAD. SAD berpendapat bahwa jelutung selanjutnya disebut plot hutan daratan dan lokasi lainnya
dapat berguna dimasa depan. Selain itu, kesadaran akan adalah hutan alam yang berada di lembah dan tergenang
memelihara alam tercermin dalam aturan adat pantang air atau rawa selanjutnya disebut plot hutan rawa.
rimau yaitu dilarang melukai, menebang atau mengambil Jelutung di TNBD tumbuh secara alami. Pada hutan
sesuatu dari pohon tanpa dimanfaatkan. Ada kepercayaan daratan ditemukan jelutung jenis Dyera costulata (Miq.)
adat bahwa jelutung merupakan tempat dewa harimau Hook.f. tingkat semai dengan kerapatan 1 individu per
turun ke bumi. Pohon jelutung yang menjadi sialang atau hektar (ind/ha) dan pohon 4 ind/ha, tingkat pancang dan
tempat madu apabila ditebang akan terkena sangsi adat tiang tidak ditemukan. Pada hutan rawa ditemukan
berupa denda 500 lembar kain sesuai aturan adat dan jelutung jenis Dyera polyphylla (Miq.) Steenis tingkat
kepercayaan SAD. pancang dengan kerapatan 6 ind/ha, tingkat tiang 3
ind/ha, tingkat pohon 6 ind./ha, sedangkan tingkat semai
3 Rantai Pasar Lokal Jelutung tidak ditemukan. Pada lokasi ladang milik SAD yang
Jambi merupakan salah satu sentra produksi getah berada di dekat pondok jelutung hasil penanaman dari
jelutung Sumatera selain Palembang dan Riau. Jelutung anakan. SAD menanam jelutung dengan sistem
yang di ekspor dari Indonesia dijual dengan nama “Dead agroforestry berupa kebun campuran karet dan kebun
Borneo” atau “Pontianak (Burkill 1935). Data BPS Jambi campuran sawit. Pada kebun campuran karet ditemukan
menunjukkan bahwa produksi getah jelutung pada tahun Dyera costulata hanya tingkat pohon dengan kerapatan 4
1985 hingga tahun 2007 berfluktuatif sampai kemudian ind/ha. Pada kebun campuran sawit ditemukan Dyera
berhenti (Tata et al. 2015). polyphylla hanya tingkat pohon dengan kerapatan 3
Mekanisme penjualan getah SAD adalah getah ind./ha. Grafik kerapatan jelutung pada lokasi penelitian
dipesan oleh tokeh dan diberikan modal awal sebagai dapat dilihat pada Gambar 3.
bekal pengumpul (SAD). Kegiatan mengumpulkan getah
.
171
Pemanfaatan Jelutung (Dyera spp.)
Keterangan : HR = hutan rawa; HD = hutan dataran rendah (bagian daratan); CS = kebun campuran
sawit; CK = kebun campuran karet
172
Media Konservasi Vol. 21 No. 2 Agustus 2016: 168-173
[PIK] Pusat Informasi Kehutanan Provinsi Jambi. 2016. Cagar Biosfer Bukit Duabelas, Jambi. J
Jelutung [Internet]. [diunduh 2016 Januari]. Biodiversitas. 4(1): 47-54.
Tersedia pada http://infokehutanan.jambiprov.go.id.
Soerianegara I, Indrawan A. 1998. Ekologi Hutan
Riau HF. 2016. Jelutong for natural gum [Internet]. Indonesia. Bogor (ID): Departemen Kehutanan-
[diunduh 2016 Maret 21]. Tersedia pada IPB.
www.alibaba.com.
Tata HL, Noordwijk VM, Jasnari, Widayati A. 2015.
Sahwalita. 2009. Jelutung Darat (Dyera costulata (Mig.) Domestication of Dyera polyphylla (Miq.) Steenis
Hook): Pohon Potensial untuk Mendukung Hutan in peatland agroforestry systems in Jambi,
Tanaman Rakyat. Prosiding Seminar hasil Indonesia. Agroforest. 90 (4): 617-630. doi:
penelitian Peran IPTEK dalam mendukung 10.1007/s10457-015-9837-3
Pembangunan Hutan Tanaman Rakyat; 2009
[TNBD] Taman Nasional Bukit Duabelas. 2013. Buku
Desember 2; Palembang, Indonesia. Palembang
Informasi Taman Nasional Bukit Duabelas. Jambi
(ID): Puslitbang Peningkatan Produktivitas Hutan.
(ID) : Balai TNBD.
hlm 77-83.
Waluyo TK, Badrunasar A. 2000. Getah Hasil Sadapan
Setyowati FM. 2003. Hubungan keterikatan masyarakat
Pohon Jelutung dari Berbagai Diameter Pohon.
kubu dengan sumberdaya tumbuh-tumbuhan di
Buletin Penelitian Kehutanan. 15(2) : 37-44.
173