Professional Documents
Culture Documents
Nilam Sari
Balai Besar Penelitian Dipterokarpa, Samarinda
Jl. A.W. Syahranie No.68, Sempaja, Samarinda; Tlp. (0541) 206364, Fax (0541) 742298.
e-mail : nilamsachair@gmail.com
Diterima 28 Januari 2014, direvisi 08 Agustus 2014, disetujui 06 November 2014
ABSTRACT
This research was conducted to investigate the growing conditions of Keruing (Dipterocarpus spp) in the area of
Ecotourism Gunung Leuser National Park. Tree inventory of the genus Dipterocarpus in plot observations (100 m x
100 m) was carried out consisiting of smaller plots of 20 m x 20 m. The results showed that three species belonging to
genus Dipterocarpus were identified, namely Dipterocarpus constulatus (n=6 trees or (4,58%), D. elongatus Korth (n=
4 trees or 3.05%) and D. haseltii (n= 5 trees or 3.82%). The important value index (IVI) of the tree species are as
follows: D. constulatus (IVI 17,82%), D. elongatus Korth ( IVI 10.86%) and D. haseltii (IVI 9,32%). Based on slope
category, the following tree species were found on: D. constulatus at slopes of 16-25%, 26-40% and > 40%, D.
elongatus Korth at slopes of 26-40% and D. haseltii at slopes of 26-40% showing species adaptability to grow in
relativelty extreme slopes. The soil pH on site observations ranged between 3.8-4.8 (very acidic). With that ecological
conditions, the tree species were found to be not predominantly occurred in comparison to other tree species.
Keywords: Keruing, D. constulatus, D. elongatus Korth, D. haseltii, IVI, slopes, soil pH
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kondisi tempat tumbuh pohon Keruing (Dipterocarpus spp) di Kawasan
Ekowisata Taman Nasional Gunung Leuser. Inventarisasi pohon dari marga Dipterocarpus dilakukan pada plot
pengamatan berukuran 100 m x 100 m, selanjutnya dibuat petak ukur (PU) berbentuk bujur sangkar dengan ukuran 20
m x 20 m. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pohon dari Marga Dipterocarpus ditemukan 3 jenis, yaitu D.
constulatus sebanyak 6 pohon (4,58%), D. elongatus Korth sebanyak 4 pohon (3,05%) dan D. haseltii sebanyak 5
pohon (3,82%). Indeks Nilai Penting terlihat untuk pohon jenis D. constulatus mempunyai INP 17,82%, D. elongatus
Korth mempunyai INP 10,86% dan D. haseltii mempunyai INP terendah, yaitu 9,32%. Berdasarkan kelerengan jenis
pohon D. constulatus tumbuh pada kelas kelerengan 16-25%, 26-40% dan >40%, jenis pohon D. elongatus Korth
tumbuh pada kelas kelerengan 26-40% dan jenis pohon D. haseltii tumbuh pada kelas kelerengan 26-40%, hal ini
memberikan gambaran bahwa ketiga jenis tersebut mampu tumbuh pada kelas kelerengan yang ekstrim. pH tanah pada
lokasi pengamatan berkisar 3,8 – 4,8 (sangat asam). Pada kondisi demikian jenis pohon D. constulatus, D. elongatus
Korth dan D. haseltii tumbuh sangat sedikit, bahkan tidak dominan dari jenis-jenis lainnya.
Kata kunci: Keruing, D. constulatus, D. elongatus Korth, D. haseltii, INP, kelerengan, pH tanah
65
JURNAL Penelitian Dipterokarpa Vol.8 No.2 Desember 2014: 65-72
Tangkahan memiliki enam spesies primata, kayu perdagangan yang sama, yakni keruing.
seperti Orang utan Sumatera, Siamang, Owa, Setelah diawetkan, keruing cocok untuk
Kedih, Monyet ekor panjang dan Beruk. penggunaan konstruksi berat di luar ruangan,
Adapun fauna yang lain dapat di lihat di seperti tiang listrik atau telepon, pilar, pagar,
kawasan ini adalah Tupai kecil, Burung bantalan rel kereta api, pembuatan kapal, dan
Rangkong, Srigunting batu dan Elang dermaga.
(Simanjuntak, 2009). Keanekaragaman jenis Pada umumnya kayu dari jenis
flora dan fauna merupakan sumber plasma Dipterocarpus mudah dan cepat menyerap zat
nutfah yang sangat penting peranannya bagi pengawet seperti kreosot atau campuran
pendidikan, penelitian dan ilmu pengetahuan pengawet dasar tembaga kromium-arsen.
dan pada akhirnya dapat memberikan manfaat Keruing yang diawetkan tahan hingga 20 tahun
yg besar bagi kesejahteraan manusia dalam penggunaannya. Di samping
(Heriyanto, et al, 2005). penggunaannya sebagai panel kayu, keruing
Dipterocarpus adalah marga pepohonan juga secara luas dimanfaatkan untuk membuat
penghasil kayu pertukangan yang berasal dari venir dan kayu lapis. Kayu ini juga cukup baik
keluarga Dipterokarpa. Marga ini memiliki untuk membuat papan partikel, harbor, serta
sekitar 70 spesies yang menyebar terutama di sebagai bahan bubur kayu untuk pembuatan
Asia Tenggara mulai dari India, Srilanka di kertas. Secara lokal, kayu keruing juga
barat, Burma, Indocina, Cina bagian selatan, digunakan untuk membuat arang (Kartawinata,
Thailand, hingga ke kawasan Malesia bagian 1983).
barat. Di wilayah Malesia, keruing tersebar di Saat ini jenis-jenis unggulan penghasil
hutan-hutan Semenanjung Malaya, Sumatra, kayu pertukangan mengalami keterpurukan di
Kalimantan, Filipina, Jawa, Bali, Lombok dan
dalam hutan alam, dikarenakan maraknya
Sumbawa (Kartawinata, K. 1983)
pembalakan berlebihan yang kurang
Dipterocarpus umumnya berupa pohon memperhatikan kelestarian produksi hutan,
sedang sampai besar, dengan ketinggian tajuk
illegal logging, perambahan hutan oleh
mencapai 65 m dan batang lurus. Batang dan
ranting mengeluarkan resin apabila dilukai, masyarakat yang berada atau tinggal disekitar
kadang-kadang amat berlimpah. Ranting- kawasan hutan, penebangan liar oleh orang-
ranting berambut, kasar atau halus, dengan orang yang tidak bertanggung jawab dan
bekas melekatnya daun penumpu yang tampak kebakaran hutan setiap tahunnya membuat kian
jelas (Soerianegara, et al, 2002). Jenis menyusut dan terpuruknya jenis-jenis unggulan
Dipterocarpus tumbuh dalam hutan perawan penghasil kayu pertukangan tersebut di dalam
(primer) pada berbagai habitat dari permukaan hutan alam (Sari, 2009). Untuk itu diperlukan
laut hingga ketinggian 1.500 m dpl. Sebagian jenis-jenis alternatif penghasil kayu
besar jenisnya tumbuh tersebar, akan tetapi pertukangan jenis Dipterokarpa yang
beberapa spesiesnya kerap ditemukan mempunyai prospek baik dan bernilai ekonomis
berkelompok atau hidup pada habitat yang khas
sebagai pengganti jenis-jenis unggulan yang
(Kartawinata, K. 1983).
pada saat ini mengalami penyusutan didalam
Marga ini juga memegang peranan penting
hutan. Dipterocarpus merupakan jenis alternatif
untuk produksi kayu, walaupun tidak sepenting
Shorea. Dipterocarpus menghasilkan kayu yang diharapkan mampu memenuhi permintaan
bangunan umum, baik untuk konstruksi akan bahan baku kayu yang pada saat ini
menengah maupun berat. Hampir semua jenis semakin meningkat. Penelitian ini bertujuan
kayu keruing mempunyai struktur, warna, untuk mengetahui kondisi tempat tumbuh
kekuatan dan keawetan yang serupa. Oleh sebab pohon Dipterocarpus spp di Kawasan
itu, semuanya digolongkan ke dalam kelompok Ekowisata Taman Nasional Gunung Leuser.
66
Kondisi Tempat Tumbuh Pohon Keruing …
(Nilam Sari)
67
JURNAL Penelitian Dipterokarpa Vol.8 No.2 Desember 2014: 65-72
68
Kondisi Tempat Tumbuh Pohon Keruing …
(Nilam Sari)
88,55
90
80
70
60
50
40
30
20
4,58 3,05 3,82
10
0
jenis lain Dipterocarpus Dipterocarpus Dipetrocarpus
constulatus elongatus Korth haseltii
Tabel 1. Indeks Nilai Penting beberapa jenis pohon yang ditemukan di lokasi penelitian.
Table 1. Importans Value Index (IVI) types of trees found at research location.
Nomor Jenis INP / (IVI)
(Number) (Species) (%)
1 Agathis dammara 24.34
2 Cratoxylon arborescens 22.12
3 Koompassia malaccensis 22.07
4 Shorea platyclados 19.69
5 Sizigyum polyanthum 19.05
6 Shorea javanica Koord 18.12
7 D. constulatus 17.82
8 Shorea macroptera Dyer 15.07
9 Diospyros sp 13.95
10 Aglaia tomentosa 12.96
11 Myristica iners Blume 11.78
12 Melanorrhoea wallicchii 11.09
13 Pterospermum javanicum Jungh 11.01
14 D. elongatus Korth 10.86
15 D. haseltii 9.32
Sumber: diolah dari data primer
Untuk jenis dari marga Dipterocarpus, ketujuh, D. elongatus Korth mempunyai INP
yaitu D. constulatus mempunyai INP tertinggi tertinggi keempat belas dan D. haseltii
69
JURNAL Penelitian Dipterokarpa Vol.8 No.2 Desember 2014: 65-72
mempunyai INP terendah, yaitu 9,32%. Hal ini sebanyak 3 pohon dan 1 pohon pada kelas
menggambarkan bahwa pohon jenis D. kelerengan >40%. Sedangkan jenis pohon D.
constulatus, D. elongatus Korth dan D. haseltii haseltii hanya terdapat pada kelas kelerengan
tidak terlalu dominan baik dari jumlah pohon, 26-40% sebanyak 5 pohon.
kerapatan maupun basal area dibandingkan Hal ini memberikan gambaran bahwa
jenis yang lain. ketiga jenis tersebut mampu tumbuh pada kelas
kelerengan yang ekstrim, selain memang karena
D. Penyebaran Berdasarkan Kelerengan
kondisi kelerengan di lokasi penelitian yang di
Penyebaran D. constulatus, D. elongatus
dominasi oleh kelas kelerengan 26-40% dan
Korth dan D. haseltii berdasarkan kelerengan
>40% (Gambar 2). Menurut Susetyo (2009)
disajikan pada Tabel 2. Jenis pohon D.
pertumbuhan tanaman akan terpengaruh oleh
constulatus tumbuh pada kelas kelerengan 16-
kondisi lingkungannya dan kelerengan
25%, 26-40% dan >40% dengan jumlah pohon
merupakan salah satu faktor tidak langsung
terbagi rata pada masing-masing kelas, yaitu
yang dapat mempengaruhi pertumbuhan
sebanyak 2 pohon. Untuk jenis pohon D.
tanaman, karena tanaman memiliki peranan
elongatus Korth ditemukan lebih banyak
dalam pengamanan lereng.
tumbuh pada kelas kelerengan 26-40%, yaitu
Tabel 1. Sebaran D. constulatus, D. elongatus Korth dan D. haseltii Berdasarkan Kelas Kelerengan.
Table 1. D. constulatus distribution, D. elongatus Korth and D. haseltii based on Slope Class.
No Jenis Kelas Kelerengan (%) Jumlah Pohon
1 Dipterocarpus constulatus 16-25 2
26-40 2
>40 2
2 Dipterocarpus elongatus Korth 26-40 3
>40 1
3 Dipterocarpus haseltii 26-40 5
Sumber: diolah dari data primer
70
Kondisi Tempat Tumbuh Pohon Keruing …
(Nilam Sari)
71
JURNAL Penelitian Dipterokarpa Vol.8 No.2 Desember 2014: 65-72
sebanyak 3 pohon dan 1 pohon pada kelas Ohta, S and Syarif, E. 1996. Soils Under Lowland
kelerengan >40%. Sedangkan jenis pohon Dipterocarp Forest – Characteristics and
Classification. Ed:Schulte A and Schöne, D.
Dipterocarpus haseltii hanya terdapat pada Dipterocarp Forest Ecosystems: Towards
kelas kelerengan 26-40% sebanyak 5 pohon, hal Sustainable Management. World Science.
ini memberikan gambaran bahwa ketiga jenis Singapore.
tersebut mampu tumbuh pada kelas kelerengan Pradiastoro, A. 2004. Kajian tempat tumbuh alami
yang ekstrim, selain memang karena kondisi Palahlar Gunung (Dipterocarpus retusus BI) Di
kelerengan di lokasi penelitian yang di Kawasan Hutan Lindung Gunung Cakra Buana
dominasi oleh kelas kelerengan 26-40% dan Kabupaten Sumedang Jawa Barat. Departemen
Manajemen Hutan. Fakultas Kehutanan. Institut
>40%. Pertanian Bogor. 2004. (Online), diakses dari
pH tanah pada lokasi ini tergolong sangat (http://repository.ipb.ac.id/handle/123456789/206
masam berkisar 3,8 – 4,8. Pada kondisi 41).
demikian jenis pohon Dipterocarpus Saridan, A. 2012. Keragaman Jenis Dipterokarpa dan
constulatus, Dipterocarpus elongatus Korth dan Potensi Pohon Penghasil Minyak keruing di Hutan
Dataran Rendah Kabupaten Berau, Kalimantan
Dipterocarpus haseltii tumbuh sangat sedikit,
Timur. Jurnal Penelitian Dipterokarpa Vol. 6
bahkan tidak dominan dari jenis-jenis lain yang Nomor 2 Desember 2012. Kementerian
ada di dalam plot pengamatan. Kehutanan. Badan Penelitian dan Pengembangan
B. Saran Kehutanan. Balai Besar Penelitian Dipterokarpa.
Samarinda.
Untuk kegiatan budidaya jenis
Sari, N. 2009. Upaya Mempertahankan Jenis-Jenis
Dipterocarpus constulatus, Dipterocarpus Dipterokarpa Dalam Menunjang Pembangunan
elongatus Korth dan Dipterocarpus haseltii, Hutan Tanaman Di Kalimantan. Prosiding PAPSI.
disarankan dilakukan pada lingkungan yang Balai Besar Penelitian Dipterokarpa. Samarinda.
sesuai dengan tempat tumbuhnya, yaitu pada Simanjuntak, 2009. Analisis Nilai Ekonomi dan Sosial
ketinggian 130-200 m dpl dengan kelerengan Ekowisata Tangkahan (Studi Kasus di Desa Namo
tempat sebesar 26-40% - >40% pada jenis tanah Sialang dan Desa Sei. Serdang Kecamatan Batang
Ultisols dengan kelas tekstur tanah lempung Serangan Kabupaten Langkat Sumatera Utara).
Departemen Kehutanan. Fakultas Pertanian.
berliat sampai liat dengan pH tanah kategori Universitas Sumatera Utara. Medan.
sangat masam.
Soerianegara, I. dan RHMJ. Lemmens (eds). 2002.
Sumber Daya Nabati Asia Tenggara 5(1): Pohon
DAFTAR PUSTAKA Penghasil Kayu Perdagangan yang Utama.
Heriyanto, N. M dan Garsetiasih, R. 2005. Kajian PROSEA - Balai Pustaka Jakarta. Hal.171-195.
Ekologi Pohon Burahol (Stelechocarpus burahol) Susetyo, Rr. A. K. H. 2009. Keadaan Tegakan dan
di Taman Nasional Meru Betiri, Jawa Timur. Pertumbuhan Shorea spp pada Areal Bekas
Buletin Plasma Nutfah. Vol. 11 No. 2. Bogor. Tebangan Dengan Teknik Silvikultur Tebang Pilih
Kartawinata, K. 1983. Jenis-Jenis Keruing. Seri LBN – Tanam Indonesia Intensif (Diareal IUPHHK PT.
28 (SDE – 109). Lembaga Biologi Nasional – Erna Djuliawati, Kalimantan Tengah).
LIPI. Bogor. 91 hal. Departemen Silvikutur. Fakultas Kehutanan.
Institut Pertanian
Kurniawan, J dan Burhanuddin. 2004. Pengembangan
Ekowisata di Kawasan Ekosistem Leuser : Salah Sutedjo & Kartasapoetra, 2005. Pengantar Ilmu Tanah.
Satu Pendekatan dalam Upaya Pelestarian PT. Asdi Mahasatya, Jakarta.
Kawasan Ekosistem Leuser. Unit Manajemen Winarso, S, 2005. Kesuburan Tanah: Dasar Kesehatan
Leuser. Medan dan Kualitas Tanah. Gava Media, Yogyakarta.
72