You are on page 1of 13

Studi Tentang Sifat Batang Nibung (Oncosperma tigillarium)

Di Desa Tameran, Kabupaten Bengkalis

Study Of The Nature Of Batang Nibung (Oncosperma tigillarium )


In The Village Of Tameran, Bengkalis Regency

Nur Hasanah1, Rudianda Sulaeman2, Evi Sribudiani2.


Forestry Departement, Agriculture Faculty, Riau University
Address Binawidya, Pekanbaru, Riau
Email: nurrhaasanahh@gmail.com

ABSTRACT

There are still many nibung stems on Bengkalis area especially in Temeran village. According to
Nurlia, et al., (2013) in general use stem nibung done from generation to generation. The purpose of
this study is Knowing anatomical properties nibung stem which covers the vascular bundles,
parenchyma and nibung stem fibers. Knowing the physical properties of the nibung stem according to
the height and depth of the stem including the water content, density, specific gravity and three-way
shrinkage. Knowing the mechanical properties of the nibung stem which includes MOE (Modulus of
Elasticity) and MOR (Modulus of Rupture). Properties The anatomy of the nibung stem shows that it
is dominated by vascular bundles at the base then dominated by the parenchyma at the end. The color
of the black nibung stem is striped on the skin and the color of the cream on the center of the skin and
the basting. The physical properties of the nibung stem show that the skin edge of the nibung stem can
be used as a lightweight construction because it has an average density value of 0.53 g. Cm-3, which is
included in the strong class III. As for the center and pith section it is not recommended to be used as
a construction, because the average density is 0.28 g.cm-3 in the middle and an average of 0.17 g.cm-3
in the pith section is included in the strong class V. The mechanical properties of the nibung stem
were seen from the highest MOE and MOR values found on the edges of the skin, with an average
MOE value of 584.78 kg.cm-2. Likewise for the MOR value the biggest nibung stem is found on the
edge of the skin with a value of 432,527 kg.cm-2, and on the edges of the skin including the strong
class II and the middle and the bile included in the strong class V.

Keywords: Anatomical Properties, Physical Properties, Mechanical Properties, Batang Nibung,


Strong Class

PENDAHULUAN aliran air, pemanfaatan air, wisata alam,


perlindungan keanekaragaman hayati,
Paradigma baru sektor kehutanan penyelamatan dan perlindungan), yang
memandang sumber daya hutan mempunyai memberikan sumbangan terbesar yakni 80%,
potensi multifungsi yang dapat memberikan namun hingga saat ini potensi HHBK tersebut
manfaat ekonomi, lingkungan dan sosial bagi belum dapat dimanfaatkan secara optimal
kesejahteraan umat manusia. Sumber daya hutan (Anonim, 2009).
juga bersifat multiguna dan multi kepentingan Pemanfaatan sumberdaya hutan dengan
serta pemanfaatannya diarahkan untuk tujuan utama ekstraksi kayu masih mendominasi.
mewujudkan sebesar-besarnya bagi kemakmuran Namun demikian, hasil hutan bukan kayu
rakyat. Manfaat tersebut tidak hanya berasal dari (HHBK) juga tidak dapat diabaikan begitu saja
Hasil Hutan Kayu yang memberikan sumbangan karena hasil hutan bukan kayu menjadi salah satu
20%, melainkan juga manfaat hasil hutan bukan peluang yang tepat untuk dikembangkan dan
kayu (HHBK) dan jasa lingkungan (pemanfaatan tentu saja dapat mengurangi tingkat
1
1
Mahasiswa Jurusan Kehutanan, Fakultas Pertanian, Universitas Riau
2
Dosen Jurusan Kehutanan, Fakultas Pertanian, Universitas Riau
Jurnal Ilmu-ilmu Kehutanan Vol 3 No 1 Februari 2019
ketergantungan masyarakat terhadap hasil hutan Nibung (Oncosperma tigillarium) Di Desa
kayu (Sihombing, 2011). Ketergantungan Temeran Kabupaten Bengkalis”. Tujuan
masyarakat terhadap sumberdaya hutan ini tidak penelitian ini adalah untuk
terlepas dari pengetahuan tradisional yang Mengetahui sifat anatomi, sifat fisis dan sifat
diperoleh secara turun-temurun sehingga hutan mekanis batang nibung menurut ketinggian dan
dan sumberdaya yang ada di dalamnya masih kedalaman batang.
terus dapat dimanfaatkan.
Salah satu hasil hutan bukan kayu
(HHBK) adalah nibung (Oncosperma tigillarium) BAHAN DAN METODE
yang bermanfaat untuk industri kreatif berbasis Penelitian ini telah dilaksanakan di
pemberdayaan masyarakat yang dipakai untuk laboratorium Kehutanan Fakultas Pertanian
penyangga rumah-rumah di tepi sungai dan Universitas Riau dan laboratorium Fakultas
sebagai pondasi rumah. Batang nibung telah lama Kehutanan Institut Pertanian Bogor. Penelitian
dimanfaatkan oleh masyarakat terutama oleh telah dilaksanakan pada bulan Oktober sampai
nelayan. Desember 2017. Alat yang digunakan pada
Nibung (Oncosperma tigillarium) penelitian ini adalah lup, pisau, preparat,
merupakan HHBK termasuk palem yang mikroskop, cawan petri, kipas angin, califer,
dimanfaatkan batangnya (Permenhut No. P. 35 timbangan digital, Universal testing machine,
tahun 2007). Nibung merupakan sejenis palm moisture meter, moisture meter. Bahan yang
yang umumnya tumbuh secara alami dan digunakan dalam penelitian ini adalah batang
berumpun seperti bambu. Secara alami, nibung nibung.
tersebar di Srilangka, Philipina, Thailand, Metode Penelitian dilaksanakan dengan
Indonesia, dan Vietnam. Nibung di indonesia eksperimen, secara faktorial dengan
tersebar pada lahan-lahan rawa di pantai timur menggunakan rancangan acak lengkap tersarang.
sumatera, mulai dari lahan rawa di sekitar hilir Faktor I adalah ketinggian dengan tiga taraf
Sungai Sembilang, Propinsi Sumatera Selatan, (ujung, tengah, dan pangkal), faktor II adalah
Muara Sabak, Propinsi Jambi, hingga pada lahan- bagian dalam batang terdiri dari tiga taraf (kulit,
lahan rawa di hilir Sungai lndragiri dan pesisir tengah, dan empelur).
pantai Bengkalis Provinsi Riau. Pengambilan bahan penelitian dilakukan di
Batang nibung masih banyak terdapat di Desa Temeran, sebanyak tiga batang nibung
daerah Bengkalis khususnya di desa Temeran. dengan ukuran diameter yang sama. Adapun
Hal tersebut dapat diketahui menurut masyarakat batang nibung yang diambil adalah batang
setempat bahwasannya terdapat beberapa rumpun nibung dengan umur 15 tahun, tinggi 13,3 m dan
nibung yang hidup secara liar maupun di tanam. diameter minimal 13 cm pada ujung batang.
Masyarakat di desa Temeran pada umumnya Diambil contoh uji dari tiga bagian batang pohon
memanfaatkan batang nibung untuk membuat dari variasi ketinggian, yaitu bagian pangkal,
pondasi rumah dan untuk kegiatan para nelayan. tengah, dan bagian ujung (Gambar 1).
Menurut Nurlia, et al., (2013) secara umum Pengambilan contoh uji juga berdasarkan variasi
kegunaan batang nibung dilakukan secara turun- kedalaman yaitu pada bagian dekat hati
temurun. Batang nibung dimanfaatkan sebagai (empulur), tengah dan dekat kulit (Gambar 2).
tiang pada rumah panggung, galar (lantai), dan
jerambah (jembatan), bahkan ada yang
memanfaatkan batang nibung sebagai pipa untuk
saluran air. Selain batang, rebusan akar nibung
dapat digunakan sebagai obat penurun panas
(Heyne, 2008).
Batang nibung sudah banyak digunakan
dan dimanfaatkan akan tetapi kurangnya
informasi tentang sifat dasar batang nibung
meliputi sifat anatomi, sifat fisis dan sifat
mekanis. Maka dari itu perlu di lakukan
penelitian mengenai “Kajian Sifat Dasar Batang

2
1
Mahasiswa Jurusan Kehutanan, Fakultas Pertanian, Universitas Riau
2
Dosen Jurusan Kehutanan, Fakultas Pertanian, Universitas Riau
Jurnal Ilmu-ilmu Kehutanan Vol 3 No 1 Februari 2019
nibung yang liar atau membeli batang nibung
yang dibudidayakan dengan harga perbatang Rp.
200.000,-. Masyarakat Desa Temeran
memanfaatkan batang nibung yang tumbuh
secara liar dilahan milik pribadi atau semak
belukar sedangkan yang dibudidayakan untuk
dijual ke masyarakat luar Desa Temeran.

2. Sifat Anatomi Batang Nibung


Batang nibung termasuk ke dalam
tanaman palma yang memiliki ciri-ciri umum
batang yang khas meliputi warna, kekerasan,
Gambar 1. Pengambilan batang berdasarkan ketinggian corak serta bau dari pengamatan yang telah
batang dilakukan secara umum terhadap sampel. Batang
palma tidak mempunyai pori-pori yang umumnya
dimiliki oleh batang pada tanaman dikotil.
Batang nibung memiliki warna cream dengan
memiliki corak bintik-bintik hitam jelas yang
rapat dari kulit hingga bintik hitam yang jarang
menuju empelur.
Gambar 2. Pengambilan contoh uji berdasarkan variasi Bintik-bintik yang membentuk corak
kedalaman tersebut diakibatkan persebaran sel-sel pembuluh
Keterangan: yang rapat dibagian kulit dan semakin jarang
H : Dekat hati (empulur) menuju tengah (empelur) batang nibung.
T : Tengah Pengamatan pada ikatan pembuluh dan parenkim
K : Dekat kulit
pada batang nibung dilakukan secara
Analisa Data yang dihasilkan diolah makroskopis dan mikroskopis. Pengamatan
dengan metode statistik deskriptif menggunakan secara makroskopis dilakukan dengan
software Microsoft Excel 2007. Selanjutnya menggunakan lup perbesaran 10 x yang diamati
untuk menganalisis pengaruh perlakuan terhadap secara keseluruhan atau umum. Ikatan pembuluh
sifat fisis dan sifat mekanis dilakukan analisis batang nibung pada bagian pangkal tepi kulit,
keragaman. Apabila perlakuan memberikan tengah dan empulur dapat dilihat pada Gambar 3.
pengaruh nyata maka akan dilanjutkan uji beda
rata rata Duncan’s New Multiple Range Test
(DNMRT) pada taraf 5 %.

HASIL DAN PEMBAHASAN

1. Deskripsi Lokasi Penelitian


Desa Temeran terletak di Kecamatan
Bengkalis Kabupaten Bengkalis Provinsi Riau. Pada Gambar 3a dapat dilihat bahwa
Topografi Desa Temeran termasuk dalam dataran batang nibung pada bagian tepi kulit mempunyai
rendah. Desa Temeran banyak terdapat batang ikatan pembuluh yang berwarna hitam, yaitu
nibung yang dimanfaatkan oleh masyarakat berwarna hitam pekat dengan diameter yang
sebagai tiang pada rumah panggung, galar besar. Hasil ini sama dengan warna pada kayu
(lantai), jerambah (jembatan) dan para nelayan kelapa, dan satu kelompok dengan palma. Kayu
digunakan untuk bagan, kilung, dan sarip. Batang kelapa pada bagian pangkal tepi memiliki warna
nibung tumbuh secara liar dan dibudidayakan ikatan pembuluh yang gelap (Wardhani, 2005).
oleh masyarakat setempat. Cara untuk Semakin ke kulit akan bertambah besar hal
mendapatkan batang nibung di Desa Temeran tersebutlah yang membuat bagian kulit semakin
dapat dilakukan dengan cara mencari batang berat dan keras sedangkan bagian tengah dan
empulur ringan dan lunak.
3
1
Mahasiswa Jurusan Kehutanan, Fakultas Pertanian, Universitas Riau
2
Dosen Jurusan Kehutanan, Fakultas Pertanian, Universitas Riau
Jurnal Ilmu-ilmu Kehutanan Vol 3 No 1 Februari 2019
Pada Gambar 3b, ikatan pembuluh terdapat ikatan pembuluh (Wardhani, 2005).
tampak seperti bintik panjang namun tidak Pada penampang melintang batang kelapa sawit
begitu lebar dan berwarna gelap. Hal ini sedikit juga tampak sejumlah sejumlah ikatan pembuluh
berbeda dari ikatan pembuluh pada kayu kelapa, yang tersebar merata di antara jaringan parenkim
ikatan pembuluh pada kayu kelapa berupa pita (Rahayu, 2001). Pengamatan secara mikroskopis
panjang dan lebar (Wardhani, 2005). Pada bagian dilakukan dengan menggunakan mikroskop
tepi kulit jumlah ikatan pembuluh yang banyak elektron dengan perbesaran 50 x (Lampiran 9)
dan berdiameter besar serta berwarna gelap, yaitu ikatan pembuluh dan parenkim pada variasi
umumnya ikatan pembuluh ini berfungsi sebagi ketinggian dan variasi kedalaman batang. Ikatan
penguat pada batang palma. Bila dibandingkan pembuluh tampak seperti pita pendek yang
dengan bagian tepi kulit batang nibung, maka sangat rapat dibagian kulit dan seperti pita
bagian empulur batang nibung (Gambar 3c), panjang pada bagian tengah kulit dan empulur
mengandung ikatan pembuluh yang lebih kecil, yang warnanya dari empulur hingga ke kulit
sedikit dan berwarna hitam pudar. Ikatan gelap. Warna gelap dari ikatan pembuluh karena
pembuluh pada bagian ini lebih banyak berfungsi telah terjadi proses penebalan sekunder dinding
sebagai alat transportasi karena proses sel serat atau sklereida yang menyusun serat
pertumbuhan masih berlangsung dan sel serat sklerenkim (Wardhani, 2005). Sehingga dapat
umumnya belum mengalami penebalan sekunder. dilihat warna disetiap bagian kedalaman sampel
Berdasarkan variasi kedalaman batang dalam keadaan kering udara pada Gambar 4 pada
nibung pada parenkim (Gambar 3) pada bagian penampang melintang.
tepi kulit (Gambar 3a) berjumlah sedikit
kemudian semakin banyak menuju ke bagian
tengah (Gambar 3b) dan akan lebih banyak lagi
pada bagian empulur (Gambar 3c). Pada empelur
parenkim seperti gabus, Hal ini disebabkan
karena pada bagian empulur batang nibung
mengandung rata-rata kadar air basah yang
sangat tinggi Sehingga pada kondisi kering udara Berdasarkan variasi kedalaman batang
parenkim yang terisi air akan menguap nibung pada Lampiran 9, parenkim pada bagian
menyebabkan parenkim kosong sehingga tepi kulit berjumlah sedikit kemudian semakin
berbentuk seperti karang. Menurut Rojo et al. banyak menuju ke bagian tengah dan akan lebih
(1988) dalam Wardhani (2005) jaringan banyak lagi pada bagian empulur. Hal tersebut
parenkim merupakan salah satu jaringan yang sesuai dengan persebarannya yang berdasarkan
sangat penting pada batang palma. jumlah sel yang masih aktif banyak terdapat di
Begitu juga berdasarkan variasi bagian muda seperti pada kedalaman tengah dan
ketinggian batang, parenkim pada pangkal batang empelur juga pada ketinggian tengah dan ujung,
berjumlah sedikit dan semakin banyak menuju sehingga cadangan makanan banyak tersimpan
ujung batang. Pada bagian tepi kulit batang pada bagian ujung. Hal ini sesuai dengan
nibung, ikatan pembuluh berjumlah banyak dan pernyataan Rojo, et al. (1988) dalam Wardhani
berdiameter besar sehingga jumlah parenkim (2005) bahwasanya parenkim berfungsi sebagai
hanya sedikit. Parenkim merupakan jaringan penyimpan cadangan makanan. Berdasarkan
dasar yang berfungsi sebagai penyimpan variasi ketinggian batang, parenkim pada pangkal
makanan, sedangkan sel pembuluh merupakan batang secara umum berjumlah sama banyak
jaringan penguat pada batang. Sehingga biasanya menuju ujung batang yang membedakan pada
parenkim akan lebih banyak pada bagian batang warna parenkim semakin gelap pada pangkal dan
yang masih terus tumbuh seperti pada bagian terang menuju ujung batang yang disebabkan
empulur dan ujung batang. oleh persebaran parenkim.
Gambar 3 memperlihatkan sel pembuluh Parenkim merupakan jaringan dasar yang
pada batang nibung berada di antara parenkim. berfungsi sebagai penyimpan makanan,
Parenkim pada batang nibung ini sama seperti sedangkan sel pembuluh merupakan jaringan
parenkim pada kayu kelapa, kayu kelapa disusun penguat pada batang, khususnya batang palma.
oleh jaringan dasar parenkim yang diantaranya Batang nibung memiliki kekerasan yang cukup
keras pada bagian tepi kulit, kemudian kekerasan
4
1
Mahasiswa Jurusan Kehutanan, Fakultas Pertanian, Universitas Riau
2
Dosen Jurusan Kehutanan, Fakultas Pertanian, Universitas Riau
Jurnal Ilmu-ilmu Kehutanan Vol 3 No 1 Februari 2019
akan semakin berkurang menuju bagian pusat pangkal dan kemudian naik menuju bagian ujung.
kulit (empelur). Begitu juga menurut ketinggian, Selain itu kadar air juga akan turun dari bagian
pada bagian pangkal batang memiliki kekerasan pusat batang ke bagian tepi kulit pada semua
yang keras dan kekerasan akan semakin ketinggian batang. Hal ini disebabkan pada
berkurang menuju ujung batang. Hal ini bagian pusat dan bagian ujung batang memiliki
disebabkan karena pada bagian empulur ataupun persentase jumlah parenkim yang lebih besar
ujung batang merupakan jaringan muda dan baru daripada ikatan pembuluh sedangkan parenkim
terbentuk serta didominasi oleh parenkim memiliki kemampuan mengikat air lebih banyak
(Trisnawati, 2009). Batang nibung tidak memiliki daripada ikatan pembuluh. Harsono (2011)
bau yang khas serta batang nibung dapat mengemukakan bahwa perbedaan nilai kadar air
membuat gatal pada kulit apabila kontak tersebut disebabkan perbedaan persentase jumlah
langsung dengan batang nibung yang telah parenkim yang terdapat vascular bundle. Sesuai
dikuliti. dengan pendapat Prasetiyo (2008) dalam
Harsono (2011) yang menyatakan pada batang
3. Sifat Fisis bawah berkas pembuluhnya lebih sedikit
daripada bagian batang tengah sehingga daya
1. Kadar Air serap airnya kecil. Menurut Prayitno (1991)
Kadar air yang dilakukan pada penelitian dalam Ekawati (2001) bahwa tumbuhan
adalah kadar air kering udara batang nibung monokotil tersusun atas jaringan parenkim dan
dengan variasi kedalaman dan variasi ketinggian berkas vaskuler.
batang nibung dapat dilihat pada Tabel 1. Kadar Berdasarkan data statistik anova pada
air kering udara batang nibung berkisar pada lampiran 2 diketahui bahwa kadar air kering
12,67% - 26,07% dan rata-rata nilai kadar air udara batang nibung pada berbagai kedalaman
kering udara batang nibung adalah 18,95%. (tepi kulit, tengah, empulur) pada ketinggian
Menurut Kasmujo (2001) kadar air kayu kering (pangkal, tengah, ujung) tidak berpengaruh nyata.
udara di Indonesia antara 12 – 18 % atau rata-rata Pada Gambar 5 dapat dilihat terdapat kadar air
15 % bagian ujung batang nibung yang nilai kulit lebih
kecil daripada nilai empulurnya, hal ini di
sebabkan Menurut Supriadi, et al. (1999)
banyaknya ikatan pembuluh menyebabkan
20.00
20.07

23.50
26.07
18.70

30.00 persentase parenkim yang mampu mengandung


17.23

16.30
16.00
12.67

air menjadi lebih kecil, sehingga bagian tepi kulit


20.00 Tepi Kulit
yang didominasi oleh sel pembuluh akan
10.00 Tengah Kulit memiliki kadar air yang lebih kecil dari bagian
Empulur tengah atau empulur. Rata-rata nilai kadar air
0.00 kering kayu dari ketinggian yaitu pangkal, tengah
Pangkal Tengah Ujung
dan ujung batang nibung pada kedalaman yaitu
Gambar 5. Kadar Air Kering Udara kulit, tengah kulit, dan empelur setelah diuji
lanjut dengan DNMRT taraf 5%, hasil uji lanjut
Berdasarkan Gambar 5 di atas dapat Duncan pada kadar air menunjukkan perbedaan
dilihat pada bagian empulur, baik yang berada yang nyata dari semua perlakuan mengenai
pada bagian pangkal, tengah ataupun ujung variasi ketinggian dalam kedalaman terhadap
mempunyai nilai kadar air kering udara yang kadar air kering udara pada masing-masing
sangat tinggi bila dibandingkan dengan bagian sampel. Pada tengah empelur berpengaruh nyata
tengah ataupun tepi kulit. Dari Gambar 5 di atas terhadap ujung kulit, tengah kulit, dan pangkal
juga terlihat bahwa semakin ke ujung nilai kadar kulit. Pada tengah tengah berpengaruh nyata
air kering udara semakin tinggi, pada bagian terhadap pangkal kulit.
ujung tepi kulit nilainya lebih besar dari bagian
pangkal tepi kulit. Bagian empulur umumnya 2. Kerapatan
mempunyai kadar air yang lebih tinggi
dibandingkan dengan bagian tengah tetapi lebih Dari pengamatan pada Gambar 6
rendah dibandingkan dengan bagian tepi kulit. didapatkan pengukuran kerapatan batang nibung
Kadar air batang nibung akan turun pada bagian yang telah dilakukan menunjukkan hasil yang
5
1
Mahasiswa Jurusan Kehutanan, Fakultas Pertanian, Universitas Riau
2
Dosen Jurusan Kehutanan, Fakultas Pertanian, Universitas Riau
Jurnal Ilmu-ilmu Kehutanan Vol 3 No 1 Februari 2019
bervariasi. Kerapatan batang nibung berkisar sel-sel muda. Jumlah ikatan pembuluh pada
antara 0,15 – 0,67 g.cm-3 seperti yang tertera empulur lebih sedikit dibandingkan bagian tepi
dalam Gambar 6 karena sifat dasarnya yang kulit, dan ikatan pembuluh pada empulur
merupakan jenis monokotil, kerapatan batang umumnya mempunyai pembuluh metaxilem yang
nibung memiliki nilai yang sangat bervariasi besar dengan persentase sel serat yang lebih kecil
pada bagian yang berbeda dari batang nibung. (Wardhani, 2005). Hal ini menyebabkan
Nilai kerapatan batang nibung lebih kecil dari kerapatan bagian empulur lebih rendah
batang kelapa sawit yang berkisar antara 0,22 – dibandingkan bagian tepi kulit. Pada ujung
0,88 g.cm-3 (Bakar et al., 1999) dan hasil tersebut batang merupakan apikal meristem pohon yang
masih lebih besar bila dibandingkan dengan nilai masih terus berkembang membentuk sel-sel
kerapatan batang pinang yang berkisar antar 0,12 muda yang protoplasmanya masih hidup. Sel
– 1, 07 g.cm-3 (Trisnawati, 2009). Kerapatan muda umumnya memiliki dinding sel tipis
batang nibung menurun terhadap ketinggian dan dengan lumen yang besar. Selain itu pangkal
kedalaman bagian batang. Pada ketinggian nilai batang merupakan bagian yang menopang
menurun dari pangkal menuju ujung, Pada tegaknya pohon yang memerlukan kekuatan.
pangkal batang terdapat sel-sel dewasa yang Sehingga bagian pangkal memiliki nilai
secara makrokopis dapat dilihat dari banyaknya kerapatan yang lebih tinggi dari bagian ujung.
ikatan pembuluh tua yang berwarna gelap. Hasil data statistik anova Kerapatan
batang nibung berdasarkan variasi kedalaman
0.67

0.80 (tepi kulit, tengah, empulur) yang terdapat pada


variasi ketinggian (pangkal, tengah, ujung)
0.47

0.46

0.60 bahwa kedua perlakuan serta interaksi kedua


Tepi Kulit
0.29

perlakuan tersebut tidak berpengaruh nyata


0.24

0.40
0.20

0.18

Tengah Kulit
0.16
0.15

terhadap kerapatan batang nibung yang ada


0.20 Empulur (lampiran 3). Hal ini disebabkan karena pada
bagian tepi kulit khususnya pada bagian pangkal
0.00 kandungan ikatan pembuluh lebih banyak
Pangkal Tengah Ujung
sehingga menghasilkan kerapatan yang paling
Gambar 6. Kerapatan Batang Nibung tinggi, pernyataan ini sesuai dengan Menurut
Naiola, et al. (2008) mengemukakan bahwa
Lebih dari separuh volume ikatan
semakin ke dalam batang mendekati empulur,
pembuluh dewasa ditempati oleh sel sklerenkim
jumlah ikatan pembuluh semakin sedikit. Hal ini
yang mempunyai dinding sel tebal. Semakin
mengakibatkan pengaruh yang berbeda terhadap
tebal dinding sel maka kerapatan akan semakin
kerapatan batang nibung. Berdasarkan
tinggi (Anonim, 2004 dalam Wardhani, 2005).
Berdasarkan uji lanjut DNMRT, pangkal kulit
Sedangkan pada bagian kedalaman nilai tertinggi
berpengaruh nyata terhadap ujung tengah,
terdapat pada bagian tepi kulit menuju tengah
pangkal tengah, pangkal empelur, tengah
kulit hingga menuju empelur nilai yang paling
tengah,ujung empelur dan tengah empelur.
terendah, dimana ikatan pembuluh semakin
jarang dan mengecil menuju empelur. Nilai 3. Berat Jenis
kerapatan pada batang nibung sama dengan kayu
kelapa, yakni kerapatan tertinggi terdapat pada Nilai berat jenis sama dengan nilai dari
tepi kulit, sedangkan terendah pada empulur kerapatan, karena nilai kerapatan dibagi dengan
(Wardhani, 2005). kerapatan air pada kondisi tertentu 1 g.cm-3. Dari
Peningkatan kerapatan batang akan pengamatan pada Gambar 7 nilai rerata berat
mengakibatkan meningkatnya kualitas batang jenis berkisar antara 0,15 - 0,67. Pada Gambar 7
nibung, karena kerapatan kayu memiliki menunjukkan nilai rerata berat jenis tertinggi
hubungan linier dengan kekuatan kayu. Jaringan terdapat pada bagian pangkal yaitu 0,67 dan
ikatan pembuluh memiliki kerapatan yang lebih terendah pada bagian ujung yaitu 0,15. Menurut
tinggi daripada jaringan sekitarnya. Bagian tepi Haygreen dan Bowyer (1989) bahwa semakin
kulit juga didominasi oleh ikatan pembuluh yang tinggi berat jenis dan kerapatan kayu, semakin
banyak mengandung sel sklerenkim, sedangkan banyak kandungan zat kayu pada dinding sel
empulur lebih banyak mengandung parenkim dan yang berarti semakin tebal dinding sel tersebut.
6
1
Mahasiswa Jurusan Kehutanan, Fakultas Pertanian, Universitas Riau
2
Dosen Jurusan Kehutanan, Fakultas Pertanian, Universitas Riau
Jurnal Ilmu-ilmu Kehutanan Vol 3 No 1 Februari 2019
Zobel dan Talbert (1984) dalam Ekawati (2001) Adanya kaitan antara berat jenis dan
yang menyatakan bahwa, kayu pada bagian kekuatan batang nibung agar penggunaan batang
pangkal batang mempunyai dinding yang lebih nibung dapat digunakan sesuai kemampuannya.
tebal dan proporsi lignin serta persentase zat Bagian tepi kulit batang nibung dapat digunakan
ekstraktif yang lebih besar dibandingkan kayu sebagai konstruksi ringan karena memiliki nilai
pada bagian ujung mengingat fungsinya sebagai berat jenis rata-rata 0,53, yang termasuk dalam
pendukung batang dan tajuk diatasnya. Selain kelas kuat III. Sedangkan untuk bagian tengah
adanya variasi berat jenis pada batang nibung dan bagian empulur sangat tidak disarankan
disebabkan oleh struktur anatominya, dimana digunakan sebagai konstruksi, karena berat jenis
bagian tengah dari pangkal ke ujung didominasi rata-rata 0,23 pada bagian tengah dan rata-rata
oleh jaringan parenkim yang berdinding tipis 0,17 pada bagian empulur termasuk dalam kelas
berkas vaskuler yang memiliki seratserat yang kuat V. Berikut kelas kuat berdasarkan nilai berat
berdinding tebal (Rohadi, 1992). jenis dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1. Kelas Kuat Berdasarkan Berat Jenis
1.00
0.67

Kelas Kuat Berat Jenis (g.cm-3)


I >0,90
0.47

0.46

Tepi Kulit II 0,60-0,90


0.29
0.24
0.20

0.18

0.50 III 0,40-0,60


0.16
0.15

Tengah Kulit IV 0,30-0,40


V <0,30
Empulur
0.00 Sumber : Peraturan Konstruksi Kayu Indonesia (1961)
Pangkal Tengah Ujung
Hasil data statistik anova berat jenis
Gambar 7. Histogram Berat Jenis batang nibung berdasarkan variasi kedalaman
Berdasarkan ketinggian batang nibung, (tepi kulit, tengah, empulur) yang terdapat pada
nilai berat jenis semakin menurun dari pangkal variasi ketinggian (pangkal, tengah, ujung)
ke ujung. Hal ini disebabkan karena pada bagian bahwa kedua perlakuan serta interaksi kedua
ujung tersusun atas jaringan yang masih muda, perlakuan tersebut tidak berpengaruh nyata
dimana secara fisiologis jaringan tersebut masih terhadap berat jenis batang nibung yang ada
berfungsi aktif sehingga dinding selnya relatif (lampiran 3). Hal ini disebabkan. Pada satu
lebih tipis dibanding dengan dinding sel jaringan pohon tidak mungkin nilainya akan sama karna
yang sudah tua. Pada posisi batang berdasarkan setiap bagian punya zat penyusun yang berbeda
kedalaman, berat jenis semakin menurun dari kadarnya, Sesuai dengan pernyataan (Haygreen
bagian tepi (luar) batang menuju bagian pusat dan Bowyer, 1996, dalam sipahutar et al., 2015)
(dalam) batang. Hal ini disebabkan karena pada yang menyatakan bahwa, berat jenis kayu
bagian tepi batang memiliki jumlah vascular bervariasi diantara berbagai jenis pohon dan
bundles yang lebih besar dibanding bagian diantara pohon dari satu jenis yang sama dan
tengah dan pusat (dalam). Batang nibung hampir perbedaan dalam jumlah zat penyusun dinding
sama dengan batang kelapa sawit yang termasuk sel dan kandungan zat ekstraktif per unit volume.
kedalam kelompok palma, sehingga menurut Berdasarkan Berdasarkan uji lanjut DNMRT,
Bakar (2003) bahwa dalam struktur anatomi pangkal kulit berpengaruh nyata terhadap ujung
batang kelapa sawit, bagian pusat batang tengah, pangkal tengah, pangkal empelur, tengah
didominasi oleh jaringan dasar parenkim tengah,ujung empelur dan tengah empelur.
sedangkan pada bagian tengah dan tepi batang 4. Penyusutan Tiga Arah
tersusun oleh jaringan pembuluh (vascular
bundles) yang berdinding tebal. Disamping itu 1. Penyusutan Tangensial
juga disebabkan sel kayu bagian atas relative Hasil yang didapat pada susut tangensial
lebih muda daripada bagian pangkal sehingga dapat dilihat nilai tertinggi penyusutan terdapat
berat jenis kayu semakin menurun kearah ujung pada batang bagian tengah pada tengah kulit
batang. (Hermawan, 1989). Menurut Haygreen dengan nilai 5,82 % dan nilai terendah pada
dan Bowyer (1989) bahwa semakin tinggi berat batang bagian pangkal pada tengah kulit dengan
jenis dan kerapatan kayu, semakin banyak nilai 0,27 % pada gambar 8. Rata-rata
kandungan zat kayu pada dinding sel yang bearti penyusutan terbesar pada bagian tengah kulit dan
semakin tebal sel tersebut.
7
1
Mahasiswa Jurusan Kehutanan, Fakultas Pertanian, Universitas Riau
2
Dosen Jurusan Kehutanan, Fakultas Pertanian, Universitas Riau
Jurnal Ilmu-ilmu Kehutanan Vol 3 No 1 Februari 2019
bagian empelur pada masing-masing bagian pengujian penyusutan 3 arah menunjukan hasil
batang diduga karena bagian tengah menuju yang berbeda-beda pada 3 bidang nya (tangensial,
empelur adalah bagian muda paa batang sehingga radial, dan longitudinal) dikarenakan memiliki
penyusutan lebih besar pada bagian tengah sifat anisotropis yaitu sifat kayu yang berbeda
tengah kuli dan empelur pada ujung batang. Hal ketika diuji pada 3 bidang nya (Haygreen et al.,
ini sesuai menurut Bakar (2003) dalam Iswanto 2003).
(2010) dikarenakan sel kayu pada bagian atas
(ujung) relatif lebih muda sehingga air lebih 8.00

5.82
mudah mengalir dibandingkan dengan sel pada

4.47
4.41
6.00

3.76
daerah lainya, hal ini menyebabkan nilai Tepi Kulit

3.09
2.38
penyusutan bagian ujung lebih besar. Kadar air 4.00

1.82
Tengah Kulit

0.71
berhubungan dengan perubahan dimensi. Pada

0.27
2.00
penyusutan tangensial bagian pangkal nilai Empulur
penyusutan pada tepi kulit lebih besar 0.00
Pangkal Tengah Ujung
dibandingkan dengan bagian tengah kulit dan
empulurnya. Hal ini dikarenakan sifat batang Gambar 8. Susut Tangensial Batang Nibung
higrokopis batang nibung yang dapat menyerap
dan melepaskan uap air sesuai dengan Susut tangensial batang nibung
lingkungan disekitarnya. Sesuai dengan berdasarkan variasi kedalaman yang terdapat
pernyataan Haygreen et al. (2003) yang pada variasi ketinggian menurut data statistik
menyatakan kayu memiliki sifat higroskopis tidak berpengaruh nyata, diduga batang tersebut
yaitu kemampuan kayu untuk menyerap uap air sudah memiliki kerapatan yang tinggi sehingga
dari udara sekitarnya sampai kayu mencapai menyebabkan kayu tersebut memiliki tingkat
keseimbangan kandungan air dengan udara. perubahan dimensi yang lebih kecil dibandingkan
Berikut rata-rata susut tangensial pada Tabel 2. lainnya. Karena peningkatan kerapatan
menyebabkan sel-sel kayu terpadatkan cenderung
Tabel 2. Rata-Rata Penyusutan Tangensial memipih sehingga mengurangi volume rongga,
yang sekaligus mengurangi volume kayunya
sementara beratnya tetap sehingga perubahan
dimensinya lebih stabil (Tomme et al., 1998
dalam Sulistyono, 2001). Tingginya nilai
penyusutan tangensial akibat adanya tahanan sel
jari-jari kayu, penoktahan yang rapat pada
dinding radial, dominasi kayu akhir pada arah
Rata- rata penyusutan berdasarkan tangensial dan perbedaan jumlah zat pada
kedalaman dimulai dari tepi kulit, empelur, dan dinding sel (Haygreen dan Bowyer, 1982).
tengah kulit dengan nilai 2,63 %, 2,78 %, dan Berdasarkan uji lanjut Duncan, tidak adanya
3,48 %. Menurut Iswanto, et al. (2010). Hal pengaruh terhadap perlakuan pada ketinggian
tersebut disebabkan karena pada bagian pusat didalam kedalaman.
(dalam) didominasi oleh sel parenkim dimana sel
parenkim dapat mengakibatkan peningkatan sifat 2. Penyusutan Radial
higroskopik dari batang. Sebagai akibat dari sifat
higroskopis dari batang maka akan Hasil yang didapat pada susut radial
mempertahankan kadar air kesetimbangan dapat dilihat nilai tertinggi penyusutan terdapat
dengan lingkungannya melalui pelepasan atau pada batang bagian tengah di tengah kulit dengan
penyerapan air. Penyusutan berdasarkan nilai 3,73 % dan nilai susut terendah pada batang
ketinggian dapat dilihat semakin meningkat dari bagian tengah pada tepi kulit dengan nilai 0,84 %.
pangkal, tengah dan ujung dengan nilai 1,1 %, Pada grafik diatas berdasarkan bagian dalam
3,65 % dan 4,39 %. Hal tersebut sesuai dengan batang nibung yang tinggi penyusutan terdapat
keadaan sel yang masih banyak aktif pada bagian pada bagian tengah kulit, hal ini menandakan
tengah dan ujung sehingga pada bagian tersebut bahwasannya kandungan air pada bagian tengah
masih banyak terdapat kadar air yang tinggi dari kulit tinggi. Hal tersebut sesuai dengan
pada pada bagian pangkal batang. Selain itu hasil
8
1
Mahasiswa Jurusan Kehutanan, Fakultas Pertanian, Universitas Riau
2
Dosen Jurusan Kehutanan, Fakultas Pertanian, Universitas Riau
Jurnal Ilmu-ilmu Kehutanan Vol 3 No 1 Februari 2019
pernyataan Haygreen, et al. (2003) bahwa pengaruh terhadap perlakuan pada ketinggian
hubungan antara kandungan air dan penyusutan didalam kedalaman.
adalah linier, artinya semakin tinggi kandungan
air maka tingkat penyusutan kayu juga akan 3. Penyusutan Longitudinal
semakin tinggi. Berikut rata-rata susut radial
pada Tabel 3. Hasil yang didapat pada susut
longitudinal dapat dilihat nilai tertinggi
Tabel 3. Rata-Rata Penyusutan Radial penyusutan terdapat pada batang bagian ujung di
empulur dengan nilai 2,52 % dan nilai susut
terendah pada batang bagian pangkal pada
empulur dengan nilai 0,22 %. Pada grafik diatas
pada bagian pangkal nilai penyusutan tepi kulit
lebih tinggi dibandingkan dengan nilai tengah
kulit dan empulur yaitu 1,42%. Pada bagian
tengah nilai dari tepi kulit, tengah kulit, dan
3.18

3.73
2.89

2.76

4.00
2.19

empulur tidak jauh berbeda yakni 1,00%, 0,92%,


1.90

1.74
1.71

Tepi Kulit
dan 0,94%.
0.84

2.00
Tengah Kulit

2.52
0.00 Empulur 3.00

1.67
1.42
Pangkal Tengah Ujung

1.18
2.00 Tepi Kulit

1.00
0.94
0.92
0.35
Gambar 9. Susut Radial Batang Nibung Tengah Kulit

0.22
1.00
Empulur
Rata-rata pada Gambar 9 penyusutan 0.00
yang besar terjadi pada empulur > tengah kulit > Pangkal Tengah Ujung
tepi kulit pada bagian pangkal. Pada batang
nibung bagian tengah di tengah kulit nilai Gambar 10. Susut Longitudinal Batang Nibung
penyusutan lebih tinggi dibandingkan dengan
pada bagian empulur. Hal tersebut dipengaruhi Variasi nilai dari dua bagian kedalaman
karena adanya variasi pada ukuran dan bentuk tersebut dapat terjadi kemungkinan diakibatkan
potongan yang akan mempengaruhi orientasi arah longitudinal sejajar dengan arah serat pada
serat dalam potongan dan keseragaman batang nibung dan disebabkan oleh adanya
kandungan air diseluruh tebalnya. Air yang perbedaan potongan sehingga akan
terdapat pada rongga sel (air bebas) kosong dan mempengaruhi keseragaman ketebalan yang
yang terdapat pada dinding sel (air terikat) berbeda pada masing-masing sampel. Berikut
berkurang sampai kadar air titik jenuh serat, rata-rata susut longitudinal yang disajikan pada
dimana pada keadaan ini akan berpengaruh pada Tabel 4 dibawah ini.
stabilitas dimensi dan kekuatan kayu. Makin
Tabel 4. Rata-Rata Penyusutan Longitudinal
banyak zat dinding sel (makin besar BJ), makin
besar perubahan dimensi pada perubahan kadar
air yang sama (Haygreen dan Bowyer, 1996).
Susut radial batang nibung berdasarkan
variasi kedalaman yang terdapat pada variasi
ketinggian menurut data statistik tidak Rata-rata penyusutan longitudinal
berpengaruh nyata. Menurut Panshin dan Zeuw berdasarkan kedalaman batang nibung yang besar
(1970), Variasi nilai penyusutan yang dihasilkan terjadi pada tengah kulit, tepi kulit dan empulur
dari penyusutan radial dan masih tergolong, sedangkan penyusutan berdasarkan ketinggian
mengingat variasi berbagai faktor yang ada nilai penyusutan yang besar terjadi pada pangkal,
penyusutan arah radial berkisar antara 2,1-8,5%, tengah dan ujung. Berdasarkan penyusutan yang
sedangkan untuk arah tangensial antara 4,3-14%. terjadi menandakan bahwasannya sel-sel yang
Berdasarkan uji lanjut DNMRT, tidak adanya masih aktif membelah masih memiliki kadar air
yang tinggi, sehingga sel-sel yang terdapat pada
9
1
Mahasiswa Jurusan Kehutanan, Fakultas Pertanian, Universitas Riau
2
Dosen Jurusan Kehutanan, Fakultas Pertanian, Universitas Riau
Jurnal Ilmu-ilmu Kehutanan Vol 3 No 1 Februari 2019
tengah dan ujung batang serta tengah kulit dan oleh faktor biologis dapat terjadi baik pada pohon
empulur biasanya nilai penyusutannya lebih yang masih berdiri, bahkan balok segar.
tinggi dibandingkan dengan tepi kulit dan

1018.00
pangkal baatang. Susut longitudinal batang 1500.00
nibung berdasarkan variasi kedalaman yang

480.82
terdapat pada variasi ketinggian menurut data 1000.00 Tepi Kulit

268.79

255.52
166.91
statistik tidak berpengaruh nyata. Berdasarkan uji

73.18
Tengah Kulit

26.43
25.25
23.12
lanjut Duncan, tidak adanya pengaruh terhadap 500.00
perlakuan pada ketinggian didalam kedalaman Empulur
0.00
pada penyusutan longitudinal.
Pangkal Tengah Ujung
4.4 Sifat Mekanik Gambar 11. Nilai MOE
Dari penelitian yang didapat pada hasil
yang terlihat bahwa, nilai rata-rata MOE batang Menurut Damanik (2003) serangan fungi
nibung bagian luar (tepi kulit) lebih tinggi bila pada kayu salah satunya dapat mempengaruhi
dibandingkan arah bagian dalam (empulur) kekuatan, kayu yang diserang jamur akan
dengan kisaran 23,12-1018,00 kg.cm-2. Nilai mempengaruhi sifat keteguhan pukul, keteguhan
MOE batang nibung relatif lebih kecil lengkung, keteguhan tekan, kekerasan serta
dibandingkan dengan MOE batang pinang elastisitasnya dan mengakibatkan kekuatan kayu
dengan kisaran antara 1365-114818 kg.cm-2 akan berkurang. Berdasarkan pengujian yang
(Trisnawati, 2009). Nilai MOE tertinggi berada telah dilakukan, nilai MOE memiliki
pada posisi tepi kulit, sedangkan terendah kecenderungan dimana MOE pada bagian pusat
terdapat pada bagian empelur. Diduga karena batang (empulur) memiliki nilai yang rendah dan
ikatan pembuluh pada pangkal sangat akan semakin besar mendekati bagian kulit. Hal
banyak.sesuai dengan pernyataan bahwa, hal ini ini disebabkan karena pengaruh dari kadar air
disebabkan karena pada bagian ujung tersusun dan kerapatan yang pada bagian pusat dan
atas jaringan yang masih muda, dimana secara bagian ujung batang memiliki persentase jumlah
fisiologis jaringan tersebut masih berfungsi aktif parenkim yang lebih besar daripada ikatan
sehingga dinding selnya relatif tipis dibanding pembuluh sedangkan parenkim memiliki
dengan dinding sel jaringan yang sudah tua, kemampuan mengikat air lebih banyak daripada
kemudian kandungan selulosa dan lignin jaringan ikatan pembuluh sedangkan untuk kerapatan
ikatan pembuluh pada bagian pangkal lebih peningkatan kerapatan batang akan
tinggi. Semakin banyak sel serabut maka mengakibatkan meningkatnya kualitas batang
semakin baik pula sifat mekanis suatu kayu,serta nibung, karena kerapatan memiliki hubungan
semakin tinggi perbandingan antara lignin dan linier dengan kekuatan dan elastisitas. MOE
selulosa semankin meningkat pula kekuatan kayu batang nibung berdasarkan variasi kedalaman
(Panshin dan de Zeeuw 1970) dalam Iswanto yang terdapat pada variasi ketinggian menurut
(2010). data statistik berpengaruh nyata. Berdasarkan uji
Bagian ketinggian pangkal, tengah, dan lanjut DNMRT pangkal kulit berpengaruh nyata
ujung nibung dapat dilihat pada Gambar 11, terhadap semua ketinggian dan kedalaman. Pada
terlihat lebih besarnya nilai bagian kedalaman tengah kulit berpengaruh nyata pada pangkal
pada tepi kulit yang memiliki nilai yang besar kulit, tengah tengah, ujung empelur, ujung tengah,
dan akan semakin rendah nilainya menuju bagian dan tengah empelur. MOE bagian tepi kulit
tengah kulit lalu ke dalam empulur. Batang batang nibung dapat digunakan sebagai
nibung dalam hal tersebut dapat disebabkan konstruksi ringan karena memiliki nilai rata-rata
sampel pengujian bagian tengah hingga empelur 584.78 kg.cm-2 yang termasuk dalam kelas kuat
terserang jamur dan serangga hingga mengurangi III Sedangkan untuk bagian tengah dan bagian
kekuatan batang bagian kedalaman. Jasad hidup empulur sangat tidak disarankan digunakan
tersebut merusak kayu karena menjadikan kayu sebagai konstruksi, karena MOE rata-rata 122.40
tersebut sebagai tempat tinggal atau makanannya. kg.cm-2 pada bagian tengah dan rata-rata 72.15
Kerusakan yang terjadi akibat kerusakan kayu kg.cm-2 pada bagian empulur termasuk dalam
kelas kuat V di lihat pada Tabel 1 Kelas kekuatan

10
1
Mahasiswa Jurusan Kehutanan, Fakultas Pertanian, Universitas Riau
2
Dosen Jurusan Kehutanan, Fakultas Pertanian, Universitas Riau
Jurnal Ilmu-ilmu Kehutanan Vol 3 No 1 Februari 2019
kayu di dalam Peraturan Konstruksi Kayu menandakan bahwa bagian kulit batang nibung
Indonesia. dapat menahan beban hingga bahan tersebut
Modulus of Rupture (MOR) batang mengalami perubahan bentuk atau kerusakan,
nibung berdasarkan variasi kedalaman yang dibandingkan dengan bagian kedalaman seperti
terdapat pada variasi ketinggian menurut data tengah kulit dan empelur. Berdasarkan pengujian
statistik berpengaruh nyata. Berdasarkan uji yang telah dilakukan, nilai MOR memiliki
lanjut DNMRT adanya pengaruh nyata terhadap kecenderungan yang sama dengan hasil
semua perlakuan. Pada pangkal kulit pengujian MOE dimana pada bagian pusat
berpengaruh nyata terhadap tengah kulit, ujung batang (empulur) memiliki nilai yang rendah dan
kulit, pangkal tengah, pangkal empelur, tengah akan semakin besar mendekati bagian kulit.
tengah,ujung empelur, ujung tengah, tengah Adanya keragaman pada nilai dari nilai sifat-sifat
empelur. Tengah kulit berpengaruh nyata pada mekanik disebabkan adanya perbedaan struktur
pangkal kulit, pangkal empelur, tengah tengah, dari batang nibung mulai bagian luar sampai
ujung empelur, ujung tengah, tengah empelur. dalam batang serta bagian bawah, tengah dan
Hasil uji DNMRT menunjukan kesamaan antara ujung dari batang. Pada bagian dalam batang
MOE dan MOR, sehingga hasilnya berbanding sebagian besar terbentuk atas jaringan dasar
lurus pada setiap variasi. parenkim sedangkan untuk luar atau tepi kulit
MOR pada penelitian ini nilai rata- yang didominasi oleh ikatan pembuluh yang
ratanya meningkat dari empelur menuju kulit. berdinding tebal. Bagian sel pembuluh lebih
Pada bagian pangkal nilai di tepi kulit sangat stabil dan kuat dibandingkan bagian dalam
jauh tinggi nilainya dari tengah kulit dan ujung (empulur) batang nibung.
kulit yang bernilai sebesar 728.51 kg.cm-2. Pada Semakin ke dalam sebaran sel pembuluh
bagian tengah kulit yang tertinggi pada pangkal semakin kecil sehingga akan berpengaruh
sebesar 193.94 kg.cm-2. Pada pangkal bagian terhadap kerapatan atau berat jenis yang
empelur nilainya paling besar dari bagian mempengaruhi kekuatan (MOE dan MOR)
empelur lainnya disetiap ketinggian yaitu sebesar batang nibung, hal ini merupakan indikator
89.63 kg.cm-2. Berdasarkan data yang dihasilkan kualitas kayu yang penting dalam menentukan
bahwa bagian pangkal dapat menahan beban kayu sebagai bahan kontruksi bangunan
lebih baik dari bagian tengah dan ujung batang berdasarkan berat jenis dan kemampuan menahan
nibung. Pada posisi batang secara horizontal, beban, karena kekuatan kayu berhubungan
berat jenis semakin menurun dari bagian tepi kerapatan dengan berat jenis (Haygreen dan
(luar) batang menuju bagian pusat (dalam) Bowyer, 1989). Hal ini juga berlaku pada
batang. Hal ini disebabkan karena pada bagian beberapa jenis palm seperti kelapa dan kelapa
tepi batang memiliki jumlah vascular bundles sawit. Bagian inilah yang sebenarnya
yang lebih besar dibanding bagian tengah dan memberikan kekuatan pada batang nibung dan
pusat (dalam) yang bisa di lihat pada anatomi jenis palem lainnya. MOR Bagian tepi kulit
Gambar 12. batang nibung dapat digunakan sebagai
konstruksi ringan karena memiliki nilai rata-rata
728.51

800.00 432.53 kg.cm-2 yang termasuk dalam kelas kuat


372.92

II Sedangkan untuk bagian tengah dan bagian


600.00
Tepi Kulit empulur sangat tidak disarankan digunakan
196.15
193.94

400.00 sebagai konstruksi, karena MOR rata- rata 91.54


89.63

56.50

Tengah Kulit
25.35
24.17
20.11

200.00 kg.cm-2 pada bagian tengah dan rata-rata 45,03


Empulur kg.cm-2 pada bagian empulur termasuk dalam
0.00 kelas kuat V di lihat pada Tabel 1 Kelas kekuatan
Pangkal Tengah Ujung kayu di dalam Peraturan Konstruksi Kayu
Gambar 12. Nilai MOR Indonesia.

Dapat dilihat pada Gambar 12 pada hasil


penelitian dari setiap bagian kulit memiliki nilai
yang tinggi jauh berbeda pada setiap bagian
kedalaman yang berbeda, hal tersebut
11
1
Mahasiswa Jurusan Kehutanan, Fakultas Pertanian, Universitas Riau
2
Dosen Jurusan Kehutanan, Fakultas Pertanian, Universitas Riau
Jurnal Ilmu-ilmu Kehutanan Vol 3 No 1 Februari 2019
KESIMPULAN DAN SARAN DAFTAR PUSTAKA

1. Sifat Anatomi batang nibung menunjukkan Anonim NI-5 PKKI. 1961. Peraturan Konstruksi
didominasi oleh ikatan pembuluh (vascular Kayu Indonesia. Yayasan Lembaga
bundles) pada bagian pangkal kemudian Penyelidikan Masalah Bangunan.
didominasi oleh parenkim pada bagian Jakarta.
ujung. Warna batang nibung hitam bergaris
pada bagian kulit dan warna cream pada Anonim, 2009. Permenhut Nomor P.19/Menhut-
bagian tengah kulit dan empelur. II/2009 tentang Strategi
2. Sifat fisis batang nibung menunjukan Pengembangan Hasil Hutan Bukan
bagian tepi kulit batang nibung dapat Kayu Nasional. Departemen
digunakan sebagai konstruksi ringan Kehutanan RI. Jakarta.
karena memiliki nilai berat jenis rata-rata
0,53, yang termasuk dalam kelas kuat III. Bakar E., S. 2003. Kayu Sawit Sebagai Substitusi
Sedangkan untuk bagian tengah dan bagian Kayu dari Hutan Alam. Forum
empulur sangat tidak disarankan digunakan Komunikasi Teknologi dan Industri
sebagai konstruksi, karena berat jenis rata- Kayu Vol. 2 Jurusan Teknologi
rata 0,28 g.cm-3 pada bagian tengah dan Hasil Hutan. Fakultas Kehutanan
rata-rata 0,17 g.cm-3 pada bagian empulur IPB. Bogor.
termasuk dalam kelas kuat V.
3. Sifat mekanis batang nibung dilihat dari Bowyer, J., L., R., Shmulsky, and J., G.,
nilai MOE dan MOR paling besar terdapat Haygreen. 2003. Forest Products
pada bagian tepi kulit, dengan nilai rata- And Wood Science: An introduction.
rata MOE sebesar 584,78 kg.cm-2. Begitu Iowa State Press.
juga untuk nilai MOR batang nibung
paling besar terdapat pada bagian tepi kulit Ekawati. 2001. Study Sifat Fisik Dan Mekanik
dengan nilai 432,527 kg.cm-2, dan pada Kayu Kelapa (Cocos nucifera L.)
tepi kulit termasuk kelas kuat II dan bagian Berdasarkan Kedalaman Dan Posisi
tengah serta empelur termasuk dalam kelas Batang. Skripsi (Tidak
kuat V. dipublikasikan). Universitas
Tanjungpura. Pontianak.
1. Berdasarkan penelitian disarankan bagian
tepi kulit batang nibung dapat digunakan Harsono, D. 2011.Sifat Fisik dan Mekanik
sebagai konstruksi ringan, karena memiliki Batang Kelapa (Cocos nucifera L.)
nilai berat jenis dan nilai kekuatan ditinjau dari Kalimantan Selatan. Jurnal
dari nilai MOE dan MOR. Pada bagian Riset Industri Hasil Hutan. 3(1).
tengah atau empelurnya dapat digunakan
untuk apungan tambak ikan, karena bagian Haygreen, J., G. and Bowyer, J., L. 1989. Forest
tersebut seperti gabus yang mudah Product and Wood Science. Iowa
mengapung di permukaan air. State University Press. USA.
2. Dilakukan penelitian lanjutan mengenai
ketahanan batang nibung terhadap Haygreen J., G., R., Shmulsky, J., L., Bowyer.
organisme perusak (rayap, jamur dan 2003. Forest Product and Wood
marine borere). Science, An Introduction. The Lowa
3. Dilakukannya penelitian tentang kimia dari State University Press. USA.
kayu nibung untuk melengkapi sifat
dasarnya serta tentang keawetan kayu Heyne, K. 2008. Tumbuhan Berguna Indonesia
tersebut. Jilid I. Badan Penelitian dan
Pengembangan Kehutanan.
Departemen Kehutanan. Jakarta.

12
1
Mahasiswa Jurusan Kehutanan, Fakultas Pertanian, Universitas Riau
2
Dosen Jurusan Kehutanan, Fakultas Pertanian, Universitas Riau
Jurnal Ilmu-ilmu Kehutanan Vol 3 No 1 Februari 2019
Iswanto, A., P., Sucipto, T., Azhar I., Coto, Z.,
Febrianto, F. 2010. Sifat Fisis dan
Mekanis Batang Kelapa Sawit
(Elaeis guineensis Jacq) Asal Kebun
Aek Pancur- Sumatera Utara. Jurnal
Ilmu dan Teknologi Hasil Hutan.
3(1) : 1-7.

Nurlia A., H., Siahaan dan A., H., Lukman. 2013.


Pola Pemanfaatan dan Pemasaran
Nibung di sekitar Kawasan Taman
Nasional Sembilang Provinsi
Sumatera Selatan. Jurnal Penelitian
Hutan Tanaman, 10(4), Desember
2013. Bogor.

Peraturan Menteri Kehutanan Nomor


P.35/Menhut- II/2007. Tentang
Hasil Hutan Bukan Kayu (HHBK).
Departemen Kehutanan. Jakarta.

Rahayu, I., S. 2001. Sifat Dasar Vascular Bundle


dan Parenchime Batang Kelapa
Sawit (Elaeis guineensis Jacq.)
dalam Kaitannya Dengan Sifat Fisis,
Mekanis Serta Keawetan. Tesis
(Tidak dipublikasikan). Institut
Pertanian Bogor. Bogor.

Rangkuti, N. 2008. Sepucuk Nipah Serumpun


Nibung. http:// cetak .kompas.
com/read/xml. Diakses tanggal 29
Juli 2017.

Supriadi, A., Osly, R., dan Edy, S. 1999.


Karakteristik Dolok dan Sifat
Penggergajian Batang Kelapa Sawit
(Elaeis guineensis Jacq). Buletin
Penelitian Hasil Hutan. 17 (1).

Trisnawati. 2009. Kajian Sifat Dasar Beberapa


Batang Pinang (Areca catechu L).
Skripsi (Tidak dipublikasikan).
Fakultas Pertanian Universitas
Sumatera Utara. Medan.

Wardhani, I., Y. 2005. Kajian Sifat Dasar dan


Pemadatan Bagian Dalam Kayu
Kelapa (Cocos nucifera L.). Thesis
(Tidak dipublikasikan). Institut
Pertanian Bogor. Bogor.

13
1
Mahasiswa Jurusan Kehutanan, Fakultas Pertanian, Universitas Riau
2
Dosen Jurusan Kehutanan, Fakultas Pertanian, Universitas Riau
Jurnal Ilmu-ilmu Kehutanan Vol 3 No 1 Februari 2019

You might also like