Professional Documents
Culture Documents
net/publication/311845662
DIMENSI SERAT DAN NILAI TURUNANNYA DARI TUJUH J ENIS KAYU ASAL
PROPINSI JAMBI
CITATIONS READS
3 1,719
2 authors:
Some of the authors of this publication are also working on these related projects:
Pulp Wood Properties of Initial Growth Acacia crassicarpa for Optimum Age Determination View project
All content following this page was uploaded by Yeni Aprianis on 13 December 2019.
Oleh/By:
Yeni Aprianis & Syofia Rahmayanti
ABSTRACT
This experiment looked into fiber dimensions and their derived values of seven
particular Indonesian wood species in their possible uses as alternative woods for
pulp and paper industry. Fiber dimensions as observed through maceration on wood
sample of those species covered fiber length, fiber diameter, lumen diameter and
fiber-wall thickness. Meanwhile, their derived values as scrutinized were Runkell
ratio, Muhlsteph ratio, felting power, rigidity coefficient and flexibility ratio. Those
seven wood species were brought in from Pelepat village, Muaro Bungo District,
Jambi Province.
The resulting data of fiber dimensions and their derived values were
compared with the criteria standard. It revealed that fiber dimensions and their
derived values of those seven species could meet the criteria of fiber characteristics
for pulp/paper with fiber quality classes I and II. Class I covered wood species of
Octomeles sumatrana, Macaranga hypoleuca and M. pruinosa. Meanwhile, the species
that belonged to class II were M. gigantea, M. tanarius, M. conifera and
Anthocephalus cadamba.
Key words : Seven Indonesian wood species, Jambi Province, fiber dimensions and
their derived values, fiber quality, pulp and paper
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan mencermati dimensi serat dan turunannya dari tujuh
jenis kayu Indonesia dihubungkan dengan kemungkinan penggunaannya sebagai kayu
alternatif untuk industri pulp dan kertas. Dimensi serat diamati melalui maserasi pada
sampel kayu jenis-jenis tersebut yang meliputi panjang serat, diameter serat, diameter
lumen dan tebal dinding sel. Sementara itu, nilai turunannya yang diteliti adalah
bilangan Runkell, perbandingan Muhlsteph, daya tenun, koefisien kekakuan dan
perbandingan fleksibilitas. Ketujuh jenis kayu diambil dari Desa Baru Pelepat,
Kabupaten Muaro Bungo, Propinsi Jambi.
Data hasil pengamatan dimensi serat dan nilai turunannya dibandingkan
dengan standar kriteria. Hasil penelitian menunjukkan bahwa nilai dimensi serat dan
nilai turunannya dari ketujuh jenis kayu alternatif tersebut memenuhi kriteria
karakteristik serat untuk pulp/kertas dengan kelas kualitas serat I dan II. Kelas kualitas
serat I diperoleh jenis Octomeles sumatrana, Macaranga hypoleuca dan M. pruinosa.
Sementara itu, jenis yang termasuk kelas II adalah M. gigantea, M. tanarius, M.
conifera dan Anthocephalus cadamba.
Kata kunci : tujuh jenis kayu Indonesia, Propinsi Jambi, dimensi serat dan
turunannya, kualitas serat, pulp dan kertas
1
I. PENDAHULUAN
Meningkatnya kerusakan hutan alam tropik basah dari tahun ke tahun dan
makin berkurangnya pasokan bahan baku kayu dari hutan produksi alam mendorong
(HTI) dan Hutan Tanaman Rakyat (HTR). Sampai dengan tahun 2010 ditargetkan
dapat dibangun sembilan juta hektar hutan tanaman, yaitu 3,6 juta hektar HTI dan 5,4
Upaya pemenuhan bahan baku industri pulp dan kertas, dengan pembangunan
hutan tanaman telah digalakkan sejak lama. Di dalam pembangunan HTI pulp dan
kertas, jenis kayu yang diusahakan biasanya merupakan jenis introduksi/eksotik yang
memiliki karakteristik sifat dasar yang sesuai untuk penghasil pulp dan kertas. Jenis-
jenis tanaman yang sudah dikenal dan telah dikembangkan dalam skala besar sebagai
komoditas utama dalam pengusahaan HTI pulp ini pada umumnya merupakan jenis
cepat tumbuh (fast growing species) seperti Acacia mangium, Eucalyptus sp.,
terutama dengan memanfaatkan potensi hutan Indonesia yang cukup kaya dan
beragam jenisnya. Jenis alternatif yang nantinya akan digunakan dalam pembangunan
hutan tanaman harus terlebih dahulu diketahui sifat-sifat dasar kayunya dan teknik
kayu tersebut yang berhubungan dengan pulp dan kertas. Terkait dengan segala uraian
di atas, penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan informasi sifat-sifat dasar dari
beberapa jenis kayu alternatif yang berhubungan dengan kesesuaiannya sebagai bahan
2
penghasil serat untuk industri pulp dan kertas. Adapun sifat-sifat dasar yang diteliti
adalah dimensi serat dan turunannya dari jenis kayu alternatif penghasil serat. Sasaran
penelitian ini adalah untuk memperoleh informasi kualitas serat dari tujuh jenis kayu
II. METODOLOGI
Bahan baku kayu yang digunakan dalam penelitian ini sebanyak 7 (tujuh)
jenis, dikumpulkan dari Desa Baru Pelepat, Kecamatan Pelepat, Kabupaten Muaro
Bahan kimia yang digunakan adalah : akuades, asam asetat glacial, hydrogen
dibutuhkan adalah gergaji, chain saw, golok, meteran, plastik tempat sampel,
mikrotom, mikroskop, loupe, gelas obyek, gelas penutup, botol timbang, watch glass
dan pipet.
3
B. Prosedur Kerja
Setiap jenis pohon diambil sampelnya dari tiga bagian, yaitu bagian pangkal, tengah
dan ujung. Sampel bagian pangkal diambil pada jarak 5 cm dari bekas pemotongan
bagian bawah/pangkal pohon, bagian ujung diambil pada jarak 5 cm dari bagian
bawah cabang pertama, dan bagian tengah diambil tepat di tengah seksi tengah
tersebut (Rulliati dan Lempang, 2004). Pengamatan dimensi serat dilakukan dengan
cara pembuatan preparat maserasi menurut metode Schultze (Silitonga et al., 1972).
Mula-mula contoh kayu dari jenis alternatif tersebut dibuat menjadi serpih-serpih
sebesar korek api. Selanjutnya serpih dipanaskan pelan-pelan dalam tabung reaksi
yang berisi campuran larutan hidrogen peroksida dan asam asetat glasial dengan
perbandingan 1 : 1 (v/v). Serat yang sudah terpisah dicuci bersih dengan air mengalir
dari kran lalu diwarnai dengan safranin. Serat yang sudah diwarnai dimuat dalam
gelas obyek yang terlebih dahulu sudah ditetesi gliserin. Seratnya disebarkan merata
lalu ditutup dengan gelas penutup, kemudian preparat siap untuk diamati dibawah
mikroskop. Parameter pengamatan untuk dimensi serat adalah panjang serat, diameter
serat, diameter lumen, dan tebal dinding sel yang akan digunakan untuk mendapatkan
nilai turunan dimensi serat yaitu bilangan Runkell, daya tenun, perbandingan
4
C. Analisis Data
Data dimensi serat dan turunannya yang diperoleh dianalisis secara tabulasi
dan deskripsi dengan merujuk pada kriteria penilaian karakteristik kayu untuk pulp
A. Dimensi Serat
Dimensi serat merupakan salah satu sifat penting kayu yang dapat digunakan
sebagai dasar memilih bahan baku kayu untuk produksi pulp dan kertas. Dimensi serat
(panjang serat, diameter serat, tebal dinding sel, lebar lumen) dari 7 jenis kayu yang
Tebal
Panjang Diameter Diameter
dinding
Jenis serat serat lumen
No. serat
(Species) (Fiber (Fiber (Lumen
(Fiber wall
length) diameter) diameter)
thickness)
L (µ) D (µ) w(µ) l (µ)
1 Anthocephalus cadamba 1.561 23,956 2,788 18,380
2 Octomeles sumatrana 1.427 27,058 1,976 23,108
3 Macaranga hypoleuca 1.455 36,822 2,277 32,267
4 Macaranga pruinosa 1.607 33,810 3,071 27,667
5 Macaranga tanarius 1.207 20,164 2,627 14,909
6 Macaranga conifera 1.053 21,515 2,591 16,333
7 Macaranga gigantea 1.598 26,344 2,363 18,039
Keterangan (Remarks) : µ = mikron (microns ) = 10-3 mm = 10-6 m
Dari tabel diatas diketahui bahwa panjang serat dari tujuh jenis kayu alternatif
dalam Nurrahman dan Silitonga (1972), Macaranga pruinosa termasuk kelas serat
5
panjang yaitu 1.607 mikron (Lampiran 1). Sedangkan yang termasuk kelas medium
(2007), bahwa semakin panjang serat kayu maka pulp yang dihasilkan memiliki
kekuatan yang tinggi. Hal ini disebabkan serat panjang memberikan bidang
persentuhan yang lebih luas dan anyaman lebih baik antara satu serat dengan lainnya,
yang memungkinkan lebih banyak terjadi ikatan hidrogen antar serat-serat tersebut.
Lebih lanjut, pulp serat panjang lebih sulit lolos saringan, sehingga lebih mudah
dicuci. Panjang serat mempengaruhi sifat-sifat tertentu pulp dan kertas, termasuk
Diameter serat dari tujuh jenis kayu alternatif tersebut berkisar 20,164-36,822
mikron. Sementara itu diameter lumen berkisar 14,909- 32,207 mikron. Diameter
serat dan diameter lumen terkecil terdapat pada jenis Macaranga tanarius, sedangkan
diameter serat dan diameter lumen terbesar terdapat pada jenis kayu Macaranga
hypoleuca.
Tebal dinding serat tujuh jenis kayu alternatif tersebut berkisar antara 1,976-
3,071 mikron. Jenis Octomeles sumatrana mempunyai dinding serat yang paling tipis,
yaitu 1,976 mikron dan Macaranga pruinosa mempunyai dinding serat paling tebal,
yaitu 3,071 mikron. Serat yang berdinding tipis mengakibatkan serat tersebut mudah
menggepeng sehingga menghasilkan lembaran pulp dan kertas yang lebih padat dan
keteguhan letup pecah lebih baik dibandingkan dengan serat berdinding tebal.
keteguhan sobek yang tinggi, tetapi kekuatan letup rendah. Untuk memperoleh
keteguhan retak dan sobek yang tinggi, serat yang berdinding tebal perlu dicampur
dengan serat yang panjang dan berdinding tipis, misalnya dengan serat kayu daun
6
jarum, atau digiling sesudah diolah menjadi pulp selama beberapa waktu seminggu
Selain panjang serat, persyaratan serat untuk bahan baku pulp dan kertas juga
ditentukan oleh nilai turunan dimensi serat. Nilai turunan dimensi serat (bilangan
kekakuan) dan nilai kelas serat untuk 7 jenis kayu alternatif penghasil pulp dapat
Tabel 3. Besaran nilai turunan dimensi serat 7 jenis kayu alternatif penghasil serat
Table 3. Fiber derived value of seven alternative wood species as fiber provider
Bilangan Daya Perbandingan Koefisien Perbandingan
Runkel tenun Muhlsteph Kekakuan fleksibilitas
Jenis (Muhlsteph ratio),
No (Runkel (Felting (Rigidity (Flexibility
(Species)
ratio),
2w/l
power),
L/d
[ d – I ] x 100%
2 2 Coeffisien),
w/d
ratio),
l /d
d2
1 A.. cadamba 0,30 65 41 0,12 0,77
2 O. sumatrana 0,10 53 27 0,07 0,85
3 M. hypoleuca 0,14 40 23 0,06 0,88
4 M. pruinosa 0,22 48 33 0,09 0,82
5 M. tanarius 0,35 60 45 0,13 0,74
6 M. conifera 0,32 49 42 0,12 0,76
7 M. gigantea 0,26 61 53 0,09 0,68
Keterangan (Remarks) : w = tebal dinding serat (fiber wall thickness)
l = diameter lumen (lumen diameter)
L = panjang serat (fiber length)
d = diameter serat (fiber diameter)
Dari Tabel 3. terlihat bahwa bilangan Runkel untuk 7 jenis kayu alternatif
penghasil pulp berkisar 0,14 - 0,35. Bilangan Runkell adalah perbandingan 2 kali tebal
dinding sel dengan diameter lumen. Berarti bilangan Runkell berbanding lurus dengan
tebal dinding sel dan berbanding terbalik dengan diameter lumen. Menurut Anonim
(1976) bilangan Runkel yang kecil atau sama 0,25 termasuk kelas I yaitu jenis
pembuatan pulp serat yang baik yaitu memiliki bilangan Runkel kecil atau sama
7
dengan 0,25 karena memiliki dinding sel yang tipis dan diameter lumen lebar
sehingga serat dalam lembaran pulp menggepeng seluruhnya dan ikatan antar serat
Nilai daya tenun yang dihasilkan dari 7 jenis kayu tersebut berkisar 40–65
(Tabel 3). Nilai daya tenun merupakan perbandingan panjang serat dengan diameter
serat. Semakin besar perbandingan tersebut maka semakin tinggi kekuatan sobek dan
semakin baik daya tenun seratnya. Dengan kekuatan sobek yang tinggi itu juga berarti
panjang serat juga semakin panjang karena dalam menjalin antara serat semakin
panjang dan gaya sobek akan terbagi dalam luasan yang lebih besar (Syafii dan
Siregar, 2006). Dari ketujuh jenis kayu, nilai daya tenun tertinggi adalah jenis
Anthocephalus cadamba yaitu 65, sedangkan nilai daya tenun terendah adalah jenis
Macaranga hypoleuca yaitu 40 (Tabel 3). Menurut Anonim (1976), nilai daya tenun
ketujuh jenis kayu tersebut termasuk ke dalam kelas III karena berkisar dari 40 sampai
dengan 70.
Perbandingan Muhlsteph serat dari ketujuh jenis kayu tersebut berkisar antara
23–53 (Tabel 3). Perbandingan Muhlsteph tertinggi adalah pada jenis Macaranga
Macaranga hypoleuca yaitu sebesar 23. Menurut Anonim (1976), maka dari 7 jenis
kayu tersebut dapat dibagi menjadi dua kelas perbandingan Muhlsteph. Kelas I
berturut-turut yaitu 33, 41, 42, 45 dan 53. Besarnya perbandingan Muhlsteph
8
berpengaruh terhadap kerapatan lembaran pulp yang pada akhirnya berpengaruh pula
pada kekuatan pulp yang dihasilkan. Semakin kecil perbandingan Muhlsteph maka
kerapatan lembaran pulp yang dihasilkan akan semakin tinggi dengan sifat kekuatan
penghasil pulp berkisar antara 0,06–0,13 (Tabel 3). Nilai koefisien kekakuan adalah
perbandingan tebal dinding sel dengan diameter serat. Perbandingan ini menunjukkan
korelasi negatif terhadap kekuatan panjang putus (kekuatan tarik), artinya semakin
tinggi koefisien kekakuan maka semakin rendah kekuatan tarik dari kertas tersebut.
Sebaliknya semakin rendah koefisien kekakuan maka semakin tinggi kekuatan tarik
koefisien kekakuan yang rendah (Syafii dan Siregar, 2006). Dari ketujuh jenis
tersebut, koefisien kekakuan tertinggi terdapat pada jenis Macaranga tanarius sebesar
0,13, sedangkan nilai koefisien terendah pada jenis Macaranga hypoleuca sebesar
0,06. Menurut Anonim (1976), maka ketujuh jenis kayu tersebut mempunyai dua
kelas koefisien kekakuan (I dan II). Kelas I adalah dengan nilai koefisien kekakuan
<0,10, dan termasuk kelas ini adalah jenis Macaranga hypoleuca, Octomeles
adalah nilai koefisien kekakuan 0,10–0,15, dan termasuk kelas ini adalah jenis
9
fleksibilitas tinggi berarti serat tersebut mempunyai tebal dinding yang tipis dan
antara permukaan serat lebih leluasa sehingga terjadi ikatan serat yang lebih baik dan
akan menghasilkan lembaran pulp dengan kekuatan baik (Syafii dan Siregar, 2006).
0,68 (Tabel 3), sedangkan nilai perbandingan fleksibilitas tertinggi diperoleh jenis
Macaranga hypoleuca. Kayu untuk pulp sebaiknya mempunyai nilai koefisien yang
Berikut pada Tabel 4 disajikan hasil penentuan skor dimensi serat dan nilai
turunan dimensi serat pada tujuh jenis kayu alternatif untuk penentuan klasifikasi serat
kayunya.
Tabel 4. Hasil penetapan skor dimensi serat dan nilai turunannya pada tujuh jenis kayu
alternatif untuk penentuan klasifikasi seratnya
Table 4. Scoring results on fiber dimensions and their derived value of seven
alternative wood species for classifying of their fibers
Hasil penetapan skor (Scoring result)*)
Kelas/
Panjang Bilangan Daya Perbandingan Koefisien Perbandingan
Jenis kayu/ Total
serat Runkel tenun Muhlsteph Kekakuan Fleksibilitas
Wood species skor
(Fiber (Runkel (Felting (Muhlsteph (Rigidity (Flexibility
(Class/
length) ratio) power) ratio) coeffisien) ratio)
Total
Score)
II
A.. cadamba 50 75 50 75 75 75 (400)
I
O. sumatrana 50 100 50 100 100 100 (500)
I
M. hypoleuca 50 100 50 100 100 100 (500)
I
M. pruinosa 75 100 50 75 100 100 (500)
II
M. tanarius 50 75 50 75 75 75 (400)
II
M. conifera 50 75 50 75 75 75 (400)
II
M. gigantea 50 75 50 75 100 75 (425)
Keterangan (Remarks) :
*) Semakin tinggi nilai skor, maka semakin baik kualitas serat untuk pulp/kertas (The
higher the scores, then the better the qualities of fibers for pulp/paper)
10
Jumlah nilai panjang serat dengan nilai turunan dimensi serat menghasilkan
nilai kualitas serat untuk ketujuh jenis kayu tersebut berdasarkan Tabel 4 di atas,
menurut klasifikasi dari Anonim (1976) termasuk kedalam kelas I dan II. Nilai untuk
Macaranga conifera dan Macaranga gigantea dengan nilai kualitas serat berturut-
turut adalah: 400, 400, 400 dan 425. Dari data tersebut maka ketujuh jenis kayu
baik.
A. KESIMPULAN
1. Nilai hasil pengukuran panjang serat dari ketujuh jenis kayu alternatif
serat panjang yaitu 1.607 mikron. Sedangkan yang termasuk kelas medium
mikron.
2. Nilai turunan dimensi dan panjang serat ketujuh jenis kayu tersebut
3. Berdasarkan nilai turunan dimensi dan panjang serat, semua jenis kayu yang
11
B. SARAN
Ketujuh jenis kayu ini memiliki kesesuaian untuk digunakan sebagai bahan
baku pulp dan kertas berdasarkan panjang serat dan nilai turunan dimensi serat.
Namun masih diperlukan penelitian lebih lanjut mengenai sifat fisik dan kimia
ketujuh jenis kayu alternatif tersebut sebelum dilakukan pengembangan lebih lanjut,
karena penentuan kualitas serat kayu untuk bahan baku pulp juga ditentukan oleh
karakteristik lain sifat dasar kayu (sifat fisik dan sifat kimia) dan kondisi pengolahan
pulp/kertas.
DAFTAR PUSTAKA
Anonim. 2006. Teknik Silvikultur Hutan Tanaman Industri, Desember 2006. Pusat
Penelitian dan Pengembangan Hutan Tanaman, Badan Penelitian dan
Pengembangan Kehutanan, Bogor
Pasaribu, R.A dan A.P.Tampubolon. 2007. Status Teknologi Pemanfaatan Serat Kayu
Untuk Bahan Baku Pulp. Workshop Sosialisasi Program dan Kegiatan
BPHPS Guna Mendukung Kebutuhan Riset Hutan Tanaman Kayu Pulp
dan Jejaring Kerja. (Tidak dipublikasikan).
Rulliati, S. dan M. Lempang. 2004. Sifat anatomi dan fisis kayu jati dari Muna dan
Kendari Selatan. Jurnal Penelitian Hasil Hutan. Vol. 22 No. 4 : 231 – 237.
Pusat Penelitian dan Pengembangan Teknologi Hasil Hutan. Bogor.
Silitonga, T., R. Siagian dan A. Nurrachman. 1972. Cara pengukuran serat kayu di
Lembaga Penelitian Hasil Hutan (LPHH). Publikasi Khusus No.12.
Agustus, 1972. LPHH. Bogor.
12
Syafii, W dan I.Z. Siregar. 2006. Sifat kimia dan dimensi serat kayu mangium (Acacia
mangium Willd.) dari tiga provenans. Jurnal Ilmu dan Teknologi Kayu
Tropis. Vol. 4. No.1 : 29-32. Masyarakat Peneliti Kayu Indonesia
Lampiran1. Klasifikasi panjang serat Menurut IAWA 1)2)
Appendix 1. Classification of fiber length according to IAWA 1)2)
13
14
Lampiran 2. Persyaratan dan nilai serat kayu sebagai bahan baku pulp
Appendix 2. Requirement and wood fiber score as raw material for pulp
Persyaratan Kelas (Class) I Kelas (Class) II Kelas (Class) III Kelas (Class) IV
(Requirement) Syarat Nilai Syarat Nilai Syarat Nilai Syarat Nilai
(Requirement) (Score) (Requirement) (Score) (Requirement) (Score) (Requirement) (Score)
Panjang serat (Fiber length) 2.200µ 100 1.600 - 2.200µ 75 900 – 1.600µ 50 900µ 25
Bilangan Runkel (Runkel
ratio) 0,25 100 0,25 - 0,50 75 0,50 - 1,00 50 1,0 25
Daya tenun (Felting power) 90 100 70 - 90 75 40 - 70 50 40 25
Perbandingan Muhlsteph 30% 100 30 - 60% 75 60 - 80% 50 80% 25
(Muhlsteph ratio), %
Perbandingan fleksibilitas 0,80 100 0,60 - 0,80 75 0,40 - 0,60 50 0,40 25
(Flexibility ratio)
Koefisien kekakuan (Rigidity 0,10 100 0,10 – 0,15 75 0,15 - 0,20 50 0,20 25
coeffisien)
Jumlah Nilai 600 450 300 150
(Total score) (451 – 600) (301 – 450) (151 – 300) ( 150 )
Sumber (Source) : Anonim (1976)
15