You are on page 1of 10

Efikasi Ekstrak Akar Tuba (Derris eleptica) Terhadap Keawetan

Bambu Betung (Dendrocalamus asper) Dari Serangan Rayap Tanah


(Coptermes Curvignathus)
Efiency Of Tuba Root Ektract (Derris eletica) Tedurability of Betung Bamboo
(Dendrocalamus asper)

Wa Ode Jamaliah Putri Zam-Zam1, La Baco Sudia2, Nurhayati Hadjar3


1
Mahasiswa Jurusan Kehutanan Fakultas Kehutanan dan Ilmu
Lingkungan UHO Jl. Mayjen S. Parman, Kampus Kemaraya Kendari
Email : srifamilasari117@gmail.com

ABSTRACT

Bamboo is one of the non-timber forest products that are very commonly found in
Indonesia. Bamboo is a type of grass plant with cavities and segments in its stem,
bamboo is one of the fastest growing plants. Bamboo can grow to a length of 60 cm (24
In) or more, depending on the soil and climatologycal conditions in which it is planted.
Bamboo has become a raw material for products such as furniture, weaving, carving,
household furniture, musical instruments and construction. Round bamboo is used for
various constructions such as houses, warehouses, bridges, stairs, water pipes, water
containers, and household appliances. The purpose of this study was to determine the
effect of using a clear tuba root solution and milk on the durability of bamboo betung
from subterranean termites.
This research was carried out from August to October 2020, at the Forestry
Laboratory of the Faculty of Forestry and Environmental Sciences, while testing the
durability of Bamboo against subterranean termites was carried out at the Botanical
Gardens of Halu Oleo University. These two factors include the preservatives used,
namely the roots of the milk tube and the roots of the lymph tubes. As for the
concentration of preservatives used concentrations of 2% and 4%, respectively, for the
preservatives of the milk tube roots and lymph tube roots. After that, a preservative
solution with a concentration of 2% and 4% was made using a controller.Based on the
results of research that has been carried out can be concluded that the used of
preservatives tube roots and lymph tube at a concentration of 2% and 4% ineffectifvely
increase the durability of bamboo from land terminate attacks.
Keywords : Bamboo Betung, Preservation, Tuba Roots, Subterranean Termites,
Weight Loss
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Bambu merupakan salah satu hasil pertumbuhan paling cepat. Bambu dapat
hutan non kayu yang sangat banyak tumbuh sepanjang 60cm (24 Inchi) bahkan
ditemukan di Indonesia. Bambu adalah lebih tergantung kondisi tanah dan
tanaman jenis rumput-rumputan dengan klimatologi tempat tumbuh. Bambu telah
rongga dan ruas di batangnya, bambu menjadi bahan baku produk seperti mebel,
merupakan salah satu tanaman dengan anyaman, ukiran, perabot rumah tangga,
alat musik dan konstruksi. Bambu dalam kekuatan yang tergolong tinggi namun
bentuk bulat dipakai untuk berbagai karena kandungan pati yang ada membuat
macam konstruksi seperti rumah, gudang, bambu menjadi kurang awet secara alami
jembatan, tangga, pipa saluran air, tempat (Sutardi et al, 2015). Untuk mengantisipasi
air, serta alat-alat rumah tangga. Dalam kekurangan tersebut, satu tindakan agar
bentuk belahan dapat dibuat bilik, dinding bambu dapat berhahan lama adalah dengan
atau lantai, reng, pagar, kerajinan dan dengan cara mengawetkannnya sehingga
sebagainya. Namun dengan seiring dapat dijadikan bahan konstruksi yang
berkembangnya waktu penggunaan bambu kompetitif dan dapat diandalkan.
untuk bahan bangunan sudah mulai Pengawet yang ramah lingkungan
tergeser oleh bahan bangunan beton dan yang dapat digunakan dalam pengawetan
material baja. selain itu kurangnya bambu yaitu dengan menggunakan Getah
pengetahuan masyarakat dalam air Tuba. Akar tuba merupakan salah satu
pemanfaatan bambu berdampak pada jenis tumbuhan yang berasal dari famili
kurangnya permintaan penggunaan bambu. leguminosae yang berpotensi sebagai
Salah satu jenis bambu yang bahan insektisida nabati (Arsyad et al,
diperdagangkan untuk bermacam-macam 2019). ekstrak akar tuba efektif menekan
keperluan yaitu bambu Betung (Backer). serangan rayap tanah. Ekstrak dan senyawa
Bambu Betung telah digunakan untuk aktif dari berbagai spesies leguminosae
konstruksi bangunan rumah, jembatan dan memiliki aktivitas terhadap hama serangga.
tiang pancang (Subyakto, 2014 dalam Akar tuba mengandung racun spesifik
Muslich, 2014). Dibandingkan dengan rotenone yang digunakan sebagai anti
bahan bangunan kayu bambu memiliki parasit di bidang pertanian dan perkebunan,
beberapa kelebihan yaitu lebih ringan dan serta serting digunakan untuk meracuni
memiliki kekuatan lentur yang baik. ikan (fish poison). Selain itu, pada bidang
Bambu memiliki keunggulan dari pada perternakan dapat digunakan sebagai
kayu, seperti dapat dilengkungkan atau insektisida. Di inggris rotenone di gunakan
memiliki elastisitas dan nilai dekoratif untuk mencagah kelayuan pada bunga,
yang tinggi (Simbolon, 2019). melindungi tanaman, buah lunak, top fruit,
Bambu merupakan salah satu bahan dan sayuran dan sayuran serta buah-buahan
baku yang mudah dalam pengerjaannya, (Pradipta Hendra Setiawan et al., 2014)
seperti dibelah dan dibentuk serta memiliki Rayap merupakan serangga sosial
harga yang relatif lebih murah dari kayu. yang hidup dalam satu koloni. Dalam
Namun dibalik keunggulan itu bambu koloni rayap terdapat tiga kasta, yaitu kasta
memiliki kelemahan seperti mudah reproduktif (ratu dan raja), kasta prajurit,
diserang oleh organisme perusak bambu. dan kasta pekerja. Ratu memiliki peran
Keawetan alami bambu memiliki untuk menghasilkan telur dan raja
keawetan alami yang sangat rendah memilikitugas mengawini ratu. Kasta
sehingga dalam penggunaanya hanya prajurit beperan melindungi koloni
bertahan dalam waktu yang tidak relatif terhadap gangguan dari luar. Kasta prajurit
lama. Bambu memiliki keawetan alami mampu menyerang musuhnya dengan
tenggantung pada faktor umur bambu saat mandibel yang dapat menusuk,mengiris
ditebang, kandungan pati, cara penyimanan dan menjepit. Kasta pekerja bertugas
dan penggunaan, pengaruh iklim dan memelihara telur dan rayap muda, memberi
cuaca, serta organisme perusak. Bambu makan, memelihara ratu, mencari sumber
sebagai bahan konstruksi memiliki pakan, membuat sarang dan liang-liang
kembara. Kasta ini juga merusak tanaman, 30cm dan tinggi 25m. Kemudian sampel
kayu, mebel dan bahan berselulosa lainnya dipotong menjadi 3 bagian yaitu: pangkal
(Tarumingkeng, 1971). (P), tengah (T), ujung, (U) dengan selisih
Berdasarkan uraian diatas maka perlu masing-masing 5 ruas, bagian pangkal
dilakukan penelitian tentang efikasi ekstrak dipotong 2 ruas dari permukaan tanah atau
akar tuba (Derriseleptica) terhadap sekitar 45cm diatas permukaan tanah
keawetan bambu betung (Dendrocalamus (Hamzah et al., 2016).
asper) dari serangan rayap tanah 2. Contoh Uji Laboratorium
(Coptermes Curvignathus).
Tujuan penelitian ini untuk Sampel bambu yang telah diperoleh
mengetahui efikasi ekstrak akar tuba dari lapangan selanjutnya dibuat menjadi
(Derriseleptica) terhadap keawetan bambu contoh uji penelitian, yaitu pembuatan
betung (Dendrocalamus asper) dari contoh uji diambil dari bagian bambu pada
serangan rayap tanah (Copterme posisi pangkal (P), tengah (T), dan bagian
Curvignathus). ujung (U), kemudian diberi label
menggunakan spidol pada masing-masing
METODE PENELITIAN contoh uji dengan ukuran 10×2×2 cm,
Lokasi dan Waktu Penelitian bagian pangkal (18 Buah), tengah (18
Penelitian ini dilaksanakan di Buah), dan ujung (18 Buah).
Laboratorium Jurusan Kehutanan dan Ilmu Kemudian semua sampel dikeringkan
Lingkungan sedangkan untuk pengujian sampai mencapai kondisi kering udara
keawetan bambu pada rayap tanah, (kadar air ± 15%), setelah itu ke dua ujung
dilaksanakan di Kebun Raya Universitas masing masing sampel di cat untuk
Halu Oleo pada bulan November-April mencegah masuknya bahan pengawet dari
2021. arah longitudinal, contoh uji yang telah di
cat ujungnya kemudian diambil dan di ukur
Bahan dan Alat panjang, lebar, dan tebalnya untuk
Bahan yang digunakan pada penelitian mengetahui volume kering udara.
ini adalah potongan bambu Betung, akar
tuba getah bening (Derris elleptica (Roxb) Ket : P = 2
L = 10
Benth), akar tuba getah susu (Derris T=2
10 cm
elleptica (Wall) Benth), alumunium foil dan
metanol.
Alat yang di gunakan pada penelitian 2 cm
ini adalah parang, kamera, saringan,
mistar, pulpen, buku, caliper, timbangan 2 cm
analitik, bak pengawet, pengaduk dan
beaker glass. 3. Pembuatan Bahan Pengawet
Prosedur Penelitian a. Ekstraksi Akar Tuba
Prosedur penelitian yang akan 1. Akar tuba dipotong dan diiris kecil-kecil
dilakukan dalam penelitian ini yaitu sebanyak 3kg setelah dicuci sampai
sebagai berikut : bersih untuk menghilangkan kotoran
1. Pengambilan Sampel yang ada, lalu dijemur 4-7 hari hingga
Sampel bmbu betung dalam penelitian kadar air ±10%.
ini berasal dari kawasan Tahura Nipa-Nipa 2. Potongan-potongan akar tuba di blender
dengan diameter batang bawah berukuran hingga menjadi serbuk sebanyak 1500 g
dimasukkan ke dalam botol reagent dan
di maserasi menggunakan pelarut - konsentrasi 2 % = 20 ml akar tuba
metanol dengan perbandingan volume getah Bening + 1000 ml air
antara serbuk dan pelarut yaitu 1:5 b/v. - konsentrasi 4% = 40 ml akar tuba getah
3. Selanjutnya dikocok menggunakan bening + 1000 ml
shaker selama ±2 jam dan didiamkan
selama ±24 jam. Tabel 1. Hasil pengukuran Retensi (kg/mᶾ),
4. Larutan di saring dengan menggunakan Absorsi (kg/mᶾ)
kertas saring hingga berbentuk filtrat.

Rata-rata
Ulangan

Total
Perlakua
5. Kemudian larutan ekstrak methanol n
tersebut di uapkan menggunakan alat Pangkal Tengah Ujung

Konsentrasi
rotary vaccum evaporator selama ±1 Jenis
jam. Kemudian larutan tersebut bahan
pengawe
1 2 3 1 2 3 1 2 3
diletakkan di water bath untuk t
menguapakan sisa pelarut yang masih 2
Akar
terdapat didalam ekstrak tuba
%
(Arsyad et al, 2019). 4
susu
%
b. Pembuatan Larutan Bahan 2
Akar
Pengawet %
tuba
4
Penelitian ini menggunakan pengawet bening
%
akar tuba bambu dengan tujuan untuk
Kontrol
memperkuat ketahanan bambu agar tidak
Total
mudah diserang rayap tanah. Pembuatan
konsentrasi 2% yaitu dengan 20ml ekstrak Rata-
rata
kental akar tuba bening dan akar tuba susu
yang diencerkan dalam 1000ml air,
4. Pengaplikasikan Bahan Pengawet
sedangkan untuk pembuatan konsentrasi
4% yaitu dengan 40ml ekstrak kental akar Selanjutnya sampel bambu direndam
tuba bening dan akar tuba susu kemudian ke dalam masing-masing larutan akar tuba
diencerkan kedalam 1000ml air (Adharini, getah bening dan akar tuba getah susu
2008). perendaman dilakukan selama yaitu 24
Adapun bahan pengawet yang jam.  Setelah perendaman, setiap sampel
digunakan yaitu akar tuba getah susu dan bambudiangkat dari dalam bahan pengawet
akar tuba getah bening. Sedangkan untuk untuk dikering-anginkan sekitar 7 hari.
konsentrasi bahan pengawet digunakan
5. Pengawetan atau pengujian
konsentrasi 2% dan 4% masing
Keawetan Bambu
masinguntuk bahan pengawet akar tuba
a. Pengukuran Nilai Absrobsi
getah susu dan akar tuba getah bening.
Absrobsi adalah (banyaknya bahan
Setelah itu dibuat larutan bahan pengawet
pengawet yang diserap) dihitung
dengan konsetrasi 2% dan 4%sebagai
berdasarkan selisih volume bahan
berikut:
pengawet pada masing-masing contoh uji
- kontrol = Tanpa bahan Pengawet
sebelum dan sesudah diawetkan dikalikan
- konsentrasi 2 % = 20 ml akar tuba
dengan berat jenisnya.
getah susu + 1000 ml air
- konsentrasi 4 % = 40 ml akar tuba b. Pengukuran Nilai Retensi
getah susu + 1000 ml air Retensi adalah banyaknya bahan
pengawet yang masuk dan tertinggal dalam
bahan yang diawetkan, yang dinyatakan getah bening dan larutan akar tubah getah
dalam bobot bahan pengawet per unit susu dengan konsentrasi masing masing
volume bahan yang diawetkan. salah satu 2% dan 4% selama 24 jam (Adharini,
indikator efektivitas pengawetan adalah 2008). Dengan demikian rumus absorbsi
mengetahui retensi cairan pengawet yang sebagai berikut:
mauk ke dalam bambu. Absorbsi = B1-B0
6. Pengujian pada rayap tanah V
Pengujian contoh uji terhadap Keterangan:
serangan rayap tanah (Coptotermes sp) B1 = BeratBasah setelah diawetkan (g)
yang dilakukan dalam jangka waktu 1 B0 = Berat sebelum diawetkan (g).
bulan.  Dimana tanah dan aktifitas rayap V = Volume (Rahayu, 2009)
tanah di amati setiap minggunya. Proses 2. Retensi
perlakuan pengujian pada rayap
tanahdilakukan sebagai berikut: Retensi merupakan jumlah bahan
a. Masing-masing contoh uji di kering pengawet yang telah masuk kedalam
anginkan 7 hari sampai diperoleh bobot bambu, yang merupakan selisih berat
yang konstan. kering udara contoh uji sebelum dan
b. Setelah mencapai bobot konstan setelah pengawetan. Retensi dapat dihitung
kemudian menimbang bobot awal dengan rumus :
contoh uji dalam keadaan kering. BI −BO
c. Kemudian menyimpan contoh uji R= xK
V
sampai kering udara.
d. Setelah mencapai kering udara masing- Keterangan :
3
masing contoh uji yang telah diketahui R : Retensi (kg/m )
bobotnya di masukan kedalam tanah BI : Berat contoh uji setelah diawetkan
yang sudah disiapkan. (g)
e. Perletakkan contoh uji yaitu dengan cara BO : Berat contoh uji sebelum diawetkam
terbaring dan dengan cara acak pada (g)
3
dasar tanah yang sudah di siapkan dan V : Volume contoh uji (m )
sandarkan sedemikian rupa, kemudian K : Kosentrasi larutan bahan pengawet
masukan rayap tanah yang sudah (%). (Putri et al., 2012).
disiapkan untuk bahan contoh uji. 3 Bobot Kehilangan Berat
Variabel Yang Diamati Percobaan dilakukan melalui uji tanam
Untuk mengetahui pengaruh kosentrasi selama 1 bulan dengan jarak masing-
akar tuba terhadap tingkat keawetan pada masing bambu bagian pangkal, tengah,
bambu betung maka ada beberapa variabel ujung antara 5 cm. Variabel yang diamati
pengamatan yang akan dilakukan antara yaitu persen kehilangan bobot dan tingkat
lain : kerusakan bambu terhadap serangan
1. Absorbsi rayap.  Kehilangan berat contoh uji tanam
Absorbsi didefinisikan sebagai jumlah dihitung dengan menggunakan rumus.
larutan bahan pengawet yang meresap ke B 1−B 2
Kehilangan Berat (%)= x 100
dalam bambu segera sesudah proses B1
pengawetan selesai, dinyatakan dalam Keterangan:
berat per satuan volume bambu. Bambu B1 = Berat contoh uji kering tanur
betung direndam dalam larutan akar tuba sebelum ditanam (g)
B2 = Berat contoh uji kering tanur setelah

Konsentrasi
ditamam (g). (Hamzah et al. 2016).

Perlakuan
Kehilangan
Posisi Absorbsi Retensi
Berat
Selanjutnya tingkat ketahanan contoh Dalam
Batang
uji berdasarkan indikatorkehilangan berat (g/cm3) (g/cm3) (%)
dihitung dari nilai rata-rata keseluruhan 0,0290
contoh ujidengan menggunakan klasifikasi Pangkal 0,02852
8
25,22

yang dibuat oleh Badan Standardisasi 2% Tengah 0,02833


0,0289
23,85
7
Nasional Indonesia. Klasifikasi tersebut Ujung 0,02446 0,0251 21,22
dapat dilihat pada Tabel 1
Rata-Rata 0,0271 0,0277 23,43
Tabel 2. Klasifikasi ketahanan 20 jenis Tuba
Bening 0,0295
bambu berdasarkan penurunan Pangkal 0,02897
1
24,34
berat akibat serangan rayap tanah. 4% Tengah 0,02912
0,0297
20,8
3
Selang Selan Sifat
Kela Jumla 0,0258
Penuruna g Ketahana Ujung 0,02524
8
24,58
s h Jenis
n Berat % Skor n Rata-Rata 0,0278 0,0284 23,24
Sangat
I <9,049 >11,5
tahan 3 0,0266
Pangkal 0,0209 24,84
10,5- 7
II 9,049-14,925
8,0
Tahan 5
2% 0,0291
Tengah 0,02273 19,7
14,926- Ketahanan 8
III
20,790
7,0-6,5 3
Sedang 0,0231
Ujung 0,01662 23,53
5
20,791-
IV
26,661
5,5-2,5 Tidak tahan 7 Rata-rata 0,0201 0,0263 22,69
Tuba
Sangat tidak Susu
0,0284
V >26,661 <1,5 2 Pangkal 0,02788 26,46
tahan 7
Sumber : Jasni et al, 2017 4% 0,0299
Tengah 0,02927 22,5
3
0,0239
Analisis Data Ujung 0,02305
8
27,12

Data hasil penelitian nilai ditabulasi Rata-rata 0,0267 0,0275 25,36

dan di analisis secara deskriptif. Dengan Pangkal 0 0 24,58


cara menklasterisasi ketahanan bambu
0%
sesuai dengan standart SNI. Kontro
Tengah 0 0 19,31
l
Ujung 0 0 13,16
HASIL DAN PEMBAHASAN
Rata-rata 0 0 19,02
Hasil
Berdasarkan hasil pengamatan yang Berdasarkan nilai rata-rata absorbsi,
telah dilakukan, nilai rata-rata absorbsi, retensi dan kehilangan berat terhadap
retensi dan kehilangan berat terhadap pengawetan bambu betung dengan
bambu betung (Dendrocalamus asper) menggunakan extrak tuba disajikan pada
pada jenis bahan pengawet tuba bening dan Gambar 1, 2 dan 3 berikut ini:
tuba susu dengan masing-masing
konsentrasi 2% dan 4% disajikan pada
Tabel 3 berikut:
Tabel 3. Hasil analisis data rata-rata nilai
absorbsi, retensi dan kehilangan
berat pengawetan bambu betung
dengan menggunakan ekstrak
tuba
Absorbsi
membuktikan bahwa konsentrasi pengawet
0.035
0.029 0.028 0.029 0.029 0.028 0.029 mempengaruhi nilai rata-rata absorsi.
0.030
0.025
0.024 0.023 0.021 0.023 0.023 Semakin tinggi konsentrasi pengawet nilai
0.020
0.015
0.017
absorbsi akansemakin tinggi. Hal ini
0.010 sejalan dengan penelitian Sumaryanto et
0.005 0.000 0.000 0.000
0.000 al., (2013) yang menyatakan bahwa salah
2% 4% 2% 4% t r ol satu faktor yang mempengaruhi
ng ng su su n
ni ni Su Su Ko
B e Be
Pangkal a
b Tengah u b Ujung a keterawetan kayu adalah konsentrasi
ba ba Tu T
Tu Tu
larutan bahan pengawet.
Gambar1. Rata-Rata Absorbsi Pada Konsentrasi Berdasarkan posisi dalam batang pada
Bahan Pengawet 2% Dan 4% Pada Gambar 1. menunjukkan bahwa nilai rata-
Tuba Bening rata absorbsi tertinggi yaitu posisi tengah
baik tuba bening maupun tuba susu
Retensi
0.035 0.029 0.029 0.029 0.030 0.029 0.030
sedangkan nilai absorbsi terendah yaitu
0.028
0.030 0.025 0.026 0.027 0.024 pada posisi ujung setiap perlakuan. Hal ini
0.023
0.025
0.020 sejalan dengan penelitian Muchlis dan
0.015
0.010 Rulliaty (2012) yang menyatakan bahwa
0.005 0.0000.000 0.000
0.000 nilai absorbs terendah yaitu pada posisi
l
ng
2%
ng
4%
u
2%
u
4%
n
rt o ujung. Hal ini diduga karena kurangnya
ni ni us us Ko
Be e
B Pangkal b a Tengah
S a S
bUjung kandungan air yang terdapat pada bagian
ba ba Tu Tu
Tu Tu ujung.
Gambar 2. Rata-Rata Retensi Konsentrasi Bahan Retensi
Pengawet 2% Dan 4% Pada Tuba Susu
Berdasarkan rata-rata nilai retensi pada
Table 3 menunjukan bahwa nilai rata-rata
Kehilangan Berat retensi tertinggi yaitu pada perlakuan tuba
30 25.22 26.46 27.12 24.84
25
23.85
21.22
24.34 24.58
20.8 22.5
19.7
23.53 24.58 bening4% yaitu 0,0284g/cm3 dan tuba susu
19.31
20 4%
13.16
yaitu 0,0275g/cm3. Sehingga
15
10 menunjukkan bahwa posisi tengah batang
5 bambu memiliki kandungan bahan
0
2% 4% 2% 4% ro
l pengawet tertinggi. Sedangkan nilai retensi
ng ng su su nt
n i n i Su Su Ko terendah adalah kontrolkarena tidak
Be Be Pangkal b a Tengah ba
Tu
b a
Tu
b a Tu TuUjung memiliki nilai retensi diikuti setiap
perlakuan dengan konsentrasi 2% yaitu
Gambar 3. Rata-Rata Kehilangan Berat Pada
Konsentrasi Bahan Pengawet 2% dan
perlakuan tuba bening sebesar 0,0277g/cm3
4% Pada Tuba Bening. dan tuba susu sebesar 0,0263g/cm3. Hal ini
menunjukkan bahwa semakin tinggi
Pembahasan konsentrasi pengawet maka semakin tinggi
Absorbsi nilai retensi bambu betung.Hal ini sejalan
Berdasarkan hasil pengamatan pada dengan penelitian Tarigan et al., (2012)
Tabel 3 menunjukkan bahwa rata-rata mengenai konsentrasi boraks terhadap
nilaiabsorsi tertinggi pada perlakuan tuba bambu betung dimana hasil penelitiannya
susu 4% yaitu 0,0278g/cm3 sedangkan rata- menyatakan bahwa semakin tinggi
rata absorbsi terendah pada perlakuan konstrasi pengawet boraks maka semakin
kontrol karenatidak memiliki nilai absorbsi tinggi pula retensi bahan pengawet yang
kemudian diikuti rata-rata perlakuan tuba diperoleh.
susu 2% yaitu 0,0201g/cm3. Hal ini Kemudian berdasarkan Gambar 2.
menunjukkan bahwa nilai retensi tertinggi juga rendah. Hal tersebut dikarenakan
terlihat pada posisi tengah setiap perlakuan perlakuan contoh uji kontrol tidak terdapat
yaitu tuba bening dan tuba susu dengan bahan beracun yang dapat menghalangi
konsentrasi sebesar 0,029g/cm3 serta tuba organisme perusak bambu seperti rayap
bening dan tuba susu dengan konsentrasu tanah untuk memakan komponen di dalam
4% yaitu 0,030g/cm3. Sedangkan nilai bambu. Menurut Futariana (2014), hal
rata-rata retensi terendah yaitu posisi ujung yang menyebabkan perbedaan hasil
masing-masing perlakuan yaitu berkisar pengujian yaitu perlakuan terhadap
0,023g/cm3 hingga 0,026g/cm3. Hal ini masing-masing benda uji.
sejalan dengan penelitian Hamzah et al., Pada nilai rata-rata contoh uji yang
(2016) yang menyatakan bahwa keadaan menggunakan bahan pengawet dengan
bagian ujung bambu yang kadar airnya konsentrasi 2% dan 4%, serta kontrol nilai
relatif rendah akan kurang permeable tertinggi terdapat pada bahan pengawet
dibandingkan dengan posisi pangkal dan tuba susu dengan konsentrasi 2% pada
tengah batang bambu. Hal ini diduga posisi bagian tengah sebesar 22,50%
menjadi menyebabkan retensi bahan dengan nilai rata-rata 24,36%. Sedangkan
pengawet pada posisi ujung lebih kecil nilai rata-rata kehilangan berat terendah
dibandingkan dengan bagian lainnya. yaitu kontrol bagian ujung sebesar 13,16%
Menurut Liese (1980) dalam dengan nilai rata-rata 19,02%.
Novriyanti dan Nurahman (2004) Menurut Ginting (2012) hal ini
menyatakan panjang waktu dan efektifitas dikarenakan kayu akan semakin awet dari
pengawetan tergantung pada jenis bambu, bagian ujung menuju ke pangkal karena
kadar air dan bahan pengawet tergantung perbandingan kayu teras dan zat ekstraktif
pada jenis bambu, kadar air dan bahan yang lebih besar di bagian pangkal dari
pengawet yang digunakan. Nilai retensi pada bagian ujung. Sehingga menunjukkan
akan menurut apabila kandungan bahan bahwa penggunaan larutan bahan pengawet
pengawet sulit terserap. akar tuba susu dan bening kurang efektif
Kehilangan berat terhadap pengujian rayap tanah. Dimana
Berdasarkan hasil pengujian pada contoh uji kontrol yang mengalami
kehilangan berat dengan konsentrasi setiap kehilangan berat lebih rendah sehingga
bahan pengawet 2% dan 4% serta kontrol contoh uji pada kontrol cukup bagus
pada Tabel 3 menunjukan bahwa setaip dibandingkan dengan contoh uji yang
sampel cenderung mengalami penurunan menggunakan bahan pengawet akar tuba
kehilangan berat. Kehilangan berat susu dan bening.
tertinggi yaitu perlakuan tuba susu 4% Menurut penelitian sebelumnya yang
sebesar 25,36% diikuti tuba bening 2% dilakukan oleh Sorumba (2021)mengenai
sebesar 23,43% dan tuba bening 4% pengawetan akar tuba terhadap kayu jati
sebesar 23,24% selanjutnya kehilangan putih dimana hasil penelitian tersebut
berat terendah yaitu perlakuan kontrol menunjukan bahwa pengawet akar tuba
sebesar 19,02% diikuti perlakuan tuba susu susu memberikan nilai absorbsi dan retensi
2% sebesar 22,69%. Hal ini menunjukkan yang tinggi pada kayu jati dibandingkan
bahwa ketahanan bambu oleh perlakuan akar tuba bening, dengan demikian
kontrol lebih bagus karena kurangnya disimpulkan bahwa pengawet akar tuba
serangan dari rayap tanah. Hal ini diduga lebih efektif terhadap pengawetan kayu jati
karena perlakuan kontrol kurang memiliki putih. Hal tersebut berbanding terbalik
kadar air sehingga serangan rayap tanah dengan penelitian ini dan selaras dengan
penelitian Musaifa (2019), dimana nilai terhadap serangan rayap tanah
kehilangan berat perlakuan kontrol (Captotermes curvignathus). Jurnal
cenderung lebih rendah. Sehingga Ecogreen. 2(2): 131-136.
disimpulkan bahwa perlakuan bahan Musaifa. 2019. Pengaruh konsentrasi
pengawet baik akar tuba susumaupun akar ekstrak daun ketapang (Terminalia
tuba bening tidak efektif dalam membasmi catappa) terhadap keawetan bambu
raya tanah. Hal ini diduga karena betung (Denrdrocalamus asper)
konsentrasi bahan pengawet yang dari serangan rayap tanah
digunakan sangat rendah.Hal ini sesuai (Captotermes sp.) [skripsi].
dengan penelitian Hamzah et al., (2016) Universitas Halu Oleo. Kendari.
yang menyatakan tingginya konsentrasi Muslich. M, dan Rulliaty S. 2014.
pengawet yang dapat mengurangi serangan Ketahanan bambu betung
rayap tanah. (Dendrocalamus asper Backer)
KESIMPULAN DAN SARAN yang diawetkan dengan Ccb
Kesimpulan terhadap serangan penggerek di
Berdasarkan penelitian yang telah laut. Jurnal Penelitian Hasil Hutan.
dilakukan maka dapat disimpulkan bahwa 32(3):199-208.
penggunaan bahan pengawet akar tuba Putri, N., Herawati, E dan Batu B.R. 2012. 
bening dan tuba susu pada konsentrasi 2% Pengawetan Kayu Karet (Heveabra
dan 4% tidak efektif meningkatkan ziliensimuellArg.) Menggunakan
keawetan bambuBetung dari serangan Asam Borat (H3BO3) Dengan
rayap tanah. Metode Pengawetan Redaman
Panas Dingin [skripsi]. Universitas
Saran
Sumatra Utara. Medan.
Saran dari penelitian ini yaitu perlu
adanya penelitian lanjutan untuk melihat Rahayu, Dwi., S. Kusrini, Dewi.,
seberapa awet/tahan lama bambu betung Fachriyahdan Enny. 2009.
dengan menggunakan konsentrasi yang Penentuan Aktivitas
lebih tinggi terhadap serangan rayap tanah. Antioksidan Antioksi dan dari
Ekstrak
DAFTAR PUSTAKA Daun Ketapang (Terminalia catapp
Adharini, G. 2008. Uji Kempuhan Ekstrak a L) dengan Metode 1,1-Difenil-2-
Akar Tuba (Derris elliptica Benth) Pikrilhidrazil (DPPH) [skirsi].
untuk Pengendalian Rayap Tanah UNDIP. Jawa Tengah.
[skripsi]. Insitut Pertanian Bogor. Simbolon. M. 2019. Daya Saing Produk
Bogor. Bambu Indonesia di Pasar
Arsyad, W.O., Ismanto, A dan Baedowi, A. Internasional [sripsi]. Institut
2019. Efikasi ekstrak akar tuba Pertanian Bogor. Bogor.
dalam mengendalikan rayap Sorumba Ikhsan Toriqh. 2021. Efektifitas
tanahMacrotermes gilvus Hagen penyerapan bahan pengawet akar
pada pertanaman kayu putih. Jurnal tuba (Derris elleptica Benth.) pada
Ecogreen. (5) 1. kayu jati putih (Gmelina arborea
Hamzah, N., N. Pujirahayu dan Tama, Roxb.). Fakultas Kehutanan dan
S.R. 2016. Pemanfaatan boraks Ilmu Lingkungan.Universitas Halu
untuk pengawetan bambu betung Oleo. Kendari.
(Dendrocalamus Asper Backer)
Sumaryanto, A., A. Sutjipto., Hadikusumo
dan Lukmandaru. 2013.
Pengawetan Kayu Gubal Jati Secara
Rendaman Dingin Dengan
Pengawet Boran untuk Mencegah
Serangan Rayap Kayu Kering
(Cryptotermes cynocephalus)
[skripsi]. Universitas Gajah
Mada.Yogyakarta.
Sutardi, S.R, Nadjib, N., Muslich, M.,
Jasni, Sulistiningsih, Komaryati, S.,
Suprapti, S., Abdurrahman, dan
Basri E. 2015. Informasi Sifat
Dasar dan Kemungkinan
Penggunaan 10 Jenis Bambu. (ID):
Pusat Penelitian dan Pengembangan
Hasil Hutan. Bogor.
Tarigan, F.H., L. Hakim dan R. Hartono.
2012. Asetilasi kayu kemiri
(Aleurintes molucana), durian
(Durio zibeth), dan manggis
(Gracinia mangostana). [skripsi].
Fakultas Pertanian. Universitas
Sumatera Utara. Medan.

You might also like