You are on page 1of 9

KARAKTERISTIK HABITAT TAPIR ASIA (Tapirus indicus)

WILAYAH KERJA RESORT LAHAI SPTN II BELILAS


TAMAN NASIONAL BUKIT TIGA PULUH DAN
SEKITARNYA DI PROVINSI RIAU

CHARACTERISTICS OF THE ASIAN TAPIR (Tapirus indicus) HABITAT


IN THE WORKING AREA OF THE LAHAI RESORT SPTN II BELILAS
BUKIT TIGA PULUH NATIONAL PARK AND
SURROUNDINGS IN RIAU PROVINCE

Muhammad Khaerul Anwar 1, Defri Yoza 2, Viny Volcherina Darlis 2


Forestry Department, Faculty of Agriculture, University of Riau
Address Bina Widya, Pekanbaru, Riau
irulirul1996@gmail.com

ABSTRACT

Tapir is a large endemic mammal on the Sumatra island, this animal is prioritized for
conservation because it is categorized as an endangered species. The population is at risk of extinction
>20% over a 20 year period, when no conservation efforts are made in accordance with their habitat.
Tapirs can live in swamp habitats, lowlands, mountains, hilly forests, secondary forests, shrubs and
palm plantations. All of the most important types of habitat are the availability of food, water and
shelter. A habitat that is suitable for the survival of the tapirs is needed, such as the availability of
sufficient food and an environment that supports tapirs to breed. This research aims to find out the
characteristics of Asian tapir habitat (Tapirus indicus) in several types of primary forest vegetation,
secondary forests and shrubs in the working area of Resort Lahai SPTN II Belilas Bukit Tiga puluh
National Park and surrounding areas in Riau Province. This research was conducted using purposive
sampling method by determining the characteristics of tapir habitat. The characteristic of tapir habitats
in TNBT and surrounding areas in the three vegetation are the closure of tree headers in the bush 0%,
secondary forests 3.63%-54.21% and primary forests 4.37%-85.66%. Availability of feed plants in
primary forests 3.03%-83.33%, secondary forests 39.13%-100.00%, shrubs 50.00%-100.00%. The
characteristic of tapir habitats in primary forests, Secondary forests and shrubs include low land with
topography ramps up to rather steep, distances with natural forests from primary forests are 633.54 m-
1,155.00 m, secondary forests 1,253.32 m-1,791.76 m and shrubs 1,539.76 m-1,985.14 m. Distance by
river from secondary forest 100.84 m-325.95 m, primary forest 126.58 m-290.99 m and shrub 111.33
m-356.04 m.

Keywords : Characteristics, Habitat, Forest, Tapir.

PENDAHULUAN Menurut International Union for Conservation


of Nature and Natural Resources (IUCN)
Tapir (Tapirus indicus) merupakan hewan (2012), tapir dikategorikan sebagai satwa yang
herbivore pemakan tumbuhan yang menempati terancam punah (Endangered).
tempat hidup habitat rawa, dataran rendah, Populasi tapir berpeluang untuk punah
pegunungan, hutan perbukitan, hutan sekunder, >20% dalam kurun waktu 20 tahun apabila
semak lebat dan perkebunan palem. Tapir tidak ada upaya konservasi sesuai dengan
merupakan mamalia besar endemik di Pulau habitatnya. Saat ini tidak ada data yang akurat
Sumatera. Tapir adalah satwa yang mengenai banyaknya jumlah populasi tapir di
diprioritaskan untuk dikonservasi dalam Pulau Sumatera. Beberapa publikasi
peraturan Menteri Kehutanan Nomor menunjukkan bahwa kisaran kepadatan tapir
P.57/menhut-II/2008 tentang Arahan Strategis berkisar antara 0,03-0,8 individu km-2. Habitat
Konservasi Spesies Nasional 2008-2018. merupakan tempat dimana satwa itu
1
Mahasiswa Jurusan Kehutanan, Fakultas Pertanian, Universitas Riau.
2
Dosen Jurusan Kehutanan, Fakultas Pertanian, Universitas Riau.
Jurnal Ilmu-Ilmu Kehutanan Vol. 7 No. 1 Februari 2023
30
melangsungkan hidupnya berupa makan, Resort Lahai SPTN II Taman Nasional Bukit
berkembang biak dan beristirahat. Menurut Tiga puluh dan sekitarnya di Provinsi Riau.
Menteri Kehutanan (2013) dibutuhkan habitat Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui
yang sesuai dengan keberlangsungan hidup karakteristik habitat tapir asia (Tapirus
tapir seperti ketersediaan pakan yang cukup indicus) pada beberapa tipe vegetasi hutan
dan lingkungan yang mendukung tapir untuk primer hutan sekunder dan semak di wilayah
berkembang biak. Tipe habitat tapir dapat kerja Resort Lahai SPTN II Belilas Taman
hidup dalam habitat rawa, dataran rendah, Nasional Bukit Tiga puluh dan sekitarnya di
pegunungan, hutan perbukitan, hutan sekunder, Provinsi Riau.
semak dan perkebunan palem, semua tipe
habitat tersebut yang terpenting adalah METODOLOGI
tersedianya unsur makanan, air dan tempat
berlindung. Penelitian ini dilaksanakan di Taman Nasional
Taman Nasional Bukit Tiga puluh terbagi Bukit Tiga puluh wilayah kerja Resort Lahai
atas enam resort yaitu Suo-suo, Lubuk SPTN II Belilas dan sekitarnya di Provinsi
Mandarsah, Keritang, Talang Lakat, Siambul, Riau, tepatnya di Desa Lahai Kuning,
Lahai merupakan salah satu kawasan di Kecamatan Batang Cinaku Kabupaten
Provinsi Riau yang diperuntukkan sebagai Indragiri Hulu, Provinsi Riau, pada bulan
habitat asli satwa liar termasuk ke dalam September 2019 sampai dengan bulan
spesies kunci seperti harimau sumatera November 2019. Peta lokasi penelitian untuk
(Panthera tigris sumatrae), gajah sumatera pengambilan data pengamatan data dapat
(Elephas maximus sumatranus), kijang dilihat pada Gambar 1.
(Muntiacus montanus), orangutan (Pongo
ebilli) dan tapir (Tapirus indicus) Resource
Base Inventory (2009). Taman Nasional Bukit
Tiga puluh wilayah kerja Resort Lahai SPTN
II Belilas terdapat didalamnya empat zonasi
diantaranya zona inti 19665,75 ha, zona rimba
11883.16 ha, zona rehabilitasi 678,39, zona
khusus 2882,78 (BTNBT, 2018). Sebagian
zonasi berbatasan dengan tanah milik
penduduk setempat yang mengakibatkan
meningkatnya ilegal loging, kebakaran hutan
dan lahan serta konversi hutan sekunder
menjadi lahan perkebunan kelapa sawit dan Gambar 1. Peta Lokasi Penelitian
perkebunan karet perubahan-perubahan
tersebut mengakibatkan berkurangnya habitat Bahan yang digunakan pada penelitian ini
tapir. Hewan ini membutuhkan konsumsi adalah 3 jenis vegetasi yang terdapat pada
makanan yang cukup pada tingkat semai ketika kawasan Taman Nasional Bukit Tiga puluh
kebutuhan makanan tidak lagi terpenuhi maka wilayah kerja Resort Lahai yaitu hutan primer,
hal tersebut mendorong tapir untuk keluar dari hutan sekunder dan semak yang terdapat tanda-
habitat aslinya. tanda keberadaan tapir asia. Alat yang
Hingga saat ini kegiatan konservasi tapir digunakan pada penelitian ini adalah tenda,
di Indonesia masih sangat minim sedangkan meteran/phi band, clynometer, Global
populasinya di alam terus menurun. Direktorat Positioning System (GPS), peta lapangan,
Jenderal Perlindungan Hutan dan Konservasi kamera, parang, tally sheet dan alat tulis.
Alam selaku lembaga pemerintah yang Posisi tapir asia dapat diketahui dengan
berwenang untuk melindungi satwa terancam. mengumpulkan metode observasi langsung dan
Strategi dan rencana aksi konservasi tapir tidak langsung. Metode langsung berupa
untuk menjamin keberlanjutan populasi tapir pertemuan secara langsung dengan tapir,
dan habitatnya. Untuk itu diperlukan berbagai sedangkan metode tidak langsung dapat berupa
data yang mendukung aksi konservasi tersebut. penemuan jejak yang ditinggalkan (bekas
Maka diperlukan penelitian terkait pakan, feses dan jejak kaki tapir) dan dapat
karakteristik habitat tapir asia di Wilayah Kerja dimyatakan pada masyarakat dan mitra polisi
hutan yang mengetahui tempat jalur
1
Mahasiswa Jurusan Kehutanan, Fakultas Pertanian, Universitas Riau.
2
Dosen Jurusan Kehutanan, Fakultas Pertanian, Universitas Riau.
Jurnal Ilmu-ilmu Kehutanan Vol. 7 No. 1 Februari 2023 31
keberadaan tapir. Apabila ditemukan tapir asia 2. Petak 2 Contoh pancang (5 m × 5 m)
atau tanda dari perjumpaan berupa jejak, bekas 3. Petak 3 Contoh Tiang (10 m × 10 m)
pakan dan kotoran dari tapir, dilakukan 4. Petak 4 Contoh Pohon (20 m × 20 m)
pengambilan titik koordinat menggunakan Bentuk jalur transek pengamatan dapat dilihat
global positioning system (GPS). pada Gambar 3.
Metode pengumpulan data yang
digunakan adalah dengan cara observasi.
Observasi merupakan pengambilan data yang
dilakukan melalui pengamatan langsung
terhadap objek atau habitat yang akan diteliti.
Habitat yang diteliti dipilih dengan teknik Gambar 3. Bentuk jalur transek pengamatan
purposive sampling yaitu dengan menjelajah (Yoza dan Volcherina, 2016)
pada lokasi-lokasi yang menjadi home range
tapir. Parameter yang diamati adalah Analisis deskriptif menurut (Sugiyono,
karakteristik habitat yang sering dikunjungi 2004) adalah statistik yang digunakan untuk
tapir. Penentuan habitat yang digunakan oleh menganalisa data dengan cara mendeskripsikan
tapir berdasarkan tanda-tanda keberadaan tapir atau menggambarkan data yang telah
seperti bekas pakan, jejak kaki dan kotoran terkumpul. Guna menentukan pola dari sebuah
(feses) yang ditinggalkan. data tersebut maka dibutuhkan peta lokasi
Pengamatan kondisi faktor habitat tapir terbagi penelitian antara lain: peta hidrologi, peta
atas : topografi dan peta tutupan lahan. Peta tersebut
1. Tipe Vegetasi digunakan untuk menambah atau
2. Penutupan Tajuk memunculkan informasi baru terhadap
3. Ketersedian Jenis Tumbuhan Pakan permasalahan penelitian.
4. Ketinggian Lahan 1. Ketersediaan Jenis Tumbuhan Pakan
5. Kemiringan Lahan Analisis ketersediaan jenis tumbuhan
6. Jarak Dari Hutan Alam pakan dilakukan berdasarkan hasil pengamatan
7. Jarak dengan sungai (observasi) pada petak ukur 20 m x 20 m.
Pengamatan dilakukan menggunakan 1 Berdasarkan hasil analisis vegetasi akan
jalur transek dengan lokasi yang berbeda hutan dihitung jumlah individu tumbuhan pakan dan
primer, hutan sekunder dan semak. Pada satu persentase jenis tumbuhan pakan serta
vegetasi dibuat 1 jalur, total jalur berjumlah 3 komposisi jenis dengan menghitung INP
dengan panjang jalur dalam masing-masing (Indek Nilai Penting).
tipe vegetasi 1 km. Jumlah plot pada 1 jalur Besarnya INP untuk pertumbuhan pada
terdapat 25 plot sehingga total berjumlah 75
plot pengamatan. Ukuran total plot
pengamatan adalah 20 m × 20 m meliputi plot
untuk pengamatan tingkat semai (2 m × 2 m),
pancang (5 m × 5 m), tiang (10 m × 10 m) dan
pohon (20 m × 20 m). Plot dibuat di lokasi
yang terdapat kondisi faktor habitat dan tanda
keberadaan tapir. Berikut gambar plot
pengamatan dapat dilihat pada Gambar 2.

Gambar 2. Bentuk dan ukuran plot pengamatan


(Yoza dan Volcherina, 2016) tingkat pohon dan tiang maksimal adalah
Dimana: 300% dengan menjumlahkan KR, FR dan DR.
1. Petak 1 Contoh Semai (2 m × 2 m) Untuk pertumbuhan tingkat pancang dan
1
Mahasiswa Jurusan Kehutanan, Fakultas Pertanian, Universitas Riau.
2
Dosen Jurusan Kehutanan, Fakultas Pertanian, Universitas Riau.
Jurnal Ilmu-ilmu Kehutanan Vol. 7 No. 1 Februari 2023 32
semai/herba maksimal adalah 200% dengan oleh masyarakat untuk keperluan hidup sehari-
menjumlahkan KR dan FR (Soerianegara dan harinya.
Indrawan, 1978).
2. Karakteristik Habitat
e. Indeks keanekaragaman jenis (Hꞌ) Hasil pengamatan di lapangan
Keanekaragaman jenis dihitung dengan karakteristik habitat tapir disemua lokasi
menggunakan rumus Shannor-Wienner (Hꞌ) pengamatan dapat dilihat pada Tabel 1.
sebagai berikut:
Tabel 1. Karakteristik Habitat Tapir di TNBT
Dimana :
H’ = Indeks keanekaragaman jenis
Pi = Proporsi nilai penting ke-i
In = Logaritma natural
ni = Jumlah individu dari jenis i
N = Jumlah individu seluruh jenis
Magurran (1988), kategori nilai indeks
keanekaragaman spesies Shanon-Wiener (H’)
adalah sebagai berikut :
a) Jika nila H’ ≥ 3, menunjukkan bahwa
keanekaragaman jenis pada kawasan
tersebut adalah tinggi
b) Jika nilai 1 ≤ H’ < 3, menunjukkan bahwa
keanekaragaman jenis pada kawasan
tersebut adalah sedang.
c) Jika H’ < 1, menunjukkan bahwa Berdasarkan Tabel 1 di atas karakteristik
keanekaragaman jenis pada kawasan habitat tapir di kawasan TNBT pada setiap
tersebut adalah rendah. jenis lokasi pengamatan berbeda-beda.
Karakteristik habitat tapir masing-masing
HASIL DAN PEMBAHASAN lokasi ditentukan oleh kondii faktor habitat
yaitu penutupan tajuk pohon, ketersediaan
1. Kondisi Umum Lokasi tumbuhan pakan, kemiringan lereng,
Taman Nasional Bukit Tiga puluh ketinggian tempat, jarak dengan hutan alam
(TNBT) secara geografis terletak pada 00 40’- dan jarak dengan sumber air. Semua ini adalah
10 25’ LS dan 1020 30’-1020 50’ BT dengan komponen dalam menentukan karakteristik
luas 144,223 ha. Sementara secara tapir di kawasan TNBT dan sekitarnya.
administratif kawasan ini terletak di Provinsi
Riau di Kabupaten Indragiri Hulu dan Indragiri a) Penutupan tajuk pohon
Hilir dan Provinsi Jambi di Kabupaten Tanjung Persentase penutupan tajuk diartikan
Jabung Barat dan Tebo. sebagai persentase areal yang tertutup oleh
Resort Lahai memiliki 26 sungai yang proyeksi vertikal tajuk pohon pada umumnya
mengalir dari TNBT diantaranya merupakan hutan-hutan berbeda dalam hal jumlah dan
sungai besar. Sungai-sungai utama yang berada volume pohon per hektar serta luas bidang
diwilayah Riau adalah sungai Gangsal dan dasar perbedaan antara sebuah tegakan yang
sungai Cenaku, sementara diwilayah Jambi rapat dan jarang mudah dilihat dengan kriteria
adalah sungai Tungkal dan sungai Sumai pembukaan tajuknya.
(BTNBT, 2014). Beberapa sungai pada peta Berdasarkan hasil pengamatan disemua
penelitian di Resort Lahai diantaranya sungai lokasi dapat dilihat penutupan tajuk pohon di
lahai kuning pada vegetasi pemanfaatan yang hutan primer lebih besar yaitu berkisar 4,37%-
pada tahun 2019 ini mulai dibangun 85,66% dibanding hutan sekunder 9,47%-
bendungan sistem mikrohidrologi oleh pihak 25,95% penutupan tajuk pada hutan sekunder
dinas pekerjaan umum yang bekerja sama lebih beragam seperti hutan bekas terbakar,
dengan pihak Balai Taman Nasional Bukit bekas penebangan yang merupakan daerah
Tiga puluh, yang kemudian akan dimanfaatkan penyangga. Penutupan tajuk pada semak 0%
dikarenakan pada daerah tersebut tidak

1
Mahasiswa Jurusan Kehutanan, Fakultas Pertanian, Universitas Riau.
2
Dosen Jurusan Kehutanan, Fakultas Pertanian, Universitas Riau.
Jurnal Ilmu-ilmu Kehutanan Vol. 7 No. 1 Februari 2023 33
terdapat pohon hanya berupa tanaman semak
dan tingkat semai dari sebagian famili
Dipterocarpaceae sehingga pada setiap
perjumpaan tidak selalu memiliki penutupan
tajuk. Hal ini menunjukkan bahwa tapir
menyukai habitat yang memiliki penutupan
tajuk rapat dan sedang. Indriyanto, (2008)
tegakan rapat, bila terdapat lebih dari 70 %
penutupan tajuk, tegakan cukup, bila terdapat
40-70 % penutupan tajuk, tegakan jarang, bila dijumpai pada vegetasi semak 192 jenis
terdapat kurang dari 40 % penutupan tajuk. tumbuhan dari total seluruh jenis 202, yang
tergolong ke dalam 9 famili, 2 belum
b) Ketersediaan jenis tumbuhan pakan teridentifikasi dan total jumlah tumbuhan
Tapir termasuk jenis satwa pemakan bukan pakan tapir 10 individu. Persentase
rumput, daun, ranting dan menyukai vegetasi ketersediaan tumbuhan pakan tapir yang
tingkat semai dan pancang sebagai pakan, hal sedang adalah pada hutan sekunder 22%-
ini dikuatkan dengan pendapat Hadi (2019) 100,00%, total ketersediaan jenis tumbuhan
tapir memakan tumbuhan karet pada tingkat pakan tapir yang dijumpai pada hutan primer
semai dan pancang di kawasan rehabilitasi 381 jenis tumbuhan pakan dari total seluruh
hutan dan lahan kasang kuantan mudik. Jumlah jenis 571, yang tergolong ke dalam 10 famili, 3
tumbuhan pakan tapir yang ditemukan adalah belum teridentifikasi dan total jumlah
40 jenis tumbuhan pakan yang dikonsumsi, tumbuhan bukan pakan tapir 190 individu
terdiri dari 19 famili, 1 individu dikonsumsi tumbuhan. Persentase ketersediaan tumbuhan
bagian daun, batang, bunga dan buah, 10 pakan tapir yang rendah pada hutan primer
individu dikonsumsi bagian daun, batang dan 8,33%-83,33% dengan total ketersediaan jenis
buah, 29 individu hanya dikonsumsi daun dan tumbuhan pakan tapir yang dijumpai
batang, 4 diantaranya belum teridentifikasi. berjumlah 240 jenis tumbuhan dari total
Tumbuhan pakan tapir ini tersebar di tiga jalur seluruh jenis 619 yang tergolong ke dalam 31
pengamatan yang telah dibuat di lokasi famili 3 diantaranya belum teridentifikasi dan
penelitian, informasi mengenai jenis-jenis total jumlah tumbuhan bukan pakan tapir 379,
tumbuhan pakan tapir dapat dilihat pada Tabel persentase ketersediaan tumbuhan secara
2. lengkap.
Berdasarkan Tabel 2, jumlah famili yang
Tabel 2. Jenis-jenis tumbuhan pakan tapir paling banyak ditemukan di Resort Lahai
Taman Nasional Bukit Tiga puluh yaitu famili
Moraceae beringin-beringinan (terap,
trempinis, simantung, simantung bulan, selului,
kayu ara, cempedak hutan). Tumbuhan pakan
tapir terdiri atas tumbuhan bawah, perdu
semak, sebagian merupakan tumbuhan
bergetah, tapir merupakan pemakan yang
selektif terutama memakan tanaman muda dan
biji-bijian. Keselektifan tersebut didasari oleh
insting kecenderungan pada tingkah laku,
kebiasaan dan kebutuhan akan metabolisme
tubuh. Tapir cenderung menyukai tanaman
pada tingkat semai, pancang < 10cm,
mengandung getah, terkadang tapir juga
Lanjutan Tabel 2. dijumpai memakan cempedak hutan dan terap
dari sisa pakan rusa, tupai dan Macaca spp
Persentase ketersediaan jenis tumbuhan (Frizy, 2019).
pakan tapir yang tertinggi adalah pada vegetasi Menurut Foster dan Harmsen (2011) luas
semak yaitu berkisar 50,00%-100,00%, total areal cenderung berpengaruh terhadap
ketersediaan jenis tumbuhan pakan tapir yang ketersediaan jenis tumbuhan pakan semakin

1
Mahasiswa Jurusan Kehutanan, Fakultas Pertanian, Universitas Riau.
2
Dosen Jurusan Kehutanan, Fakultas Pertanian, Universitas Riau.
Jurnal Ilmu-ilmu Kehutanan Vol. 7 No. 1 Februari 2023 34
luas areal yang diteliti maka tingkat Hal ini dikuatkan dengan pendapat
ketersediaan jenis tumbuhan pakan juga Holden et al. 2003 tapir ditemukan diberbagai
meningkat. Pada bentuk perjumpaan bekas ketinggian pada semua habitat dari dataran
pakan tapir banyak dijumpai dengan nilai rendah yaitu pada hutan payau dengan
persentase pada kisaran 84,62%-100% pada ketinggian 50 mdpl hingga hutan dataran tinggi
tingkat semai. Artinya kecenderungan tapir dengan ketinggian 2,400 mdpl. Santiapillai dan
berdasarkan perjumpaan bekas pakan dalam Ramono (1990) mengatakan bahwa tapir dapat
pola aktivitas gerak berpindah tapir lebih ditemukan pada berbagai tipe hutan Sumatera
menyukai semak, dari pada hutan primer dan seperti hutan rawa, hutan dataran rendah, hutan
hutan sekunder. Meskipun hutan primer dan perbukitan, dan hutan pegunungan bawah.
sekunder mampu menyimpan sumber pakan
tapir dibandingkan vegetasi semak dengan d) Kemiringan lereng
temuan bekas pakan pada 4 plot pengamatan Jaya (2002) mendefinisikan kemiringan
persentase tumbuhan pakan pada vegetasi lereng atau slope merupakan ukuran
semak lebih tinggi namun tidak dapat kemiringan dari suatu permukaan yang dapat
menyimpan sumber pakan. dinyatakan dalam derajat atau persen. Luas
Pada perjumpaan secara langsung di tiap kelas kemiringan lereng Menurut
lokasi rehabilitasi hutan dan lahan kasang Novarino et al., (2005), tapir lebih menyukai
kuantan mudik Hadi (2019) menuturkan bahwa daerah yang datar dan basah dibandingkan
tapir memulai beraktivitas mencari makan dengan daerah yang kering dan memiliki
pada pukul 17:30-02:40 WIB hal ini dikuatkan topografi dan kemiringan yang curam. Setelah
oleh pendapat Rahma (2011) tapir merupakan dilakukan penelusuran hasil identifikasi
salah satu hewan yang melakukan aktivitas temuan dan perjumpaan tanda keberadaan tapir
pada malam hari, meskipun tapir tidak di lokasi penelitian tanda keberadaan tapir
sepenuhnya hewan nokturnal. Tapir dapat ditemukan di tingkat kemiringan 1%-17%
mendaki pada tempat curam dan aktif di lokasi temuan keberadaan termasuk dalam
malam hari, tapir akan mencari makanan kriteria datar hingga landai. Dalam beberapa
setelah matahari terbenam dan berendam pengamatan di lapangan didapatkan jejak tapir
sebelum matahari terbit. Tapir akan tidur mengarah mengikuti punggungan bukit dan
sebentar di siang hari, sehingga dengan pola menuruni bukit, saat mencari sumber air,
perilaku tersebut menyebabkan hewan ini mencari makan, mecari sumbermineral dengan
termasuk hewan crepuscular. kemiringan agak curam 25-40.

c) Ketinggian tempat e) Jarak dengan hutan alam


Hasil analisis diketahui bahwa lokasi Tapir pada saat akan beristirahat dari
penelitian berada pada ketinggian 143 mdpl- kegiatan gerak berpindah dan aktivitas makan
244 mdpl. Dari data tersebut lokasi penelitian tapir akan menuju ketempat yang tidak dapat
termasuk ke dalam tipe hutan dataran rendah membahayakannya agar terhindari dari satwa
dan perbukitan (lowland and hill forest), sesuai pemangsa, hutan alam bisa dikatakan tempat
pendapat (Asrianny at al.,2019) menyatakan yang tidak membahayakannya memberikan
hutan dataran rendah terletak pada ketinggian teduhan dan lindungan karena vegetasi tersebut
0-1000 mdpl. memiliki jenis - jenis satwa yang beragam dan
Berdasarkan tipe habitat dan ketinggian jenis pohon tua yang berbanir untuk tempat
hasil identifikasi 75 Plot bentuk temuan berlindung dari satwa pemangsa dan
perjumpaan tempat istirahat tapir pada hutan beristirahat dari kegiatan gerak berpindah.
primer plot 14 dengan jumlah temuan 6 tempat Tapir merupakan satwa mangsa potensial bagi
pada ketinggian 222,50 mdpl. Tapir menyukai harimau yang memiliki biomassa besar, namun
pepohonan yang besar dengan kerapatan tajuk satwa ini dijadikan pilihan terakhir dalam hal
yang lebat untuk beristirahat dari aktivitas pemangsaannya.
makan dan gerak berpindah hal tersebut sesuai Berdasarkan hasil pengukuran dengan
dengan pernyataan (Farida, R.W at al.,2006) menggunakan aplikasi ArcGIS 10.2 pada peta
ditemukan bekas-bekas tempat tidur , istirahat, lokasi penelitian jarak dengan hutan alam
habitat tapir yaitu disela-sela banir beberapa berkisar 633 m-1990 m. Jarak ini tidak terlalu
pohon besar seperti pohon kayu aro. jauh dari hutan alam, melihat dalam Permenhut
RI No P.57/Menhut-II / 2013 tapir terkadang
1
Mahasiswa Jurusan Kehutanan, Fakultas Pertanian, Universitas Riau.
2
Dosen Jurusan Kehutanan, Fakultas Pertanian, Universitas Riau.
Jurnal Ilmu-ilmu Kehutanan Vol. 7 No. 1 Februari 2023 35
melakukan perjalan yang jauh, luas daerah tapir tidak hanya pada sela-sela pohon yang
(home range) tapir mencapai 12,75 km2. berbanir besar namun juga pada sela-sela
Jangkauan jelajah tapir yang luas ini karena bebatuan yang menaunginya dengan kondisi
kecenderungan untuk menemukan lokasi yang kelembaban yang tinggi, hasil monitoring ini
kaya akan sumber pakan dan mineral. Hal ini didapatkan pada kawasan wisata alam air
dikuatkan oleh pendapat Hadi 2019, terjun denalo pada siang hari dengan dugaan
mengatakan bahwa pada areal camp induk tapir dan anaknya berdasarkan jejak
rehabilitasi hutan dan lahan Kasang Kuantan yang ditemukan.
mudik Kabupaten Kuatansingingi dalam Hasil dari karakteristik habitat
perjumpaan secara langsung pada ± jam 03 : memberikan hasil cukup optimal, artinya
00 tapir terlihat sedang mengunyah garam komponen yang digunakan dalam karakteristik
dapur. Dapat diasumsikan bahwasanya tapir habitat tapir telah mewakili komponen habitat
tidak memiliki wilayah kekuasaan namun tapir yang sensitif sangat diperlukan oleh tapir, hal
memiliki pola tingkah laku, kebiasaan dan ini dilihat dari komponen abiotik yang bersifat
kecenderungan yang membuat tapir mampu struktural seperti kemiringan lereng,
mengetahui keberadaan mineral yang ketinggian tempat, jarak dengan hutan alam,
digunakan untuk memenuhi kebutuhan jarak dengan sumber air dan komponen biotik
mineralnya. yang bersifat fungsional seperti penutupan
tajuk pohon (teduhan, lindungan), ketersediaan
f) Jarak dengan sungai jenis tumbuhan pakan.
Air merupakan kebutuhan pokok bagi
makhluk hidup, Alikodra (1990) menyebutkan KESIMPULAN DAN SARAN
salah satu faktor pembatas yang sangat penting 1. Karakteristik habitat tapir yang sesuai bagi
bagi kehidupan satwa liar adalah air. Taman tapir berdasarkan penutupan tajuk pohon
Nasional Bukit Tiga puluh merupakan hulu air adalah pada semak 0%, pada habitat dengan
penting bagi tiga Daerah Aliran Sungai (DAS) penutupan tajuk pohon hutan sekunder
utama di Sumatera bagian tengah, sehingga 3,63%-54,21% dan pada habitat dengan
memiliki fungsi penting dari aspek hidrologis penutupan tajuk pohon hutan primer 4,37%-
bagi pantai timur Pulau Sumatera. Hasil 85,66%.
pengamatan di lapangan dengan bantuan peta 2. Karakteristik habitat bagi tapir berdasarkan
lokasi pengamatan dan aplikasi ArcGIS 10.2, ketersediaan jenis tumbuhan pakan pada
pada tiga jalur pengamatan jarak plot vegetasi hutan primer 3,03%-83,33%, pada
pengamatan ke sumber air 100 m-356 m. Dari vegetasi hutan sekunder 39,13%-100,00%
tiga jalur plot pengamatan dengan total plot dan paling banyak ada pada vegetasi semak
berjumlah 75 plot, plot pengamatan yang 50,00%-100,00%.
terdekat dengan sungai adalah plot ke 20 di 3. Karakteristik habitat tapir berdasarkan
hutan sekunder dengan interval 100,84 m dan faktor kemiringan lereng terendah pada
plot pengamatan yang jauh dengan sungai vegetasi semak sebesar 2%-16%, kemudian
adalah plot ke 6 di hutan primer dengan pada hutan sekunder sebesar 2%-16%,
interval 356,38 m. Kondisi alur sungai berlika- sedangkan yang tertinggi ada pada hutan
liku mempengaruhi jauh dan dekatnya plot primer yaitu sebesar 1%-70%.
pengamatan dengan sumber air, seperti pada 4. Karakteristik habitat tapir berdasarkan
Lampiran 1 peta plotlokasi penelitian. ketinggian tempat pada semak 136,24
Dari segi ketergantungan terhadap air, mdpl-1788,00 mdpl, pada hutan sekunder
tapir dikategorikan sebagai binatang water 152,4 mdpl-184,49 mdpl, hutan primer
dependent species, artinya binatang yang 181,05 mdpl-244,44 mdpl.
memerlukan air untuk penghancuran makanya 5. Karakteristik habitat tapir berdasarkan jarak
dan memerlukan air setiap hari untuk dengan hutan alam yang terdekat ada pada
berkubang/mandi. Berdasarkan penelitian hutan primer 633,54m-1.155,00 m,
Rakhmat (1999) tapir lebih sering kemudian pada hutan sekunder 1.253,32 m-
menggunakan air sungai untuk keperluan 1.791,76 m, dan yang terjauh pada semak
sebagai air minum dan mandi meskipun 1.539,76 m-1.985,14 m
kebutuhan akan air juga didapat oleh tapir dari 6. Karakteristik habitat tapir berdasarkan jarak
vegetasi pakannya terutama dari pucuk daun dengan sungai yang terdekat ada pada hutan
dan ranting muda. Tempat tidur atau istirahat sekunder 100,84 m-325,95 m, kemudian
1
Mahasiswa Jurusan Kehutanan, Fakultas Pertanian, Universitas Riau.
2
Dosen Jurusan Kehutanan, Fakultas Pertanian, Universitas Riau.
Jurnal Ilmu-ilmu Kehutanan Vol. 7 No. 1 Februari 2023 36
pada hutan primer 126,58 m-290,99 m, dan Farida, W. R, Wirdateti, Dahrudin, H, dan
yang terjauh pada semak 111,33 m-356,04 Sumaatmadja, G, 2006. Habitat dan
m. keragaman tumbuhan pakan tapir
(Tapirus indicus), kijang (Muntiacus
1. Disarankan untuk melakukan konservasi muncak) dan kukang (Nycticebus
pengayaan pakan tapir dengan melakukan coucang) di kawasan gunung tujuh.
eksplorasi jenis tanaman dan tumbuhan Jurnal Peternakan Indonesia. 11(1): 7-
pakan alami tapir memilih jenis pakan 17
sesuai dengan hasil-hasil penelitian yang
telah dilakukan dan kemudian dilakukan Frizy, E. 21 Agustus 2019. Komunikasi pribadi
perbanyakan tanaman dengan cara vegetatif tentang pakan tapir, kijang dan rusa
atau generatif. serta pembukaan lahan masyarakat
2. Mengingat anggapan negatif masyarakat dengan menggunakan api.
petani karet di sekitar TNBT yang
menganggap tapir sebagai satwa hama Foster R.J and Harmsen B.J. 2011. A critique
maka perlu adanya aksi konservasi tapir of density estimation from camera trap
melalui kegiatan sosialisasi dan penyuluhan data. The journal of wildlife
mengenai fungsi hutan pada umumnya dan management. New york.
arti penting tapir dalam membantu
penyebaran benih dalam ekosistem hutan Hadi, M.L. 19 Desember 2019. Komunikasi
kepada masyarakat sekitar TNBT. pribadi tentang konsumsi pakan tapir
Melakukan himbauan untuk tidak memburu dan waktu makan tapir serta jarak
dan memasang jerat yang diperuntukkan dengan sungai pada aeral rehabilitasi
bagi satwa yang dilindungi. hutan dan lahan Kasang Kuantan
3. Diperlukan penelitian lanjutan mengenai Mudik.
karakteristik habitat tapir dengan
cangkupan wilayah yang lebih luas Jaya INS. 2002. Aplikasi Sistem Informasi
sehingga mencangkup seluruh kawasan Geografis Untuk Kehutanan, Panduan
TNBT. Untuk mendapatkan karakteristik Praktis Menggunakan ArcInfo dan
habitat yang lebih baik, maka dapat ArcView. Bogor: Fakultas Kehutanan
ditambahkan dengan menggunakan Sistem IPB.
Informasi Geografis (SIG) berupa Novarino, W. Kamilah, S. N. Nugroho, A.
permodalan data spasial. Janra, M. N. Silmi, M. dan Syafri, M.
2005. Habitat Used and Density of the
DAFTAR PUSTAKA Malayan Tapir (Tapirus indicus) in
Taratak Forest Reserve, Sumatra,
Alikodra, H.S. 1979. Dasar-Dasar Pembinaan Indonesia. Tapir Conservation.
Margasatwa. Fakultas Kehutanan
Institut Pertanian Bogor. Bogor Peraturan Menteri Kehutanan. 2013. Strategi
dan rencana aksi konservasi tapir
Asrianny. Paweka, C.B, Achmad, A. Oka, N.P (Tapirus indicus) tahun 2013-202.
dan Achmad, N.S. 2019. Komposisi Kementerian kehutanan. Jakarta.
dan struktur vegetasi hutan dataran
rendah di kompleks gunung Rahma, N. 2011. Keberhasilan Reproduksi
bulusaruang Sulawesi Selatan. Jurnal Tapir Asia (Tapirus indicus) di Kebun
perennial. 15(2):32-41. Binatang di Dunia. Skripsi (Tidak
dipublikasikan). Institusi Pertanian
Balai Tanaman Nasional Bukit Tiga Puluh. Bogor. Bogor.
2014. Rencana Pengelolaan Jangka
Panjang Taman Nasional Bukit Tiga Rakhmat, M. 1999. Analisis Habitat Tapir
Puluh Periode 2015-2024. Direktorat (Tapirus indicus Desmarest 1819) di
Jenderal Perlindungan Hutan dan Areal HPH PT. Injapsin Company
Konservasi Alam. Kementerian Provinsi Jambi. Skripsi (Tidak
Kehutanan. Rengat dipublikasikan). Institut Pertanian
Bogor. Bogor.
1
Mahasiswa Jurusan Kehutanan, Fakultas Pertanian, Universitas Riau.
2
Dosen Jurusan Kehutanan, Fakultas Pertanian, Universitas Riau.
Jurnal Ilmu-ilmu Kehutanan Vol. 7 No. 1 Februari 2023 37
Sugiyono. 2004. Metode Penelitian Bisnis.
Alfabeta, CV. Bandung.

Yoza, D. dan D.V Volcherina. 2016. Penuntun


Praktikum Ekologi Hutan.
Laboratorium Kehutanan Fakultas
Pertanian..Universitas Riau.

1
Mahasiswa Jurusan Kehutanan, Fakultas Pertanian, Universitas Riau.
2
Dosen Jurusan Kehutanan, Fakultas Pertanian, Universitas Riau.
Jurnal Ilmu-ilmu Kehutanan Vol. 7 No. 1 Februari 2023 38

You might also like