You are on page 1of 6

See discussions, stats, and author profiles for this publication at: https://www.researchgate.

net/publication/293820604

Estimasi Densitas Tangkasi (Tarsius tarsier) di Luar Kawasan Hutan Hujan


Tropis Dataran Rendah Sulawesi Utara Berdasarkan Sampling Duet Call

Article · February 2016

CITATION READS

1 226

4 authors, including:

Beivy Kolondam
Sam Ratulangi University
39 PUBLICATIONS   74 CITATIONS   

SEE PROFILE

Some of the authors of this publication are also working on these related projects:

Undergraduate thesis View project

Biodiversity of Codiaeum variegatum View project

All content following this page was uploaded by Beivy Kolondam on 11 February 2016.

The user has requested enhancement of the downloaded file.


JURNAL MIPA UNSRAT ONLINE 5 (1) 1--5

dapat diakses melalui http://ejournal.unsrat.ac.id/index.php/jmuo

Estimasi Densitas Tangkasi (Tarsius tarsier) di Luar


Kawasan Hutan Hujan Tropis Dataran Rendah Sulawesi
Utara Berdasarkan Sampling Duet Call
Indra Polii a* , Saroyo a , Lalu Wahyudi a , Beivy J. Kolondam a

a Jurusan Biologi, FMIPA, Unsrat, Manado

KATA KUNCI ABSTRAK


Tarsius tarsier Telah dilakukan penelitian tentang densitas tangkasi (Tarsius tarsier) di
densitas luar kawasan hutan tropis dataran rendah Sulawesi Utara berdasarkan
hutan dataran tinggi sampling duet call dengan tujuan untuk membandingkan densitasnya
mangrove pada beberapa tipe habitat. Penelitian dilaksanakan di Kelurahan
semak Batuputih untuk habitat pertanian, mangrove, dan semak; serta Gunung
Klabat untuk habitat hutan dataran tinggi. Waktu penelitian dari bulan Mei
sampai Juli 2013. Metode penelitian didasarkan pada sampling
berdasarkan duet call dengan plot berbentuk lingkaran. Hasil penelitian
menunjukkan densitas tangkasi ialah: 2,94 ekor/ha pada hutan dataran
tinggi; 1,60 ekor/ha pada areal pertanian; 7,66 ekor/ha pada mangrove;
dan 8,17 ekor/ha pada semak.

KEYWORDS ABSTRACT
Tarsius tarsier A research about density of tangkasi (Tarsius tarsier) at the outside of
density lowland forest habitat in North Sulawesi has conducted to compare their
highland forest density at several habitats based on the duet call. Research was done in
mangrove Batuputih for farming area, mangrove, and shrub habitats and in Klabat
shrub Mountain for highland forest habitat. Time of research was May to July
2013. Method used was based on duet call sampling with circle plots.
Results of this research were: density of tangkasi was 2.94 individuals/ha
at highland forest, 1.60 individuals/ha at farming area, 7.66
individuals/ha at mangrove; and 8.17 individuals/ha at shrub.
TERSEDIA ONLINE
2 Desember 2015

spectrum tersebar dari Sulawesi Utara hingga ke


1. Pendahuluan
Sulawesi Selatan serta pulau-pulau satelitnya,
Tarsius tarsier dalam bahasa lokal disebut
seperti Pulau Suwu, Pulau Selayar, dan Pulau
tangkasi (Minahasa), ngasi (Sulawesi Tengah),
Peleng (Supriatna & Wahyono, 2000). Tangkasi
Tanda bona passo (Wana), Podi (Tolaki), Wengu
merupakan salah satu primata terkecil nocturnal.
(Mornene) merupakan spesies primata endemik
Panjang kepala dan badannya sekitar 117 mm, ekor
Sulawesi. Jenis ini merupakan satu dari beberapa
sepanjang kurang lebih 241 mm, dan bobot tubuh
spesies Tarsius di Sulawesi. Sampai sekarang
sekitar 108 gram. Telinga dan matanya besar,
teridentifikasi beberapa spesies, yaitu T. spectrum,
kepala bulat dan berleher pendek. (Anonimus,
Tarsius sangiriensis, Tarsius pumilis, Tarsius
2001; Wright et al., 2003).
dentatus, Tarsius pelengensis, Tarsius laring, dan
Tarsius sp. (Shekelle, 2008). Tangkasi menempati habitat hujan tropis
primer dan sekunder, semak belukar, hutan
Tarsius tarsier (Tarsius spectrum) merupakan
mangrove, dan dataran tinggi sampai 1300 m dpl
primata endemik Sulawesi selain enam spesies
(Supriatna dan Wahyono, 2000). Di CA Tangkoko-
lainnya (Shekelle, 2008). Distribusi Tarsius

*Corresponding author: Jurusan Biologi FMIPA UNSRAT, Jl. Kampus Unsrat, Manado, Indonesia 95115; Email address:
indra.polii@yahoo.com
Published by FMIPA UNSRAT (2016)
2 JURNAL MIPA UNSRAT ONLINE 5 (1) 1--5
Batuangus, spesies ini mempunyai daerah jelajah pengrusakan habitat serta perburuan yang tidak
seluas 1,6 – 4,1 ha, dengan rata-rata pada jantan terkontrol (Anonimus, 2001).
3,1 ha dan pada yang betina 2,3 ha (Gursky, Selain hidup pada habitat hutan hujan trois
1998a). Hewan ini keluar dari tempat tidurnya dan dataran rendah, tangkasi juga ditemukan pada
melakukan penjelajahan selama malam hari beberapa tipe habitat lainnya, antara lain daerah
terutama untuk mencari makanan. Sebelum pertanian, mangrove, semak, serta hutan dataran
matahari terbit, kelompok tangkasi akan kembali ke tinggi (>500 m dpl). Tetapi informasi tentang
tempat tidurnya yang ditandai dengan duet call densitas pada habitat-habitat tersebut belum
(Kinnaird, 1997). Tangkasi memakan berbagai jenis pernah ada pengkajian, sehingga perlu untuk
serangga seperti belalang, kepik, kumbang, dilakukan penelitian.
ngengat, kecoa (Supriatna & Wahyono, 2000).
Struktur sosial tangkasi bervariasi dari 2. Metode
sepasang sampai multimale-multifemale group
(Rowe, 1996), Bahkan juga soliter (Gursky, 2000b). 2.1. Tempat dan Waktu Penelitian
Tempat tidur spesies ini di Cagar-Alam Tangkoko- Penelitian dilaksanakan dari bulan April-Mei
Batuangus-DuaSuara adalah beringin (Ficus spp.), 2013 diluar kawasan hutan hujan tropis dataran
baik yang tumbuh sendiri atau yang sedang rendah sulawesi utara dengan lokasi 4 tipe habitat
menumpang pada inangnya (Gursky, 1998). Hasil seperti disajikan pada Tabel 1.
penelitian Saroyo (2008) disimpulkan bahwa
tangkasi memiliki beberapa jenis lokasi tempat tidur Tabel 1. Lokasi Penelitian
dengan pemilihan didasarkan pada keamanan dari No Tipe Habitat Lokasi
serangan predator dan perlindungan dari pengaruh 1 Hutan dataran tinggi Gunung Klabat
alam yang kurang menguntungkan; sosialisasi (>500 m dpl)
bervariasi dari soliter sampai multimale-multifemale. 2 Pertanian Batuputih
Jenis ini dilindungi oleh Pemerintah Republik 3 Mangrove Batuputih
Indonesia (Noerdjito & Maryanto, 2001), masuk 4 Semak Batuputih
dalam Appendix II CITES, serta dikategorikan
sebagai spesies dengan resiko rendah (lower risk)
menurut IUCN yang pada saat ini direkomendasikan 2.2. Alat dan Bahan
menjadi rentan (vulnerable) (Gursky et al., 2008). Alat dan bahan yang digunakan dalam
Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 7 Tahun penelitian ini ialah: buku panduan lapangan, pita
1999, Tangkasi merupakan hewan yang dilindungi. transek, GPS (alat penerima), alat perekam,
Penurunan populasi merupakan akibat dari kompas, senter, spidol permanen, peta lokasi
kegiatan seperti pengurangan habitat dan penelitian, jam, meteran, hand counter, dan alat
penangkapan untuk binatang peliharaan (Supriatna tulis menulis.
& Wahyono, 2000). Kini mereka menempati
2.3. Prosedur Penelitian
kawasan konservasi sebesar 5.852 ha di berbagai
daerah di Sulawesi. Berdasarkan penelitian Lokasi penelitian diambil pada beberapa tipe
pendahuluan, Tangkasi banyak dijumpai di luar habitat di luar kawasan hutan hujan tropis dataran
kawasan hutan, misalnya perkebunan dan biasanya rendah Sulawesi utara. Habitat yang dipilih yaitu
mereka menggunakan rumpun bambu sebagai hutan mangrove, semak, pertanian, dan hutan
tempat tidurnya. dataran tinggi (>500m dpl). Jumlah plot sampling
Di Cagar Alam Tangkoko-Batuangus- setiap tipe vegetasi adalah 20 sehingga
DuaSudara, spesies ini mempunyai daerah jelajah keseluruhan plot berjumlah 80.
seluas 1,6 – 4,1 ha, dengan rata-rata pada jantan Metode yang dilakukan sesuai dengan
3,1 ha dan pada yang betina 2,3 ha (Gursky, sampling berbentuk lingkaran dengan radius 100 m.
1998a). berdasarkan penelitian Saroyo (2008), Setiap tipe habitat diambil 20 titik sampel
Jumlah individu dalam satu tempat tidur berkisar berbentuk lingkaran (Hutan dan Pantai), sisi 50 m
dari 1 sampai 9 individu dengan rata-rata 4 ± 2,45 (Mangrove) dan 25 m (Semak). Metode sampling
individu dan modusnya 3. berdasarkan duet call dilakukan dengan
Tarsius tarsier yang tersebar dari Sulawesi mengkombinasikan beberapa metode perhitungan
Utara hingga ke Sulawesi Selatan serta pulau-pulau populasi yaitu metode line transect sampling, point
sekitarnya seperti pulau Suwu, pulau Selayer, dan count, dan call count. Metode ini pada dasarnya
pulau Peleng, sama seperti satwa liar endemik merupakan metode estimasi populasi yang
lainnya mengalami ancaman terhadap kepunahan. memanfaatkan vokalisasi yang dikeluarkan oleh
Spesies ini berdasarkan CITES (Convention on tangkasi.
International Trade in Endangered Spesies of Wild Pengunaan duet call dalam estimasi densitas
Fauna and Flora) tahun 2010 termasuk dalam tangkasi didasarkan pada asumsi-asumsi, antara
Appendix II dan dalam reed list IUCN (International lain pertama, satu duet call mewakili satu kelompok
Union for Conservation of Nature) tahun 2011 serta individu soliter diabaikan. Kedua, tangkasi
termasuk dalam kategori rentan (vulnerable), hal ini selalu menggunakan duet call pada pagi hari.
disebabkan oleh beberapa faktor antara lain
JURNAL MIPA UNSRAT ONLINE 5 (1) 1--5 3
Pengambilan sampel menggunakan bentuk Penelitian sebelumnya yang dilakukan pada
lingkaran radius 100 m, radius 50 m dan 25 m yang habitat hutan dataran rendah di Cagar Alam
akan diaplikasikan dalam area penelitian. Tangkoko-Batuangus diperoleh hasil yang berbeda.
Pengambilan data dilakukan secara sistematik Hasil penelitian sebelumnya pada beberapa tipe
berdasarkan jalur-jalur dalam blok kuadran. Model habitat diperoleh hasil, densitas tangkasi di Cagar
metode sampling berdasarkan duet call yang Alam Tangkoko-Batuangus ialah 1,89 ekor/ha atau
dilakukan disajikan dalam Gambar 1. 189 ekor/km2 (Saroyo & Koneri, 2012; Saroyo et al.,
2014). Hasil penelitian sebelumnya, densitas
tangkasi di Cagar Alam Tangkoko-Batuangus justru
mengalami peningkatan. Perkiraan kepadatan
populasi tangkasi di Cagar Alam Tangkoko pada
tahun 1980 yaitu 70 ekor/km2 (MacKinnon &
MacKinnon,1980; Gursky 2000) dan tahun 1997
yaitu 156 ekor/km2 (Gursky, 1998a).
Densitas tangkasi paling rendah terdapat pada
habitat pertanian. Tipe habitat ini pada lokasi
penelitian merupakan perkebunan kelapa yang
diselingi vegetasi-vegetasi lainnya. Habitat ini
tersusun atas vegetasi antara lain kelapa (Cocos
nucifera), aren (Arenga pinnata), kenanga
Gambar 1. Model plot lingkaran pada metode (Cananga odorata), bambu (Bambusa,
sampling (Catatan: Digunakan 3 plot yaitu Gigantochloa), rao (Dracontomelon dao), nantu
radius 50, 100 dan 25 m. Plot sampling (Palaquium amboinense), dan bugis hutan
ditempatkan pada setiap jalur transek (Koodersiodendron pinnatum), sirih hutan (Piper
dengan jarak antara plot 300 m). aduncum), kayu bunga (Spathodea
Pengambilan data dilakukan satu kali dalam campanulata),binunga (Macarangta spp.), pandan
sehari yaitu pukul 05.00-06.00 pada setiap titik (Pandanus spp.), cempaka (Elmerillia tsiampaca),
pengamatan dalam transek. Pengambilan data nangka (Artocarpus altilis), pangi (Pangium edule),
dilakukan secara sistematis berdasarkan titik plot pisang (Musa sp.), Leea sp., dadap (Erythrina sp.),
pengamatan dalam setiap jalur kuadran. Cara mahoni (Swietenia macrophylla), linggua
pengambilan data yaitu peneliti berdiri dalam titik (Pterocarpus indicus), jati (Tectona grandis),kayu
pengamatan sambil mengadakan pengamatan telur (Alstonia macrophylla), matoa (Pometia
kemudian mencatat jumlah duet call dalam radius pinnata), melinjo (Gnetum gnemon), mengkudu
100 m dari titik pengamatan. Setiap terdengar duet morinda (Morinda citrifolia), Pongamia, dan
call dilakukan pencatatan jumlah duet call, waktu sebagainya.
pengamatan, lokasi plot, dan perkiraan jarak Tipe habitat pertanian sering mengalami
pengamat dengan satwa. gangguan, terutama pembersihan lahan oleh petani
Data dianalisis secara deskriptif dengan dengan menggunakan herbisida, pemangkasan,
menghitung densitas tangkasi pada setiap tipe maupun pembakaran. Oleh karena itu, kondisi
habitat. Dengan rumus yang digunakan : habitatnya tidak stabil dan tangkasi sering
kehilangan sarang dan lokasi pencarian makan.
Jumlah Duet Call × Rata - RataUkuran Kelompok Hasil penelitian tentang karakteristik sarang
Densitas 
Luas area sampling (Saroyo, 2008), di luar habitat hutan, tangkasi
sering menempati rumpun bambu, pelepah aren
atau sagu, lubang tanah, dan di bawah serasah
sebagai tempat persarangannya. Hasil penelitian
3. Hasil dan Pembahasan
Saroyo (2008) disimpulkan bahwa Tangkasi memilih
Hasil perhitungan densitas tangkasi (Tarsius jenis lokasi tempat tidur didasarkan pada
spectrum) pada setiap tipe habitat disajikan pada keamanan dari serangan predator dan perlindungan
Tabel 2. dari tabel tersebut, urutan habitat yang dari pengaruh alam yang kurang menguntungkan;
memiliki densitas dari paling rendah sampai paling sosialitas bervariasi dari soliter sampai multimale-
tinggi ialah pertanian, hutan dataran tinggi, multifemale.
mangrove, dan semak.
Demikian pula sebagai lokasi mencari makan,
Tabel 2. Densitas Tangkasi pada 4 Tipe Habitat areal pertanian yang tidak stabil sering kali bukan
No Tipe Habitat Densitas (ekor/ha) merupakan tempat mencari makan yang aman. Jenis
1 Hutan dataran tinggi Gunung Klabat ini merupakan primata insektivora yang sebagian
(>500 m dpl) besar pakannya ialah serangga. Primata ini termasuk
2 Pertanian Batuputih satwa yang hidup di pohon (arboreal) walaupun
terkadang sering ditemukan Tangkasi berada di
3 Mangrove Batuputih
tanah untuk menangkap serangga sebagai
4 Semak Batuputih
makanannya (Wirdateti dan Dahrudin, 2006).
4 JURNAL MIPA UNSRAT ONLINE 5 (1) 1--5
Habitat hutan dataran tinggi ditempati tangkasi sp.), ketapang rawa (Barringtonia racemosa), nipah
dengan densitas yang lebih tinggi dibandingkan (Nypa fruticans), sagu (Metroxylon sagu), kayu mas
dengan di habitat hutan dataran rendah. Hutan (Nauclea orientalis) yang sangat padat sehingga
dataran tinggi memiliki keamanan yang lebih baik menyediakan tempat yang aman bagi persarangan
dibandingkan dengan hutan dataran rendah karena dan lokasi pencarian makan bagi tangkasi.
aktivitas manusia yang bersifat merusak lebih kecil. Habitat semak tersusun atas vegetasi antara
Tangkasi memilih lokasi tempat tidur terutama lain jejarongan (Eupatorium odoratum), tembelekan
didasarkan pada keamanan dari serangan predator (Lantana camara), tumbuhan merambat gadung
dan perlindungan dari pengaruh alam yang kurang (Dioscorea hispida), juga anakan sirih hutan (Piper
menguntungkan (Saroyo, 2008). aduncum), kayu bunga (Spathodea campanulata),
Hutan ditumbuhi beberapa tipe vegetasi antara dan bugis hutan (Melia azedarach), serta glagah
lain Hutan ini dicirikan dengan anakan pohon dan (Sacharum spontaneum). Habitat ini paling jarang
pancang yang sangat rapat, serta terdapatnya diganggu oleh manusia sehingga juga merupakan
beberapa tanaman pionir, seperti sirih hutan (Piper lokasi yang aman untuk persarangan dan mencari
aduncum), kayu bunga (Spathodea campanulata), makan tangkasi. Tangkasi membuat sarang di
dan binunga (Macaranga). Hutan hujan hujan tropis bawah serasah glagah maupun pada jalinan liana
merupakan ekosistem yang paling kompleks di atau rumpun pandan.
dunia dan mempunyai keanekaragaman hayati yang
paling tinggi. Ekosistem ini mempunyai ciri khas
4. Kesimpulan
terdapatnya tumbuhan merambat (liana) seperti
rotan (Calamus) dan tumbuhan menempel (epifit) Dari hasil dan pembahasan dapat disimpulkan
seperti anggrek dan tumbuhan paku. Pohon-pohon sebagai berikut ini:
penyusun ekosistem ini membentuk strata tajuk dan 1. Densitas tangkasi pada beberapa tipe habitat
mempunyai kanopi yang sangat tinggi yang dapat ialah: hutan dataran tinggi 2,94 ekor/ha,
mencapai tinggi lebih dari 40 m. Beberapa pohon pertanian 1,60 ekor/ha, mangrove 7,66 ekor/ha,
penting antara lain rao (Dracontomelon dao), nantu dan semak 8,17 ekor/ha.
(Palaquium amboinense), dan bugis hutan 2. Ukuran densitas tangkasi menunjukan
(Koodersiodendron pinnatum). keamanan habitat sebagai lokasi persarangan
Pohon yang paling penting untuk sarang dan mencari makan tangkasi.
Tangkasi ialah beringin pencekik (Ficus). Biji pohon
ini dibawa burung, kelelawar, atau monyet dan jatuh
bersama kotoran hewan tersebut pada cabang Daftar Pustaka
suatu pohon. Biji akhirnya berkecambah dan Anonimus. 2001. Spectral Tarsier (Tarsius
tumbuh membentuk anakan. Pertumbuhan anakan spectrum).
ini dengan membentuk anyaman akar akan http://www.theprimata.com/tarsius_spectrum.
membelit dan mencekik pohon inangnya sampai html. Diakses tanggal 24 maret 2011
mati. Jika pohon inang ini telah lapuk, maka akan Anonim, 2013b http://flickriver.com/search/
terbentuk lubang besar di tengah untaian akar tangkasi/.[15.03.2013]
beringin sehingga disebut beringin lubang. Beringin Gursky. S. 1998a. Conservation status of the
menghasilkan buah yang berlimpah yang menjadi spectral tarsier Tarsius spectrum: Population
sumber makanan bagi banyak spesies burung, Density And Home Range Size. Folia
kelelawar, dan monyet. Ekosistem yang berbeda di Primatologica. Primate Taxonomy. Smithsonian
dataran tinggi disusun oleh pohon-pohon yang Institution Press. Washington. 191 – 203 pp.
semakin pendek., bahkan sebelum puncak akan Gursky. S. 1998b. Sociality in the spectral tarsier.
dijumpai pula sedikit padang rumput dan raspberry Tarsius spectrum. American Journal Primatology.
(Rubus) yang mempunyai rasa seperti buah United States. 89 – 101 pp.
stroberry. Di puncak, pohon-pohon dibungkus oleh Gursky, S. 2000. Effect of Seasonality on the
lumut, beberapa jenis anggrek, paku, dan tanaman Behavior of an Insectivorous Primate, Tarsius
paling mengesankan yaitu kantung semar spectrum. Int. J. Primatol. 21 (3): 477-495
(Nepenthes). Kantung semar merupakan tanaman Gursky. S. 2006. Associations Between Adult Spectral
insektivor atau pemakan serangga. Serangga yang Tarsiers. American Journal Of Physical
terjebak dalam kantungnya akan dicerna secara Anthropology. Department of Anthropology, Texas
enzimatis dan zat yang dihasilkan akan diserap Adan University, College Station, Texas. 74 – 83 pp.
sebagai nutrien bagi tanaman kantung semar. Gursky, S., M. Shekelle, & A. Nietsch. 2008. The
Densitas tangkasi pada tipe habitat mangrove Conservation Status of Indonesia’s Tarsiers.
dan semak jauh lebh tinggi dbandingkan dengan Primates of The Oriental Night: 104-114.
densitas pada tipe habitat lainnya. Pada tipe habitat Gursky. S. 2002. “Determinants Of gregariousness
tersebut, selama penelitian merupakan tipe habitat in the spectral tarsier (prosimian: Tarsius
yang paling stabil karena tidak pernah mengalami spectrum)”. J. Zoological. 256 (3): 401-410.
gangguna oleh aktivitas manusia. Habitat mangrovei
tersusun atas vegetasi antara lain api-api (Avicennia
JURNAL MIPA UNSRAT ONLINE 5 (1) 1--5 5
Kinnaird MF. 1997. Sulawesi Utara: Sebuah Supriatna. J. dan Wahyono. E. H. 2000. Panduan
Panduan Sejarah Alam. Jakarta: Percetakan Lapangan Primata Indonesia. Yayasan Obor
Redikencana. Indonesia. Jakarta.
Noerdjito M, Maryanto I. 2001. Jenis-Jenis Hayati Shekelle. M. 2008. Distribution And Biogeography Of
yang Dilindungi Perundang-Undangan Indonesia. Tarsier. Primates Of The Oriental Night.
Cibinong: Balitbang Zoologi, Puslitbang Biologi- Indonesian Institute Of Sciences Research
LIPI dan The Nature Conservancy. Center For Biology. Cibinong. 13 – 27 pp.
Rewo. N. 1996. The Pictorial Guide to the Living Shekelle M., Colin G., Stefan M., and Jatna S. 2008.
Primates. Pogonias Press: East Hampton. New Tarsius tumpara: A New Tarsier Species from
York. Siau Island, North Sulawesi. Primate
Conservation Journal. 55 – 64 pp.

View publication stats

You might also like