Professional Documents
Culture Documents
ISSN 1978-5283
Dengan Penyakit Demam Berdarah Dengue
(DBD) Di Kota Pekanbaru
Debby Febriani
Alumni Program Studi Magister Ilmu Lingkungan Pascasarjana Universitas Riau
Pekanbaru, Jl. Pattimura No.09.Gobah, Pekanbaru, 28131. Telp 0761-23742.
Zahtamal
Dosen Fakultas Kedokteran Universitas Riau, Pekanbaru,
Jl. Pattimura No.01 Pekanbaru.
ABSTRACT
The high number of dengue fever incident in Pekanbaru was because of many factors
that affecting it. Among those factors, behavior factor and environment factor were two
of them. This study aimed to analyze the correlation among home environment, the 3M
plus behavior, and the household income of the dengue fever incident, also to analyze
the most dominant factors. The type of the study was quantitative with the case control
study approach. The study was done from January to March 2019 located in
Pekanbaru.The population of the study were all the patients with dengue fever in
January to march 2019based on the medical data record of Arifin Achmad hospital with
the sample were 28 cases and 28 controls. Data were analyzed using chi-square and
logistic regression. The results showed that the home environment variable which
affecting the dengue fever incident was the exposure (p value=0,000), temperature (p
value=0,001), moisture (p value=0,000), the existence of mosquito larvae (p
value=0,032). The 3M behavior and the household income also have a relationship with
the incident of dengue fever. The most dominant variable in the incident of dengue fever
was temperature with OR 20,7. Environment, (exposure, temperature, moisture and the
existence of mosquito larvae, 3M plus behavior and the household income were in the
relation with dengue fever. The most dominant factor of dengue fever was temperature.
112
Pengaruh Lingkungan Rumah Dan Perilaku Masyarakat
Dengan Penyakit Demam Berdarah Dengue
(DBD) Di Kota Pekanbaru
PENDAHULUAN
Demam Berdarah Dengue (DBD) merupakan penyakit endemik dan epidemik yang
menyebar luas di beberapa daerah termasuk Indonesia. Penyakit ini terutama ditemukan
di daerah subtropik dan tropik. Demam berdarah adalah penyakit yang dapat ditularkan
melalui gigitan nyamuk Aedes aegypti atau nyamuk Aedes albopictus. Demam berdarah
dengue merupakan suatu penyakit dengan angka kematian dan kesakitan yang tinggi di
Indonesia. Penyakit DBD ini dapat muncul sepanjang tahun dan dapat menyerang
seluruh kelompok umur. Penyakit ini berkaitan dengan kondisi lingkungan dan perilaku
masyarakat (Siti, 2010).
DBD di Indonesia Tahun 2017 sebanyak 59.047 kasus. Dengan Incidence Rate 22,55
per 100.000 penduduk dan 444 jumlah kasus meninggal atau Case Fatality Rate 0,75
(Kemenkes RI, 2018). Menurut Dinas Kesehatan Provinsi Riau (2018), di Provinsi Riau
terdapat 1.928 kasus DBD pada Tahun 2017. Dengan Incidence Rate 64,14 per 100.000
penduduk dan 15 jumlah kasus meninggal atau Case Fatality Rate 0,78. Angka ini
masih belum memenuhi indikator nasional yaitu IR < 50 per 100.000 penduduk. Di
Kota Pekanbaru, jumlah kasus DBD Tahun 2017 sebanyak 279 kasus (Incidence rate/IR
= 59,19 per 100.000 penduduk). Jumlah kematian dilaporkan sebanyak tiga orang (Case
Fatality Rate/CFR = 1,08%). Data yang diperoleh dari Dinas Kesehatan Kota
Pekanbaru, angka kejadian DBD pada Tahun 2016 sebanyak 89 kasus dan Tahun 2017
yaitu 102 kasus.
METODE PENELITIAN
Penelitian ini dilaksanakan pada Bulan Januari-Maret 2019. Jenis penelitian ini adalah
penelitian kuantitatif dengan pendekatan case control study. Populasi pada penelitian ini
adalah seluruh pasien yang terjangkit DBD pada bulan Januari-Maret 2019 berdasarkan
data rekam medik di RSUD Arifin Achmad dengan jumlah sampel sebanyak 28 kasus
dan 28 kontrol. Jenis data yang digunakan yaitu data primer melalui pengukuran
langsung serta data sekunder berdasarkan rekam medis riwayat penyakit pasien.
Analisis data dilakukan dengan uji statistik chi square dan regresi logistik.
113
Pengaruh Lingkungan Rumah Dan Perilaku Masyarakat
Dengan Penyakit Demam Berdarah Dengue
(DBD) Di Kota Pekanbaru
Berdasarkan Tabel 1 dapat dilihat bahwa responden penderita DBD terbanyak berusia
antara 6-12 tahun yaitu 46,4%. Epidemi penyakit DBD di Indonesia mayoritas terjadi
pada kelompok usia <12 tahun. Hal ini disebabkan karena daya tahan tubuh kelompok
usia <12 tahun masih rendah.
Sebagian besar responden berjenis kelamin perempuan sebanyak 64,3%. Respati (2017)
mengungkapkan bahwa faktor keturunan yang terkait jenis kelamin dan faktor hormonal
mempengaruhi angka penderita DBD. Hormon glikoprotein mempengaruhi
perkembangan sel fagosit mononuklear dan sel granulosit sebagai respon pertahanan
tubuh. Kerja hormon dipengaruhi oleh adanya protein spesifik yang disebut reseptor.
Reseptor hormon glikoprotein yaitu folicle stimulating hormone (FSH) dan luteinizing
hormone (LH) terdapat di membran plasma sel gonad. Aktivasi FSH dan LH yang
dipengaruhi hipotalamus dapat ditekan oleh steroid gonad sehingga pada anak hormon
estrogen sangat rendah. Estrogen mempengaruhi penimbunan lemak di tubuh. Sehingga
rendahnya estrogen pada anak perempuan menyebabkan leptin yang dihasilkan oleh sel
lemak dalam tubuh masih sedikit. Leptin merupakan protein hormon yang mengatur
114
Pengaruh Lingkungan Rumah Dan Perilaku Masyarakat
Dengan Penyakit Demam Berdarah Dengue
(DBD) Di Kota Pekanbaru
berat badan. Sehingga anak perempuan cenderung memiliki berat badan kurang dengan
imunitas rendah akan rentan terhadap penyakit karena memiliki imunitas selular rendah
sehingga respon imun dan memori imunologik belum berkembang sempurna. Selain itu
secara tradisional perempuan menjadi pemain utama dalam menjaga rumah dan
lingkungannya sehingga apabila perempuan tidak mempunyai pengetahuan yang cukup
dan melakukan aktifitas yang berhubungan dengan dengue dengan baik maka program
demam berdarah terutama dalam PSN tidak tercapai. Konvensi budaya yang
memberikan peran berbeda antara laki-laki dan perempuan menentukan paparan mereka
terhadap penyakit akibat vektor karena perempuan cenderung berada di rumah dan tidak
seperti laki-laki yang memiliki mobilitas tinggi karena bekerja.
Berdasarkan tingkat pendidikan, sebagian besar penderita DBD tidak sekolah sebanyak
15 responden (53,6%). Tingkat pendidikan yang tinggi diharapkan dapat memiliki
pengetahuan yang memadai dan melakukan tindakan pencegahan penyakit di
lingkungan sekitarnya. Pengetahuan yang memadai mengenai DBD dan metode untuk
mencegahnya harus dapat dimengerti sebelum seseorang mau berpartisipasi aktif dalam
aktivitas PSN.
Berdasarkan Tabel 2 dapat dilihat bahwa sebagian besar responden penderita DBD tidak
bekerja sebanyak 89,3%. Hal ini disebabkan karena sebagian besar penderita berada
pada usia kurang dari 18 tahun. Pekerjaan memiliki pengaruh pada pengetahuan
seseorang. Lingkungan pekerjaan dapat menjadikan seseorang memperoleh pengalaman
dan pengetahuan baik secara langsung maupun tidak langsung (Notoatmodjo, 2010).
115
Pengaruh Lingkungan Rumah Dan Perilaku Masyarakat
Dengan Penyakit Demam Berdarah Dengue
(DBD) Di Kota Pekanbaru
Berdasarkan Tabel 3 dapat dilihat bahwa responden terbanyak berusia antara 20-29
tahun yaitu 60,7%. Sebagian responden merupakan orang tua dari pasien penderita
DBD. Epidemi penyakit DBD di Indonesia mayoritas terjadi pada kelompok usia <12
tahun. Hal ini disebabkan karena daya tahan tubuh kelompok usia <12 tahun masih
rendah.
Berdasarkan Tabel 3 sebagian besar responden berasal dari Kecamatan Payung Sekaki
dan Kecamatan Marpoyan Damai sebesar 25%. Daerah Kecamatan Payung Sekaki dan
Kecamatan Marpoyan Damai merupakan daerah endapan sungai dan rawa. Pemanfaatan
lahan di daerah ini umumnya dimanfaatkan sebagai lahan permukiman, kebun
campuran dan pertanian
Karakteristik responden berdasarkan variabel yang diteliti dapat dilihat pada Tabel 4:
Tabel 4. Karakteristik Responden Berdasarkan Variabel
No Karakteristik Frekuensi Persentase (%)
1 Pencahayaan
Berisiko (≤60 lux) 22 39,3
Tidak berisiko (>60 lux) 34 60,7
Total 56 100
2 Suhu
Berisiko (25-27OC) 16 28,6
Tidak berisiko (<25 atau >27OC) 40 71,4
Total 56 100
3 Kelembaban
Berisiko (>60) 26 46,4
Tidak berisiko ≤60) 30 53,6
Total 56 100
4 Jentik Nyamuk
Terdapat jentik 27 48,2
Tidak terdapat jentik 29 51,8
Total 56 100
5 Perilaku 3M Plus
Tidak dilakukan 32 57,1
Dilakukan 24 42,9
Total 56 100
6 Pendapatan
Rendah 30 53,6
Tinggi 26 46,4
Total 56 100
116
Pengaruh Lingkungan Rumah Dan Perilaku Masyarakat
Dengan Penyakit Demam Berdarah Dengue
(DBD) Di Kota Pekanbaru
Berdasarkan Tabel 4 responden yang memiliki rumah dengan suhu yang tidak berisiko
sebesar 40 responden (71,4%). Dalam aktivitas sehari-hari nyamuk memerlukan suhu
yang cukup tinggi dan didukung oleh udara yang lembab. Nyamuk juga dapat bertahan
hidup pada suhu rendah, tetapi metabolismenya menurun atau bahkan berhenti bila
suhunya turun hingga di bawah suhu kritis. Pada suhu yang lebih tinggi dari 35oC juga
mengalami perubahan dalam arti lebih lambatnya proses-proses fisiologis. Rata-rata
suhu optimum untuk pertumbuhan nyamuk adalah 25oC - 27oC. Pertumbuhan nyamuk
akan terhenti sama sekali bila suhu kurang dari 10oC atau lebih dari 40oC. Kecepatan
perkembangan nyamuk tergantung dari kecepatan metabolismenya yang sebagian diatur
oleh suhu.
Berdasarkan Tabel 4 responden yang memiliki rumah dengan kelembaban yang tidak
berisiko sebesar 30 responden (53,6%). Kelembaban udara menentukan rentang umur
nyamuk, kelembaban yang rendah akan memperpendek umur nyamuk. Kelembaban
juga mempengaruhi kecepatan berkembang biak, kebiasaan mengigit dan istirahat. Pada
kelembaban yang lebih tinggi nyamuk menjadi lebih aktif dan lebih sering menggigit
sehingga meningkatkan penularan demam berdarah. Dengan demikian bahwa
kelembaban akan mempengaruhi aktivitas nyamuk sehingga berpengaruh terhadap
angka kejadian demam berdarah dengue (Depkes RI, 2012).
117
Pengaruh Lingkungan Rumah Dan Perilaku Masyarakat
Dengan Penyakit Demam Berdarah Dengue
(DBD) Di Kota Pekanbaru
memelihara ikan pemakan jentik, memasang kawat kasa, tidak menggantung pakaian di
dalam rumah serta menggunakan obat anti nyamuk. Salah satu perilaku yang jarang
dilakukan oleh penghuni rumah adalah memelihara ikan pemakan jentik. Selain itu
walaupun sudah mengetahui bahwa menggantung pakaian di dalam rumah adalah
kebiasaan yang tidak baik, tetapi sebagian besar responden tetap menggantung pakaian
yang baru dipakai didalam rumah dengan alasan besok bisa dipakai kembali.
Responden
Total Odd
Variabel Kasus Kontrol P value CI 95%
Ratio
F % F % F %
Pencahayaan
Berisiko 19 86,4 3 13,6 22 100
0,000 17,593 4,183-73,984
Tidak berisiko 9 26,5 25 73,5 34 100
Total 28 50% 28 50% 56 100
Suhu
Berisiko 14 87,5 2 12,5 16 100
0,001 13,000 2,578-65,545
Tidak berisiko 14 35 26 65 40 100
Total 28 50% 28 50% 56 100
Kelembaban
Berisiko 24 92,3 2 7,7 26 100
0,000 78,000 13,078-465,196
Tidak berisiko 4 13,3 26 86,7 30 100
Total 28 50% 28 50% 56 100
Jentik Nyamuk
Ada jentik 18 66,7 9 33,3 27 100
0,032 3,800 1,255-11,502
Tidak ada jentik 10 34,5 19 65,5 29 100
Total 28 50% 28 50% 56 100
Perilaku 3M Plus
Tidak dilakukan 23 71,9 9 28,1 32 100
0,000 9,711 2,780- 33,920
Dilakukan 5 20,8 19 79,2 24 100
Total 28 50% 28 50% 56 100
Pendapatan
Rendah 20 66,7 10 33,3 30 100
0,016 4,500 1,458-13,887
Tinggi 8 30,8 18 69,2 26 100
Total 28 50% 28 50% 56 100
Dari Tabel 5 dapat terlihat bahwa pada kelompok kasus ada 19 responden (86,4%)
dengan pencahayaan berisiko dan 9 responden (26,5%) dengan pencahayaan tidak
118
Pengaruh Lingkungan Rumah Dan Perilaku Masyarakat
Dengan Penyakit Demam Berdarah Dengue
(DBD) Di Kota Pekanbaru
Berdasarkan suhu, pada kelompok kasus ada 14 responden (87,5%) dengan suhu
berisiko dan 14 responden (35%) dengan suhu tidak berisiko. Sedangkan pada
kelompok kontrol ada 2 responden (12,5%) dengan suhu berisiko dan 26 responden
(65%) dengan suhu tidak berisiko. Hasil uji statistik chi square, diperoleh p value =
0,001 artinya p value kecil dari 0,05 dengan demikian menunjukan bahwa ada
hubungan yang signifikan antara suhu dengan kejadian DBD. Nilai Odds Ratio (OR) =
13,000 dengan nilai Confidence Interval 95% (CI) = 2,578-65,545 artinya responden
dengan suhu rumah 25-270C 13 kali berpeluang untuk menderita DBD daripada
responden dengan suhu rumah yang tidak berisiko.
Berdasarkan perilaku 3M plus, pada kelompok kasus ada 23 responden (71,9%) yang
tidak melakukan perilaku 3M plus dan 5 responden (20,8%) yang melakukan perilaku
3M plus. Sedangkan pada kelompok kontrol ada 9 responden (28,1%) yang tidak
melakukan perilaku 3M plus dan 19 responden (79,2%) yang melakukan perilaku 3M
plus. Hasil uji statistik chi square, diperoleh p value = 0,000 artinya p value kecil dari
0,05 dengan demikian menunjukan bahwa ada hubungan yang signifikan antara perilaku
119
Pengaruh Lingkungan Rumah Dan Perilaku Masyarakat
Dengan Penyakit Demam Berdarah Dengue
(DBD) Di Kota Pekanbaru
3M plus dengan kejadian DBD. Nilai Odds Ratio (OR) = 9,711 dengan nilai Confidence
Interval 95% (CI) = 2,780- 33,920 artinya responden yang tidak melakukan perilaku
3M plus 9,7 kali berpeluang untuk menderita DBD daripada responden melakukan
perilaku 3M plus.
Pengujian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh antara variabel independen yaitu
pencahayaan (X1), suhu (X2), kelembaban (X3), jentik nyamuk (X4), perilaku 3M plus
(X5), pendapatan (X6) terhadap variabel independen yaitu kejadian DBD (Y) secara
bersama-sama (simultan).
Tabel 6. Hasil Uji Regresi Logistik Pengaruh Lingkungan Rumah dan Perilaku
dengan Kejadian DBD
95% C.I.for EXP(B)
Variabel B Sig. Exp(B) Keterangan
Lower Upper
Pencahayaan 0,014 0,843 1,014 0,883 1,164 Tidak Berpengaruh
Suhu 3,033 0,023 20,768 1,532 281,626 Berpengaruh
Kelembaban -0,353 0,022 0,703 0,520 0,950 Berpengaruh
Perilaku 1,457 0,203 4,292 0,455 40,497 Tidak Berpengaruh
Pendapatan 3,887 0,135 48,756 0,298 7989,971 Tidak Berpengaruh
Constant -70,890 0,059 0,000
Dari Tabel 6 dapat terlihat bahwa tidak semua variabel independen berpengaruh
terhadap kejadian DBD. Variabel yang berhubungan bermakna dengan kejadian DBD
adalah variabel suhu dan kelembaban. Sedangkan variabel pencahayaan, perilaku dan
pendapatan memiliki nilai p value > 0,05 yang artinya tidak bermakna terhadap kejadian
DBD.
Hasil analisis didapatkan variabel yang paling berpengaruh adalah suhu dengan OR
20,7 artinya suhu yang berisiko mengakibatkan kejadian DBD 20,7 kali lebih tinggi
dibandingkan suhu yang tidak berisiko.
120
Pengaruh Lingkungan Rumah Dan Perilaku Masyarakat
Dengan Penyakit Demam Berdarah Dengue
(DBD) Di Kota Pekanbaru
Y = -70,890+0,014X1+3,033X2-0,353X3+1,457X5+3,887X6
Melalui persamaan tersebut dapat dibuat suatu contoh kasus, bahwa bila terdapat
pencahayaan yang baik, suhu yang tidak ideal untuk pertumbuhan nyamuk, kelembaban
yang rendah, penghuni rumah yang melakukan 3M plus serta pendapatan yang tinggi
diberi skor 1, maka dapat diketahui bahwa angka kejadian DBD yang akan terjadi
adalah -62,852.
Hal ini juga sejalan dengan Arini (2017) yang menunjukkan bahwa ada hubungan antara
pencahayaan dengan kejadian Demam Berdarah Dengue (OR=4,750). Penelitian oleh
Wiratni (2016) juga menunjukkan bahwa ada hubungan antara pencahayaan (p=0,002)
dengan kejadian DBD. Dan penelitian oleh Tanjung (2016) juga diketahui bahwa
terdapat hubungan antara pencahayaan dengan kejadian DBD di Kecamatan Medan
Perjuangan dengan OR = 21,357.
Pencahayaan yang kurang merupakan kondisi yang disukai oleh nyamuk untuk
beristirahat. Intensitas cahaya merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi aktivitas
terbang nyamuk karena cahaya yang rendah dan kelembaban tinggi merupakan kondisi
yang baik bagi nyamuk. Nyamuk Aedes aegypti sangat senang beristirahat di tempat-
tempat yang agak gelap dalam ruang relatif lembab dengan intensitas cahaya yang
rendah (agak gelap). Tempat-tempat istirahat yang sangat disukai nyamuk biasanya
berada di dalam rumah. Hal ini terjadi karena nyamuk betina Aedes aegytpi tidak pernah
terbang jauh dari tempat ia meletakkan telur-telurnya. Hampir sebagian besar ruangan di
rumah dapat menjadi tempat peristirahatan yang nyaman bagi nyamuk, mulai dari ruang
tidur, ruang tamu, ruang keluarga, dapur hingga kamar mandi selama dia memenuhi
syarat (gelap dan lembab) sebagai tempat yang disukai nyamuk.
Berdasarkan suhu, pada kelompok kasus ada 14 responden (87,5%) dengan suhu
berisiko dan 14 responden (35%) dengan suhu tidak berisiko. Sedangkan pada
kelompok kontrol ada 2 responden (12,5%) dengan suhu berisiko dan 26 responden
(65%) dengan suhu tidak berisiko. Hasil uji statistik chi square, diperoleh p value =
0,001 artinya p value kecil dari 0,05 dengan demikian menunjukan bahwa ada
hubungan yang signifikan antara suhu dengan kejadian DBD. Nilai Odds Ratio (OR) =
121
Pengaruh Lingkungan Rumah Dan Perilaku Masyarakat
Dengan Penyakit Demam Berdarah Dengue
(DBD) Di Kota Pekanbaru
13,000 dengan nilai Confidence Interval 95% (CI) = 2,578-65,545 artinya responden
dengan suhu rumah yang berisiko 13 kali berpeluang terhadap kejadian DBD daripada
responden dengan suhu rumah yang tidak berisiko. Hasil analisis multivariat didapatkan
variabel yang paling berpengaruh adalah suhu dengan OR 20,7 artinya suhu yang
berisiko mengakibatkan kejadian DBD 20,7 kali lebih tinggi dibandingkan suhu yang
tidak berisiko.
Hasil penelitian ini sejalan dengan Maria (2013) yaitu ada hubungan antara suhu dengan
penyakit DBD. Keberhasilan perkembangan nyamuk Aedes aegypti ditentukan oleh
tempat perindukan yang dibatasi oleh temperatur tiap tahunnya dan perubahan
musimnya. Salah satu faktor lingkungan yang mempengaruhi perkembangbiakan jentik
nyamuk Aedes aegypti adalah suhu udara. Nyamuk Aedes aegypti sangat rentan
terhadap suhu udara. Dalam waktu tiga hari telur nyamuk telah mengalami embriosasi
lengkap dengan temperatur udara 25-27ºC.
Hasil penelitian ini sejalan dengan Maria (2013) di Kota Makassar yaitu didapatkan
bahwa rumah yang lembab merupakan faktor risiko kejadian Demam Berdarah Dengue
(DBD) dengan nilai OR =4,23,364 (95% CI 1,49-7,59). Risiko responden yang tinggal
di rumah yang lembab untuk terkena Demam Berdarah Dengue 3,36 kali lebih besar
dibandingkan dengan responden yang tinggal di rumah yang tidak lembab. Pada
kelembaban kurang dari 60% umur nyamuk menjadi pendek, sehingga tidak cukup
untuk siklus perkembangbiakan virden pada tubuh nyamuk.Kebutuhan kelembaban
yang tinggi mempengaruhi nyamuk mencari tempat yang lembab dan basah untuk
tempat hinggap atau istirahat.
122
Pengaruh Lingkungan Rumah Dan Perilaku Masyarakat
Dengan Penyakit Demam Berdarah Dengue
(DBD) Di Kota Pekanbaru
Hasil penelitian ini sejalan dengan Amrieds (2016) yaitu didapatkan bahwa hasil uji
statistik Chi Square menunjukkan bahwa p=0,003 (p<0,05) H0 ditolak, artinya ada
hubungan antara keberadaan jentik nyamuk dengan kejadian DBD. Semakin banyak
jentik yang ditemukan dalam tempat penampungan air, maka dapat dipastikan semakin
banyak nyamuk yang akan berkembang. Semakin padat populasi nyamuk Aedes, maka
semakin tinggi pula risiko terinfeksi virus DBD dengan waktu penyebaran lebih cepat
sehingga jumlah kasus penyakit DBD cepat meningkat yang pada akhirnya
mengakibatkan terjadinya KLB.
Hasil penelitian ini sejalan dengan Herlambang (2017) yaitu ada hubungan antara
perilaku 3M Plus dengan kejadian DBD. Penelitian oleh Suryani (2017) juga
mengungkapkan bahwa ada hubungan hubungan antara perilaku 3M Plus dengan
kejadian DBD dengan p value 0,000. Upaya dalam pengendalian demam berdarah
dengue (DBD) pada masyarakat dapat dilakukan dengan gerakan 3 M plus. Upaya
pencegahan dan pengendalian ini merupakan salah satu bentuk tindakan untuk memutus
rantai penularannya dengan cara memberantas jentik nyamuk penularannya.
Hasil penelitian ini sejalan dengan Oktaviani (2014) menunjukkan ada pengaruh antara
pendapatan dengan upaya pencegahan demam berdarah dengue hasil ini disebabkan
bahwa responden mayoritas penghasilan rendah rendah 95,7%, penghasilan responden
berkisar ≤UMK per bulan sehingga untuk melakukan tindakan upaya pencegahan
Demam Berdarah Dengue (DBD) belum dapat dilaksanakan. Penelitian oleh Hamdan
(2018), menunjukkan pendapatan dengan kriteria kurang dari UMK 32% dan lebih dari
atau sama dengan UMK 68%. Perilaku PSN dengan kriteria buruk 44% dan kriteria
123
Pengaruh Lingkungan Rumah Dan Perilaku Masyarakat
Dengan Penyakit Demam Berdarah Dengue
(DBD) Di Kota Pekanbaru
baik 56%. Hasil ujichi-square pada penelitian ini menunjukkan nilai p = 0,002.
Berdasarkan uji statistik tersebut disimpulkan bahwa terdapat hubungan yang bermakna
antara pendapatan dengan pencegahan penyakit DBD di wilayah kerja Puskesmas
Pemurus Dalam Banjarmasin. Pendapatan yang tinggi dapat mempengaruhi pola hidup
yang mengarah kepada pencegahan penyakit DBD. Keberadaan sumber daya materi tiap
keluarga dapat berpengaruh terhadap sikap, pengetahuan, serta tindakan yang dilakukan
terhadap suatu penyakit berbasis lingkungan. Keluarga dengan pendapatan yang baik
cenderung memperhatikan kebutuhan kesehatan anggota keluarga serta lingkungan
rumah yang sehat. Kondisi kesehatan rumah tinggal sangat berpengaruh terhadap
kelangsungan hidup para penghuninya dari kemungkinan penularan penyakit atau zat-
zat yang dapat membahayakan kesehatan.
Tidak semua variabel independen berpengaruh terhadap kejadian DBD. Variabel yang
berhubungan bermakna dengan kejadian DBD adalah variabel suhu dan kelembaban.
Sedangkan variabel pencahayaan, perilaku dan pendapatan memiliki nilai p value > 0,05
yang artinya tidak bermakna terhadap kejadian DBD.
Hasil analisis multivariat didapatkan variabel yang paling berpengaruh adalah suhu
dengan OR 20,7 artinya suhu 25-27OC mengakibatkan kejadian DBD 20,7 kali lebih
tinggi dibandingkan suhu yang bukan 25-27OC. Hasil penelitian ini sejalan dengan
Maria (2013) yaitu ada hubungan antara suhu dengan penyakit DBD. Keberhasilan
perkembangan nyamuk Aedes aegypti ditentukan oleh tempat perindukan yang dibatasi
oleh temperatur tiap tahunnya dan perubahan musimnya. Salah satu faktor lingkungan
yang mempengaruhi perkembangbiakan jentik nyamuk Aedes aegypti adalah suhu
udara. Nyamuk Aedes aegypti sangat rentan terhadap suhu udara. Dalam waktu tiga hari
telur nyamuk telah mengalami embriosasi lengkap dengan temperatur udara 25-27ºC.
KESIMPULAN
Faktor lingkungan fisik seperti seperti pencahayaan, suhu, kelembaban dan keberadaan
jentik berpengaruh terhadap penyakit DBD. Serta perilaku 3M plus dari masyarakat dan
tingkat pendapatan juga berpengaruh terhadap penyakit DBD di Kota Pekanbaru.
Ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada pihak RSUD Arifin Achmad yang telah
memberikan data dan informasi tentang penyakit DBD serta semua pihak yang telah
membantu terlaksananya penelitian ini di lapangan.
124
Pengaruh Lingkungan Rumah Dan Perilaku Masyarakat
Dengan Penyakit Demam Berdarah Dengue
(DBD) Di Kota Pekanbaru
DAFTAR PUSTAKA
Depkes RI. 2012. Petunjuk Teknis. Jakarta: Depkes RI Dirjen P2M dan P2L.
Dinas Kesehatan Provinsi Riau. 2018. Dinas Kesehatan Provinsi Riau. Pekanbaru.
Kementrian Kesehatan RI. 2018. Data dan Informasi Profil Kesehatan Indonesia 2017.
Kementerian Kesehatan. Jakarta.
Kementrian Kesehatan RI. 2017. Data dan Informasi Profil Kesehatan Indonesia 2016.
Kementerian Kesehatan. Jakarta.
Notoatmodjo, S. 2010. Promosi Kesehatan: Teori dan Aplikasi. PT. Rineka Cipta.
Jakarta.
Siti, A.D. 2010. STOP! Demam Berdarah Dengue. Cita Insan Madani. Bogor.
Suryani. 2017. Hubungan Perilaku 3M Plus dengan Kejadian Demam Berdarah Dengue
di Wilayah Kerja Puskesmas Lingkar Barat Kota Bengkulu. Jurnal Higiene
Vol.3 No.3.
125
Pengaruh Lingkungan Rumah Dan Perilaku Masyarakat
Dengan Penyakit Demam Berdarah Dengue
(DBD) Di Kota Pekanbaru
Wiratni, I. 2016. Hubungan Kondisi Lingkungan Rumah dan Praktek 3M Plus dengan
Kejadian Demam Berdarah Dengue di Wilayah Kerja Puskesmas Air Dingin
Kota Padang Tahun 2016.
126