You are on page 1of 11

PELATIHAN MENYULAM PENGENMBANGAN UMKM

NAMA

UNIV , NEGARA

GMAIL

Abstrack

In the era of globalization and a climate of increasingly fierce business competition, one
of the prerequisites or capital needed for MSMEs to be able to survive is the ability and
quality of adequate resources. The purpose of monitoring and evaluation in the field is
to find out the benefits of embroidery training for the development of MSMEs in
encouraging the growth of new entrepreneurs in the community around the
environment. The activities as reported are basically monitoring and evaluation
activities to determine the effectiveness and benefits of skills training programs for
communities around the environment. It was admitted by a number of trainees who
were interviewed in depth that developing an independent business was not an easy
thing. The monitoring and evaluation activities carried out found that there were many
things that became obstacles or the cause of most of the training participants not being
able to develop independent businesses. For that we need strategies, policies and
programs that are truly contextual and effective, which is no less important is how to
inspire all parties to be more concerned about the issue of handling unemployment,
poverty, and entrepreneurship development. The informants in this study consisted of
key informants, namely the owners of embroidery/weaving SMEs plus additional
informants, namely employees and related OPD. The results of the study indicate that
the weaknesses of the West Sumatra embroidery/weaving MSMEs cover three aspects,
marketing, business capital and funding, and business management. Based on the
approach of these weaknesses, multi-stakeholder synergy is needed to overcome them.
Keywords: competition; business; Entrepreneur; strategy; unemployment ;
Embroidery ; MSME

Abstrak

Di era globalisasi dan iklim persaingan usaha yang makin ketat, salah satu prasyarat
atau modal yang dibutuhkan agar UMKM mampu tetap survive adalah kemampuan dan
kualitas sumber daya yang memadai. Tujuan dilakukan monitoring dan evaluasi di
lapangan adalah untuk mengetahui manfaat pelatihan menyulam guna pengembangan
UMKM dalam mendorong tumbuhnya wirausaha baru di kalangan masyarakat di sekitar
lingkungan. Kegiatan sebagaimana dilaporkan pada dasarnya adalah kegiatan
monitoring dan evaluasi untuk mengetahui efektivitas dan manfaat dari program
pelatiham ketrampilan bagi masyarakat di sekitar lingkungan. Diakui sejumlah peserta
pelatihan yang diwawancarai secara mendalam bahwa untuk mengembangkan usaha
mandiri memang bukan hal yang mudah. Kegiatan monitoring dan evaluasi yang
dilakukan menemukan ada banyak hal yang menjadi kendala atau penyebab sebagian
besar peserta pelatihan tak juga kunjung mampu mengembangkan usaha yang mandiri.
Untuk itu dibutuhkan strategi, kebijakan dan program yang benar-benar kontekstual dan
efektif, yang tak kalah penting adalah bagaimana menggugah semua pihak untuk mau
lebih peduli terhadap isu penanganan pengangguran, kemiskinan, dan pengembangan
kewirausahaan. Informan dalam penelitian ini terdiri dari informan kunci yakni pemilik
UMKM sulaman/tenun ditambah dengan informan tambahan yakni karyawan dan OPD
terkait. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kelemahan UMKM sulaman/tenun
Sumatera Barat mencakup tiga aspek, pemasaran, modal dan pendanaan usaha, dan
manajemen usaha. Berdasarkan pendekatan kelemahan tersebut maka diperlukan
sinergitas multi stakeholders untuk mengatasinya.

Kata kunci: persaingan; usaha; wirausaha; strategi; pengangguran ; Sulaman ; UMKM

Pendahuluan

Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) menjadi penopang ekonomi yang paling
besar dalam perekonomian di Indonesia dibuktikan dengan adanya UMKM yang
menjadi katup pengaman perekonomian Indonesia pada masa krisis dan menjadi
penggerak dari pertumbuhan ekonomi pasca krisis (Tedjasuksmana, 2014). UMKM
menjadi sektor usaha terbesar kontribusinya terhadap pembangunan Negara serta
mampu membuka lapangan kerja yang cukup luas bagi para tenaga kerja, sehingga
mampu meminimalisir angka pengangguran di Indonesia (Wijanarko & Susila, 2016).
Beberapa kelemahan mendasar UMKM pada aspek pemasaran yakni rendahnya
penyesuaian pasar, kurang kuat dalam persaingan yang kompleks, dan infrastruktur
pemasaran yang kurang memadai (Suci, 2017). Penguasaan terhadap pasar merupakan
prasyarat guna menumbuhkan daya saing UMKM dalam menghadapi mekanisme pasar
yang semakin kompetitif dan kompleks (Sedyastuti, 2018). Maka dari itu, peran dari
pemerintah guna mendorong pertumbuhan UMKM dalam memperluas akses pasar
melalui pemberian fasilitas teknologi berbasis web yang bisa dimanfaatkan sebagai
media komunikasi serta branding bisnis di tingkat global (Roosdhani, Wibowo, &
Widiastuti, 2012).

Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) memiliki peran strategis dalam
pembangunan ekonomi. Sektor ini terbukti dapat menyerap tenaga kerja dan
mengurangi pengangguran (Sudaryanto, 2011). UMKM bahkan memiliki ketahanan
yang kuat sebagai penyangga perekonomian. Saat krisis ekonomi melanda Asia tahun
1997, sektor Industri Kecil Menengah (IKM) di Indonesia lebih mampu bertahan
dibandingkan industri skala besar (Tambunan, 2005). Meski mampu memperkokoh
ekonomi bangsa, berbagai persoalan menjadi hambatan bagi perkembangan UMKM.
Hambatan tersebut yakni pemasaran, regulasi pemerintah, kualitas dan daya saing,
informasi pasar dan kualitas SDM (Tambunan, 2005). Menurut Undang-Undang Nomor
20 tahun 2008, usaha mikro kecil dan menengah yaitu usaha ekonomi produktif yang
berdiri sendiri, yang dilakukan oleh orang perorangan atau badan usaha yang bukan
merupakan anak perusahaan atau bukan cabang perusahaan yang dimiliki, dikuasai, atau
menjadi bagian baik langsung maupun tidak langsung dari usaha menengah atau usaha
besar. Di Sumatera Barat, salah satu UMKM yang memiliki produk dengan ciri khas
Minang adalah kerajinan sulaman/tenun. Masyarakat Minangkabau telah mengenal
sulaman/tenun sejak puluhan tahun lalu. Potensi tersebut menyebar di sejumlah
kawasan dengan ciri khas dan corak yang bervariasi. Dinas Perindustrian dan
Perdagangan Sumatera Barat menetapkan tujuh daerah penghasil produk unggulan
sulaman dan tenun yaitu, Kabupaten Lima Puluh Kota, Kota Sawahlunto, Kabupaten
Tanah Datar, Kota Pariaman, Kabupaten Pesisir Selatan, Kabupaten Dharmasraya, dan
Kota Padang. Daerah tersebut dibagi dalam dua kategori, yakni daerah potensial dan
daerah penyangga. Keberadaannya memiliki peran penting dalam menunjang
perekonomian, terutama dalam penyerapan tenaga kerja dan peningkatan pendapatan
masyarakat. Permasalahan UMKM di Sumbar masih seputar rendahnya kualitas
pengemasan, permodalan dan terbatasnya akses pasar (Kadin, 2017).

Tinjauan Pustaka

a. Sulaman
Sulaman adalah salah satu teknik kreasi menghias pada kain polos atau kain
tenunan polos dengan cara menggunakan tusuk hias dan variasinya, yang
mempunyai bentuk dan ukuran yang teratur dengan menggunakan berbagai
macam jenis benang berwarna dan sesuai motif selera si pemakai/pengrajin.
Menyulam istilah menjahit yang berarti menjahitkan benang searah dekorasi
(Elly Muliyanti dalam Ibrahim, 2013:7). Bagi masyarakat melayu, sulam sudah
dikenal sejak berabad-abad yang lalu. Sulam menjadi lambang kebijakan
kepribadian kaum perempuan. Kain sulam begitu melekat pada kehidupan dan
sosial budaya masyarakat Nusantara, (Hasdiana, dkk, 2012:30) Karawo sebagai
identitas masyarakat Gorontalo tak lekang dimakan zaman. Sejak awal abad ke-
17 di daerah Ayula (salah satu Desa di Kabupaten Bone Bolango), karawo telah
tumbuh menjadi sebuah kerajinan tangan (handycraft) yang memiliki nilai seni
tinggi. Disamping tingkat kerumitannya yang tinggi, proses pembuatan
kerajinan ini belum dapat digantikan perannya oleh mesin sehingga wajar
apabila sulaman karawo dikatakan sebagai handmade masterpiece (Purnama,
2011).

Cara atau Teknik Mokarawo Pentahapan proses pembuatan sulaman karawo


pada dasarnya hanya terbagi dalam tiga tahap yaitu iris dan cabut benang,
menyulam dan finising. Dalam proses iris dan cabut benang adalah bagaimana
membentuk batas dan merencanakan luas bidang yang akan diisi dengan karawo
berdasarkan pola gambar yang ada. Ketajaman dan kecermatan menghitung
benang-benang yang akan diiris dan dicabut, sangat menentukan hasil serta
kehalusan dalam pengerjaan sulaman karawo. Dengan bidang pencabutan dan
pengirisan yang rapi dan teratur akan memperoleh hasil sulaman karawo yang
rapi dan halus. Alat yang digunakan untuk mengiris dan mencabut serat benang
ini biasanya menggunakan jarum jahit nomor 6 dan silet sebagai alat pengiris.
Jarum disusupkan di bawah dan di atas benang konstruksi kain sepanjang yang
direncanakan. Benang yang akan diiris terletak di atas jarum dan sebaliknya
benang yang tertinggal berada di bawah jarum. Setelah batas-batas bidang yang
akan dibentuk selesai diiris, kemudian benang yang teriris segera dicabut sampai
habis dan berbentuk konstruksi kerawangan atau tembus pandang pada bidang
irisan yang akan disulam. Patokan di dalam proses pengirisan dan pencabutan
serat benang ditentukan oleh jenis kain yang akan disulam. Setelah selesai maka
selanjutnya mulai menerapkan desain motif pada kain yang sudah selesai
dicabut, (Departemen Perindustrian, 1977:13).

b. Persaingan Usaha
Dalam konsepsi persaiangan usaha, dengan asumsi bahwa faktor mempengaruhi
harga adalah permintaan dan penawaran, dengan kondisi lain berada dalam
ceteris paribus, persaingan usaha akan dengan sendirinya mengahsilakan barang
atau jasa yang memiliki daya saing yang paling baik, melalui mekanisme
produksi yang efesien dan efektif, dengan menggunakan seminimum mungkin
menggunakan factor produksi yang ada. Dalam ekonomi pasar yang demikian,
persaingan memiliki beberapa pengertian:
a. Persaingan menunjukan banyaknya pelaku usaha yang menawarkan/memasok
barang atau jasa tertentu ke pasar yang bersangkutan. Barang sedikitnya pelaku
usaha yang menawarakan barang atau jasa ini menunjukan struktur pasar
(market structure) dari barang tau jasa tersebut.
b. Persaingan merupakan suatu proses dimana masing-masing perusahaan
berupaya memperoleh pembeli/langganan bagi produk yang di jualnya, yang
antara lain dapat dilakukan dengan:
1) Menekan harga (price competition)
2) Persaingan bukan harga (non-price competition), misalnya yang dilakukan
melalui diferensiasi produk, pengembnagn hak atas kekayaan intelektual,
promosi, pelayanan purna jual, dan lain-lain
3) Berusaha secara lebih efesien (low-cost production) , Dengan ini
sesungguhnya, dari sisi produsen, hakikat yang diharapkan dari adanya
persaingan tersebut adalah tercapainya low-cost production, atau efesiensi. Agar
persaingan usaha dilakukan produsen dapat terpelihara dan berjalan dengan baik.
Dengan kebijakan persaingan yang baik ini di harapkan dapat mendorong
penggunaan sumber daya ekonomi lebih efesien guna melindungi kepentingan
masyarakat.

c. UMKM
UMKM adalah unit usaha produktif yang berdiri sendiri, yang dilakukan oleh
orang perorangan atau badan usaha disemua sektor ekonomi. Pada prinsipnya
pembedaan antara usaha mikro, usaha kecil, usaha menengah, usaha besar
umumnya didasarkan pada nilai aset awal (tidak termasuk tanah dan bangunan),
omset rata-rata per tahun, atau jumlah pekerja tetap. Namun, definisi UMKM
berdasarkan tiga alat ukur ini berbeda menurut negara. Oleh karena itu memang
sulit membandingkan pentingnya atau peran UMKM antar negara.
Di Indonesia definisi UMKM diatur dalam Undang-Undang Republik Indonsia
Nomor 20 Tahun 2008 tentang UMKM. Dalam Bab 1 (Ketentuan Umum), pasal
1 dari UU tersebut, dinyatakan bahwa usaha mikro adalah usaha produktif milik
orang-perorangan dan badan usaha perorangan yang memenuhi usaha mikro
sebagaimana diatur dalam UU tersebut. Usaha kecil adalah usaha ekonomi
produktif yang berdiri sendiri, yang dilakukan oleh orang-perorangan atau badan
usaha yang bukan merupakan anak perusahaan atau bukan cabang perusahaan
yang dimiliki, dikuasai, atau menjadi bagian baik langsung maupun tidak
langsung dari usaha mikro .
atau usaha besar yang memenuhi kriteria usaha kecil sebagaimana telah diatur
dalam UU tersebut. Sedangkan usaha menengah adalah usaha ekonomi produktif
yang berdiri sendiri, yang dilakukan oleh orangperorangan atau badan usaha
yang bukan merupakan anak perusahaan atau bukan cabang perusahaan yang
dimiliki, dikuasai, atau menjadi bagian baik langsung maupun tidak langsung
dari usaha mikro, usaha kecil atau usaha besar yang memenuhi kriteria usaha
mikro sebagaimana dimaksud dalam UU tersebut.
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2008 tentang UMKM, maka
definisi dari masing-masing usaha adalah sebagai berikut:
a. Usaha Mikro adalah usaha dengan kekayaan bersih kurang dari 50 juta rupiah
atau menghasilkan penjualan kurang dari 300 juta rupiah selama satu tahun.
b. Usaha kecil adalah usaha dengan kekayaan antara 50 sampai 500 juta rupiah
atau menghasilkan penjualan antara 300 juta hingga 2,5 miliar rupiah selama
satu tahun.
c. Usaha menengah adalah usaha dengan kekayaan atara 500 juta sampai 10
miliar rupiah atau menghasilkan penjualan antara 2,5 hingga 50 miliar rupiah
selama satu tahun.

Metode Penelitian

Metode penelitian adalah cara untuk memecahkan masalah ataupun sebagai cara
pengembangan ilmu pengetahuan dengan menggunakan metode-metode ilmiah yang
sistematis dan logis Penelitian ini menggunakan metode penelitian secara Pendekatan
Kualitatif Metode Studi Kasus penelitian kualitatif merupakan penelitian yang hasil
penelitiannya tidak diperoleh melalui prosedur statistik atau bentuk hitungan lainnya.
Data yang dihasilkan penelitian ini tidak berbentuk angka melainkan lebih banyak
berupa narasi, deskripsi, cerita, dokumen tertulis maupun tidak tertulis (gambar dan
foto).

Pembahasan

Analisis Faktor-Faktor Kelemahan UMKM Sulaman/Tenun di Sumatera Barat Informan


kunci dalam penelitian ini adalah masyarakat yang menjadi pelaku UMKM
Sulaman/Tenun yang terdiri dari pemilik UMKM dan karyawan. Lokasi yang dipilih
yaitu tiga daerah potensial Sulaman Tenun, yakni Kabupaten Tanah Datar, Kabupaten
Lima Puluh Kota dan Kota Sawahlunto. Sebagai informan tambahan peneliti juga
melibatkan unsur pemerintah atau OPD terkait. Secara umum, kegiatan UMKM
Sulaman/Tenun di Sumatera Barat dilakukan oleh perempuan. Para perempuan
Minangkabau yang menekuni usaha Sulaman/Tenun biasa disebut pengrajin. Pada tiga
daerah yang diteliti, diperoleh informasi bahwa terdapat banyak kelemahan yang
akhirnya menghambat perkembangan UMKM Sulaman/Tenun. Berikut kelemahan
setiap aspek yang ditanyakan peneliti kepada informan kunci.

a. Aspek organisasi dan manajemen usaha


Fokus penelitian terkait aspek organisasi dan manajemen usaha adalah untuk
mengetahui bagaimana perencanaan pengembangan usaha, akuntansi dan
antisipasi risiko pencurian dan kecurangan yang dilakukan karyawan.
Berdasarkan jawaban dari responden, kelemahannya terletak pada rencana
pengembangan usaha. Pelaku UMKM sulaman maupun tenun sebagian besar
tidak memiliki rencana pengembangan usaha yang jelas seperti dokumen tertulis
tentang rencana ke depan. Berdasarkan hasil wawancara diperoleh informasi
bahwa seluruh pelaku UMKM Sulaman/Tenun yang menjadi responden, tidak
memiliki dokumen perencanaan pengembangan usaha. Rencana pengembangan
usaha hanya berupa pemikiran yang tidak dituangkan secara tertulis. Misalnya,
pelaku usaha berencana tahun depan, penjualan hasil sulaman/tenun akan
ditingkatkan. Kondisi seperti ini tidak dapat disimpulkan sebagai rencana
pengembangan usaha. Sebab, perencanaan merupakan proses memutuskan
program-program yang akan dilaksanakan oleh organisasi yang dialokasikan ke
setiap program selama beberapa tahun ke depan, dan sealnjutnya rencana
strategis diimplementasikan melalui dokumen yang menjelaskan bagaimana
keputusan strategis (Anthony dan Vijay, 2009). Pelaku UMKM Sulaman
maupun Tenun juga masih banyak yang tidak memisahkan antara keuangan
usaha dan keuangan pribadi dengan kata lain, prinsip akuntansi yang
menghendaki adanya pemisahan keuangan belum sepenuhnya diterapkan.
Begitupula antisipasi risiko terjadinya kondisi yang merugikan usaha, seperti
froud yang dilakukan oleh karyawan juga belum banyak UMKM yang
mengantisipasinya.

b. Aspek Pemasaran
Pada aspek pemasaran, hal yang perlu menjadi pertimbangan untuk emasaran
produk Sulaman/Tenun adalah kemasan, izin, kualitas, merek, lokasi usaha dan
promosi. Aspek pemasaran yang paling mempengaruhi perkembangan UMKM
Sulaman/Tenun adalah cakupan promosi. Sebanyak 77 persen responden
melakukan promosi lewat media. Tetapi, media yang mereka gunakan pada
umumnya adalah media sosial (Medsos). Meski sudah menggunakan media
berbasis internet, namun tidak serta merta menyebabkan peningkatan penjualan.
Terlebih bagi mereka yang memiliki usaha skala mikro. Produk Sulaman/Tenun
yang telah siap untuk dijual sering banjir stok, sebab tidak ada orderan. Mereka
kesulitan untuk mencari pembeli. Diperparah lagi, toko tempat mereka
menitipkan produk juga masih memiliki persediaan yang sudah menumpuk.
Akhirnya, para pengrajin atau karyawan Sulaman/Tenun yang notabene-nya
adalah masyarakat, terpaksa libur menerima upah. Penjelasan yang disampaikan
oleh perempuan pengrajin sulaman/tenun (masyarakat), sulaman atau tenun yang
mereka kerjakan seringkali tidak diambil oleh pemilik UMKM dalam waktu
yang terbilang lama, 2-5 bulan. Alasannya adalah belum ada orderan baru.
Sehingga kain yang sedang dikerjakan oleh pengrajin, belum dijemput oleh
pemilik UMKM Sulaman/tenun. Di sisi lain, pemilik UMKM Sulaman/Tenun
mengaku kesulitan memasarkan produk sejak empat tahun terakhir,
penyebabnya adalah tidak ada event-event besar yang dilaksanan di Sumatera
Barat. Padahal dulunya hampir setiap pekan, UMKM sulaman/tenun
mendapatkan omzet yang lumayan besar untuk setiap penjualan pada
momentum acara yang berskala propinsi maupun nasional yang diadakan di
Sumatera Barat. Selain itu, harga tiket pesawat relatif mahal juga menjadi
pemicu rendahnya tingkat penjualan sulaman/tenun. Karena, pangsa pasar selain
dari dalam Sumbar juga berasal dari luar provinsi.

c. Aspek Modal dan Pendanaan Usaha


Aspek modal dan pendanaan usaha mencerminkan kebutuhan tambahan modal,
akses pelaku UMKM terhadap lembaga keuangan bank ataun non bank, jaminan
utang yang l ayak, dan pengetahuan tentang prosedur pengajuan kredi Sebesar
92 persen responden kekurangan modal untuk mengembangkan usaha. Sebanyak
62 persen di antaranya tidak memiliki akses pada lembaga keuangan bank
maupun non bank dan tidak memiliki agunan untuk mengajukan kredit,
meskipun hampir semua responden mengetahui prosedur pengajuan kredit.
Tambahan modal yang dibutuhkan, akan dipergunakan untuk membeli peralatan
sulaman/tenun serta sebagai modal dasar membeli bahan baku dan membayar
upah pengrajin, jika pesanan datang dalam partai besar. Manakah persoalan
UMKM sulaman/tenun yang paling krusial Jawaban responden ternyata
seragam. Hal paling prioritas adalah pemasaran, selanjutnya masalah modal atau
pendanaan usaha.

d. Aspek Pemanfaatan Teknologi Informasi dan Inovasi


Pada aspek ini ada empat item yang dipertanyakan, antara lain penggunaan
komputer dalam usaha, desain produk baru, mencari pasar baru atau peluang
baru melalui teknologi informasi, dan inovasi layanan terhadap konsumen
laporan keuangan dan promosi termasuk inovasi layanan terhadap konsumen.
Jika dulunya hanya promosi saat pameran, namun saat ini sudah ditambahkan
dengan promosi via internet. Begitupula layanan kepada konsumen juga sudah
banyak yang berbasis online.

Kesimpulan

Masyarakat Indonesia adalah masyarakat yang mau belajar dan mampu meningkatkan
kapabilitasnya jika diajari. Melihat aspek-aspek yang telah diuraikan masyarakat
diharapkan mampu mengembangkan UMK nya setelah dilakukan nya pelatihan ini .
Pengelola UMKM terkadang memiliki latar belakang pendidikan yang tidak sesuai
dengan bidang keahliannya, namun dengan perhatian kita bersama mereka dapat
memaksimalkan potensi usaha yang dijalaninya. Kendala fasilitas dan pengetahuan
menjadi akar permasalahan pengembangan usaha dari UMKM mitra. Oleh karena itu,
penting bagi kita semua untuk membina dan mendukung kegiatan UMKM sehingga
mereka bisa terus tumbuh dan berkembang mendorong perekonomian bangsa.
DAFTAR PUSTAKA

Beaver, Graham. 2002. Small Business, Entrepreneurship and Enterprise Development.


New York: Prentice Hall

Dessler, Gary. 2011. Human Resource Management, 12th Edition. New York: Prentice
Hall

Kotler, Philip dan Kevin Lane Keller. 2012. Marketing Management, 14th Edition. New
Jersey: Prentice Hall.

Mondy, R Wayne. 2014. Human Resource Management, 13th Edition. New York:
Prentice Hal

Ariani, Mohamad N, Kajian Strategi Pengembangan Usaha Mikro Kecil dan Menengah
(UMKM) di Kota Tarakan, Jurnal Organisasi dan Manajemen. September 2017.
Volumen 13, Nomor 2, 99-118

BPS, Produk Domestik Bruto, (online) 2011. (diakses 20 Desember 2018),


http://www.bps.go.id/index. php?news=730.

Boesra A.J. 2005. Teknik Dasar Menyulam Untuk Pemula. Jakarta: Kawan Pustaka
Chrismardani Y, Komunikasi Pemasaran Terpadu:Implementasi Untuk UMKM, Jurnal
NeOBis.Desember 2014. Volume 8, No.2.

Irawan PLT, Kestrilia RP, & Melany (2020) Pemberdayaan Usaha Kecil Menengah
(UKM) Melalui Implementasi ECommerce di Kelurahan Tlogomas. Jurnal SOLMA
9(1):33-44. Doi: http://dx.doi.org/10.29405/solma.v9i1.4347.

Roosdhani MR, Wibowo PA, & Widiastuti A (2012) Analisis Tingkat penggunaan
Teknologi Informasi dan komunikasi pada U

You might also like