You are on page 1of 14

R.

Wildan Pratama Indra Kusumah, Nana Supriatna, Yani Kusmarni


JALAN DAMAI MENUJU KEAMANAN REGIONAL: PENDEKATAN ASEAN DALAM UPAYA
PENYELESAIAN KONFLIK LAUT CHINA SELATAN

JALAN DAMAI MENUJU KEAMANAN REGIONAL:


PENDEKATAN ASEAN DALAM UPAYA
PENYELESAIAN KONFLIK LAUT CHINA SELATAN

Oleh:
R. Wildan Pratama Indra Kusumah, Nana Supriatna, Yani
Kusmarni1

ABSTRACT

The research aimed to have an in-depth study about the development of South China
Sea issue that involved countries such as China, Vietnam, Philippines, Malaysia Brunei
Darussalam and the ASEAN’s role as a Regional Organization in that conflict. In
general, this study wants to answer the question about “how is ASEAN’s approaches
in order to reconcile South China Sea Conflict peacefully?”. To examine the problem,
researcher conducted a study by using historical method that includes four research
steps namely collecting of written source through literature study (heuristics), source
criticism, interpretation or source analysis and historiography. Researcher also
using concepts to simplify the analysis, of which are a regional organization concept,
a concept of interest, an international dispute concept, a conflict concept, diplomatic
concept, and the law of the sea concept. A rationalisation for this South China Sea
study, because the issue remains dynamic and it is difficult to find a solution. Many
perspectives regarding claims that were made by countries around the South China
Sea and the potentials aspects that embedded could disrupt peace and stability in the
region’s security. These issues become challenging for ASEAN. The resulting study found
that: there are numbers of a mechanism such as an informal, semi-formal and formal
mechanism. However, those mechanisms have not been able to resolve the conflict.
Several efforts have been made to prevent military conflicts. In its development, the
South China conflict has shown a more positive progress.

Keywords: ASEAN, Claimant States, South China Sea.

PENDAHULUAN

Laut China Selatan merupakan tersebut menjadi salah satu faktor yang
“laut setengah tertutup” (semi-enclosed menyebabkan wilayah Laut China Selatan
sea). Letaknya yang dikelilingi oleh tersebut menjadi sengketa beberapa
berbagai negara karena merupakan negara yang kemudian berujung kepada
laut setengah tertutup berakibat pada konflik. Menurut Nainggolan (2013,
kesulitan penentuan batas wilayah laut hlm. 7), sengketa kepemilikan atau
dari masing-masing negara, sehingga hal kedaulatan teritorial di Laut China Selatan

R. Wildan Pratama Indra Kusumah adalah mahasiswa pada Departemen Pendidikan Sejarah FPIPS UPI,
1

Nana Supriatna dan Yani Kusmarni adalah dosen pembimbing I. Penulis dapat dihubungi di email :
rwildanpik@gmail.com.

255
FACTUM
Volume 7, N0.2, Oktober 2018

sesungguhnya merujuk pada kawasan laut penemuan dan pendudukan pulau-pulau


dan daratan di dua gugusan kepulauan yaitu di gugusan Kepulauan Spratly dan Paracel,
Paracel dan Spratly. Kepulauan Paracel dan Filipina didasarkan pada kelanjutan klaim
Spratly kemungkinan memiliki cadangan landas kontinen, sedangkan Malaysia dan
besar sumber daya alam di sekelilingnya. Brunei mengklaim perpanjangan ZEE
China memperkirakan cadangan minyak (Zona Ekonomi Eksklusif) dan landas
yang terkandung sebanyak 213 miliar barel kontinen Indonesia (Wiranto, 2016, hlm.
atau sepuluh kali lipat dari cadangan milik 8). Konflik Laut China Selatan ini terus
Amerika Serikat (Wiranto, 2016, hlm. berlarut-larut dan tidak terselesaikan.
42). Sumber daya alam yang terdapat di Muncul kekhawatiran konflik ini akan
Laut China Selatan bukan hanya sebatas meluas menjadi konflik keamanan regional
minyak bumi dan bahan mineral lainnya dan menimbulkan potensi ancaman
saja, sumber daya laut yang dihasilkan seperti yang diungkapkan oleh Riawan
juga sangat melimpah, laut ini terkenal dan Kaya (1993, hlm. 42), bukan mustahil
dengan berbagai macam jenis ikan. Selain China (sebagai negara yang memiliki
itu, daya tarik Laut China Selatan tersebut kekuatan militer paling potensial, jika
juga terdapat pada fungsinya sebagai jalur dibandingkan dengan Vietnam sekarang)
perdagangan. Hal tersebut yang membuat akan menggunakan segala sarana untuk
negara-negara maju menjadikan stabilitas menghadapi segala hal yang terjadi dalam
kawasan Laut China Selatan sebagai menyelesaikan kasus di Spratly ini. Dan
prioritas dalam aktivitas politik luar bila hal ini terjadi, akan ada ancaman dari
negerinya. China bagi negara-negara di kawasan Asia
Akar dari konflik Laut China Selatan Tenggara.
dimulai ketika klaim pertama kali pada ASEAN sebagai organisasi regional
tahun 1947 oleh China yang secara sepihak negara-negara Asia Tenggara merasa
mengklaim hampir seluruh wilayah Laut memiliki kewajiban untuk menjembatani
China Selatan dengan menerbitkan peta negara-negara anggota ASEAN dengan
yang memberi tanda sembilan garis putus- China untuk menyelesaikan konflik
putus di seputar wilayah itu (Akmal & Pazli, Laut China Selatan ini. Dalam deklarasi
2016, hlm. 2). Dalam perkembangannya, ASEAN dinyatakan bahwa maksud dan
klaim tersebut memunculkan banyak reaksi tujuan ASEAN salah satunya adalah
dari beberapa negara yang juga merasa “Meningkatkan perdamaian dan stabilitas
berhak atas kawasan tersebut. Setidaknya regional dan menjunjung tinggi keadilan
ada enam negara yang berselisih di wilayah dan tertib hukum dalam hubungan
Laut China Selatan. Wilayah tersebut antar negara di kawasan Asia Tenggara
di antaranya adalah China, Vietnam, dan berpegang pada asas Piagam PBB”
Taiwan, Filipina, Malaysia, dan Brunei. (Kementerian Komunikasi dan Informasi
Setiap negara memiliki pandangannya Teknologi, 2014, hlm. 1). Sedikitnya
masing-masing yang berbeda terkait empat negara ASEAN yang terlibat dalam
kepemilikan atas kawasan tersebut. Klaim sengketa ini yaitu Vietnam, Filipina,
yang dilakukan oleh China, Taiwan, Malaysia dan Brunei. Tentunya ASEAN
dan Vietnam didasarkan pada sejarah memiliki kewajiban untuk membela dan

256
R. Wildan Pratama Indra Kusumah, Nana Supriatna, Yani Kusmarni
JALAN DAMAI MENUJU KEAMANAN REGIONAL: PENDEKATAN ASEAN DALAM UPAYA
PENYELESAIAN KONFLIK LAUT CHINA SELATAN

melindungi negara-negara anggotanya, metode sejarah. Menurut Abdurahman


apalagi perbedaan klaim dan pendapat (2007, hlm. 53) metode sejarah dalam
China dan beberapa negara ASEAN tersebut pengertiannya yang umum adalah
menjurus kepada penggunaan kekuatan penyelidikan atas suatu masalah dengan
militer, namun di sisi lain hubungan mengaplikasikan jalan pemecahannya dari
ekonomi antara ASEAN dan China sangat perspektif historis. Lebih rinci dijelaskan
dekat dan strategis (Raharjo, 2014, hlm. oleh Ismaun (2005, hlm. 34) metode
62). ASEAN menyadari posisinya sebagai sejarah ialah rekonstruksi imajinatif
organisasi regional yang berfungsi untuk tentang gambaran masa lampau peristiwa-
menciptakan dan menjamin keamanan peristiwa sejarah secara kritis dan
dan kestabilan di wilayah Asia Tenggara, analitis berdasarkan bukti-bukti dan data
yang juga membutuhkan China dalam peninggalan masa lampau yang disebut
kerjasama ekonominya, sehingga dalam sumber sejarah. Dari kedua pengertian
upaya penyelesaian konflik Laut China tersebut dapat disimpulkan bahwa metode
Selatan, ASEAN mengambil jalan damai sejarah ini mengkaji suatu masalah atau
dengan menggunakan diplomasi melalui peristiwa yang dilihat dari sudut pandang
berbagai pendekatan. Laut China Selatan sejarahnya, yaitu dengan cara menganalisis
merupakan kawasan yang memiliki nilai bukti-bukti yang ada dan berhubungan
sangat strategis, ekonomis dan politis. dengan masalah atau peristiwa tersebut,
Konflik yang telah berlangsung cukup kemudian dilakukan rekonstruksi
lama terus berlanjut tanpa menemui imajinatif. Menurut Gottschalk (2008,
penyelesaian hingga saat ini. hlm. 23-24) prosedur penelitian dan
Berangkat dari latar belakang penulisan sejarah bertumpu kepada empat
tersebut, penulis mencoba mengangkat pokok kegiatan, yaitu heuristik, kritik,
masalah utama: bagaimana pendekatan interpretasi, dan historiografi.
yang dilakukan oleh ASEAN dalam Langkah pertama adalah heuristik,
upaya penyelesaian konflik Laut China sebuah kegiatan mencari sumber-sumber
Selatan secara damai?. Penulis berharap untuk mendapatkan data-data, atau
tulisan ini dapat memberikan manfaat materi sejarah, atau evidensi sejarah
sebagai pelengkap tulisan sejarah yang (Sjamsuddin, 2012, hlm. 67). Pada tahap
berkaitan dengan organisasi regional ini penulis melakukan pengumpulan
dan global, khususnya materi pelajaran sumber yang berguna untuk membantu
Sejarah (Peminatan) kelas XII Kurikulum menganalisis dan melakukan penyelesaian
2013 dalam Kompetensi Dasar “3.2 masalah. Pengumpulan sumber yang
Mengevaluasi Sejarah Organisasi Global digunakan penulis ialah dengan
dan Regional diantaranya: GNB, ASEAN, mengumpulkan sumber tertulis yang dapat
OKI, APEC, OPEC, MEE, GATT, WTO, dipertanggungjawabkan diantaranya
NAFTA, dan CAFTA”. seperti buku, artikel dalam jurnal, artikel
dalam surat kabar dan majalah serta
METODE PENELITIAN data-data lainnya yang relevan. Sumber-
Metode penelitian yang digunakan sumber tersebut diperoleh oleh penulis
oleh penulis adalah metode historis atau dari berbagai tempat seperti perpustakaan

257
FACTUM
Volume 7, N0.2, Oktober 2018

daerah, perpustakaan nasional, teori menyusun fakta tersebut menjadi


perpustakaan universitas, lembaga- suatu interpretasi yang menyeluruh
lembaga seperti CSIS, dan internet. (Kuntowijoyo, 1995, hlm. 100). Dalam tahap
Setelah melakukan kegiatan ini penulis berusaha untuk merekonstruksi
pengumpulan sumber, tahap selanjutnya kembali peristiwa yang terjadi mengenai
adalah melaksanakan kritik sumber. konflik Laut China Selatan. Rekonstruksi
Tujuan dari kritik adalah untuk menyaring tersebut didasarkan pada fakta-fakta
sumber-sumber yang telah didapatkan, yang telah didapat. Adapun rekonstruksi
agar didapat sumber yang terpercaya, tersebut dijadikan bahan untuk menjawab
dan relevan dengan tema penelitian ini. pertanyaan permasalahan yang telah
Tahapan kritik terbagi menjadi dua yaitu, ditentukan sebelumnya.
kritik internal dan kritik eksternal. Dalam Langkah terakhir dalam metode
melakukan kritik eksternal terhadap penelitian sejarah adalah historiografi.
sumber-sumber tertulis berupa buku- Historiografi berupa pelukisan sejarah,
buku, penulis tidak melakukan proses gambaran tentang peristiwa masa lalu.
kritik sumber terlalu ketat dengan Hal tersebut dilakukan dengan usaha
pertimbangan bahwa buku-buku tersebut mensintesiskan data-data dan fakta-
merupakan sumber sekunder hasil cetakan fakta sejarah menjadi suatu kisah yang
yang didalamnya akan memuat nama jelas dalam bentuk lisan maupun tulisan
penulis, tahun terbit, penerbit dan tempat baik dalam buku atau artikel maupun
buku tersebut diterbitkan. Dengan kriteria perkuliahan sejarah (Ismaun, 2005,
tersebut maka dapat dianggap sebagai salah hlm. 28-29). Laporan hasil penelitian ini
satu bentuk pertanggungjawaban atas dituangkan ke dalam sebuah karya tulisan
penggunaan buku yang telah diterbitkan. berupa artikel jurnal. Laporan tersebut
Kritik internal dilakukan dengan disusun secara ilmiah berdasarkan dengan
memperhatikan dua hal yaitu penilaian metode yang telah dirumuskan dan teknik
intrinsik terhadap sumber-sumber dan penulisan yang sesuai dengan pedoman
membanding-bandingkan kesaksian karya ilmiah.
dari berbagai sumber agar sumber dapat
dipercaya (diterima kredibilitasnya) HASIL PENELITIAN DAN
(Priyadi, 2012, hlm. 67). Kritik internal PEMBAHASAN
yang dilakukan oleh penulis ialah dengan
Konflik Laut China Selatan sebelumnya
cara membaca keseluruhan isi sumber
merupakan konflik yang berlangsung
bacaan kemudian membandingkannya
secara bilateral antara China dengan
dengan sumber lainnya.
masing-masing negara ASEAN yang
Langkah selanjutnya adalah merupakan claimant states (Vietnam,
interpretasi yang sering disebut dengan Filipina, Malaysia, dan Brunei) tanpa
analisis sejarah. Analisis sejarah bertujuan melibatkan ASEAN sebagai Organisasi
untuk melakukan sintesis atas sejumlah Regional. Namun dalam perjalanannya,
fakta yang diperoleh dari sumber-sumber terutama setelah China membuat Undang-
sejarah dan bersama-sama dengan Undang yang berhubungan dengan

258
R. Wildan Pratama Indra Kusumah, Nana Supriatna, Yani Kusmarni
JALAN DAMAI MENUJU KEAMANAN REGIONAL: PENDEKATAN ASEAN DALAM UPAYA
PENYELESAIAN KONFLIK LAUT CHINA SELATAN

klaimnya terhadap Laut China Selatan, anggotanya terlibat dalam sengketa Laut
ASEAN berinisiatif mengadakan Manila China Selatan, perlu mengambil peran
Declaration on the South China Sea dan mencari solusi atas permasalahan
(Baviera, 2005, hlm. 345). Hal tersebut tersebut. Hal tersebut sejalan dengan salah
dilakukan karena permasalahan mengenai satu tujuan pembentukan ASEAN yaitu
Laut China Selatan sudah sangat penting “to promote regional peace and stability
untuk segera dilakukan penyelesaiannya, through abiding respect for justice and the
karena telah melibatkan banyak negara dan rule of the law in the relationship among
dianggap mampu menganggu stabilitas countries of the region and adherence
keamanan kawasan. Dalam kesempatan to the principles of the United Nations
tersebut ASEAN berharap agar dalam Charter” (Putra & Aqimuddin, 2011, hlm.
upaya-upaya penyelesaiannya dilakukan 35) yang termasuk di dalamnya berperan
dengan cara yang damai. dalam konflik Laut China Selatan agar
Menurut Muhamad (2013, hlm. stabilitas keamanan kawasan tetap terjaga.
123) terdapat beberapa pandangan yang Menurut Caballero-Anthony (1998, hlm. 1)
berbeda mengenai jalan penyelesaian ASEAN selama kurang lebih 40 tahun sejak
sengketa menurut masing-masing terbentuk sebagai organisasi internasional
claimant states, China menghendaki regional memiliki kemampuan untuk
agar masalah Laut Laut China Selatan memelihara keamanan dan perdamaian
tidak diinternasionalkan oleh negara- di kawasan dan hal itu masih berlanjut
negara terkait. China dalam hal ini lebih hingga kini meskipun potensi sengketa di
menginginkan penyelesaian masalah Asia Tenggara sangat rentan dan dapat
Laut China Selatan dilakukan melalui memicu ketegangan. Dalam usahanya
perundingan bilateral dengan masing- untuk menyelesaikan sengketa, ASEAN
masing negara pengklaim. Terkait dengan memiliki mekanismenya tersendiri
keterlibatan ASEAN, China berpendirian yaitu mekanisme formal dan informal
bahwa sengketa Laut China Selatan bukan atau normatif. Mekanisme formal dapat
isu antara ASEAN dengan China, tetapi dilakukan melalui tiga cara yaitu kerangka
antara China dengan negara anggota organisasi melalui diskusi dan konsultasi
ASEAN terkait. Perjanjian dengan ASEAN untuk mencari kepentingan bersama,
adalah dalam rangka mutual partnership mekanisme bilateral antar anggota dan
yang saling menguntungkan dan bukan instrument hukum (Caballero-Anthony,
dalam kerangka penyelesaian sengketa 2007, hlm. 55). Contoh dari mekanisme
Laut China Selatan. Sementara itu, penyelesaian sengketa secara formal
Filipina dan Vietnam lebih menginginkan adalah dengan menggunakan Treaty of
penyelesaian sengketa melalui forum Amity and Cooperation in Southeast Asia
multilateral sesuai dengan ketentuan (TAC). Namun dalam praktiknya, ASEAN
hukum intenasional yang berlaku. sangat jarang menggunakan mekanisme
formal-institusional dalam menyelesaikan
Terlepas dari pandangan yang
sengketa. Mekanisme informal lebih sering
berbeda dari negara-negara pengklaim,
diterapkan dengan menggunakan ASEAN
ASEAN sebagai organisasi regional yang
Way (Putra & Aqimuddin, 2011, hlm. 36).
berpengaruh di kawasan dan beberapa

259
FACTUM
Volume 7, N0.2, Oktober 2018

ASEAN Way lanjut dijelaskan oleh Putra & Aqimuddin


(2011, hlm. 37) meskipun ASEAN Way
ASEAN Way dianggap sebagai
tersebut dianggap berhasil menjaga
mekanisme penyelesaian sengketa yang
stabilitas kawasan, konsep tersebut
paling efektif dan bersifat informal.
dapat melemahkan ASEAN sebagai suatu
Davidson (2004, hlm. 167) mendefinisikan
organisasi secara bertahap. Perbedaan
ASEAN Way ini sebagai proses yang
motif pendirian yang awalnya dilakukan
melibatkan diskusi informal yang intensif
untuk fokus terhadap keamanan tradisional
dan hati-hati untuk mencari konsensus
yang kemudian berubah menjadi fokus
dengan cara pengambilan keputusan
penguatan kerjasama di bidang keamanan
melalui mufakat lalu keputusan tersebut
non-tradisional (ekonomi, sosial budaya
diadopsi dalam pertemuan yang bersifat
dan lain-lain), serta pihak yang terlibat
formal. Secara singkat dapat diartikan
dalam ASEAN yang semakin heterogen
bahwa terdapat dua komponen dalam
(bukan hanya sebatas negara-negara
mekanisme berdasarkan ASEAN Way
anggota saja, melainkan negara non-
ini yaitu musyawarah dan mufakat.
ASEAN, organisasi internasional lainnya),
Sebenarnya, konsep ASEAN Way sendiri
maka ASEAN membutuhkan penguatan
merupakan konsep yang tidak pernah
secara kelembagaan dengan menguatkan
dikonsepkan secara eksplisit dan tidak ada
aturan main dalam organisasi. Misalnya
dokumen resmi ASEAN yang menjelaskan
dengan mekanisme penyelesaian sengketa
tentang definisi tersebut (Hafez, 2004, hlm.
yang sifatnya formal-institusional
119). Namun konsep ini telah diketahui dan
sehingga hukum menjadi pedoman utama
dipahami bahkan tersebar luas di antara
dalam proses dan penyelesaian sengketa
negara-negara anggota ASEAN sehingga
yang melibatkan ASEAN sebagai sebuah
dapat diterima sebagai suatu konsep
organisasi (rules-based organization).
yang informal, sehingga dalam kasus
penyelesaian sengketa, konsep ASEAN Treaty of Amity and Cooperation
Way ini dijadikan sebagai landasan atau (TAC)
pedoman untuk menyelesaikan masalah
tersebut secara damai. Berbeda dengan ASEAN Way yang
bersifat informal, Treaty of Amity and
Terkait dengan fungsinya sebagai
Cooperation atau yang lebih dikenal
mekanisme penyelesaian sengketa di
dengan singkatannya TAC justru bersifat
ASEAN yang bersifat informal terdapat
lebih formal, sehingga dapat megikat
beberapa perbedaan pandangan mengenai
secara resmi pihak-pihak yang terlibat
status dan efektifitas dari mekanisme ini.
dalam suatu persengketaan. Dapat
Seperti yang dijelaskan oleh Weatherbee
dikatakan bahwa TAC ini merupakan
(2010, hlm. 128) ASEAN Way dengan
perwujudan dari pedoman-pedoman yang
musyawarah dan mufakatnya bukan
terdapat dalam ASEAN Way yang memiliki
dianggap sebagai suatu mekanisme dalam
kemampuan lebih mengikat secara hukum
menyelesaikan sengketa, namun lebih
dengan ketentuan-ketentuan yang telah
sebagai suatu usaha untuk menghindari
ditentukan. TAC merupakan hasil dari
konflik dengan cara negosiasi. Lebih
kesepakatan pada KTT pertama ASEAN di

260
R. Wildan Pratama Indra Kusumah, Nana Supriatna, Yani Kusmarni
JALAN DAMAI MENUJU KEAMANAN REGIONAL: PENDEKATAN ASEAN DALAM UPAYA
PENYELESAIAN KONFLIK LAUT CHINA SELATAN

Bali yang ditandatangani pada tanggal 24 tersebut, namun dapat ditafsirkan agar
Februari 1976 (Severino, 2002, hlm. 25) peserta menghormati prinsip-prinsip
sebagai jawaban atas perlunya prinsip- dasar mekanisme TAC.
prinsip dasar yang mengatur hubungan
Tahap kedua yaitu negosiasi, jika
sesama anggota dan prosedur dalam sengketa tetap timbul dan tidak bisa
penyelesaian sengketa melalui mekanisme dicegah maka para pihak yang terlibat wajib
formal-institusional. Adapun prinsip- menahan diri dengan tidak menggunakan
prinsip dasar yang terdapat dalam TAC ancaman atau kekuatan bersenjata.
(Solidum, 2003, hlm. 229) adalah sebagai Sengketa diselesaikan dengan cara
berikut: negosiasi secara baik-baik dan langsung,
1. Mutual respect for the independence, atau dengan menggunakan jasa-jasa baik,
sovereignty, equality, territorial mediasi, penyelidikan, atau konsiliasi.
integrity, and national identity of all Tahap ketiga melalui Dewan Tinggi (High
nations; Council), Dewan Tinggi mempunyai
2. The right of every state to lead its wewenang untuk menyelesaikan sengketa
national exsistence free from external yang dapat mengganggu perdamaian
interference, subversion, or coercion; dan keharmonisan regional. Dewan
Tinggi terdiri dari perwakilan setiap
3. Noninterference in the internal affairs
negara peserta TAC yang dipilih oleh
of one another;
para negara peserta. Dewan Tinggi dapat
4. Settlement of differences or disputes
dibentuk berdasarkan dua kemungkinan
by peaceful means;
yaitu karena kegagalan menyelesaiakan
5. Renunciation of the threat or use of sengketa melalui forum negosiasi atau
force; atas dasar persetujuan para pihak untuk
6. Effective cooperation among menyelesaikan sengketa mereka.
themselves. Peserta terdiri dari negara anggota
Dari beberapa prinsip dasar tersebut ASEAN dan negara non Asia Tenggara
jelas sekali mengisyaratkan bahwa yang telah disetujui. Pembentukan
dalam setiap penyelesaian sengketa Dewan Tinggi ini hanya bisa dilaksanakan
yang dilakukan perlu mengedepankan apabila telah disetujui oleh pihak yang
keamanan bagi masing-masing pihak yang bersengketa, sehingga tidak semua pihak
terlibat dalam persengketaan tersebut. dapat mengajukan pembentukan Dewan
Adapun metode penyelesaian sengketa Tinggi kecuali disetujui pihak yang
dalam TAC (Putra & Aqimuddin, 2011, hlm. bersengketa meskipun kondisi perdamaian
47-54) terbagi menjadi beberapa tahap. dan keharmonisan regional terganggu dan
Tahap pertama adalah pencegahan, setiap cukup membahayakan. Namun meskipun
negara peserta harus memiliki niat dan tidak terbentuk Dewan Tinggi, para
keiginan untuk mencegah serta mampu peserta TAC dapat memberikan bantuan
untuk menahan diri, sehingga tidak atau usulan untuk membatu proses
mengganggu stabilitas regional. Tidak penyelesaian sengketa. Jika didapatkan
dijelaskan secara rinci bagaimana proses persetujuan dari negara yang bersengketa
yang perlu dilakukan untuk pencegahan maka pembentukan

261
FACTUM
Volume 7, N0.2, Oktober 2018

Dewan Tinggi dapat segera dilakukan. namun tidak menutup kemungkinan


Anggota Dewan Tinggi terdiri dari sepuluh dapat diselenggarakan kerjasama dalam
orang perwakilan masing-masing negara berbagai bidang-bidang lainnya.
ASEAN dan perwakilan dari negara
non-ASEAN yang telah disetujui dan ASEAN Regional Forum (ARF)
terlibat dalam sengketa. Dewan Tinggi ASEAN Regional Forum atau yang lebih
tersebut dipimpin oleh seorang ketua sering disebut dengan sigkatannya ARF
yang merupakan standing committee dapat dikatakan sebagai penggabungan
ASEAN (otomatis) atau dipilih sendiri dari dua mekanisme yang telah dijelaskan
oleh anggota Dewan Tinggi (alternatif) sebelumnya. Menurut Severino (2009,
dan tidak terlibat dengan sengketa hlm. 41) ARF endorse the purposes and
yang berlangsung. Putusan dilakukan principles of ASEAN’s Treaty of Amity and
berdasarkan konsensus meskipun sifatnya Cooperation in Southeast Asia, as a code
tidak terlalu jelas apakah mengikat atau of conduct governing relation between
tidak. Putusan berupa rekomendasi atau stases and a unique diplomatic instrument
tindakan lain. Sanksi dalam putusan juga for regional. Selain itu, ASEAN Way juga
tidak diatur secara tegas. diadopsi menjadi pedoman untuk ARF
Konflik Laut China Selatan Way, yaitu cara-cara yang dilakukan oleh
termasuk ke dalam sengketa yang jelas ARF dalam upayanya untuk penyelesaian
dapat mengganggu perdamaian dan sengketa. ARF dikatakan sebagai
keharmonisan regional Asia Tenggara. perwujudan institusional framework dari
Hal menarik terjadi di tahun 2003, ASEAN Way.
setelah sekian lama menunggu China Dalam perkembangannya dalam usaha
untuk mengakui keberadaan TAC sebagai penyelesain konflik Laut China Selatan,
salah satu perjanjian dalam kerjasama ARF berusaha terus mengajak China
dalam hal perdamaian dan keamanan untuk bergabung menjadi bagiannya.
di kawasan, akhirnya China bersedia China diaggap merupakan kunci dari
untuk menandatagani dokumen TAC penyelesaian sengketa tersebut. Dalam
tersebut (Yong, 2005, hlm. 21). Dengan ARF dilakukan diskusi mengenai masalah
demikian, berarti China memastikan keamanan di kawasan Asia Pasifik secara
akan mengikuti prinsip-prinsip dasar umum dan Asia Tenggara secara khusus.
TAC yang secara garis besar menghargai Tapi dalam pertemuan ARF yang pertama
perdamaian dan keharmonisan kawasan masalah sengketa dianggap masih terlalu
tanpa menggunakan kekuatan militer sensitif untuk dijadikan topik pembicaraan
yang dapat mengganggu stabilitas (Usman & Sukma, 1997, hlm. 76). ASEAN
keamanan. Selain itu, hal ini menandakan tidak menginginkan awal pembentukan
hubungan kerjasama yang lebih lanjut ARF diwarnai dengan topik yang dapat
antara China dengan para peserta TAC menimbulkan ketidaksenangan pihak
secara umum, dan dengan ASEAN secara China. Diharapkan melalui ARF China
khusus. Kerjasama yang dibentuk ini dapat berkontribusi untuk membangun
lebih banyak berfokus dalam menjaga rasa saling percaya sehingga masalah-
keamanan dan kenyamanan di kawasan,

262
R. Wildan Pratama Indra Kusumah, Nana Supriatna, Yani Kusmarni
JALAN DAMAI MENUJU KEAMANAN REGIONAL: PENDEKATAN ASEAN DALAM UPAYA
PENYELESAIAN KONFLIK LAUT CHINA SELATAN

masalah keamanan dapat diselesaikan ASEAN dalam segala aspek. Agenda


secara bersama-sama. terakhir yang ingin dicapai China tersebut
Menurut Haacke (2003, hlm. 116) ada menandai keinginan besar China untuk
beberapa alasan mengapa China tidak menjalin hubungan kerjasama yang lebih
mau terlibat dengan dialog multilateral baik dengan ASEAN.
tersebut. Namun, atas dasar beberapa
ARF dianggap sebagai track-one
pertimbangan akhirnya China kemudian diplomacy yang berarti diskusi atau
bergabung dengan ARF. Ketakutan China diplomasi jalur pertama yang bersifat
untuk bergabung dalam ARF rupanya formal. Di kawasan Asia Pasifik sendiri
didasarkan pada kehadiran Jepang dan track-one diplomacy biasanya dilengkapi
Amerika Serikat yang dapat dikatakan dengan track-two diplomacy yaitu diplomasi
sebagai musuh bebuyutan China. China jalur kedua yang bersifat informal.
memiliki ketakutan bahwa reputasinya Pendekatan ini memudahkan saling
yang merupakan kekuatan besar yang tukar pendapat dan ide yang tidak terikat
terus berkembang khususnya di kawasan pada sikap-sikap resmi pengungkapnya,
Asia Pasifik akan direbut oleh Jepang yang kemudian melahirkan pusat atau
yang memang memiliki kekuatan yang lembaga studi strategi dan internasional
besar pula. Selain itu, China yang sejak (Luhulima, 2007, hlm. 76). Salah satu
awal lebih memilih untuk menyelesaikan contoh dari track-two diplomacy adalah
permasalahan internasionalnya secara Councils for Security Cooperation in the
bilateral, menghawatirkan dengan Asia Pasific (CSCAP) yang berdiri sejak
bergabungnya China dalam ARF setiap 1993. CSCAP menyediakan wadah diskusi
permasalahan yang khususnya berkaitan antara regional security-oriented dengan
dengan sengketa akan menjadi bahan individual dalam topik yang menjadi
konsumsi internasional. Kehadiran agenda di ARF. Track-two diplomacy ini
Amerika Serikat yang dikenal cukup mampu membicarakan isu yang sensitif
memiliki kedekatan dengan negara- yang biasanya dihindari oleh pemerintah
negara Asia Tenggara dikhawatirkan karena adanya tekanan-tekanan dalam
akan memanipulasi forum tersebut dan politik dan diplomasi (Weatherbee, 2010,
menjadikannya sebagai ajang untuk hlm. 162).
meruntuhkan kekuasaan China. Namun
ARF biasanya diselenggarakan
dibalik beberpa ketakutan tersebut, China bersamaan dengan ASEAN Minestrial
kemudian memutuskan bergabung karena Meeting (AMM). Dalam setiap
memang forum tersebut juga memberikan pertemuannya selalu dibahas mengenai
dampak-dampak positif bagi keberadaan isu-isu yang berkaitan dengan keamanan
China sebagai sebuah negara diantaranya regional. Dalam pertemuannya yang kedua,
untuk mencegah dari bahaya yang mungkin ARF membentuk tiga tahapan proses
menyerang kepentingan nasional, sebagai yang mampu mendukung keamanan dan
negara yang memiliki kekuatan yang besar kerjasama kawasan. ARF mempromosikan
perlu untuk berkontribusi, dan tentunya confidence-building, development of
beberapa agenda yang salah satunya preventive diplomacy, and elaboration
adalah meningkatkan hubungan dengan of approaches to conflict sebagai three-

263
FACTUM
Volume 7, N0.2, Oktober 2018

phases process of security dialogue and istilah claimant states. Konflik yang
cooperation (Xuecheng, 2005, hlm. 40). terjadi diakibatkan oleh perebutan
Tahapan-tahapan tersebut diterapkan klaim atas wilayah kepulauan, perairan,
untuk mencegah konflik Laut China serta fitur-fitur lain dari Laut China
menjadi konflik terbuka yang mengganggu Selatan khususnya Kepulauan Paracel
perdamaian di kawasan. Dengan dan Kepulauan Spratly. Klaim tersebut
confidence-building diharapkan pihak yang didasarkan kepada kepentingan masing-
terkait dapat mengurangi ketegangan yang masing negara terhadap potensi-potensi
terjadi dan dapat mencari penyelesaian yang dimiliki oleh Laut China Selatan.
sengketa yang dapat membuka jalan Potensi tersebut mencakup ketersediaan
untuk perjanjian yang lebih komprehensif. minyak bumi serta gas alam yang melimpah
Dengan preventive diplomacy diharapkan didukung dengan kandungan-kandungan
dapat mencegah tidakan-tindakan mineral yang terdapat di dalamnya,
kolektif yang mengganggu perdamaian potensi perikanan yang dapat memenuhi
dan dapat digunakan untuk mencegah kebutuhan konsumsi bagi negara-negara
konflik sejak dini baik dengan aksi di sekitarnya, potensi yang terakhir adalah
diplomasi, politis, ekonomi, maupun Laut China Selatan sebagai jalur pelayaran
kemanusiaan. Sementara tindakan yang penting. Jalur tersebut dijadikan rute
elaboration of approach to conflict atau perdagangan negara-negara di kawasan
yang dapat juga disebut dengan conflict Asia Tenggara bahkan negara-negara
resolution merupakan upaya lebih jauh besar lainnya.
yang dilakukan setelah kedua tahapan Kedua, klaim yang dilakukan juga
tersebut telah dilaksanakan. Dalam didasarkan kepada faktor historis,
conflict resolution ini juga dapat memuat kedekatan wilayah serta aturan hukum
mengenai penyelesaian konflik atau upaya laut. Laut China Selatan termasuk laut
kerjasama setelah konflik (Wiranto, 2016, semi tertutup (semi-enclosed sea) yang
hlm. 174). mengakibatkan letaknya terkurung
Kebudayaan yang tercipta dalam oleh negara-negara lain. Sehingga sulit
masyarakat tidak terlepas dari adanya untuk menentukan batas maritim bagi
interaksi atau aktifitas sesama anggota kepemilikan laut tersebut. Kawasan Asia
masyarakatnya. sejarah muncul dan Tenggara yang bersifat heterogen menjadi
perkembangan Angklung Gubrag. tantangan tersendiri bagi penyelesaian
konflik ini.
SIMPULAN
Ketiga, perbedaan pandangan di antara
Berdasarkan penelitian, hasil yang China dan negara-negara anggota ASEAN
didapatkan diantaranya adalah sebagai terkait upaya penyelesaian sengketa di Laut
berikut. PertaSma, konflik Laut China China Selatan mengakibatkan sulitnya
Selatan terjadi di antara China dengan konflik tersebut untuk diselesaikan.
negara-negara anggota ASEAN seperti China menganggap koflik yang terjadi
Vietnam, Filipina, Malaysia dan Brunei. tersebut bukan urusan ASEAN sehingga
Negara-negara tersebut dikenal dengan dalam penyelesaiannya pun ASEAN tidak
berhak ikut campur. China menegaskan

264
R. Wildan Pratama Indra Kusumah, Nana Supriatna, Yani Kusmarni
JALAN DAMAI MENUJU KEAMANAN REGIONAL: PENDEKATAN ASEAN DALAM UPAYA
PENYELESAIAN KONFLIK LAUT CHINA SELATAN

bahwa hubungannya dengan ASEAN telah mampu membuka jalan bagi China
hanya sebatas hubungan kerjasama untuk ikut serta dalam menyuarakan
dalam hal ekonomi dan bidang-bidang kerjasama dalam perdamaian dan
lainnya yang menguntungkan. China juga membuka diri dengan ASEAN. ARF
memastikan bahwa konflik Laut China telah membuka pandangan ASEAN akan
Selatan tidak akan berpengaruh terhadap pentingnya kerjasama multilateral, China
hubungan kerjasama tersebut. China bersedia untuk melakukan diskusi melalui
akan menyelesaikan sengketanya dengan forum ini. Dengan tiga tahapan yaitu
masing-masing negara melalui hubungan confidence building, preventive diplomacy,
bilateral dengan negara-negara terkait. Di dan conflict resolution diharapkan
sisi lain, negara-negara anggota ASEAN forum ini bukan hanya mampu untuk
yang tergolong ke dalam claimant states menyelesaiakan permasalahan tapi juga
berharap ASEAN sebagai organisasi diarahkan untuk melakukan kerjasama.
regional yang menaungi negara-negara Kelima, konflik Laut China Selatan
di kawasan Asia Tenggara dapat menjadi memang cukup sulit untuk diselesaikan,
jembatan untuk penyelesaian konflik yang perlu adanya kesepahaman antara
terjadi karena hal tersebut sejalan dengan negara-negara claimant states dalam
tujuan ASEAN untuk menjaga perdamaian memahami permasalahan mengenai
dan stabilitas keamanan kawasan. konflik ini. Kontribusi dari negara-
Keempat, ASEAN telah melakukan negara non-claimant states pun perlu
berbagai macam upaya untuk terus dilakukan untuk medukung
menyelesaikan sengketa tersebut dari mulai penyelesaian. Negara-negara besar perlu
penggunaan mekanisme informal seperti memposisikan dirinya secara proposional
ASEAN Way, mekanisme formal melalui dalam keikutsertaannya di Laut China
Treaty of Amity and Cooperation dan Selatan jangan sampai kehadirannya
mekanisme semi-formal melalui ASEAN justru dianggap mengintimidasi dan
Regional Forum. Mekanisme-mekanisme malah melahirkan konflik baru yang
tersebut memiliki kelemahan dan tidak perlu. Konflik Laut China Selatan
keunggulannya masing-masing. Meskipun menjadi tantangan tersendiri bagi ASEAN
mekanisme-mekanisme tersebut belum sekaligus menjadi pembuktian diri apakah
mampu untuk menyelesaikan konflik Laut organisasi regional masih relevan dan
China Setatan secara menyeluruh, namun mampu menjadi jembatan untuk menjaga
setidaknya terjadi perkembangan yang perdamaian dan keamanan kawasan.
mengarah kepada jalan damai sebagai Sampai tahap ini konfik Laut China Selatan
penyelesaian konflik. ASEAN Way telah memiliki dua potensi penyelesaian apakah
mampu meyakinkan negara-negara intra- dapat diselesaikan dengan damai atau
ASEAN untuk meyelesaikan konflik melalui justru membuka jalannya konflik militer.
jalan damai, konsep tersebut dijadikan Jika melihat berbagai perkembangan
pedoman untuk tidak menggunakan melalui mekanisme yang dilakukan
paksaan melalui senjata dan militer ASEAN kemungkinan besar konflik ini
melainkan menggunakan diplomasi dan dapat diselesaikan dengan damai. Jalan
negosiasi dalam meredam konflik. TAC menuju pembentukan Code Of Conduct

265
FACTUM
Volume 7, N0.2, Oktober 2018

(COC) telah terbuka lebar. Meskipun Cunningham, F. (2002). Theories of


dalam penyusunannya perlu melalui Democracy: A Critical Introduction.
proses yang cukup panjang. Selain itu, New York: Routledge.
konflik ini mampu melahirkan kerjasama- Daliman, A. (2012). Metode Penelitian
kerjasama dalam pengelolaan wilayah Sejarah. Yogyakarta: Ombak.
Laut China Selatan. Davidson, P.J. (2004). The Role of Law
Alat musik Angklung Gubrag sudah in ASEAN Economic Cooperation.
digunakan sejak lama oleh masyarakat Singapura: Yearbook of International
Cigudeg sebagai media ritual dalam Law.
upacara Seren Taun yang bertujuan untuk Finberg, H.P.R. dan Skipp, V.H.T Skipp.
memuja Nyi Pohaci. Penggunaannya (1973). Local history: objective and
dalam upacara ritual dipengaruhi oleh pursuit. Newtown Abbott: David &
pola pikir dan ke Charles
Gottschalk, L. (2008). Mengerti Sejarah.
DAFTAR PUSTAKA Jakarta: UI Press.
Haacke, J. (2003). Aseans Diplomatic
Abdurahman, D. (2007). Metodologi
and Security Culture: Origins,
Penelitian Sejarah. Yogyakarta: Ar-
Development and Prospects. USA:
Ruzz Media.
Routledge.
Abdurahman, D. (2007). Pengantar
Hafez, Z. (2004). The Dimension of Regional
Metode Penelitian. Yogyakarta: Kurnia
Trade Integration in Southeast Asia.
Alam Semesta.
New York: Transnational Publisher.
Akmal., & Pazli. (2016). Strategi Indonesia
Ismaun. (1992). Pengantar Ilmu Sejarah.
Menjaga Keamanan Wilayah
Bandung: Jurusan Pendidikan Sejarah
Perbatasan terkait Konflik Laut Cina
FPIPS IKIP Bandung.
Selatan pada Tahun 2009-2014.
Ismaun. (2005). Pengantar Belajar
Journal of International Society, 3(1),
Sejarah sebagai Ilmu dan Wahana
1-13.
Pendidikan. Bandung: Tim Kreatif
Baviera, A. S. P. (2005). The South China Sea
Jurusan.
Disputes After the 2002 Declaration:
Kasenda, P. (2013). Soeharto: Bagaimana
Beyond Confident-Building. Dalam
Ia Bisa Melanggengkan Kekuasaan
Hock, S. S., Lijun, S., Wah, C. K. (Eds.),
Selama 32 Tahun?. Jakarta: PT.
ASEAN-China Relations: Realities and
Kompas Media Nusantara.
Prospects (hlm. 344-355). Singapore:
Kementerian Komunikasi dan Informasi
ISEAS Publications.
Teknologi. (2014). ASEAN: Komunitas
Caballero-Anthony, M. (1998). Mechanism
ASEAN 2015. Jakarta: Kominfo.
of Dispute Settlement: The ASEAN
Kuntowijoyo. (1995). Pengantar Ilmu
Experience. Contemporary Southeast
Sejarah. Yogyakarta: Bentang Budaya.
Asia, 20(1), hlm. 1.
Kuntowijoyo. 2001. Pengantar Ilmu
Caballero-Anthony, M. (2007). Regional
Sejarah. Yogyakarta: Bentang Budaya.
Security in Southeast Asia: Beyond the
Kuntowijoyo. 2008. Penjelasan Sejarah
ASEAN Way. Singapura: ISEAS.
(Historical Explanation). Yogyakarta:
Tiara Wacana.

266
R. Wildan Pratama Indra Kusumah, Nana Supriatna, Yani Kusmarni
JALAN DAMAI MENUJU KEAMANAN REGIONAL: PENDEKATAN ASEAN DALAM UPAYA
PENYELESAIAN KONFLIK LAUT CHINA SELATAN

Langlois, CH.V., & Seignobos. CH. (2015) Renier, G.J. (1961). History, its puspose
Introduction to the Study of History. and method. London: George Allen
Terjemahan Supriyanto Abdullah. Unwin Ltd.
Yogyakarta: Indoliterasi. Riawan, F., & Kaya, R. (1993, 7 September).
Luhulima, C. P. F. (2007). Pendekatan “Spartly dalam Perspektif Keamanan
Multi-track dalam Penyelesaian Asia Tenggara”. Teknologi Strategi
Sengketa Laut Cina Selatan: Upaya Militer, hlm. 40-42.
dan Tantangan. Global Jurnal Politik Ricklefs, M.C. (1991). Sejarah Indonesia
Internasional, 9(1), hlm. 75-85. Modern. Yogyakarta: Gajah Mada
Matsui, Y. (2002). Perempuan Asia dari University Press.
Penderitaan Jadi Kekuatan. Jakarta: Sanit, A. (2011). Sistem Politik Indonesia:
Yayasan Pustaka Obor Indonesia. Kestabilan, Peta Kekuatan Politik,
Muhamad, S. V. (2013). Sengketa Laut dan Pembangunan. Jakarta: Grafindo
China Selatan dan Solusi Damai Persada.
ASEAN. Dalam Nainggolan, P. P, Severino, R. (2002). ASEAN Today
Konflik Laut China Selatan dan and Tomorrow. Jakarta: ASEAN
Implikasinya Terhadap Kawasan (hlm. Secretariat.
105-140). Jakarta: Pusat Pengkajian, Severino, R. C. (2009). The ASEAN
Pengolahan Data dan Informasi (P3DI) Regional Forum. Singapore: ISEAS.
dan Azza Grafika. Sjamsuddin, H. (1996). Metodologi
Nainggolan, P. P. (Ed.). (2013). Konflik Sejarah. Jakarta: Depdikbud Proyek
Laut China Selatan dan Implikasinya Pendidikan Tenaga Akademik.
terhadap Kawasan. Jakarta: Pusat Sjamsuddin, H. (2012). Metodologi
Pengkajian, Pengolahan Data dan Sejarah. Yogyakarta: Ombak.
Informasi (P3DI) dan Azza Grafika. Solidum, E. D. (2003). The Politics of
Poesponegoro, M. D., & Notosusanto, N. ASEAN: An Introduction to Southeast
(2008). Sejarah Nasional Indonesia Asian Regionalism. Singapore: Eastern
IV: Zaman Jepang dan Zaman Universities Press.
Republik Indonesia (+- 1942-1998). Usman, A., & Sukma, R. (1997). Konflik
Jakarta: Balai Pustaka. Laut Cina Selatan: Tantangan bagi
Pranoto, S.W. (2010). Teori dan Metodologi ASEAN. Jakarta: Centre for Strategic
Sejarah. Yogyakarta: Graha Ilmu and International Studies.
Priyadi, S. (2012). Metode Penelitian Weatherbee, D. E. (2010). International
Pendidikan Sejarah. Yogyakarta: Relations in Southeast Asia: The
Ombak. Struglge for Autonomy. Singapore:
Putra, H. T., & Aqimuddin, E. A. (2011). Rowman & Littlefield Publishers.
Mekanisme Penyelesaian Sengketa Wiharyanto, A. K. (2011). Sejarah
di ASEAN: Lembaga dan Proses. Indonesia: Dari Proklamasi sampai
Yogyakarta: Graha Ilmu. Pemilu 2009. Yogyakarta: Universitas
Raharjo, S. N. I. (2014). Peran Indonesia Sanata Dharma.
dalam Penyelesaian Sengketa Laut Wiranto, S. (2016). Resolusi Konflik
Tiongkok Selatan. Jurnal Penelitian Menghadapi Sengketa Laut
Politik, 11, hlm. 55-70. Tiongkok Selatan dari Perspektif

267
FACTUM
Volume 7, N0.2, Oktober 2018

Hukum Internasional. Yogyakarta: Yong, O. K. (2005). Securing a Win-Win


Leutikaprio. Partnership for ASEAN and China.
Xuecheng, L. (2005). Strengthening Dalam Hock, S. S., Lijun, S., Wah, C.
ASEAN-China Cooperation in the K (Eds.), ASEAN-China Relations:
ASEAN Regional Forum. Dalam Realities and Prospects (hlm. 19-26).
Hock, S. S., Lijun, S., Wah, C. K (Eds.), Singapore: ISEAS Publications.
ASEAN-China Relations: Realities and
Prospects (hlm. 40-48). Singapore:
ISEAS Publications.

268

You might also like