Professional Documents
Culture Documents
1 SM
1 SM
Oleh:
R. Wildan Pratama Indra Kusumah, Nana Supriatna, Yani
Kusmarni1
ABSTRACT
The research aimed to have an in-depth study about the development of South China
Sea issue that involved countries such as China, Vietnam, Philippines, Malaysia Brunei
Darussalam and the ASEAN’s role as a Regional Organization in that conflict. In
general, this study wants to answer the question about “how is ASEAN’s approaches
in order to reconcile South China Sea Conflict peacefully?”. To examine the problem,
researcher conducted a study by using historical method that includes four research
steps namely collecting of written source through literature study (heuristics), source
criticism, interpretation or source analysis and historiography. Researcher also
using concepts to simplify the analysis, of which are a regional organization concept,
a concept of interest, an international dispute concept, a conflict concept, diplomatic
concept, and the law of the sea concept. A rationalisation for this South China Sea
study, because the issue remains dynamic and it is difficult to find a solution. Many
perspectives regarding claims that were made by countries around the South China
Sea and the potentials aspects that embedded could disrupt peace and stability in the
region’s security. These issues become challenging for ASEAN. The resulting study found
that: there are numbers of a mechanism such as an informal, semi-formal and formal
mechanism. However, those mechanisms have not been able to resolve the conflict.
Several efforts have been made to prevent military conflicts. In its development, the
South China conflict has shown a more positive progress.
PENDAHULUAN
Laut China Selatan merupakan tersebut menjadi salah satu faktor yang
“laut setengah tertutup” (semi-enclosed menyebabkan wilayah Laut China Selatan
sea). Letaknya yang dikelilingi oleh tersebut menjadi sengketa beberapa
berbagai negara karena merupakan negara yang kemudian berujung kepada
laut setengah tertutup berakibat pada konflik. Menurut Nainggolan (2013,
kesulitan penentuan batas wilayah laut hlm. 7), sengketa kepemilikan atau
dari masing-masing negara, sehingga hal kedaulatan teritorial di Laut China Selatan
R. Wildan Pratama Indra Kusumah adalah mahasiswa pada Departemen Pendidikan Sejarah FPIPS UPI,
1
Nana Supriatna dan Yani Kusmarni adalah dosen pembimbing I. Penulis dapat dihubungi di email :
rwildanpik@gmail.com.
255
FACTUM
Volume 7, N0.2, Oktober 2018
256
R. Wildan Pratama Indra Kusumah, Nana Supriatna, Yani Kusmarni
JALAN DAMAI MENUJU KEAMANAN REGIONAL: PENDEKATAN ASEAN DALAM UPAYA
PENYELESAIAN KONFLIK LAUT CHINA SELATAN
257
FACTUM
Volume 7, N0.2, Oktober 2018
258
R. Wildan Pratama Indra Kusumah, Nana Supriatna, Yani Kusmarni
JALAN DAMAI MENUJU KEAMANAN REGIONAL: PENDEKATAN ASEAN DALAM UPAYA
PENYELESAIAN KONFLIK LAUT CHINA SELATAN
klaimnya terhadap Laut China Selatan, anggotanya terlibat dalam sengketa Laut
ASEAN berinisiatif mengadakan Manila China Selatan, perlu mengambil peran
Declaration on the South China Sea dan mencari solusi atas permasalahan
(Baviera, 2005, hlm. 345). Hal tersebut tersebut. Hal tersebut sejalan dengan salah
dilakukan karena permasalahan mengenai satu tujuan pembentukan ASEAN yaitu
Laut China Selatan sudah sangat penting “to promote regional peace and stability
untuk segera dilakukan penyelesaiannya, through abiding respect for justice and the
karena telah melibatkan banyak negara dan rule of the law in the relationship among
dianggap mampu menganggu stabilitas countries of the region and adherence
keamanan kawasan. Dalam kesempatan to the principles of the United Nations
tersebut ASEAN berharap agar dalam Charter” (Putra & Aqimuddin, 2011, hlm.
upaya-upaya penyelesaiannya dilakukan 35) yang termasuk di dalamnya berperan
dengan cara yang damai. dalam konflik Laut China Selatan agar
Menurut Muhamad (2013, hlm. stabilitas keamanan kawasan tetap terjaga.
123) terdapat beberapa pandangan yang Menurut Caballero-Anthony (1998, hlm. 1)
berbeda mengenai jalan penyelesaian ASEAN selama kurang lebih 40 tahun sejak
sengketa menurut masing-masing terbentuk sebagai organisasi internasional
claimant states, China menghendaki regional memiliki kemampuan untuk
agar masalah Laut Laut China Selatan memelihara keamanan dan perdamaian
tidak diinternasionalkan oleh negara- di kawasan dan hal itu masih berlanjut
negara terkait. China dalam hal ini lebih hingga kini meskipun potensi sengketa di
menginginkan penyelesaian masalah Asia Tenggara sangat rentan dan dapat
Laut China Selatan dilakukan melalui memicu ketegangan. Dalam usahanya
perundingan bilateral dengan masing- untuk menyelesaikan sengketa, ASEAN
masing negara pengklaim. Terkait dengan memiliki mekanismenya tersendiri
keterlibatan ASEAN, China berpendirian yaitu mekanisme formal dan informal
bahwa sengketa Laut China Selatan bukan atau normatif. Mekanisme formal dapat
isu antara ASEAN dengan China, tetapi dilakukan melalui tiga cara yaitu kerangka
antara China dengan negara anggota organisasi melalui diskusi dan konsultasi
ASEAN terkait. Perjanjian dengan ASEAN untuk mencari kepentingan bersama,
adalah dalam rangka mutual partnership mekanisme bilateral antar anggota dan
yang saling menguntungkan dan bukan instrument hukum (Caballero-Anthony,
dalam kerangka penyelesaian sengketa 2007, hlm. 55). Contoh dari mekanisme
Laut China Selatan. Sementara itu, penyelesaian sengketa secara formal
Filipina dan Vietnam lebih menginginkan adalah dengan menggunakan Treaty of
penyelesaian sengketa melalui forum Amity and Cooperation in Southeast Asia
multilateral sesuai dengan ketentuan (TAC). Namun dalam praktiknya, ASEAN
hukum intenasional yang berlaku. sangat jarang menggunakan mekanisme
formal-institusional dalam menyelesaikan
Terlepas dari pandangan yang
sengketa. Mekanisme informal lebih sering
berbeda dari negara-negara pengklaim,
diterapkan dengan menggunakan ASEAN
ASEAN sebagai organisasi regional yang
Way (Putra & Aqimuddin, 2011, hlm. 36).
berpengaruh di kawasan dan beberapa
259
FACTUM
Volume 7, N0.2, Oktober 2018
260
R. Wildan Pratama Indra Kusumah, Nana Supriatna, Yani Kusmarni
JALAN DAMAI MENUJU KEAMANAN REGIONAL: PENDEKATAN ASEAN DALAM UPAYA
PENYELESAIAN KONFLIK LAUT CHINA SELATAN
Bali yang ditandatangani pada tanggal 24 tersebut, namun dapat ditafsirkan agar
Februari 1976 (Severino, 2002, hlm. 25) peserta menghormati prinsip-prinsip
sebagai jawaban atas perlunya prinsip- dasar mekanisme TAC.
prinsip dasar yang mengatur hubungan
Tahap kedua yaitu negosiasi, jika
sesama anggota dan prosedur dalam sengketa tetap timbul dan tidak bisa
penyelesaian sengketa melalui mekanisme dicegah maka para pihak yang terlibat wajib
formal-institusional. Adapun prinsip- menahan diri dengan tidak menggunakan
prinsip dasar yang terdapat dalam TAC ancaman atau kekuatan bersenjata.
(Solidum, 2003, hlm. 229) adalah sebagai Sengketa diselesaikan dengan cara
berikut: negosiasi secara baik-baik dan langsung,
1. Mutual respect for the independence, atau dengan menggunakan jasa-jasa baik,
sovereignty, equality, territorial mediasi, penyelidikan, atau konsiliasi.
integrity, and national identity of all Tahap ketiga melalui Dewan Tinggi (High
nations; Council), Dewan Tinggi mempunyai
2. The right of every state to lead its wewenang untuk menyelesaikan sengketa
national exsistence free from external yang dapat mengganggu perdamaian
interference, subversion, or coercion; dan keharmonisan regional. Dewan
Tinggi terdiri dari perwakilan setiap
3. Noninterference in the internal affairs
negara peserta TAC yang dipilih oleh
of one another;
para negara peserta. Dewan Tinggi dapat
4. Settlement of differences or disputes
dibentuk berdasarkan dua kemungkinan
by peaceful means;
yaitu karena kegagalan menyelesaiakan
5. Renunciation of the threat or use of sengketa melalui forum negosiasi atau
force; atas dasar persetujuan para pihak untuk
6. Effective cooperation among menyelesaikan sengketa mereka.
themselves. Peserta terdiri dari negara anggota
Dari beberapa prinsip dasar tersebut ASEAN dan negara non Asia Tenggara
jelas sekali mengisyaratkan bahwa yang telah disetujui. Pembentukan
dalam setiap penyelesaian sengketa Dewan Tinggi ini hanya bisa dilaksanakan
yang dilakukan perlu mengedepankan apabila telah disetujui oleh pihak yang
keamanan bagi masing-masing pihak yang bersengketa, sehingga tidak semua pihak
terlibat dalam persengketaan tersebut. dapat mengajukan pembentukan Dewan
Adapun metode penyelesaian sengketa Tinggi kecuali disetujui pihak yang
dalam TAC (Putra & Aqimuddin, 2011, hlm. bersengketa meskipun kondisi perdamaian
47-54) terbagi menjadi beberapa tahap. dan keharmonisan regional terganggu dan
Tahap pertama adalah pencegahan, setiap cukup membahayakan. Namun meskipun
negara peserta harus memiliki niat dan tidak terbentuk Dewan Tinggi, para
keiginan untuk mencegah serta mampu peserta TAC dapat memberikan bantuan
untuk menahan diri, sehingga tidak atau usulan untuk membatu proses
mengganggu stabilitas regional. Tidak penyelesaian sengketa. Jika didapatkan
dijelaskan secara rinci bagaimana proses persetujuan dari negara yang bersengketa
yang perlu dilakukan untuk pencegahan maka pembentukan
261
FACTUM
Volume 7, N0.2, Oktober 2018
262
R. Wildan Pratama Indra Kusumah, Nana Supriatna, Yani Kusmarni
JALAN DAMAI MENUJU KEAMANAN REGIONAL: PENDEKATAN ASEAN DALAM UPAYA
PENYELESAIAN KONFLIK LAUT CHINA SELATAN
263
FACTUM
Volume 7, N0.2, Oktober 2018
phases process of security dialogue and istilah claimant states. Konflik yang
cooperation (Xuecheng, 2005, hlm. 40). terjadi diakibatkan oleh perebutan
Tahapan-tahapan tersebut diterapkan klaim atas wilayah kepulauan, perairan,
untuk mencegah konflik Laut China serta fitur-fitur lain dari Laut China
menjadi konflik terbuka yang mengganggu Selatan khususnya Kepulauan Paracel
perdamaian di kawasan. Dengan dan Kepulauan Spratly. Klaim tersebut
confidence-building diharapkan pihak yang didasarkan kepada kepentingan masing-
terkait dapat mengurangi ketegangan yang masing negara terhadap potensi-potensi
terjadi dan dapat mencari penyelesaian yang dimiliki oleh Laut China Selatan.
sengketa yang dapat membuka jalan Potensi tersebut mencakup ketersediaan
untuk perjanjian yang lebih komprehensif. minyak bumi serta gas alam yang melimpah
Dengan preventive diplomacy diharapkan didukung dengan kandungan-kandungan
dapat mencegah tidakan-tindakan mineral yang terdapat di dalamnya,
kolektif yang mengganggu perdamaian potensi perikanan yang dapat memenuhi
dan dapat digunakan untuk mencegah kebutuhan konsumsi bagi negara-negara
konflik sejak dini baik dengan aksi di sekitarnya, potensi yang terakhir adalah
diplomasi, politis, ekonomi, maupun Laut China Selatan sebagai jalur pelayaran
kemanusiaan. Sementara tindakan yang penting. Jalur tersebut dijadikan rute
elaboration of approach to conflict atau perdagangan negara-negara di kawasan
yang dapat juga disebut dengan conflict Asia Tenggara bahkan negara-negara
resolution merupakan upaya lebih jauh besar lainnya.
yang dilakukan setelah kedua tahapan Kedua, klaim yang dilakukan juga
tersebut telah dilaksanakan. Dalam didasarkan kepada faktor historis,
conflict resolution ini juga dapat memuat kedekatan wilayah serta aturan hukum
mengenai penyelesaian konflik atau upaya laut. Laut China Selatan termasuk laut
kerjasama setelah konflik (Wiranto, 2016, semi tertutup (semi-enclosed sea) yang
hlm. 174). mengakibatkan letaknya terkurung
Kebudayaan yang tercipta dalam oleh negara-negara lain. Sehingga sulit
masyarakat tidak terlepas dari adanya untuk menentukan batas maritim bagi
interaksi atau aktifitas sesama anggota kepemilikan laut tersebut. Kawasan Asia
masyarakatnya. sejarah muncul dan Tenggara yang bersifat heterogen menjadi
perkembangan Angklung Gubrag. tantangan tersendiri bagi penyelesaian
konflik ini.
SIMPULAN
Ketiga, perbedaan pandangan di antara
Berdasarkan penelitian, hasil yang China dan negara-negara anggota ASEAN
didapatkan diantaranya adalah sebagai terkait upaya penyelesaian sengketa di Laut
berikut. PertaSma, konflik Laut China China Selatan mengakibatkan sulitnya
Selatan terjadi di antara China dengan konflik tersebut untuk diselesaikan.
negara-negara anggota ASEAN seperti China menganggap koflik yang terjadi
Vietnam, Filipina, Malaysia dan Brunei. tersebut bukan urusan ASEAN sehingga
Negara-negara tersebut dikenal dengan dalam penyelesaiannya pun ASEAN tidak
berhak ikut campur. China menegaskan
264
R. Wildan Pratama Indra Kusumah, Nana Supriatna, Yani Kusmarni
JALAN DAMAI MENUJU KEAMANAN REGIONAL: PENDEKATAN ASEAN DALAM UPAYA
PENYELESAIAN KONFLIK LAUT CHINA SELATAN
bahwa hubungannya dengan ASEAN telah mampu membuka jalan bagi China
hanya sebatas hubungan kerjasama untuk ikut serta dalam menyuarakan
dalam hal ekonomi dan bidang-bidang kerjasama dalam perdamaian dan
lainnya yang menguntungkan. China juga membuka diri dengan ASEAN. ARF
memastikan bahwa konflik Laut China telah membuka pandangan ASEAN akan
Selatan tidak akan berpengaruh terhadap pentingnya kerjasama multilateral, China
hubungan kerjasama tersebut. China bersedia untuk melakukan diskusi melalui
akan menyelesaikan sengketanya dengan forum ini. Dengan tiga tahapan yaitu
masing-masing negara melalui hubungan confidence building, preventive diplomacy,
bilateral dengan negara-negara terkait. Di dan conflict resolution diharapkan
sisi lain, negara-negara anggota ASEAN forum ini bukan hanya mampu untuk
yang tergolong ke dalam claimant states menyelesaiakan permasalahan tapi juga
berharap ASEAN sebagai organisasi diarahkan untuk melakukan kerjasama.
regional yang menaungi negara-negara Kelima, konflik Laut China Selatan
di kawasan Asia Tenggara dapat menjadi memang cukup sulit untuk diselesaikan,
jembatan untuk penyelesaian konflik yang perlu adanya kesepahaman antara
terjadi karena hal tersebut sejalan dengan negara-negara claimant states dalam
tujuan ASEAN untuk menjaga perdamaian memahami permasalahan mengenai
dan stabilitas keamanan kawasan. konflik ini. Kontribusi dari negara-
Keempat, ASEAN telah melakukan negara non-claimant states pun perlu
berbagai macam upaya untuk terus dilakukan untuk medukung
menyelesaikan sengketa tersebut dari mulai penyelesaian. Negara-negara besar perlu
penggunaan mekanisme informal seperti memposisikan dirinya secara proposional
ASEAN Way, mekanisme formal melalui dalam keikutsertaannya di Laut China
Treaty of Amity and Cooperation dan Selatan jangan sampai kehadirannya
mekanisme semi-formal melalui ASEAN justru dianggap mengintimidasi dan
Regional Forum. Mekanisme-mekanisme malah melahirkan konflik baru yang
tersebut memiliki kelemahan dan tidak perlu. Konflik Laut China Selatan
keunggulannya masing-masing. Meskipun menjadi tantangan tersendiri bagi ASEAN
mekanisme-mekanisme tersebut belum sekaligus menjadi pembuktian diri apakah
mampu untuk menyelesaikan konflik Laut organisasi regional masih relevan dan
China Setatan secara menyeluruh, namun mampu menjadi jembatan untuk menjaga
setidaknya terjadi perkembangan yang perdamaian dan keamanan kawasan.
mengarah kepada jalan damai sebagai Sampai tahap ini konfik Laut China Selatan
penyelesaian konflik. ASEAN Way telah memiliki dua potensi penyelesaian apakah
mampu meyakinkan negara-negara intra- dapat diselesaikan dengan damai atau
ASEAN untuk meyelesaikan konflik melalui justru membuka jalannya konflik militer.
jalan damai, konsep tersebut dijadikan Jika melihat berbagai perkembangan
pedoman untuk tidak menggunakan melalui mekanisme yang dilakukan
paksaan melalui senjata dan militer ASEAN kemungkinan besar konflik ini
melainkan menggunakan diplomasi dan dapat diselesaikan dengan damai. Jalan
negosiasi dalam meredam konflik. TAC menuju pembentukan Code Of Conduct
265
FACTUM
Volume 7, N0.2, Oktober 2018
266
R. Wildan Pratama Indra Kusumah, Nana Supriatna, Yani Kusmarni
JALAN DAMAI MENUJU KEAMANAN REGIONAL: PENDEKATAN ASEAN DALAM UPAYA
PENYELESAIAN KONFLIK LAUT CHINA SELATAN
Langlois, CH.V., & Seignobos. CH. (2015) Renier, G.J. (1961). History, its puspose
Introduction to the Study of History. and method. London: George Allen
Terjemahan Supriyanto Abdullah. Unwin Ltd.
Yogyakarta: Indoliterasi. Riawan, F., & Kaya, R. (1993, 7 September).
Luhulima, C. P. F. (2007). Pendekatan “Spartly dalam Perspektif Keamanan
Multi-track dalam Penyelesaian Asia Tenggara”. Teknologi Strategi
Sengketa Laut Cina Selatan: Upaya Militer, hlm. 40-42.
dan Tantangan. Global Jurnal Politik Ricklefs, M.C. (1991). Sejarah Indonesia
Internasional, 9(1), hlm. 75-85. Modern. Yogyakarta: Gajah Mada
Matsui, Y. (2002). Perempuan Asia dari University Press.
Penderitaan Jadi Kekuatan. Jakarta: Sanit, A. (2011). Sistem Politik Indonesia:
Yayasan Pustaka Obor Indonesia. Kestabilan, Peta Kekuatan Politik,
Muhamad, S. V. (2013). Sengketa Laut dan Pembangunan. Jakarta: Grafindo
China Selatan dan Solusi Damai Persada.
ASEAN. Dalam Nainggolan, P. P, Severino, R. (2002). ASEAN Today
Konflik Laut China Selatan dan and Tomorrow. Jakarta: ASEAN
Implikasinya Terhadap Kawasan (hlm. Secretariat.
105-140). Jakarta: Pusat Pengkajian, Severino, R. C. (2009). The ASEAN
Pengolahan Data dan Informasi (P3DI) Regional Forum. Singapore: ISEAS.
dan Azza Grafika. Sjamsuddin, H. (1996). Metodologi
Nainggolan, P. P. (Ed.). (2013). Konflik Sejarah. Jakarta: Depdikbud Proyek
Laut China Selatan dan Implikasinya Pendidikan Tenaga Akademik.
terhadap Kawasan. Jakarta: Pusat Sjamsuddin, H. (2012). Metodologi
Pengkajian, Pengolahan Data dan Sejarah. Yogyakarta: Ombak.
Informasi (P3DI) dan Azza Grafika. Solidum, E. D. (2003). The Politics of
Poesponegoro, M. D., & Notosusanto, N. ASEAN: An Introduction to Southeast
(2008). Sejarah Nasional Indonesia Asian Regionalism. Singapore: Eastern
IV: Zaman Jepang dan Zaman Universities Press.
Republik Indonesia (+- 1942-1998). Usman, A., & Sukma, R. (1997). Konflik
Jakarta: Balai Pustaka. Laut Cina Selatan: Tantangan bagi
Pranoto, S.W. (2010). Teori dan Metodologi ASEAN. Jakarta: Centre for Strategic
Sejarah. Yogyakarta: Graha Ilmu and International Studies.
Priyadi, S. (2012). Metode Penelitian Weatherbee, D. E. (2010). International
Pendidikan Sejarah. Yogyakarta: Relations in Southeast Asia: The
Ombak. Struglge for Autonomy. Singapore:
Putra, H. T., & Aqimuddin, E. A. (2011). Rowman & Littlefield Publishers.
Mekanisme Penyelesaian Sengketa Wiharyanto, A. K. (2011). Sejarah
di ASEAN: Lembaga dan Proses. Indonesia: Dari Proklamasi sampai
Yogyakarta: Graha Ilmu. Pemilu 2009. Yogyakarta: Universitas
Raharjo, S. N. I. (2014). Peran Indonesia Sanata Dharma.
dalam Penyelesaian Sengketa Laut Wiranto, S. (2016). Resolusi Konflik
Tiongkok Selatan. Jurnal Penelitian Menghadapi Sengketa Laut
Politik, 11, hlm. 55-70. Tiongkok Selatan dari Perspektif
267
FACTUM
Volume 7, N0.2, Oktober 2018
268