Professional Documents
Culture Documents
https://ojs.widyagamahusada.ac.id
ORIGINAL ARTICLE
Abstrak
Tindakan kateterisasi jantung pada penderita PJK menyebakan timbulnya kecemasan. Hal ini
dikarenakan kurangnya atau keterbatasan informasi, pengetahuan, dan pemahaman masalah
kateterisasi jantung. Maka untuk itu diperlukan suatu tindakan atau perlakuan yaitu pemberian
pendidikan kesehatan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh pemberian pendidikan
kesehatan prakateterisasi jantung terhadap tingkat kecemasan pasien di IPJT RSSA Malang. Jenis
penelitian adalah praeksperimen dengan one group pre test-post test desain. Populasi sebanyak 23
orang dan sample 16 responden secara purposive sampling. Penelitian ini dilakukan pada Februari
2019 di IPJT RSSA Malang. Instrumen yang digunakan adalah lembar kuesiner. Hasil penelitian
menunjukkan kecemasan sebelum dilakukan pendidikan kesehatan adalah cemas berat (19%), cemas
sedang (62%) dan cemas ringan(19%). Sedangkan setelah dilakukan pendidikan kesehatan menjadi
kecemasan ringan (75%) dan tidak ada kecemasan (25%). Hasil penelitian menunjukkan 15
responden mengalami penurunan tingkat kecemasan dari nilai pre test ke nilai post test. Uji statistik
Wilcoxon signed rank test didapatkan p value sebesar 0,0001 (< 0,05). Kesimpulan dari penelitian
ini adalah ada pengaruh pemberian pendidikan kesehatan prakateterisasi jantung terhadap tingkat
kecemasan pasien di IPJT RSSA Malang. Disarankan untuk menekan tingkat kecemasan dengan
pemberian pendidikan kesehatan prakateterisasi jantung dengan media yang lebih menarik.
© 2020 The Author(s). This is an Open Access article distributed under the terms of the Creative Commons Attribution 4.0 International License
which permits unrestricted non-commercial use, distribution, and reproduction in any medium, provided the original work is properly cited.
ISSN: 2655-4917 (online)
ISSN: 2252-9101 (cetak)
Jurnal Ilmiah Media Husada, Volume 9, Nomor 1, April 2020
28
Lily Masriani1, Feriana Ira Handian2, Agnis Sabat
Kristiana3, dst (2020)
bulan Juni 2017. Pasien yang menderita atau diduga
PENDAHULUAN
menderita penyakit jantung koroner menjalani prosedur
Kecemasan (ansietas) merupakan respon individu
kateterisasi jantung untuk menilai adanya gangguan pada
terhadap suatu keadaan yang tidak menenangkan dan
pembuluh koroner, menilai keparahan penyakit serta
dialami oleh semua makhluk hidup dalam kehidupan
untuk menentukan penatalaksanaan yang lebih cocok.
sehari-hari. Kecemasan adalah kekhawatiran yang tidak
Menjalani prosedur kateterisasi jantung invasif ini akan
jelas dan menyebar, yang berkaitan dengan perasaan
menimbulkan kecemasan dan stres pada pasien.
tidak pasti dan tidak berdaya dan keadaan emosi ini tidak
Faktor-faktor yang mempengaruhi kecemasan pasien
memiliki objek yang spesifik (Fadli et al, 2019).
yang menjalani prosedur kateterisasi jantung antara lain
Kateterisasi jantung dilakukan dengan memasukkan
cemas dan tidak nyaman sebagai respon fisiologis dan
kateter ke dalam aorta dan ventrikel kiri dengan menusuk
psikologis tubuh, terlihat dengan perubahan tekanan
arteri brakialis atau arteri femoralis untuk memeriksa
darah, nadi, respirasi, dan suhu (Rosfiati & Nurachmah,
keadaan anatomi dan fungsi jantung. Prosedur
2015). Respon fisiologis pasien terhadap kecemasan dan
kateterisasi jantung ini dilakukan kepada pasien penderita
stres adalah dengan mengaktifkan sistem saraf pusat
penyakit jantung koroner (PJK). Data WHO tahun 2011,
untuk mengaktivasi hipotalamus-pituitary adrenal aksis
menyatakan jumlah penderita PJK tercatat sebanyak 7
dan sistem saraf simpatis yang ditandai dengan
juta orang yang meninggal, tahun 2002 tercatat 7,2 juta
peningkatan frekuensi nadi dan tekanan darah. Hal ini
dan tahun 2008 meningkat menjadi 7,3 juta. Angka ini
sangat berbahaya karena tingginya denyut jantung dan
akan meningkat hingga 11 juta untuk tahun 2020.
tekanan darah akan memperberat sistem kardiovaskular
Berdasarkan data Riset Kesehatan Dasar (Rikesdas,
serta meningkatkan kebutuhan oksigen dan kerja jantung
2013), dari seluruh kematian akibat kardiovaskular 7 juta
sehingga dapat meningkatkan risiko terjadinya
(42,3%) diantaranya disebabkan oleh Penyakit Jantung
komplikasi. Respon pasien berbentuk respon psikologis
Koroner (PJK). Dapat disimpulkan bahwa setiap tahun
yang beragam termasuk timbulnya kecemasan,
semakin meningkat angka kematian yang disebabkan
ketakutan, ketegangan bahkan depresi (Rosfiati &
oleh penyakit jantung koroner. Penyakit jantung koroner
Nurachmah, 2015). Jika hal ini terjadi akan
dapat dideteksi dengan pemeriksaan diagnostik
mengakibatkan tindakan kateterisasi jantung akan di
noninvasif ataupun pemeriksaan invasif. Pemeriksaan
tunda pelaksanaannya.
secara invasif yang dilakukan adalah kateterisasi jantung.
Setiap pasien memiliki manifestasi sikap kecemasan
Rumah Sakit Dr. Saiful Anwar Malang sudah melakukan
yang berbeda-beda, antara lain, menarik diri, membisu,
tindakan kateterisasi jantung sejak tahun 2013. Rata–rata
mengumpat, mengeluh dan menangis. Respon psikologis
tiap hari ada 4-5 pasien yang dilakukan kateterisasi
secara umum berhubungan adanya kecemasan
jantung di cath lab RSSA Malang. Pada tahun 2016
menghadapi anestesi, diagnosa penyakit yang belum
jumlah tindakan kateterisasi jantung 936, pada tahun
pasti, nyeri, ketidaktahuan tentang prosedur kateterisasi
2017 terdapat 896 pasien yang dilakukan kateterisasi
jantung dan sebagainya. Kecemasan disebabkan oleh
jantung di RSSA. Adanya penurunan jumlah tindakan
berbagai faktor, salah satunya adalah dari faktor
kateterisasi jantung pada tahun 2017 disebabkan
pengetahuan pasien terhadap tindakan kateterisasi
peralatan di Cath Lab mengalami kerusakan sehingga
jantung. Perasaan cemas yang dihadapi pasien dan
tidak ada kegiatan kateterisasi jantung selama 1 bulan di
keluarganya merupakan suatu hal yang tidak dapat
Jurnal Ilmiah Media Husada, Volume 9, Nomor 1, April 2020
29
Lily Masriani1, Feriana Ira Handian2, Agnis Sabat
Kristiana3, dst (2020)
dipungkiri, yang dimungkinkan dengan keterbatasan kesehatan. Populasi dalam penelitian adalah seluruh
informasi, pengetahuan dan pemahaman masalah penderita penyakit jantung koroner yang akan menjalani
kesehatan disamping karena faktor lainnya (Haryani et kateterisasi jantung di Instalasi Pelayanan Jantung
all, 2018). Terpadu RSSA Malang sebanyak 23 pasien. Dalam
Studi pendahuluan yang dilakukan di Instalasi Pelayanan penelitian ini digunakan non probability sampling dengan
Jantung Terpadu Rumah Sakit Umum Daerah Dr. Saiful purposive sampling, sesuai kriteria inklusi yaitu pasien
Anwar Malang didapatkan pasien merasa cemas ketika kateterisasi jantung yang terencana, belum pernah
akan diberikan tindakan kateterisasi jantung. Manifestasi tindakan kateterisasi jantung, berusia 30 tahun sampai
kecemasannya dapat diketahui dari sikap sebagai dengan 75 tahun, dan bersedia menjadi responden. Dari
simbolis dari kecemasannya maupun pernyataan secara kriteria tersebut peneliti memperoleh jumlah sampel
langsung dari pasien bahwa mereka sedang cemas. Studi sebanyak 16 responden. Instrumen pengumpulan data
pendahuluan ini dengan mengukur tingkat kecemasan yang digunakan adalah kuesioner skala HARS dan lembar
pasien pre kateterisasi jantung sebelum diberikan observasi tanda-tanda vital. Selanjutnya, metode analisis
pendidikan kesehatan dengan skala HARS. Dari 10 data yang digunakan adalah uji beda nonparametrik yaitu
pasien diperoleh 20% mengalami cemas ringan, 50% Wilcoxon. Pengambilan keputusan dari hasil analisis
cemas sedang, 30% cemas berat. Salah satu cara yang didasarkan pada taraf nyata (α) 0,05 (5%).
dapat dilakukan untuk menurunkan tingkat kecemasan
pada pasien pre-kateterisasi jantung yaitu dengan cara HASIL DAN PEMBAHASAN
memberikan pengetahuan dengan pendidikan kesehatan Karakteristik Responden
tentang kateterisasi jantung kepada pasien pre- Hasil pengamatan pada karakteristik responden dijelaskan
kateterisasi agar dapat menurunkan tingkat kecemasan secara ringkas pada Tabel 1.
pada pasien tersebut, dengan mencurahkan perhatian Tabel 1. Karakteristik Responden
Karakteristik Responden N %
secara penuh dalam hal sekecil kecilnya dalam merawat
Usia
pasien. 30-45 th 1 6
Berdasarkan latar belakang tersebut, maka perlu 46-55 th 7 44
>56 th 8 50
dilakukan penelitian untuk menurunkan tingkat
Pendidikan
kecemasan pasien sebelum diberikan tindakan SD 4 26
prakateterisasi jantung. Masalah pokok yang dikaji dalam SMP 6 40
rancangan one group pre test-post test design. Dalam hal perempuan 2 13
Sumber: Data primer (2019).
ini, peneliti membandingkan kecemasan pasien
prakateterisasi jantung sebelum dan sesudah pendidikan
Jurnal Ilmiah Media Husada, Volume 9, Nomor 1, April 2020
30
Lily Masriani1, Feriana Ira Handian2, Agnis Sabat
Kristiana3, dst (2020)
Dari Tabel 1, dapat diketahui setengah dari responden responden berjenis kelamin laki-laki, yaitu sebanyak 14
berusia >56 tahun yaitu sebanyak 8 responden (50%). responden (87%).
Berdasarkan pendidikan, hampir setengah responden Observasi Tanda Vital
berpendidikan SMP, yaitu sebanyak 6 responden (40%). Observasi tanda-tanda vital meliputi frekuensi nadi dan
Sedangkan distribusi responden berdasarkan pekerjaan frekuensi nafas pada responden sebelum dan setelah
menunjukkan bahwa sebagian besar tidak bekerja, yaitu mendapatkan pendidikan kesehatan prakateterisasi
sebanyak 6 responden (38%). Selanjutnya, hampir seluruh jantung dan setelah diberikan pendidikan kesehatan
prakateterisasi jantung. Hasil dijelaskan pada Gambar 1.
Gambar 1. Hasil observasi tanda-tanda vital
Sumber: Data diolah (2019)
Hasil observasi menunjukkan bahwa sebagian besar Perbandingan Tingkat Kecemasan Responden
responden menunjukkan adanya penurunan nilai/skor Secara umum tingkat kecemasan responden sebelum dan
tanda-tanda vital berupa frekuensi nadi dan frekuensi setelah mendapatkan pendidikan kesehatan dapat
nafas menurun dari sebelum diberikan pendidikan digambarkan pada Gambar 2.
kesehatan dan setelah diberikan pendidikan kesehatan
prakateterisasi jantung.
Gambar 2. Perbandingan deskriptif tingkat kecemasan pasien
Sumber: Data diolah (2019)