You are on page 1of 11

ANALISIS PERBEDAAN PENULISAN KITAB MATAN, SYARAH

DAN HASYIAH

Metodologi Kepenulisan :

Diajukan kepada KH. Achmad Shiddiq, MH. MHI. Selaku dosen pengampu kelas
Metodologi Kepenulisan dan Penelitian selaku dosen pengampu MicroTeaching guna
memenuhi salah satu tugasnya.

Disusun Oleh Kelompok :


1. Miftah Roziq 6. Misbahur Rifqi Rido
2. Muhammad Firmantoro 7. Muhammad Achris Meladi
3. Elvin Maulidin Ikhsan 8. Muhammad
4. Fauzan Zaen 9. Gulam Al Bisri
5. Muwwafaq Awwab 10. Abu Solihin

MA’HAD ‘ALY AL HIKMAH 2


YAYASAN PENDIDIKAN PONDOK PESANTREN AL HIKMAH 2
BENDA – SIRAMPOG – BREBES 72252
2021
A. ANALISIS KITAB

Nama Kitab : Matan : Qurotul 'Ain bii Muhimmatiddiin

Syarah : Fathul Mu'in


Hasiyah : I'anatut Tholibin

Pengarang : Matan : Syekh Zainuddin Abdul Aziz Al-Malibari

Syarah. : Syekh Zainuddin Abdul Aziz Al-Malibari

Hasiyah. : Syekh Abu Bakar Ibnu Sayyid Muhammad Syatho

Ad-Dimyati

B. BIOGRAFI PENGARANG

1. Syekh Zainuddin Abdul Aziz Al Malibari

Syekh Zainudin mempuanyi nama lengkap Zainuddin bin Ali Al Malibari Al


Fannani As Syafi’i. Beliau lahir di Malabar India selatan, tidak diketahui secara persis
kapan beliau dilahirkan, bahkan sampai berbagai pendapat muncul kapan beliau wafat.
Syekh Zainuddin diperkirakan wafat pada tahun 1970 H dimakamkan di
Ponani India. Selain dikenal sebagai ulama fiqih, beliau juga dikenal sebagai ahli
Tasawuf, Sejarah dan Sastra. Salah satu karya beliau yaitu Kitab Fathul Mu'in yang
merupakan syarah dari kitab Qurrotul Ain Fii Muhimmatiddiin dan dua kitab tersebut
merupakan karya beliau sendiri.
Kitab Fathul Mu'in mendapatkan perhatian oleh beberapa ulama, diantaranya
Syekh Abu Bakar Syatho menghasyiahi I'anatut Tholibin terdiri dari 4 jilid, dan
Sayyid Alwi As Segaf menghasyiahi Tarsikhul Mustafidin.
Begitulah kebiasaan dari para ulama terdahulu terhadap perhatiannya dengan
ilmu sehingga ada istilah yang namanya mensyarahi, menghasyiahi dalam kitab kitab
matan yang dikarang.

2. Syekh Abu Bakar Ibnu Sayyid Muhammad Syatho Ad Dimyati

Syekh Abu Bakar Syatho adalah seorang ulama besar, sanad keilmuan beliau
menurun kepada banyak ulama Nusantara. Karya beliau adalah kitab hasyiah I'anatut
Tholibin yang sudah dijelaskan di atas. Nama lengkap beliau adalah Sayyid abu bakar
Bin Sayyid Mahmud Al Husaini Al Makki Ad Dimyati. Nasab beliau sampai kepada
Rasulullah SAW. Sayyid Al Bakrie (nama laqob beliau) lahir pada tahun 1266 H /
1849 M dan wafat pada tahun 1310 H atau bertepatan dengan 1892 M. Beliau
dilahirkan di Makkah. Sayyid Bakrie hafal Al Quran saat berumur 7 tahun. Salah satu
guru beliau adalah Sayyid Ahmad Zaini Dahlan.
Selain kitab I’anatutholibin beliau juga mengarang kitab Kifayatul Atqiya
Minhajul Azkia, Durorul Bahiyah dan lain sebagainya. Menurut pengakuan salah satu
murid beliau yakni Syekh Abdul Hamid Kudus. Sayyid Bakrie juga sempat menulis
tafsir, namun beliau tidak sempat menyempurnakannya.

C. METODOLOGI KEPENULISAN ZAMAN KLASIK

 Matan
Matan adalah kitab yang ditulis secara ringkas dalam artian penulis hanya
memuatkan fakta-fakta penting tanpa memasukkan penjelasan – penjelasan yang
panjang dan terperinci terhadap sesuatu permasalahan didalamnya, kecuali dengan
menggunakan istilah-istilah yang dianggap tepat dan menyeluruh.

‫ مصطلح يطلق عند أهل العلم على مبادئ فن من فنون جمعت في رسائل صغيرة خالية من االستطراد‬:‫المتن‬
‫والتفصيل والشواهد واألمثلة إال في حدود الضرورة‬

Kitab-kitab jenis ini agak sukar untuk dibaca sekiranya tidak terdapat
ulasan atau syarah dari ulama atau fuqaha yang menerangkan maksud dan makna
pada setiap baris matan yang ditulis dalam kitab-kitab tersebut.

Terkadang matan juga ditulis oleh para fuqaha sebagai ringkasan yang
dibuat dari kitab lain yang dikenali sebagai mukhtasar. Seperti kitab Khulashotu
Fath Al-Mu’in karya Syekh Abdurrahman Bawa yang meringkas kitab Fathul
Mu’in.

Terkadang matan juga ditulis dalam bentuk nadzom atau syair yang
bertujuan untuk memudahkan para pembaca atau pelajar menghafal setiap baris
matan yang tertulis. Seperti Alfiyah Ibnu Malik.
 Syarah

‫ وهو يتراوح بين الطول‬،‫ عمل يتوخى فيه توضيح ما غمض من المتون وتفصيل ما أجمل منها‬:‫والشرح‬
‫ وفيه الوجيز والوسيط والبسيط‬،‫والقصر والسهولة والعسر‬.

Artinya : Syarah adalah pekerjaan yang didalamnya mengulas dan


menjelaskan sesuatu yang masih samar dalam matan atau mukhtasar,dan merinci
sesuatu yang masih gelobal. Di dalam Syarah mencakup antara yang keteranganya
Panjang dan pendek,yang kalimatnya sulit dan gampang dan lain-lain. Penulis kitab
ini akan mengulas setiap istilah dan kenyataan yang sukar atau kabur
pemahamannya.Ulasannya juga dibuat terhadap pandangan dan ijtihad ulama lain
terhadap sesuatu masalah yang diperbahaskan.Penulis kitab ini juga biasaannya
tidak melakukan pentarjihan terhadap pendapat atau pandangan ulama-ulama yang
mengarang kitab tersebut.

Pengulas atau pen’syarah’ akan mengulas atau mensyarahkan matan atau


mukhtasar yang dihasilkannya sendiri atau pun dari penulisan-penulisan orang lain.
Malah terdapat juga Syarh yang mengulas kitab syarh yang lain , seperti kitab
Fathul Mu’in yang mensyarahi kitabnya sendiri yakni Qurotul ‘ Ain.

 Hasiyah

‫ وقد قصد منها حل ما يستغل من‬،‫ إيضاحات مطولة دعت إليها ظاهرة انتشار المتون والشروح‬:‫والحاشية‬
‫ وزيادة األمثلة‬،‫ على الخطأ واإلضافة النافعة‬v‫ والتنبيه‬،‫ واستدراك ما يفوته‬،‫ وتيسير ما يصعب فيه‬،‫الشرح‬
‫والشواهد‬

Artinya : Hasiyah adalah penjelasan-penjelasan yang Panjang yang bisa


menjadikan jelasnya sebuah matan dan syarah. Dan ditujuannya antaran untuk
menguraikan sesuatu yang ada didalam syarah, menjelaskan sesuatu yang masih
sulit, melengkapi sesuatu yang kurang, dan memberikan kritik terhadap sesuatu
yang keliru, menambahkan sesuatu yang bermanfaat dan menambahkan contoh-
contoh serta dalil-dalil yang kurang didalam syarah.
D. CONTOH METODOLOGI KEPENULISAN KITAB ZAMAN KLASIK

1. Qurratul ‘Ain & Fathul Mu’in

Nama lengkap kitabnya Qurrotu Al-‘Ain Bimuhimmati Ad-Din (‫رة العين‬vv‫ق‬


‫)بمهمات الدين‬. Nama singkatnya Qurrotu Al-‘Ain.

Kitab ini adalah kitab fikih bermadzhab syafi’i. Jangan sampai dikelirukan
dan disalah-identifikasikan dengan kitab Qurrotu Al-‘Uyun (‫ون‬vv‫رة العي‬vv‫)ق‬, karena
Qorrotu Al-‘Uyun adalah kitab tentang adab jimak/berhubungan suami istri.
Meskipun dua kitab ini cukup dikenal di sejumlah pondok pesantren-pondok
pesantren di Indonesia, hanya saja kitab Qurrotu Al’Ain yang lebih terkenal,
terutama kitab turunannya yang bernama Fathu Al-Mu’in (‫)فتح المعين‬.

Kitab Qurrotu Al-‘Ain ini mendapat perhatian tinggi di berbagai negeri


Islam, terutama di Indonesia, karena memiliki keistimewaan meringkas dan
mempermudah belajar fikih Asy-Syafi’i dalam bentuk yang sudah merangkum
hampir semua pembahasan fikih yang sudah ditahqiq dan ditanqih mulai zaman
Ar-Rofi’i, An-Nawawi, Ibnu Hajar Al-Haitami sampai Ar-Romli.

Di masa selanjutnya, perhatian tinggi terhadap kitab Qurrotu Al’Ain ini


membuat lahir kitab-kitab baru yang menjadi “anak turunannya” yang juga
menjadi populer di negeri ini. Di antaranyanya adalah lahir kitab Fathu Al-Mu’in
yang dikarang oleh Zainuddin Al-Malibari sendiri, yang ditulis sebagai syarah
dari kitab Qurrotu Al’Ain. Nampaknya, kitab Fathu Al-Mu’in ini yang lebih
dikenal santri-santri di sejumlah pondok pesantr en daripada kitab induknya.

Selain itu muncul pula syarah Qurrotu Al’Ain yang dikarang oleh ulama
Jawa yang bernama Muhammad Nawawi bin Umar Al-Jawi. Syarah tersebut
bernama Nihayatu Az-Zain Fi Irsyadi Al-Mubtadi-in, atau lebih dikenal dengan
nama singkat; Nihayatu Az-Zain.

Kemudian, kitab Fathu Al-Mu’in tadi melahirkan sejumlah Hasyiyah. Di


antaranya adalah Hasyiyah karya As-Sayyid Al-Bakri yang bernama I’anatu Ath-
Tholibin. Termasuk juga Hasyiyah karya As-Saqqof yang bernama Tarsyihu Al-
Mustafidin. Demikian pula Hasyiyah karya ‘Ali Bashobrin yang bernama I’anatu
Al-Musta’in. Selain Hasyiyah, ada pula ulama India yang membuatkan
mandhumah untuk Fathu Al-Mu’in. Beliau adalah Al-Fadhfari yang mengarang
mandhumah untuk Fathu Al-Mu’in dan diberi nama An-Nadhmu Al-Wafi Fi Al-
Fiqhi Asy-Syafi’i.

Jika dilihat dari sejarahnya, kitab “Fathu Al-Mu’in” ini ditulis setelah
masa penulisan “Nihayatu Al-Muhtaj” karya Ar-Romli. Artinya, kitab ini bisa
dipahami sebagai cerminan ringkasan fase kematangan mazhab Asy-Syafi’i. Bisa
dikatakan juga “Fathu Al-Mu’in” menghimpun dua kecenderungan dua syaikh
besar sebelumnya yaitu kecenderungan syaikh Ibnu Hajar Al-Haitami dan
kecenderungan syaikh Syamsuddin Ar-Romli.

Kitab ini bermutu tinggi Di antara yang menunjukkan tingginya mutu


kitab “Fathu Al-Mu’in” adalah posisinya yang dijadikan sebagai sumber referensi
oleh sejumlah hasyiyah dan kitab yang lain yang ditulis sesudahnya seperti
“Hasyiyah As-Syirwani”, “Bughyatu Al-Mustarsyidin”, “Kasyifatu As-Saja”,
“Al-Fawaid Al-Makkiyyah”, “Hasyiyah Bashobrin”, “I’anatu Ath-Tholibin”,
“Tarsyihu Al-Mustafidin” dan lain-lain.

Karena ketinggian nilai kitab ini, menjadi wajar jika pengaruh dan daya
sebarnya sangat luas. Di Malabar; India, negeri asal pengarang, kitab ini
diajarkan. Bukan hanya di India saja di ajarkan, tetapi juga diajarkan di Mesir,
Mekah, Madinah, Suriah, Damaskus, Somalia, Srilangka, Kurdistan, Yaman,
Hadhromaut, Indonesia, Malaysia, dan Singapura.

Banyak pondok pesantren, madrasah, fakultas, universitas, masjid-masjid


dan berbagai lembaga pendidikan Islam lainnya menjadikan kitab ini sebagai
kitab wajib yang dipelajari. Di India, kitab ini dijadikan sebagai buku wajib dan
dimasukkan dalam kurikulum sejumlah lembaga pendidikan tinggi seperti di
“Baqiyat Salihat Arabic College” di Vellore, Tamil Nadu, “Nooriyya Arabic
College” di Pattikkad, Kerala, “Darul Huda Islamic University” di Malappuram,
negara bagian Kerala dan lain-lain. Di Yaman, kitab ini dipakai di “Dar Al-
Mushthofa” di Tarim, “Ribath Madrosah Al-Fath Wa Al-Imdad” di Hadhromaut,
“Ribath Tarim Al-‘Ilmi” di Tarim, dan lain-lain. Di Suriah, kitab ini dipelajari di
“Al-Jami’ Al-Umawi”. Di Mekah, ada majelis yang mensyarahnya dengan bahasa
Indonesia. Di Somalia dijadikan sebagai kitab pemula siapapun yang ingin
mempelajari mazhab Asy-Syafi’i.

Popularitas “Fathu Al-Mu’in” memang wajar jika dilihat dari sisi isinya. Kitab
ini kaya ilmu dan padat informasi. Sebagai gambaran sederhana, kita bisa melihat
daftar nama ulama, nama tokoh dan nama kitab yang dikutip Al-Malibari di
dalamnya. Bassam Al-Jabi yang membuatkan indeks untuk seluruh nama ulama,
nama tokoh dan nama kitab dalam “Fathu Al-Mu’in” ini ternyata memerlukan 41
halaman hanya untuk indeks saja! Fakta sekilas ini adalah bukti nyata keluasan
dan kedalaman ilmu Al-Malibari, mengingat “Fathu Al-Mu’in” adalah syarah
ringkas, bukan syarah “muthowwal”.

Oleh karena kitab “Fathu Al-Mu’in’ adalah kitab yang berkualitas, tidak
heran banyak ulama memberikan perhatian terhadapnya dengan membutkan
manzhumah, mukhtashor, hasyiyah, syarah, taqrir, dan ta’liqot untuknya.

Di antara yang membuatkan mukhtashornya seperti yang dilakukan


Abdurrahman Bawa dalam karya berjudul “Khulashotu Fath Al-Mu’in” atau
“Khulashotu Al-Fiqhi Al-Islami”.Adapula yang fokus menulis biografi nama-
nama tokoh yang disebut dalam “Fathu Al-Mu’in” seperti karya Al-Jilikadi yang
berjudul “Al-Muhimmah Fi Bayani Al-A-immah Al-Madzkurin Fi Fathi Al-
Mu’in”. Adapula yang membuatkan hasyiyah untuknya, dan ini adalah bagian
terbesarnya, Di antara sekian banyak hasyiyah, syarah, taqrir dan ta’liq ini, yang
paling terkenal dan telah dicetak ada tiga yaitu, “Hasyiyah Bashobrin” karya
Bashobrin, “I’anatu Ath-Tholibin” karya As-Sayyid Al-Bakri dan “Tarsyihu Al-
Mustafidin” karya As-Saqqof.

2. I’anatut Thalibin

Nama lengkap kitab ini adalah I’anatu Ath-Tholibin ‘ala Halli Alfazhi
Fathi Al Mu’in (‫اظ فتح المعين‬vvvv‫ل ألف‬vvvv‫البين على ح‬vvvv‫ة الط‬vvvv‫)إعان‬. Sebagian penerbit
menambahkan kata Hasyiyah di depan judul sehingga menjadi Hasyiyah I’anatu
Ath-Tholibin ‘ala Halli Alfazhi Fathi Al-Mu’in (‫حاشية إعانة الطالبين على حل ألفاظ فتح‬
‫)المعين‬. Penambahan lafaz Hasyiyah itu tentu saja dimaksudkan untuk memberikan
informasi bahwa kitab I’anatu Ath-Tholibin adalah jenis kitab yang merupakan
syarah untuk sebuah syarah. Sudah kita ketahui bahwa dalam literatur Arab yang
terkait fikih, karya penjelas sebuah mukhtashor (ringkasan) biasanya disebut
syarah, sementara jika syarah itu diperjelas lagi maka karya penjelas itu
dinamakan hasyiyah. Jika hasyiyah itu diperjelas lagi, maka karya penjelas
tersebut dinamakan taqrir, Kitab ini tergolong kitab muthowwal/mabsuth, yakni
kitab yang dikarang dengan penjelasan panjang lebar, bukan kitab
mutawassith/pertengahan seperti Fathu Al-Qorib atau kitab mukhtashor/ringkas
seperti matan Abu Syuja’ dan Al-Yaqut An-Nafis.

Awal mula dan motivasi penulisan kitab ini diterangkan As-Sayyid Al-
Bakri dalam mukadimah. Beliau bercerita bahwa semuanya berawal dari majelis
pengajian yang beliau selenggarakan di Mekah. Pengajian itu menghadap ke arah
Ka’bah dan dihadiri sejumlah penuntut ilmu istimewa. Kitab yang beliau ajarkan
waktu itu adalah kitab Fathu Al-Mu’in karya Al-Malibari yang telah kita
singgung sebelumnya. Di sela-sela beliau memberikan penjelasan, As-Sayyid Al-
Bakri menyempatkan menuliskan sejumlah catatan kaki (hawamisy) untuk
mengomentari dan memperjelas ungkapan-ungkapan sulit atau yang memerlukan
penjabaran lebih rinci. Begitu majelis pengajian itu selesai dan kajian kitab Fathu
Al-Mu’in pun tuntas, ada sejumlah murid beliau yang menyarankan semua
catatan kaki itu dibukukan dan diedit ulang. Pada awalnya As-Sayyid Al-Bakri
menolak saran itu karena beliau merasa tidak layak mencapai derajat itu dan
merasa belum kompeten untuk melakukannya. Tetapi, ketika beliau mendapatkan
desakan terus menerus, akhirnya beliau memutuskan untuk mencari petunjuk
kepada Allah dan akhirnya mendapatkan petunjuk untuk melakukannya.
Beliaupun bertekad menyusun dan membukukan semua catatan kaki beliau itu
seraya memohon taufik kepada Allah untuk menyempurnakannya. Harapan beliau
dengan karya itu adalah bisa menjadi pengingat untuk beliau sendiri dan orang-
orang yang dicintai beliau. Beliau juga berharap karya itu bisa bermanfaat
utamanya untuk beliau sendiri dan juga semua murid-murid beliau. Beliau
rampung mengkompilasi catatan kaki beliau itu pada tahun 1298 H dan selesai
mengedit final pada tahun 1300 H .
Rujukan As-Sayyid Al-Bakri saat menyusun kitab ini utamanya adalah
kitab Tuhfatu Al-Muhtaj karya Ibnu Hajar Al-Haitami, Fathu Al-Jawad karya
Ibnu Hajar Al-Haitami juga (yang merupakan Syarah kitab Irsyadu Al-Ghowi
karya Ibnu Al-Muqri), Nihayatu Al-Muhtaj karya Ar-Romli, Syarah Roudhu Ath-
Tholib atau yang lebih dikenal dengan nama Asna Al-Matholib karya Zakariyya
Al-Anshori, Syarah Manhaju Ath-Thullab atau yang lebih dikenal dengan nama
Fathu Al-Wahhab karya Zakariyya Al-Anshori, Hasyiyah Ibnu Qosim
Al-‘Abbadi, Hasyiyah ‘Ali Asy-Syabromallisi, Hasyiyah Al-Bujairimi dan lain-
lain. Dari rujukan-rujukan yang dipakai oleh As-Sayyid Al-Bakri ini, bisa
difahami bahwa beliau mengambil informasi dari ulama-ulama Asy-Syafi’iyyah
mutaakhirin dan para muhaqqiqnya. Dengan demikian, kita bisa menyimpulkan
bahwa kandungan informasi fikih yang dituliskan oleh As-Sayyid Al-Bakri dalam
kitab I’anatu Ath-Tholibin ini adalah hasil tahrir ulama Asy-Syafi’iyyah
mutaakhirin yang melengkapi hasil tahrir masa Asy-Syaikhan (An-Nawawi dan
Ar-Rofi’i). Dengan kata lain, mengingat As-Sayyid Al-Bakri hanya bertumpu
pada pendapat jumhur, maka informasi yang beliau sajikan dalam kitab ini bisa
dijadikan pegangan untuk mengetahui pendapat mu’tamad mazhab Asy-Syafi’i,
terutama pada tafri’at/rincian pembahasan fikih yang belum pernah dibahas dalam
kitab-kitab fikih hasil tahrir di masa An-Nawawi dan Ar-Rofi’i. Barangkali
karena cara merujuk seperti inilah yang menjadi penyebab kitab ini menjadi
populer dipesantren-pesantren di negeri kita sehingga dipilih sebagai buku ajar
wajib untuk mengkaji mazhab Asy-Syafi’i.

Bab-bab dalam kitab I’anatu Ath-Tholibin disusun mengkuti susunan


kitab Fathu Al-Mu’in yang disyarahnya yakni dimulai dari bab ibadah dan
diakhiri bab i’taq (pembebasan budak). Saat menjelaskan bab, beliau terkadang
menerangkan alasan mengapa bab tertentu diletakkan sesudah atau sebelum bab
lain. Misalnya saat menerangkan bab faroidh. Beliau terangkan, mengapa bab
faroidh diletakkan setelah bab ibadah dan bab muamalat. Kata beliau, hal itu
dikarenakan manusia lebih butuh ibadah dan muamalat semenjak lahir sampai
mati disamping ibadah dan muamalat itu selalu terkait dengan keberlangsungan
hidup manusia sampai matinya. Bahkan, Al-Bakri bukan hanya menerangkan
alasan penempatan bab dari sisi mengapa mendahului bab lain atau meng-
kemudian-i bab lain. kadang-kadang beliau juga menerangkan alasan penempatan
bab di lokasi tertentu untuk menampilkan keindahan sistematika penyusunan bab
yang dibuat oleh pengarang. Saat mensyarah bab faroidh, beliau mengatakan
bahwa ilmu ini adalah setengah ilmu. Oleh karena itu, ketika Al-Malibari
meletakkan bab ini pada bagian tengah kitab, di sana ada munasabah
(appropriateness/ contextualization) yang indah.

Setelah menerangkan makna bab, penempatan bab dan munasabahnya,


barulah Al-Bakri mensyarah topik bab itu. Mula-mula beliau menerangkan dalil
yang menjadi dasar dari bab itu, baik dalil yang berasal dari Al-Qur’an maupun
As-Sunnah. Kadang dalil itu hanya disebut dengan isyarat dan kadang disebut
lengkap dengan lafalnya. Saat menyebut dalil hadis, kadang-kadang beliau juga
menjelaskan singkat takhrijnya. Beberapa dalil yang lafalnya membutuhkan
penjelasan, maka beliau jelaskan maknanya. Jika ada istilah fikih perlu dijelaskan,
maka beliau akan menjelaskan. Setelah itu barulah beliau fokus menguraikan inti
pelajaran fikih yang dikandung dalam kitab Fathu Al-Mu’in.

E. CONTOH KEPENULISAN MANTAN, SYARAH, HASIYAH


‫"المتن ‪" :‬صالة الجماعة فى اداء مكتوبة‬

‫الشرح ‪ :‬ال جمعة‬

‫حاشية ‪ :‬مالجماعة فيهاففرض عين كمايعلم من بابها‬

‫سنة مؤكدة‬

‫للخبر المتفق عليه صالة الجماعة أفضل من صالة الفذ بسبع وعشرين درجة‬

‫قوله سنة اى سنة عين حتى على النساء االانها التتأكد فى حقهن كتأكدها على الرجال كما سيأتى‬

‫وهي بجمع كثير أفضل‬

‫منها فى جمع قليل ‪ ,‬للخبر الصحيح وما كان أ كثر‪ ,‬فهو أحب الى هللا تعالى‬

‫قوله بجمع كثير اى مع جمع كثير ‪ .‬فالباء بمعنى مع‬

‫باب الصالة‬

‫وهي لغة ال شرعا أقوال وأفعال مفتتحة بالتكبير مختتمة بالتسليم‬

‫واعترض هذا التعريف بأنه غير مانع لدخول سجدتي تالوة والشكر مع أنهما ليسا من أنواع الصالة‬

‫والكسوفين‬

‫والصالة الكسوفين اى كسوف الشمس والقمر‬

‫ويعبر عنهما فى قول بالخسوفين وفى آخر بالكسوف لشمس و الخسوف‬

You might also like