Professional Documents
Culture Documents
DAN HASYIAH
Metodologi Kepenulisan :
Diajukan kepada KH. Achmad Shiddiq, MH. MHI. Selaku dosen pengampu kelas
Metodologi Kepenulisan dan Penelitian selaku dosen pengampu MicroTeaching guna
memenuhi salah satu tugasnya.
Ad-Dimyati
B. BIOGRAFI PENGARANG
Syekh Abu Bakar Syatho adalah seorang ulama besar, sanad keilmuan beliau
menurun kepada banyak ulama Nusantara. Karya beliau adalah kitab hasyiah I'anatut
Tholibin yang sudah dijelaskan di atas. Nama lengkap beliau adalah Sayyid abu bakar
Bin Sayyid Mahmud Al Husaini Al Makki Ad Dimyati. Nasab beliau sampai kepada
Rasulullah SAW. Sayyid Al Bakrie (nama laqob beliau) lahir pada tahun 1266 H /
1849 M dan wafat pada tahun 1310 H atau bertepatan dengan 1892 M. Beliau
dilahirkan di Makkah. Sayyid Bakrie hafal Al Quran saat berumur 7 tahun. Salah satu
guru beliau adalah Sayyid Ahmad Zaini Dahlan.
Selain kitab I’anatutholibin beliau juga mengarang kitab Kifayatul Atqiya
Minhajul Azkia, Durorul Bahiyah dan lain sebagainya. Menurut pengakuan salah satu
murid beliau yakni Syekh Abdul Hamid Kudus. Sayyid Bakrie juga sempat menulis
tafsir, namun beliau tidak sempat menyempurnakannya.
Matan
Matan adalah kitab yang ditulis secara ringkas dalam artian penulis hanya
memuatkan fakta-fakta penting tanpa memasukkan penjelasan – penjelasan yang
panjang dan terperinci terhadap sesuatu permasalahan didalamnya, kecuali dengan
menggunakan istilah-istilah yang dianggap tepat dan menyeluruh.
مصطلح يطلق عند أهل العلم على مبادئ فن من فنون جمعت في رسائل صغيرة خالية من االستطراد:المتن
والتفصيل والشواهد واألمثلة إال في حدود الضرورة
Kitab-kitab jenis ini agak sukar untuk dibaca sekiranya tidak terdapat
ulasan atau syarah dari ulama atau fuqaha yang menerangkan maksud dan makna
pada setiap baris matan yang ditulis dalam kitab-kitab tersebut.
Terkadang matan juga ditulis oleh para fuqaha sebagai ringkasan yang
dibuat dari kitab lain yang dikenali sebagai mukhtasar. Seperti kitab Khulashotu
Fath Al-Mu’in karya Syekh Abdurrahman Bawa yang meringkas kitab Fathul
Mu’in.
Terkadang matan juga ditulis dalam bentuk nadzom atau syair yang
bertujuan untuk memudahkan para pembaca atau pelajar menghafal setiap baris
matan yang tertulis. Seperti Alfiyah Ibnu Malik.
Syarah
وهو يتراوح بين الطول، عمل يتوخى فيه توضيح ما غمض من المتون وتفصيل ما أجمل منها:والشرح
وفيه الوجيز والوسيط والبسيط،والقصر والسهولة والعسر.
Hasiyah
وقد قصد منها حل ما يستغل من، إيضاحات مطولة دعت إليها ظاهرة انتشار المتون والشروح:والحاشية
وزيادة األمثلة، على الخطأ واإلضافة النافعةv والتنبيه، واستدراك ما يفوته، وتيسير ما يصعب فيه،الشرح
والشواهد
Kitab ini adalah kitab fikih bermadzhab syafi’i. Jangan sampai dikelirukan
dan disalah-identifikasikan dengan kitab Qurrotu Al-‘Uyun (ونvvرة العيvv)ق, karena
Qorrotu Al-‘Uyun adalah kitab tentang adab jimak/berhubungan suami istri.
Meskipun dua kitab ini cukup dikenal di sejumlah pondok pesantren-pondok
pesantren di Indonesia, hanya saja kitab Qurrotu Al’Ain yang lebih terkenal,
terutama kitab turunannya yang bernama Fathu Al-Mu’in ()فتح المعين.
Selain itu muncul pula syarah Qurrotu Al’Ain yang dikarang oleh ulama
Jawa yang bernama Muhammad Nawawi bin Umar Al-Jawi. Syarah tersebut
bernama Nihayatu Az-Zain Fi Irsyadi Al-Mubtadi-in, atau lebih dikenal dengan
nama singkat; Nihayatu Az-Zain.
Jika dilihat dari sejarahnya, kitab “Fathu Al-Mu’in” ini ditulis setelah
masa penulisan “Nihayatu Al-Muhtaj” karya Ar-Romli. Artinya, kitab ini bisa
dipahami sebagai cerminan ringkasan fase kematangan mazhab Asy-Syafi’i. Bisa
dikatakan juga “Fathu Al-Mu’in” menghimpun dua kecenderungan dua syaikh
besar sebelumnya yaitu kecenderungan syaikh Ibnu Hajar Al-Haitami dan
kecenderungan syaikh Syamsuddin Ar-Romli.
Karena ketinggian nilai kitab ini, menjadi wajar jika pengaruh dan daya
sebarnya sangat luas. Di Malabar; India, negeri asal pengarang, kitab ini
diajarkan. Bukan hanya di India saja di ajarkan, tetapi juga diajarkan di Mesir,
Mekah, Madinah, Suriah, Damaskus, Somalia, Srilangka, Kurdistan, Yaman,
Hadhromaut, Indonesia, Malaysia, dan Singapura.
Popularitas “Fathu Al-Mu’in” memang wajar jika dilihat dari sisi isinya. Kitab
ini kaya ilmu dan padat informasi. Sebagai gambaran sederhana, kita bisa melihat
daftar nama ulama, nama tokoh dan nama kitab yang dikutip Al-Malibari di
dalamnya. Bassam Al-Jabi yang membuatkan indeks untuk seluruh nama ulama,
nama tokoh dan nama kitab dalam “Fathu Al-Mu’in” ini ternyata memerlukan 41
halaman hanya untuk indeks saja! Fakta sekilas ini adalah bukti nyata keluasan
dan kedalaman ilmu Al-Malibari, mengingat “Fathu Al-Mu’in” adalah syarah
ringkas, bukan syarah “muthowwal”.
Oleh karena kitab “Fathu Al-Mu’in’ adalah kitab yang berkualitas, tidak
heran banyak ulama memberikan perhatian terhadapnya dengan membutkan
manzhumah, mukhtashor, hasyiyah, syarah, taqrir, dan ta’liqot untuknya.
2. I’anatut Thalibin
Nama lengkap kitab ini adalah I’anatu Ath-Tholibin ‘ala Halli Alfazhi
Fathi Al Mu’in (اظ فتح المعينvvvvل ألفvvvvالبين على حvvvvة الطvvvv)إعان. Sebagian penerbit
menambahkan kata Hasyiyah di depan judul sehingga menjadi Hasyiyah I’anatu
Ath-Tholibin ‘ala Halli Alfazhi Fathi Al-Mu’in (حاشية إعانة الطالبين على حل ألفاظ فتح
)المعين. Penambahan lafaz Hasyiyah itu tentu saja dimaksudkan untuk memberikan
informasi bahwa kitab I’anatu Ath-Tholibin adalah jenis kitab yang merupakan
syarah untuk sebuah syarah. Sudah kita ketahui bahwa dalam literatur Arab yang
terkait fikih, karya penjelas sebuah mukhtashor (ringkasan) biasanya disebut
syarah, sementara jika syarah itu diperjelas lagi maka karya penjelas itu
dinamakan hasyiyah. Jika hasyiyah itu diperjelas lagi, maka karya penjelas
tersebut dinamakan taqrir, Kitab ini tergolong kitab muthowwal/mabsuth, yakni
kitab yang dikarang dengan penjelasan panjang lebar, bukan kitab
mutawassith/pertengahan seperti Fathu Al-Qorib atau kitab mukhtashor/ringkas
seperti matan Abu Syuja’ dan Al-Yaqut An-Nafis.
Awal mula dan motivasi penulisan kitab ini diterangkan As-Sayyid Al-
Bakri dalam mukadimah. Beliau bercerita bahwa semuanya berawal dari majelis
pengajian yang beliau selenggarakan di Mekah. Pengajian itu menghadap ke arah
Ka’bah dan dihadiri sejumlah penuntut ilmu istimewa. Kitab yang beliau ajarkan
waktu itu adalah kitab Fathu Al-Mu’in karya Al-Malibari yang telah kita
singgung sebelumnya. Di sela-sela beliau memberikan penjelasan, As-Sayyid Al-
Bakri menyempatkan menuliskan sejumlah catatan kaki (hawamisy) untuk
mengomentari dan memperjelas ungkapan-ungkapan sulit atau yang memerlukan
penjabaran lebih rinci. Begitu majelis pengajian itu selesai dan kajian kitab Fathu
Al-Mu’in pun tuntas, ada sejumlah murid beliau yang menyarankan semua
catatan kaki itu dibukukan dan diedit ulang. Pada awalnya As-Sayyid Al-Bakri
menolak saran itu karena beliau merasa tidak layak mencapai derajat itu dan
merasa belum kompeten untuk melakukannya. Tetapi, ketika beliau mendapatkan
desakan terus menerus, akhirnya beliau memutuskan untuk mencari petunjuk
kepada Allah dan akhirnya mendapatkan petunjuk untuk melakukannya.
Beliaupun bertekad menyusun dan membukukan semua catatan kaki beliau itu
seraya memohon taufik kepada Allah untuk menyempurnakannya. Harapan beliau
dengan karya itu adalah bisa menjadi pengingat untuk beliau sendiri dan orang-
orang yang dicintai beliau. Beliau juga berharap karya itu bisa bermanfaat
utamanya untuk beliau sendiri dan juga semua murid-murid beliau. Beliau
rampung mengkompilasi catatan kaki beliau itu pada tahun 1298 H dan selesai
mengedit final pada tahun 1300 H .
Rujukan As-Sayyid Al-Bakri saat menyusun kitab ini utamanya adalah
kitab Tuhfatu Al-Muhtaj karya Ibnu Hajar Al-Haitami, Fathu Al-Jawad karya
Ibnu Hajar Al-Haitami juga (yang merupakan Syarah kitab Irsyadu Al-Ghowi
karya Ibnu Al-Muqri), Nihayatu Al-Muhtaj karya Ar-Romli, Syarah Roudhu Ath-
Tholib atau yang lebih dikenal dengan nama Asna Al-Matholib karya Zakariyya
Al-Anshori, Syarah Manhaju Ath-Thullab atau yang lebih dikenal dengan nama
Fathu Al-Wahhab karya Zakariyya Al-Anshori, Hasyiyah Ibnu Qosim
Al-‘Abbadi, Hasyiyah ‘Ali Asy-Syabromallisi, Hasyiyah Al-Bujairimi dan lain-
lain. Dari rujukan-rujukan yang dipakai oleh As-Sayyid Al-Bakri ini, bisa
difahami bahwa beliau mengambil informasi dari ulama-ulama Asy-Syafi’iyyah
mutaakhirin dan para muhaqqiqnya. Dengan demikian, kita bisa menyimpulkan
bahwa kandungan informasi fikih yang dituliskan oleh As-Sayyid Al-Bakri dalam
kitab I’anatu Ath-Tholibin ini adalah hasil tahrir ulama Asy-Syafi’iyyah
mutaakhirin yang melengkapi hasil tahrir masa Asy-Syaikhan (An-Nawawi dan
Ar-Rofi’i). Dengan kata lain, mengingat As-Sayyid Al-Bakri hanya bertumpu
pada pendapat jumhur, maka informasi yang beliau sajikan dalam kitab ini bisa
dijadikan pegangan untuk mengetahui pendapat mu’tamad mazhab Asy-Syafi’i,
terutama pada tafri’at/rincian pembahasan fikih yang belum pernah dibahas dalam
kitab-kitab fikih hasil tahrir di masa An-Nawawi dan Ar-Rofi’i. Barangkali
karena cara merujuk seperti inilah yang menjadi penyebab kitab ini menjadi
populer dipesantren-pesantren di negeri kita sehingga dipilih sebagai buku ajar
wajib untuk mengkaji mazhab Asy-Syafi’i.
سنة مؤكدة
للخبر المتفق عليه صالة الجماعة أفضل من صالة الفذ بسبع وعشرين درجة
قوله سنة اى سنة عين حتى على النساء االانها التتأكد فى حقهن كتأكدها على الرجال كما سيأتى
منها فى جمع قليل ,للخبر الصحيح وما كان أ كثر ,فهو أحب الى هللا تعالى
باب الصالة
واعترض هذا التعريف بأنه غير مانع لدخول سجدتي تالوة والشكر مع أنهما ليسا من أنواع الصالة
والكسوفين