You are on page 1of 31

Evaluasi Kognitif-Linguistik

pada Afasia
Hafidz Triantoro Aji Pratomo, SST.TW., MPH.
Poltekkes Kemenkes Surakarta
Jurusan Terapi Wicara
Surakarta, 16-17 Oktober 2021
Poin penting

▪ Filosofi Asesmen
▪ Tahapan Evaluasi
▪ Evaluasi berbasis kuantitatif dan kualitatif
▪ Goal Setting pada Afasia
▪ Analisis Kontekstual Bilingual
Afasia dikatakan sebagai gangguan
komunikasi dapatan yang disebabkan
Neurogenik Dapatan
karena kerusakan otak yang ditandai
adanya permasalahan pada modalitas
bahasa yakni berbicara, memahami,
membaca, dan menulis.

Afasia tidak disebabkan karena defisit


motorik atau sensoris, defisit
Bukan intelektual umum, kebingungan atau
Gangguan
sensasi atau
bahasa
intelektual
sebuah gangguan psikiatri (Brookshire,
2007; Darley, 1982; Goodglass, 1993).

Chapey, 2008
Afasia

Paul Broca Carl Wernicke


Perspektif Gangguan Bahasa Afasia
Perkembangan
Sifat kerusakan Developmental Dapatan

Lokalisasi kerusakan ≠ area spesifik tertentu Area Broca, Area Wernicke,


Girus Angular, dan Girus
Supramarginal
Sifat Pelayanan Habilitatif Rehabilitatif

Karakteristik morfologi, sintaksis, fonologi, morfologi,


permasalahan semantik, dan sintaksis, dan semantik.
pragmatik.

Pratomo, in progress
Simmons-Mackie et al., 2017
All patients with brain damage or progressive brain disease
1 should be screened for communication deficits

Communication deficits should be assessed by a qualified


2 professional  nature, severity and personal consequences

People with aphasia should receive information regarding


3 aphasia: aetiologies, and options for treatment

No one with aphasia should be discharged from services


4 without some means of communicating his or her needs
and wishes

People with aphasia should be offered intensive and


5 individualised aphasia therapy designed to have a
meaningful impact on communication and life
Simmons-Mackie et al., 2017
Communication partner training should be provided to
6
improve communication of the person with aphasia.

Families or caregivers of people with aphasia should 7


be included in the rehabilitation process.

Services for people with aphasia should be culturally


8
appropriate and personally relevant.

All health and social care providers working with


people with aphasia across the continuum of care.
9

Information intended for use by people with aphasia should


be available in aphasia-friendly/ communicatively accessible 10
formats.
Klasifikasi Afasia

Type of Aphasia Fluency Comprehension Repetition Naming


Global Non fluent - - -
Mixed Transcortical Non fluent - + -
Broca Non fluent + - -
Motor Transcortical Non fluent + + -
Wernicke Fluent - - -
Sensory Transcortical Fluent - + -
Conduction Fluent + - -
Anomic Fluent + + -
Lahiri et al., 2019
Aphasia Post-Stroke

▪ Insidensi afasia post


stroke berkisar
40.93%.

▪ Lokalisasi dan faktor


pendidikan
mempengaruhi
terjadinya afasia
fluent.
Gangguan Komunikasi Neurogenik Lain

▪ Traumatic Brain Injury


▪ Dementia
▪ Gangguan Hemisfer Kanan
▪ Primary Progressive Aphasia
▪ Disartria
▪ Apraksia Verbal
Aphasia
Characteristics

Spoken Spoken
Reading Written
language language Gesture
comprehension expression
comprehension expression
Chapey, 2008
Rekomendasi

1. Kompeten
2. Knowleadgeable
3. Sensitif terhadap isu gender, usia, kebudayaan, ras, dan
orientasi seksual
4. Beretika
5. Profesional
6. Hangat, caring, sabar, penuh pemikiran dan seseorang
yang menarik
7. Sehat secara emosi
Intervensi

Rekomendasi

Diagnosis

Asesmen

Penentuan Tatalaksana
Proses pencarian Perbandingan
langkah berdasarkan
data dan fakta antar gangguan perencanaan
penanganan
Component of an effective diagnosis/ evaluation (Haynes &
Pindzola, 1998)

Parent information Addition to clinician’s


and Counseling experience & knowledge base

Clinical management
Referral Prognosis Further Testing
suggestions

Diagnosis & Synthesis of findings

Case History Prior Test & Observation Interview Informal Formal


Information Reports of Clients Findings Testing Testing

Clinician’s Knowledge, Skill and


Experience Base
Skrining

Preasesmen (riwayat kasus)

Wawancara

Pemeriksaan General (anatomi,


fisiologi, dan fungsional) Asesmen
Prosedur/ tes spesifik

Diagnosis & prognosis

Rekomendasi

Intervensi

Re asesmen
16
Afasia/ tidak
Etiologic
Masalah penyerta
Evaluation Goals
Kognitif

Pemahaman isi bahasa

Pemahaman bentuk bahasa


Cognitive. Linguistic, &
Pragmatic
Produksi isi bahasa
Treatment
Produksi bentuk bahasa

Pragmatik

Chapey, 2008
Analisis Kuantitatif

▪ Penggunaan nilai normatif untuk menentukan


permasalahan.
▪ Penggunaan skor memudahkan dalam analisis.
▪ Penggunaan analisis kuantitatif digunakan dalam
menentukan baseline intervensi.
Mari kita lihat
Analisis Kuantitatif/Kualitatif?

▪ Gambaran kontekstual yang diperoleh melalui penilaian


subyektif-obyektif.
▪ Menilai dengan data berupa kalimat atau narasi hasil
pengamatan.
Narasi
▪ Pemahaman Bahasa lisan
Bahasa sehari-hari dapat dimengerti tanpa banyak kesulitan. Yang tidak
dimengerti adalah kata-kata atau frase yang jarang digunakan, pesan panjang
dan rumit, atau jika pokok pembicaraan tiba-tiba diganti.

▪ Pemahaman Bahasa Tulis


Membaca tulisan panjang dan rumit dapat dilakukan. Tetapi bila dibandingkan
keadaan semula, memakan waktu yang lebih lama. Kata-kata yang jarang dipakai
atau kalimat yang rumit sulit dimengerti.

▪ Bicara
Kalimat-kalimat yang diuraikan benar dan lengkap, hanya terkadang terdapat
kesulitan menemukan kata yang jarang dipakai. Bicara membutuhkan waktu yang
lebih lama bila dibandingkan keadaan semula.

▪ Menulis/ Mengetik
Menulis atau mengetik tulisan yang sederhana dapat dilakukan. Tetapi dalam
penyalinan tulian yang panjang dan rumit serta jarang digunakan membutuhkan
waktu yang lebih lama apabila dibandingkan dengan keadaan semula.

▪ Komunikasi
Komunikasi mengenai hal-hal sehari-hari dapat dilakukan. Penyampaian hal-hal
rumit tidak bisa dilakukan.
Sampel  Kuantitatif vs
Kualitatif
Lihat TADIR, mari diskusi.
Analisis

1. Apakah klien mengalami afasia atau tidak?


2. Apa saja masalah penyerta?
3. Apa saja aspek kognitif yang mengalami masalah?
4. Bagaimana kemampuan pemahaman isi bahasa klien?
5. Bagaimana kemampuan pemahaman bentuk bahasa klien?
6. Bagaimana kemampuan produksi isi bahasa klien?
7. Bagaimana kemampuan produksi bentuk bahasa klien?
8. Bagaimana kemampuan pragmatik klien?
9. Apa saja variabel prognosis yang menunjang atau menghambat
proses terapi?
Hegde & Davis, 2010
Target Perilaku

Normative approach Client-specific approach

Pemilihan target intervensi Pemilihan target intervensi


berdasarkan pada tahapan berdasarkan kebutuhan
perkembangan. personal.

Fungsional
Reading skills

Writing

Gestures paired with verbal


expressions

Pragmatic aspects of language

Phrases and sentences

Naming responses

Auditory comprehension of spoken


language

Hersh et al., 2012 Hegde & Davis, 2010


Penyusunan Tujuan (Roth & Worthington, 2016)

▪ Tiga komponen besar yang harus masuk dalam satu


kalimat tujuan terapi yakni “do” statement, condition,
dan criterion.
“do” Condition Criterion
Menunjuk Mengatakan Dengan model klinisi 90% keakuratan
Mengatakan menaikkan Merespon pertanyaan guru 8 trial benar dari 10
Melabel Memahami Selama presentasi trial
Menulis Memikirkan Menggunakan gambar Kurang dari empat
Mengulang Nengetahui Selama bermain kesalahan tiga sesi
Menghitung Mempelajari Di lingkungan rumah berurutan
Mencocokkan Mengingat 80% kekakuratan
Menamai Mengaplikasikan pada dua sesi
Meminta Meningkatkan berurutan
Memproduksi Merasakan
Contoh tujuan terapi

Tujuan Terapi Jangka Tujuan Terapi Jangka Obyektif


Panjang Pendek
Klien mampu memahami Klien mampu menjawab Klien mampu menjawab
ujaran lawan bicara dengan tepat pertanyaan dengan tepat pertanyaan
dengan baik ketika ya/tidak selama sesi ya/tidak dengan tema
melakukan percakapan intervensi dengan capaian personal selama sesi
80% dari total pertanyaan. intervensi dengan capaian
80% dari total pertanyaan.
Obyektif 1.1.1

STG 1.1 Obyektif 1.1.2

Obyektif 1.1.3

Obyektif 1.2.1

LTG 1 STG 1.2 Obyektif 1.2.2

Obyektif 1.2.3

Obyektif 1.3.2
Goal
STG 1.3 Obyektif 1.3.2

STG 2.1 Obyektif 1.3.2

LTG 2 STG 2.2

STG 2.3
Chapey, 2008
Bilingual Aphasia

1. Parallel impairment
2. Differential impairment
3. Differential aphasia
4. Blended or mixed pattern
5. Selective aphasia
Referensi
▪ Chapey, R. 2008. Language Intervention Strategies in Aphasia and
Related Neurogenic Communication Disorders (5th ed). Philadelphia,
PA: Lippincot Williams & Wilkins
▪ Dharmaperwira-Prins, R. 2002. Afasia: Deskripsi Pemeriksaan dan
Penanganan. Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
▪ Dharmaperwira-Prins, R. 2002. TADIR. Jakarta: Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia.
▪ Haynes W.o., & Pindzola, R.H. (1998). Diagnosis and evaluation in speech
pathology fifth edition. Boston: Allyn and Bacon.
▪ Hegde, M. N., & Davis, D. (2010). Clinical Methods and Practicum in
Speech-Language Pathology (Fifth). Delmar Cengage Learning ALL.
▪ Hersh, D., Worrall, L., Howe, T., Sherratt, S., & Davidson, B. (2012).
SMARTER goal setting in aphasia rehabilitation. In Aphasiology (Vol. 26,
Issue 2, pp. 220–233). Taylor & Francis.
https://doi.org/10.1080/02687038.2011.640392
Referensi

▪ Roth, F.P & Worthington, C.K. 2016. Treatment resource


manual for speech-language pathology 5th edition.
Clifton Park, NY: Cengage Learning.
▪ Shipley, K. G., & McAfee, J. G., 2009. Assessment in
speech-language pathology: A resources manual 4th
edition. Clifton Park, NY:Delmar Cengange Learning
▪ Simmons-Mackie, N., Worrall, L., Murray, L. L., Enderby, P.,
Rose, M. L., Paek, E. J., Klippi, A., & on behalf of the
Aphasia United Best Practices Working Group. (2017).
The top ten: best practice recommendations for aphasia.
Aphasiology, 31(2), 131–151.
https://doi.org/10.1080/02687038.2016.1180662

You might also like